Anda di halaman 1dari 5

Dampak Alih Fungsi Toko Oen Malang Terhadap Wisatawan

Anggyta Amelia Rahmawati dan Nurul Hidayati Azizah


M01
Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya

Abstrak
Kota Malang merupakan salah satu kota di Jawa Timur dengan banyak destinasi wisata yang
mendominasi baik berupa wisata alam, budaya, dan religi. Salah satunya adalah wisata budaya, seperti
cagar budaya. Cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di
darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah,
ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Cagar budaya di
Kota Malang yang terkenal adalah Toko Oen, karena sudah ada sejak Zaman Belanda dan menawarkan
arsen khas Zaman Belanda yang kental didalamnya. Akan tetapi, keberadaan Toko Oen terancam adanya
alih fungsi lahan oleh pemilik untuk dijadikan tempat yang lebih menghasilkan materi yang lebih banyak.
Oleh karena itu , alih fungsi cagar budaya menimbulkan dampak bagi wisatawan baik lokal maupun
internasional.
Keyword : Cagar budaya, alih fungsi lahan, dampak , wisatawatan

PENDAHULUAN
Pariwisata merupakan aspek yang pasti ada di suatu daerah dengan menawarkan
potensi alam, religi, budaya dan sosial yang dapat menghasilkan materi bagi pengelola
dan masyarakat sekitar objek serta kebahagiaan hati bagi penikmat objek wisata.
Pariwisata juga merupakan salah satu objek yang menyumbang Anggaran Pendapatan
Daerah (APBD) di daerah, mempopulerkan suatu daerah dengan potensi wisatanya, dan
membantu ekonomi masyarakat sekitar derah wisata. Menurut Suryadhana (2010),
pariwisata adalah kegiatan seseorang dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke
tempat lain dengan perbedaan waktu kunjungan dan motivasi. Malang merupakan kota
wisata di Jawa timur yang menawarkan banyak objek wisata baik religi, alam, sosial,
dan budaya. Salah satu objek pariwisata budaya adalah cagar budaya, karena Kota
Malang penuh dengan kebudayaan sejak zaman kerajaan terdahulu.
Menurut Panggabean (2014), cagar budaya merupakan warisan kebudayaan
materil yaitu perwujudan budaya sebagai hasil cipta karya manusia yang dapat
digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan serta melangsungkan hidupnya
dan untuk hidup dengan baik. Adapun kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah kebutuhan
hidup mendasar, sosial dan psikologis. Cagar budaya sebagai warisan budaya bersifat
kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya,
situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu
dilestarikan keberadaanya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Salah satu cagar
budaya di Kota Malang adalah Toko Oen, ditetapkannya Toko Oen sebagai kawasan
Cagar Budaya merupakan salah satu aset Kota Malang yang mempunyai nilai penting
sejarah dengan banyaknya bangunan kuno yang dinilai sangat berpotensi untuk
dikembangkan di bidang kebudayaan ekonomi serta wilayah konservasi. Toko Oen
merupakan sebuah kafe resto yang menjadi salah satu ikon di Kota Malang yang
menjadi satu tempat favorit wisatawan domestik dan mancanegara yang datang ke
Malang. Arsitektur khas Belanda dengan nilai sejarah yang tinggi membuat Toko Oen
menjadi bangunan cagar budaya yang diminati oleh wisatawan baik lokal maupun
mancanegara. Sebagai salah satu cagar budaya, Toko Oen merupakan salah satu cagar
budaya di Kota Malang yang terancam mengalami ahli fungsi lahan oleh pemiliknya
menjadi bangunan lain yang lebih bermanfaat dan lebih mengahsilkan materi.
Menurut Rahayu dan Eko (2012), alih fungsi lahan dalam arti perubahan
penggunaan lahan, pada dasarnya tidak dapat dihindarkan dalam pelaksanaan
pembangunan. Pertumbuhan penduduk yang pesat serta bertambahnya tuntutan
kebutuhan masyarakat akan lahan, seringkali mengakibatkan benturan kepentingan atas
penggunaan lahan serta terjadinya ketidaksesuaian antara penggunaan lahan dengan
rencana peruntukannya Sedangkan lahan itu sendiri bersifat terbatas dan tidak bisa
ditambah kecuali dengan kegiatan reklamasi. Keterbatasan lahan di perkotaan juga
menyebabkan kotaberkembang secara fisik ke arah pinggiran kota. Sebagai cagar
budaya Toko Oen mengalami alih fungsi lahan oleh pemiliknya karena kurang
menghasilkan pendapatan tinggi.
Pada artikel ini akan membahas tentang keberadaan Toko Oen di Kota Malang
dari sejarahnya hingga akan beralih fungsi menjadi bangunan yang lebih
berpenghasilan. Hal ini akan menimbulkan dampak baik bagi wisatawa, pemerintah,
dan masyarakat lokal. Tujuan penulisan dari artikel ini adalah untuk mengetahui Toko
Oen Kota Malang, mengetahui penyebab alih fungsi lahan Toko Oen dan dampak
alihfungsi lahan terhadap wisatawan

