Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

BASSETT’S LIGAMENT

Oleh:
Fary Tri Sabdillah
131621150003

Pembimbing :
dr. Andri Primadhi, Sp.OT(K)

DEPARTEMEN / SMF ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2018
Referat Ankle and Foot I

Departemen Orthopaedi & Traumatologi FKUP/RSHS

Oleh : Fary Tri Sabdillah

Pembimbing : dr. Andri Primadhi, Sp.OT(K)

PENDAHULUAN
Sendi pergelangan kaki merupakan salah satu sendi yang paling unik pada tubuh manusia.
Pemahaman mengenai fungsi alami dari sendi kaki masih banyak diperdebatkan di literatur.
Patologi yang berhubungan dengan anatomi persendian dan struktur capsuloligamentous yang
mengelilinginya masih terus dipelajari, dan berbagai macam patologi tersebut berhubungan
dengan kompleks sendi pergelangan kaki.1
Kondisi traumatik dan degeneratif pada sendi pergelangan kaki sering memperlihatkan gejala
struktur anatomi kompleks sendi pergelangan kaki yang saling tumpang tindih, yang mana
dapat membuat diagnosis spesifik sulit untuk ditegakkan. Kehadiran dan keterlibatan anterior
inferior tibiofibular ligament (AITFL) pada patologi high ankle dan tibiotalar dari syndesmosis
masih belum dipahami sepenuhnya.2 Bassett dkk mengenalkan sebuah konsep, dimana bagian
tambahan yang terpisah dari ligamen tersebut bertanggung jawab atas beberapa kondisi
patologi yang terjadi.3 Komponen tambahan tersebut sering disebut sebagai Ligamen Bassett.1

ANATOMI DAN BIOMEKANIKA


Secara definisi, AITFL merupakan bagian dari arsitektur sindesmosis di sendi pergelangan
kaki, bersama-sama dengan posterior inferior tibiofibular ligament (PITFL) dan tibiofibular
interosseus ligament (IOL). Draves dkk menerangkan bahwa AITFL dan PITFL berorientasi
ke arah inferior lateral.4 Dikatakan bahwa PITFL mempunyai komponen yang lebih dalam,
yang disebut dengan inferior transverse ligament (ITL), sedangkan AITFL dikatakan tidak
pernah memiliki aksesori ataupun komponen terpisah. IOL juga dikatakan sebagai ligamen
dengan kontribusi terkuat terhadap syndesmosis. Bersama-sama struktur ini mengatur fibula
bergerak ke arah superior dan inferior terhadap tibia saat dilakukan dorsifleksi dan
plantarfleksi.2

DEFINISI
Bassett’s ligament merupakan fasikel distal dari AITFL. Fasikel distal ini diemukan sejajar dan
lebih inferior dari AITFL, serta posisinya sangat dekat dengan sudut anterolateral dari talus
(gambar 1). Himpitan dari anterolateral ankle ini disebut juga dengan lesi Bassett. Pertama kali
detemukan oleh Bassett dkk, yang biasanya terjadi setelah trauma, ataupun trauma ringan yang
sifatnya berulang. Nyeri terjadi bila fasikel distal ini mengalami kontak dengan lateral talar
dome saat dorsifleksi. Kontak ini juga dapat terjadi dikarenakan insersi fasikel yang abnormal,
lebar atau panjang fasikel yang berlebihan, atau dari kelonggaran dan cedera dari AITFL, yang

2
menyebabkan ekstrusi yang abnormal dari anterior talus.3 Sindrom nyeri ini juga disebabkan
Himpitan yang dialami fasikel distal dari AITFL ini pada bahu lateral dari talus, dengan
kondromalasia sekunder dan erosi mekanik pada permukaan artikular pada bahu lateral talus.2

