Anda di halaman 1dari 17

BAB 01

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Pulau Penyengat di Provinsi Kepulauan Riau dapat


dikatakan satu-satunya wilayah yang memiliki tinggalan budaya
berupa bagunan yang masi utuh dengan ciri warna kemelayuan
. Pulau Penyengat ini merupakan pulau eluas 3,5km² . Di
dalamnya terdpat puluhan bangunan dan struktur yang masih
dapat diidentifikasi fungsingan dan sekurang - kurangnya ada
terdapat enam belas bangunan yang ,asih utuh meskipun tidak
terurus . Keberadaan tinggalan budaya itulah yang
menyakinkan kita bahwa kebudayaan Melayu berpusat di
wilayah riau

Pulau Penyengat terletak di Kelurahan Penyengat ,


Kecamatan Tanjungpinang Kota , Kota Tanjungpinang ,
Provinsi Kepulauan Riau Terletak anatara 0⁰40' LS dan 07⁰19'
LU serta antara 103⁰3'BT sampai dengan 110⁰00'BT.

Pulau Penyengat memiliki kekayaan tinggalan budaya


berupa bangunan, struktur , dan lanskap budaya yang unik.
Pulau dengan aneka bangunanya itu membentuk kompleks
pemerintahan eksklusif yang dibatasi oleh lautan. Berdasarkan
karakteristiknya , tidak diragukan lagi bahwa pulau penyengat
termasuk salah satu wilayah pusat kebudayaan Melayu.
Kota Tanjungpinang juga merupakan ibu Kota Provinsi
Kepulauan Riau yang juga menjadi pintu masuk para
wisatawan lokal maupun karena Kota Tanjungpinang hanya
dijadikan sebagai daerah transit bukanlah menjadi Daerah
Tujuan Wisata ( DWT ). Fakta yang terjadi ini tentu sangat
mengejutkan bahwa para wisatawan hanya numpang lewat di
Kota Tanjungpinang tanpa melakukan aktivitas kepariwisataan
di Kota Tanjungpinang. Hal ini dapat dilihat dari data BPS Kota
Tanjungpinang tentang jumlah alur masuk wisatawaan asing
yang lewat Kota Tanjungpinang sebagai berikut:
Tabel .1 : Jumlah Kunjungan Wisatawan Manca Negara
Yang Melewati Per Tahun
Pintu Masuk Kota Tanjungpinang
Banyaknya wisatawan yang datang melalui pintu masuk
Kota Tanjungpinang sebanarya adalah peluang yang besar jika
seluruh masyarakat kepariwisataan Di Kota Tanjungpinang
mampu untuk berkolaborasi untuk menarik para wisatawa itu
bukanya hanya lewat tetapi juga melakukan kegiatan
kepariwisataan di Kota Tanjungpinang. Jika dilihat dari
banyaknya wisatawan tersebut tentunya akan dapat
memberikan peningkatan pendapatan Asli Daerah (PAD) jika
mampu dimanfaatkan secara maksimal.

Wisatawan manca Negara yang datang melalui


Tanjungpinang berasal dari Negara yang bermacam-macam,
yang paling besar adalah Negara negara tetangga yang masih
serumpun dengan masyarakat Kota Tanjungpinang dan
memiliki banyak kesamaan sejarah terkhusu dengan sejarah
kerajaan Riau Lingga yang jejak-jejaknya peradabannya masih
tersisa dan masih dapat dinikmati sebagai warisan budaya
dunia.

