Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Plastik telah banyak memberikan manfaat bagi masyarakat di era modern
seperti saat ini. Menggunakan plastik menjadi cara yang aman dan nyaman untuk
menyimpan dan membawa makanan serta barang lainnya. Plastik mempunyai
bahan yang ringan dan ideal untuk berbagai peralatan, mesin, peralatan rumah
tangga dan barang-barang kontruksi. Beberapa plastik yang biasa digunakan
sebagai bahan baku adalah PolyEthylene Terephtalate (PET), High Density
PolyEthylene (HDPE), Polyvinyl Chloride (PVC), Low Dencity PolyEthylene
(LDPE), PolyPropylene (PP). Jenis plastik yang sering ditemukan adalah PET yang
digunakan sebagai gelas air mineral. Dalam berbagai aspek kehidupan, plastik
memberikan alternatif yang lebih menarik dari pada bahan lainnya. Namun plastik
juga menjadi permasalahan lingkungan jika sudah menjadi sampah, sampah plastik
merupakan sampah yang sulit terurai dan bahkan jika sampah plastik tersebut
terurai,bahan ini akan menjadi potongan mikroskopis yang disebut dengan “plastik
mikro” yang dapat memberikan bahaya bagi lingkungan. Sehingga peran
masyarakat dan pemerintah harus aktif menangani isu permasalahan sampah plastik
ini,apalagi dengan menguraingi penggunaan plastik sekali pakai. Maka dari itu
perlu dilakukannya metode yang dapat menanggulangi banyaknya sampah plastik
salah satunya dengan metode pirolisis dimana sampah plastik tersebut akan dirubah
menjadi bahan bakar alternatif melalui proses pembakaran dengan tekanan atmosfir
dan pada suhu 500ºC.
Pirolisis atau devolatilisasi adalah proses fraksinasi material oleh suhu. Proses
pirolisis dimulai pada temperatur sekitar 230°C, ketika komponen yang tidak stabil
secara termal, dan volatil matters pada sampah akan pecah dan menguap bersamaan
dengan komponen lainnya, Produk cair yang menguap mengandung tar dan
polyaromatic hidrokarbon (Ramadhan dan Ali _ : 45). Dalam proses pengolahan
sampah menggunukan metode pirolisis perlu melalui proses kondensasi.

1
2

Kondensasi merupakan proses yang terjadi ketika uap jenuh bersentuhan


dengan suatu permukaan yang suhunya lebih rendah (Kreith, 1991: 524). Dalam
proses kondensasi terjadi proses pelepasan kalor dari suatu sistem yang
menyebabkan uap (vapor) berubah menjadi cair (liquid). Kondensor merupakan
alat penukar kalor (heat exchanger) yang berfungsi sebagai media terjadinya proses
kondensasi. Proses kondensasi di dalam kondensor terjadi dengan cara penurunan
temperatur dari salah satu fluida kerjanya. Di dalam kondensor terjadi proses
perpindahan panas dari uap yang berperan sebagai fluida panas dan air yang
berperan sebagai fluida dingin. Proses kondensasi memiliki banyak peran dalam
kehidupan sehari hari, contoh penggunaannya antara lain digunakan dalam unit
pendingin, pusat pembangkit tenaga, unit pengkondisi udara, proses di industri dan
sistem turbin gas.
Simscale adalah software/perangkat lunak rekayasa berbantuan komputer
berdasarkan komputasi awan yang dapat mensimulasikan berbagai fenomena
dinamika fluida, analisis elemen hingga dan simulasi termal. Maka dari itu software
simsclale dipilih dalam penelitian ini.
Berdasarkan uraian diatas pada penelitian kali ini akan dilakukan simulasi pengaruh
debit air pendingin kondensor terhadap suhu output dan pengaruh debit air
pendingin kondensor terhadap output kecepatan aliran fluida menggunakan
software simscale yang kemudian dijadikan topik dalam penulisan proposal dengan
judul “ANALISIS PENGARUH VARIASI DEBIT AIR PENDINGIN
TERHADAP SUHU OUTPUT DAN KECEPATAN OUTPUT ALIRAN
FLUIDA PADA PIPA SPIRAL KONDENSOR PIROLISIS”.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana pengaruh debit air pendingin dengan variasi 2 liter/menit, 4
liter/menit, 6 liter/menit terhadap suhu output gas pada pipa kondensor
menggunakan software simscale ?
2. Bagaimana pengaruh debit air pendingin dengan variasi 2 liter/menit, 4
liter/menit, 6 liter/menit terhadap kecepatan output gas pada pipa kondensor
menggunakan software simscale ?
3

1.3 Batasan Masalah


Dalam penelitian ini diperlukan suatu pembahasan parameter yang terkait dengan
pengkajian masalah ini, agar sistem tidak terlalu luas ruang lingkupnya, maka
dibatasi pada:
1. Fluida yang digunakan adalah gas hasil pembakaran pirolisis sampah plastik
sebagai fluida panas dan air sebagai fluida dingin.
2. Material pipa spiral yang digunakan terbuat dari tembaga berdiameter 1,5 inchi
dan ketebalan 2 mm.
3. Material tabung yang digunakan terbuat dari stainless steel berdiameter 400
mm, tinggi 600 mm dan ketebalan 2 mm.
4. Suhu awal yang digunakan untuk fluida gas 395ºC dan untuk fluida air 50ºC.
5. Debit air pendingin yang digunakan pada alat kondensor sebesar 2 liter/menit,
4 liter/menit dan 6 liter/menit.
6. Analisis menggunakan software simscale.

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh variasi debit air pendingin terhadap suhu output
gas pada pipa kondensor menggunakan software simscale?
2. Untuk mengetahui pengaruh variasi debit air pendingin terhadap suhu output
gas pada pipa kondensor menggunakan software simscale?

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari simulasi pengaruh debit air pipa kondensor pada alat pirolis
sampah plastik adalah dengan hasil dari simulasi ini dapat dijadikan referensi untuk
pembuatan alat yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan agar pada saat
pembuatan alat mengurangi resiko kegalan pada alat pirolisis sampah plastik.

1.6 Sistematika Penulisan


Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan terarah tentang permasalahan
yang akan dibahas pada bagian sistematika penulisan tugas akhir ini, maka
diuraikan melalui sistematika penulisan sebagai berikut:
4

BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan tentang dasar-dasar teori yang berkaitan dengan simulasi pipa
kondensor pada alat pirolisis sampah plastik.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan tentang langkah-langkah yang dilakukan dalam
pengambilan data dan membahas mengenai prosedur penelitian meliputi simulasi
pengaruh debit air pipa kondensor pada alat pirolisis sampah plastik.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini menjelaskan tentang seluruh hasil simulasi mulai dari awal hingga
akhir yang didapat dari objek penelitian (sampel) beserta penjelasan yang
diperlukan. Analisis data dan penjabarannya didasarkan pada landasan teori yang
telah dijabarkan pada Bab II, sehingga permasalahan yang dikemukakan dalam Bab
I dapat terpecahkan atau terselesaikan dengan solusi yang tepat.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian
tersebut.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Kondensor
Kondensor merupakan salah satu dari penukaran panas jenis rekuperator,
rekuperator adalah salah satu alat perpindahan panas yang bekerja dimana suatu
fluida terpisah dengan fluida lainnya oleh suatu dinding atau sekat yang dilalui oleh
panas (Priyono & Kreith, 1991). Menurut fungsinya kondensor sering digunakan
untuk mengembunkan uap menjadi cairan. Kondensor yang bekerja dengan prinsip
perpindahan panas akan memindahkan panas dari suatu fluida ke fluida lainnya. Di
dalam kondensor terjadi dua proses perpindahan panas yaitu perpindahan panas
secara konduksi dan juga secara konveksi. Konduksi panas terjadi dari fluida panas
yang memindahkan panasnya ke fluida yang dingin melalui perantara dinding
kondensor. Konveksi panas terjadi dari perpindahan panas aliran yang dilakukan
oleh aliran fluida kerja kondensor.

