Makalah Pemicu 1 Konduksi Tunak Dan Konduksi Tak Tunak
Makalah Pemicu 1 Konduksi Tunak Dan Konduksi Tak Tunak
PEMICU : 1
TOPIK :
PERPINDAHAN KALOR KONDUKSI TUNAK
DAN SISTEM INSULASI PERPIPAAN
Oleh :
KELOMPOK : 1
ANGGOTA :
1. Afdal Adha (1106011890)
2. Anifah (1106011461)
3. Inez Nur Aulia Afiff (1106009500)
4. Johan (1106052966)
5. Sirly Eka Nur Intan (1106005055)
MIND MAP : PEMICU 1 “PERPINDAHAN KALOR KONDUKSI TUNAK DAN SISTEM PERPIPAAN”
Sistem Insulasi Aplikasi Gambaran Umum Definisi Konduksi
Perpipaan
Konduksi Tunak
Mekanisme Kerja Faktor – faktor yang
mempengaruhi Faktor Umum
Gambaran Umum Proses
KONDUKSI Konduktivitas Termal
Definisi Alasan Sistem Insulasi
TUNAK Kerja
Fungsi masuk Konduksi Tunak Luas Permukaan
Efektivitas sistem
Faktor – faktor yang Temperatur
menghambat kalor
mempengaruhi desain
Ketebalan
Persamaan Fourier Persamaan dan
Karakteristik material Faktor Khusus
Penurunan Rumus
Kondisi tunak
Hubungan antar parameter
1 dimensi Persamaan Laplace Kondisi – kondisi batas
(massa, volume, luas
Persamaan Poisson Konvektif
permukaan) Kondisi tunak
Nilai laju perpindahan kalor
multi dimensi Hubungan di
Perbedaan antara sistem
antara 3 persamaan Nilai koefisien Sistem dengan
insulasi dan tidak
perpindahan kalor penampang berbeda
Ketebalan kritis Isolator
Definisi konduksi menuyeluruh
Sistem dengan
Cara Menentukan sumber kalor
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................................................... 1
MIND MAP KONDUKSI TUNAK .............................................................................................. 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................ 4
D. Metode Penulisan ............................................................................................................ 5
E. Sistematika Penulisan ..................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
JAWABAN PERTANYAAN KONDUKSI TUNAK
A. Tugas I ........................................................................................................................... 6
B. Tugas II ......................................................................................................................... 9
C. Tugas III ........................................................................................................................ 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kalor merupakan salah satu bentuk energi, sehingga dapat berpindah dari satu sistem ke
sistem yang lain karena adanya perbedaan suhu. Kalor mengalir dari sistem bersuhu tinggi
ke sistem yang bersuhu lebih rendah. Sebaliknya, setiap ada perbedaan suhu antara dua
sistem maka akan terjadi perpindahan kalor. Perpindahan Kalor adalah salah satu ilmu
yang mempelajari apa itu perpindahan panas, bagaimana panas yang ditransfer, dan
bagaimana relevansi juga pentingnya proses tersebut.
Perpindahan kalor dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi dalam industri proses.
Terdapat 3 jenis mekanisme perpindahan kalor, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Pada
makalah ini, penulis hanya terfokus pada perpindahan kalor secara konduksi, lebih
tepatnya konduksi tunak.
Konduksi terjadi ketika adanya gradien suhu melalui suatu padatan atau fluida stasioner.
Secara umum, konduksi dibagi menjadi 2 jenis, yakni konduksi tunak dan konduksi tak
tunak. Konduksi tunak adalah mekanisme perpindahan kalor secara konduksi di mana tidak
terdapat perubahan variabel tertentu terhadap perubahan waktu. Sementara, konduksi tak
tunak adalah mekanisme perpindahan kalor secara konduksi di mana terdapat perubahan
variabel tertentu terhadap perubahan waktu. Variabel yang dimaksud pada pernyataan di
atas adalah perbedaan temperatur.
Dalam pembelajaran konduksi, maka ada persamaan dasar yang harus dikuasai yakni
Persamaan Fourier juga pengetahuan mengenai nilai konduktivitas termal dari suatu bahan.
Pada konduksi tunak, akan dibahas lebih lanjut mengenai nilai koefisien perpindahan kalor
menyeluruh, ketebalan kritis suatu isolator, nilai laju perpindahan kalor konduksi tunak
pada sistem dengan penampang yang berbeda dan sistem dengan sumber kalor. Untuk
menyelesaikan masalah konduksi tunak, dapat digunakan metode analitik, metode grafik,
dan metode numerik.
Topik untuk konduksi tunak pada makalah ini adalah mekanisme kerja sistem insulasi
perpipaan, faktor – faktor yang perlu dipertimbangkan dalam desain sustu sistem insulasi,
dan karakteristik yang perlu dimiliki oleh suatu bahan atau material jika dimanfaatkan
sebagai isolator.
