Anda di halaman 1dari 16

ADAPTASI LINGKUNGAN MASYARAKAT PENDATANG

DALAM CERITA RAKYAT BONTANG

ECOLOGIC ADAPTATION OF IMMIGRANT IN BONTANG’S FOLKTALES

Aquari Mustikawati
Kantor Bahasa Kalimantan Timur
Jalan Batu Cermin No. 25, Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia
Telepon (0541) 250256, Faksimile (0541) 250256
Pos-el: aquari.mustikawati@kemdikbud.go.id

Naskah diterima: 14 November 2017; direvisi: 22 Maret 2018; disetujui: 18 Juni 2018

Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.29255/aksara.v30i1.125.59-73

Abstrak
Penelitian ini bertujuan menggambarkan bentuk adaptasi masyarakat pendatang di Bontang
yang dipaparkan dalam cerita rakyatnya. Adaptasi tersebut meliputi cara-cara para pendatang
bertahan hidup dan mengembangkan budayanya di Bontang. Masalah yang difokuskan dalam
penelitian ini adalah bagaimana adaptasi masyarakat pendatang terhadap lingkungan dan
perkembangannya yang tergambar dalam cerita rakyatnya secara geografis, sosial, dan religi.
Untuk memecahkan masalah dan mencapai tujuan digunakan metode kualitatif yang bersifat
deskriptif, yaitu dengan cara mendeskripsikan cara-cara adaptasi masyarakat pendatang dalam
cerita rakyatnya. Dengan menggunakan teori ekologi budaya, tulisan ini menganalisis proses
pemertahanan lingkungan dan budaya masyarakat pendatang sebagai adaptasi yang tinggal di
daerah tersebut. Hasil penelitian membuktikan/menunjukkan bahwa masyarakat pendatang
melakukan adaptasi lingkungan dengan cara menggunakan teknologi yang sesuai dengan pola
daerah baru. Sementara itu, pola adaptasi sosial dan religi merupakan perkembangan budaya dari
adaptasi lingkungan, yaitu munculnya perniagaan dan ritual religi memberi sesaji untuk laut.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa adaptasi yang dilakukan masyarakat pendatang
tersebut selain bertujuan untuk kebertahanan hidup mereka di daerah baru juga secara tidak
langsung telah menciptakan ketahanan budaya dari tempat asal mereka di tempat baru, yaitu
wilayah Bontang. Salah satu bentuk pemertahanan budaya masyarakat pendatang di Bontang
diwujudkan dalam penyelenggaraan ritual pesta laut sebagai bentuk kebergantungan kehidupan
mereka terhadap laut.

Kata kunci: adaptasi, ekologi, pendatang, cerita rakyat, Bontang

Abstract
This article aims to explain the adaptation immigrant communities in Bontang in the reflected by
its folklores by three ways: geographicaly, socialy, and religiosly. The problem of this research
is immigrant’s adaptation by environment, social, and religion. Descriptive qualitative method
was used to solve the problems and gain the reasearch purpose. By using cultural antropological
approcach and cultural ecology theory, this paper analyzes the process of enviromental and
cultural preservation as an adaptation immigrant communities living in the area. The analyzes
was perfomed by describing the way society’s adaptation to the environment in folktales. The
result of this research showed that the adaptation is done by using the appropriate technology
with a new region pattern.Meanwhile, the pattern of social and religious adaptation is a
cultural development of environmental adaptation, namely the emergence of commerce and

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 30, No. 1, Juni 2018 59
Adaptasi Lingkungan Masyarakat Pendatang dalam Cerita Rakyat Bontang (Aquari Mustikawati) Halaman 59 — 74

religious rituals for the sea. The conclusion of the research are adaptations made the immigrant
communities were not only aim for their survival in the new area but also has indirectly created
a culture of resistance from their home in a new place. One of process of culture enduring is
embodied in the sea party rituals as realization of their dependence of the sea.

Keywords: adaptation, immigrant, folktales, ecology, Bontang

PENDAHULUAN Sulawesi dan suku-suku lain, termasuk Kutai.


Kehidupan masyarakat pendatang di Bontang Perpindahan suku Bugis, Mandar, dan
terdokumentasi dalam cerita rakyatnya. Seba­ Kutai di wilayah Bontang disebabkan bebe­
gai kekayaan budaya, cerita rakyat Bontang rapa alasan. Suku Mandar yang mendiami
dapat digunakan untuk memahami pandangan daerah Tanjung Laut, Bontang melakukan
dan dinamika kehidupan masyarakat penda­ migrasi karena alasan keamanan. Pada
tang di wilayah tersebut. Hal itu sejalan dengan waktu itu di Sulawesi Selatan, termasuk
pendapat Pudentia (2003, hlm. 1) bahwa Sulawesi Barat terjadi pemberontakan Kahar
cerita rakyat atau prosa rakyat merupakan Muzakar yang cukup merugikan masyarakat
produk kultural yang mengandung berbagai di kedua daerah tersebut yang menyebabkan
hal yang menyangkut hidup dan kehidupan sebagian masyarakat memilih meninggalkan
komunitas pemiliknya, misalnya sistem nilai, daerahnya untuk mencari daerah baru yang
kepercayaan dan agama, kaidah-kaidah sosial, lebih aman. Alasan suku Bugis meninggalkan
etos kerja, bahkan penjabaran dinamika sosial daerah asalnya dan bermigrasi ke Bontang
masyarakatnya. berhubungan dengan budaya merantau ma­
Kota Bontang, Kalimantan Timur dikenal syarakatnya. Dalam sistem budaya mereka
sebagai kota industri yang dikenal dengan ditemukan falsafah hidup yang terkait dengan
sumber daya gas. Namun, selain sebagai kota laut dan tradisi merantau yang diekspresikan
industri, Bontang juga dikenal sebagai kota melalui ungkapan, salah satu contohnya
pendatang. Hal tersebut karena beberapa adalah palettui alemu riolo tejjokamu, bahwa
suku pendatang yang ada di sekitar Bontang orang hendak merantau harus mengatahui
mendominasi jumlah penduduk di Bontang tempat yang akan dituju dan lingkungan sosial
yang pada waktu itu masuk dalam wilayah dan budaya masyarakat setempat (Puguh
Kesultanan Kutai Kartanegara sehingga budaya dkk., 2016, hlm. 57). Ungkapan masyarakat
yang terbentuk di wilayah tersebut adalah Bugis tersebut membenarkan keuletan mereka
budaya yang berasal dari para pendatang. Purba bertahan di tanah perantauan. Sementara itu,
(2012, hlm. 2) menyebutkan bahwa ada empat alasan suku Kutai yang mendiami wilayah
kampung yang dianggap sebagai cikal bakal Guntung dan sekitarnya adalah untuk mencari
Kota Bontang. Kampung-kampung tersebut kehidupan yang lebih baik, yaitu dengan cara
adalah pemukiman yang dibentuk oleh suku- membuka daerah baru yang masih dalam
suku pendatang dari suku Kutai, suku Bugis, wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara.
dan suku Mandar. Mobilisasi pendatang ke Perubahan lingkungan tempat tinggal
Bontang disebabkan oleh salah satunya adalah mengharuskan pendatang di Bontang me­
letak geografis Bontang yang bersebelahan lakukan proses adaptasi di tempat baru.
dengan Selat Makassar. Letak geografis Adaptasi dapat diartikan sebagai cara-cara
tersebut meyebabkan Bontang sebagai tujuan yang dilakukan manusia untuk menghadapi
terdekat migrasi masyarakat yang berasal dari perubahan lingkungan dan budaya. Pengkajian