Motivasi kunjungan wisatawan mancanegara ke Kota


Tanjungpinang, khususnya Singapura dan Malaysia erat
kaitannya dengan keberadaan objek-objek wisata sejarah dan
sosial budaya yang terdapat di kota ini. Dengan demikian motif
kunjungan mereka termasuk ke dalam kategori menikmati dan
mengagumi kekayaan sejarah dan seni budaya Kota
Tanjungpinang. Di sisi lain, banyak juga wisatawan tersebut
yang datang karena adanya hubungan kekerabatan (etnis
Melayu) dengan sanak saudara yang ada di Kota
Tanjungpinang

Berbagai upaya dilakukan pemerintah Kota


Tanjungpinang untuk meningkatkan pariwisata salah satunya
yaitu mengembangkan parawisata yang berbasis kebudayaan
Dimana pemerintah Kotanya mulai mengembangkan Pulau
Penyengat sebagai ikon pariwisatanya. Dimana dalam konteks
pariwisata wilayah Kota Tanjungpinang memiliki sebuah pulau
yaitu Pulau Penyengat memiliki letak geografis yang strategis
karena bersebrangan langsung dengan Singapura dan
Malaysia. Pulau Penyengat ini sering disebut dengan istilah
Pulau Maskawin Sultan Mahmudsyah untuk Engku Puteri Raja
Hamidah. Pulau Penyengat dikenal dengan nama Pulau
Penyengat Indra Sakti.

Dari sekian banyak objek wisata yang ada di Kota


Tanjungpinang, yang paling memiliki nilai sejarah dan keunikan
tersendiri adalah Pulau Penyengat, untuk mengunjungi objek
wisata yang ada di Pulau Penyengat, hanya memerlukan waktu
sekitar 30 menit dari pusat kota dengan menggunakan
kendaraan umum, atau kendaraan pribadi dan dilanjutkan
dengan perahu motor kecil (kapal pompong) karena objek
wisata tersebut ada di seberang Pulau Tanjungpinang. Objek
wisata ini biasanya ramai dikunjungi pada saat akhir pekan
atau hari libur.
Wisatawan yang datang pun beragam, baik yang dari
dalam Provinsi Kepulauan Riau sendiri maupun yang dari luar
Provinsi Kepulauan Riau. Pulau Penyengat setiap hari ada
pengunjungnya tetapi tidak seperti yang diharapkan oleh pihak
pengelola maupun dari pihak pemerintah . Menurut observasi ,
hal ini disebabkan karena masih kurangnya promosi serta
kurangnya fasilitas sarana dan prasarana .

Selama ini Kota Tanjungpinang lebih sering diidentikan


sebagai zona transit yang ingin berkunjung ke wilayah bintan,
baik itu melalui transportasi udara maupun dari transportasi laut
para wisatawan hanya sekedar lewat wilayah Kota
Tanjungpinang tanpa ada upaya konkrit yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Tanjungpinang untuk menjaring wisatawan
berkunjung destinasi wisata Pulau Penyengat. Berdasarkan
latar belakang inilah maka perlu dilakukan kajian dalam
pengembangan Pulau Penyengat menjadi destinasi wisata
unggulan di Kota Tanjungpinang.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Masih minimnya pengelolaan pengembangan wisata yang


melibatakan partisipasi kepariwisataan masyarakat pulau
penyengat dalam setiap kegiatan

2. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), pulau


penyengat dalam memahami pengembangan program-program
kepariwisataan shingga masyarakat hanya berfikir bagaimana
mendapatkan Fast Money dalam setiap kegiatan
pembangunan.

3. Kurangnya kesadaran masyarakat pulau penyengat akan


status pulau penyengat sebagai destinasi wisata mengakibatan
masih banyakmasyarakat kurang responsive akan kedatangan
wisatawan.
4. Fasilitas layanan kepariwisataan yang masih alakadarnya
juga merupakan salah satu penghambat kunjungan wisatawan
dan juga ditambah dengan kegiatan kepariwisataan di Pulau
Penyengat.

5. Terbatasnya spot-spot destinasi dan atraksi-atraksi wisata


yang dikembangakan dan dikelola secara komperhensif
Sehingga pengunjung yang datang terkesan bebas dan tidak
beraturan ketika tiba di Pulau Penyengat.

6. Masih minimnya pengembangan industri kreatif yang


dilakukan oleh masyarakat
Pulau Penyengat sebagai upaya peningkatan nilai tambah
ekonomi bagi masyarakat.