Gambar 1. Ligamen Bassett dan hubungannya dengan AITFL

Sarafian dkk membahas tentang AITFL secara lebih detail, menerangkan bahwa jaringan
fibrous yang pipih tersebut, yang ber-origo di tuberkel longitudinal fibula, dan ber-insersi di
tuberkel anterolateral tibia, berpotensi memiliki struktur yang multifasikular, dengan 2, hingga
bahkan 3 jaringan fibrous.2
Akseki dkk juga menyatakan bahwa semakin distal insersi dari AITFL makan akan
menghasilkan kontak yang lebih besar juga terhadap kubah talus, dan meningkatkan risiko
terjadinya Himpitan. Temuan ini berhubungan juga dengan terjadinya degenerasi dan abrasi
kartilago.2
Bagaimanapun, pada stadium patologis dari lesi Basset, sering terlihat penebalan abnormal dari
fasikel dan pada akhirnya terjadi perubahan orientasi dari ligament. Perubahan orientasi
ligament dapat menyebabkan perubahan degeneratif yang lebih parah terhadap kartilago
artikular sekitarnya (gambar 2).2

Gambar 2. Lesi Bassett pada ankle kanan dari wanita usia 18 tahun dengan riwayat cedera ankle berat. Tampak
adanya perubahan degeneratif dari kubah talus dan penebalan fasikel yang bermakna, serta perubahan orientasi
dari vertikal ke transverse

3
EPIDEMIOLOGI
Penelitian mengenai AITFL belakangan ini bertujuan untuk mengetahui bukan hanya bentuk
nyata dari elemen tambahan ini pada kondisi normal dan patologi, melainkan juga untuk
menemukan prevalensinya pada populasi rata-rata. Pada studi kadaver yang dilakukan Bassett
dkk, fasikel distal yang terpisah telah diteliti pada 10-11 spesimen, dan ini merupakan temuan
normal pada populasi umum, dengan potensi patologis. Pada saat dorsifleksi talus terjadi
bersamaan dengan mortise, kontak talus dengan fasikel distal ini mengalami peningkatan. Pada
penelitian oleh Akseki dkk, hasilnya hampir serupa, menunjukkan fasikel distal ini terdapat
pada 83% spesimen. Terpisah oleh jaringan lemak fibrous, fasikel ini kebanyakan melintasi
sudut anterolateral dari distal tibia, dan berinsersi proksimal dari AITFL.2
Secara mekanik, perkembangan patologis dari ligament Bassett ini jarang dihubungkan dengan
penyebab alami. Lesi ini lebih erat hubungannya dengan olahraga dan aktivitas high impoct.
Kegiatan tersebut memiliki potensi tinggi untuk kejadian cedera akut, ataupun stres yang
repetitif, yang mana dapat berlanjut ke kondisi ankle yang simtomatik.

Gambar 3. Berbagai gambaran variasi AITFL dan orientasi dari ligamen Bassett

PATOGENESIS
Ekstrusi talus yang abnormal dapat menyebabkan gesekan yang berulang antara talus dan
fasikel, terutama saat dorsofleksi ankle. Abrasi dari permukaan artikular kubah talus pada sisi
anterolateral dapat terjadi sebagai hasil dari gesekan-gesekan tersebut. Cedera ligamen
sindesmosis juga dapat mengarah kepada jaringan parut yang hipertrofik dan synovitis pada
tepi inferior dari AITFL, memungkinkan terbentuknya lesi meniskoid dan mengarah pada
Himpitan.3

4
Semua mekanisme ini, yang meningkatkan Himpitan AITFL, juga bertanggung jawab atas
cedera-cedera lainnya. Pronasi, supinasi dan rotasi sering dihubungkan dengan sprain
sindesmosis dan lateral ankle, sebagaimana Himpitan anterior dari sendi talocrural. Ligamen
Bassett, secara unik terletak melewati 3 regio tersebut, yang mana terletak pada anterior dari
“island of three”. Mengingat hal ini, kesamaan patologi ligamen Bassett dengan kondisi lain
yang disebutkan dapat dijelaskan secara praktis. Hal yang masih menjadi kesulitan adalah
penegakan diagnosis dari patologi ligamen Bassett dan, pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu
pengobatannya.

