Gilang Ramadhan 1a, Dewi Junita Koesomawati 2b, Ratih Novi Listyawati 3c
a
Universitas Jember Jl. Kalimantan 37,Jember 88121, Indonesia; gilangr913@gmail.com
b
Universitas Jember Jl. Kalimantan 37,Jember 88121, Indonesia; dewi.teknik@unej.ac.id
c
Universitas Jember Jl. Kalimantan 37,Jember 88121, Indonesia; ratihnovilistyawati@unej.ac.id
Info Artikel:
Artikel Masuk: …/…/… Artikel diterima: …/…/… Tersedia Online: …/…/…
ABSTRAK
Kabupaten Banyuwangi merupakan daerah yang terkenal dengan kekayaan alam, budaya dan sejarahnya. Menurut
catatan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi pada tahun 2009, tercatat ada 12 macam kebudayaan berbasis
ritual, 12 macam tari tradisional, 4 macam musik tadisional dan 2 macam teater tradisional yang hidup di Banyuwangi.
Selain seni dan budaya masyarakat Suku Osing tersebar kawasan-kawasan bersejarah di beberapa wilayah di Kabupaten
Banyuwangi, dan salah satunya yaitu Kampung Temenggunagan (Makmur & Taufiq, 2016). Namun potensi tersebut
tidak didukung dengan kesadaran masyarakat dalam melestarikan keunikan kawasan Kampung Temenggungan.
Berdasarkan hal tersebut, Kampung Temenggungan mengalami penurunan nilai historis maupun fisik kawasan sejarah
(vitalitas kawasan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor prioritas penyebab penurunan vitalitas kawasan
Kampung Temenggungan melalui data-data historis kawasan khususnya Kampung Temenggungan melalui observasi
langsung, tinjauan media, literatur, dan kebijakan terkait dengan teknik Snowball Sampling dan Purposive Sampling.
Pendekatan penelitian menggunakan deskriptif kualitatif melalui 2 (dua) tahap analisis, yaitu analisis deskriptif guna
mengetahui potensi kawasan sejarah di Kampung Temenggungan dan analisis AHP guna mengetahui faktor penyebab
penurunan vitalitas kawasan. Hasil yang didapat dari analisis berupa faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan
vitalitas kawasan terhadap potensi Kampung Temenggungan untuk acuan dalam pelestarian nilai-nilai sejarah dan
budaya Kampung Temenggungan.
Kata Kunci : Vitalitas Kawasan 1; Sejarah 2; Temenggungan 3.
ABSTRACT
Banyuwangi Regency is an area that is famous for its natural, cultural and historical wealth. According to the records of the
Banyuwangi Culture and Tourism Office in 2009, there were 12 kinds of ritual-based culture, 12 kinds of traditional dances, 4
kinds of traditional music and 2 kinds of traditional theater that live in Banyuwangi. In addition to the arts and culture of the
Osing people, there are historic areas in several areas in Banyuwangi Regency, and one of them is Temenggunagan Village
(Makmur & Taufiq, 2016). However, this potential is not supported by public awareness in preserving the uniqueness of the
Temenggungan Village area. Based on this, Temenggungan Village experienced a decrease in the historical and physical
value of the historical area (regional vitality). This research started with collecting historical data of the area, especially
Temenggungan Village through direct observation, media review, literature, and policies related to Snowball Sampling and
Purposive Sampling techniques. The research approach uses descriptive qualitative through 2 (two) stages of analysis,
namely descriptive analysis to determine the potential of the historical area in Temenggungan Village and AHP analysis to
determine the factors causing the decline in the vitality of the area. The results obtained from the analysis are in the form of
factors that affect the decrease in vitality of the potential of Temenggungan Village to support the preservation of the
historical and cultural values of Temenggungan Village.
Keyword: Area Vitality 1; History 2; Temenggungan.
Copyright © 2016 GJGP-UNDIP
This open access article is distributed under a
Creative Commons Attribution (CC-BY-NC-SA) 4.0 International license.
Cara men-sitasi (APA 6th Style):
Ramadhan, Gilang., & D.J, Koesoemawati 2, R.N, Listyawati 3. (2022). PENURUNAN VITALITAS KAWASAN PADA POTENSI KAWASAN
SEJARAH KAMPUNG TEMENGGUNGAN KABUPATEN BANYUWANG . Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, vol(no), Halaman-halaman.
