PENDAHULUAN
1
2
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan tentang dasar-dasar teori yang berkaitan dengan simulasi pipa
kondensor pada alat pirolisis sampah plastik.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan tentang langkah-langkah yang dilakukan dalam
pengambilan data dan membahas mengenai prosedur penelitian meliputi simulasi
pengaruh debit air pipa kondensor pada alat pirolisis sampah plastik.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini menjelaskan tentang seluruh hasil simulasi mulai dari awal hingga
akhir yang didapat dari objek penelitian (sampel) beserta penjelasan yang
diperlukan. Analisis data dan penjabarannya didasarkan pada landasan teori yang
telah dijabarkan pada Bab II, sehingga permasalahan yang dikemukakan dalam Bab
I dapat terpecahkan atau terselesaikan dengan solusi yang tepat.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian
tersebut.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kondensor
Kondensor merupakan salah satu dari penukaran panas jenis rekuperator,
rekuperator adalah salah satu alat perpindahan panas yang bekerja dimana suatu
fluida terpisah dengan fluida lainnya oleh suatu dinding atau sekat yang dilalui oleh
panas (Priyono & Kreith, 1991). Menurut fungsinya kondensor sering digunakan
untuk mengembunkan uap menjadi cairan. Kondensor yang bekerja dengan prinsip
perpindahan panas akan memindahkan panas dari suatu fluida ke fluida lainnya. Di
dalam kondensor terjadi dua proses perpindahan panas yaitu perpindahan panas
secara konduksi dan juga secara konveksi. Konduksi panas terjadi dari fluida panas
yang memindahkan panasnya ke fluida yang dingin melalui perantara dinding
kondensor. Konveksi panas terjadi dari perpindahan panas aliran yang dilakukan
oleh aliran fluida kerja kondensor.
5
6
Kondensor tabung dan koil memiliki tabung pipa pendingin di dalam tabung
yang pemasangannya dalam posisi vertikal. Bahan yang biasanya
digunakan untuk membuat koil pipa pendingin tersebut adalah tembaga,
dengan bentuk tanpa sirip maupun dengan sirip. Pipa tersebut mudah untuk
dibuat dan harganya pun murah. Pada jenis kondensor yang satu ini, air
mengalir di dalam koil pipa pendingin. Dalam hal ini, endapan dan kerak
yang terbentuk di dalam pipa harus dibersihkan dengan menggunakan zat
kimia (detergen).
kondensasi. Pada jenis kondensor ini tempat berkumpulnya air pada kondensor
(condenser’s sump) memompa air untuk disemprotkan ke gulungan dan secara
bersamaan kipas menghembuskan udara ke dalam kondensor. Air yang
disemprotkan di atas kumparan menguap dan panas yang dibutuhkan untuk
menguapkan air diambil panas diambil dari panas refrigeran. Sejumlah air akan
disirkulasikan dengan cara diteteskan (dropping) ke dalam tempat berkumpulnya
air, tapi untuk membuat sejumlah evaporasi atau penguapan perlu ditambahkan air
pada suplai air dari tempat berkumpulnya air.
Pada jenis ini temperature fluida yang memberikan energi akan selalu lebih
tinggi dibanding yang menerima energi sejak mulai memasuki penukar kalor
hingga keluar. Dengan demikian temperature fluida yang menerima kalor tidak
akan pernah mencapai temperature fluida yang memberikan kalor saat keluar dari
penukar kalor. Jenis parallel ini merupakan kalor yang paling tidak efektif.
Pada tipe ini masih mungkin terjadi bahwa temperature fluida yang menerima
kalor saat keluar, penukar kalor lebih tinggi dibanding temperatur fluida yang
memberikan kalor saat meninggalkan penukar kalor. Bahkan idealnya apabila luas
10
permukaan perpindahan kalor adalah tak terhingga dan tidak terjadi rugi-rugi panas
kalor ke lingkungan, maka temperature fluida yang menerima kalor saat keluar dari
penukar kalor biasa menyamai temperatur fluida yang memberikan kalor saat
memasuki penukar kalor. Dengan teori seperti ini jenis penukar kalor berlawanan
arah merupakan penukar kalor yang paling efektif.
