Anda di halaman 1dari 20

1

ACARA I. PENGENALAN SISTEM HIDROPONIK

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Berkurangnya lahan yang terus-menerus yang terjadi akibat
bertambahnya penduduk dan kurangnya tempat tinggal mengakibatkan
pengalih fungsian lahan. Pengalih fungsian mengakibatkan berkurangnya
lahan tanam sedangkan pertumbuhan hasil pertanian tidak secepat
pertumbuhan jumlah penduduk menyebabkan kekurangan bahan
kebutuhan pangan. Para petani Indonesia yang lebih menggunakan cara-
cara konvensional dalam bercocok tanam menyebabkan kebutuhan pangan
tidak tercukupi. Cara bercocok konvensional yang menggunakan lahan
areal yang luas dalam bercocok tanam oleh petani. Hal ini berbeda dengan
sistem hidroponik.
Hidroponik adalah budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa
menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan
nutrisi bagi tanaman. Kebutuhan air pada hidroponik lebih sedikit daripada
kebutuhan air pada budidaya dengan tanah. Lahan yang digunakan juga
tidak perlu terlalu luas asalkan nutrisi pada tanaman terpenuhi.
Penggunaan sistem hidroponik lebih menguntungkan, produksi tanaman
lebih tinggi, lebih terjamin dari hama dan penyakit, tanaman tumbuh lebih
cepat dan pemakaian pupuk lebih hemat, bila ada tanaman yang mati, bisa
dengan mudah diganti dengan tanaman baru, dan tanaman memberikan
hasil yang kontinue.
Sistem hidroponik sepeerti Floating Hidroponic System (FHS),
substrat sekam dan pasir Nutrient Film Teqnique (NFT), vertikultur talang,
ebb and flow atau penggenangan dan pengatusan, Deep Flow Technique
(DFT), serta aquaponik yang akan digunakan dalam praktikum ini.
Praktikum Pengenalan Sistem Hidroponik ini memberikan manfaat kepada
mahasiswa, dalam menambah pengetahuan tentang macam-macam sistem
hidroponik dan teknik budidaya hidroponik serta mahasiswa dapat belajar
secara langsung, tentang cara budidaya hidroponik secara tepat dari
1
2

berbagai jenis sistem yang akan digunakan. Mahasiswa dapat mengetahui


kelebihan dan kekurangan dari sistem-sistem yang digunakan.
2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari Praktikum Acara I Pengenalan Sistem Hidroponik,
memberi pengalaman mahasiswa sehingga mampu :
a. Mengidentifikasi komponen dan instalasi beberapa macam sistem
hidroponik, meliputi : Floating Hidroponic System (FHS), substrat
sekam dan pasir Nutrient Film Teqnique (NFT), vertikultur talang, ebb
and flow atau penggenangan dan pengatusan , Deep Flow Technique
(DFT), serta aquaponik
b. Merinci kelebihan dan kekurangan tiap-tiap jenis sistem
c. Menjelaskan contoh aplikasi jenis-jenis hidroponik untuk budidaya
tanaman hortikultura semusim
d. Mencontohkan foto/ visualisasi modifikasi aplikasi jenis-jenis sistem
hidroponik untuk budidaya tanaman hortikultura.
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Pelaksanaan Praktikum Acara I Pengenalan Sistem Hidroponik
dilaksanakan pada hari Jum’at, 23 Oktober 2015 Pukul 07.30 WIB yang
bertempat di Rumah Kaca B Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

B. Tinjauan Pustaka
Penggunaan teknik budidaya tanaman secara hidroponik memiliki
berbagai keuntungan. Menurut Sameto (2006), beberapa keuntungan yang
diperoleh dari penggunaan teknik ini adalah mengeliminasi serangan hama,
cendawan, penyakit asal tanah sehingga dapat meniadakan penggunaan
pestisida, mengurangi pengguaan areal tanam yang luas, meningkatkan hasil
panen serta menekan biaya produksi yang tinggi. Selain itu teknik hidroponik
3

dapat dapat mempercepat waktu panen, penggunaan air serta hara yang
terukur, dan kulalitas, kuantitas dan kontinuitas hasil yang terjamin.
1. Floating Hydroponik System (FHS)
Floating Hydroponik System (FHS) merupakan budidaya tanaman
(khususnya sayuran) dengan cara menanamkan atau menancapkan
tanaman pada lubang strofoam yang mengapung diatas permukaan larutan
nutrisi dalam suatu bak penampung atau kolam sehingga akar tanaman
terapung atau terendam dalam larutan nutrisi. Metode ini dikembangkan
pertama kali oleh Jensen di Arizona dan Massantini di Italia. Pada sistem
ini larutan nutrisi tidak disirkulasikan, namun dibiarkan pada bak
penampungan dan dapat digunakan lagi dengan cara mengontrol
kepekatan larutan dalam jangka waktu tertentu (Sudarmojo 2008).
Floating Hydroponik System (FHS) perlu dilakukan pengontrolan
kepekatan larutan nutrisi dalam periode tertentu. Hal ini dilakukan karena
dalam jangka waktu yang cukup lama akan terjadi pengkristalan dan
pengendapan pupuk cair dalam dasar kolam yang dapat mengganggu
peertumbuhan tanaman. Sistem ini mempunyai beberapa karakteristik
seperti terilosasinya lingkungan perakaran yang mengakibatkan fluktuasi
suhu larutan nutrisi lebih rendah, dapat digungakan untuk daerah yang
sumber energi listriknya terbatas karena energy yang dibutuhkan tidak
terlalu tergantung pada energy listrik (Istiqomah 2007).
Sistem hidroponik berbeda dengan sistem konvensional. Pada sistem
hidroponik tidak memiliki ketergantungan pada musim. Selain itu pada
sistem ini pengerjaannya tidak terlalu rumit dibandingakan dengan sistem
konvensioanl. Penggunaan sistem hidroponik tidak mengenal musim dan
tidak memerlukan lahan yang luas dibandingkan dengan kultur tanah
untuk menghasilkan produk yang sama. Selain itu sistem hidroponik lebih
menguntungkan daripada sistem konvensioanl. Bila dilihat dari hasil
pertumbuhan tanaman sistem hidroponik lebih unggul (Mas’ud 2009).
2. Nutrient Film Teqnique (NFT)
Hidroponik NFT adalah metode bercocok tanam tanpa menggunakan
media tanah, melainkan menggunakan air yang ditambahkan larutan
nutrisi tanaman. Sistem ini menjadi salah satu metode bercocok tanam
4

