Anda di halaman 1dari 12

Menurut Lefebre (1991), ruang tidak pernah kosong tetapi ada isinya serta

mempunyai kualitas tertentu.


Pemanfaatan ruang di Desa Wisata Palgading memiliki keanekaragaman
pemanfaatan, yaitu:
-Sebagai ruang untuk kehidupan sehari-hari
-Sebagai kawasan wisata.

Kata Kunci:
Kearifan lokal/local wisdom, pengelolaan ruang dan lingkungan, dan Desa Wisata.
Ciri-ciri kearifan lokal/local wisdom menurut Ayatrohaedi (1986) adalah sebagai
berikut:
1.   Mampu bertahan terhadap budaya luar.
2.   Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar.
3.   Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke
dalam budaya asli.
4.   Mempunyai kemampuan mengendalikan.
5.   Mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

Kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau


wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam
kehidupan di dalam komunitas ekologis (Keraf, 2002)

Gobyah (2003) menjelaskan kearifan lokal didefinisikan sebagai kebenaran yang


telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Sehingga kearifan lokal pada suatu
masyarakat dapat dipahami sebagai nilai yang dianggap baik dan benar yang
berlangsung secara turun-temurun dan dilaksanakan oleh masyarakat yang
bersangkutan sebagai akibat dari adanya interaksi antara manusia dengan
lingkungannya.
Desa Wisata Palgading tergolong sebuah desa yang unik yang berada di jalan Kaliurang Km. 10 wilayah
Kalurahan Sinduharjo Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman. Desa dengan 187 KK atau populasi
penduduknya sekitar 635 orang
Tumpang Tindih Kepentingan:
Pengelolaan pariwisata sering terjadi tumpang tindih kepentingan baik masyarakat,
pelaku wisata, pemerintah maupun wisatawan, seperti konflik sosial budaya tak
terhindarkan antara industri pariwisata dan penduduk lokal di kota-kota bersejarah
yang menantang proses pengembangan pariwisata. (Haija; 2011).

Hal lain yang menjadi berebutnya kepentingan adalah representasi sosial


diterapkan untuk mengeksplorasi persaingan klaim untuk versi yang sah terhadap
kawasan pengelolaan, penggusuran komunitas lokal, dan pengucilan warga
setempat dari berbagi manfaat pariwisata, kekuasaan yang tidak seimbang dan
kurangnya nilai-nilai bersama antara stakeholder. (Po-Hsin Lai, Yi-Chung Hsu &
Sanjay K. Nepal; 2013 )

Di Desa Wisata Palgading masih terdapat tumpang tindih beberapa kepentingan,


diantaranya adalah pembatasan pengelolaan kawasan antara kegiatan wisata
dengan kegiatan kehidupan sehari hari.
-Kepariwisataan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari.
-Kegiatan kepariwisataan yang hanya dilakukan untuk atraksi wisata.
Kepariwisataan yang hanya
dilakukan untuk atraksi wisata.

A. Budaya
•Situs candi Palgading
•Mocopatan
•Uyon-uyon

B. Budaya B. Adventure
•Kegiatan merti bumi •Hiking persawahan & Sungai
•Kompetisi burung dara •Bumi perkemahan

C. Home Industri C. Home Industri


•Kerajinan tas serat alam •Kerajinan kuda lumping
•Kerajinan kulit
•Kerajinan kayu
•Kuliner (Nasi wiwit & wedang
sumilak)
Ruang Desa dan Ruang Wisata.

1. Penanda secara fisik:Batas wilayah administrasi berdasarkan penanda fisik


dapat dinyatakan secara jelas, misalnya jalan dan sungai.
2. Penanda non fisik. Penanda non fisik pada batas wilayah adat dapat diamati
dari setting perilaku (behaviour setting) masyarakatnya, misalnya masih
mengikuti hukum dan kesepakatan (sawah, kebun, dll).