B. RUMUSAN MASALAH
Pokok permasalahan dalam hal ini adalah mekanisme kerja sistem insulasi dan proses
perambatan kalor yang terjadi melalui suatu bahan atau material.
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari pembuatan laporan “Pemicu 1 – Konduksi Tunak dan Sistem Insulasi
Perpipaan” adalah untuk memperdalam pengetahuan dan wawasan mengenai Konduksi
Tunak serta Sistem Insulasi Perpipaan. Informasi dan prinsip dalam 2 hal tersebut sangat
berguna karena hal tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari.
D. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini adalah metode tinjauan pustaka.
Materi tinjauan pustaka ini didapatkan dari berbagai sumber seperti buku dan situs – situs
internet. Selanjutnya, hasil dari pencarian materi tersebut akan didiskusikan dan
dirumuskan lebih lanjut dalam bentuk laporan.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
COVER
KATA PENGANTAR
MIND MAP
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
JAWABAN PERTANYAAN KONDUKSI TUNAK
A. Tugas I
B. Tugas II
C. Tugas III
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
2. Faktor – faktor apa yang perlu dipertimbangkan dalam desain suatu sistem insulasi?.
Pembahasan:
a. Material insulasi.
Material insulasi yang biasa digunakan adalah material yang tahan panas. Di bawah
ini merupakan material yang pada umumnya digunakan untuk sistem insulasi., di
antaranya adalah sebagai berikut:
1) Calcium Silicate.
a) Material yang umum digunakan.
b) Material yang mudah ditemukan dan digunakan.
c) Memiliki ketahanan panas yang cukup baik yaitu hingga 1200oF (649oC).
2) Cellullar Glass.
a) Material ini cukup mudah untuk ditemukan.
b) Memiliki ketahanan panas yang lebih rendah daripada Calcium Silicate yakni
hanya mencapai 800oF (427oC).
3) Mineral Wool.
a) Memiliki ketahanan panas yang serupa dengan Calcium Silicate yakni hanya
mencapai 1200oF (649oC).
3. Karakteristik apa sajakah yang perlu dimiliki oleh suatu bahan / material bila ingin
dimanfaatkan sebagai isolator?.
Pembahasan:
Isolator merupakan suatu bahan atau material yang sulit dalam hal menghantarkan
panas. Suatu bahan dapat dikatakan isolator apabila bahan tersebut memenuhi sifat – sifat
di bawah ini:
a. Sifat Kelistrikan (Kekuatan Listrik)
1) Memiliki kekuatan kerak (tracking strength) yang tinggi agar tidak terjadi erosi
karena tekanan listrik permukaan.
2) Memiliki kekuatan dielektrik (penyekat) yang tinggi, agar dimensi isolasi menjadi
kecil, sehingga harga menjadi ekonomis karena hanya membutuhkan bahan sedikit.
Kekuatan listrik ditujukan untuk mencegah terjadinya kebocoran arus listrik di antara ke
dua penghantar yang berbeda potensial atau mencegah loncatan listrik ke tanah.
b. Sifat Kimia
1) Daya serap air rendah.
2) Memiliki daya tahan terhadap minyak dan ozon.
3) Memiliki kekedapan dan kekenyalan higroskopis yang tinggi.
Tugas II :
1. Apa yang anda ketahui mengenai perpindahan kalor konduksi? Dan apa pula yang
anada ketahui mengenai perpindahan kalor konduksi tunak?.
Pembahasan:
Konduksi adalah proses perpindahan kalor jika panas mengalir dari tempat yang
suhunya tinggi ke tempat yang suhunya lebih rendah, tetapi medianya tetap. Perpindahan
kalor secara konduksi tidak hanya terjadi pada padatan saja tetapi bisa juga terjadi pada
cairan ataupun gas, hanya saja konduktivitas terbesar pada padatan. Jadi,
Konduktivitas padatan > konduktivitas cairan dan gas
Pada media gas, molekul – molekul gas yang suhunya tinggi akan bergerak dengan
kecepatan yang lebih tinggi daripada molekul gas yang suhunya lebih rendah. Karena
adanya perbedaan suhu, molekul – molekul pada daerah yang suhunya tinggi akan
memberikan panasnya kepada molekul yang suhunya lebih rendah saat terjadi tumbukan.
Pada media berupa cairan, mekanisme perpindahan panas yang terjadi sama dengan
konduksi pada media gas, hanya kecepatan gerak molekul cairan lebih lambat daripada
molekul gas. Tetapi, jarak antar molekul pada cairan lebih pendek daripada jarak antar
molekul pada fase gas.