yang semakin disukai akhir-akhir ini. Hal ini dikarenakan sistem


hidroponik NFT memiliki berbagai keunggunalan yaitu lebih mudah
direalisikan oleh siapa saja. Sistem NFT ini ketersediaan nutrient sebagai
sumber nutrisi bagi tanaman memegang peranan penting agar tanaman
dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan produk yang bermutu sesuai
dengan harapan. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem monitoring
terhadap flow aliran nutrisi pada sistem hidroponik ini karena asupan
nutrisi sangat penting bagi tanaman dapat terpenuhi dengan baik
(Istiqomah 2007).
Kata “film” pada hidroponik NFT menunjukkan aliran tipis.
Hidroponik ini hanya menggunakan aliran air nutrien sebagai medianya.
Keunggulan sistem hidroponik ini antara lain air yang diperlukan tidak
banyak, kadar oksigen yang terlarut dalam larutan hara cukup tinggi, air
sebagai media mudah didapat dengan harga murah, pH larutan mudah
diatur dan ringan sehingga dapat disangga dengan talang (Sutiyoso 2006).
Daya hantar listrik untuk tanaman nutrisi untuk kebanyakan tanaman
dianjurakan 2-3,5 mS/cm. Agar akar tanaman dapat menyerap ion-ion
larutan nutrisi harus memiliki pH berkisar antara 6-7. Oksigen terlarut
dalam larutan nutrisi juga harus cukup untuk kebutuhan respirasi akar.
Oksigen terlarut yang dapat diserap tanaman berkisar antara 5-15 mg/l
(Morgan 2005).

3. Substrat Sekam dan Pasir


Sistem hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman
dimana akar tanamantumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri
oleh larutan nutrisi sehingga memungkinkan tanaman memperoleh air,
nutrisi, dan oksigen secara cukup. Pemberian nutrisi pada tanaman dapat
diberikan melalui substrat yang akan diserap oleh akar tanaman. Larutan
nutrisi dibuat dengan cara melarutkan garam mineral ke dalam air. Ketika
dilarutkan dalam air, garam mineral ini akan memisahkan diri menjadi ion.
Penyerapan ion-ion oleh tanaman berlangsung secara kontinue
dikarenakan akar-akar tanaman selalu bersentuhan dengan larutan
(Suhardiyanto 2009).
5

Arang sekam merupakan hasil dari pembakaran kulit gabah. Arang


sekam memiliki sifat kasar sehingga sirkulasi udara tinggi , ringan dengan
berat jenis sekitar 0,2 gr/cm3. Kapasitas menahan air tinggi dan dapat
menghilangkan pengaruh penyakit karena telah melaliu tahap sterilisasi,
sehingga relatif bersih dari hama, bakteri dan gulma (Murniati 2009).
Penambahan unsur hara pada sistem hidroponik penting sekali, karena
sebagai sistem pengganti tanah. Sistem ini membutuhkab unsur hara mikro
maupun makro. Pemberian dosis terlalu rendah pengaruhnya tidak terlihat.
Pemberian dosis terlalu tinggi, tanaman mengalami plasmolisis, yaitu
keluarnya cairan sel karena tertarik oleh larutan hara yang lebih pekat.
(Haryoto 2009).
4. Vertikultur Talang
Vertikultur adalah istilah Indonesia yang diambil dari istilah
verticulture dalam bahasa Inggris. Istilah ini berasal dari dua kata yaitu
vertical dan culture. Makna vertikultur adalah sistem budidaya pertanian
yang dilakukan secara vertikal dan bertingkat. Sistem ini sangat cocok
diterapkan khususnya bagi para petani atau pengusaha yang memiliki
lahan yang sempit. Vertikultur dapat pula diterapkan pada bangunan-
bangunan bertingkat, perumahan umum, atau bahkan pada pemukiman di
didaerah padat yang tidak punya halaman sama sekali. Penggunaaan
metode vertikultur ini, kita dapat memanfaatkan lahan semaksimal
mungkin (Widarto 2007).
Tujuan vertikultur adalah untuk memanfaatkan lahan yang sempit
secara optimal. Sistem bertanam secara vertikultur sekilas memang terlihat
rumit, tetapi sebenarnya sangat mudah dilakukan. Tingkat kesulitan
bertanam secara vertikultur tergantung kepada model dan sistem tambahan
yang dipergunakan. Struktur dasar yang digunakan mudah diikuti dan
bahan pembuatannya mudah ditemukan, sehingga dapat diterapkan
dirumah-rumah. Sisitem tambahan yang memerlukan keahlian khusus
contohnya penggunaan sistem hidroponik atau irigasi tetes (Temmy 2011).
Pertanian vertikultur tidak hanya sebagai sumber pangan tetapi juga
menciptakan suasana alami yang menyenangkan. Model, bahan, ukuran,
wadah vertikultur yang sangat banyak, tinggal di sesuaikan dengan kondisi
6