7. Masih minimnya pelibatan praktisi-praktisi kepariwisataan


yang benar benar ahli dibidang pengembangan kepariwisataan
Pulau Penyengat

C. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana deskripsi kondisi pariwisata pulau penyengat


saat ini sebagai

destinasi wisata unggulan Kota Tanjungpinang?

2. Bagaimana skenario kebijakan pengembangan pulau


penyengat sebagai destinasi wisata unggulan Kota
Tanjungpinang?

D. MAKSUD DAN TUJUAN

1. Memperoleh deskripsi bahwa pulau penyengat saat ini


sebagai destinasi wisata unggulan Kota Tanjungpinang.

2. Merumuskan kebijakan terkait dengan pengembangan


Pulau Penyengat sebagai destinasi wisata unggulan pariwisata
Kota Tanjungpinang yang berbasis pada masyarakat.

G. DAMPAK SOSIAL BUDAYA PARAWISATA


Parawisata  adalah fenomena sosial, budaya, dan
ekonomi yang melibatkan perpindahan orang ke negara atau
tempat di luar lingkungan biasanya untuk tujuan pribadi atau
bisnis atau professional. sehingga masyarakat setempat
menerima berbagai macam dampak sepeerti :
1) Dampak terhadap sosial-ekonomi
2) Dampak terhadap sosial budaya
3) Dampak terhadap lingkungan
a) Dampak sosial ekonomi

Dampak pariwisata terhadap masyarakat lokal:


1) Dampak terhadap pendapat masyarakat
2) Dampak terhadap harga-harga
3) Dampak terhadap distributif manfaat/keuntungan
4) Dampak terhadap pendapat pemerintah

b) Dampak sosial budaya

Dampak positif dari sosial budaya salah satunya yaitu


menciptakan lapangan kerja baru , dampak negatifnya yaitu
dapat terjadi kesenjangan sosial dan budaya lokal akan makin
tergeser oleh budaya asing

c) Homogenisasi
Homogenisasi dalam sosiologi merupakan keadaan
di dalam dunia yang segala sesuatunya terlihat dan terasa
sama atau aspek kehidupan manusia menjadi seragam, mulai
dari selera hingga kebiasaan. Ciri budaya barat adalah kuatnya
ia mendominasi / merasuki semua budaya dunia lainya , hal ini
dapat terjadi dengan cepat terjadi .Mulai jenis makanan ,
pakaian dan seterusya

d) Parawisata dan Seks

Parawista berrkaitan erat engan berbagai penyakit sosial


seperti pelacur , criminal dan penyalagunahan narkoba
mengenal keterkaitan kegiatan seks dengan parawisata . Hal
ini menyebutkan bahwa seks merupajan bagian internal dari
parawisata

H. SEJARAH

Menurut sejarah Pulau Penyengat ini sudah lama dikenal


oleh para pelaut sejak berabad-abad yang lalu karena menjadi
tempat persinggahan untuk mengambil air tawar yang cukup
banyak tersedia di pulau tersebut. Belum terdapat catatn
tertulis tentang asal mula nama Pulau Penyengat ini. Namun ,
dari cerita rakyat setempat , nama Penyengat berasal dari
nama hewan sebaangsa serangga yang mempunyai sengat
(lebah) . Menurut cerita tersebut , ada pelaut-pelaut yang
melanggar pantang / larangan ketika mengambil air , maka
mereka diserang oleh ratusan serangga berbisa (lebah) .
Binatang ini kemudian dipanggil "Penyengat". Sementara
orang-orang Belanda menyebut pulau tersebut dengan nama
"Pulau Mars"

Tatkala pusat pemerintahan Kerajaan Riau bertempat di


pulau itu tambah menjadi Pulau Penyengat Inderasakti. Pada
tahun 1803 , Pulau Penyengat telag dibangun dari sebuah
pusat pertahanan menjadi sebuah negri dan kemudian
berkedudukan Yang
Dipertuan Muda Kerajaan Riau-Lingga sementara Sultan
berkediaman resmi di Daik-Lingga . Sejak itu lengkaplah peran
Pualu Penyengat sebagi pusat pemerintahan , adat istiadt ,
agama islam dan kebudayaan melayu. Dan dari sejarahnya ,
Pualu Penyengat merupakan hadiah perkawinan dari Sultan
Mahmud Syah kepdada istrinya Engku Putri Raja Hamidah
pada tahun 1805

