Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kota Semarang merupakan salah satu kota yang memiliki

keanekaragam warisan budaya dari masa lampau yang masih dapat dirasakan

keberadaannya hingga saat ini. Salah satunya adalah warisan budaya Cina

yang berada Kawasan Pecinan Semarang. Kawasan ini merupakan sebuah

permukiman lama di Kota Semarang yang memiliki sejarah panjang dan turut

berperan dalam menciptakan identitas kota semarang, banyak hal mengenai

warisan kebudayaan di kawasan ini yang menjadi daya tarik atau sebagai

sesuatu yang harus di jaga kelestariannya.

Kawasan Pecinan terletak di pusat Kota Semarang dengan tingkat

kepadatan penduduk yang cukup tinggi dan juga merupakan pusat

perdagangan dan jasa yang sudah berjalan sejak lama. Kawasan ini memiliki

bentuk fisik kawasan yang khas dengan berbagai macam fasilitas dan kegiatan

didalamnya, salah satu yang khas adalah keberadaan klenteng-klenteng kuno

yang sudah lama berdiri di kawasan tersebut.

Keberadaan kawasan ini terbentuk secara politik, di mana pada saat itu

pemerintahan kolonial Belanda merasa khawatir akan kekuatan dan

keberadaan etnis Tionghoa yang semakin banyak, seluruh kegiatan dan

aktivitas perdagangan dibatasi dengan membuat peraturan Wijkenstelsel, yaitu

peraturan yang memusatkan seluruh kegiatan etnis Tionghoa dalam satu

1
2

wilayah, yang sampai saat ini dikenal sebagai Kampung Cina atau Pecinan

(Adrianne, 2013: 1).

Kawasan Pecinan Semarang memiliki kurang lebih sembilan klenteng

yang letaknya tersebar di kawasan ini dan kesembilan klenteng tersebut

masing-masing mempunyai keistimewaan tersendiri. Klenteng yang terbesar

adalah Kelenteng Tay Kak Sie dan Klenteng yang tertua adalah Klenteng Siu

Hok Bio. Keberadaan klenteng-klenteng tersebut merupakan salah satu

keunikan yang dimiliki Pecinan Semarang dibandingkan dengan kawasan

Pecinan lain di Indonesia.

Berdasarkan wawancara dengan Tubagus P. Svarajati selaku warga

asli pecinan dan juga budayawan (27 Desember 2019), diketahui bahwa

Kawasan Pecinan Semarang berbeda dengan China Town yang ada di film-

film barat, tidak terdengar musik mandarin di sudut-sudut gang di wilayah ini,

di sisi lain engkoh dan tacik lebih suka berbahasa Indonesia serta kebanyakan

dari mereka malah menggunakan bahasa jawa dalam kehidupan sehari-

harinya. Ciri lain dari kawasan ini adalah tidak terlihat arsitektur ala rumah

silat shaolin, pintu tebal berukir liong, papan nama berhuruf mandarin dan

kebanyakan rumah–rumah tidak didominasi warna merah dan kuning, corak

seperti itu hanya dapat kita jumpai di klenteng-klenteng yang terdapat di

kawasan ini.

Dengan kondisi pecinan saat ini, fungsi kawasan Pecinan sebagai

kawasan konservasi atau cagar budaya mempunyai potensi untuk

dikembangkan sebagai kawasan wisata terutama wisata budaya dan sejarah,


3

selain dapat mempertahankan fungsinya sebagai cagar budaya dan tempat

bersejarah, kawasan ini juga bermanfaat bagi masyarakat sebagai tempat

rekreasi alternatif, yang sifatnya tradisional, orisinil dan unik serta sekaligus

untuk meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.

Kawasan ini sangat layak dijadikan sebagai kawasan wisata budaya

dan sejarah, hal ini didukung pula oleh rencana Pemerintah Kota Semarang

untuk merevitalisasi Kawasan Pecinan dan menjadikannya sebagai kawasan

wisata di Semarang. Dukungan terhadap upaya juga datang dari masyarakat,

seperti Kopi Semawis (Komunitas Pecinan Semarang untuk Wisata). Kopi

Semawis merupakan organisasi masyarakat yang didalamnya terdapat unsur

akademisi, budayawan, pengusaha maupun masyarakat keturunan Cina yang

peduli akan nasib dan masa depan Kawasan Pecinan Semarang.