2.4 Kondensasi
Kondensasi terjadi ketika uap menyentuh permukaan yang temperaturnya di
bawah tempertur jenuh uap tersebut. Ketika kondensat cairan terbentuk pada
permukaan, kondensat ini akan mengalir karena pengaruh gravitasi (Welty et al.,
11
2004). Dalam kondensasi terjadi proses pelepasan kalor dari suatu sistem yang
menyebabkan (vapor) berubah menjadi cair (liquid). Dalam proses merubah gas
menjadi cair dapat dilakukan dengan cara menaikan tekanannya atau dengan
menurunkan temperaturnya. Dua metode yang lebih mudah dan murah adalah
dengan menurunkan temperature biasanya menggunakan media air atau udara
sebagai media pendinginnya. Jenis fenomena kondensasi yang yang sering terjadi
dibagi menjadi dua yaitu:
𝑚
= 𝑉
(2.13)
Dimana:
M : massa (kg)
V : Volume (m3)
ρ : rapat massa (kg/m3)
2. Volume Jenis (Specific Volume)
Volume jenis v adalah volume (v) per satuan massa fluida (m). Dalam sistem
SI, jenis volume v memiliki satuan m3 / kg (Munson et al., 2009) :
1 𝑉
𝑣==𝑚 (2.14)
Dimana:
v : volume
m : massa fluida
13
𝑚𝑔 𝑊
= 𝑔 = = (2.15)
𝑉 𝑉
Dimana:
: Densitas fluida
Dimana g adalah percepatan lokal massa jenis sistem SI. Satuan baret adalah
N/m3 .
4. Viskositas (viscosity)
Viskositas adalah sifat cairan untuk menahan tegangan geser (τ) saat bergerak
atau mengalir. Viskositas disebabkan oleh gaya kohesif antara partikel cair, yang
menyebabkan tegangan geser antara molekul yang bergerak. Cairan ideal tidak
memiliki viskositas. Viskositas cairan dibagi menjadi dua jenis, yaitu viskositas
dinamis (μ) atau viskositas absolut dan viskositas kinematik (ν). Jika laju regangan
fluida didasarkan pada viskositas dinamis Newtonian dari hubungan tegangan
geser, perbedaan antara tegangan geser dan rasio laju geser adalah perbedaannya
(Munson et al., 2009).
τ
µ= 𝑑U (2.16)
𝑑y
Dimana :
µ : viskositas dinamis (Ns/ m2)
τ : tegangan geser (N/ m2)
du : kecepatan (m/s)
dy : Jarak dua permukaan (m)
Dimana satuan SI untuk viskositas dinamis adalah Ns/ m2 atau Pa.s.
Viskositas kinematic dapat dinyatakan dengan :
14
µ
𝑣= (2.17)
Dimana :
v : viskositas kinematic (m2/s)
µ : vikositas dinamik (Ns/m2)
ρ : massa jenis (kg/m3)
dimana satuan SI untuk viskositas kinematic adalah m2 /s.
2.6 Aliran Fluida
1. Jenis-jenis Aliran Fluida
Aliran fluida dapat dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu laminar, turbulen, dan
transisi. Penentuan jenis aliran yang fluida didasarkan pada seberapa besar bilangan
Reynolds yang dimiliki oleh suatu aliran fluida. Bilangan Reynolds merupakan
bilangan tak berdimensi yang dijadikan sebagai tolak ukur suatu aliran itu
dinamakan laminar, transisisi atau turbulen. Kondisi yang mempengaruhi besar
kecilnya bilangan Reynolds pada suatu aliran seperti kecepatan fluida, kerapatan
(Density), viskositas dan diameter pipa aliran fluida. Menurut (Munson et al., 2002)
Untuk menentukan bilangan Reynolds dapat dicari dengan rumus:
𝑉𝐷
RE ................................................................................................. (1)
Aliran dikatakan sebagai aliran laminar jika didalam mempunyai nilai bilangan
15
2) Aliran Turbulen
Aliran turbulen adalah aliran yang ditandai dengan ketidaktentuan, ringan,
membentuk pusaran air sepert lingkaran atau biasa disebut pusaran arus (Giancoli
& C., 2005). Aliran turbulen terjadi ketika gerakan dari partikel-partikel fluida tidak
menentu karena adanya percampuran serat putaran partikel antar lapisan yang
mengakibatkan saling tukar momentum dari suatu bagian fluida ke bagian fluida
yang lainnya. Dalam keadaan aliran turbulen maka turbulensi yang terjadi
membangkitkan tegangan geser yang merata di seluruh fluida sehingga
menghasilkan kerugian-kerugian aliran. Suatu aliran dikatakan turbulen jika
memiliki bilangan Reynolds lebih dari 4000.