Konduksi dalam keadaan tunak atau steady state berarti bahwa kondisi, temperatur,
densitas, dan semacamnya di semua titik dalam daerah konduksi tidak bergantung pada
waktu. Persamaan dasar dari konsep perpindahan kalor konduksi adalah hukum Fourier.
2. Apa yang anda ketahui tentang Persamaan Fourier dan nilai konduktivitas termal suatu
bahan?.
Pembahasan:
Besar fluks kalor yang berpindah berbanding lurus dengan gradien temperatur pada
benda tersebut. Secara matematis dinyatakan sebagai berikut:
𝒒 𝜹𝑻
~ … … … . (𝟑)
𝑨 𝜹𝒙
Dengan memasukkan konstanta kesetaraan yang disebut konduktivitas termal,
didapatkan persamaan yang disebut Hukum Fourier tentang Konduksi Kalor.
Hukum Fourier merupakan hukum dari konduksi panas yang menyatakan bahwa
kecepatan perpindahan kalor melalui sebuah material sebanding dengan gradien negatif
suhu ke area sudut kanannya. Hukum tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝒅𝑻
𝒒 = −𝒌𝑨 … … … . (𝟒)
𝒅𝒙
Di mana:
q = energi panas atau laju perpindahan kalor konduksi (W)
A = luas cross section (m2)
k = konduktivitas material (Wm-1K-1) (konstanta proporsionalitas)
𝑑𝑇
= gradien temperatur ke arah normal terhadap luas A
𝑑𝑥
T = suhu (K)
x = jarak (m)
Konstanta positif k disebut konduktivitas termal suatu benda. Sementara itu, tanda
minus di atas menunjukkan bahwa kalor mengalir ke tempat yang lebih rendah dalam skala
suhu (untuk memenuhi hukum II Termodinamika).
Konduktivitas termal merupakan sifat bahan yang digunakan untuk menyatakan bahwa
bahan tersebut merupakan suatu konduktor atau isolator. Konduktivitas termal
menunjukkan seberapa cepat kalor mengalir dalam suatu bahan. Umunya, besarnya
konduktivitas termal bergantung pada suhu. Hal tersebut disebabkan karena makin cepat
molekul bergerak, maka makin cepat pula molekul tersebut mengangkut energi.
Konduktivitas termal pada setiap fase berbeda – beda. Dalam zat gas, konduktivitas
termal berubah berdasarkan akar pangkat 2 dari suhu absolut. Pada sebagian besar gas
pada tekanan sedang, konduktivitas termal merupakan fungsi suhu saja. Dalam zat cair,
mekanisme konduksi termal tidak berbeda dari zat gas. Akan tetapi, situasinya menjadi
lebih rumit kareana molekul – molekulnya lebih berdekatan satu sama lain, sehingga
mengakibatkan medan gaya molekul memiliki pengaruh yang lebih besar.
𝑻𝑨 −𝑻𝑩
𝒒= … … … . (𝟔)
𝟏⁄ + ∆𝒙⁄ + 𝟏⁄
𝒉𝟏 𝑨 𝒌𝑨 𝒉𝟐 𝑨
Keseluruhan penyebut dari persamaan di atas dapat dinyatakan menjadi sebuah
koefisien, disebut sebagai U. U inilah merupakan koefisen perpindahan kalor konduksi
menyeluruh, di mana menyeluruh ini dimaksudkan untuk mencakup perpindahan kalor
konduksi dan konveksi sekaligus. Dengan demikian, laju alir kalor seluruhnya dapat
dinyatakan sebagai
𝒒 = 𝑼 𝑨 ∆𝑻 … … … . (𝟕)
Dalam kaitannya dengan sistem insulasi, U mempunyai hubungan dengan nilai R (R-
value) melalui persamaan matematis
𝟏
𝑼= … … … . (𝟖)
𝑹 𝒗𝒂𝒍𝒖𝒆
Nilai U ini banyak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam hal
konstruksi bangunan yang melibatkan sistem pendingin maupun pemanas bangunan. Suatu
material untuk pendingin atau pemanas yang digunakan biasanya dipilih dengan
memperhatikan nilai U material tersebut. U sebagai koefisien mempunyai satuan Btu/hr.
ft2oF (satuan English) ataupun W/m2oC (satuan SI).
b. Asumsi:
1) Steady state.
2) Transfer panas satu arah ( T=f(r)).
3) Sifat-sifat bahan konstan.
c. Analisis:
Pada saat steady state panas yang dipindahkan adalah sama, yaitu Q (panas/waktu).