TOKO OEN KOTA MALANG

Pariwisata merupakan kebutuhuan publik dan salah satu cara untuk


meningkatkan penghasilan daerah . Dalam hal berwisata, Indonesia kaya akan destinasi
wisata ( alam, religi maupun sejarah ) yang layak dikunjungi untuk rekreasi bersama
keluarga saat libur tiba. Secara umum pengahasilan daerah dan penghasilan negara telah
tertopang oleh adanya pemasukan dari segi pariwisata. Jika wisatawan domestik dan
mancanegara sudah datang untuk berwisata pada hari libur, menjadikan tempat wisata di
suatu daerah menjadi padat dan ramai. Umumnya wisatawan menyukai jenis wisata
alam dan sejarah , di mana tempat asal mereka tidak ada. Wisata alam yang terkenal di
Indonesia seperti di Bali, Nusa Tenggara, Sumatera, dan Sulawesi. Untuk wisata sejarah
umumnya adalah Candi Borobudur , Candi Prambanan, maupun salah satunya Toko
Oen Malang. Setiap tempat mempunyai sejarah pada awal pendiriannya yang ak banyak
orang tahu.

Sejarah awal Restoran Toko “OEN” hanya menjual kue dan es krim kemudian
berkembang menyediakan masakan Indonesia, Belanda dan Cina. Toko “OEN”
membuka cabang di Jakarta (1934) Malang dan Semarang (1936). Namun yang hanya
dapat bertahan sampai sekarang adalah Toko “OEN” Semarang dan Malang (namun
bukan lagi dikelola keturunan langsung). Toko Oen Yogyakarta sebagai awal usaha
tutup sejak tahun 1937 dan pindah ke Semarang setelah Kakek Oen membeli sebuah
bangunan di Semarang yang telah memiliki Grillroom di di Jalan Bodjong 52 (sekarang:
Jalan Pemuda). Tahun 1936 bangunan ini diubah sebagai Toko “OEN” Semarang.
Sedangkan di Jakarta tutup pada tahun 1973 setelah toko dibeli oleh ABN Bank yang
akhirnya dibongkar untuk pembangunan perkantoran. Toko “OEN” Malang hampir saja
tinggal kenangan.
Pada tahun 1990 cabang Malang mengalami omzet yang menurun lantas
menjual toko tersebut. Oleh pembelinya rencana akan direnovasi untuk dijadikan
sebuah showroom mobil. Karena nama dan bangunan memiliki nilai historis di Malang,
pemerintah daerah Malang melarang merenovasi bangunan bersejarah dengan cara
apapun. Akhirnya bangunan tetap utuh seperti sedia kala termasuk semua dekorasi yang
identik dengan Toko “OEN”. Pemilik gedung baru kemudian terus memanfaatkan
identitas dan merek dagang Toko “OEN” sebagai restoran dan toko es krim, meskipun
saat itu tidak memiliki perjanjian apapun dengan pemegang paten merek dagang Toko
“OEN” Semarang, termasuk resep asli Ny. Liem Gien Nio. Dengan begitu, Pemerintah
Kota Malang menetapkan Toko Oen menjadi salah satu cagar budaya yang mengandung
nilai historis yang tinggi berdasar Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010 – 2030. Sebenarnya
msih ada banyak cagar alam maupun cagar budaya di Kota Malang yang belum
mendapat perhatian dari pemerintah, hal ini dapat mengakibatkan cagar budaya
terbengkalai dan rusak.