TANDA DAN GEJALA


Observasi dari gejala lesi ini menunjukkan ke arah nyeri ankle anterior kronis. Ray dan Kriz
menjelaskan bahwa fasikel distal dari AITFL secara normal mengalami kontak dengan bahu
lateral talus.2
Tanda dan gejala dari Himpitan ankle diistilahkan oleh Morris pada tahun 1943 sebagai
athlete’s ankle, dan setelahnya dikenal sebagai footballer’s ankle pada tahun 1950 oleh
McMurray. Temuan yang juga sering dijumpai pada Himpitan ankle adalah proliferasi osteofit.
Komposisi dari lesi ini dapat berupa campuran dari materi tulang dan fibrokartilago dan
dicurigai muncul dari berbagai mekanisme, seperti pantulan kompresif pada sendi, inflamasi,
proses traumatik yang berulang, dan penyakit sendi degeneratif.2
Sprain pada syndesmosis dan lateral ankle telah banyak dipelajari dalam beberapa literatur, dan
berhubungan erat dengan aktivitas yang berhubungan dengan kontak fisik, plantarfleksi dan
dorsofleksi ekstrim, meloncat, dan berjongkok. Namun, intensitas cedera yang diterima pasien
saat melakukan kegiatan tersebut hingga sampai menimbulkan gejala sulit untuk dinilai secara
keseluruhan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bukti langsung dari patologi Bassett tidak dapat dilihat dari foto polos radiografi, namun,
penilaian pada cedera yang terjadi seiringan dengan patologi Bassett tetap dapat dilakukan.
Stress view dan bukti frank pada diastasis sindesmosis telah dijelaskan seksama pada literatur.
Namun cedera sindesmosis yang ringan dan kronis dapat menyebabkan osifikasi heterotropik
pada membran interosseus. Temuan ini, dapat timbul dengan simtomatologi yang terus
menerus, atau juga dapat timbul setelah gejala mengalami perbaikan. Computed tomography
juga berguina dalam menyingkirkan adanya fraktur pada tulang. Meskipun tidak dapat
mencitrakan AITFL itu sendiri; osteofit fibrokartilagenous, loose bodies, ataupun fragmen
tulang, dan arsitektur tulang secara umum dapat terlihat pada pemeriksaan CT ini.2
Magnetic resonance imaging (MRI) sebagai modalitas diagnostik banyak diperdebatkan dalam
literatur. Beberapa studi terbaru telah membuktikan MRI sebagai alat diagnostik yang dapat
memperlihatkan adanya dan ukuran relatif dari AITFL, beserta fasikelnya yang terpisah.
Potongan koronal yang sedikit oblik-sejajar dengan arah ligamen telah menunjukkan hasil yang
paling bagus saat diambil pencitraannya dengan spesifikasi under spin-density weighted.
Arthrografi, meskipun jarang diperbincangkan, memiliki keuntungan dalam memperlihatkan
adhesi dan konstriksi di dalam sendi ankle dan arsitektur sindesmosis.2