2.2 Jenis-Jenis Kondensor


Setidaknya terdapat berbagai jenis kondensor yang dipergunakan tergantung
dari media kondensasinya, antara lain :

1. Kondensor dengan Pendingin Udara (Air Cooled Condensor)


Kondensor jenis ini menggunakan udara sebagai fluida eksternal yang
dimanfaatkan untuk membuang energi panas dari suatu sistem kondensor.
Kondensor berpendingin udara biasanya memiliki kumparan tembaga dimana
refrigeran mengalir masuk. Kondensor ini dapat dikategorikan menjadi dua jenis
konveksi yaitu :
a) Konveksi alam (Natural Convection)
Pada kondensor jenis ini, udara bersentuhan dengan kumparan hangat,
menyerap panas refrigeran di dalam kumparan yang mengakibatkan suhu
udara meningkat. Saat udara hangat lebih ringan, kemudian naik dan
digantikan oleh udara dingin, dan udara dingin kembali menyentuh
kumparan hangat untuk menolak panas. Siklus alami ini berlanjut hingga

5
6

refrigerant kehilagan panasnya..Karena laju aliran kecil dan perpindahan


panas radiasi juga tidak terlalu tinggi, koefisien perpindahan panas
gabungan dalam kondensor ini kecil. Akibatnya pemukaan kondensasi yang
relatif besar dibutuhkan untuk menolak sejumlah panas. Karenanya jenis
kondensor ini digunakan untuk sistem pendingin berkapasitas kecil seperti
lemari es dan freezer rumah tangga.

Gambar 2.1 Perpindahan Panas Secara Konveksi. (a) Forced Convection.


(b)Natural Convection. (c) Boiling. (d) Condensation.
Sumber: Incropera & Dewitt, 2011

b) Konveksi paksa (Forced convection)


Konveksi paksa adalah konveksi yang terjadi jika fluida sebagai medium
perpindahan panas dipaksa mengalir.yang mana dialirannya tersebut berasal
dari luar, seperti dari blower atau kran dan pompa. Konveksi paksa dalam
pipa merupakan persoalan perpindahan konveksi untuk aliran dalam atau
yang disebut dengan internal flow. Adapun aliran yang terjadi dalam pipa
adalah fluida yang dibatasi oleh suatu permukaan, sehingga lapisan batas
tidak dapat berkembang secara bebas seperti halnya pada aliran luar.(Helen
R. 2019). Kondensor berpendingin udara tipe konveksi paksa biasanya
terdapat pada AC jendela, pendingin air, dan AC dalam kemasan.
7

2. Kondensor dengan Pendingin Air (Water Cooled Condensor)


Kondensor jenis ini menggunakan air sebagai fluida untuk mengeluarkan panas
dari refrigeran. Kondensor berpendingin air ini dapat digunakan jika memiliki air
yang cukup. Kondensor berpendingin air ini dapat dibedakan menjadi tiga jenis
yang berbeda, yaitu :
a) Kondensor Tabung Ganda (Double Tube Condenser)
Kondensor tabunhg ganda merupakan jenis kondensor dengan pendingin air
yang tersusun atas 2 pipa coaksial, dimana refrigeran mengalir melalui
saluran yang terbentuk antara pipa dalam dan luar yang berada pada posisi
melintang dari atas ke bawah.
b) Kondensor Tabung dan Pipa (Shell and Tube Condenser)
Kondensor tabung dan pipa merupakan jenis kondensor dengan pendingin
air yang memiliki banyak pipa pendingin, dimana aliran air pendingin
terjadi di dalam pipa tersebut. Bagian ujung dan pangkal pipa pendingin
terikat pada plat pipa, sedangkan bagian antara plat pipa dan tutup tabung
dipasang sekat-sekat yang berguna untuk membagi aliran air yang melewati
pipa-pipa dan mengatur supaya kecepatannya cukup tinggi, yaitu 1,5 sampai
dengan 2 m/detik.

c) Kondensor Tabung dan Koil (Shell and Coil Condensers)

Kondensor tabung dan koil memiliki tabung pipa pendingin di dalam tabung
yang pemasangannya dalam posisi vertikal. Bahan yang biasanya
digunakan untuk membuat koil pipa pendingin tersebut adalah tembaga,
dengan bentuk tanpa sirip maupun dengan sirip. Pipa tersebut mudah untuk
dibuat dan harganya pun murah. Pada jenis kondensor yang satu ini, air
mengalir di dalam koil pipa pendingin. Dalam hal ini, endapan dan kerak
yang terbentuk di dalam pipa harus dibersihkan dengan menggunakan zat
kimia (detergen).

3. Kondensor Penguapan (Evaporative Condenser)


Kondensor evaporasi menggunakan gabungan antara udara dan air sebagai
media kondensasi. Prinsip kerja yang digunakan dalam kondensor ini adalah
penolakan panas oleh penguapan air dari aliran udara menjadi kumparan
8

kondensasi. Pada jenis kondensor ini tempat berkumpulnya air pada kondensor
(condenser’s sump) memompa air untuk disemprotkan ke gulungan dan secara
bersamaan kipas menghembuskan udara ke dalam kondensor. Air yang
disemprotkan di atas kumparan menguap dan panas yang dibutuhkan untuk
menguapkan air diambil panas diambil dari panas refrigeran. Sejumlah air akan
disirkulasikan dengan cara diteteskan (dropping) ke dalam tempat berkumpulnya
air, tapi untuk membuat sejumlah evaporasi atau penguapan perlu ditambahkan air
pada suplai air dari tempat berkumpulnya air.

Gambar 2. 2 Skema rangkaian kondensor

2.3 Klasifikasi Kondensor


Klasifikasi kondensor (Heat Exchanger) berdasarkan arah aliran fluida kerja
dibagi menjadi tiga tipe yaitu aliran paralel atau aliran searah (cocurrent), aliran
melawan arus atau aliran berlawanan (counter concurrent) dan aliran silang
(crosaisflow) (Welty et al., 2004).

1. Penukar kalor tipe aliran sejajar (parallel flow)


Penukar kalor tipe aliran sejajar atau sering disebut dengan paralel flow yaitu
penukar kalor dengan fluida panas dan fluida dingin masuk dan keluar pada arah
yang sama (Cengel, 2002).
9

Gambar 2. 3. Parallel flow


Sumber : (Cengel, 2002)

Pada jenis ini temperature fluida yang memberikan energi akan selalu lebih
tinggi dibanding yang menerima energi sejak mulai memasuki penukar kalor
hingga keluar. Dengan demikian temperature fluida yang menerima kalor tidak
akan pernah mencapai temperature fluida yang memberikan kalor saat keluar dari
penukar kalor. Jenis parallel ini merupakan kalor yang paling tidak efektif.