3) Aliran Transisi
Aliran transisi yaitu aliran peralihan dari laminar ke turbulen. Aliran dikatakan
sebagai aliran transisi ketika aliran itu mempunyai nilai bilangan Reynold antara
2100 – 4000 (Munson et al., 2002)
2. Debit Aliran Fluida
Debit aliran adalah nilai yang dipergunakan untuk menghitung kecepatan aliran
pada suatu pipa eksperimen. Rumus perhitungan debit aliran adalah:
16
𝑉
Q …………………………………………………………………….(3)
𝑡
Dimana : Q = debit aliran (liter/menit)
V = volume fluida (l)
t = waktu (menit)
2.8 Pirolisis
Pirolisis atau devolatilasi adalah proses frakmasi material oleh suhu. Proses
pirolibbsis dimulai pada temperatur sekitar 230ºC, ketika komponen yang tidak
stabil secara termal, dan volatile matters pada sampah akan pecah menguap
bersamaan dengan komponen lainnya, produk cair yang menguap mengandung tar
dan polyaromatic hidrokarbon (Ramadhan & Ali, 2011).
Menurut kondisi operasinya, pirolisis dapat diklasifikasikan kedalam tiga jenis
kategori yaitu slow, fast, dan flash pirolisis (Jahirul et al., 2012)
1. Pirolisis lambat (slow pyrolysis)
Piroisis lambat merupakan pirolisis konvensional dimana nilai laju
pemanasannya dijaga agar tetap kecil (sekitar 0,1-1°Cs-1). Laju pemanasan yang
lambat menghasilkan produk char yang lebih tinggi dari pada produk cair dan gas.
Pirolisis lambat telah digunakan ratusan tahun, utamanya pada proses pembuatan
batu bara. Pada pirolisis kayu, biomassa dibakar pada suhu sampai sekitar 500°C.
Waktu tinggal gas bervariasi dari 5 sampai 10 menit. Durasi pembakaran yaang
lebih lama akan membuat prooduk gas bereaksi dengan produk lain membentuk
char.
2. Pirolisis cepat (fast pyrolysis)
Pirolisis cepat terjadi hanya dalam beberapa detik sehingga reaksi kinetik, fase
transisi, pemanasan dan transfer massa memegang peranan sangat penting.
Sedangkan pirolisis lambat menurunkan hasil minyak, tetapi banyak menghasilkan
uap dalam bentuk gas dan arang (Van de Velden et al., 2010). Pemberian waktu
tinggal yang lama di dalam reaktor menyebabkan hasil fase gas berpotensi bereaksi
dengan hasil pirolisis lain menjadi arang (Bahng et al., 2009).
3. Pirolisis kilat (flash pyrolysis)
Pirolisis kilat adalah versi perbaikan dari pirolisis cepat, di mana laju
pemanasan sangat tinggi, di atas 1000 °C dengan waktu reaksi hanya beberapa
detik. Reaktor yang dapat digunakan untuk pirolisis kilat adalah fluidized bed
reactors, Vacuum pyrolysis reactor, rotatingncone reacktor, entrained flow
reactor, ablative, vortex dan twin screw reactors. Entrained flow reactor dan
Fluidized bed reactors merupakan reaktor terbaik untuk proses pirolisis ini.
18
Berdasarkan laju pemanasan dan durasi pembakaran yang cepat, pirolisis kilat
membutuhkan bahan baku.
Proses Pirolisis Waktu tinggal (s) Ukuran Partikel (mm) Suhu (K)
Slow 450-500 5-50 550-950
Fast 0,5-10 <1 850-1250
Flash <0,5 <0,2 1050-1300
Faktor-faktor yang mempengaruhi produk pirolisis (Elykurniati, 2009: 15-16)
adalah:
1. Waktu
Waktu mempengaruhi produk yang dihasilkan karena semakin lama pirolisis
berlangsung maka semakin baik produk (bahan bakar cair dan arang) yang
dihasilkan.
2. Temperatur
Temperatur sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan, karena semakin
tinggi temperatur maka semakin banyak produk (residu padat, tar, dan gas) yang
dihasilkan. Peningkatan temperatur juga menyebabkan peningkatan komponen
fixed carbon, penurunan persentasi bahan volatile dan terjadi kenaikan
komponen abu. Peningkatan termperatur juga menyebabkan konsentrasi
maksimum lebih besar dan waktu yang dibutuhkan untuk reaksi lebih pendek,
sehingga produksi molar meningkat (Encinar et al.,2009). Temperatur
maksimum untuk mengurai bahan organik adalah 450°-650°C, tetapi proses
penguraian menurun ketika temperatur diatas 750°C (Bahng et al.,2009).
