PENDAHULUAN
Sebuah era yang ditandai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK), pasar bebas, lahirnya budaya massa dan lain sebagainya. Konsekuensi
logis dari ekses yang ditimbulkan globalisasi tersebut yaitu menyebabkan suatu
kehidupan masyarakat yang dinamis. Secara tidak langsung semua orang dituntut
untuk mengikuti arus perkembangan tersebut, sehingga tak ada pilihan lain bahwa
sosial yang disebabkan globalisasi tersebut memang terjadi. Tak hanya di wilayah
handphone, radio, televisi dan internet seolah telah menghapus jarak dan sekat
yang ada. Dunia seolah tampak menjadi satu, sehingga informasi di suatu wilayah
dapat dengan cepat diketahui di wilayah lain. Hal inilah yang mendorong
perubahan sosial itu terjadi secara merata di seluruh dunia termasuk di Indonesia.
14
Selanjutnya dalam konteks kebudayaan sendiri diketahui bahwa
punah. Di Indonesia, sering dikatakan bahwa masyarakat desa sama sekali tidak
berubah atau suku-suku adat yang terasing, sama sekali murni. Sebenarnya hal
tersebut kurang tepat adanya, apalagi jika hanya didasarkan pada sudut pandang
yang sempit. Dalam konteks ini, masyarakat Kampung Naga bukanlah suatu
sebagai tujuan wisata, akan tetapi di sisi lain sebelumnya Kampung Naga dikenal
sebagai sebuah wilayah yang berisikan masyarakat adat yang teguh memegang
Kampung Naga sendiri tidak ada sangkut-pautnya dengan karakter Naga yang ada
dalam cerita kartun. Kata Naga sebenarnya berasal dari bahasa Sunda yaitu
“Nagawir” yang berarti perkampungan yang berada di gawir atau lembah, dan
memberikan nama pada kampung tersebut yaitu Kampung Naga 2. Daerah inti
1
Maria, Siti. dkk. (1995). Sistem Keyakinan pada Masyarakat Kampung Naga dalam Mengelola
Lingkungan Hidup. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan. Hal. 11.
2
Ibid.
15
Kampung Naga adalah lahan pemukiman dengan luas sekitar 1,5 hektar. Di area
Terkait sejarah Kampung Naga, sejauh ini asal-usulnya masih belum jelas
dan lebih berupa mitologi. Beberapa pendapat menyebut bahwa leluhur Kampung
Naga adalah prajurit Mataram yang menyerang Batavia pada abad ke-17, akan
tetapi sesepuh Kampung Naga sendiri menolak pendapat itu. Mereka menyatakan
yang mengasingkan diri dan bersemedi di sebuah daerah yang sekarang menjadi
historis cerita di atas, fakta tentang masa lalu Kampung Naga yang masih diliputi
Tidak dipungkiri bahwa dengan keunikan adat dan tradisi yang dimiliki
menarik untuk dikunjungi para wisatawan, entah itu wisatawan dalam negeri
ataupun wisatawan mancanegara. Oleh karena itu, wajar jika saat ini masyarakat
Kampung Naga dihadapkan pada serbuan perubahan terkait aspek sosial, ekonomi
dan lingkungn fisik yang terjadi di wilayah mereka lewat aktivitas pariwisata
tersebut.
3
Sedyawati, Edi. (2006). Masyarakat Kampung Naga, Jawa Barat dalam buku Arkeologi dari
Lapangan ke Permasalahan. Jakarta: IAAI. Hal. 176-177.