Perpindahan panas konveksi dari fluida di dalam pipa ke dinding pipa per satuan
panjang:
Berikut suhu [ada berbagai jarak dari pusat dievaluasi dengan NP di elemen volum
setebal ∆𝑟 = Rate of heat Input-Rate of heat output = Accumulation
Perpindahan panas di dalam isolasi diperoleh dengan cara yang sama dengan transfer
panas di dinding pipa, diperoleh:
Nilai Q dapat dicari dengan menjumlahkan keempat persamaan suhu di atas, sehingga
diperoleh:
Pada kondisi ini, R3 merupakan tebal isolasi minimum atau istilah lainnya adalah
tebal kritis isolasi, di mana jika tebal isolasi lebih kecil dari R3 kritis ini maka Q
semakin besar. Oleh karena dalam penentuan tebal isolasi harus lebih besar dari R3
kritis ini
Meskipun semakin besar R3 maka panas yang ditransfer semakin kecil, tetapi perlu
diperhatikan juga bahwa semakin tebal isolasi semakin tinggi pula biaya yang
diperlukan untuk membangun sistem insulasi tersebut. Oleh karena itu, perlu
diperhatikan juga tebal isolasi optimum atau economic insulation thickness (tebal isolasi
ekonomis). Ketebalan isolasi kritis ini sangat dipengaruhi juga oleh suhu alat dan jenis
isolasi. Selanjutnya, tebal isolasi kritis perlu dievaluasi untuk kemudian dipilih tebal
isolasi ekonomis.
4. Bagaimana menentukan nilai laju perpindahan kalor konduksi tunak pada sistem
dengan penampang yang berbeda dan sistem dengan sumber kalor?.
Pembahasan:
a. Perpindahan kalor konduksi pada bidang datar
Gambar 2 menunjukkan distribusi suhu pada sebuah bidang datar dengan koordinat
Cartesian terhadap sumbu x. Pada dinding datar, diterapkan hukum Fourier yang setelah
diintegrasikan maka akan didapatkan:
𝒌𝑨
𝒒= − (𝑻 − 𝑻𝟏 ) … … … . (𝟗)
∆𝒙 𝟐
Aliran kalor dapat dianalogikan sebagai aliran listrik. Laju perpindahan kalor dapat
dipandang sebagai aliran, sedangkan gabungan dari konduktivitas termal, luas
permukaan dan tebal bahan merupakan tahanan terhadap aliran ini. Temperatur
merupakan fungsi potensial atau pendorong pada aliran tersebut, sehingga persamaan
Fourier dapat ditulis sebagai berikut:
𝒃𝒆𝒅𝒂 𝒑𝒐𝒕𝒆𝒔𝒊𝒂𝒍 𝒕𝒆𝒓𝒎𝒂𝒍
𝑨𝒍𝒊𝒓𝒂𝒏 =
𝒕𝒂𝒉𝒂𝒏𝒂𝒏 𝒕𝒆𝒓𝒎𝒂𝒍
Hubungan di atas serupa dengan Hukum Ohm dalam rangkaian listrik di mana hukum
Ohm dapat dituliskan dengan:
𝑽 ∆𝑻
𝑰= ≅𝒒=− … … … . (𝟏𝟎)
𝑹 ∆𝒙⁄
𝒌𝑨
Bila aliran kalor dinyatakan dengan analogi listrik, maka persamaan Fourier menjadi:
∆𝑻 𝑻𝟏 − 𝑻𝟐
𝒒= = … … … . (𝟏𝟏)
𝑹 ∆𝒙⁄
𝒌𝑨
Jika suatu aliran kalor dilewatkan pada bidang datar yang disusun berlapis – lapis secara
seri pada bahan yang berbeda – beda dengan harga konduktivitas masing-masing,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Bahan tersebut mempunyai tebal yang
berbeda – beda. Aliran panas masuk dengan suhu T1 dan keluar dengan suhu T4. Suhu
antar muka masing – masing adalah T2 dan T3.