3. Ukuran Partikel
Ukuran partikel berpengaruh terhadap hasil. Makin besar ukuran partikel luas
permukaan persatuan berat semakin kecil sehingga proses karbonisasi
berlangsung lambat. Ukuran partikel yang lebih kecil menghasilkan produk
cairan dan gas pirolisis yang lebih tinggi. Bahan baku yang lebih besar
menyebabkan detention time yang tinggi karena dengan heating rate yang lebih
rendah. Pada penelitian Luo et al. (2010b)
19
4. Berat Partikel
Semakin banyak partikel, semakin banyak bahan bakar cair (tar) dan arang yang
dihasilkan.
5. Kelembapan bahan bakar
Kandungan kadar air yang lebih tinggi menyebabkan penurunan jumlah produk
gas dan memperpanjang waktu reaksi pirolisis. Konsentrasi H2 dan jumlah
minyak meningkat seiring dengan meningkatnya kadar air bahan. Selain itu,
dengan meningkatnya kadar air dari bahan menyebabkan konsentrasi CO, CH4
menurun, tetapi konsentrasi CO2 meningkat (Chen et al., 2014b).
sistem. Sebuah model dapat dikonfigurasi dan dilakukan percobaan, biasanya hal
ini tidak mungkin terjadi karena mahalnya biaya dan tidak praktis untuk dilakukan
dalam sistem yang diwakilinya.
Simulasi digunakan sebelum sebuah sistem dibangun untuk mengurangi
kemungkinan kegagalan, untuk menghilangkan kemacetan yang tidak terduga,
mencegah under atau over pemanfaatan sumber daya sumber daya, dan untuk
mengoptimalkan kinerja sistem. Sehingga simulasi dapat didefinisikan sebagai
program yang dibangun dengan model matematika berdasarkan pada sistem
aslinya.
1. Tujuan Simulasi
a. Mempelajari “tingkah laku” sistem.
b. Mengembangkan pengertian memngenai interaksi bagian-bagian dari
sebuah sistem, dan pengertian mengenai sistem secara keseluruhan.
c. Pelatihan.
2. Kelebihan Simulasi
a. Dapat dipadukan denga model numerik untuk menganalisa sistem yang
lebih kompleks.
b. Didukung data yang berhubunhgan langsung dengan angka acak, dengan
tipe data probabilistik.
c. Mudah beradaptasi dan mudah digunakan untuk berbagai masalah.
3. Kekurangan Simulasi
a. Model simulasi masih bisa menyita waktu.
b. Waktu eksekusi simulasi sangat besar.
c. Simulasi secara esensial adalah suatu proses eksperimen yang memerlukan
perencanaan yang hati-hati.
Suatu kode CFD terdiri dari tiga elemen utama yaitu pre-prossesor, solver, dan post-
prossesor (Wendt, 2009).
Fungsi simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah suplemen untuk
pengujian eksperimental, membantu mengurangi biaya dan waktu penyelesaian
iterasi desain, dan telah menjadi alat yang sangat diperlukan ketika desain aktual
yang melibatkan fluida diperlukan. Dalam dinamika fluida, hubungan kuantitas
fisik (seperti kecepatan aliran u, tekanan aliran p,kepadatan fluida ρ, dan viskositas
fluida ν) digunakan untuk menggambarkan pergerakan fluida secara matematis.