60 , Vol. 30, No. 1, Juni 2018 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 59 — 74 (Aquari Mustikawati) Ecologic Adaptation of Immigrant in Bontang’s Folktales

tentang hubungan manusia dan lingkungan mencermati bagaimana manusia merespon


meliputi berbagai macam aspek, mencakup lingkungan untuk menjaga kelangsungan
bagaimana dan mengapa kebudayaan me­ hidupnya (Taniardi, 2013, hlm. 29). Relasi
mecahkan permasalahan subsistensi manusia manusia dengan lingkungan bersifat timbal
(Sutton, 2010, hlm. 4). Proses adaptasi yang balik, yaitu manusia memerlukan sumber
dilakukan masyarakat pendatang terangkum daya alam untuk kelangsungan hidupnya
dalam cerita rakyat masyarakat Bontang. dan lingkungan memerlukan pengolahan
Proses adaptasi pendatang terhadap yang bijak untuk tetap lestari. Manusia perlu
lingkungan baru, yaitu daerah Bontang dan menjaga kelestarian lingkungan agar manusia
perkembangan peradaban dapat ditemukan dapat bertahan hidup. Beberapa permasalahan
dalam cerita rakyat Bontang. Sehubungan lingkungan yang terjadi sebagaian besar
dengan hal itu, Danandjaja (2008, hlm. dikarenakan kesalahan manusia dalam me­
73) mengungkapkan bahwa cerita rakyat ngolah lingkungan. Akibat pengolahan ling­
dapat digunakan sebagai alat untuk me­ kungan yang salah merugikan manusia.
ngetahui pola pikir folk-nya (masyarakat Teori ekologi budaya pertama kali di­
pemiliknya). Masyarakat pemilik cerita rakyat cetuskan oleh Julian H. Steward pada tahun
mengabadikan atau mengungkapkan sesuatu 1930-an, yaitu ilmu yang mempelajari
yang dirasa penting dalam masa tertentu. bagaimana manusia merespons lingkungan
Sebagai bagian dari folklor, cerita rakyat untuk menjaga kelangsungan hidupnya.
mengungkapkan kepada masyarakat pola Ekologi pada awalnya adalah suatu ilmu yang
pikir (folk) masyarakat pemiliknya dan hal-hal mempelajari keterkaitan antara organisme dan
yang dirasa penting bagi mereka pada suatu lingkungan, termasuk lingkungan fisik dan
masa. Cerita rakyat Bontang mengungkapkan berbagai bentuk organisme (Poerwanto, 2000,
pemikiran masyarakatnya, terutama pola pikir hlm. 67). Hal itu berarti bahwa kehidupan
tentang adaptasi di Bontang. organisme ditentukan oleh lingkungan. Namun,
Untuk mengetahui hal tersebut, masalah beberapa ahli antropologi, terutama Julian H.
yang dibahas dalam penelitian ini adalah Steward berpandangan bahwa tidak selalu
bagaimana bentuk adaptasi masyarakat alam memengaruhi kebudayaan masyarakat.
pendatang terhadap lingkungan yang meliputi Artinya, manusia sebagai makhluk sosial juga
cara bertahan hidup dan perkembangan memiliki peran dalam membentuk budaya
budayanya dalam cerita rakyat Bontang mereka berdasarkan geografis tempat tinggal
berdasarkan pengamatan lingkungan, sosial, mereka. Steward berpendapat bahwa interaksi
dan religi. Berdasarkan permasalahan tersebut budaya dan lingkungan dapat dianalisis dalam
penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan kerangka sebab akibat. Hal itu berarti bahwa
bentuk adaptasi masyarakat pendatang terhadap lingkungan turut membentuk kebudayaan
lingkungan, yaitu cara mereka beradaptasi dan manusia di suatu tempat tertentu, sebaliknya
perkembangan budayanya dalam cerita rakyat manusia dengan pola-pola kehidupan yang
Bontang melalui pengamatan lingkungan, dimilikinya mampu mengubah lingkungan
sosial, dan religi. sesuai dengan kebutuhan hidup mereka.
Untuk dapat menjawab pertanyaan dalam Sudikan (2016, hlm. 167) menyebutkan bahwa
permasalahan, penelitian ini menggunakan teori ekologi budaya berupa sistem pengetahuan
ekologi budaya, suatu cabang ilmu antropologi manusia sebagai makhluk sosial dalam
yang mempelajari hubungan manusia dengan memahami dan menginterpretasi lingkungan
lingkungan tempat mereka tinggal. Kajian ini alam. Lebih lanjut, Sudikan mengatakan

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 30, No. 1, Juni 2018 61
Adaptasi Lingkungan Masyarakat Pendatang dalam Cerita Rakyat Bontang (Aquari Mustikawati) Halaman 59 — 74

bahwa kebudayaan merupakan suatu kesatuan selain mendeskripsikan cerita rakyat di daerah
ide atas serangkaian nilai-nilai norma yang Bontang juga mengungkap kearifan lokal yang
selektif dalam menghadapi suatu lingkungan terdapat di dalamnya. Nilai-nilai kearifan lokal
sosial dan alam. Hal itu melingkupi cara- tersebut ditelusuri melalui unsur-unsur budaya
cara manusia berhadapan dengan alam dalam cerita rakyat tersebut berdasarkan tujuh
menggunakan nilai-nilai budaya mereka. unsur kebudayaan Koentjaraningrat (2015,
Berhubungan dengan hal tersebut Steward hlm. 165) yang dapat ditemukan pada semua
menyarankan beberapa pokok kebudayaan bangsa di dunia. Ketujuh unsur tersebut adalah
yang perlu dikaji secara mendalam berkaitan bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial,
dengan hubungan manusia dan alam, yaitu (1) sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem
teknologi yang dikembangkan sebagai sarana mata pencaharian hidup, sistem religi, dan
eksploitasi sumber daya alam; (2) pola perilaku kesenian. Hasil penelitian ini menunjukkan
yang terkait dengan teknologi eksploitasi bahwa cerita rakyat Kota Bontang menampilkan
sumber daya alam; dan (3) unsur-unsur lain di nilai kearifan lokal yang tercermin dalam tujuh
mana kebudayaan berinteraksi dengan alam. unsur budaya. Unsur budaya berupa bahasa
Penggunaan teknologi dalam hubungannya ditunjukkan melalui penamaan Bontang yang
dengan alam merupakan strategi manusia agar berasal dari beberapa kata yang mempunyai
dapat mengeksploitasi alam untuk kebutuhan makna tertentu. Organisasi sosial dalam
mereka. Penggunaan teknologi tersebut cerita rakyat Bontang ditunjukkan melalui
mengakibatkan beberapa perubahan pola migrasi masyarakat, sistem kepemimpinan,
perilaku manusia yang berhubungan dengan dan adanya akulturasi budaya. Sistem religi
alam. ditunjukkan dengan adanya kepercayaan
Teori ekologi budaya ini berhubungan masyarakat tentang adanya hal gaib di benda-
erat dengan konsep evolusi budaya yang benda, seperti karang dan pohon, serta orang
juga menjelaskan adaptasi manusia dengan yang mempunyai kekuatan gaib. Unsur budaya
lingkungan yang dipengaruhi oleh teknologi berupa sistem pengetahuan terlihat dengan
manusia untuk menguasai sumber daya alam. adanya pengetahuan mengenai sistem jual
Konsep evolusi yang dicetuskan Leslie White beli, yaitu barter dan di bidang pelayaran.
ini meliputi dua tipe, yaitu perkembangan Penelitian yang menyoroti tentang pe­
karakteristik fisik manusia dalam suatu ranan tradisi lisan, yaitu mitos terhadap
lingkungan tertentu dan modifikasi tingkah kelang­sungan kehidupan laut pernah dilakukan
laku manusia, seperti adat kebiasaan yang oleh Asrif (2015). Dalam tulisannya, Asrif
diturunkan dari generasi ke generasi. Proses me­ngungkapkan masyarakat maritim di
adaptasi manusia terhadap lingkungan Wakatobi masih memegang teguh mitos
meliputi dua hal tersebut, yaitu teknologi yang Imbu, yaitu gurita raksasa berlengan sembilan
ditekankan oleh Steward dan perkembangan yang dianggap sebagai makhluk raksasa
manusia yang diutarakan oleh White. Konsep yang mampu merusak dan menenggelamkan
evolusi ini merupakan awal mula dari kapal. Kemunculan Imbu yang diawali dengan
perkembangan peradaban manusia. Melalui perubahan kondisi alam yang tidak biasa,
proses adaptasi, masyarakat pendatang di yaitu terjadinya gelombang/angin besar pada
Bontang dapat mengembangkan kebudayaan saat seharusnya gelombang meneduh atau
baru di wilayah tersebut. sebaliknya. Keadaan ini dianggap sebagai
Penelitian tentang cerita rakyat Bontang bentuk represi sosok Imbu terhadap manusia
pernah dilakukan Utomo (2014). Penelitian ini agar melakukan koreksi terhadap tindakannya