Jika perpindahan panas di atas ditulis dalam analogi listrik yang disusun secara seri:
Persamaan aliran kalor dari hukum Fourier untuk seluruh bidang datar, adalah :
∆𝑻𝒎𝒆𝒏𝒚𝒆𝒍𝒖𝒓𝒖𝒉
𝒒= … … … . (𝟏𝟐)
𝚺𝑹𝒕𝒉
Di mana Rth adalah jumlah tahanan termal. Untuk bahan yang disusun seri, jumlah
tahanan termal dapat dituliskan:
𝑹𝒕𝒉 = 𝑹𝑨 + 𝑹𝑩 + 𝑹𝑪 … … … . (𝟏𝟑)
Sehingga persamaan aliran panas untuk bidang yang disusun seri, adalah:
∆𝑻𝒎𝒆𝒏𝒚𝒆𝒍𝒖𝒓𝒖𝒉 ∆𝑻
𝒒= = … … … . (𝟏𝟒)
𝚺𝑹𝒕𝒉 𝑹𝑨 + 𝑹𝑩 + 𝑹𝑪
Atau jika dituliskan secara menyeluruh, persamaan di atas menjadi:
𝑻𝟏 − 𝑻𝟒
𝒒= … … … . (𝟏𝟓)
∆𝒙𝑨 ∆𝒙𝑩 ∆𝒙
⁄𝒌 𝑨 + ⁄𝒌 𝑨 + 𝒄⁄𝒌 𝑨
𝑨 𝑩 𝒄
Pada keadaan tunak, kalor yang masuk harus sama dengan kalor yang keluar,
𝒒𝒊𝒏𝒑𝒖𝒕 = 𝒒𝒐𝒖𝒕𝒑𝒖𝒕 … … … . (𝟏𝟔)
Sehingga harga q untuk masing – masing bidang maupun untuk seluruh bidang sama,
𝒒 = 𝒒𝑨 = 𝒒𝑩 = 𝒒𝑪 … … … . (𝟏𝟕)
𝑻𝟐 − 𝑻𝟏 𝑻𝟑 − 𝑻𝟐 𝑻𝟒 − 𝑻𝟑
𝒒 = −𝒌𝑨 𝑨 = −𝒌𝑩 𝑨 = −𝒌𝑪 𝑨 … … … . (𝟏𝟖)
∆𝒙𝑨 ∆𝒙𝑩 ∆𝒙𝑪
b. Perpindahan kalor konduksi pada sistem radial – silinder
Pada Gambar 6, suatu silinder panjang berongga dengan jari – jari dalamri, jari jari luar
ro dan panjang L dialiri panas sebesar q. Suhu permukaan dalam silinder adalah Ti dan
suhu permukaan luarnya adalah To.
Konsep ini dapat juga digunakan untuk dinding lapis rangkap berbentuk silinder, seperti
halnya dengan dinding datar. Untuk sistem tiga lapis seperti pada Gambar 7, persamaan
aliran panasnya, adalah:
𝟐𝝅𝑳 (𝑻𝟏 − 𝑻𝟒 )
𝒒= … … … . (𝟐𝟑)
𝐥𝐧(𝒓𝟐 ⁄𝒓𝟏 )/𝒌𝑨 + 𝐥𝐧(𝒓𝟑 ⁄𝒓𝟐 )/𝒌𝑩 + 𝐥𝐧(𝒓𝟒 ⁄𝒓𝟑 )/𝒌𝑪
Sistem berbentuk bola juga dapat ditangani sebagai satu dimensi apabila suhu
merupakan fungsi jari – jari saja. Pada gambar 8, suatu bola berongga dengan jari jari
dalam ri, jari – jari luar ro, dan panjang L dialiri kalor sebesar q. Suhu permukaan
dalamnya adalah Ti dan suhu permukaan luarnya adalah To.
Untuk dinding lapis rangkap berbentuk bola, seperti pada Gambar 9, persamaan Fourier
menjadi:
𝟒𝝅(𝑻𝟏 − 𝑻𝟒 )
𝒒= … … … . (𝟐𝟔)
(𝟏⁄𝒓𝟏 − 𝟏⁄𝒓𝟐 ) (𝟏⁄𝒓𝟐 − 𝟏⁄𝒓𝟑 ) (𝟏⁄𝒓𝟑 − 𝟏⁄𝒓𝟒 )
⁄𝒌 + ⁄𝒌 + ⁄𝒌
𝑨 𝑩 𝑪
c. Dinding datar dengan sumber kalor
Suatu bidang datar dengan sumber panas yang terbagi rata seperti pada Gambar 10.
Tebal dinding ke arah x adalah 2L sedang dimensi di kedua arah yang lain dianggap
cukup besar sehingga aliran panas dapat dianggap satu dimensi (arah x). Panas yang
dibangkitkan sebesar q dan konduktivitas termal tidak berubah terhadap suhu.