Pada titik yang berbeda dalam volume fluida, laju aliran atau tekanan aliran
berbeda. Tujuan dari simulasi fluida adalah untuk melacak kecepatan fluida dan
perubahan tekanan di berbagai titik dalam domain fluida. Ada banyak jenis aliran
fluida.Aliran dapat compressible (dimampatkan) (ρ ≠ konstan) atau incompressible
(tidak dapat dimampatkan) (ρ = konstan), viscous (ν ≠ 0) atau inviscid (ν = 0),
steady ( ∂u/∂t = 0) atau unsteady (∂u/∂t ≠ 0) dan laminar atau turbulen. Selain itu
fluida dapat berupa Newtonian (jika viskositas hanya bergantung pada suhu dan
tekanan, bukan gaya yang bekerja padanya; dengan kata lain, tegangan geser adalah
fungsi linier dari laju regangan fluida) atau non-Newtonian (jika viskositas
tergantung pada gaya, tegangan geser, adalah fungsi nonlinier dari laju regangan
fluida. (Yijun, 2019)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
20
21
Studi Literatur
Proses Meshing
Parameter Pengujian
Simulasi
Tidak
Validasi
Ya
Hasil dan
Pembahasan
Pembuatan Laporan
Selesai
Parameter Dimensi
Diameter Pipa spiral 1.5 inchi (38.1 mm)
Diameter Tabung 40 cm
Diameter inlet/output air 1.5 inchi (38.1 mm)
Ketebalan pipa/tabung 2 mm
Densitas pipa copper 8960 kg/m3
Konduktifitas Thermal Copper 401 W/m.K
Kapasitas Kalor Copper 385 J/kg
Densitas Tabung stainless steel 8000 kg/m3
Konduktifitas Thermal stainless steel 16.2 W/m.K
23
(Sumber https://www.simscale.com)
24
Gambar 3.5 Jenis fluida gasoline dan water pada simscale (Sumber
https://www.simscale.com )
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Simulasi Temperatur Output Gas Dengan Variasi Debit Air
Pendingin 2 Liter/menit, 4 Liter/menit, dan 6 Liter/menit.
1. Hasil Temperatur Output
(a) (b)
(c)
Gambar 4.1 Temperature Output
(a) Variasi debit air pendingin 2 liter/menit. (b) Variasi debit air pendingin 4
liter/menit. (c) Variasi debit air pendingin 6 liter/menit.
(Sumber Pribadi-www.simscale.com)
29
Gambar 4.2 Grafik Temperatur Output Terhadap Debit Air Pendingin (Sumber
Pribadi-Origin 2018)
Dari Gambar 4.1 memperlihatkan kontur temperatur gas pada variasi debit air
pendingin 2 l/min, 4 l/min, dan 6 l/min. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa
terjadi perubahan nilai temperatur disepanjang pipa spiral. Temperatur di dalam
pipa mengalami penurunan yang ditandai dengan perubahan warna dari merah ke
biru. Warna merah menunjukan temperatur input sedangkan warna biru
menunjukan temperatur output yang lebih rendah.
Pada Gambar 4.1 (a) dengan variasi debit 2 l/min , dapat dilihat bahwa pada
inlet pipa spiral menunjukan warna merah yang menandakan temperatur input 395
ºC. Sementara itu, temperatur output dari pipa spiral menunjukan warna kebiruan
yang menandakan temperatur tersebut sebesar 66.076 ºC. Berikut adalah
perhitungan dari Gambar 4.1 (a):
30
1 1
Ac = 4 .𝜋.𝐷2 = 4 .3,14 . (0,036)2 = 0.0009 m2
Pada Gambar 4.1 (b) dengan variasi debit 4 l/min , dapat dilihat bahwa pada
inlet pipa spiral menunjukan warna merah yang menandakan temperatur input 395
ºC. Sementara itu, temperatur output dari pipa spiral menunjukan warna kebiruan
yang menandakan temperatur tersebut sebesar 64.1365 ºC. Berikut adalah
perhitungan dari Gambar 4.1 (b):
1 1
Ac = 4 .𝜋.𝐷2 = 4 .3,14 . (0,036)2 = 0.0009 m2
𝑄̇ 0.966
Q̇ =Cc(Th,in – Th,out) → Th,out =Th,in - 𝐶ℎ = 395 ºC - 0.0028 = 50 ºC
Pada Gambar 4.1 (c) dengan variasi debit 6 l/min , dapat dilihat bahwa pada
inlet pipa spiral menunjukan warna merah yang menandakan temperatur input 395
ºC. Sementara itu, temperatur output dari pipa spiral menunjukan warna kebiruan
yang menandakan temperatur tersebut sebesar 63.1209 ºC. Berikut adalah
perhitungan dari Gambar 4.1 (c):
1 1
Ac = 4 .𝜋.𝐷2 = 4 .3,14 . (0,036)2 = 0.0009 m2
Dari hasil di atas dengan masing-masing variasi kenaikan debit air pendingin 2
L/menit, 4 L/menit, 6 L/menit dan temperatur input gas 395ºC diperoleh
temperature output 66.076 ºC, 64.136 ºC dan 63.120 ºC. Secara umum profil
temperatur output yang dihasilkan dari variasi debit air pendingin tesebut
32
mengalami penurunan yang signifikan. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi debit maka temperatur output semakin turun. Hal ini dikarenakan
semakin cepat laju aliran pendingin maka semakin cepat pula laju perpindahan
panas yang terjadi di kondensor. Di sisi lain penurunan temperature, gas tersebut
terjadi karena adanya perpindahan panas dari gas dalam pipa kondensor ke air
pendingin sehingga temperatur gas semakin menurun.