62 , Vol. 30, No. 1, Juni 2018 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 59 — 74 (Aquari Mustikawati) Ecologic Adaptation of Immigrant in Bontang’s Folktales

yang termasuk dalam laut. Bentuk represi identifikasi ranah adaptasi, yaitu penggunaan
Imbu tersebut dianggap manusia sebagai teknologi yang berhubungan dengan ling­
peringatan agar manusia menghentikan kungan dalam cerita rakyat Bontang, (3)
perusakan laut dan melarungkan sesaji ke analisis internal ranah adaptasi dengan
laut dan memanjatkan doa agar terhindar pendekatan ekologi budaya dan konsep evolusi
dari bencana yang lebih besar. Mitos Imbu budaya, (4) dan menyimpulkan perkembangan
memiliki pemahaman bahwa laut sebagai budaya masyarakat pendatang.
ladang sumber perekonomian masyarakat
sekitarnya berperan penting dan perlu dijaga HASIL DAN PEMBAHASAN
dan dihormati. Sebagai simpulannya, Asrif Seperti yang sudah disebutkan di awal tulisan
mengungkapkan bahwa mitos Imbu perlu terus ini bahwa adaptasi diperlukan oleh pendatang
diwacanakan karena mampu mengontrol niat dari Sulawesi dan Kutai untuk bertahan hidup
dan tindakan masyarakat yang pada akhirnya di wilayah Bontang. Mereka melakukan
melindungi alam laut. berbagai cara adaptasi di tempat baru yang
meliputi adaptasi lingkungan dan budaya. Hal
METODE tersebut sejalan dengan prinsip ekologi budaya
Penelitian ini adalah penelitian pustaka yang yang diutarakan Kaplan (2002, hlm. 102) yang
mengambil data dari cerita rakyat Bontang yang terdiri atas dua hal. Hal pertama adalah cara
sudah didokumentasikan dalam bentuk buku sistem budaya beradaptasi dengan lingkungan
oleh Mursalim dan Hamsyi Gazali pada tahun dan sebagai konsekuensi adaptasi sistemik
2007 dengan judul Cerita Rakyat Bontang. tersebut adalah cara institusi dalam suatu
Data lain yang dipakai sebagai sumber dalam budaya beradaptasi atau saling menyesuaikan
tulisan ini adalah buku yang ditulis oleh Imam diri. Lebih lanjut Kaplan mengatakan bahwa
Budi Utomo dkk. pada tahun 2014 dengan judul ekologi budaya mementingkan proses adaptasi
“Cerita Rakyat Bontang”. untuk melihat kemunculan, pemeliharaan, dan
Untuk mengetahui adaptasi lingkungan transformasi dari berbagai budaya.
masyarakat Bontang berdasarkan cerita Berkenaan dengan hal tersebut proses
rakyatnya, penelitian ini menggunakan adaptasi yang ada dalam cerita rakyat Bontang
metode kualitatif yang bersifat deskriptif. memiliki dua tataran yang diutarakan oleh
Metode kualitatif menurut Bogdan dan Taylor Kaplan tersebut. Sistem budaya beradaptasi
(Moleong, 1994, hlm. 3) sebagai prosedur dengan lingkungan dikarenakan pendatang
penelitian yang menghasilkan data deskriptif sudah memiliki budaya di tempat asal mereka.
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang- Dalam tataran ini masyarakat pendatang
orang dan perilaku yang dapat diamati. menguatkan budaya dari tempat asalnya
Lebih lanjut, Moleong menyimpulkan bahwa ke tempat baru. Mereka yang berasal dari
pendekatan ini diarahkan pada latar dan masyarakat agraris berusaha mencari tempat
individu secara holistik yang tidak boleh yang subur untuk menciptakan sistem pertanian
mengisolasi individu ke dalam variabel atau di tempat baru. Hal tersebut dapat ditemukan
hipotesis. dalam cerita rakyat “Asal-Usul Bontang versi
Langkah-langkah yang dilakukan untuk Aji Palo I, II, dan III”, “Asal-Usul Bontang
mengetahui adaptasi masyarakat pendatang versi Kata Bentang atau Bengkak”, dan “Asal-
dalam cerita rakyat Bontang adalah (1) Usul Guntung”. Sementara itu, masyarakat
menentukan ranah adaptasi yang dilakukan bahari memilih tempat di tepi laut sebagai
para pendatang dalam cerita rakyatnya, (2) tempat tinggal sekaligus tempat mencari

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 30, No. 1, Juni 2018 63
Adaptasi Lingkungan Masyarakat Pendatang dalam Cerita Rakyat Bontang (Aquari Mustikawati) Halaman 59 — 74

nafkah. Hal tersebut dapat dijumpai dalam permukiman bagi masyarakatnya terbentuk,
cerita rakyat “Legenda Desa Tanjung Laut”, Aji Pao memutuskan untuk mengolah daerah
“Kisah Dukun Sakti Pak Abad”, dan “Cerita aliran sungai tersebut menjadi lahan pertanian
Adat Menjamu Karang”. Tataran yang kedua yang menghasilkan sehingga dapat dinikmati
adalah institusi yang saling menyesuaikan diri orang banyak. Dengan demikian, permukiman
yang dapat ditemui dalam cerita “Asal-Usul yang dibentuk kemudian memiliki masa depan
Bontang versi Aji Palo I, II, dan III” tentang yang pasti.
perniagaan dan kawin campur. Kerja sama dan Teknologi yang digunakan Aji Pao dan
toleransi dalam bermasyarakat dalam “Asal- pengikutnya untuk dapat bertahan hidup di
Usul Guntung”. daerah baru adalah membangun lumbung
untuk menyimpan hasil pertanian sebagai
Adaptasi Lingkungan Alam/Geografi bahan makanan. Dengan demikian, persediaan
Adaptasi lingkungan yang dilakukan para makanan akan selalu tercukupi bagi keluarga
pendatang dari Kutai dan Sulawesi dalam yang akan diajak bermukim di tempat
usahanya mendiami wilayah Bontang adalah tersebut.
dengan melalui dua cara, yaitu mengolah tanah
untuk menghasilkan produk pertanian dan Setelah Aji Pao dan pengikutnya berhasil
membangun lumbung yang bukan saja
menggunakan teknologi untuk memudahkan
berisikan padi, tetapi juga berisikan berbagai
proses adaptasi mereka. Pendatang yang
jenis tanaman palawija lainnya, maka
berlatar pertanian mempersiapkan wilayah kembalilah Aji Pao dan para pengikutnya
Bontang yang pada masa itu masih berupa untuk menjemput keluarga yang kemudian
hutan belantara sebagai lahan pertanian. diajak bermigrasi (Utomo, 2014, hlm 21).
Mereka berusaha mendapatkan wilayah
daratan, rawa, dan tepi sungai sebagai tempat Penggunaan teknologi lumbung yang
pemukiman. Hal tersebut terdapat cerita rakyat dilakukan oleh Aji Pao dan pengikutnya
Bontang yang berjudul “Asal Usul Bontang merupakan suatu strategi adaptasi di tempat
versi Cerita Aji Pao”. Aji Pao dalam cerita baru untuk dapat hidup berkecukupan bagi
rakyat adalah seorang yang dekat dengan keluarga mereka. Perubahan pola perilaku
Sultan Kutai (versi pertama menceritakan yang terjadi pada masyarakat pendatang
bahwa Aji Pao adalah orang Bugis yang diberi adalah selain memertahankan pola agraris,
gelar kebangsawanan oleh Sultan Kutai, juga memberlakukan pola simpan hasil
sedangkan versi lainnya mengatakan bahwa pertanian. Perubahan pola perilaku tersebut
Aji Pao adalah seorang bangsawan Kutai). Ia merupakan pengembangan dari sistem agraris
bersama pengikutnya mencari sebuah daerah konvensional. Sistem pertanian mereka tidak
sebagai tempat pemukiman orang-orangnya. membatasi jumlah hasil pertanian karena
Ia kemudian menemukan daerah Bontang kelebihan hasil dapat disimpan di lumbung-
yang memiliki aliran sungai yang dijaga oleh lumbung yang ada.
tiga makhluk halus yang bergelar sang, yaitu Kelompok pendatang dari suku Kutai
Sang Attak, Sang Kima, dan Sang Antan. yang bermigrasi ke Bontang lainnya adalah
Aji Pao berpikir bahwa daerah aliran sungai keluarga Kesultanan Kutai, yaitu Aji Gau
tersebut adalah daerah yang subur sehingga Gelar Adji Pangeran Kartanegara II atau
Aji Pao berkeinginan untuk menjadikan Adji Pangeran Ratu II beserta pengikutnya
tempat tersebut sebagai tempat permukiman yang diceritakan dalam cerita rakyat berjudul
masyarakatnya. Namun, sebelum tempat “Asal Usul Guntung”. Dalam cerita tersebut