Nama belakang1, Nama belakang2/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol…, No…, tahun, pp-pp
Doi:…………………
1. PENDAHULUAN
Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu daerah yang terletak di ujung timur Pulau Jawa yang
berbatasan langsung dengan Pulau Bali. Saat masa Kolonial Belanda, Kabupaten Banyuwangi dijadikan
pintu keluar masuk jalur perdagangan laut dan juga sebagai tempat singgah para pejabat Kolonial Belanda
sehingga terdapat bangunan-bangunan kuno bekas peninggalan masa Kolonial Belanda yang hinggaa saat
tersebar di berbagai wilayah Kabupaten Banyuwangi. Selaian sejarah, Banyuwangi memiliki keunikan dari
segi kebudayaannya. Salah satu ikon kebudayaan di Banyuwangi adalah kebudayaan masyarakat Osing.
Masyarakat Kabupaten Banyuwangi memiliki banyak bentuk seni dan budaya tradisional berdasarkan suku.
Menurut Makmur & Taufiq, 2016 (dalam Dariharto, 2009) ragam budaya masyarakat Banyuwangi
merupakan kesenian asli dan adaptasi budaya antar etnik yang berbeda. Selain seni dan budaya
masyarakat Suku Using, tersebar kawasan-kawasan bersejarah di beberapa wilayah di Kabupaten
Banyuwangi, dan salah satunya yaitu Kampung Temenggunagan (Kelurahan Temenggungan).
Kelurahan Temenggungan merupakan salah satu kampung yang berada di jantung kota Banyuwangi
dengan banyak potensi wisata, mulai dari wisata spiritual, wisata sejarah, hingga atraksi seni dan budaya.
Menurut Community Based Tourism tentang sejarah Banyuwangi, Kelurahan Temenggungan merupakan
salah satu kampung pertama yang dibangun pada masa pemerintahan Bupati Mas Alit (Raden
Temenggung Wiraguna I tahun 1774). Di wilayah Kelurahan Temenggungan berdiri Pendopo Kabupaten
Banyuwangi dahulu merupakan balai pemerintahan Kerajaan Blambangan dan Kampung Temenggungan
sebagai tempat tinggal para pejabat Kerajaan Blambangan. Selain itu selatan Kampung Temenggungan
berbatasan langusung dengan Taman Sritanjung yang mana di zaman kolonial Taman Sritanjung disebut
dengan lapangan tegal masjid. Dengan adanya nilai-nilai sejarah yang tinggi, berbagai bangunan kuno
termasuk juga rumah bupati kelima Banyuwangi, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Pringgokusumo,
peninggalan-peninggalan kuno, potensi aktifitas spiritual Sumur Sri Tanjung, dan berbagai kekayaan seni
dan budaya.
Menurut Perda No. 14 Tahun 2017 tentang Pelestarian Budaya dan Adat Istiadat Banyuwangi
dinyatakan pada “Pasal 23 ayat 1 Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan atau di air yang
mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya dan atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil
kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu” misalnya Pendopo Kabupaten, Masjid Agung
Baiturrahman, Kawasan Taman Sritanjung, Kawasan Taman Blambangan, dan seterusnya. Seiring dengan
perkembangan aktivitas ekonomi perkotaan Banyuwangi, bangunan kuno yang berada di Kampung
Temenggungan terancam rusak dan bahkan menghilang. Data Program KOTAKU Kab. Banyuwangi tahun
2016 menjelaskan, Kelurahan Temenggungan memiliki total bangunan hunian 542 unit dengan jumlah
bangunan tidak teratur sebanyak 308 unit dan jumlah bangunan hunian yang tidak layak sebanyak 77 unit.
Permasalahan ini muncul sejalan dengan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi di tahun 2017 mengadakan
Festival Wirakarya “Kampuang Kelir Pramuka” di Kelurahan Temenggungan, yaitu pengecatan kampung
warna-warni, yang dilakukan oleh 1000 orang anggota pramuka tanpa didasari oleh nilai-nilai dasar dalam
merawat artefak heritage. Pelaksanaan program ini mengakibatkan penurunan vitalitas kawasan heritage
atau penurunan nilai maupun kondisi fisik kawasan sejarah di Kelurahan Temenggungan. Adanya program
Kampung Kelir tersebut sangat beresiko hilangnya identitas bangunan kuno yang terdapat di Kelurahan
Temenggungan.