Penyebab alih fungsi lahan di suatu daerah yang paling kuat berhubungan dengan eko-
nomi.
Keinginan untuk membongkar berbagai bangunan Cagar Budaya kerap terjadi,
khususnya dari para pebisnis dan pengembang (investor). Mereka umumnya ingin
membangun mall, supermall atau pusat-pusat perbelanjaan modern yang mempunyai
nilai ekonomi yang tinggi. Akibatnya sering terjadi suatu dilema antara kepentingan
ekonomi dengan pelestarian bangunan cagar Budaya. Peran Pemerintah Kota Malang
harus kuat. Kebijakan yang ada harus jelas dioperasionalkan. Kenapa harus
membongkar bangunan cagar Budaya yang ada, sementara kalau ingin membangunan
pusat perbelanjaan modern dapat juga memanfaatkan lahan yang masih cukup luas di
Kota Malang. Penyebab lain adalah lemahnya kebijakan pemerintah terhadap cagar
budaya. Hingga saat ini perda tentang aturan terbaharukan tentang perlindungan cagar
budaya oleh Pemerintah Kota Malang belum terealisaasikan. Oleh karenanya semakin
banyak pihak – pihak yang akan melakukan alih fungsi cagar budaya demi kepentingan
mereka.
Menurut Panggabean (2014), tuntutan kebutuhan yang semakin kompleks dan
semakin sempit lahan untuk pembangunan serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk
menghargai dan memelihara bangunan-bangunan kuno akibat terawatnya bangunan
tersebut, mengakibatkan karya arsitektur yang sebenarnya bernilai sejarah,
berpenampilan indah dan unik itu tersembunyi, terdesak dan bahkan tergusur sehingga
keindahan tersebut tidak lagi dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Pemanfaatan
bangunan kuno dengan menambah fungsi baru sesuai dengan tuntutan kebutuhan
sekarang, tanpa merubah dan merusak bentuk yang sudah ada, akan menciptakan kesan
tersendiri sekaligus menyimpan dan memelihara catatan sejarah yang berupa
peninggalan fisik-visual tersebut. Dengan demikian jati diri sebuah kota dapat terlihat di
samping dapat terbaca sejarah masa lalu yang telah ikut menciptakan keanekaragaman
masa kini.

DAMPAK ALIH FUNGSI TOKO OEN MALANG

Dampak bagi wisatawan yaitu menjadi berkurangnya cagar budaya yang dapat
dikunjungi di Kota Malang akibat alih fungsi lahan . Wisatawan jadi tidak mengenal
TOKO OEN sebagai salah satu cagar budaya bangunan bersejarah dari tahun penjajahan
belanda yang sangat diminati dari berbagai kalangan pada zaman itu. Semakin
berkurangnya minat wisatawan untuk menjadikan Kota Malang sebagai destinasi wisata
bersejarah sehingga pendapatan daerah Kota Malang rendah dari segi pariwisata.
Karena TOKO OEN ini merupakan salah satu destinasi wisata yang dapat menarik
Wisatawan luar negeri khususnya Belanda yang masih ingin menikmati keindahan dan
kekentalan arsitektur zaman peninggalan Belanda di Indonesia. Beberapa wisatawan
akan beranggapan bahwa Kota Malang tidak menghargai sejarah panjang yang ada di
kota ini dengan membiarkan cagar budaya yang menjadi ikon Kota Malang menjadi
hilang.