Gambar 10. Perpindahan kalor konduksi satu dimensi pada bidang datar dengan
sumber panas
Sumber : Holman, J.P. Heat Transfer
Di mana:
Tw = suhu di dinding
To = suhu di pusat
Persamaan aliran panas pada keadaan tunak, adalah:
𝒅𝟐 𝑻 𝒒
+ = 𝟎 … … … . (𝟐𝟕)
𝒅𝒙𝟐 𝒌
Kondisi batas pada ke dua muka dinding, yaitu:
T = To pada x = 0
T = Tw pada x = ± L
Penyelesaian persamaan aliran kalor dengan kondisi batas di atas akan menghasilkan
persamaan distribusi suhu sepanjang arah x, yaitu:
𝒒
𝑻 − 𝑻𝒐 = − + 𝑻𝒘 … … … . (𝟐𝟖)
𝟐𝒌
Suhu bidang tengah (To) atau suhu maksimal dapat diperoleh dengan mensubstitusi T =
Tw pada x = L ke dalam persamaan di atas, sehingga suhu bidang tengah (suhu
maksimal), adalah:
𝒒𝑳𝟐
𝑻𝒐 = + 𝑻𝒘 … … … . (𝟐𝟗)
𝟐𝒌
Suhu di dinding, adalah:
𝒒𝑳𝟐
𝑻𝒘 − 𝑻𝟎 = − … … … . (𝟑𝟎)
𝟐𝒌
Distribusi suhu dapat pula dihitung dengan:
𝑻 − 𝑻𝟎 𝒙 𝟐
= ( ) … … … . (𝟑𝟏)
𝑻𝒘 − 𝑻𝟎 𝑳
d. Silinder dengan sumber kalor
Suatu silinder pejal dengan jari – jari R dengan sumber panas terbagi rata dan
konduktivitas termal tetap seperti terlihat pada Gambar 11. Silinder cukup panjang
sehingga suhu hanya merupakan fungsi jari – jari.
Gambar 11. Perpindahan panas konduksi satu dimensi pada silinder pejal dengan
sumber panas
Sumber : Holman, J.P. Heat Transfer
Tugas III :
1. Usulkan suatu sistem insulasi untuk sebuah oven pemanas yang beroperasi pada suhu
200oC. Sistem insulasi tersebut diharapkan dapat menahan laju kalor sebesar 225 W/m2
dan menjadikan suhu di bagian luar oven menjadi 40oC.
Pembahasan:
Untuk mengetahui desain sistem insulasi yang baik pada sebuah oven pemanas. Maka
terlebih dahulu, kita harus mengetahui parameter – parameter yang perlu diperhatikan
dalam merancang sistem insulasi yang baik secara general. Berikut adalah parameter-
parameter yang menjadi pertimbangan penting dalam membuat suatu sistem insulasi, yaitu:
a. Pemilihan material insulasi
Material insulasi yang baik adalah material yang memiliki nilai R (R-value yang
rendah). Semakin rendah nilai tersebut, maka efektivitas material tersebut untuk
menginsulasi kalor semakin baik. Namun, selain dari nilai R juga harus disesuaikan
juga dengan kondisi pipa dan besarnya kebutuhan, mengingat kondisi optimum sistem
insulasi perpipaan dicapai dari ketiga hal tersebut.
Umumnya, dalam industri biasanya ada lima material insulasi yang
direkomendasikan dalam perancangan perpipaan, yaitu: spiral wrap fiberglass, foam
pipe tubing, fiberglass pipe covers, fiberglass batt insulation, dan asbestos insulation.
Spiral wrap fiberglass memiliki harga yang murah dan mudah dipasang, namun nilai
Rnya rendah. Foam pipe tubing mudah untuk dibengkokkan dan nilai Rnya cukup baik,
namun tidak dapat diletakkan di tempat sumber panas karena akan meleleh atau
terbakar. Fiberglass pipe covers mudah untuk melapisi pipa lurus dan mampu melapisi
sumber panas, tetapi kurang fleksibel sehingga sulit melapisi bagian elbow ataupun
belokan pipa. Fiberglass batt insulation memiliki nilai R yang cukup tinggi, akan tetapi
memakan banyak tempat. Asbestos insulation cukup banyak digunakan dan nilai Rnya
relatif tinggi, namun berbahaya bagi kesehatan.
b. Pemilihan material insulasi untuk bentuk dan kondisi pipa
Bentuk dan kondisi pipa yang akan diinsulasi ternyata memiliki pengaruh yang
cukup signifikan dalam melakukan perancangan sistem insulasi perpipaan. Hal ini
disebabkan karena tidak semua material insulasi mampu menyesuaikan dengan bentuk
pipa.
Sebagai contoh, untuk jaringan perpipaan yang berkelok – kelok biasanya
menggunakan jenis foam, jika menggunakan fiberglass maka akan mudah retak.
Contohnya lagi, untuk pipa yang dekat dengan sumber panas tidak dapat menggunakan
jenis foam (foam mudah meleleh), tetapi sebaiknya menggunakan fiberglass (tahan
panas).
c. Penentuan jenis kebutuhan insulasi
Jenis kebutuhan insulasi perlu ditentukan mengingat material insulasi tersebut harus
disesuaikan dengan kebutuhan jaringan perpipaan. Insulasi dikategorikan menjadi
insulasi kering dan insulasi basah. Insulasi kering memerlukan penghalang (barrier)
luar untuk mencegahwater ingress. Insulasi basah tidak memerlukan penghalang
(barrier) luar untuk mencegah water ingress.