dan keinginan. Pada umumnya adalah berbentuk segi panjang, atau mirip
anak tangga, dengan berapa undak-undakan atau sejumlah rak. Bahan
dapat berupa bambu atau pipa paralon, kaleng bekas, bahkan lebaran
karung beraspun bisa, karena salah satu filosofinya dari vertikultur adalah
memanfaatkan benda-benda bekas di sekitar kita (liferdi 2011).
5. Ebb and Flow
Hidroponik sistem pasang surut (Ebb and flow) adalah suatu sistem
menanam dalam hidroponik dimana nutrisi dan pupuk yang diberikan
dengan cara menggenangi/merendam media tanam (zona akar) untuk
beberapa waktu tertentu, setelah itu nutrisi dialirkan kembali ke bak
penampungan. Prisip kerja dari sistem ini adalah nutrisi dipompakan
kedalam bak penampungan yang telah diisi media tanam diletakkan
diatasnya. Pompa dihubungkan dengan pengatur waktu (timer) sehingga
lamanya dan periode penggenangan dapat diatur sesuai kebutuhan
tanaman. Pada dasar bak kita pasang siphon yang berfungsi mengalirkan
kembali nutrisi ke bak penampungan nutrisi secara otomatis (Affan 2005).
Teknologi ini sering disebut flood and drain. Prinsip kerja dari ebb
and flow adalah mengisi kemasan dengan media, misalnya arang sekam
kemudian menempatkannya di instalasi. Selama 5 menit, kemasan yang
berisi media tersebut akan dikucuri larutan. Kemudian secara gravitasi,
larutan dalam kemasan akan turun kembali ke dalam tandon yang berada
dibawahnya. Setelah 10 menit, pompa menyala lagi dan terjadi kembali
siklus serperti diatas (Sutiyoso 2006).
Hidroponik sistem ebb and flow merupakan salah satu metode yang
populer dari hidroponik. Sistem ini memiliki prinsip kerja menyediakan
larutan nutrisi dengan pola pasang surut. Sistem hidroponik ebb and flow
bisa diibaratkan sebagai sebuah paru-paru. Saat air menggenang dan
membasahi media, gas-gas sisa metabolisme yang dikeluarkan oleh akar
akan terpompa keluar. Demikian pula sebaliknya, ketika air meninggalkan
media dalam pot, maka udara baru dari luar yang banyak mengandung
oksigen akan tersedot ke dalam media tanam. Hal ini tentunya menjadikan
tanaman semakin tumbuh subur dan sehat (Rosliani dan N. Sumarni 2005).
6. Deep Flow Technique (DFT)
7

Hidroponik DFT merupakan teknik hidroponik dengan menggunakan


papan styrofoam yang mengapung diatas larutan nutrisi dan larutan
tersebut disirkulasikan dengan bantuan aerasi. Pada dasarnya hidroponik
sistem DFT sama dengan rakit apung tetapi pengaplikasiannya berbeda.
Perbedaannya adalah pada rakit apung larutan nutrisi tidak tersirkulasi
dengan baik sedangkan DFT tersirkulasi dengan baik karena ada aliran
atau flow (Mugniesyah 2006).
Sistem hidroponik DFT merupakan metode budidaya tanaman
hidroponik dengan meletakkan akar pada lapisan air yang dalam,
kedalaman lapisan berkisar antara 4-6cm. prinsip kerja sistem hidroponik
DFT yaitu mensirkulasikam larutan nutrisi tanaman secara terus-menerus
selama 24 jam.teknik ini dikategorikan sebagai sistem hidroponik tertutup.
Umumnya penerapan teknik hidroponik ini digunakan pada budidaya
tanaman sayuran daun dan sayuran buah (Chadirin 2007).
Hidroponik rakit apung, tanaman ditempatkan pada sterofoam yang
diapungkan pada sebuah kolam. Kolam sedalam 40 cm yang terdapat
nutrisi. Sistem hidroponik ini perlu ditambahkan airstone ataupun aerator.
Aerator berfungsi mengandalikan oksigen untuk pertukaran udara dalam
daerah perakaran. Kekurangan oksigen akan mengganggu penyerapan air
dan nutrisi oleh akar. Hidroponik rakit apung hanya dapat ditanami oleh
tanaamn berbobot rendah (Diansari 2008).
7. Aquaponik
Aquaponik adalah kombinasi aquakultur dan hidroponik yang
bertujuan untuk memelihara ikan dan tanaman dalam dalam satu sistem
yangsaling terhubung. Dalam sistem ini limbah yang dihasilkan oleh ikan
digunakan sebagai pupuk untuk tanaman, kemudian air yang dialirkan
dengan sistem resirkulasi dari media pemeliharaan ikan dibersihkan oleh
tanaman sehingga dapat digunakan kembali oleh ikan. Interaksi antara
ikan dan tanaman menghasilkan lingkungan yang ideal untuk tumbuh
sehingga lebih produktif dari metode tradisional (Sudibyo 2005).
Pada sistem aquaponik, aliran air kaya nutrisi dari media pemeliharaan
ikan digunakan untuk menyuburkan tanaman hidroponik. Hal ini baik
untuk ikan karena akar tanaman dan rhizobakter mengambil nutrisi dari
8