Menurut Panggabean (2014), alih fungsi merupakan pengalihan penggunaan


bangunan dengan perubahanperubahan yang diperlukan. Proses ini adalah salah satu
cara yang dapat dibenarkan dalam pelestarian bangunan bersejarah. Pengalihfungsian
bangunan Cagar Budaya dilakukan dengan adanya perubahan-perubahan bentuk atau
struktur bangunan baik secara keseluruhan maupun sebagian tanpa mempertimbangkan
alasan pelaksanaan tekhnisnya maka bangunan Cagar Budaya tersebut dapat terancam
hilang atau berubah bentuk baik sebagian maupun keseluruhan. Hal ini harus
diperhatikan oleh Pemerintah Kota Semarang ketika melakukan perubahan fungsi dan
struktur suatu bangunan Cagar Budaya selain melihat dari sisi fungsional-ekonomis
juga dari sisi historis-filosofis bangunan tersebut.

Menurut Wirastari dan Suprihardjo (2012), cagar budaya bertujuan untuk


mempertahankan keaslian bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya, melindungi dan
memelihara bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dari kerusakan, serta
memanfaatkan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya demi kepentingan
pembangunan. Upaya pelestarian bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya di
Indonesia menjadi isu penting dan berkembang sekitar tahun 1990 dalam penataan
ruang di Indonesia.

Setiap tempat yang akan dialihfungsikan pasti akan mengalami dampak, baik
dampak negatif maupun positif. Dampak negatif merupakan dampak yang paling
relevan karena berpengaruh dengan wisatawan secara langsung. Hal itu tidak bisa
dicegah maupun di pungkiri oleh siapapun karena tempat wisata akan berhubungan
dengan wisatawan yang berkunjung. Dampak paling buruk yang terjadi adalah tidak ada
wisatawan yang akan berkunjung lagi di tempat wisata . Jika wisatawan terkena dampak
maka akan berpengaruh terhadap sumber penghasilan daerah, karena salah satu
pemasukannya terganggu. Jika penghasilan terganggu maka ekonomi daerah akan
mengalami pemrosotan dari segi wisata.

Menurut Panggabean (2014), sebaiknya perubahan fungsi dan struktur yang


dilakukan juga memperhatikan dari segi historis-filoso fisnya dengan memperhatikan bentuk
struktur asli dari bangunan Cagar Budaya tersebut. Hal tersebut menimbulkan dilema moral dan
konservasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Malang terhadap perubahan fungsi dan
struktur bangunan Cagar Budaya. Sehingga hal ini perlu diatur lebih khusus lagi ke dalam
peraturan agar kegiatan-kegiatan pelestarian yang dilakukan dapat berjalan seimbang dengan
mempertahankan nilai historis-filosofis, fungsional-ekonomis serta ekologis suatu bangunan
Cagar Budaya. Tidak hanya membentuk peraturan saja tapi harus dilaksanakan atau diterapkan
sesuai peraturan yang ada dan melakukan pengawasan secara terstuktur, intensif dan
konsisten.Hingga saat ini peraturan daerah tentang cagar budaya lain di Kota Malang belum
disahkan. Dan dari segi budaya hukum, hal ini terlihat dari kurangnya kesadaran masyarakat
dalam merawat bangunan Cagar Budaya dikarenakan hukum yang mengaturnya kurang tegas
sehingga dapat mengakibatkan kurang berfungsinya hukum di masyarakat yang mempengaruhi
tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum. Lemahnya implementasi hukum Cagar Budaya
di masyarakat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan dari hukum itu sendiri dibentuk

SIMPULAN

DAFTAR RUJUKAN

Panggabean, S. A. 2014. Perubahan Fungsi dan Struktur Bangunan Cagar Budaya


Ditinjau dari Perspektif Undang-Undang Cagar Budaya. Pandecta. 9(2).

Wirastari, V. A dan R. Suprihardjo. 2012. Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Berbasis


Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus: Kawasan Cagar Budaya Bubutan,
Surabaya). Jurnal Teknin ITS. 1(1) : 2301-9271.

Anda mungkin juga menyukai