64 , Vol. 30, No. 1, Juni 2018 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 59 — 74 (Aquari Mustikawati) Ecologic Adaptation of Immigrant in Bontang’s Folktales

diceritakan para pendatang tersebut bermukim rendah dan pohon buah-buahan ditanam da­
di wilayah Pakuaji yang bersebelahan dengan taran tinggi. Sebagai hasil dari pola pertanian
Kampung Kanibungan dan Lempake. Oleh masyarakat Guntung terbentuklah pemukiman
karena pertambahan penduduk di daerah baru di antara dua tempat tersebut.
tersebut yang semakin banyak, kelompok
pendatang tersebut bersama-sama dengan Untuk memudahkan penduduk dari ketiga
kampung itu mengawasi sawah dan kebun,
penduduk lainnya membuka ladang baru
mereka membangun pondok-pondok di sekitar
di tempat yang belum ditempati penduduk.
Guntung. Kian lama kian banyak penduduk
Strategi perladangan yang dilakukan mereka yang akhirnya memilih untuk tinggal menetap
untuk mendapatkan hasil yang maksimal di Guntung. Dengan tinggal di Guntung
adalah membagi lahan menjadi dua tipe, yaitu mereka akan lebih mudah mengawasi sawah
sawah dan ladang. dan kebun. Hingga saat ini daerah Guntung
telah berkembang menjadi daerah pemukiman
Wilayah peladangan tersebut mereka bagi penduduk (Utomo, 2014, hlm. 48).
untuk persawahan dan perkebunan. Di dataran
yang lebih rendah mereka menanam padi. Padi Permukiman baru di wilayah Guntung,
yang tumbuh di daerah ini sangat subur dan yaitu daerah yang merupakan danau kecil
tinggi-tinggi. Sementara itu, di daerah yang atau genangan air di antara dataran tinggi dan
lebih tinggi, penduduk menanam pohon buah-
dataran rendah tersebut kemudian menjadi
buahan seperti nangka, cempedak, keledang,
sebuah pemukiman yang sampai dengan saat
langsat, kopi, rambutan, wanyi, mangga,
durian, lai, keretongan, lahong, kelapa, dan ini merupakan wilayah suatu desa di Bontang.
sebagainya. Selain itu, mereka juga menanam Adaptasi masyarakat di sekitar Guntung
pohon rumbia untuk diambil sagunya dan terhadap alam, terutama di bidang pertanian
pohon aren untuk diambil airnya sebagai adalah menjaga lahan dengan cara mendirikan
bahan pembuatan gula merah (Utomo, 2014, rumah sementara di antara dataran tinggi dan
hlm. 37).
dataran rendah. Adaptasi tersebut kemudian
berkembang menjadi pemukiman sebagai
Adaptasi masyarakat Pakuaji, Kanibungan
perubahan pola perilaku para pendatang. Pola
dan Lempake membuktikan bahwa kebudayaan
perilaku manusia di sekitar daerah genangan
mereka mampu memecahkan permasalahan
air pada mulanya berhubungan pola pertanian,
mereka di tempat baru. Secara sosial mereka
berkembang menjadi pola permukiman.
hidup berdampingan dengan rukun. Dalam
Cerita rakyat “Asal-Usul Guntung”
hal mata pencaharian, mereka berbagi
me­nunjukkan bahwa selain upaya untuk
ladang bersama dan menjaga sawah mereka
meningkatkan hasil pangan bagi kebutuhan
bersama-sama. Bahkan, mereka menciptakan
mereka, penduduk di daerah tersebut juga
kebudayaan baru, yaitu membagi lahan
memikirkan upaya pelestarian lingkungan.
pertanian mereka menjadi persawahan dan
Dataran tinggi sengaja ditanami tumbuhan
perladangan.
tinggi yang dapat menjaga tanah dari efek
Teknologi yang ditunjukkan masyakat da-
tanah longsor. Sementara itu, di dataran
lam cerita rakyat “Asal-Usul Guntung” berupa
rendah yang lebih subur ditanami padi. Pola
pola pertanian tertentu yang mereka percayai
perilaku manusia berkembang tidak hanya
dapat mendatangkan hasil yang memuaskan.
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka,
Pola pertanian yang mereka ciptakan ada-
tetapi juga berhubungan dengan kelestarian
lah membagi tanaman dataran tinggi dan da-
lingkungan. Faktanya, di antara dataran tinggi
taran rendah, yaitu padi ditanam di dataran

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 30, No. 1, Juni 2018 65
Adaptasi Lingkungan Masyarakat Pendatang dalam Cerita Rakyat Bontang (Aquari Mustikawati) Halaman 59 — 74

dan rendah ada sebuah genangan air seperti diri ke Kalimantan menggunakan dua buah
danau tempat rusa di wilayah tersebut minum. kapal, yaitu kapal besar dan kapal kecil.
Artinya, daerah tersebut adalah daerah subur
yang memiliki sumber air untuk tanaman di Secara perlahan-lahan perahu Haji Hubbi
melaju menuju ke tengah laut dan pada
sekitarnya.
akhirnya sampai ke perahu layar Bintang
Adaptasi lingkungan lainnya dilakukan
Mamuju yang akan membawa Haji Hubbi ke
oleh masyarakat pendatang di daerah pesisir Kalimatan Timur. Setelah sampai ke perahu
Bontang. Mereka berasal dari Sulawesi, yaitu layar, maka perahu kecil digandeng (ditonda)
suku Bugis dan Mandar yang memiliki latar berlayar melalui Selat Makassar (Mursalim,
belakang sebagai nelayan. Adaptasi yang 2007, hlm. 11).
mereka lakukan berhubungan dengan mata
pencaharian dan sumber perekonomian mereka Alat transportasi yang pertama adalah
yang bergantung pada laut. Cerita rakyat kapal/perahu besar yang digunakan Haji Hubbi
“Legenda Desa Tanjung Laut” mengungkap untuk mengarungi Selat Makassar menuju
bahwa sebagian masyarakat Mamuju, Sulawesi Kalimantan Timur. Perahu besar digunakan
Barat bermigrasi ke Bontang karena alasan mengarungi Laut/Selat Makassar karena
keamanan melakukan migrasi ke Bontang dianggap cukup tangguh menghadapi badai.
menyeberang Selat Makassar. Cerita diawali Sementara itu, perahu kecil yang mereka sebut
dengan perampokan dan penculikan kepala sopek adalah alat transportasi yang digunakan
Kampung Karampuan di Mamuju. Namun, tiba- ketika sudah mendekati daratan sebab di
tiba Haji Hubbi, kepala Kampung Karangpuang daerah pantai yang dangkal tidak dapat dilalui
muncul suatu malam dan menceritakan bahwa kapal besar. Oleh mereka, perahu sopek tetap
ia ditinggalkan di tengah hutan oleh para dibawa dengan cara digandeng atau ditonda
penculiknya. Ia kemudian berlari kembali ke di belakang kapal besar untuk digunakan
kampungnya. Akan tetapi, sebelumnya para ketika mendekati daratan (Mustikawati,
penculik Haji Hubbi agar tidak menampakkan 2014, hlm. 73). Walaupun tidak diceritakan
diri di Mamuju lagi. Atas usul adik Haji Hubbi, dalam cerita “Legenda Desa Tanjung Laut”
yaitu Haji Habibon, kepala Desa Sepang, Haji jenis perahu layar besar yang digunakan Haji
Hubbi harus diungsikan di Kalimantan. Haji Hubbi menyeberang Selat Makassar, dapat
Habibon kemudian memerintahkan tiga orang diyakini bahwa perahu layar tersebut adalah
penduduk Karampuang untuk mengantar Haji sandeq. Seperti diketahu bahwa masyarakat
Hubbi menyeberang Selat Makassar menuju Mandar memiliki perahu yang sangat terkenal,
Kalimantan, tepatnya di daerah Bontang. Pada yaitu sandeq. Perahu layar tersebut mampu
waktu Haji Hubbi telah tiba di Kalimantan, ia mengarungi lautan, berbentuk lancip, panjang
menetap di Pulau Tehe-tehe, di dekat Bontang. kira-kira 11 meter dengan cadik di kanan
Di pulau tersebut ia dan beberapa pengikutnya kirinya (Sunarti, 2017, hlm. 37).
mencari nafkah dengan menjadi nelayan.
Haji Hubbi dan Haji Habibon, tokoh dalam Adaptasi Lingkungan Sosial Kemasya­
cerita “Legenda Desa Tanjung Laut Bontang” rakatan
diceritakan sebagai orang-orang yang akrab Adapatasi yang dilakukan oleh pendatang
dengan laut. Hal itu terlihat melalui teknologi di Bontang selain dikenalkannya teknologi
kelautan yang mereka miliki. Dalam cerita sebagai salah satu strategi dalam bertahan
rakyat “Legenda Desa Tanjung Laut Bontang” hidup di daerah baru juga memperlihatkan
diceritakan bahwa ketika Haji Hubbi melarikan perubahan perilaku masyarakatnya yang juga