Kopi Semawis mulai menyusun dan mengagendakan beberapa

kegiatan yang dapat dijadikan sebagai langkah awal dalam pengembangan

kawasan Pecinan. Kegiatan tersebut bermacam-macam, mulai dari kegiatan

yang bercorak keagamaan, budaya dan bahkan bercorak wisata kuliner,

contohnya seperti festival Sam Po, festival Pasar Imlek Semawis, upacara

keagamaan tahunan (Poo Seng Tay Tee dan Sampoo Tay Jien), kegiatan Pusat

Jajan Semawis, festival Kue Bulan dan juga pertunjukan Sendratari Babad.

Kegiatan utama dari Kopi Semawis sendiri adalah upaya revitalisasi,

wujud nyata dari usaha revitalisasi tersebut adalah dengan dibangunnya Pasar

Semawis. Pasar ini berada di kawasan Gang Warung, yang menjual bahan-

bahan makanan dan barang-barang untuk ritual Tahun Baru Imlek. Kini acara
4

tersebut diperluas dengan Warung Semawis, yaitu pusat jajan yang

memberdayakan wisata kuliner Semarang (Wiwik, 2013: 22).

Berdasarkan wawancara dengan Tubagus P. Svarajati selaku warga

asli pecinan dan juga budayawan (27 Desember 2019), menjadikan kawasan

pecinan semarang sebagai destinasi wisata tidak dilatarbelakangi pemikirian

yang komprehensif, ide-ide yang dicetuskan hanya berputar tentang “menjual

situs peribadatan klenteng, atraksi seni-budaya, ragam kuliner, dan pasar tiban

imlek. Para pakar serta para pemangku kepentingan mengabaikan faktor

lingkungan kumuh dan rakyat miskin di kawasan ini, jangan sampai kegiatan

yang diadakan di kawasan ini hanya menguntungkan beberapa pihak.

Faktor lain yang menjadi penghambat kawasan ini menurut Tubagus P.

Svarajati adalah kurangnya sarana untuk pejalan kaki di area Kawasan

Pecinan, petunjuk arah dan tidak tertibnya parkir Pasar Gang Baru, yang

terletak di ruas Jalan Wotgandul Timur. Parkiran sepeda motor, becak, dan

mobil berdesakan di area depan pasar, banyak kendaraan seenaknya parkir di

kedua sisi jalan, kurangnya koordinasi para pemangku kebijakan di Kelurahan

Kranggan dalam menata dan menyediakan lahan parkir yang tidak

menimbulkan kemacetan, serta kurang pedulinya warga sekitar dalam menata

lingkungan mereka.

Pelaksanaan kegiatan Waroeng Semawis oleh Kopi Semawis sampai

saat ini masih diadakan rutin tiga hari setiap akhir pekan, kegiatan tersebut

belum sepenuhnya berjalan dengan baik, masih terdapat banyak kendala dan

permasalahan yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut, kendala pertama yang


5

dihadapi adalah kurangnya keterlibatan masyarakat asli Pecinan dan

Pemerintah Kota, disamping itu warga asli Pecinan juga merasa terganggu

karena adanya penutupan jalan oleh kegiatan tersebut.

Menurut Tubagus P. Svarajati dalam wawancara tanggal 27 Desember

2019 menyatakan, Sejak didirikan pada tahun 2005, usaha untuk

merevitalisasi Kawasan Pecinan dari lembaga Kopi Semawis belum

maksimal, masih banyak hal yang perlu dikembangkan untuk menghidupkan

lagi aura Kawasan Pecinan. Konsep program, strategi dan revitalisasi yang

dibuat para pakar belum matang dan belum mecakup seluruh aspek Kawasan

Pecinan, sangat beralasan jika sebagian warga pecinan kurang mendukung

kegiatan lembaga Kopi Semawis. Program Kopi semawis yang sampai saat ini

masih dijalankan penyelenggaraan Waroeng Semawis tiga hari setiap akhir

pekan di Jalan Gang Warung dan pelaksanaan Pasar Imlek Semawis

menjelang Tahun Baru Imlek.