Sistem Penguasaan dan Kepemilikan Tanah


Sistem pembagian tanah warisan juga masih berlaku sesuai dengan kearifan
lokal/local wisdom yang masih dipertahankan sejak saat ini, yaitu dengan ketentuan
pembagian yang di “Cung” (ditetapkan) oleh kedua orang tua. Hal ini tidak
terpengaruh luasan tanah yang diberikan antara laki-laki ataupun perempuan, serta
tidak terkait anak tersebut laki-laki ataupun anak perempuan. Serta juga tidak
mengikuti ketentuan dalam Agama Islam yaitu pembagian tanah warisan untuk
anak laki-laki dua bagian dari pada anak perempuan.
Terbentuknya Dusun Paldgading menjadi Sebuah desa wisata tentu akan sangat
berimplikasi kepada pemanfaatan ruang dan kepemilikan ruang di dalam desa
tersebut. Dengan adanya pembentukan kelembagaan yang mengelola desa wisata
maka aktivitas desa wisata tersebut dapat dijaga bersama-sama dengna
memanfaatkan kearifan lokal/local wisdom yang ada, seperti halnya menjadikan
ruang komunal sebagai ruang wisata juga sebagai contoh sumber air Sendang Adi
yang dijadikan sebagai river tracking yang dapat dijaga dan dikelola oleh seluruh
masyarakat Desa Wisata Palgading. Untuk tempat Camping Ground and
Outbound memanfaatkan Tanah Plungguh/bengkok Desa Palgading.

Untuk tempat-tempat lainnya yang sebagian melibatkan kepemilikan masyarakat


maka kegiatan wisata tersebut dilakukan dengan melibatkan masyarakat tersebut
sebagai pemandu kegiatan, misalnya seperti kegiatan wisata pertanian, tracking
sawah, dan kompetisi burung dara. Begitu juga dengan wisata-wisata budaya
seperti uyon-uyon, mocopat, dan karawitan juga melibatkan masyarakat pelaku
seni tersebut sekaligus memanfaatkan lokasi tempat tinggal mereka sebagai
kawasan atraksi kegitan.
Terdapat sejumlah definisi mengenai wisatawan. Burkart dan Medlik (dalam Ross,
Glenn F, 1998;.30) menyebutkan bahwa wisatawan memiliki empat ciri utama, yaitu:

1. Orang yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di berbagai tempat tujuan


wisata;
2. Tempat tujuan wisata berbeda dengan tempat tinggal dan tempat bekerja
sehari-hari;
3. Bermaksud untuk pulang kembali dalam beberapa hari atau bulan karena
perjalanan wisata bersifat sementara, dalam jangka waktu pendek;
4. Perjalanan bukan untuk mencari tempat tinggal untuk menetap atau bekerja
untuk mencari nafkah.
Jumlah kunjungan ke desa wisata sudah menunjukkan angka yang relatif tinggi terutama di
Kabupaten Sleman yang memiliki jumlah desa wisata yang cukup tinggi di Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, yaitu terdapat 33 desa wisata dengan jumlah kunjungan pada tahun
2013 sebanyak 137.281 orang, yang terbagi menjadi 106.194 orang wisatawan nusantara
dan 31.087 orang wisatawan mancanegara. Sedangkan di Desa Palgading sendiri
wisatawan yang berkunjung ke sana sebanyak 1.815 orang selama tahun 2012
1. Sistem nilai dan kearifan lokal/local wisdom masih sangat melekat dan masih
diterapkan sebagai pedoman dalam kehidupan, baik kearifan lokal yang
berwujud nyata (tangible), maupun kearifan lokal/local wisdom yang tidak
berwujud (intangible).
2. Terjadinya tumpang tindih kepentingan pemanfaatan lingkungan yang dapat di
atasi dengan menempa kesuksesan dalam berkolaborasi kegiatan baik antar
pemangku kepentingan maupun masyarakatnya.
3. Adanya pembagian konsepsi ruang berdasarkan wilayah administrasi, batas
wilayah berdasarkan batasan fisik maupun batasan berdasarkan aktivitas,
sistem penguasaan dan kepemilikan tanah, serta dapat mengintegrasikan
kegiatan wisata ke dalam aktivitas kehidupan sehari-hari masyarakat Desa
Wisata Palgading.
5. Perlu adanya penyeimbang hubungan kekuasaan, serta lebih meningkatkan nilai
kebersamaan antar stakeholder dalam pemanfaatan ruang.
6. Optimalisasi sumber daya lingkungan yang merupakan elemen kunci dalam
pengembangan pariwisata, serta mempertahankan proses ekologi dan
membantu untuk melestarikan alam warisan dan keanekaragaman hayati.
7. Menghormati keunikan sosial-budaya masyarakat lokal, melestarikan dan
membangun warisan budaya dan nilai-nilai tradisional, dan berkontribusi untuk
antar-budaya.
8. Optimalisasi pemanfaatan ruang yang sama dalam dua layer yang berbeda
(aktivitas masyarakat & aktivitas wisata),

Anda mungkin juga menyukai