Imperium Melayu
Pulau Penyengat merupakan pulau yang bersejarah dan
memiliki kedudukan yang penting dalam peristiwan jatuh
bangunnya Imperium Melayu, yang sebelum terdiri dari
wilayah Kesultanan Johor, Pahang, Siak dan Lingga,
khususnya di bagian selatan dari Semenanjung Melayu. Peran
penting tersebut berlangsung selama 120 tahun, sejak
berdirinya Kerajaan Riau pada tahun 1722, sampai akhirnya
diambil alih sepenuhnya oleh Belanda pada  tahun 1911

Perang Saudara tahta Johor


Awalnya pulau ini hanya sebuah tempat persinggahan armada-
armada pelayaran yang melayari perairan Pulau Bintan, Selat
Malaka dan sekitarnya. Namun pada tahun 1719 ketika
meletus perang saudara memperebutkan tahta Kesultanan
Johor antara keturunan Sultan Mahmud Syah yang dipimpin
putranya Raja Kecil melawan keturunan Sultan Abdul Jalil
Riayatsyah yang dipimpin Tengku Sulaiman.

Perang Saudara tahta Johor


Awalnya pulau ini hanya sebuah tempat persinggahan armada-
armada pelayaran yang melayari perairan Pulau Bintan, Selat
Malaka dan sekitarnya. Namun pada tahun 1719 ketika
meletus perang saudara memperebutkan tahta Kesultanan
Johor antara keturunan Sultan Mahmud Syah yang dipimpin
putranya Raja Kecil melawan keturunan Sultan Abdul Jalil
Riayatsyah yang dipimpin Tengku Sulaiman.
Pulau Penyengat mulai dijadikan kubu pertahanan oleh Raja
Kecil yang memindahkan pusat pemerintahannya dari Kota
Tinggi (Johor) ke Riau di Hulu Sungai Carang (Pulau Bintan).
Perang saudara itu dimenangkan oleh Tengku Sulaiman dan
saudaranya yang dibantu oleh lima
orang bangsawan Bugis Luwu, yaitu Daeng Perani, Daeng
Marewah, Daeng Chelak, Daeng Kemasi dan Daeng
Menambun. Yang mana seterusnya Tengku Sulaiman
mendirikan kerajaan baru yaitu Kerajaan Johor-Riau-Lingga,
pada 4 Oktober 1722. Sedangkan Raja Kecil menyingkir
ke Siak dan seterusnya mendirikan Kesultanan Siak.

Yang Dipertuan Muda Riau


Pada masa Kerajaan Johor-Riau-Lingga, Pulau Penyengat
tetap berperan sebagai pusat pertahanan sekaligus tempat
kediaman dan pusat pemerintahan dari Yang Dipertuan Muda
Johor-Pahang-Riau-Lingga. Di kerajaan Riau-Lingga terdapat
dua posisi jabatan utama, yaitu Yang Dipertuan Besar atau
Sultan yang berkedudukan di Daik, Lingga dan Yang Dipertuan
Muda yang berkedudukan di Pulau Penyengat. Walaupun lebih
rendah kedudukan Yang Dipertuan Muda, tetapi dia mengatur
pemerintahan, angkatan perang, perekonomian dan masalah-
masalah operasional lainnya.

I. BANGUNAN BERSEJARAH

Masjid Raya Sultan Riau


Masjid ini awalnya dibangun oleh Sultan Mahmud pada tahun
1803. Kemudian pada masa pemerintahan Yang Dipertuan
Muda VII Raja Abdurrahman, tahun 1832 masjid ini direnovasi
dalam bentuk yang terlihat saat ini. Bangunan utama masjid ini
berukuran 18 x 20 meter yang ditopang oleh 4 buah tiang
beton. Di keempat sudut bangunan, terdapat menara tempat
Bilal mengumandangkan adzan. Pada bangunan Masjid Sultan
Riau terdpat 13 kubah yang berbentuk seperti bawang. Jumlah
keseluruhan menara dan kubah di Masjid Sultan Riau
sebanyak 17 buah yang melambangkan jumlah rakaat salat
wajib lima waktu sehari semalam.