Kawasan Pecinan menampilkan perpaduan kebudayaan masyarakat

pecinan secara turun temurun, kekhasan kawasan pecinan diperkuat pula

dengan keberadaan klenteng – klenteng yang merupakan bangunan religi yang

bersejarah dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk pembelajaran. Bangunan-

bangunan ibadah yang terdapat di Kawasan Pecinan merupakan salah satu

unsur budaya yang dapat menjadi identitas dan menguatkan eksistensi

masyarakat Cina di Pecinan Semarang, namun masih perlu media informasi

yang menjelaskan tentang sejarah bangunan tersebut. Masih perlu media

informasi yang menjelaskan tentang sejarah bangunan tersebut, akan tetapi


6

hingga saat ini, informasi yang tersedia mengenai Kawasan Pecinan masih

kurang dan masih banyak orang yang belum mengetahui keistimewaan

kawasan ini.

Masih minimnya media informasi yang membahas secara khusus

tentang kawasan pecinan Semarang apalagi informasi yang ada di sekitaran

Kawasan Pecinan, sehingga membuat banyak masyarakat ataupun generasi

muda kurang mengetahui sejarah Kawasan Pecinan tersebut dan pada

akhirnya mereka kurang melestarikan Kawasan Pecinan Semarang.

Masyarakat saat ini jika berkunjung ke Kawasan Pecinan hanya mengunjungi

Waroeng Semawis untuk menikmati berbagai macam kuliner saja dan tidak

ada minat maupun ketertarikan untuk mengetahui sejarah Kawasan ini.

Melalui penelitian ini, maka peneliti mengidentifikasi permasalahan

serta dapat menemukan solusi yang tepat, agar bisa melestarikan Kawasan

Pecinan Semarang. Antara lain mengkaji Kawasan Pecinan Semarang melalui

sumber-sumber sejarah, pedoman literatur yang berkaitan, serta wawancara

terhadap narumber, agar lebih memahami tentang keberadaan fungsi dan

manfaat untuk masyarakat secara luas dari Kawasan Pecinan Semarang

tersebut.

Media informasi dinilai sebagai salah satu alat yang tepat untuk

mempromosikan dan memperkenalkan sesuatu. Sejarah dan kebudayaan

Pecinan masih kurang mendapatkan publikasi sehingga banyak masyarakat

yang kurang mengetahui kelebihan dan keunikan kawasan ini. Sudah ada

media berupa buku informasi karya Ananda Astrid & Anastasia Dwirahmi
7

yang berjudul “Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuh Perjalanan’, buku

ini diterbitkan pada tahun 2013, berkaca pada buku ini, penulis ingin membuat

buku informasi tentang kondisi terkini Kawasan Pecinan Semarang dan

menginformasikan mengenai apa saja budaya dan sejarah kawasan Pecinan

Semarang yang masih tetap terjaga sampai saat ini.

Oleh karena itu, peneliti merancang dan menciptakan buku yang

menarik dan bermanfaat tentang kondisi, keberadaan dan identitas Kawasan

Pecinan Semarang, karena buku merupakan sumber informasi yang penting

bagi masyarakat sehingga pesan yag disampaikan melalui buku informasi

tersebut dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat luas terutama generasi

muda.

Peneliti berharap buku informasi ini dapat memberikan informasi yang

masyarakat butuhkan secara lengkap serta menjadi sumber referensi wisata

edukatif untuk mempromosikan wisata yang ada di Kota Semarang, sehingga

warisan budaya dan sejarah Pecinan lebih dikenal masyarakat luas, khususnya

di Kota Semarang.

Buku ini nantinya juga ditujukan sebagai media dokumentasi berbagai

peninggalan sejarah dan kebudayaan yang masih sangat terjaga sampai saat

ini, sehingga membantu menyadarkan masyarakat agar bisa melestarikan dan

menjaga tempat-tempat peninggalan bersejarah yang masih ada.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, secara umum dapat dirumuskan

masalah yang terdapat pada objek penelitian sebagai berikut:


8

1. Kurangnya informasi dan dokumentasi tentang kawasan Pecinan yang

mampu membuat daya tarik mempelajari pengetahuan sejarah dan budaya

untuk disebarkan kepada masyarakat umum.