air. Nutrisi yang berasal dari feses, urin dan sisa pakan ikan adalah
kontaminan yang menyebabkan meningkatnya kandungan racun pada
media pemeliharaan, tetapi air limbah ini juga menyediakan pupuk cair
untuk menumbuhkan tanaman secara hidroponik. Sebaliknya, media
hidroponik berfungsi sebagai biofilter, yang akan menyerap amonia, nitrat
dan fosfor sehingga air yang sudah bersih dapat dialirkan kembali ke
media pemeliharaan (Sapei 2006).
Akuaponik adalah kombinasi akuakultur dan hidroponik untuk
memelihara ikan dan tanaman dalam satu sistem yang saling terhubung.
Limbah yang dihasilkan oleh ikan digunakan sebagai pupuk untuk
tanaman. Interaksi antara ikan dan tanaman menghasilkan lingkungan
yang ideal untuk tumbuh sehingga lebih produktif dari metode tradisional.
Sebagian besar ikan air tawar, yang tahan terhadap padat tebar tinggi akan
tumbuh dengan baik pada sistem akuaponik (Rackocy et al. 2006).
C. Metode Praktikum
1. Alat
a. Alat tulis
b. Camera
2. Bahan
a. Instalasi beberapa sistem hidroponik, antara lain :
1) Floating Hidroponic System (FHS)
2) Substrat sekam dan pasir
3) Nutrient Film Teqnique (NFT)
4) Vertikultur talang
5) Deep Flow Technique (DFT)
6) Ebb and flow (penggenangan dan pengatusan)
7) Aquaponik
3. Cara Kerja
a. Menyiapkan dan merangkai masing-masing sistem hidroponik yang
digunakan
b. Mengamati bagian-bagiab dari bentuk-bentuk modifikasi sistem
hidroponik : Floating Hidroponic System (FHS), substrat sekam dan
pasir Nutrient Film Teqnique (NFT), vertikultur talang, ebb and flow
atau penggenangan dan pengatusan, Deep Flow Technique (DFT),
serta aquaponik.
c. Mengamati cara pengoperasian sistem hidroponik tersebut.
9

d. Mengamati kelemahan dan kelebihan dari tiap-tiap bentuk modifikasi


sistem hidroponik.

D. Hasil dan Pembahasan


1. Hasil Pengamatan
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Berbagai Sistem Hidroponik

Jenis Sistem Hidroponik Gambar

NFT
(Nutrient Film Techique)

Ebb and Flow

Vertikultur

Aquaponik

Substrat sekam dan pasir

Sumber : Laporan Sementara


2. Pembahasan
Hidroponik berasal dari bahasa latin yang terdiri dari 2 kata, yaitu
“Hydro” yang berarti Air dan “Ponos” yang berarti Kerja. Hidroponik
merupakan cara bertanam tanpa menggunakan tanah, melainkan hanya
memanfaatkan air yang memiliki kandungan nutrisi yang mencukupi dan
10

memanfaatkan media tanam yang bersifat porous sebagai pengganti tanah


tersebut. Bertanam secara konvensional, tanah lebih berperan sebagai
media tanam atau penyangga tanaman. Tanaman dapat tumbuh dimana
saja asalkan kebutuhan dasarnya dapat terpenuhi, antara lain unsur hara,
oksigen terlarut, tingkat keasaman larutan (pH) serta cahaya matahari.
Sebagian unsur hara yang terdapat pada tanah dapat diganti dengan
pemberian nutrisi dalam bentuk larutan, oksigen dapat diberikan dengan
memasang aerator ataupun mengalirkan air pada sistem, pH dapat
dipertahankan pada kisaran nilai 5,5 – 6,5 sedangkan cahaya matahari
dapat diberikan sesuai kebutuhan tanaman.
1. Floating Hidroponic System (FHS)
Metode ini dikembangkan oleh Jensen (1980) di Arizona dan
Massantini (1976) Italy. Floating hidroponic system (FHS) merupakan
budidaya sayuran pada lubang styrofoam (gabus) yang mengapung di
atas permukaan larutan nutrisi dalam suatu bak penampung. Teknik ini
disebut juga teknik rakit apung (floating raft) merupakan cara
budidaya tanaman diatas rakit yang terapung di permukaan larutan
nutrisi. Teknik ini merupakan yang paling sederhana dan paling mudah
diterapkan untuk pemula.
Peralatan utama yang dibutuhkan untuk membuatnya, antara lain
bak penampung nutrisi, airstone dan styrofoam. Styrofoam inilah yang
berfungsi sebagai rakit yang menjadi tempat bertanam nantinya.
Sistem ini, larutan nutrisi tidak disirkulasikan, tetapi dibiarkan pada
bak penampung dan dapat digunakan lagi dengan cara mengontrol
kepekatan larutan dalam jangka waktu tertentu. Hal ini perlu dilakukan
karena akan terjadi pengkristalan dan pengendapan nutrisi di dasar
kolam dalam jangka waktu yang cukup lamasehingga dapat
mengganggu pertumbuhan sayuran. Sistem ini dapat digunakan untuk
daerah yang sumber energi listriknya terbatas karena energi yang
dibutuhkan tidak terlalu tergantung pada energi listrik.
Kelebihan teknik rakit apung yaitu, biaya pembuatan yang murah,
mudah dalam perawatan serta pasokan nutrisi tanaman yang selalu
11