66 , Vol. 30, No. 1, Juni 2018 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 59 — 74 (Aquari Mustikawati) Ecologic Adaptation of Immigrant in Bontang’s Folktales

berpengaruh terhadap perkembangan budaya di perilaku sebagai bentuk modifikasi tingkah


daerah Bontang. Masyarakat pendatang dalam laku manusia. Cerita rakyat “Asal-Usul
cerita “Asal-Usul Bontang versi Aji Pao” yang Bontang versi Aji Pao” menunjukkan suatu
memiliki pola pertanian beradaptasi dengan modifikasi tingkah laku, yaitu kerja keras
cara memajukan hasil pertanian sehingga untuk mewujudkan suatu daerah pemukiman
mereka mampu memiliki lumbung sebagai yang subur dan sejahtera dan hemat sehingga
tempat penyimpana hasil pertanian mereka. hasil berlimpah yang dapat disimpan dalam
Dalam tiga versi yang ada, cerita “Asal Usul lumbung. Modifikasi tersebut dilakukan oleh
Bontang versi Cerita Aji Pao” diceritakan masyarakat generasi selanjutnya sehingga
bahwa Aji Pao adalah seorang yang bijak dan dianggap sebagai suatu kebiasaan yang harus
berpandangan luas. Ia memiliki idealisme dilakukan. Selain itu, kelebihan hasil pertanian
untuk mewujudkan masyarakat yang hidup mereka yang disimpan dalam lumbung selain
makmur dengan tatanan sosial yang baik, untuk kebutuhan makan juga ditukar dengan
yaitu selalu rukun dan bekerja keras. Melalui barang kebutuhan lain dengan cara barter
pemikiran Aji Pao tersebut, masyarakat kepada pedagang yang berasal dari Cina.
pendatang dari Kutai yang dipimpin Aji Pao
dapat hidup dengan layak di wilayah Bontang Jarum sejarah berjalan terus, demikian halnya
dengan perkembangan masyarakat Bontang
dengan pertanian sebagai sumber mata
yang pada awalnya terdiri dari suku Kutai yang
pencaharian mereka. Dengan fakta seperti itu,
oleh ketekunan dan semangatnya berusaha,
terciptalah masyarakat yang memiliki etos akhirnya mampu membangun sebuah sistem
kerja yang tinggi. Pengikut Aji Pao merupakan pasar. Tentu saja transaksinya dilakukan
masyarakat pekerja keras untuk menjadikan dengan jalan barter, yakni mereka menawarkan
wilayah tersebut sebagai daerah pemukiman hasil pertanian dan hasil hutan untuk ditukar
yang layak bagi keluarga mereka. dengan alat dan keperluan rumah tangga serta
komoditi lainnya yang tidak mereka hasilkan
Aji Pao adalah orang yang memiliki wawasan seperti tembakau, gula, garam, alat pertanian
luas dan ingin mewujudkan masyarakat adil semisal parang, dan lingga dan lain sebagainya
dan makmur. Ia juga mempunyai etos kerja (Utomo, 2014, hlm. 25).
yang tinggi dan pantang menyerah. Setelah
Aji Pao dan pengikutnya berhasil mendapatkan Hal itu berarti bahwa budaya masyarakat
lumbung yang bukan saja berisikan padi, tetapi pendatang telah mengalami perkembangan
juga berisikan berbagai jenis tanaman palawija tidak hanya dalam hal pertanian, tetapi
lainnya, maka kembalilah Aji Pao dan para juga dalam bidang perniagaan. Dengan
pengikutnya untuk menjemput keluarga yang
menggunakan hasil pertanian sebagai
kemudian diajak bermigrasi (Utomo, 2014,
komoditas, masyarakat pendatang dapat
hlm. 13--14).
meningkatkan kehidupan mereka dengan
Selain kerja keras, penggunaan lumbung cara melakukan perdagangan barter. Model
telah menyebabkan perubahan perilaku perniagaan ini kemudian semakin berkembang
masyarakatnya, yaitu berhemat. Hal tersebut seiring dengan pertambahan penduduk, yaitu
ternyata sangat berguna karena kelebihan pendatang dari Sulawesi, khususnya suku
hasil panen tersebut dapat ditukar dengan Bugis Singkang, suku Mamuju, dan suku Bone.
barang-barang lain yang mereka perlukan Kebutuhan masyarakat yang diceritakan dalam
dalam kehidupan mereka. Konsep evolusi cerita “Asal-Usul Bontang versi Aji Pao” tidak
White mengemukakan suatu perubahan pola hanya berkisar pada pertanian, tetapi sudah

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 30, No. 1, Juni 2018 67
Adaptasi Lingkungan Masyarakat Pendatang dalam Cerita Rakyat Bontang (Aquari Mustikawati) Halaman 59 — 74

meningkat pada kebutuhan lainnya. Keadaan tumbuhnya suatu kebiasaan baru berupa
tersebut dimanfaatkan oleh pedagang Cina. perdagangan dengan berutang.
Para pedagang tersebut membawa barang- Diceritakan dalam cerita “Asal-Usul
barang yang bagus yang membuat masyarakat Bontang versi Aji Pao” bahwa dengan adanya
ingin menukarnya. Model perniagaan yang pasar di daerah aliran sungai tiga sang tersebut
ditawarkan para pedagang Cina tidak lagi menarik pendatang dari daerah lain untuk
barter atau pertukaran barang secara kontan, tinggal di daerah tersebut, yaitu dari Pulau
tetapi berupa hutang. Sulawesi, khususnya suku Bugis Singkang,
suku Mamuju, dan suku Bone. Wilayah
…, sedangkan di pihak lain para pedagang tersebut semakin ramai dengan bayaknya
Cina itu dengan gaya khas dan murah hati
pendatang yang tinggal di wilayah tersebut.
menawarkan barang dagangan mereka dengan
Perkembangan budaya selanjutnya adalah
“ambil dulu, bayar nanti.”
Dengan kesempatan yang terbuka itu tanpa perkawinan campur masyarakat pengikut Aji
pikir panjang anggota masyarakat kita pun Pao dengan para pendatang dari Sulawesi.
mengambil, ambil, dan terus ambil. Tentang Perkawinan campur antara pengikut Aji
pembayaran nanti, pada saat mereka pulang Pao dengan para pendatang menimbulkan
dari meramu hasil hutan atau setelah kembali perubahan sosial, yakni percampuran budaya
melaut untuk mencari ikan. Dari hasil perolehan
Kutai dengan suku pendatang dari Sulawesi.
mencari hasil hutan dan hasil laut, apakah
Percampuran budaya tersebut menimbulkan
itu rotan, madu, damar atau ikan, cumi-
cumi, teripang, rumput laut, dan sebagainya timbulnya bahasa baru, yaitu bahasa yang
harus dijual kepada pedagang yang telah dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.
memberinya kesempatan untuk berhutang dan
tentu saja bahwa keuntungan berlipat ganda Terjadinya perkawinan antarsuku dan lahirnya
berada pada pihak pedagang Cina (Utomo, generasi baru sebagai hasil pembaharuan
2014, hlm. 27). dua suku yang berbeda adat budaya asalnya.
Perpaduan dua budaya tersebut justru
Kutipan tersebut menjelaskan perubahan menimbulkan budaya baru. Salah satu budaya
baru yang timbul adalah bahasa yang dikenal
sistem perdagangan dari hanya sekadar barter
dengan bahasa “Melayu Bontang” yang
menjadi sistem utang dan tengkulak. Para
menjadi bahasa ibu bagi masyarakat Bontang
pendatang tidak hanya menukar barang hasil hingga saat ini (Utomo, 2014, hlm. 26).
buminya secara kontan, tetapi juga juga mulai
berutang dengan pembayaran yang lebih Perkawinan antar suku telah melahirkan
besar dari harga barang sebagai kompensasi bahasa Melayu Bontang sebagai budaya baru,
pembayaran utang mereka. Para pedagang yaitu bahasa yang mampu dipahami oleh
dari Cina melihat peluang untuk mendapatkan para pendatang di Botang. Bahasa tersebut
pendapatan yang lebih tinggi dengan cara merupakan perpaduan bahasa Bugis, Melayu
menjual barang melaui sistem utang. Taktik Malaysia, dan Kutai. Bahkan, masyarakat
pedangang dari Cina tersebut mengakibatkan Bontang menamakan diri mereka sebagai suku
masyarakat pendatang secara tidak langsung Melayu Bontang. Dalam sejarahnya beberapa
masuk dalam budaya konsumtif, yaitu wilayah di Bontang merupakan tempat
membeli barang dengan pembayaran yang singgah awal para pendatang. Tempat-tempat
ditunda. Perubahan budaya ini dalam konsep tersebut adalah Lempake (kelurahan Loktuan),
White termasuk dalam tingkah laku manusia Kanibungan (Kelurahan Guntung), Gunung
yang berhubungan dengan ekologi, yaitu Terake (Gunung Sari) di Kelurahan Api-Api,