Dari usulan sistem insulasi untuk oven pemanas dalam soal, diketahui hal – hal sebagai
berikut:
a. Laju perpindahan panas (Q) = 225 W/m2.
b. T1 = 200oC.
c. T2 = 40oC
Ditanyakan: Jenis Material ?.
Penyelesaian:
a. Pertama, mengidentifikasi terlebih dahulu jenis perpindahan panas yang terjadi di dalam
oven pemanas. Dalam analisis terdapat 3 perpindahan panas yang terjadi yaitu,
konduksi termal, konveksi termal dan radiasi. Namun dalam perhitungan ini, radiasi
diabaikan.
1) Perpindahan konduksi termal terjadi pada dinding oven dan isolator.
2) Perpindahan konveksi termal terjadi pada udara dalam oven dengan dinding oven di
bagian dalam.
b. Selanjutnya, membuat skema profil suhu dari pusat oven pemanas.
d. Analisis
Dalam analisis usulan sistem insulasi, ada tiga faktor yang harus ditentukan nilainya
yaitu nilai R dan nilai U.
1) Menentukan nilai R (R value).
𝒌𝑨∆𝑻
𝒒 = −
∆𝒙
𝟐
𝒌(𝟎, 𝟔 𝒎𝟐 )(𝟐𝟎𝟎𝒐 𝑪 − 𝟒𝟎𝒐 𝑪)
𝟐𝟐𝟓 𝑾/𝒎 = −
∆𝒙
𝒌 𝟎
− = 𝟎, 𝟒𝟐𝟕 𝒎𝟐 𝑪/𝑾
∆𝒙
𝒌
Nilai − ∆𝒙 merupakan nilai R (R value).
2) Menentukan nilai U.
𝟏
𝑼=
𝑹
𝟕𝟓
𝑼= 𝑾/𝒎𝟐𝒐 𝑪
𝟑𝟐
𝑼 = 𝟐, 𝟑𝟒𝟑𝟕𝟓 𝑾/𝒎𝟐𝒐 𝑪
Selanjutnya, mencocokkan dengan tabel 2- 2 “Overall heat transfer coefficient for
common construction systems according to James and Goss” pada buku Heat Transfer 10th
ed. karya J.P. Holman untuk mengetahui jenis material insulasi yang digunakan.
Jadi, material insulasi yang digunakan 8 – in lightweight structural concrete including
steel reinforcement bar.
2. Di dalam pipa 2 inch stainless steek 40S mengalir saturated steam pada tekanan 2 bar.
Pipa ini ditanam di bawah permukaan tanah sehingga cukup aman. Berapakah laju
panas yang dapat ditahan, jika pipa ditanam 50 cm di bawah permukaan tanah?.
Pembahasan:
Diketahui:
a. Pipa 2 in stainless steel jenis 40S
1) Di1= 2,067 in = 0,0530 m ri = 0,0265 m
2) Do2 = 2,375 in = 0,0600 m ro = 0,0300 m
b. Saturated steam
1) P = 2,000 bar
c. Pipa ditanam di bawah permukaan tanah
1) H = 50 cm = 0,5000 m
Ditanyakan: Laju panas yang dapat ditahan??
Jawab:
Asumsi:
a. Proses perpindahan panas hanya secara radial (1 dimensi) dan tunak.
1
Apendix A, Tabel A-11|Steel-Pipe Dimensions, Holman, J. P. (Jack Philip) Heat transfer / Jack P. Holman.—
10th ed.
2
Apendix A, Tabel A-11|Steel-Pipe Dimensions, Holman, J. P. (Jack Philip) Heat transfer / Jack P. Holman.—
10th ed.
b. Pipa stainless steel baja Cr-Ni [18% Cr, 8% Ni, k = 17,00 W/m.oC; pada suhu (100—
120)oC)]3.
c. Ditanam dalam semen (k = 0,2900 W/m.oC)4; nilai konduktivitas termal konstan.
d. Suhu di permukaan tanah 25,00oC.
Pada kasus ini, laju panas dapat dinyatakan sebaagai q/L, sehingga persamaan yang
akan dipakai menjadi:
𝒒 𝟐𝝅(𝑻𝟏 − 𝑻𝟐 )
= 𝒓 𝒓
𝑳 𝐥𝐧( 𝟐⁄𝒓 ) 𝐥𝐧( 𝟑⁄𝒓𝟐 )
𝟏⁄ ⁄
𝒌𝟏 + 𝒌𝟐
Dari data yang diketahui, hanya T1(suhu saturated steam) yang belum diketahui. Untuk
mengetahui nilai T1, dapat digunakan steam table pressure untuk saturated water pada
buku Termodinamika karangan Moran 5th ed. Sebelumnya, mengkonversikan terlebih
dahulu tekanan dari bar ke psi.