terpenuhi. Namun kekurangannya yaitu, perakaran tanaman lebih


rentan terjadi pembusukan dan sistem ini tidak cocok diterapkan pada
tanaman besar atau tanaman jangka panjang. Jenis tanaman yang
cocok diterapkan pada sistem rakit apung yaitu jenis tanaman sayuran
daun, seperti selada, bayam, kangkung, pakcoy dan caisim.
2. Substrat sekam dan pasir
Hidroponik substrat tidak menggunakan air sebagai media, tetapi
menggunakan media padat (bukan tanah) yang dapat menyerap atau
menyediakan nutrisi, air, dan aerasi serta mendukung akar tanaman
seperti halnya fungsi tanah. Media yang dapat digunakan dalam
hidroponik substrat ini antara lain batu apung, pasir, serbuk gergaji,
atau gambut. Media (substrat) hidroponik juga tidak boleh
mengandung racun atau harus bebas dari hama dan penyakit sehingga
perlu dilakukan sterilisasi. Sterilisasi bertujuan untuk membasmi hama
atau penyakit yang ada pada substrat. Sterilisasi bisa dilakukan dengan
cara pemanasan (pengukusan, penggorengan) atau penambahan/
perendaman bahan kimia. Bahan kimia yang digunakan untuk
sterilisasi antara lain clorin, fungisida, dan pestisida.
Karakteristik substrat harus bersifat inert dimana tidak
mengandung unsur hara mineral. Media tanam hidroponik harus bebas
daribakteri, racun, jamur, virus, spora yang dapat menyebabkan
patogen bagi tanaman. Fungsi utama substrat adalah untuk menjaga
kelembaban,dapat menyimpan air dan bersifat kapiler terhadap air.
Media yang baik bersifat ringan dan dapat sebagai penyangga
tanaman. Kemampuan mengikat kelembaban suatu media tergantung
dari ukuran partikel, bentuk, dan porositasnya. Semakin kecil ukuran
partikel, semakin besar luas permukaan jumlah pori, maka semakin
besar pula kemampuan menahan air. Bentuk partikel media yang tidak
beraturan lebih banyak menyerap air dibanding yang berbentuk bulat
rata. Media yang berpori juga memiliki kemampuan lebih besar
menahan air. Ukuran partikel dan komposisi organik dalam hidroponik
sangat penting, karena itu menentukan baik kapasitas memegang air
12

dan aerasi media. Ukuran partikel yang baik umumnya kurang dari
0,59 mm.
Aerasi yang baik dan kapasitas menahan air sangat penting untuk
penanaman jangka panjang. Kelebihan teknik ini antara lain, tanaman
dapat berdiri lebih tegak, kebutuhan nutrisi mudah untuk dipantau,
biaya operasional tidak terlalu besar. Kekurangan teknik ini antara lain,
populasi tanaman tidak terlalu banyak, terlalu banyak menggunakan
wadah, mudah ditumbuhi lumut.
3. Nutrient Film Teqnique (NFT)
Teknik NFT merupakan cara bertanam hidroponik yang lebih
sering digunakan. Sesuai namanya, konsep dasar kerja teknik ini yaitu
dengan mengalirkan air nutrisi secara tipis dan konstan melewati
perakaran tanaman dengan ketebalan aliran seukuran “roll film”,
sekitar 2-3 mm. Air nutrisi yang mengalir ini kemudian akan kembali
menuju bak penampungan dan dialirkan lagi menuju perakaran
tanaman, begitu seterusnya terjadi berulang-ulang. Teknik ini biasanya
tidak membutuhkan media tanam karena untuk membantu tanaman
berdiri cukup menggunakan gabus atau kapas di dalam netpot,
sedangkan perakarannya dibiarkan terjuntai di dalam pipa.
Hal yang perlu diperhatikan dalam membangun teknik NFT ini,
yaitu kecepatan aliran yang masuk ke dalam pipa sebaiknya jangan
terlalu cepat, berkisar antara 0.3-0.75 Liter/menit yang dapat diatur
dengan putaran kran. Menentukan kemiringan pipa untuk aliran nutrisi.
Kemiringan pipa biasanya ditentukan antara 1-5% dari panjang pipa
yang digunakan. Bed (talang), tangki penampung dan pompa. Bed
NFT di beberapa negara maju sudah diproduksi secara massal dan
disediakan oleh beberapa perusahaan supplier greenhouse dan
pertanian, di Jepang terbuat dari styrofoam, namun di Indonesia belum
diproduksi sehingga banyak petani Indonesia memakai talang rumah
tangga (lebar 13-17 cm dan panjang 4 meter). Tangki penampung
dapat memanfaatkan tempat atau tandon air. Pompa berfungsi untuk
13