Di sisi kiri dan kanan bagian depan masjid terpdat bangunan


tambahan yang disebut dengan Rumah Sotoh (tempat
pertemuan). Menurut sejarahnya, masjid ini dibangun dengan
menggunakan campuran putih telur, kapur, pasir dan tanah liat.
Mushaf al-Quran
Terdapat dua buah al-Quran tulisan tangan yang tersimpan di
dalam Masjid Sultan Riau Pulau Penyengat. Salah satu yang
diperlihatkan kepada pengunjung adalah hasil goresan tangan
Abdurrahman Stambul, seorang penduduk Pulau Penyengat
yang dikirim oleh Kerajaan Lingga ke Mesir untuk
memperdalam ilmu Agama Islam, sekembalinya dari belajar dia
menjadi guru dan terkenal dengan "khat" gaya Istambul. Al-
Quran ini diselesaikan pada tahun 1867 sambil mengajar.
Keistimewaan al-Quran Mushaf Abdurrahman Stambul ini
adalah banyaknya penggunaan "Ya Busra" serta beberapa
rumah huruf yang titiknya sengaja disamarkan sehingga
membacanya cenderung berdasarkan interpretasi individu
sesuai akal dan ilmunya.

Istana Kantor
Istana Kantor adalah istana dari Yang Dipertuan Muda Riau VIII
Raja Ali (1844-1857), atau juga yang disebut dengan Marhum
Kantor. Selain digunakan sebagai kediaman, bangunan yang
dibangun pada tahun 1844 ini juga difungsikan sebagai kantor
oleh Raja Ali.

Istana Kantor berukuran sekitar 110 m2 dan menempati areal


sekitar satu hektar yang seluruhnya dikelilingi tembok.
Bangunan dan puing yang masih ada memperlihatkan
kemegahannya pada masa lalu.

Balai Adat Melayu


Balai Adat Pulau Penyengat adalah replika rumah adat Melayu
yang pernah ada di Pulau Penyengat. Bangunan Balai Adat
merupakan rumah panggung khas Melayu yang terbuat dari
kayu. Balai Adat difungsikan untuk menyambut tamu atau
mengadakan perjamuan bagi orang-orang penting.

Di dalam gedung, kita dapat melihat tata ruang dan beberapa


benda perlengkapan adat resam Melayu, serta berbagai
perlengkapan atraksi kesenian yang digunakan untuk menjamu
tamu-tamu tertentu.

Di bagian bawah Balai Adat ini terdapat sumur air tawar yang
konon sudah berabad
lamanya dan sampai sekarang airnya masih mengalir dan
dapat langsung diminum.

Monumen Bahasa Melayu


Pada tanggal 19 Agustus 2013, telah diletakkan batu pertama
pembangunan Monumen Bahasa Melayu di areal dalam
bekas Benteng Kursi, Pulau Penyengat, oleh Gubernur
Kepulauan Riau, HM Sani. Pembangunan monumen ini
merupakan wujud penghormatan dan penghargaan Pemerintah
Provinsi Kepri terhadap jasa-jasa Raja Ali
Haji sebagai pahlawan nasional di bidang bahasa. Selain itu
juga untuk lebih mengenalkan tentang asal dan arti bahasa
Melayu yang dipakai di Kepulauan Riau dan Lingga,
serta bahasa Indonesia yang digunakan saat ini.

Monumen Bahasa Melayu dibangun sebagai tindak lanjut dari


dari mufakat 12 kebudayaan Melayu antara Ketua Lembaga
Adat Melayu (LAM) Kepri dan LAM Provinsi Riau pada saat
seminar nasional bahasa Indonesia di Pekanbaru, Riau, 2010
lalu, yang dihadiri masing-masing gubernur.

Anda mungkin juga menyukai