68 , Vol. 30, No. 1, Juni 2018 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 59 — 74 (Aquari Mustikawati) Ecologic Adaptation of Immigrant in Bontang’s Folktales

dan Bontang Kuala (Purba dkk., 2012, hlm. 2). perilaku yang ditunjukkan para pendatang
Sementara itu, suku Mandar mendiami wilayah dalam usaha mereka berdaptasi secara sosial
Tanjung Laut Ulu dan Tanjung Laut Ilir yang dapat ditemui dalam cerita rakyat Bontang.
merupakan wilayah pesisir pantai. Dalam Cerita “Legenda Desa Tanjung Laut Bontang”
cerita rakyat “Legenda Desa Tanjung Laut selain menunjukkan adaptasi lingkungan
Bontang” disebutkan kedatangan pendatang geografis dengan cara tinggal di wilayah
dari suku Mandar ke daerah Tanjung Laut. tempat bermatapencaharian juga menunjukkan
adaptasi sosial. Dalam mewujudkan
Setelah beberapa lama para pengungsi tinggal perkampungan baru bagi pendatang yang
di pulau-pulau yang ada di laut, maka mereka
datang semakin banyak di wilayah tersebut,
memutuskan untuk pindah dan membangun
masyarakat Mandar dipimpin Haji Habibon
perkampungan di sekitar Bontang. Terlebih
dahulu mereka memohon izin kepada meminta izin kepada masyarakat yang terlebih
pemerintahan dan bermusyawarah dengan dahulu tinggal di wilayah tersebut untuk
warga sekitar yang terlebih dahulu bermukim menghormati keberadaan mereka. Sebagai
di sepanjang sungai di daerah Bontang. hasilnya masyarakat Bugis dan Kutai yang
Oleh masyarakat Tanjung Laut Ilir (yang terlebih dahulu tinggal di tempat tersebut
didiami oleh suku Bugis) dan Tanjung Laut
memberi daerah bagi Haji Habibon dan
Tengah (yang didiami oleh suku Kutai), para
pengikutnya di Tanjung Laut Ulu. Melalui sikap
pengungsi yang berasal dari Mamuju diizinkan
membangun perkampungan di Tanjung Laut toleransi yang ditunjukkan para pendatang di
Ulu, menyambung kampung Tanjung Laut daerah Tanjung Laut tercipta keharmonisan
Ilir dan Tanjung Laut Tengah (Utomo, 2014, antarpendatang. Sementara itu, pola perilaku
hlm. 52). kerjasama yang baik ditunjukkan masyarakat
pendatang dalam cerita “Asal Usul Guntung”.
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Masyarakat kampung Pakuaji, Lempake
wilayah pesisir Bontang, yaitu Tanjung Laut dan Kanibungan bekerja sama mengelolah
Ilir dan Ulu didiami oleh suku yang berasal lahan pertanian secara bersama-sama dengan
dari Sulawesi. Sementara itu, Tanjung Laut pembagian yang seimbang.
Tengah yang terletak di daratan didiami suku
Kutai. Berdasarkan tempat tinggal mereka Kampung Pakuaji berada berdekatan dengan
dapat dipahami bahwa adaptasi yang dilakukan Kampung Kanibungan dan Lempake. Ketiga
oleh suku-suku tersebut berhubungan dengan penduduk kampung itu hidup rukun dan
damai. Semakin lama jumlah penduduk
mata pencaharian mereka. Masyarakat dari
semakin banyak. Untuk memenuhi kebutuhan
Sulawesi memilih menjadi nelayan karena
hidup sehari-hari, para penduduk di ketiga
mereka memiliki latar belakang sebagai kampung tersebut kemudian membuka daerah
nelayan di tempat asalnya. Masyarakat Kutai peladangan baru. Mereka membuka ladang di
lebih memilih tinggal di daratan karena mereka daerah yang sangat luas (Utomo, 2014, hlm.
memiliki keahlian mengolah tanah dari pada 25--26).
mencari ikan di laut.
Selain berhubungan dengan mata Mereka membagi daerah ladang menjadi
pencaharian, keberadaan masyarakat nelayan tiga bagian bagi ketiga kampung untuk wilayah
Bugis di pesisir pantai memiliki hubungan pesawahan dan perkebunan. Masyarakat ketiga
dengan budaya kemaritiman mereka yang kampung tersebut juga bersama-sama menjaga
sangat kuat yang dapat diandalkan sebagai dan merawat ladang bagian mereka di daerah
pelaut ulung (Lampe, 2012, hlm.130). Pola genangan air yang merupakan batas sawah dan

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 30, No. 1, Juni 2018 69
Adaptasi Lingkungan Masyarakat Pendatang dalam Cerita Rakyat Bontang (Aquari Mustikawati) Halaman 59 — 74

kebun mereka. Pola perilaku adaptasi sosial Setelah upacara sukses dilaksanakan, ma­
masyarakat tiga kampung dalam cerita “Asal syarakat dengan harap-harap cemas menanti
Usul Guntung” berupa kerja sama yang baik hasil upacara yang telah dilaksanakan. Tidak
beberapa lama secara berangsur-angsur
telah berkembang menjadi suatu perkumpulan
penyakit aneh yang diderita masyarakat
yang berupa terbentuknya kampung baru, menjadi sirna. Seluruh msyarakat menjadi
yaitu Guntung dengan penduduk yang berasal senang. Setelah peristiwa tersebut Pak Abad
dari kampung Pakuaji, Kanibungan, dan selalu diminta untuk memimpin upacara adat
Lempake. setiap tahun (Utomo, 2014, hlm 43).