5
Gambar 4. MRI penampang koronal menunjukkan hubungan antara ligamen Bassett (panah hitam) dan AITFL
(panah putih)

Pada kasus yang abnormal, ligament Bassett didapati mengalami penebalan yang signifikan,
namun sensitivitas dan spesifisitas dari magnetic resonance imaging (MRI) dalam menentukan
ketebalan dari ligamen sebagai tanda-tanda abnormalitas tidak konsisten dan tidak dapat
diandalkan. Oleh karena itu, artroskopi tetap menjadi alat terbaik untuk diagnosis. Indikasi
untuk reseksi ligament Bassett adalah kontak antara AITFL dan talus pada permulaan
plantarfleksi dari ankle, peningkatan kontak antara ligamen Bassett dan talus sepanjang rentang
gerak ankle, ataupun jika ligamen Bassett berinsersi ke distal fibula.3
Pemindaian emisi technesium dan positron dari ligamen Bassett tidak pernah dibahas langsung
dalam literatur. Bagaimanapun, tidak ada bukti bahwa Technesium dapat menjadi penanda
prognostik yang bermakna pada penyembuhan cedera diastasis yang terdapat pada pasien.
Meskipun tidak praktis dalam standar pemeriksaan modern, penggunaan PET scan dapat
dilakukan untuk memperlihatkan bukti adanya aktivitas inflamasi.2
Sonografi diagnostik telah dibahas pada beberapa literatur. Meskipun pada pasien penegakan
diagnosis sebelumnya masih spekulatif, pemeriksaan sonografi tidak dapat memberikan
investigasi lebih jauh. Mengingat kecanggihan dan murahnya biaya pemeriksaan tersebut,
mungkin ini dapat berguna sebagai alternatif yang lebih murah dibandingkan MRI.2
Meskipun beberapa studi pencitraan ditujukan untuk Himpitan ankle anterior dan anterolateral,
sangat sedikit yang membahaas tentang AITFL diluar dari literatur artroskopik. Robinson dkk
melaporkan keberhasilan 100% pada penggunaan teknik artrografi untuk menilai AITFL pada
kondisi ankle yang normal dan patologis, dan menyimpulkan bahwa artrografi merupakan alat
diagnostik yang dapat digunakan. Studi terbaru oleh Subhas dkk, menggunakan data MRI
secara retrospektif untuk membandingkan patologi ligamen Bassett yang sudah terbukti secara

6
artroskopik, dengan MRI yang sebelumnya sudah pernah dilakukan. Pada penelitian ini,
mereka menemukan adanya ligamen aksesori pada 89% dari sampel. Panjang, lebar dan
ketebalan dipelajari, serta ukurannya dihubungkan dengan gejala Himpitan dan abrasi kartilago
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan temuan artroskopik.2

DIAGNOSIS
Pasien menerangkan adanya nyeri persisten dan pembengkakan pada ankle anterior, dengan
dorsifleksi yang terbatas, yang bertahan hingga beberapa bulan. Nyeri dipicu oleh gerakan
dorsifleksi, dan pemeriksaan klinis dapat memperlihatkan pembengkakan jaringan lunak pada
sendi ankle anterior. Keterbatasan gerakan terkadang dapat diatasi dengan pronasi dari ankle
yang berlebihan. Riwayat trauma sebelumnya, seperti sprain ankle, umum terjadi. Pada
plantarfleksi maksimal, osteofit dapat teraba pada sisi medial dari tendon tibialis anterior atau
sepanjang tepi anterior dari tibia. Liu dkk menjelaskan tentang enam panduan klinis untuk
mendiagnosa Himpitan ankle anterolateral, yang memiliki sensitivitas 94% dan spesifisitas
75% (gambar 4).
Panduan ini termasuk juga di dalamnya nyeri di sekitar sendi ankle, efusi sendi ankle, nyeri
saat dilakukan eversi dan dorsofleksi paksa, nyeri saat melakukan jongkok-satu-kaki, nyeri saat
beraktivitas tanpa instabilitas mekanik. Salah satu pemeriksaan klinis yang cukup akurat untuk
mendiagnosa Himpitan ankle anterolateral adalah impingement sign atau Solan sign.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan penekanan oleh ibu jari terhadap celah lateral
dari ankle, lalu kaki digerakkan dari plantarfleksi ke dorsifleksi. Jika terdapat hipertrofi
synovium, akan terjadi penekanan ke dalam sendi oleh ibu jari pemeriksa dan timbul nyeri
dikarenakan Himpitan synovium di antara leher talus dan distal tibia. Pemeriksaan ini
dilaporkan 94.8% sensitif dan 88% spesifik unutk hipertrofi synovial. Pada pasien dengan
Himpitan sekunder ligamen Bassett mungkin dapat terjadi sensasi popping atau catching saat
dorsifleksi dan plantarfleksi.3