2. Penukar kalor tipe aliran berlawanan (counter flow)


Penukar kalor tipe berlawanan atau sering disebut dengan counter flow yaitu
penukar kalor dengan fluida panas dan dingin memasuki penukar kalor melalui
ujung yang berhadapan dan mengalir dengan arah berlawanan (Cengel, 2002).

Gambar 2. 4 Counter flow


Sumber: (Cengel, 2002)

Pada tipe ini masih mungkin terjadi bahwa temperature fluida yang menerima
kalor saat keluar, penukar kalor lebih tinggi dibanding temperatur fluida yang
memberikan kalor saat meninggalkan penukar kalor. Bahkan idealnya apabila luas
10

permukaan perpindahan kalor adalah tak terhingga dan tidak terjadi rugi-rugi panas
kalor ke lingkungan, maka temperature fluida yang menerima kalor saat keluar dari
penukar kalor biasa menyamai temperatur fluida yang memberikan kalor saat
memasuki penukar kalor. Dengan teori seperti ini jenis penukar kalor berlawanan
arah merupakan penukar kalor yang paling efektif.

3. Penukar kalor dengan aliran silang (cross flow)


Penukar kalor dengan aliran silang atau sering disebut dengan cross flow yaitu
penukar kalor dimana biasanya di dalam penukar kalor tersebut terjadi perpindahan
antara dua fluida yang saling tegak lurus satu sama lain (Cengel, 2002)Contoh yang
sering ditemui adalah pada radiator mobil dimana arah aliran air pendingin mesin
yang memberikan energinya ke udara saling bersilangan. Apabila ditinjau dari
efektivitas pertukaran energi, penukar kalor jenis ini berada diantara kedua jenis di
atas. Dalam kasus radiator mobil, udara melewati radiator dengan temperatur rata-rata
yang hampir sama dengan temperatur udara lingkungan kemudian memperoleh kalor
dengan laju yang berbeda di setiap posisi yang berbeda untuk kemudian bercampur lagi
setelah meninggalkan radiator sehingga akan mempunyai temperatur yang hampir
seragam.

Gambar 2. 5 Kondensor Spiral Tipe Vertikal.


Sumber (Mahyuddin & Damairi, 2020)

2.4 Kondensasi
Kondensasi terjadi ketika uap menyentuh permukaan yang temperaturnya di
bawah tempertur jenuh uap tersebut. Ketika kondensat cairan terbentuk pada
permukaan, kondensat ini akan mengalir karena pengaruh gravitasi (Welty et al.,
11

2004). Dalam kondensasi terjadi proses pelepasan kalor dari suatu sistem yang
menyebabkan (vapor) berubah menjadi cair (liquid). Dalam proses merubah gas
menjadi cair dapat dilakukan dengan cara menaikan tekanannya atau dengan
menurunkan temperaturnya. Dua metode yang lebih mudah dan murah adalah
dengan menurunkan temperature biasanya menggunakan media air atau udara
sebagai media pendinginnya. Jenis fenomena kondensasi yang yang sering terjadi
dibagi menjadi dua yaitu:

1. Kondensasi film (film wise condensation)


Kondensasi film terjadi ketika cairan membasahi permukaan, menyebar dan
membentuk suatu film (Welty et al., 2004). Kondensasi jenis ini merupakan
kondensasi yang umum terjadi pada kebanyakan sistem. Dalam kondensasi ini
kondensat berbentuk butiran, membasahi permukaan dan jatuh bergabung
membentuk lapisan cairan yang saling menyatu. Lapisan cairan yang terbentuk
akan mengalir karean diakibatkan gravitasi, gesekan uap, dan lain-lain. Kondensasi
film paling banyak terjadi pada aplikasi keteknikan. Aliran cairan kondensat akan
memunculkan fenomena seperti aliran laminer, aliran gelombang (wavy), transisi
laminer-turbulen, dan butiran yang jatuh pada permukaan lapisan cairan.

Gambar 2. 6 Gambar Profil kondensasi film


Sumber (Cengel, 2002)

2. Kondensasi secara tetes (dropwise condensation)


Kondensasi secara tetes dropwise condensation terjadi ketika tetesan tetesan
bergerak menuruni permukaan, bergabung ketika mereka bersentuhan dengan
kondensat lainya (Welty et al., 2004). Dalam kondensasi jenis ini dibutuhkan laju
transfer panas yang tinggi untuk mempertahankan terjadinya tetesan tetesan embun.
Kedua jenis fenomena kondensasi tersebut mempunyai beberapa kelebihan dan
12

kekurangan masing masing. Kondensasi secara tetes merupakan kondensasi yang


sulit dilakukan atau dipertahankan secara komersial, karena dalam kondensasi ini
laju transfer panas yang dibutuhkan sangat tinggi. Dengan alasan itu maka semua
peralatan didesain berdasarkan kondensasasi secara film.

Gambar 2. 7 Profil kondensasi tetes


Sumber: (Cengel, 2002)

2.5 Sifat-Sifat Fluida


Fluida mempunyai beberapa sifat-sifat sebagai berikut:
1. Kerapatan (Density)
Kerapatan (ρ) adalah ukuran konsentrasi massa zat cair, dinyatakan dalam
massa (m) satuan volume (V) (Munson et al., 2009) :

𝑚
= 𝑉
(2.13)

Dimana:
M : massa (kg)
V : Volume (m3)
ρ : rapat massa (kg/m3)
2. Volume Jenis (Specific Volume)
Volume jenis v adalah volume (v) per satuan massa fluida (m). Dalam sistem
SI, jenis volume v memiliki satuan m3 / kg (Munson et al., 2009) :

1 𝑉
𝑣==𝑚 (2.14)

Dimana:
v : volume
m : massa fluida
13

3. Berat Jenis (Specific Weight)


Berat jenis fluida diwakili oleh huruf Yunani  (gamma), jadi berat jenis
berhubungan dengan kerapatan melalui persamaan (Munson et al., 2009):

𝑚𝑔 𝑊
 = 𝑔 = = (2.15)
𝑉 𝑉

Dimana:
 : Densitas fluida
Dimana g adalah percepatan lokal massa jenis sistem SI. Satuan baret adalah
N/m3 .

4. Viskositas (viscosity)
Viskositas adalah sifat cairan untuk menahan tegangan geser (τ) saat bergerak
atau mengalir. Viskositas disebabkan oleh gaya kohesif antara partikel cair, yang
menyebabkan tegangan geser antara molekul yang bergerak. Cairan ideal tidak
memiliki viskositas. Viskositas cairan dibagi menjadi dua jenis, yaitu viskositas
dinamis (μ) atau viskositas absolut dan viskositas kinematik (ν). Jika laju regangan
fluida didasarkan pada viskositas dinamis Newtonian dari hubungan tegangan
geser, perbedaan antara tegangan geser dan rasio laju geser adalah perbedaannya
(Munson et al., 2009).