𝟏 𝒃𝒂𝒓 = 𝟏𝟒, 𝟓 𝒑𝒔𝒊
𝟐 𝒃𝒂𝒓 = 𝟐 × 𝟏𝟒, 𝟓 𝒑𝒔𝒊 = 𝟐𝟗 𝒑𝒔𝒊
Karena pada tabel tidak ada data pada tekanan 29 psi, maka dilakukan interpolasi
dengan mengambil data pada 25 psi dan 30 psi.
P (psi) T (oF)
25 240,08
30 250,34
Interpolasi:
3
Apendix A, Tabel A-2| Property values for metals, Holman, J. P. (Jack Philip) Heat transfer / Jack P. Holman.—
10th ed.
4
Apendix A, Tabel A-3| Properties of nonmetals., Holman, J. P. (Jack Philip) Heat transfer / Jack P. Holman.—
10th ed.
𝟑𝟎 − 𝟐𝟗 𝟐𝟓𝟎, 𝟑𝟒 − 𝒙
=
𝟑𝟎 − 𝟐𝟓𝟐 𝟐𝟓𝟎, 𝟑𝟒 − 𝟐𝟒𝟎, 𝟎𝟖
𝟏 𝟐𝟓𝟎, 𝟑𝟒 − 𝒙
=
𝟓 𝟏𝟎, 𝟐𝟔
𝟐, 𝟎𝟓𝟐 = 𝟐𝟓𝟎, 𝟑𝟒 − 𝒙
𝒙 = 𝟐𝟒𝟖, 𝟐𝟗 ℉
Karena nilai konduktivitas termal k dalam satuan W/moC , maka dikonversikan lagi
suhu saturated steam yang telah didapat ke dalam satuan oC.
𝟓
℃ = (𝟐𝟒𝟖, 𝟐𝟗 ℉ − 𝟑𝟐) ×
𝟗
℃ = 𝟏𝟐𝟎, 𝟏𝟔
Jadi, besar laju panas yang dapat ditahan, jika pipa ditanam 50 cm di bawah permukaan
tanah adalah 60,32 W/m.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan mengenai pemicu 1 “Konduksi Tunak dan Sistem Insulasi
Perpipaan,” adalah sebagai berikut:
1. Perpindahan kalor merupakan salah satu jenis fenomena perpindahan di mana kalor
dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya apabila terdapat gradien suhu.
2. Proses perpindahan kalor terbagi menjadi 3 jenis, yakni konduksi, konveksi, dan radiasi.
3. Perpindahan kalor konduksi merupakan mekanisme perpindahan kalor dari suatu tempat
ke tempat lain melalui tumbukan antar molekul dengan menggunakan laju aliran kalor.
4. Perpindahan kalor mengikuti Hukum Fourier yang tertulis dalam persamaan sebagai
berikut:
𝑑𝑇
𝑞 = −𝑘𝐴
𝑑𝑥
5. Faktor yang mempengaruhi perpindahan kalor konduksi adalah nilai konduktivitas
termal, luas permukaan, suhu, dan jarak.
6. Perpindahan kalor konduksi terbagi ke dalam 2 jenis, yaitu konduksi tunak (steady
state) dan konduksi tak tunak (unsteady state). Pada konduksi tunak (steady state), tidak
adanya perubahan variabel tertentu terhadap waktu. Sementara, konduksi tak tunak
(unsteady state), terdapat adanya perubahan variabel tertentu terhadap waktu.
7. Pada sistem insulasi perpipaan berlangsung perpindahan kalor konduksi tunak (steady
state).
8. Faktor – faktor yang perlu dipertimbangkan dalam desain suatu sistem insulasi adalah
materaial insulasi, hubungan antara material insulasi dan kondisi juga bentuk pipa, jenis
kebutuhan insulasi, densitas atau massa jenis, difusivitas termal, konduktivitas termal,
nilai R, permeabilitas udara, dan suhu jangkauan.
9. Karakteristik yang perlu dimiliki oleh suatu bahan atau material jika ingin dimanfaatkan
sebagai isolator adalah berdasarkan sifat kelistrikan (kekuatan listrik), sifat kimia, sifat
mekanis, dan sifat panas (termal).
B. Saran
Diharapkan studi mengenai Perpindahan Kalor Konduksi Tunak dan Sistem Insulasi
Perpipaan tersebut dapat dipelajari secara lebih mendalam. Hal tersebut dikarenakan sistem
– sistem yang terjadi pada ke dua kondisi di atas merupakan ilmu yang penting dalam
bidang Teknik Kimia.
DAFTAR PUSTAKA