Gambar 5. Solan’s sign. Gambar menunjukkan a) plantarfleksi pada ankle kiri dengan penekanan oleh ibu jari
pada aspek anterolateral, b) dorsifleksi dari ankle tanpa tekanan pada aspek anterolateral, dan c) manuver
gabungan dari keduanya yang dapat memperlihatkan tanda-tanda Himpitan

7
Setelah melakukan pemeriksaan klinis pada struktur yang mengelilinginya, patologi dari
ligamen Bassett masih sulit dipahami dan pemeriksaan dapat menjadi tidak spesifik. Meskipun
rentang gerakan dan tes squeeze berguna untuk mendiagnosa cedera lateral dan sindesmosis,
pemeriksaan melalui palpasi masih harus diinvestigasi lebih jauh agar dapat memisahkan
antara Himpitan synovial dan Himpitan dari AITFL.
Radiografi dapat dilakukan untuk melihat adanya osteofit tibia atau talus, fraktur, pelebaran
dari ankle mortise, dan berubahan yang mengarah kepada arthritis. Stress radiographs dapat
digunakan untuk melihat laxity dari ligament. MRI dimanfaatkan untuk melihat adanya defek
osteokondral, kontusio sumsum tulang, loose bodies intraartikular, tendinitis peroneal,
abnormalitas sindesmosis, dan sindrom sinus tarsal. Pencitraan T1 juga optimal dalam
mendeteksi hipertrofi sinovium dan parut pada celah ankle anterolateral dan anteromedial.3
Dikarenakan banyaknya vaskularisasi pada membran sinovium, peningkatan vaskularisasi
yang dikarenakan sinovitis lebih terlihat bila menggunakan kontras. Namun, lesi meniskoid
yang matur tetap avaskular dan tidak akan terlihat meningkat. Lesi meniskoid akan tampak
seperti gambaran hipointens pada pencitraan T1 maupun T2. Penebalan dan nodularitas dari
AITFL dan kepenuhan celah lateral menandakan adanya Himpitan lateral dan paling jelas
terlihat pada penampang axial T1. Liu dkk menemukan bahwa MRI hanya memiliki 39%
sensitivitas dan 50% spesifisitas unutk lesi anterolateral. Oleh karena itu, artroskopi tetap
menjadi baku emas diagnosis.3
Magnetic resonance arthrography (MRA) telah ditemukan akurat pada 97% kasus Himpitan
anterolateral dan digunakan untuk mengidentifikasi robekan ligamen pada ankle. Kurangnya
distensi normal sendi pada celah anterolateral umumnya disebabkan oleh synovitis dan jaringan
parut, sehingga mencegah cairan memasuki reses sendi.3
Computed tomography (CT) scans juga dapat digunakan untuk mengevaluasi osteofit, lesi
osteokondral, ataupun perubahan arthritIs. Ultrasound telah ditunjukkan memiliki korelasi
yang baik dengan temuan arthroskopik dalam kemampuannya mendeteksi abnormalitas
jaringan lunak, seperti massa synovial atau nodularitas kapsular. Single photon emission
computed tomography with lose-dose CT (SPECT/CT) juga membantu dalam melokalisasi lesi
dan dapat digunakan saat MRI dan ultrasound memiliki hasil yang samar; pada pasien dengan
implan logam, dan pasien dengan klaustrofobia.3
Himpitan ankle anterior harus dibedakan dengan sekuele lain dari sprain ankle, seperti lesi
osteokondral dari talus, perubahan sendi degeneratif, tendinitis peroneal atau ekstensor,
sindrom sinus tarsi, formasi hematoma, fraktur stress, dan instabilitas ankle kronis. Perlu
diingat bahwa abnormalitas ini juga dapat terjadi bersamaan dengan Himpitan anterolateral dan
dapat mengarah kepada nyeri persisten meskipun dilakukan bedah reseksi dari jaringan yang
menyebabkan himpitan.3
Diagnosis banding lainnya termasuk juga himpitan pada sendi selain ankle. Jaringan parut
dapat mengalami protrusi hingga ke dalam ceruk sindesmosis, menyebabkan gejala himpitan
yang menyerupai lesi himpitan jaringan lunak di dalam celah anterolateral. Himpitan
talocalcaneal atau calcaneofibular disebabkan oleh berkurangnya ruang antara dinding lateral
calcaneus dan talus atau ujung dari fibula. Himpitan ini merupakan konsekuensi umum dari
hindfoot valgus deformity yang diakibatkan oleh disfungsi tendon tibialis posterior, congenital
flatfoot, ataupun malunion dari fraktur calcaneus sebelumnya.3