2. Kurangnya kesadaran serta minat generasi muda untuk menjaga dan

melestarikan Warisan Budaya di Pecinan Semarang.

3. Minimnya minat pengunjung untuk mengetahui sejarah dan warisan

budaya yang ada Pecinan Semarang.

4. Penyelenggaran Waroeng Semawis dan Pasar Imlek Semawis dinilai

mengganggu aktivitas warga setempat.

5. Belum ada upaya penataan dan pengembangan sarana-prasarana di

Kawasan Pecinan yang menunjang aktivitas para wisatawan seperti trotoar

untuk berjalan kaki dan petunjuk arah.

6. Belum ada media informasi yang mampu meningkatkan minat masyarakat

untuk mengunjungi kawasan Pecinan Semarang.

7. Kurangnya buku yang mengkaji secara khusus tentang Kawasan Pecinan

Semarang.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan masalah yang ditemukan dalam objek yang diteliti, perlu

adanya batasan masalah, yaitu:

1. Kurangnya kesadaran serta minat generasi muda untuk menjaga dan

melestarikan Warisan Budaya di Pecinan Semarang.


9

2. Kurangnya buku informasi tentang kawasan Pecinan yang mampu

membuat daya tarik mempelajari pengetahuan sejarah dan budaya untuk

disebarkan kepada masyarakat umum.

D. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah yang sudah dijelaskan di atas, maka rumusan

masalah penelitian ini adalah bgaimana merancang buku informasi Pecinan

Semarang sebagai kawasan wisata budaya dan religi.

E. Tujuan Penelitian

Dari hasil rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah untuk merancang buku informasi tentang Kawasan Pecinan Semarang

sebagai Kawasan Wisata Budaya dan Religi.

F. Kegunaan Penelitian

1. Secara Teoritis

Penelitian yang dilakukan ini untuk menggali pengetahuan yang

terkandung dalam objek, yang perlu diketahui banyak orang dan juga

sebagai rujukan pada penelitian sejenis yang akan dilakukan oleh

mahasiswa dan mahasiswi program studi Desain Komunikasi Visual.

2. Secara Praktis

Dari buku ini diharapkan dapat menambah informasi dan wawasan

masyarakat terhadap kawasan Pecinan Semarang dan Selain itu dengan

dirancangnya buku ini, diharapkan dapat memberikan masukan kepada

pemerintah Kota Semarang dalam mengembangkan Kawasan Pecinan

Semarang.
10

G. Sistematika Penulisan

1. Bab I Pendahuluan

Bagian ini merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang

belakang dari objek yang diteliti, yaitu kawasan Pecinan Semarang.

Selanjutnya mengidentifikasi masalah yang telah ditemukan pada objek

penelitian, serta melakukan pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan terkahir sistematika penulisan.

2. Bab II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori

Bagian ini melingkupi tinjauan pustaka mengenai data-data yang

membahas Pecinan Semarang. Dalam bab II juga menjelaskan tentang

landasan teori dalam perancangan media buku informasi, serta yang

terakhir membahas kerangka berpikir dalam mempersatukan antara data

dan media.

3. Bab III Metode Penelitian

Bagian ini menjelaskan tentang langkah-langkah dalam melakukan

penelitian, mulai dari waktu dan tempat penelitian, jenis penelitian, serta

teknik pengumpulan data.

4. Bab IV Perancangan

Bab ini terbagi dalam dua bagian, bagian pertama yaitu

menjelaskan tentang kawasan Pecinan Semarang, sejarah dan apa saja

yang terdapat di dalam kawasan Pecinan Semarang. Bagian kedua

menjelaskan tentang perancangan media, mulai dari konsep dasar

perancangan, proses perancangan, dan hasil akhir dari perancangan.

5. Bab V Penutup
11

Bagian ini merupakan bab terakhir yang berisi simpulan dari

semua pembahasan dan saran-saran untuk memecahkan masalah yang

terjadi pada objek yang diteliti, yaitu Kawasan Pecinan Semarang.

Anda mungkin juga menyukai