mengalirkan larutan nutrisi dari tangki penampung ke bed NFT dengan


bantuan jaringan atau selang distribusi.
Beberapa kelebihan teknik NFT antara lain, kebutuhan nutrisi, air
dan oksigen pada tanaman dapat terpenuhi dengan baik dan terkontrol
serta tanaman dapat lebih cepat tumbuh sehingga meningkatkan
produktivitas panennya. Namun kekurangannya yaitu membutuhkan
modal awal yang cukup besar dan sangat membutuhkan aliran listrik,
jika pompa rusak atau tidak ada aliran listrik maka akar tanaman akan
cepat mengering. Air dan nutrisi yang diberikan tidak akan terbuang
percuma karena aliran airnya akan masuk ke bak penampung yang ada
dibawahnya setelah itu dipompa kembali ke atas dan dialirkan lagi ke
akar tanaman.
4. Vertikultur talang
Vertikultur diambil dari istilah verticulture dalam bahasa lnggris
(vertical dan culture) artinya sistem budidaya pertanian yang dilakukan
secara vertikal atau bertingkat. Cara bercocok tanam secara vertikultur
ini sebenarnya sama saja dengan bercocok tanam di kebun atau di
sawah. Perbedaannya terletak pada lahan yang digunakan. Misalnya,
lahan 1 meter mungkin hanya bisa untuk menanam 5 batang tanaman.
Sistem vertikal bisa untuk 20 batang tanaman.
Vertikultur adalah sistem tanam di dalm pot yang disusun/dirakit
horisontal dan vertikal atas bertingakat. Cara tanam ini sesuai
diusahakan pada lahan terbatasatau halaman rumah. Jenis tanaman
adalah tanaman hias atau sayuran. Vertikultur dapat diartikan sebagai
teknik budidaya tanaman secara vertikal sehingga penanaman
dilakukan secara bertingkat. Teknik budidaya ini tidak memerlukan
lahan yang luas, bahkan dapat dilakuakan pada rumah yang tidak
memiliki halaman sekalipun. Pemanfaatan teknik vertikultur ini
memungkinkan untuk berkebun dengan memanfaatkan tempat secara
efisien. Secara estetika, tanaman vertikultur berguna sebagai penutup
pemandangan yang tidak menyenangkan atau sebagai latar belakang
yang menyuguhkan pemandangan yang indah dengan berbagai warna.
14

Kelebihan sistem pertanian vertikultur: (1) Efisiensi dalam


penggunaan lahan. (2) Penghematan pemakaian pupuk dan pestisida.
(3) Dapat dipindahkan dengan mudah karena tanaman diletakkan
dalam wadah tertentu.(4) Mudah dalam hal monitoring/pemeliharaan
tanaman. Namun demikian, sistem budidaya vertikultur juga memiliki
kelemahan, yaitu: (1) Investasi awal cukup tinggi.(2) Sistem
penyiraman harus kontinyu serta memerlukan beberapa peralatan
tambahan, misalnya tangga sebagai alat bantu penyiraman, dll.(3)
memerlukan keterampilan khusus(4) hanya bisa dikembangkan pada
tanaman hortikulturaJenis tanaman yang dapat ditanam dengan sistem
ini sangat banyak, misalnya a) tanaman sayur semusim (sawi,selada,
kubis, wortel, tomat, terong, cabai dan lain-lainnya),b) tanaman bunga
seperti anggrek, mawar, melati, azalea, kembang sepatu, dll; dan, c)
tanaman obat-obatan yang sekulen..
5. Ebb and flow atau penggenangan dan pengatusan
Flood and Drain System atau sistem pasang surut. Cara kerja
teknik ini yaitu dengan memompakan larutan nutrisi dari bak
penampung menuju media tanam hingga membanjiri sementara
perakaran tanaman. Beberapa waktu kemudian, pompa kembali
dimatikan dan larutan nutrisi dari media tanam akan kembali turun
menuju bak penampungan, begitu seterusnya terjadi berulang-ulang
dalam frekuensi waktu yang telah ditentukan.
Alat utama yang dibutuhkan untuk membuat teknik ini yaitu
mengandalkan mesin pompa dan timer. Timer berfungsi untuk
menyalakan dan mematikan mesin pompa. Pengaturan timer dapat
disesuaikan dengan ukuran dan jenis tanaman serta kelembaban, suhu
dan tipe media tanam yang digunakan, sehingga kebutuhan tanaman
dapat terpenuhi dengan tepat, tidak membuatnya lama tergenang
ataupun kekurangan air nutrisi.
Beberapa kelebihan teknik Ebb and Flow antara lain, kebutuhan
tanaman terhadap nutrisi, air dan oksigen dapat terpenuhi secara rutin
dan terjadwal. Namun kekurangannya yaitu sangat tergantung pada
15

aliran listrik dan membutuhkan biaya pembuatan yang cukup mahal.