τ
µ= 𝑑U (2.16)
𝑑y

Dimana :
µ : viskositas dinamis (Ns/ m2)
τ : tegangan geser (N/ m2)
du : kecepatan (m/s)
dy : Jarak dua permukaan (m)
Dimana satuan SI untuk viskositas dinamis adalah Ns/ m2 atau Pa.s.
Viskositas kinematic dapat dinyatakan dengan :
14

µ
𝑣= (2.17)

Dimana :
v : viskositas kinematic (m2/s)
µ : vikositas dinamik (Ns/m2)
ρ : massa jenis (kg/m3)
dimana satuan SI untuk viskositas kinematic adalah m2 /s.
2.6 Aliran Fluida
1. Jenis-jenis Aliran Fluida
Aliran fluida dapat dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu laminar, turbulen, dan
transisi. Penentuan jenis aliran yang fluida didasarkan pada seberapa besar bilangan
Reynolds yang dimiliki oleh suatu aliran fluida. Bilangan Reynolds merupakan
bilangan tak berdimensi yang dijadikan sebagai tolak ukur suatu aliran itu
dinamakan laminar, transisisi atau turbulen. Kondisi yang mempengaruhi besar
kecilnya bilangan Reynolds pada suatu aliran seperti kecepatan fluida, kerapatan
(Density), viskositas dan diameter pipa aliran fluida. Menurut (Munson et al., 2002)
Untuk menentukan bilangan Reynolds dapat dicari dengan rumus:
𝑉𝐷
RE  ................................................................................................. (1)

Dimana : V = kecepatan (rata-rata) fluida yang mengalir (m/s)


D = Diameter dalam pipa (m)
 = Massa jenis fluida (kg/m3)
 = Viskositas dinamik fluida (N.s/m2)
1) Aliran Laminar
Menurut (Giancoli & C., 2005) aliran laminar adalah aliran dari beberapa
partikrl fluida yang mengalir dalam suatu garis edar dengan tenang dan garis edar
ini tidak saling bersilangan satu sama lain. Aliran laminar adalah aliran dengan
fluida yang bergerak dalam lapisan-lapisan atau lamina-lamina dengan satu lapisan
yang meluncur secara lancer. Dalam aliran laminar ini viskositas berfungsi untuk
meredam kecenderungan terjadinya gerakan relatif antara lapisan. Sehingga aliran
laminar memenuhi hokum viskositas Newton yaitu:
𝑑𝑢
 π 𝑑𝑦……………………………………………………………(2)

Aliran dikatakan sebagai aliran laminar jika didalam mempunyai nilai bilangan
15

Reynold kurang dari 2100.

Gambar 2. 8 Gambar Aliran laminar


Sumber: (Giancoli & C., 2005)

2) Aliran Turbulen
Aliran turbulen adalah aliran yang ditandai dengan ketidaktentuan, ringan,
membentuk pusaran air sepert lingkaran atau biasa disebut pusaran arus (Giancoli
& C., 2005). Aliran turbulen terjadi ketika gerakan dari partikel-partikel fluida tidak
menentu karena adanya percampuran serat putaran partikel antar lapisan yang
mengakibatkan saling tukar momentum dari suatu bagian fluida ke bagian fluida
yang lainnya. Dalam keadaan aliran turbulen maka turbulensi yang terjadi
membangkitkan tegangan geser yang merata di seluruh fluida sehingga
menghasilkan kerugian-kerugian aliran. Suatu aliran dikatakan turbulen jika
memiliki bilangan Reynolds lebih dari 4000.

Gambar 2. 9 Gambar aliran turbulen


Sumber: (Giancoli & C., 2005)

3) Aliran Transisi
Aliran transisi yaitu aliran peralihan dari laminar ke turbulen. Aliran dikatakan
sebagai aliran transisi ketika aliran itu mempunyai nilai bilangan Reynold antara
2100 – 4000 (Munson et al., 2002)
2. Debit Aliran Fluida
Debit aliran adalah nilai yang dipergunakan untuk menghitung kecepatan aliran
pada suatu pipa eksperimen. Rumus perhitungan debit aliran adalah:
16

𝑉
Q  …………………………………………………………………….(3)
𝑡
Dimana : Q = debit aliran (liter/menit)
V = volume fluida (l)
t = waktu (menit)

2.7 Efektivitas Perpindahan Panas


Efektivitas perpindahan panas dapat dilihat dari seberapa besar perpindahan
panas yang terjadi didalam suatu penukar panas. Menurut Holman (1988: 490).
Laju perpindahan panas dalam suatu pipa ganda dihitung dengan rumus.
q = U. A. ∆Tm ………………………………………………………………(4)
Dimana : q = besar laju perpindahan panas (W)
U = Koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2
ºC)
A = Luas penampang perpindahan panas (m2)
∆Tm = Beda suhu rata-rata dalam penukar kalor (ºC)
Pada suatu proses transfer panas, beda suhu antara fluida panas dan fluida
dingin pada waktu masukdan pada waktu keluar tidaklah sama, maka perlu
ditentukan nilai rata-rata beda suhu untuk bias menentukan besar kalor yang
dipindahkan fluida pada alat penukar kalor (kondensor). Pada aliran sejajar, dua
fluida masuk bersama-sama dalam alat penukar kalor, bergerak dalam arah yang
sama dan keluar bersama-sama. Sedangkan pada aliran berlawanan, dua fluida
bergerak dengan arah yang berlawanan dan pada aliran menyilang, dua fluida saling
menyilang/bergerak saling tegak lurus. Menurut Holman (1988: 498) perpindahan
panas dapat dihitung dari besar energy yang dilepaskan oleh fluida panas atau besar
energi yang diterima oleh fluida dingin, dan untuk masing-masing jenis aliran
dirumuskan sebagai berikut:
 Untuk aliran searah,
q = mh ch ( Th1 – Th2 )……............................................................................(5)
q = mc cc ( Tc2 – Tc1 )…….............................................................................(6)
 Untuk aliran berlawanan arah,
q = mh ch ( Th1 – Th2 )……............................................................................(7)
q = mc cc ( Tc1 – Tc2 ) ……............................................................................(8)
17

2.8 Pirolisis
Pirolisis atau devolatilasi adalah proses frakmasi material oleh suhu. Proses
pirolibbsis dimulai pada temperatur sekitar 230ºC, ketika komponen yang tidak
stabil secara termal, dan volatile matters pada sampah akan pecah menguap
bersamaan dengan komponen lainnya, produk cair yang menguap mengandung tar
dan polyaromatic hidrokarbon (Ramadhan & Ali, 2011).
Menurut kondisi operasinya, pirolisis dapat diklasifikasikan kedalam tiga jenis
kategori yaitu slow, fast, dan flash pirolisis (Jahirul et al., 2012)
1. Pirolisis lambat (slow pyrolysis)
Piroisis lambat merupakan pirolisis konvensional dimana nilai laju
pemanasannya dijaga agar tetap kecil (sekitar 0,1-1°Cs-1). Laju pemanasan yang
lambat menghasilkan produk char yang lebih tinggi dari pada produk cair dan gas.
Pirolisis lambat telah digunakan ratusan tahun, utamanya pada proses pembuatan
batu bara. Pada pirolisis kayu, biomassa dibakar pada suhu sampai sekitar 500°C.
Waktu tinggal gas bervariasi dari 5 sampai 10 menit. Durasi pembakaran yaang
lebih lama akan membuat prooduk gas bereaksi dengan produk lain membentuk
char.
2. Pirolisis cepat (fast pyrolysis)
Pirolisis cepat terjadi hanya dalam beberapa detik sehingga reaksi kinetik, fase
transisi, pemanasan dan transfer massa memegang peranan sangat penting.
Sedangkan pirolisis lambat menurunkan hasil minyak, tetapi banyak menghasilkan
uap dalam bentuk gas dan arang (Van de Velden et al., 2010). Pemberian waktu
tinggal yang lama di dalam reaktor menyebabkan hasil fase gas berpotensi bereaksi
dengan hasil pirolisis lain menjadi arang (Bahng et al., 2009).
3. Pirolisis kilat (flash pyrolysis)
Pirolisis kilat adalah versi perbaikan dari pirolisis cepat, di mana laju
pemanasan sangat tinggi, di atas 1000 °C dengan waktu reaksi hanya beberapa
detik. Reaktor yang dapat digunakan untuk pirolisis kilat adalah fluidized bed
reactors, Vacuum pyrolysis reactor, rotatingncone reacktor, entrained flow
reactor, ablative, vortex dan twin screw reactors. Entrained flow reactor dan
Fluidized bed reactors merupakan reaktor terbaik untuk proses pirolisis ini.
18

Berdasarkan laju pemanasan dan durasi pembakaran yang cepat, pirolisis kilat
membutuhkan bahan baku.