Adapatasi Lingkungan Budaya Religi/ Cerita “Kisah Dukun Sakti Pak Abad”
Kepercayaan berhubungan dengan upacara bebalai yang
Adaptasi budaya religi/kepercayaan ma­sya­ dilakukan oleh masyarakt kampung Nyerakat
rakat pendatang di Bontang dapat dijumpai dan Bontang Kuala. Bebalai adalah suatu
dalam cerita rakyat “Kisah Dukun Sakti Pak ritual pengobatan yang dilakukan oleh seorang
Abad”, “Cerita Adat Menjamu Karang”, pawang yang dianggap memiliki kemampuan
“Cerita Adat Menurunkan Ance”, dan “Asal- mengobati secara magis dengan prosesi tarian
Usul Bontang versi Aji Pao”. Cerita “Kisah dan musik tertentu untuk memanggil roh halus
Dukun Sakti Pak Abad” merupakan bagian (Makkaraka, 2006, hlm. 60). Dalam cerita
budaya masyarakat di kampung Nyerakat “Kisah Dukun Sakti Pak Abad” disebutkan
dan Bontang Kuala, yang terdiri atas suku bahwa dukun sakti Pak Abad berasal dari
Kutai, Bugis, dan Bajo. Kampung Bontang suku Kutai, sehingga tidak mengherankan
Kuala adalah suatu perkampungan di atas apabila proses upacara bebalai memiliki
laut, terletak di sebelah utara Bontang. Mata kemiripan dengan proses pengobatan belian
pencaharian masyarakatnya keseluruhan ber­ dari suku Kutai. Namun, setelah proses ritual
gantung pada laut. Cerita “Kisah Dukun Sakti bebalai dialnjutkan denga melarung sajian
Pak Abad” diawali dengan seorang dukun ke laut. Hal itu berhubungan dengan sumber
sakti yang mampu mengobati hampir semua kehidupan masyarakat kampung Nyerakat dan
jenis penyakit. Kepandaian dukun tersebut Bontang Kuala yang berpusat di dua tempat,
tidak didapat melalui proses pembelajaran yaitu daratan dan laut. Masyarakat kampung
ilmu penyembuhan, tetapi didapatnya secara Nyerakat dari suku Kutai adalah masyarakat
gaib. Ketika dukun tersebut meninggal, agraris, sedangkan masyarakat Bontang
ternyata ilmu pengobatannya menurun kepada Kuala adalah masyarakat maritim. Sebagai
keturunnya hingga sampai pada Pak Abad. masyarakat yang tinggal saling berdampingan,
Pada suatu waktu penduduk Bontang dan mereka memadukan budaya religi mereka
sekitarnya dilanda wabah penyakit yang aneh. dengan mengadakan perpaduan upacara
Pak Abad kewalahan menghadapi wabah pengobatan untuk mendapatkan kesembuhan
yang menjangkiti penduduk di mana-mana. dari Allah.
Suatu malam Pak Abad bermimpi didatangi Proses melarung sajian ke laut diutarakan
seseorang yang sudah tua yang berwasiat oleh Makkaraka (2006, hlm. 61) diawali
agar warga kampung menyelenggarakan oleh banyaknya anggota masyarakat yang
upacara adat dan membuat sajian yang harus ditimpa oleh berbagai macam penyakit, yang
yang dilarungkan ke laut atau ke air untuk anehnya bahwa penyakit yang diderita waktu
menanggulangi wabah penyakit tersebut. itu tidak tersembuhkan. Masyarakat Bontang
memercayai bahwa untuk salah salah satu

70 , Vol. 30, No. 1, Juni 2018 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 59 — 74 (Aquari Mustikawati) Ecologic Adaptation of Immigrant in Bontang’s Folktales

cara untuk mendapatkan kesembuhan dari dilarungkan di laut. Filosofi untuk memercayai
Allah adalah dengan cara karang di laut itu kawao merupakan upaya menjaga kelestarian
ada “penunggunya” dan oleh sebab itu perlu laut agar terhindar dari ulah manusia yang
diberi jamuan makan seperti yang diadakan merusak laut.
yang disebut dengan memberi makan laut. Adaptasi religi atau kepercayaan yang
Kepercayaan untuk memberi makan karang berhubungan dengan masyarakat agraris juga
tersebut merupakan upaya masyarakat untuk terdapat dalam cerita “Asal-Usul Bontang
menghormati laut dengan cara menjaga versi Aji Pao”. Sebelum memulai membuka
kelestariannya. lahan pertanian Aji Pao dan pengikutnya
Menurut Zamzami (2016, hlm. 60) bahwa mencari tempat yang dianggap subur.
sebagian besar tradisi melarungkan sajian ke
laut sebagai wujud kegiatan religi dengan Dalam perjalanannya, rombongan Aji Pao
menemukan aliran sungai yang konon dijaga
tujuan untuk mendapatkan berkah dari Allah
tiga Sang, yaitu Sang Attak, sebagai penjaga
berupa keselamatn, hasil ikan yang melimpah,
anak sungai Api-Api yang sekarang disebut
dan membersihkan lingkungan sekitar lautan Sangatta, kedua Sang Kima, yang menjaga
dari sesuatu yang dianggap tidak baik atau aliran anak sungai Sangatta yang bercabang
buruk dan jahat. Konsep yang dijabarkan menjadi dua kini disebut sungai Sangkima.
oleh Zamzani menunjukkan bahwa ungkapan Sang yang ketiga adalah Sang Antan yang
religiositas masyarakat nelayan di Indonesia menjaga anak aliran sungai Api-Api yang
sekarang disebut sungai Antan. Sungai Api-Api
sebagian besar tergambar dari ritual sakral
sendiri tidak ada penunggunya, maka Aji Pao
mereka berupa melarung sajian ke laut.
meminta kepada ketiga Sang tersebut untuk
Ungkapan religiositas tersebut juga terlihat dijadikan sebagai daerah pemukiman dan
melalui kepercayaan mereka akan makhluk sekaligus sebagai lahan pertanian, pertanian,
laut yang dianggap menjaga kelestarian laut dan tempat untuk meramu hasil hutan (Utomo,
dengan cara memperingatkan manusia akan 2014, hlm. 13--14).
perilaku mereka yang merugikan laut seperti
yang terdapat dalam “Cerita Adat Menjamu Ketiga Sang dalam cerita “Asal-Usul
Karang”. Wilayah lain di Indonesia juga Bontang versi Aji Pao” dipercaya sebagai
memiliki kepercayaan akan makhluk penjaga makhluk halus yang dapat membantu Aji Pao
kelestarian laut seperti yang diutarakkan untuk menjaga keamanan dan keselamatan
Sunarti (2017) bahwa masyarakat Mandar Aji Pao beserta keluarga dan pengikutnya.
sebagai masyarakat maritim menyakini adanya Bahkan, wilayah yang dipilih oleh Aji Pao
makhluk laut yang dapat menenggelamkan tersebut kemudian berkembang menjadi lahan
kapal yang dikenal dengan nama kawao. pertanian yang subur.
Kepercayaan akan makhluk gaib laut juga Adaptasi religi yang dilakukan Aji Pao dan
dipercayai oleh masyarakat Wakatobi yang pengikutnya, yaitu dengan cara menghormati
mengenal mitos Imbu, yaitu gurita raksasa “penghuni” yang dianggap sebagai “penung­
berlengan sembilan yang dianggap sebagai gu” di wilayah yang mereka datangi. Sebagai
makhluk raksasa yang mampu merusak dan pendatang yang berniat membangun lahan
menenggelamkan kapal. Kemunculannya pertanian dan pemukiman di daerah baru,
ditandai dengan perubahan kondisi alam yang Aji Pao dan pengikutnya meyakini perlunya
tidak biasa yang dipercaya sebagai tanda izin dari “penghuni” setempat agar tidak
adanya bencana. Agar terhindar bencana diganggu dan dijaga kelangsungan hidup
manusia berupaya menyiapkan sajian untuk mereka. Selain menghormati ketiga Sang, Aji

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 30, No. 1, Juni 2018 71
Adaptasi Lingkungan Masyarakat Pendatang dalam Cerita Rakyat Bontang (Aquari Mustikawati) Halaman 59 — 74