4.2 Hasil Simulasi Kecepatan Output Gas Dengan Variasi Debit Air
Pendingin 2 Liter/menit, 4 Liter/menit, dan 6 Liter/menit.
1. Hasil Kecepatan Output
(a) (b)
(c)
Gambar 4. 3 Velocity Contour
33
(a) Variasi debit air pendingin 2 liter/menit. (b) Variasi debit air pendingin 4
liter/menit. (c) Variasi debit air pendingin 6 liter/menit
(Sumber Pribadi-www.simscale.com)
2. Grafik Temperatur Dengan Variasi Debit Air 2 liter/menit, 4 liter/menit, 6
liter/menit.
Pada Gambar 4.3 (b) dengan variasi debit 4 l/min , dapat dilihat bahwa pada
inlet pipa spiral menunjukan warna merah kekuningan yang menandakan
kecepatan input sebesar 1.516 m/s. Sementara itu, kecepatan output dari pipa spiral
menunjukan warna kuning kehijauan yang menandakan temperatur tersebut
sebesar 1.241 m/s.
Pada Gambar 4.3 (c) dengan variasi debit 6 l/min , dapat dilihat bahwa pada
inlet pipa spiral menunjukan warna merah kekuningan yang menandakan
kecepatan input sebesar 1.516 m/s. Sementara itu, kecepatan output dari pipa spiral
menunjukan warna kuning kehijauan yang menandakan temperatur tersebut
sebesar 1.14623 m/s.
Dari hasil di atas dengan masing-masing variasi kenaikan debit air pendingin 2
L/menit, 4 L/menit, 6 L/menit dan temperatur input gas 395ºC, diperoleh kecepatan
output 1.32271 m/s, 1.241 m/s, 1.14623 m/s. Secara umum profil kecepatan output
yang dihasilkan dari variasi debit air pendingin tesebut mengalami penurunan yang
tidak terlalu signifikan. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
debit maka kecepatan output semakin turun. Penurunan kecepatan gas tersebut
terjadi karena adanya pengaruh penurunan temperatur dan juga perubahan fluida
didalam pipa, sehingga perubahan kecepatan yang dihasilkan tidak terlalu
signifikan.
35
BAB V
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan analisa data dengan mengacu pada perumusan masalah,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Temperatur aliran gas dengan input 395 ºC pada pipa kondensor terhadap variasi
debit air pendingin 2 liter/menit, 4 liter/menit, 6 liter/menit menggunakan
software simscale adalah semakin bertambahnya debit air pendingin yang
masuk pada sistem kondensor pirolisis, maka temperatur output yang dihasilkan
menurun , dimana nilai temperatur tertinggi terdapat pada variasi debit air
pendingin 2 liter/menit dengan nilai sebesar 66.076 ºC, sedangkan temperatur
output terendah terdapat pada variasi debit air pendingin 6 liter/menit dengan
nilai sebesar 63.1209 ºC.
2. Kecepatan aliran gas dengan input 1.516 m/s pada pipa kondensor terhadap
variasi debit air pendingin 2 liter/menit, 4 liter/menit, 6 liter/menit menggunakan
software simscale adalah semakin bertambahnya debit air pendingin yang masuk
pada sistem kondensor pirolisis, maka kecepatan output yang dihasilkan
menurun, dimana nilai kecepatan tertinggi terdapat pada variasi debit air
pendingin 2 liter/menit dengan nilai sebesar 1.32271 m/s, sedangkan kecepatan
output terendah terdapat pada variasi debit air pendingin 6 liter/menit dengan
nilai sebesar 1.14623 m/s.
5.2 Saran
Sesuai dengan pendapat penulis terdapat beberapa saran yang mungkin dapat
memberi kebaikan bagi semua pihak, yaitu sebagai berikut
1. Berdasarkan hasil simulasi, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut antara
simulasi dengan fenomena yang terjadi dan membandingkan dengan jurnal.
2. Untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya perlu adanya upgrade
software yang akan digunakan agar hasilnya lebih detail.
3. Simulasi memerlukan ketelitian dalam memasukan dan menentukan nilai
besaran.
36