Tabel 2. 1 parameter operasi proses pirolisis

Proses Pirolisis Waktu tinggal (s) Ukuran Partikel (mm) Suhu (K)
Slow 450-500 5-50 550-950
Fast 0,5-10 <1 850-1250
Flash <0,5 <0,2 1050-1300
Faktor-faktor yang mempengaruhi produk pirolisis (Elykurniati, 2009: 15-16)
adalah:

1. Waktu
Waktu mempengaruhi produk yang dihasilkan karena semakin lama pirolisis
berlangsung maka semakin baik produk (bahan bakar cair dan arang) yang
dihasilkan.
2. Temperatur
Temperatur sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan, karena semakin
tinggi temperatur maka semakin banyak produk (residu padat, tar, dan gas) yang
dihasilkan. Peningkatan temperatur juga menyebabkan peningkatan komponen
fixed carbon, penurunan persentasi bahan volatile dan terjadi kenaikan
komponen abu. Peningkatan termperatur juga menyebabkan konsentrasi
maksimum lebih besar dan waktu yang dibutuhkan untuk reaksi lebih pendek,
sehingga produksi molar meningkat (Encinar et al.,2009). Temperatur
maksimum untuk mengurai bahan organik adalah 450°-650°C, tetapi proses
penguraian menurun ketika temperatur diatas 750°C (Bahng et al.,2009).
3. Ukuran Partikel
Ukuran partikel berpengaruh terhadap hasil. Makin besar ukuran partikel luas
permukaan persatuan berat semakin kecil sehingga proses karbonisasi
berlangsung lambat. Ukuran partikel yang lebih kecil menghasilkan produk
cairan dan gas pirolisis yang lebih tinggi. Bahan baku yang lebih besar
menyebabkan detention time yang tinggi karena dengan heating rate yang lebih
rendah. Pada penelitian Luo et al. (2010b)
19

4. Berat Partikel
Semakin banyak partikel, semakin banyak bahan bakar cair (tar) dan arang yang
dihasilkan.
5. Kelembapan bahan bakar
Kandungan kadar air yang lebih tinggi menyebabkan penurunan jumlah produk
gas dan memperpanjang waktu reaksi pirolisis. Konsentrasi H2 dan jumlah
minyak meningkat seiring dengan meningkatnya kadar air bahan. Selain itu,
dengan meningkatnya kadar air dari bahan menyebabkan konsentrasi CO, CH4
menurun, tetapi konsentrasi CO2 meningkat (Chen et al., 2014b).

Gambar 2. 10 Skema Pirolisis

2.9 Software Simscale


Simscale adalah produk perangkat lunak computer-aided engineering (CAE)
berbasis komputasi awan. Simscale dikembangkan oleh Simscale GmbH dan
memungkinkan komputasi dinamika fluida, analisis elemen hingga dan simulasi
termal. Simulasi adalah suatu proses peniruan dari sesuatu yang nyata beserta
keadaan sekelilingnya (state of affairs). Aksi melakukan simulasi ini secara umum
menggambarkan sifat-sifat karakteristik kunci dari kelakuan sistem fisik atau
sistem.
Teknik simulasi adalah teknik untuk mempresentasikan atau kondisi real (suatu
sistem nyata) dalam bentuk bilangan dan simbol dengaan memanfaatkan program
komputer sehingga menjadi mudah untuk dipelajari. Menurut Prof. Olivier de
Weck: simulasi dari sebuah sistem adalah pengoperasian dari sebuah model suatu
20

sistem. Sebuah model dapat dikonfigurasi dan dilakukan percobaan, biasanya hal
ini tidak mungkin terjadi karena mahalnya biaya dan tidak praktis untuk dilakukan
dalam sistem yang diwakilinya.
Simulasi digunakan sebelum sebuah sistem dibangun untuk mengurangi
kemungkinan kegagalan, untuk menghilangkan kemacetan yang tidak terduga,
mencegah under atau over pemanfaatan sumber daya sumber daya, dan untuk
mengoptimalkan kinerja sistem. Sehingga simulasi dapat didefinisikan sebagai
program yang dibangun dengan model matematika berdasarkan pada sistem
aslinya.
1. Tujuan Simulasi
a. Mempelajari “tingkah laku” sistem.
b. Mengembangkan pengertian memngenai interaksi bagian-bagian dari
sebuah sistem, dan pengertian mengenai sistem secara keseluruhan.
c. Pelatihan.
2. Kelebihan Simulasi
a. Dapat dipadukan denga model numerik untuk menganalisa sistem yang
lebih kompleks.
b. Didukung data yang berhubunhgan langsung dengan angka acak, dengan
tipe data probabilistik.
c. Mudah beradaptasi dan mudah digunakan untuk berbagai masalah.
3. Kekurangan Simulasi
a. Model simulasi masih bisa menyita waktu.
b. Waktu eksekusi simulasi sangat besar.
c. Simulasi secara esensial adalah suatu proses eksperimen yang memerlukan
perencanaan yang hati-hati.

2.10 Computational Fluid Dynamics (CFD)


Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah analisis sistem yang mengaitkan
aliran fluida, perpindahan panas, dan fenomena yang terpaut yang lain semacam
respon kimia dengan memakai simulasi komputer. Tata cara ini meliputi fenomena
yang berhubungan dengan aliran fluida semacam sistem liquid 2 fase, perpindahan
massa serta panas, respon kimia, dispersi gas atau pergerakan partikel tersuspensi.
21

Suatu kode CFD terdiri dari tiga elemen utama yaitu pre-prossesor, solver, dan post-
prossesor (Wendt, 2009).
Fungsi simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah suplemen untuk
pengujian eksperimental, membantu mengurangi biaya dan waktu penyelesaian
iterasi desain, dan telah menjadi alat yang sangat diperlukan ketika desain aktual
yang melibatkan fluida diperlukan. Dalam dinamika fluida, hubungan kuantitas
fisik (seperti kecepatan aliran u, tekanan aliran p,kepadatan fluida ρ, dan viskositas
fluida ν) digunakan untuk menggambarkan pergerakan fluida secara matematis.
Pada titik yang berbeda dalam volume fluida, laju aliran atau tekanan aliran
berbeda. Tujuan dari simulasi fluida adalah untuk melacak kecepatan fluida dan
perubahan tekanan di berbagai titik dalam domain fluida. Ada banyak jenis aliran
fluida.Aliran dapat compressible (dimampatkan) (ρ ≠ konstan) atau incompressible
(tidak dapat dimampatkan) (ρ = konstan), viscous (ν ≠ 0) atau inviscid (ν = 0),
steady ( ∂u/∂t = 0) atau unsteady (∂u/∂t ≠ 0) dan laminar atau turbulen. Selain itu
fluida dapat berupa Newtonian (jika viskositas hanya bergantung pada suhu dan
tekanan, bukan gaya yang bekerja padanya; dengan kata lain, tegangan geser adalah
fungsi linier dari laju regangan fluida) atau non-Newtonian (jika viskositas
tergantung pada gaya, tegangan geser, adalah fungsi nonlinier dari laju regangan
fluida. (Yijun, 2019)
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pengertian Metodologi Penelitian