Dalam memanfaatkan potensi kawasan, pemerintah seringkali kurang bervisi dan optimal dalam
mensinergikan kebutuhan masyarakat lokal dengan potensi yang ada. Berdasarkan hal tersebut, penelitian
dilakukan bertujuan untuk mengetahui potensi wisata sejarah dan mengetahui faktor penyebab
penurunan vitalitas kawasan Kelurahan Temenggungan.
2. DATA DAN METODE
2.1. Gambaran Umum
Nama belakang1, Nama belakang2/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol…, No…, tahun, pp-pp
Doi:…………………
Batasan penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah, bangunan cagar budaya, situs cagar
budaya, dan permukiman masyarakat Kelurahan Temenggungan yang dikatakan memiliki potensi wisata.
Batas-batas wilayah penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi:
Utara : Jalan Letjen Di. Panjaitan
Selatan : Jalan Susuit Tubun dan Jalan Jogopati
Timur : Jalan Sayu Wiwit dan Jalan Sritanjung
Barat : Jalan Situbondo – Banyuwangi merupakan Jalan Nasional III
Batas - batas yang akan digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Lokasi yang diambil pada penelitian ini adalah KelurahanTemenggungan, dimana Kelurahan
Temenggungan merupakan salah satu kampung pertama yang dibangun pada masa pemerintahan Bupati
Mas Alit (Raden Temenggung Wiraguna I tahun 1774). Sedangkan Taman Sritanjung pada zaman kolonial
adalah halaman masjid Agung Baiturrahman saat ini merupakan taman kota dipusat kota Banyuwangi,
dimana batas selatan Kelurahan Temenggungan.
2.2. Variabel Penelitian
Variabel yang diambil dalam penelitian ini, sebagai berikut:
Tabel 1. Variabel Penelitian (Hasil Analisis, 2021)
Variabel Indikator Sumber
Keberadaan
kebudayaan artefak
Sumber daya budaya Kondisi kebudayaan Intosh(1995),Inskeep (1991),dan Troisi
di kawasan sejarah artefak (dalam,Pendit,1999)
Keberadaan
kebudayaan hidup
Ketersediaan
akomodasi
Ketersediaan fasilitas pendukung
Pelayanan sarana wisata di wisata Departemen Pekerjaan Umum, Susiyanti
kawasan sejarah sejarah (2003),Zuziak (1993), dan Zielenbach (2000)
Ketersediaan fasilitas pelayanan
wisata
sejarah
Ketersediaan moda transportasi di Hovinen (1995),Martana (2007),Mackinon
kawasan (dalam Wulandari,2002), Erickson (2001),dan
Aksesibilitas menuju Fasilitas pendukung Jack Carlsen, et al(2008)
Nama belakang1, Nama belakang2/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol…, No…, tahun, pp-pp
Doi:…………………
Gambar 2. Penyusunan Hirarki dalam Penelitian Upaya Pelestarian Kampung Temenggungan Sebagai
Kawasan Wisata Sejarah Kabupaten Banyuwangi (Hasil Analisis, 2021)
Berikut merupakan keterangan Gambar 2 yang menjelaskan struktur heirarki penelitian dalam
mendapatkan faktor prioritas penyebab penurunan vitalitas kawasan yaitu pada Tabel 2.
Tabel 3. Identifikasi Potensi Wisata Sejarah Kelurahan Temenggungan (Hasil Analisis, 2021)
Variabel Indikator Kondisi Eksisting
Sumber Daya Keberadaan Kebudayaan Pendopo Sabha Swagata Blambangan; Rumah kuno; Rumah
Budaya Artefak adat Osing; Taman Sritanjung; Sumur Sritanjung
Kondisi Kebudayaan Corak arsitektur kolonial: bangunan kuno pada permukiman
Artefak warga
Corak arsitektur Osing: Pendopo Sabha Swagata Blambangan
Nama belakang1, Nama belakang2/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol…, No…, tahun, pp-pp
Doi:…………………
tua saja.
Masyarakat pendatang dan generasi muda belum banyak
mengetahui sejarah kawasan.
Jumlah komunitas lokal Komunitas Hiduplah Indonesia Raya (Hidora)
yang ada di kawasan Kelompok Kesenian Banyuwangi Putra Junior
sejarah
Kebijakan pada RTRW Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012-2032
Kebijakan Pemerintah
tentang pelestarian kawasan cagar budaya
Upaya Mengenai Pengembangan
Peraturan Daerah No. 14 Tahun 2017 tentang Pelestarian
Pemerintah Kawasan Sejarah
Budaya dan Adat Istiadat Banyuwangi.