Mengatasi masalah listrik padam, anda dapat menyiapkan genset.
Namun bagi yang tidak mempunyai dana lebih, cukup dengan
memanfaatkan media tanam yang dapat menahan air, seperti rockwool,
cocopeat ataupun vermiculite.
6. Deep Flow Technique (DFT)
Prinsip dasar Hidroponik Sistem Deep Flow Technique (DFT)
adalah mensirkulasikan larutan nutrisi tanaman secara terus-menerus
selama 24 jam pada rangkaian aliran tertutup. Larutan nutrisi tanaman
di dalam tangki dipompa oleh pompa air menuju bak penanaman
melalui jaringan irigasi pipa, kemudian larutan nutrisi tanaman di
dalam bak penanaman dialirkan kembali menuju tangki.
Teknik DFT merupakan cara budidaya tanaman pada rangkaian
aliran tertutup yang lebih sering diterapkan pada sayuran daun dan
buah. Prinsip kerjanya yaitu dengan meletakkan perakaran tanaman
tersebut dalam aliran nutrisi hingga di kedalaman 4-6 cm. Peralatan
utama sistem ini yaitu, pompa, pipa, bak penanaman dan bak
penampungan nutrisi.
Kelebihan teknik DFT yaitu, jika terjadi pemadaman listik maka
tanaman tetap akan mendapatkan nutrisi karena pasokan nutrisi masih
tersedia di dalam bak penanaman. Penggunaan daya listrik juga dapat
lebih dihemat dengan menambahkan alat timer pengatur waktu nyala
pompa dari pagi hingga sore hari saja. Sedangkan kekurangannya,
teknik ini membutuhkan jumlah larutan nutrisi yang lebih banyak.
7. Aquaponik
Akuaponik adalah kombinasi menarik antara Akuakultur dan
Hidroponik yang mampu mendaur ulang nutrisi, dengan menggunakan
sebagian kecil air daur ulang hingga memungkinnya pertumbuhan ikan
dan tanaman secara terpadu. Sistim ini sebenarnya sudah biasa dipakai
para petani Indonesia khusunya di Jawa. Yakni apa yang disebut
dengan tumpang sari. menanam padi di sawah, sekaligus memelihara
ikan di lahan persawahan itu. Hanya saja pada aquaponik media
16

tumbuh tanaman tidak di atas tanah, namun menggunakan media


tanam (grow beds) seperti batu kerikil.
Keuntungan unik dari sistem aquaponik adalah: Konservasi
melalui penggunaan kembali dan daur ulang air konstan. Organik
pemupukan tanaman dengan emulsi ikan alami. Penghapusan
pembuangan limbah padat dari budidaya intensif. Pengurangan lahan
tanaman yang dibutuhkan untuk menghasilkan tanaman. Pengurangan
keseluruhan jejak lingkungan dari produksi tanaman. Membangun
instalasi komersial kecil yang efisien di dekat pasar mengurangi mil
makanan. Pengurangan patogen yang sering wabah akuakultur sistem
produksi. Pengurangan erosi dengan menghilangkan kebutuhan untuk
membajak tanah.
Beberapa kelemahan dibayangkan dengan aquaponics adalah:
Awal pengeluaran untuk perumahan, pipa tangki,, pompa, dan tumbuh
tempat tidur. Jumlah terbatas dari cara di mana sistem dapat
dikonfigurasi cocok untuk hasil yang sama bervariasi, penelitian yang
saling bertentangan, dan keberhasilan atau kegagalan. Beberapa
instalasi aquaponik sangat bergantung pada energi buatan manusia,
solusi teknologi, dan pengendalian lingkungan untuk mencapai
resirkulasi dan air / suhu ambien. Namun, jika sistem dirancang
dengan konservasi energi dalam pikiran, menggunakan energi
alternatif dan berkurangnya jumlah pompa dengan membiarkan bawah
aliran air sebanyak mungkin, itu bisa sangat hemat energi. Sementara
desain hati-hati dapat meminimalkan risiko, sistem aquaponik dapat
memiliki 'titik tunggal kegagalan' beberapa di mana masalah seperti
kegagalan listrik atau penyumbatan pipa dapat mengakibatkan
hilangnya lengkap stok ikan.

E. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Hidroponik acara Pengenalan Sistem
Hidroponik, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain :
17

a. Hidroponik merupakan cara bertanam tanpa menggunakan tanah,


melainkan hanya memanfaatkan air yang memiliki kandungan nutrisi
yang mencukupi dan memanfaatkan media tanam yang bersifat porous
sebagai pengganti tanah tersebut.
b. Instalasi beberapa macam sistem hidroponik, meliputi : Floating
hydoponic system (FHS), Nutrient Film Technique (NFT), hidroponik
vertikultur, ebb and flow, aquaponik serta DFT
c. Floating Hydroponic System (FHS) atau rakit apung merupakan suatu
budidaya tanaman dengan cara menanamkan tanaman pada lubang
sterofoam yang mengapung diatas permukaan larutan nutrisi dalam
suatu bak penampung atau kolam sehingga akar tanaman terapung atau
terendam dalam larutan nutrisi
d. Kelebihan dari FHS adalah dapat memanfaatkan lahan sempit,
merupakan sistem hidroponik yang paling mudah dan sederhana, tidak
memerlukan keahlian mendalam, hemat listrik. Kekurangan dari FHS
adalah kemungkinkan tanaman akan kekurangan oksigen, cepat terjadi
peningkatan suhu, memerlukan pemantauan pH dan kepekatan lebih
rutin, pertumbuhan akar sering terganggu
e. Nutrient Film Technique (NFT) merupakan tekhnik hidroponik dimana
aliran sangat dangkal air yang mengandung semua nutrisi terlarut yang
diperlukan untuk pertumbuhan tanaman kembali berada melewati akar
telanjang tanaman
f. Kelebihan dari NFT adalah pertumbuhan tanaman lebih baik, karena
terdapat sirkulasi yang baik pada bagian akar, penggunaan nutrisi lebih
efisien. Kekurangan dari NFT adalah tidak cocok digunakan pada
daerah yang belum dialiri listrik, memerlukan tenaga ahli, memerlukan
kecermatan dan pemantauan aliran nutrisi, butuh supplai listrik terus
menerus, bila terjadi infeksi penyakit terhadap satu tanaman, maka
seluruh tanaman akan tertular dalam waktu singkat, butuh investasi
awal besar
g. Sistem hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman
dimana akar tanaman tumbuh pada media porus selain tanah yang
18