Metodologi penelitian adalah ilmu yang mempelajari tentang tata cara (metode)
unruk mengetahui, mengembangkan, atau menguji kebenaran secara sistematik,
logis, dan empiris menggunakan metode ilmiah. Metode penelitian adalah cara
(metode) yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan penelitian dan menentukan
jawaban atas masalah yang ditentukan (Surahman et al., 2016). Metode penelitian
yang digunakan pada penelitian ini adalah simulasi yang diawali dengan melakukan
pengumpulan data melalui inspeksi lapangan, pengambilan data visual, data desain
engineering, sampel material, simulasi, studi literatur untuk mendukung
pembuktian hipotesa, pengolahan data, analisa sampai dengan mendapatkan analisa
kelayakan operasi.

3.2 Desain Penelitian


Desain penelitian merupakan salah satu langkah yang dilakukan sebelum
penelitian dilakukan agar data yang dibutuhkan utuk melakukan penelitian dapat
diambil, kemudian dihitung lalu dinalisis hasil dari penelitian tersebut. Desain
penelitian pada penelitian ini perlu dilakukan karena berguna sebagai panduan
untuk membangun strategi yang menhasilkan model atai rancangan penelitian.
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian eksperimen dimana salah satu rangkaian
pengujian dilakukan tanpa ditambahkan peraluakuan apapun lalu dibandingkan
dengan pengujian yang ditambahkan dengan perlakuan tertentu.

20
21

3.3 Diagram Alir


Diagram alir jalannya proses simulasi penelitian hingga hasil data yang telah
diambil pada Gambar 3.1
Mulai

Studi Literatur

Pembuatan Geometri Kondensor


dengan Software Solidwork dan
mengimport ke software simscale

Penentuan model Conjugate


Heat Transfer

Proses Meshing

Parameter Pengujian

Variasi Debit Air 2 L/menit, 4 Penentuan Temperatur Fluida


L/menit, 6 L/menit panas 395°C dan Fluida dingin 50ºC

Simulasi

Tidak
Validasi

Ya

Hasil dan
Pembahasan

Pembuatan Laporan

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir


22

3.4 Prosedur Penggunaan Software Simscale


Langkah-langkah umum untuk menyelesaikan analisis pada software simscale
sebagai berikut:
1. Membuat geometri dan mesh pada model.
2. Memilih solver yang tepat untuk model tersebut (2D atau 3D).
3. Mengimpor mesh model.
4. Melakukan pemeriksaan pada mesh model.
5. Memilih formulasi.
6. Memilih persamaan dasar yang akan dipakai dalam analisis.
7. Menentukan sifat material yang akan dipakai.
8. Menentukan kondisi batas.
9. Mengatur parameter kontrol solusi.
10. Melakukan perhitungan/iterasi.
11. Memeriksa hasil iterasi.
12. Menyimpan hasil iterasi.

3.5 Pengumpulan Data


Data yang digunakan pada penelitian ini berupa spesifikasi dimensi pipa dan
dimensi tabung,konduktifitas termal,densitas,sfesifict dari stainless steel dan
cooper.
3.6 Data spesifikasi Gambar
Tabel 3.1 Ukuran dan Bahan

Parameter Dimensi
Diameter Pipa spiral 1.5 inchi (38.1 mm)
Diameter Tabung 40 cm
Diameter inlet/output air 1.5 inchi (38.1 mm)
Ketebalan pipa/tabung 2 mm
Densitas pipa copper 8960 kg/m3
Konduktifitas Thermal Copper 401 W/m.K
Kapasitas Kalor Copper 385 J/kg
Densitas Tabung stainless steel 8000 kg/m3
Konduktifitas Thermal stainless steel 16.2 W/m.K
23

Kapasitas Kalor Stainless steel 500 J/kg

3.7 Proses Simulasi


Pada dasarnya langkah-langkah dalam melakukan proses simulasi
menggunakan software simscale yaitu:
1. Membuat Geometri

Selain menggunakan aplikasi simscale, proses pembuatan geometri juga dapat


dilakukan menggunakan aplikasi seperti autocad, solidwork, inventor, gambit dan
aplikasi CAD lainnya, setelah geometri dibuat selanjutnya di import ke aplikasi
simscalce. Geometri dalam penelitian kali ini menggunakan pipa kondensor spiral
tipe vertikal berbahan tembaga dengan diameter pipa 1,5 inchi ,ketebalan 2 mm,
diameter lilitan 30 cm, dan tinggi 60 cm, selain itu geometri pada penelitian ini
menggunakan wadah berbentuk tabung berbahan stainless stell dengan diameter 40
cm, tinggi 60 cm, ketebalan 2 mm.

Gambar 3.2 Kondensor Spiral


24

Gambar 3.3 Model Geometri Pipa Kondensor

2. Penentuan model simulasi


Pada tahap ini model Compressible dan Conjugate heat transfer dipilih sebagai
jenis analisis dalam kasus dimmana gradient kecepatan dan suhu tidak diabaikan
dalam proses ini. Selanjutnya untuk viscous disetting menggunakan k-omega
dengan model SST.

Gambar 3.4 Menu Simscale Models Conjungate Heat Transfer

(Sumber https://www.simscale.com)
24

3. Model Turbulensi k-omega


Pada model k-ω standar dalam Fluent didasarkan pada model k- ω Wilcox, yang
mencakup modifikasi efek bilangan Reynolds rendah, kompresibilitas, dan difusi
aliran geser. Model Wilcox memprediksi laju dispersi aliran geser bebas, yang
sangat konsisten dengan hasil pengukuran bidang jauh, lapisan campuran,
permukaan bola, dan batok radial. Oleh karena itu, dapat diterapkan pada aliran
terbatas dinding dan aliran geser bebas.
4. Time Depency (stedy state)
Pada tahap ini, keadaan aliran tunak terjadi di mana kondisi fluida (kecepatan,
tekanan, dan penampang) dapat berubah dari satu titik ke titik lain, tetapi tidak
berubah seiring waktu atau dengan kata lain konstan.
5. Penentuan Jenis Fluida
Di tahap ini adalah penentuan jenis fluida yang digunakan pada proses
simulasi, fluida yang digunakan adalah gasoline dan water.