Pao dan pengikutnya juga memercayai bahwa itu kemudian menjelaskan pilihan tempat
ketiga Sang memiliki kemampuan membantu tinggal mereka di daerah Bontang. Dalam
mereka untuk mewujudkan daerah pertanian cerita tersebut dijelaskan bahwa masyarakat
yang subur. Pada kenyatannya, wilayah yang pendatang dari Sulawesi mendiami wilayah
dijaga ketiga Sang tersebut adalah wilayah pesisir di Bontang dan sekitarnya membawa
yang subur karena tanah di aliran sungai budaya asli mereka yang berhubungan dengan
tersebut terdiri atas endapan air sungai yang kehidupan laut. Suku Mandar, dari Mamuju
dapat memumbuhkan tanaman dengan subur. Sulawesi Barat dalam cerita rakyat “Legenda
Adaptasi lingkungan masyarakat pen­ Desa Tanjung Laut” mendiami Pulau Tehe-
datang yang berhubungan dengan kepercayaan tehe dan sekitarnya, sedangkan suku Bugis
adalah “Cerita Adat Menurunkan Ance”, mendiami daerah Bontang Kuala. Berdasarkan
Cerita ini bermula dari seorang perempuan tempat tinggalnya, sumber kehidupan pen­
yang melahirkan bayi kembar. Salah satunya datang dari Sulawesi adalah laut. Sementara
adalah seekor buaya. Sang buaya tinggal di itu, pendatang dari Kutai (Tenggarong)
sungai, tetapi sering berkunjung ke rumah mendidami wilayah daratan, yaitu wilayah
orang tuanya. Hal tersebut ternyata membuat Guntung, Kanibungan, Lempake, dan Pakuaji.
penghuni rumah sering terserang penyakit yang Di wilayah daratan mereka bercocok tanam
sulit disembuhkan. Agar penyakit tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka. Selain
tidak menyerang anggota keluarga, perlu itu, adaptasi Penggunaan teknologi yang
dilakukan upacara menurunkan ance ke sungai. berhubungan dengan pengolahan lingkungan
Kepercayaan menurunkan ance dilakukan oleh yang dilakukan manusia dalam rangka
masyarakat Bugis. Pendatang Bugis di Bontang pemenuhan kebutuhan hidup dapat ditemukan
rupanya masih memertahankan budaya yang dalam cerita rakyat “Asal-Usul Bontang versi
mereka kenal sebagai Mappeno Salo yang Aji Pao”, yaitu penggunaan lumbung sebagai
artinya menurunkan sajian di sungai. Adaptasi penyimpan hasil pertanian. Penggunaan
budaya Mappeno Salo masyarakat pendatang teknologi dalam cerita “Asal Usul Guntung”
dari suku Bugis menguatkan budaya dari berupa pola pertanian menurut kontur tanah,
tempat asalnya ke tempat baru. yaitu perladangan dan persawahan. Pola
pertanian tersebut selain memaksiamalkan
SIMPULAN hasil pertanian juga memberi andil dalam
Adaptasi masyarakat pendatang di daerah menjaga lelestaian lingkungan.
Bontang dapat dilihat dari cerita rakyatnya. Ada Adaptasi sosial kemasyarakatan dalam
tiga cara adaptsi yang dilakukan oleh pendatang cerita rakyat Bontang adalah terbentuknya
di Bontang, yaitu adaptasi lingkungan/geografis, perniagaan, perkawinan campur, etos kerja,
adaptasi sosial kemasyarakatan, dan adaptasi dan tolerasi antrpendatang. Dalam cerita
budaya religi keagamaan. “Asal-Usul Bontang versi Aji Pao” diceritakan
Adaptasi lingkungan ditunjukkan oleh bahwa perkembangan daerah baru yang
pendatang dalam menaklukkan lingkungan pesat telah menarik pendatang gelombang
untuk kebutuhan mereka. Pendatang yang berikutnya. Kedatangan pendatang gelombang
berlatar belakang agraris akan memilih kedua tersebut telah menimbulkan perubahan
bercocok tanam sebagai mata pencahariannya pola ekonomi, yaitu terbentuknya pasar barter.
di daerah baru. Sementara itu pendatang yang Selain menarik pendatang berikutnya untuk
berlatar belakang kelautan akan memilih datang ke Bontang, pesatnya perkembangan
nelayan sebagai mata pencahariannya. Hal perekonomian tersebut juga menarik pe­

72 , Vol. 30, No. 1, Juni 2018 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)
Halaman 59 — 74 (Aquari Mustikawati) Ecologic Adaptation of Immigrant in Bontang’s Folktales

dagang dari Cina yang memperkenalkan Danandjaja, J. (2008). “Folklor dan Pembangunan
sistem perdagangan hutang atau bon. Sistem Kalimantan Tengah: Merekonstruksi Nilai
penyimpanan hasil pertanian dalam lumbung Budaya Orang Dayak Ngaju dan Ot
Danum melalui Cerita Rakyat Mereka”.
menciptakan pola simpan dan etos kerja
In Pudentia (Ed.), Metodologi Kajian
keras untuk mendapatka hasil lebih banyak. Tradisi Lisan (hlm. 73). Jakarta: Asosiasi
Toleransi sosial antarpendatang tergambar Tradisi Lisan.
dalam “Legenda Desa Tanjung Laut”, yaitu
berbagi wilayah antara pendatang suku Bugis, Kaplan, D. and R. A. Manners. (2002). Teori
Kutai, dan Mandar. Sementara itu, dalam Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
cerita “Asal Usul Guntung” tercipta kerjasama
Koentjaraningrat. (2015). Pengantar Ilmu
yang baik dalam mengelola lahan pertanaian
Antropologi (10th ed.). Jakarta: Rieneka
berasama di daerah Guntung. Cipta.
Adaptasi budaya religi keagamaan di­
tunjukkan dalam cerita “Kisah Dukun Makkaraka, N. (2006). Bontang dalam Sejarah
Sakti Pak Abad”, “Cerita Adat Menjamu dan Perkembangannya (3rd ed.). Bontang:
Karang”, “Cerita Adat Menurunkan Ance”, Pemerintah Kota Bontang.
dan “Asal-Usul Bontang versi Aji Pao”.
Moleong, L. (1994). Metodologi Penelitian
Kedua cerita rakyat pertama membuktikan
Kualitatif. Bandung: PT Rem a j a
bahwa masyarakat pendatang yang tinggal Rosdakarya.
di pesisir dan bermata pencaharian sebagai
nelayan menyelenggarakan ritual pesta laut Mursalim dan H. Gazali. (2007). Cerita Rakyat
sebagai bentuk perkembangan budaya akan Bontang. Bontang: Pemerintah Kota dan
ketergantungan terhadap laut, sedangkan Dinas Pendidikan Kota Bontang.
“Cerita Adat Menurunkan Ance” menunjukkan
Mustikawati, A. (2014). “Gambaran Masyarakat
bahwa masyarakat Bugis mempertahankan
Laut dalam Cerita Rakyat Bontang”. Loa,
budayanya tentang kepercayaan perempuan
9, 73.
melahirkan anak manusia dan buaya. Cerita
tersebut menunjukkan bahwa adaptasi yang Poerwanto, H. (2000). Kebudayaan dan
dilakukan masyarakat Bugis di Bontang adalah Lingkungan dalam Perspektif Antropologi.
dengan memperkuat budaya di daerah asal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pemertahan budaya religi juga ditunjukkan
dalam cerita “Asal-Usul Bontang versi Aji Pudentia. (2003). Antologi Prosa Rakyat Melayu
Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Pao” yang memercayai adanya “penunggu”
suatu tempat baru. Sebagai pendatang, mereka Puguh, D. R., Amaruli, R. J., & Utama, M.
harus menghormati “penghuni”/”penunggu” P. (2016). “Strategi Adaptasi Ekonomi
di suatu tempat agar terjaga kehidupan mereka Nelayan Bugis Batulawang, Kemujan,
di tempat baru. Karimunjawa”. Jurnal Sejarah Citra
Lekha, 1, hlm. 56--68.
DAFTAR PUSTAKA
Purba, J. dkk. (2012). Kota Bontang Dinamika,
Sejarah, dan Perkembangannya. Bontang:
Asrif. (2015). “Pengaruh Mitos Imbu terhadap
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
pelindungan Alam laut Kepulauan
Bontang.
Wakatobi”. Kandai, 1, 84--98.

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 30, No. 1, Juni 2018 73
Adaptasi Lingkungan Masyarakat Pendatang dalam Cerita Rakyat Bontang (Aquari Mustikawati) Halaman 59 — 74

Sudikan, S. Y. (2016). Ekologi Sastra. Danau”. Berita Penelitian Arkeologi,


Lamongan: Pustaka Ilalang. (Arkeologi), 29.

Sunarti, S. (2017). “Kosmopologi Laut dalam Utomo, I. B., Kurniawati, D., Misriani, Ariani, D.,
Tradisi Orang Mandar di Sulawesi Barat”. & Mustikawati, A. (2014). Deskripsi dan
Aksara, 29(1), 4. Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Cerita
Rakyat Kota Bontang. Samarinda: Kantor
Sutton, M. and A. (2010). Introduction to Bahasa Provinsi Kalimantan Timur.
Cultural Ecology (2nd ed.). Lanham:
Altmira Press. Zamzami, L. (2016). “Dinamika Pranata Sosial
terhadap kearifan Lokal Masyarakat
Taniardi, P. N. (2013). “Pemanfaatan Ranu Nelayan dalam Melestarian Wisata
Grati dan Dulu hingga Sekarang: Sebuah Bahari”. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial
Studi Ekologi Budaya di Lingkungan Budaya, 18, hlm. 57--67.

74 , Vol. 30, No. 1, Juni 2018 ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online)

Anda mungkin juga menyukai