8
Nyeri dihasilkan oleh kontak abnormal tulang antara lateral calcaneus dan talus atau fibula
serta himpitan jaringan lunak dari fibrosis di celah lateral, entrapment dari sural nerve, dan
kompresi dari tendon peroneal. Pada kasus ini, osteotomi calcaneus, arthrodesis subtalar atau
arhtrodesis subtalar joint bone-block distraction sering dibutuhkan untuk mengoreksi hindfoot
valgus dan mengurangi himpitan hindfoot lateral.3

MANAJEMEN
Setelah diagnosis ditegakkan, terapi konservatif dapat diterapkan paling sedikit selama 3
hingga 6 bulan. Terapi konservatif termasuk di dalamnya istirahat, ultrasound, stimulasi
elektrik, latihan ROM, latihan kekuatan dan proprioseptif, medikasi anti inflamasi, orthosis,
taping, ankle bracing, dan injeksi kortikosteroid intraartikular untuk tujuan diagnostik dan
terapetik. Jika gejala berlanjut setelah terapi konservatif selama 6 bulan, pembedahan
arthroskopi dapat dilakukan untuk membersihkan spur tulang, jaringan parut, ligamen yang
terhimpit, ataupun synovitis hipertrofi.3
Terapi konservatif dari ligamen Bassett identik dengan terapi yang ditujukan untuk cedera
syndesmosis. Jika rekurensi dari nyeri ankle tidak teratasi dengan peningkatan kekuatan dan
kelenturan, maka latihan proprioseptif atau prosedur restabilisasi ankle lateral dapat
dilakukan.2
Pada ketiadaan proliferasi osteofit atau rekurensi sprain ankle dan instability, gejala yang
berlangsung lama dan deskripsi nyeri yang nonspesifik dapat menandakan adanya keterlibatan
AITFL. Saat melakukan tindakan terhadap ligamen Bassett yang patologis, arthrografi dan
arthroskopi memperlihatkan hasil yang baik. Meskipun sprain syndesmosis umumnya
membutuhkan waktu penyembuhan dan pemulihan yang lebih lama dibandingkan dengan
sprain ankle lateral, pemulihan pada AITFL yang terhimpit umumnya berhubungan dengan
pemulihan nyeri seiring dengan status ambulatori pasien pasca operasi.2
Debridemen arthroskopi telah menunjukkan waktu pemulihan yang lebih pendek dan kembali
ke aktivitas yang lebih cepat dibandingkan dengan arthrotomi. Namun, arthrotomy terbuka
untuk menyingkirkan osteofit anterior dari ankle dilaporkan telah memberikan hasil yang baik.3
Banyak studi yang telah menunjukkan hasil yang baik hingga sempurna setelah dilakukan
reseksi arthrsokopik dari ligament Bassett yang terhimpit. Penelitian-penelitian ini
menunjukkan hasil plantarfleksi dan dorsofleksi tanpa hambatan pada 89-100% kasus pada
rata-rata pengamatan selama 3 tahun. Hal yang perlu ditekankan saat melakukan reseksi
arthroskopi dari ligamen Bassett adalah tidak melakukan distraksi ankle. Distraksi mengurangi
kontak dan himpitan fasikel pada talus dan dapat menyebabkan pembedah melewatkan patologi
fasikel distal.3
Kontraindikasi dari arthroskopi diantaranya adalah infeksi, penyakit sendi degeneratif yang
berat dengan celah sendi yang sempit sehingga tidak memungkinkan instrumen untuk
melakukan manuver, edema berat, dan penyakit vaskular perifer yang dapat menyebabkan
komplikasi penyembuhan.3

9
PROGNOSIS
Jika tidak ditangani, himpitan AITFL dapat menyebabkan abrasi dan degenerasi kartilago.
Meskipun temuan ini sering didapati saat arthroskopi, hal ini memberikan bukti untuk
mendukung visualisasi dan penanganan pada kemungkinan ligamen Bassett di dalam semua
operasi arthroskopi dari ankle.2
Keberhasilan dari debridement arthroskopik pada himpitan ankle anterior berhubungan dengan
stadium dari osteoarthritis ankle. Ketiadaan perubahan degeneratif pada sendi saat penilaian
preoperatif merupakan indikator yang konsisten dalam menentukan keberhasilan terapi. Pasien
dengan perubahan degeneratif pada sendi ankle secara signifikan memiliki hasil jangka panjang
yang buruk setelah dilakukan terapi pembedahan. Hasil terbaik didapatkan pasca arthroskopi
debridement jika pasien tidak memiliki osteoarthritis, namun rerata keberhasilan menurun
hingga 77% pada pasien dengan OA grade I, dan 53% pada OA grade II.3
Studi lain menunjukkan hasil yang baik hingga sempurna sebanyak 75-85% setelah terapi
arthroskopi dari himpitan ankle anterior, namun 96% pasien meyatakan mendapat manfaat dari
pembedahan. Ferkel dkk menunjukkan hasil yang memuaskan setelah terapi arthroskopik dari
himpitan ankle pada 26 dari 31 pasien. Akhirnya, penelitian oleh Murawski dan Kennedy
menunjukkan 93% kepuasan setelah debridemen arthroskopik dari himpitan anteromedial
ankle pada 43 pasien.3

KESIMPULAN
Ligamen Bassett merupakan varian anatomi yang ditemukan sebagai distal fasikel dari AITFL,
dengan persentase yang masih belum jelas pada rerata populasi. Saat ligamen terpengaruh atau
tercederai secara patologis, struktur ini dapat menimbulkan nyeri bahkan merusak struktur
disekitarnya dan mengurangi kualitas hidup pasien secara signifikan. Meskipun jarang
ditemukan sebagai kondisi yang terisolasi, banyak bukti yang menunjukkan ligamen Bassett
ini kurang terdiagnosis dan teratasi. Reseksi dan debridemen per arthroskopi masih menjadi
prosedur yang paling efektif untuk kondisi ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Southerland JT, , et al. McGlamry’s Comprehensive Textbook of Foot and Ankle Surgery.
Chapter 53. Wolters Kluwer. 2013(4): 770-772.
2. Patton GW, Giovinco NA. Presence of Bassett’s Lesion in Anterior and Lateral Ankle
Pathology. Podiatry Institute. 2008.
3. Scholnick K. Anterior Ankle Impingement Syndrome. Continuing Podiatric Medical
Education. 2016.
4. Molloy S, Solan MC, Bendall P. Synovial Impingement in the Ankle. The Journal of Bone
and Joint Surgery. 2014

11

Anda mungkin juga menyukai