Gambar 3.5 Jenis fluida gasoline dan water pada simscale (Sumber
https://www.simscale.com )

6. Penentuan Jenis Material Untuk Geometri


Selanjutnya pada tahap ini Stainles steel dan copper dipilih sebagai jenis
material pada geometri yang dipakai untuk simulasi ini.
25

Gambar 3.6 Jenis Material

7. Menentukan Velocity Inlet dan Temperatur Inlet


Selanjutnya pada menu Boundry Condition di pilih Velocity Inlet untuk
memasukan kecepatan awal gas dan air.
26

Gambar 3. 7 Menu Velocity Inlet

8. Memilih pressure Outlet Pada Menu Boundary Conditions


Kemudian tahap selanjutnya yaitu memilih menu pressure outlet untuk
memasukan nilai tekanan kedalam pipa dan tabung.

Gambar 3. 8 Menu Pressure Outlet


9. Menjalankan Proses Meshing
27

Sebelum melakukan proses running, geometri harus dilakukan meshing terlebih


dahulu agar proses running bisa di jalankan.

Gambar 3. 9 Proses Meshing

10. Menjalankan proses running

Gambar 3. 10 Proses Running

11. Boundry condition


Pada proses simulasi kali ini menggunakan kondisi batas sebagai berikut:
Parameter Gasoline Water
Velocity Inlet 1,516 m/s 0.0275 m/s, 0.055 m/s, 0.083 m/s
Dynamic Viscosity 0.000014 0.000798
Molar Mass 0.034 kg/mol 0.0180 kg/mol
Specific Heat 1.49 KJ 4.183 KJ
Prandtl Number 0.73 5.535
Density 1.52 kg/m3 995.7 kg/m3
Pressure Outlet 101325 Pa 1013325 Pa
28

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Simulasi Temperatur Output Gas Dengan Variasi Debit Air
Pendingin 2 Liter/menit, 4 Liter/menit, dan 6 Liter/menit.
1. Hasil Temperatur Output

(a) (b)

(c)
Gambar 4.1 Temperature Output
(a) Variasi debit air pendingin 2 liter/menit. (b) Variasi debit air pendingin 4
liter/menit. (c) Variasi debit air pendingin 6 liter/menit.
(Sumber Pribadi-www.simscale.com)
29

2. Grafik Temperatur Dengan Variasi Debit Air 2 liter/menit, 4 liter/menit, 6


liter/menit

Gambar 4.2 Grafik Temperatur Output Terhadap Debit Air Pendingin (Sumber
Pribadi-Origin 2018)

Dari Gambar 4.1 memperlihatkan kontur temperatur gas pada variasi debit air
pendingin 2 l/min, 4 l/min, dan 6 l/min. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa
terjadi perubahan nilai temperatur disepanjang pipa spiral. Temperatur di dalam
pipa mengalami penurunan yang ditandai dengan perubahan warna dari merah ke
biru. Warna merah menunjukan temperatur input sedangkan warna biru
menunjukan temperatur output yang lebih rendah.
Pada Gambar 4.1 (a) dengan variasi debit 2 l/min , dapat dilihat bahwa pada
inlet pipa spiral menunjukan warna merah yang menandakan temperatur input 395
ºC. Sementara itu, temperatur output dari pipa spiral menunjukan warna kebiruan
yang menandakan temperatur tersebut sebesar 66.076 ºC. Berikut adalah
perhitungan dari Gambar 4.1 (a):
30

1 1
Ac = 4 .𝜋.𝐷2 = 4 .3,14 . (0,036)2 = 0.0009 m2

As = 𝜋.𝐷.𝐿= 3,14 .0,036 .(3.76) = 0.4250 m2


Qh = vh.Ac = 1,516 . 0,0009 = 0,0013 m3/s
Qc = vc.Ac = 0,036 . 0.0009 = 0,00003 m3/s
ṁh = 𝜌. 𝑄 = 1,52 . 0,0009 = 0.0019 kg/s
ṁc = 𝜌. 𝑄 = 955,7 . 0,00003 = 0.03 kg/s
Ch = ṁh Cp = (0,0019 kg/s) (1.49 kJ/kg ºC) = 0,0028 kW/ ºC
Cc = ṁc Cpc = (0,03 kg/s) (4.18 kJ/kg ºC) = 0.1254 kW/ ºC
Cmin = Ch = 0.0028 kW/ ºC
Q̇max = Cmin(Th,in – Tc,in) = (0,0028 kW/ ºC) (395- 50)ºC = 0.966 kW
𝑄̇ 0.966
Q̇ =Cc(Tc,out – Tc,in) → Tc,out = Tc,in + 𝐶𝑐 = 50 ºC + 0.1254 = 57.70 ºC
𝑄̇ 0.966
Q̇ =Cc(Th,in – Th,out) → Th,out =Th,in - 𝐶ℎ = 395 ºC - 0.0028 = 50 ºC

Pada Gambar 4.1 (b) dengan variasi debit 4 l/min , dapat dilihat bahwa pada
inlet pipa spiral menunjukan warna merah yang menandakan temperatur input 395
ºC. Sementara itu, temperatur output dari pipa spiral menunjukan warna kebiruan
yang menandakan temperatur tersebut sebesar 64.1365 ºC. Berikut adalah
perhitungan dari Gambar 4.1 (b):

1 1
Ac = 4 .𝜋.𝐷2 = 4 .3,14 . (0,036)2 = 0.0009 m2

As = 𝜋.𝐷.𝐿= 3,14 .0,036 .(3.76) = 0.4250 m2


Qh = vh.Ac = 1,516 . 0,0009 = 0,0013 m3/s
Qc = vc.Ac = 0,073 . 0.0009 = 0,00006 m3/s
ṁh = 𝜌. 𝑄 = 1,52 . 0,0009 = 0.0019 kg/s
ṁc = 𝜌. 𝑄 = 955,7 . 0,00006 = 0.07 kg/s
Ch = ṁh Cp = (0,0019 kg/s) (1.49 kJ/kg ºC) = 0,0028 kW/ ºC
Cc = ṁc Cpc = (0,07 kg/s) (4.18 kJ/kg ºC) = 0.2926 kW/ ºC
Cmin = Ch = 0.0028 kW/ ºC
Q̇max = Cmin(Th,in – Tc,in) = (0,0028 kW/ ºC) (395- 50)ºC = 0.966 kW
𝑄̇ 0.966
Q̇ =Cc(Tc,out – Tc,in) → Tc,out = Tc,in + 𝐶𝑐 = 50 ºC + 0.2926 = 53.40 ºC
31

𝑄̇ 0.966
Q̇ =Cc(Th,in – Th,out) → Th,out =Th,in - 𝐶ℎ = 395 ºC - 0.0028 = 50 ºC

Pada Gambar 4.1 (c) dengan variasi debit 6 l/min , dapat dilihat bahwa pada
inlet pipa spiral menunjukan warna merah yang menandakan temperatur input 395
ºC. Sementara itu, temperatur output dari pipa spiral menunjukan warna kebiruan
yang menandakan temperatur tersebut sebesar 63.1209 ºC. Berikut adalah
perhitungan dari Gambar 4.1 (c):