16
membawa berbagai macam nilai dan kebiasaan baru bagi kehidupan sosial
dan lain sebagainya, yang lambat laun hal tersebut mulai ditiru oleh penduduk
peluang usaha baru bagi masyarakat. Saat ini, mulai banyak masyarakat Kampung
Naga yang menjalani profesi di bidang jasa pariwisata, seperti menjadi tourist
terakhir, terkait aspek lingkungan fisik, secara kasat mata bisa di lihat bahwa
dengan semakin ramainya aktivitas pariwisata yang terjadi, saat ini lingkungan
sebagainya.
masyarakat yang sangat memegang teguh adat tradisi leluhur yang telah mereka
jaga selama ratusan tahun, tetapi saat ini dengan semakin tingginya intensitas
Kampung Naga dengan para wisatawan, pada akhirnya hal tesebutlah yang
Masyarakat Kampung Naga yang semula unik dan khas dengan tradisi
17
lingkungan fisik Kampung Naga yang telah berubah dikarenakan aktivitas
pariwisata inilah yang menarik perhatian penulis. Oleh karena itu berdasarkan
18
1.2 Perumusan Masalah
wilayah adat di tengah hiruk-pikuk globalisasi saat ini. Secara khusus, penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Manfaat Praktis
a. Bagi Pemerintah
19
dengan memperhatikan semua aspek baik itu aspek ekonomi,
segi komersial.
d. Bagi Penulis
2) Manfaat Teoritis
20
sosial. Serta sebagai bahan masukan dalam pengembangan konsep
Kampung Naga itu sendiri seperti sistem sosial, organisasi sosial kepemimpinan,
lembaga adat, sistem pemerintahan adat, upacara religi, sistem pengetahuan dan
bagaimana aktivitas pariwisata dapat mengubah adat, tradisi dan kehidupan sosial
sudut pandang yang berbeda dan menambah referensi penulis dalam mengerjakan
penelitian ini.
Geger Tengger: Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik4. Dalam buku tersebut
Pasuruan, sejak jaman kejayaan Hindu di Jawa sampai periode awal Orde Baru.
4
Hefner, Robert W. (1999). Geger Tengger: Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik.
Yogyakarta: LKiS.
21
Hefner menyoroti pasang surut ekonomi di Tengger akibat dari pergantian
budaya di Tengger.
Nasional, sejak saat itu pula mulai banyak orang Tengger yang menyediakan
menyewakan kuda, juga mengelola mobil jeep dan sepeda motor sebagai sarana
transportasi wisata.
ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat Tengger, tersimpan suatu hal yang
pendapatan masyarakat dari sektor wisata. Akan tetapi di sisi lain, seringnya
kunjungan para wisatawan itu berpotensi merusak tanah adat, wilayah keramat,
ekosistem penting, yang pada gilirannya dapat meruntuhkan bangunan sosial dan
identitas masyarakat Tengger. Sehingga saat ini mulai banyak wilayah yang
Tengger.
22
Adapun referensi lainnya adalah jurnal hasil penelitian dari Kusnul Dwi
Anitasari yang berjudul Dari Desa Menjadi Kampung Inggris5. Dalam jurnal ini
Tulungrejo Pare telah menjadikan desa tersebut dijuluki Kampung Inggris. Seiring
waktu, perkembangan pesat yang dialami Kampung Inggris berdampak pula pada
perubahan sosial dan ekonomi bagi masyarakat Desa Tulungrejo Pare. Hal ini
disebabkan semakin banyaknya para siswa yang datang dari berbagai daerah di
tersebut adalah petani dan ingon (peternak) sapi, kemudian setelah adanya
lembaga kursus banyak yang mempunyai pekerjaan lain seperti membuka usaha
tempat kos, kios pulsa, warung makan, penyewaan sepeda dan usaha jasa lainnya.
tersebut untuk mengambil peluang dari lapangan pekerjaan baru tersebut. Pada
akhirnya di Desa Tulungrejo Pare selain diisi oleh penduduk pribumi juga diisi
oleh penduduk pendatang yang pasti membawa nilai-nilai dan adat kebiasaan baru
bagi masyarakat Desa Tulungrejo Pare itu sendiri. Sehingga hari ini lambat laun
berangsur berubah dari masyarakat desa yang guyub, tenggang rasa dan suka
5
Dwi Anitasari, Kusnul. (2012). Dari Desa Menjadi Kampung Inggris: Kajian Sejarah
Perekonomian Desa Tulungrejo Pare Kediri 1977- 2011. Malang: Universitas Negeri Malang.