Dalam
Pelibatan Masyarakat Di
Melestarikan Manajemen pariwisata yang tertutup dan tidak transparan
Kawasan Sejarah Dalam
Kawasan Sejarah mengakibatkan kurangnya partisipasi masyarakat lokal dalam
Proses Perencanaan
meningkatan pariwisata di Kelurahan Temenggungan.
Kawasan
Berdasarkan Tabel 3. Identifikasi Potensi Wisata Sejarah Kelurahan Temenggungan, kawasan
penelitian memiliki potensi sejarah dengan adanya keberadaan artefak dan kebudayaan hidup.
Keberaadaan artefak pada lokasi penelitian yaitu Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Rumah kuno,
Rumah adat Osing, Taman Sritanjung, Sumur Sritanjung. Sedangkan keberadaan kebudayaan hidup yaitu
Barong Osing, Gamelan Anak-anak, Batik, Angklung, Patrol, Musik Tradisional, Tari Tradisional. Namun, dari
potensi kawasan sejarah yang dimiliki Kelurahan Temenggungan mengalami penurunan karakter kawasan
yang diakibatkan dari kurang tepatnya program yang dilaksanakan pemerintah dalam mengembangkan
potensi Kelurahan Temenggungan. Hal ini berdampak pada penurunan vitalitas kawasan sejarah yang
dimiliki Kelurahan Temenggungan. Oleh sebab itu, untuk mengetahui faktor manakah yang paling prioritas
pada penurunan vitalitas kawasan Kelurahan Temenggungan dilakukan analisis AHP dalam menghasilkan
faktor prioritas penyebab penurunan vitalitas kawasan Kelurahan Temenggungan.
Berdasarkan Gambar 3. Persentase Bobot Kriteria dalam penelitian ini didapatkan tiga faktor
prioritas persentase tertinggi dari hasil penilaian AHP yang diperkuat dengan artefak bangunan kuno yang
memiliki nilai sejarah mengalami kerusakan pada fisik bangunan yang diakibatkan dari pelaksanaan
program pengecatan kampung warna-warni Kabupaten Banyuwangi tahun 2017. Ketidaktepatan sasaran
pada program tersebut membuat hilangnya nilai sejarah kawasan sehingga berdampak pada menurunnya
vitalitas kawasan Kelurahan Temenggungan. Berdasarkan hal tersebut faktor penyebab penurunan
vitalitas kawasan Kelurahan Temenggungan yaitu pada variabel Penurunan Kondisi Fisik Kawasan Sejarah
Nama belakang1, Nama belakang2/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol…, No…, tahun, pp-pp
Doi:…………………
(K5) 38 %, Upaya Pemerintah Dalam Upaya Pelestarian Kawasan Sejarah (K7) 26%, Sumber Daya Budaya di
Kawasan Sejarah (K1) 20%. Masing-masing variabel tersebut memiliki indikator yang berpengaruh dalam
penilaian penyebab penurunan vitalitas kawasan Kelurahan Temenggunggan. Berikut merupakan hasil
penilaian indikator atau subkriteria dalam bentuk persentase (Gambar 4.).
Berdasarkan Gambar 4 hasil penilaian subkriteria dengan persentase tertinggi dari tiga kriteria
prioritas didapatkan faktor-faktor penyebab penurunan vitalitas kawasan Kelurahan Temenggungan.
Faktor-faktor tersebut didapatkan dari hasil persentase bobot subkriteria melalui perbandingan antar
subkriteria disetiap kriteria prioritas. Faktor penyebab penurunan vitalitas di kawasan dijelaskan pada
Tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4. Faktor Penyebab Penurunan Vitalitas Kawasan Kelurahan Temenggungan (Hasil Analisis, 2021)
Variabel Indikator Bobot Keterangan
Penurunan Kondisi Kualitas Lingkungan Di 86,04% Kualitas fisik bangunan diketahui
Fisik Kawasan Kawasan Sejarah mengalami penurunan pada beberapa
Sejarah artefak bangunan lama, yang berfungsi
sebagai permukiman, dan bangunan
kosong di kawasan penelitian. Beberapa
bangunan kuno yang tidak terawat
diakibatkan dari program pengecatan
kampung warna-warni Pemerintah
Kabupaten Banyuwangi tahun 2017, yang
dilakukan oleh 1000 orang anggota
pramuka tanpa didasari oleh nilai-nilai
dasar dalam merawat artefak heritage.
Upaya Pemerintah Pelibatan Masyarakat Di 80,73% Manajemen pariwisata yang tidak
Dalam melestarikan Kawasan Sejarah Dalam transparan mengakibatkan kurangnya
Kawasan Sejarah Proses Perencanaan Kawasan partisipasi masyarakat lokal dalam
meningkatan pariwisata di Kelurahan
Temenggungan. Pelibatan masyarakat
hanya berupa pelibatan dalam event –
event tertentu saja.
Sumber Daya Keberadaan Kebudayaan 62,42% Pada lokasi penelitian terdapat artefak
Budaya Di Kawasan Artefak bangunan kuno yang harus dilestarikan
Sejarah demi menjaga nilai sejarah kawasan
Kelurahan Temenggungan. Kebudayaan
artefak ini antara lain: bangunan rumah
Nama belakang1, Nama belakang2/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol…, No…, tahun, pp-pp
Doi:…………………
4. KESIMPULAN
Analisis faktor penurunan vitalitas kawasan sejarah Kampung Temenggungan ditujukan untuk acuan
dalam meningkatkan vitalitas kawasan tersebut baik kegiatan sosial maupun ekonomi sekaligus
melestarikan budaya dan nilai-nilai sejarah yang dimiliki Kampung Temenggungan. Pelestarian kawasan
Kampung Temenggungan didukung dengan adanya potensi yaitu Keberadaan Kebudayaan Artefak
(Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Rumah kuno, Rumah adat Osing, Taman Sritanjung, Sumur
Sritanjung) dan Keberadaan Kebudayaan Hidup (Barong Osing, Gamelan Anak-anak, Batik, Angklung,
Patrol, Musik Tradisional, Tari Tradisional). Dari potensi tersebut diketahui dari 7 variabel dan 19 indikator,
terdapat 3 faktor penyebab penurunan vitalitas pada variabel penelitian. Faktor – faktor tersebut antara
lain a) Variabel Penurunan Kondisi Fisik Kawasan Sejarah yaitu Kualitas Lingkungan di Kawasan Sejarah
dengan persentase 86,04%; b) Variabel Upaya Pemerintah Dalam melestarikan Kawasan Sejarah yaitu
Pelibatan Masyarakat di Kawasan Sejarah Dalam Proses Perencanaan Kawasan dengan persentase 80,73%;
c) Variabel Sumber Daya Budaya yaitu Keberadaan Kebudayaan Artefak dengan persentase 62,42%.
5. REFERENSI
Antariksa. (2008). Sejarah dan Konservasi Perkotaan sebagai Dasar Perancangan Kota. Diunduh dari
https://www.researchgate.net/profile/Antariksa_Sudikno/publication
Dariharto. (2009). Kesenian Gandrung Banyuwangi. Banyuwangi: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Banyuwangi.
Fathoni B.F. (2017). Arahan Pengembangan Pariwisata Heritage Terpadu Di Kota Madiun. Departemen
Perencanaan Wilayah Dan Kota, Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya.
ICOMOS. (1987). Washington Charter, Charter for The Conservation of Historic Towns and Urban Area.
Washington DC, USA.
Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 14 Tahun 2017 tentang Pelestarian Budaya dan Adat
Istiadat Banyuwangi.
Priyani, R. (2017). Pluralitas Dalam Teori Perencanaan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 18/No. 3
Desember 2007, hal 23- 37.
Rachman T.A. (2017). Arahan Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam Pelestarian Cagar Budaya Kotabaru Di
Yogyakarta. Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota, Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Saaty, Thomas L. (2008). Decision making with the analytic hierarchy process, International Journal of
Services Sciences. Volume 1, hal. 83-97.
Sabila, Sabrina. (2009). Kajian Pelestarian Kawasan Benteng Kuto Besak Palembang Sebagai Aset Wisata.
Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang.
Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Titik, Y., & Dewi, N.T. (2012). Pengelolaan Bangunan Dan Kawasan Cagar Budaya Berbasis Partisipasi
Masyarakat. Arsitektur Dan Kota. Seminar Nasional.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.