1 1
Ac = 4 .𝜋.𝐷2 = 4 .3,14 . (0,036)2 = 0.0009 m2

As = 𝜋.𝐷.𝐿= 3,14 .0,036 .(3.76) = 0.4250 m2


Qh = vh.Ac = 1,516 . 0,0009 = 0,0013 m3/s
Qc = vc.Ac = 0,1 . 0.0009 = 0,0001 m3/s
ṁh = 𝜌. 𝑄 = 1,52 . 0,0009 = 0.0019 kg/s
ṁc = 𝜌. 𝑄 = 955,7 . 0,0001 = 0.10 kg/s
Ch = ṁh Cp = (0,0019 kg/s) (1.49 kJ/kg ºC) = 0,0028 kW/ ºC
Cc = ṁc Cpc = (0,10 kg/s) (4.18 kJ/kg ºC) = 0.418 kW/ ºC
Cmin = Ch = 0.0028 kW/ ºC
Q̇max = Cmin(Th,in – Tc,in) = (0,00028 kW/ ºC) (395- 50)ºC = 0.966 kW
𝑄̇ 0.966
Q̇ =Cc(Tc,out – Tc,in) → Tc,out = Tc,in + 𝐶𝑐 = 50 ºC + 0.418 = 52.31 ºC
𝑄̇ 0.966
Q̇ =Cc(Th,in – Th,out) → Th,out =Th,in - 𝐶ℎ = 395 ºC - 0.0028 = 50 ºC

Tabel 4.1 Hasil Simulasi Temperatur Output

Variasi Debit Input Output


2 liter/menit 395 ºC 66.076 ºC
4 liter/menit 395 ºC 64.136 ºC
6 liter/menit 395 ºC 63.120 ºC

Dari hasil di atas dengan masing-masing variasi kenaikan debit air pendingin 2
L/menit, 4 L/menit, 6 L/menit dan temperatur input gas 395ºC diperoleh
temperature output 66.076 ºC, 64.136 ºC dan 63.120 ºC. Secara umum profil
temperatur output yang dihasilkan dari variasi debit air pendingin tesebut
32

mengalami penurunan yang signifikan. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi debit maka temperatur output semakin turun. Hal ini dikarenakan
semakin cepat laju aliran pendingin maka semakin cepat pula laju perpindahan
panas yang terjadi di kondensor. Di sisi lain penurunan temperature, gas tersebut
terjadi karena adanya perpindahan panas dari gas dalam pipa kondensor ke air
pendingin sehingga temperatur gas semakin menurun.

4.2 Hasil Simulasi Kecepatan Output Gas Dengan Variasi Debit Air
Pendingin 2 Liter/menit, 4 Liter/menit, dan 6 Liter/menit.
1. Hasil Kecepatan Output

(a) (b)

(c)
Gambar 4. 3 Velocity Contour
33

(a) Variasi debit air pendingin 2 liter/menit. (b) Variasi debit air pendingin 4
liter/menit. (c) Variasi debit air pendingin 6 liter/menit
(Sumber Pribadi-www.simscale.com)
2. Grafik Temperatur Dengan Variasi Debit Air 2 liter/menit, 4 liter/menit, 6
liter/menit.

Gambar 4. 4 Grafik kecepatan Output Terhadap Debit Air Pendingin (Sumber


Pribadi-Origin 2018)

Dari Gambar 4.3 memperlihatkan kontur kecepatan pada pipa kondensor


dengan variasi 2 liter/menit, 4 liter/menit dan 6 liter/menit, dapat dilihat bahwa
perubahan nilai kecepatan berbeda yang ditunjukan oleh warna-warna, menandakan
besarnya kecepatan yang dihasilkan . Warna merah kekuningan menunjukan
kecepatan input dan warna kuning kehijauan menunjukan kecepatan output dalam
pipa.
Pada Gambar 4.3 (a) dengan variasi debit 2 l/min , dapat dilihat bahwa pada
inlet pipa spiral menunjukan warna merah kekuningan yang menandakan
kecepatan input sebesar 1.516 m/s. Sementara itu, kecepatan output dari pipa spiral
34

menunjukan warna kuning kehijauan yang menandakan temperatur tersebut


sebesar 1.32271 m/s.

Pada Gambar 4.3 (b) dengan variasi debit 4 l/min , dapat dilihat bahwa pada
inlet pipa spiral menunjukan warna merah kekuningan yang menandakan
kecepatan input sebesar 1.516 m/s. Sementara itu, kecepatan output dari pipa spiral
menunjukan warna kuning kehijauan yang menandakan temperatur tersebut
sebesar 1.241 m/s.
Pada Gambar 4.3 (c) dengan variasi debit 6 l/min , dapat dilihat bahwa pada
inlet pipa spiral menunjukan warna merah kekuningan yang menandakan
kecepatan input sebesar 1.516 m/s. Sementara itu, kecepatan output dari pipa spiral
menunjukan warna kuning kehijauan yang menandakan temperatur tersebut
sebesar 1.14623 m/s.

Tabel 4. 2 Hasil Simulasi Kecepatan Output

Variasi Debit Input Output


2 liter/menit 1.516 m/s 1.32271 m/s
4 liter/menit 1.516 m/s 1.241 m/s
6 liter/menit 1.516 m/s 1.14623 m/s

Dari hasil di atas dengan masing-masing variasi kenaikan debit air pendingin 2
L/menit, 4 L/menit, 6 L/menit dan temperatur input gas 395ºC, diperoleh kecepatan
output 1.32271 m/s, 1.241 m/s, 1.14623 m/s. Secara umum profil kecepatan output
yang dihasilkan dari variasi debit air pendingin tesebut mengalami penurunan yang
tidak terlalu signifikan. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
debit maka kecepatan output semakin turun. Penurunan kecepatan gas tersebut
terjadi karena adanya pengaruh penurunan temperatur dan juga perubahan fluida
didalam pipa, sehingga perubahan kecepatan yang dihasilkan tidak terlalu
signifikan.
35

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan analisa data dengan mengacu pada perumusan masalah,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Temperatur aliran gas dengan input 395 ºC pada pipa kondensor terhadap variasi
debit air pendingin 2 liter/menit, 4 liter/menit, 6 liter/menit menggunakan
software simscale adalah semakin bertambahnya debit air pendingin yang
masuk pada sistem kondensor pirolisis, maka temperatur output yang dihasilkan
menurun , dimana nilai temperatur tertinggi terdapat pada variasi debit air
pendingin 2 liter/menit dengan nilai sebesar 66.076 ºC, sedangkan temperatur
output terendah terdapat pada variasi debit air pendingin 6 liter/menit dengan
nilai sebesar 63.1209 ºC.
2. Kecepatan aliran gas dengan input 1.516 m/s pada pipa kondensor terhadap
variasi debit air pendingin 2 liter/menit, 4 liter/menit, 6 liter/menit menggunakan
software simscale adalah semakin bertambahnya debit air pendingin yang masuk
pada sistem kondensor pirolisis, maka kecepatan output yang dihasilkan
menurun, dimana nilai kecepatan tertinggi terdapat pada variasi debit air
pendingin 2 liter/menit dengan nilai sebesar 1.32271 m/s, sedangkan kecepatan
output terendah terdapat pada variasi debit air pendingin 6 liter/menit dengan
nilai sebesar 1.14623 m/s.

5.2 Saran
Sesuai dengan pendapat penulis terdapat beberapa saran yang mungkin dapat
memberi kebaikan bagi semua pihak, yaitu sebagai berikut
1. Berdasarkan hasil simulasi, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut antara
simulasi dengan fenomena yang terjadi dan membandingkan dengan jurnal.
2. Untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya perlu adanya upgrade
software yang akan digunakan agar hasilnya lebih detail.
3. Simulasi memerlukan ketelitian dalam memasukan dan menentukan nilai
besaran.
36

Anda mungkin juga menyukai