23
bergotong-royong menjadi masyarakat yang individualis, menerapkan sistem
Lalu referensi lainnya adalah dari tulisan Amin Mudzakkir yang berjudul
masyarakat adat di Kampung Naga dihadapkan pada suatu problem pelik yaitu
biasa, hanya saja bedanya mereka masih memegang tradisi dan adat-istiadat
leluhur sehingga oleh karena itulah mereka dianggap unik dan berbeda dari
Naga oleh berbagai pihak yang dirasa mengganggu ketentraman dan nilai hidup
dari luar kota bahkan luar negeri yang secara tidak langsung membawa nilai-nilai
baru bagi masyarakat Kampung Naga, sehingga lambat laun hal tersebut semakin
perubahan sosial adalah Ade Rohana dalam tulisannya yang berjudul Kebijakan
6
Mudzakkir, Amin. (2012). Antara Masyarakat Adat dan Umat: Masyarakat Kampung Naga
dalam Perubahan dalam Negara, Agama, dan Perlindungan Hak-hak Minoritas. Jakarta: Jurnal
Institut Maarif Vol. 7, No. 1 – Tahun 2012.
24
Pemerintah Daerah dalam Menangani Komunitas Adat7, ia membahas mengenai
Pertama, komunitas adat yang menutup diri secara budaya, yaitu dengan
menganut nilai-nilai asli (primordial) dan menolak nilai apapun dari luar yang
tidak relevan dengan budaya asli bangsa Indonesia. Kedua, komunitas adat yang
komunitas adat yang kreatif, komunitas tersebut akan menyadari bahwa besar atau
kecil, cepat atau lambat, perubahan dalam komunitas adat itu tidak dapat
menyiasatinya lewat nilai lama yang baik (kearifan-kearifan lokal) yang mereka
ini. Oleh karena itu, disini Ade juga menekankan pentingnya peran Pemerintah
sebuah kebijakan dalam penanganan komunitas adat, yang pada akhirnya ikut
Tinjauan pustaka terakhir penulis adalah berasal dari penelitian tesis yang
dilakukan oleh Dasim Budimansyah yang berjudul "Faktor Sosial Budaya dalam
Proses Adopsi Inovasi Teknologi: Suatu Kajian tentang Tradisi dan Perubahan
7
Rohana, Ade. (2010). Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Menangani Komunitas Adat.
Makalah "Festival Komunitas Adat". Sumedang: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Bandung.
25
pada Masyarakat dan Migran asal Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya"8.
dilakukan oleh para agen pembaruan, maupun melalui kontak secara alamiah
dengan masyarakat lain (termasuk salah satunya kontak dengan para wisatawan
Kampung Naga harus berpikir, merasakan dan bereaksi terhadap rangsangan dari
leluhur yang mereka anggap sebagai papagon hirup (pegangan hidup) yang
rangsangan budaya dan nilai dari luar tersebut, salah satunya berupa masuknya
unsur inovasi teknologi pada masyarakat Kampung Naga dimana hal tersebut
bahwa bagaimana pergulatan adat dan tradisi lokal dengan perubahan sosial yang
dibawa lewat aktivitas pariwisata memang telah menjadi polemik bagi masyarakat
8
Budimansyah, Dasim. (1994). Faktor Sosial Budaya dalam Proses Adopsi Inovasi Teknologi:
Suatu Kajian tentang Tradisi dan Perubahan pada Masyarakat dan Migran asal Kampung Naga
di Kabupaten Tasikmalaya. Bandung: Tesis S-2 Program Pascasarjana Ilmu Sosial Universitas
Padjadjaran.
26
adat pada umumnya. Khususnya kajian mengenai perubahan sosial yang terjadi di
Kampung Naga itu sendiri memiliki perspektif yang cukup beragam. Setiap
lingkungan fisik sebagai akibat dari aktivitas pariwisata yang terjadi di sekitar
mereka. Penulis juga berharap bahwa penelitan ini dapat menambah keberagaman
dan melengkapi hasil dari penelitian dan tulisan-tulisan yang pernah dilakukan
sebelumnya.
di dalam suatu keadaan yang dinamis atau berproses. Masyarakat dianggap bukan
objek semu yang kaku tetapi sebagai aliran peristiwa terus menerus tiada henti.
Dalam perubahan sosial, masyarakat (baik itu pada tingkat kelompok, komunitas,
organisasi ataupun bangsa) hanya dapat dikatakan ada, sejauh dan selama terjadi
sesuatu didalamnya, seperti adanya tindakan, perubahan, dan proses tertentu yang
senantiasa bekerja. Oleh sebab itu perubahan sosial dapat terjadi pada perubahan
27
lembaga-lembaga kemasyarakatan, yang selanjutnya mempengaruhi kelompok-
detail tentang bagaimana perubahan sosial dalam masyarakat itu terjadi, dimana
sosiologis, perubahan ini dilihat sebagai sesuatu yang dinamis. Dengan kata lain,
perubahan tersebut tidak terjadi secara linear. Sehingga secara umum Sztompka
pola pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk
mendapatkan penghidupan yang lebih bermartabat 10, yang dimaksud disini adalah
salah satunya dapat dilihat dari perpindahan cara hidup dan bekerja (profesi) dari
suatu masyarakat.
sosial, lembaga dan struktur sosial, dimana perubahan sosial tersebut dapat terjadi
di dalam atau mencakup sistem sosial tertentu dan dalam jangka waktu tertentu
pula11.
Perubahan sosial juga tidaklah terjadi begitu saja, akan tetapi selalu
mendapat dorongan dan hambatan dari berbagai macam hal. Menurut Sam,
9
Sztompka, Piotr. (2008). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media Group. Hal. 65.
10
Ibid. Hal. 3.
11
Farley, John E. (1990). Sociology. Englewood Cliffs: Prentice Hall. Hal. 626.
28
perubahan-perubahan sosial tersebut salah satunya bisa disebabkan oleh lebih
lainnya, atau karena masuknya teknologi moderen, media massa dan sekolah 12.
Atau dengan kalimat lain perubahan sosial tersebut dapat terjadi akibat dorongan
Dari konsep perubahan sosial seperti yang disebutkan para tokoh di atas,
hal yang perlu digarisbawahi setiap pengamat perubahan sosial adalah bahwa
konsekuensi tertentu terhadap struktur sosial atau bahkan sistem sosial suatu
masyarakat secara lebih luas. Oleh karena itu, di dalam konsep perubahan sosial
juga terkandung dimensi penilaian dan pendapat (judgements) dari para pihak
yang terlibat secara langsung ataupun tidak dengan proses perubahan yang
bersangkutan. Termasuk dalam hal ini adalah mereka pengamat atau peneliti
pada intinya bukanlah terkait permasalahan “ada atau tidak ada” perubahan, tetapi
yang lebih penting adalah seberapa jauh perubahan sosial itu terjadi, bagaimana
arahnya, dan tentu saja pada akhirnya, apa konsekuensi dan hasilnya terhadap
dalam masyarakat tidak hanya terjadi dalam satu bentuk, tetapi dalam beberapa
bentuk. Modernisasi adalah salah satu bentuk dari perubahan sosial tersebut.
12
Sam A, Suhandi. (1986). Tatanan Kehidupan Masyarakat Baduy Daerah Jawa Barat. Bandung:
Depdikbud. Hal. 3.
29
Modernisasi biasanya merupakan perubahan sosial yang terarah (directed change)
yang didasarkan pada perencanaan (intended atau planned change) yang biasa
tanggapan ilmuwan sosial Barat terhadap apa yang terjadi di Dunia Ketiga setelah
Perang Dunia II. Teori ini muncul sebagai upaya dari Negara Dunia Pertama
untuk memenangkan perang ideologi melawan sosialisme yang pada waktu itu
Asia, Afrika, dan Amerika Latin (bekas jajahan Eropa) juga melatarbelakangi
perkembangan teori ini. Negara Dunia Pertama melihat hal ini sebagai peluang
untuk membantu Negara Dunia Ketiga sebagai upaya stabilitas ekonomi dan
dimana untuk mengatasinya tidak saja diperlukan bantuan modal dari negara-
negara maju, tetapi negara itu disarankan untuk meninggalkan dan mengganti
Istilah modernisasi sendiri berasal dari bahasa latin yang berarti maju dan
13
Garna, Judistira K. (1999). Teori Sosial dan Pembangunan Indonesia: Suatu Kajian melalui
Diskusi. Bandung: Primaco Akademika. Hal. 9.
30
kita telusuri tentang batasan modernisasi, maka akan ditemukan kompleksitas
dalam tiga cara. Pertama, menurut definisi historis, modernisasi sama dengan
menyamai standar yang dianggap modern baik oleh rakyat banyak maupun oleh
elit penguasa. Tetapi, standar ini berbeda-beda, tergantung pada “sumber” atau
“pusat rujukan” tempat asal prestasi yang dianggap modern. Ketiga, dalam
kurang mampu menjawab semua masalah di Negara Dunia Ketiga. Hal ini
terlalu dipaksakan dalam kondisi dunia yang heterogen, hal inilah yang kemudian
14
Sztompka, Piotr. (2008). (2011). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media Group.
Hal. 152-153.
31
pada akhirnya menimbulkan berbagai ketimpangan dalam berbagai aspek pada
satu proses transformasi masyarakat menuju ke arah yang lebih maju atau
menginginkan perubahan dari keadaan tertentu kearah kehidupan yang lebih baik,
lebih maju dan lebih makmur. Keinginan akan adanya perubahan inilah yang
Pada era modern ini, sudah tidak bisa terelakan lagi bahwa teknologi dan
informasi berkembang sangat pesat, seolah tidak ada batasan antar negara di
merupakan hasil nyata adanya modernisasi. Tidak heran pula jika pengaruh
modernisasi kini sudah dapat mengubah setiap sudut dunia, termasuk Indonesia.
Berkembangnya industri pariwisata saat ini, salah satunya adalah dilandaskan oleh
masyarakat. Sehingga dalam masyarakat industri saat ini, mulai banyak wilayah
yang dulunya adalah merupakan wilayah konservasi budaya (adat) dan alam
15
Setiadi, E M. Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori,
Aplikasi, Pemecahannya. Jakarta: Kencana. Hal. 670.
32
Perlu diingat bahwa modernisasi terkait bidang industri pariwisata ini
tidak sekedar menyangkut aspek yang bersifat materiil saja, melainkan juga
aspek-aspek yang immaterial dalam masyarakat, seperti pola pikir, tingkah laku,
dan lain sebagainya. Oleh karena itu, saat ini negara-negara di dunia, dari kota
sampai ke tingkat terkecil seperti desa, tengah mengalami perubahan sosial dan
Pariwisata sendiri berasal dari dua kata, yakni pari dan wisata. Pari dapat
wisata dapat diartikan sebagai perjalanan atau bepergian yang dalam hal ini
sinonim dengan kata “travel” dalam bahasa Inggris. Atas dasar itu, maka dapat
berputar-putar dari suatu tempat ke tempat yang lain 16, dengan tujuan
lain-lain17.
yang berkaitan dengan studi motivasi dan peran kepariwisataan, serta mengkaji
setempat18.
16
Yoeti, Oka A. (1991). Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa. Hal. 103.
17
Spillane, James J. (1987). Ekonomi Pariwisata: Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta: Kanisius.
Hal. 20.
18
Cohen, Erik. (1984). The Sociology of Tourism: Approeches, Issues, and Finding. California:
Annual Review of Sociology. Vol. 10. Hal 373.
33
dengan ditandai oleh adanya pergerakan penduduk yang melakukan ziarah dan
merupakan agen perubahan yang mempunyai kekuatan besar dan dahsyat, akan
tetapi kajian terkait aspek sosial-budaya dari kepariwisataan relatif jauh tertinggal.
menekankan pada aspek fisik dan ekonomis. Oleh karena pariwisata pada
Sejauh ini banyak orang memang belum menyadari adanya kaitan antara
kajian sosiologi20. Penjelasan secara nyata dapat dicontohkan yaitu jika pariwisata
merupakan sektor yang menghasilkan devisa, ini adalah bagian dari kajian ilmu
19
Spillane, James J. (1987). Ekonomi Pariwisata: Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta: Kanisius.
Hal. 20.
20
Pitana, I Gede. (2005). Sosiologi Pariwisata: Kajian Sosiologis terhadap Struktur, Sistem, dan
Dampak-dampak Pariwisata. Yogyakarta: Andi Offset. Hal. 31.
34
Selanjutnya, mengingat pariwisata merupakan suatu aktivitas yang secara
berbagai bidang kehidupan, baik ekonomi, sosial, budaya, sikap dan jati diri serta
terhadap alam dan lingkungan setempat 21. Dampak tersebut dapat bersifat positif
kehidupan sosial masyarakat lokal, dimana salah satunya adalah Gartner 22. Ia
membagi dampak sosial pariwisata kedalam dua kategori yaitu dampak secara
memang cukup sulit untuk mengukurnya karena dampak ini hanya bisa diamati,
misalnya terjadinya akulturasi dalam kehidupan sosial dari dua budaya yang
berbeda. Contoh lain adalah terjadinya manusia marjinal dan cultural shock yang
menurut Oberg23 diartikan sebagai rasa cemas yang diakibatkan oleh hilangnya
Terakhir, contoh Gartner terkait dampak sosial pariwisata secara kualitatif adalah
21
Ibid. Hal 83.
22
Lihat: Gartner, William C. (1996). Tourism Development: Principles, Processes, and Policies.
Cornell University: Wiley.
23
Ibid. Hal. 169.
35
hanya sebagai kepentingan pariwisata saja, tanpa ada nilai kesakralan lagi
memang relatif lebih mudah untuk diukur, misalnya terjadinya peningkatan angka
juga dampak lain pariwisata terhadap aspek sosial-budaya, yaitu, dampak terhadap
migrasi dari dan ke daerah pariwisata, dampak terhadap ritme kehidupan sosial
lain yaitu Pizam dan Milman, akan tetapi mereka menambahkan aspek lain yaitu
36
(perubahan pekerjaan, distribusi pekerjaan), dampak terhadap aspek budaya
komoditas) dan dampak terhadap lingkungan (polusi, kemacetan lalu lintas) 26.
ikut menentukan dampak pariwisata tersebut antara lain: jumlah wisatawan, objek
yang menjadi sajian dan kebutuhan wisatawan, sifat-sifat atraksi wisata yang
dan faktor terakhir adalah terkait kecepatan pertumbuhan daerah wisata tersebut 27.
manusia untuk memenuhi kebutuhannya, akan tetapi di sisi lain, lewat aktivitas
however, there are two sides to the coin, what is good tourism development in one
way may be harmful in another” 28. Dari pendapat Dickman tersebut dijelaskan
berbagai dampak, baik secara positif maupun negatif. Terkait dampak positif
26
Pizam, A dan Milman. (1984). “The Social Impacts of Tourism”: Industry and Environment.
Nairobi: UNEP publication. Vol. 7, No.1. Hal. 11-14.
27
Lihat dalam: Pitana, I Gede. (1999). Pelangi Pariwisata Bali. Denpasar: Bali Post.
28
Dickman, Sharron. (1994). Tourism: An Introductory Text. Victoria: Footscray Institute of
Technology Library. Hal 1 (Chapter 12).
37
pariwisata, Spillane berpendapat bahwa pariwisata mampu berkontribusi terhadap
kemajuan masyarakat antara lain terkait penciptaan lapangan kerja, sumber devisa
menjadi lebih ingin menggali budaya serta adat istiadat agar bisa disajikan pada
perubahan sistem nilai, moral, etika, kepercayaan, dan tata pergaulan dalam
Maka dari itu, untuk menekan sekecil mungkin dampak negatif yang
entitas budaya lokal dan konservasi lingkungan tidak boleh lagi diabaikan, artinya
pelestarian terhadap alamnya hanya karena ada penekanan segi komersial dari
tourism.
29
Spillane, J. (1994). Pariwisata Indonesia: Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan.
Yogyakarta: Kanisius. Hal. 33.
30
Spillane, J. (1987). Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan Prospeknya.Yogyakarta: Kanisius. Hal.
47.
38
Pada akhirnya, dalam kaitannya dengan penelitian ini, penjelasan diatas
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
atau kepercayaan orang yang diteliti, dimana kesemuanya tersebut tidak dapat di
31
Bogdan, R. & Taylor, S.J. (1975). Introduction to Qualitative Research Methode. New York:
John Willey and Sons. Hal 5.
39
Etnografi berasal dari kata ethno (bangsa) dan graphy (menguraikan atau
obyek studi. Menurut Creswell, studi ini akan terkait bagaimana subyek berpikir,
kepercayaan dan bahasa yang dipelajari dan dianut oleh suatu kelompok budaya 32.
pada eksplorasi fenomena sosial pada setting aslinya, data yang digunakan bersifat
interpretasi makna dan fungsi dari tindakan manusia, serta hasil dari analisa
32
Creswell, John W. (2007). Qualitative Inquiry & Research Design, Choosing Among Five
Approch. California: Sage Publications. Hal. 68.
33
Atkinson, Paul dkk. (ed). (2001). Handbook of Ethnography. London, Thousand Oaks, New
Delhi: SAGE Pulications. Hal. 323.
40
Pelukisan etnografi biasanya dilakukan secara thick description (deskripsi
tebal). Namun demikian, tebal di sini lebih merupakan formulasi ke arah deskripsi
yang mendalam, sehingga pemaparan kajian penelitian akan lebih berarti, bukan
sekedar data yang ditumpuk. Oleh karena hal inilah maka penelitian etnografi
dari fenomena budaya, tradisi dan hubungan sosial yang ada dari sudut pandang
Akan tetapi, perlu diingat bahwa tidak setiap fenomena masyarakat lokal cocok
sebagai kajian etnografi, karena kajian penelitian yang dipilih dalam penelitian
kebanyakan orang.
penelitian ini dimulai pada awal Januari 2014. Waktu yang dibutuhkan untuk
melaksanakan penelitian adalah kurang lebih enam bulan yaitu dimulai dari bulan
41
1.7 .3 Teknik Pengumpulan Data
dan mendalam, yakni lewat interaksi dan wawancara dengan seorang informan
sebelumnya.
yang benar-benar valid dan dilakukan beberapa kali sesuai dengan keperluan
peneliti yang berkaitan dengan kejelasan dan kemantapan masalah yang dijelajahi.
42
1.7.3.1.2 Observasi Partisipasi
pencatatan terhadap hal yang dianggap berhubungan dengan objek yang diteliti,
melakukan observasi partisipasi, peneliti membawa alat bantu berupa alat kamera
dan tape recorder. Dalam hal ini, kamera adalah alat bantu pengamatan untuk
dan termasuk juga buku-buku, teori, dalil, catatan statistik, data informasi media
Studi dokumen dalam proses penelitian ini diperlukan dengan tujuan untuk
studi dokumen juga turut membantu peneliti dalam menyusun konstruksi konsep
43
serta menyempurnakannya, dan mengilustrasikan teori dengan data dari dokumen
terkait.
penelitian kualitatif yang saling terkait dan hampir tidak dapat dipisahkan antara
satu dengan yang lainnya. Suatu analisis data tidak akan banyak memberi manfaat
sebaliknya interpretasi data yang tidak sinkron dengan hasil analisis data, justru
baik yang berupa teks ataupun gambar. Proses analisis data dimulai dengan
menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara,
dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya. Sehingga proses analisis data
bermakna, atau “pelajaran itu dipelajari”34. Interpretasi juga bisa berupa makna
yang berasal dari perbandingan antara hasil penelitian dengan informasi yang
34
Lihat: Lincoln, Y. S. & Guba, E. G. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills, CA: Sage
Publications, Inc.
44
berasal dari literatur atau teori. Penelitian kualitatif adalah penelitian interpretasi,
maka peneliti harus membuat data temuan itu berarti. Karena dalam penelitian
penelitian tidak akan pernah dapat terpisah dari interpretasi dan refleksi pribadi
atas makna berdasarkan setting penelitian. Jadi, interpretasi atau pemaknaan data
dalam penelitian kualitatif dapat berupa banyak hal, dapat diadaptasikan untuk
jenis rancangan yang berbeda, dan bersifat pribadi, berbasis penelitian, serta
tindakan35.
memerlukan cara berfikir kreatif, kritis dan sangat hati-hati. Kedua proses tersebut
merupakan proses yang saling terkait dan sangat erat hubungannya. Dalam
penelitian kualitatif tidak ada formula yang pasti untuk menganalisis dan
Pada penelitian ini proses analisis dan interpretasi data yang dilakukan
yaitu diawali dengan menelaah seluruh data yang berhasil dihimpun dari berbagai
Langkah berikutnya reduksi data yang dilakukan dengan cara abstraksi. Abstraksi
merupakan upaya membuat rangkuman dari segala data yang ada. Selanjutnya
penafsiran data yang telah diuji untuk dijadikan teori substantif dengan
35
Creswell, John W. (diterjemahkan oleh Achmad Fawaid). (2009). Research Design:
Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 283-284.
45
menggunakan beberapa metode tertentu berpedoman pada kerangka konseptual
yang telah disajikan guna memberikan gambaran yang jelas dari fenomena yang
diteliti.
Pelaksanaan penelitian ini terbagi menjadi empat proses yaitu proses pra-
peneliti adalah mulai turun ke lapangan sejak Bulan Januari (secara informal)
untuk mencari data awal, diantaranya terkait akses menuju Kampung Naga,
gambaran umum masyarakat Kampung Naga serta meminta ijin kepada Ketua
dikarenakan Kampung Naga adalah Kampung Adat yang tidak bisa dikunjungi
Kampung Naga pun cukup sulit di dapat peneliti. Namun akhirnya dengan
46
pendekatan peneliti kepada Ketua Adat Kampung Naga secara intens dan
berulang, kurang lebih selama hampir tiga minggu, akhirnya ijin penelitian di
berpedoman pada data awal yang dimiliki dari hasil pra-penelitian, peneliti
penelitian.
digunakan peneliti untuk meng-cross check data hasil wawancara yang telah
47
1.7 .5.3 Proses Refleksi Hasil Penelit ian
Dalam proses refleksi hasil penelitian, semua data yang didapat dalam
Setelah semua tahapan proses penelitian yang dimulai dari proses pra-
penelitian berlangsung, baik itu data yang bersifat primer (hasil wawancara
yang bersifat sekunder (dari telaahan pustaka) untuk disajikan menjadi sebuah
48