dialiri larutan nutrisi sehingga memungkinkan tanaman memperoleh


air, nutrisi, dan oksigen secara cukup
h. Ebb and Flow System adalah suatu sistem menanam dalam hidroponik
dimana nutrisi atau pupuk diberikan dengan cara
menggenangi/merendam media tanam (zona akar) untuk beberapa
waktu tertentu, setelah itu nutrisi tadi dialirkan kembali ke bak
penampungan
i. Kelebihan dari ebb and flow adalah lebih hemat nutrisi dan dapat
digunakan sebagai penghias ruangan. Kekurangan dari ebb and flow
adalah rangkaiannya rumit, membutuhkan tenaga ahli untuk
menanganinya dan membutuhkan kecermatan lebih tinggi dalam
pemeliharaan.
j. Deep Flowing Technique adalah sistem hidroponik tanpa media,
berupa kolam atau kontainer yang panjang dan dangkal diisi dengan
larutan hara dan diberi aerasi
k. Kelebihan dari teknik hidroponik sistem DFT ini adalah pada saat
aliran arus listrik padam maka larutan nutrisi tetap tersedia untuk
tanaman, karena pada sistem ini kedalam larutan nutrisinya mencapai
kedalaman 6 cm. Kekurangannya adalah pada sistem DFT ini
memerlukan larutan nutrisi yang lebih banyak dibandikan dengan
sistem NFT (Nutrient Film Technique)
l. Budidaya vertikultur hidroponik merupakan salah satu perkembangan
teknologi budidaya pertanian cara hidroponik dengan membuat
instalasi (vertikal) dengan perawatan otomatis
m. Aquaponik adalah kombinasi dari akuakultur (budidaya ikan) dan
hidroponik (budidaya tanaman tanpa tanah)

2. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum Pengenalan Sistem
Hidroponik, bahwa sebaiknya penjelasan tentang sistem hidroponik tidak
terlalu cepat disertai buku praktikum.
19

DAFTAR PUSTAKA

Affan M F 2005. High Temperature Effects on Root Absorption in Hydroponic


System DFT. Master Thesis. Kochi University.
Diansari Munthia 2008. Pengaturan Suhu, Kelembaban, Waktu Pemberian Nutrisi
Dan Waktu Pemberian Air Untuk Pola Cocok Tanam Hidroponik Berbasis
Mikrikontroler AVR ATMEGA 8335. Skripsi. Departemen Takik Elektro.
Cahdirin Y 2007. Teknologi Greenhouse dan Hidroponik. Diklat Kuliah.
Departemen Teknik Pertanian IPB. Bogor.
Haryoto 2009. Bertanam Seledri Secara Hidroponik. Yogyakarta: Kanisius.
Mugniesyah S S 2006. Ilmu Penyuluhan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Lukman, Liferdi. 2011. Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran Secara Vertikultur.
Bandung : Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Mas’ud H 2009. Sistem Hidroponik dengan Butrisi dan Media Tanam Berbeda
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Selada. Media Litbang Sulteng 2(2):131-
136.
Morgan L 2005. Powering up the Root System , Growing Edge. 4(3). New Moon
Publishing Cornvallis. Oregon.
Rackocy J E, D S Bailey, K A Shultz, W M Cole 2006). Recirculating Aquaponik
Tank Production System: Aquaponics Integrating Fish And Plant Culture
20

Southern Regional Aquaculture Center. United State of Agriculture .


Publication no. 454.
Rosliani, R dan N. Sumarni 2005. Budidaya Tanaman Sayuran dengan Teknik
Hidroponik. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 27 Hal.
Sameto H 2006. Hidroponik Sederhana Penyejuk Ruang. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Sapei C Arif, A M Patappa, B D Astuti 2006. Sistem Kendali Berbasis PLC untuk
Pengaturan Larutan Nutrisi pada Jaringan Irigasi Tetes. J. Ilmiah Ilmu
Komputer 4(2) : 42-47.
Suhardiyanto H 2009. Teknologi Rumah Tanaman Untuk Iklim Tropika Basah :
Pemodelan Dan Pengendalian Lingkungan. Bogor: IPB Press.
Sutiyoso, Karsono S, Sudarmodjo 2006. Hidroponik Skala Rumah Tangga..
Surabaya: Agro Media Pustaka.
Temmy D 2011. Vertikultur, Teknik Bertanam di Lahan Sempit. Jakarta: Gramedia.
Widarto L 2007. Vertikultur Bercocok Tanam Secara Bertingkat. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai