Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia.


Sektor pertanian sebagai sumber penghasilan bagi beberapa masyarakat, karena sebagian
besar kawasan Indonesia merupakan lahan pertanian. Para petani biasanya menggunakan
tanah untuk media dalam mengembangkan hasil pertaniannya. Dengan banyaknya lahan yang
tidak dipakai oleh masyarakat untuk lahan pertanian disebabkan tidak semua tanah dapat
ditanami, maka saat ini ada cara lain untuk memanfaatkan lahan terutama untuk lahan yang
sempit sebagai usaha untuk dipertimbangkan mengingat dapat dilakukan di pekarangan
rumah,atap rumah maupunlahan lainnya.

Kebutuhan pangan bagi manusia seperti sayuran dan buah–buahan semakin


meningkat dengan seiring perkembangan jumlah penduduk. Namun hal tersebut tidak di
imbangi dengan pertumbuhan lahan pertanian yang semakin sempit. Pada kota – kota besar,
lingkup sentra lahan pertanian di alih fungsikan menjadi pemukiman. Sehingga sistem
hidroponik yang paling tepat untuk model usaha pertanian, sebagai salah satu solusi
untuk mengatasi masalah pangan. Semua jenis tanaman bisa ditanam dengan sistem
pertanian hidroponik, namun biasanya masyarakat banyak yang menanam tanaman
semusim. Golongan tanaman hortikultura yang biasa ditanam dengan media tersebut,
meliputi: tanaman sayur, tanaman buah, tanaman hias, dan tanaman obat–obatan.

Cara bercocok tanam secara hidroponik sebenarnya sudah banyak dipakai oleh
beberapa masyarakat untuk memanfaatkan lahan yang tidak terlalu luas. Banyak
keuntungan dan manfaat yang dapat diperoleh dari sistem tersebut. Sistem ini dapat
menguntungkan dari kualitas dan kuantitas hasil pertaniannya, serta dapat
memaksimalkan lahan pertanian yang ada karena tidak membutuhkan lahan yang banyak.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari hidroponik?


2. Bagaimana teknik penanaman hidroponik dan macam-macam penanaman
hidroponik?
3. Jenis tanaman apa saja yang dapat ditanam secara hidroponik?
4. Apa saja kelebihan dan kekurangan dalam penanaman hidroponik?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari hidroponik.


2. Untuk mengetahui teknik penanaman hidroponik dan macam-macam penanaman
hidroponik.
3. Untuk mengetahui tanaman apa saja yang dapat ditanam secara hidroponik.
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam penanaman hidroponik.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Hidroponik

Hidroponik adalah suatu cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai
tempat menanam tanaman. Perbedaan bercocok tanam dengan tanah dan hidroponik yaitu,
apabila dengan tanah, zat-zat makanan diperoleh tanaman dari dalam tanah. Sedangkan
hidroponik, makanan diperoleh tanaman dari dalam air yang mengandung zat-zat anorganik.
Hidroponik merupakan cara budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah tetapi
menggunakan media inert seperti pasir, peat, atau sawdust dengan memberikan larutan hara
yang mengandung semua unsur esensial yang dibutuhkan oleh tanaman (Susila, 2013).

Sistem hidroponik dapat memberikan suatu lingkungan pertumbuhan yang lebih


terkontrol. Terdapat beberapa media tanam yang dapat digunakan dalam sistem hidroponik,
salah satunya adalah cocopeat. Cocopeat adalah media tanam hidroponik yang terbuat dari
serabut kelapa yang telah dihancurkan menjadi serbuk. Cocopeat mengandung unsur hara
makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman di antaranya adalah kalium, fosfor, kalsium,
magnesium dan natrium yang dibutuhkan oleh tanaman. Media tanam cocopeat banyak
tersedia di Indonesia karena banyak tanaman kelapa di sekitar kita. Selain itu, media tanam
ini juga dapat mengikat air hingga tujuh kali lipat sehingga akan cocok jika digunakan
sebagai media tanam yang dapat memelihara kelembaban di zona perakaran untuk sistem
hidroponik (Hasirani dkk, 2014).

Penggunaan sistem hidroponik tidak mengenal musim dan tidak memerlukan lahan
yang luas dibandingkan dengan kultur tanah untuk menghasilkan satuan produktivitas yang
sama. Menurut Rahmawati (2009) menyatakan bahwa media dalam hidroponik berfungsi
sebagai penopang tanaman dan memiliki syarat seperti struktur yang stabil selama
pertumbuhan tanaman , bebas dari zat berbahaya bagi tanaman, bersifat inert, memiliki daya
pegang air yang baik, drainase dan aerase yang baik.

2.2 Macam dan teknik hidroponik

Menurut Chadirin (2007), saat ini dikenal delapan macam teknik hidroponik modern,
yaitu Nutrient Film Tecknique (NFT), Static Aerated Technique (SAT), Ebb and Flow
Technique (EFT), Deep Flow Technique (DFT), Aerated flow Technique (AFT), Drip
Irigation Technique (DIT), Root Mist Technique (RMT), dan Fog Feed Technique (FFT).

2.2.1 DFT (Deep Flow Technique)

Deep Flow Technique (DFT) merupakan salah satu metode hidroponik yang
menggunakan air sebagai media untuk menyediakan nutrisi bagi tanaman dengan pemberian
nutrisi dalam bentuk genangan. Tanaman dibudidayakan di atas saluran yang dialiri larutan
nutrisi setinggi 4-6 cm secara kontinyu, dimana akar tanaman selalu terendam di dalam
larutan nutrisi. Larutan nutrisi akan dikumpulkan kembali ke dalam bak nutrisi, kemudian
dipompakan melalui pipa distribusi ke kolam penanaman secara kontinyu (Chadirin,2007).
Gambar 1. Hidroponik sistem DFT (Istawan dan Mulyono, 2016).

2.2.2 NFT (Nutrient Film Technique)

Menurut Chadirin (2007), Nutrient film technique (NFT) adalah metode budidaya
yang akar tanamannya berada di lapisan air dangkal tersirkulasi yang mengandung nutrisi
sesuai kebutuhan tanaman. Teknik ini adalah cara yang paling populer dalam istilah
hidroponik, biasanya diterapkan untuk skala bisnis . Sistem NFT ini secara terus menerus
mengalirkan nutrisi yang terlarut dalam air tanpa menggunakan timer untuk pompanya
selama minimal 10 s/d 14 jam setiap harinya .

Gambar 2. Hidroponik sistem NFT(Istawan dan Mulyono, 2016).

Nutrisi ini mengalir kedalam gully (wadah berbentuk persegi seperti talang air)
melewati akar-akar tumbuhan dan kemudian kembali lagi ke penampungan air, begitu
seterusnya. Air nutrisi yang mengalir sangatlah tipis berkisar 2mm s/d 4mm, dengan
kemiringan gully 3cm per 1m nya. Jadi air akan mengalir dengan lancar hingga menimbulkan
riak-riak di dalam gully, dan akarpun akan terpenuhi pasokan oksigennya(Istawan dan
Mulyono, 2016). Kelemahan sistem ini adalah air nutrisi diharuskan tetap mengalir dari pagi
sampai sore tanpa putus, artinya jika terjadi kerusakan pompa atau ada masalah lain hingga
terhentinya sirkulasi air, maka akan beresiko kematian atau mempengaruhi mutu
pertumbuhan terhadap tanaman. Perakaran bisa jadi berkembang di dalam larutan nutrisi dan
sebagian lainnya di atas permukaan larutan. Bagian atas perakaran berkembang di atas air
yang meskipun lembab tetap berada di udara dan di sekeliling perakaran itu terdapat selapis
larutan nutrisi. Syarat-syarat yang diperlukan untuk membuat selapis nutrisi tersebut adalah
sebagai berikut:

a. Kemiringan talang tempat mengalirnya larutan nutrisi ke bawah benar-benar seragam.


b. Kecepatan aliran nutrisi masuk tidak boleh terlalu cepat.
c. Lebar talang memadai untuk menghindari terbendungnya aliran nutrisi oleh kumpulan
akar.
d. Dasar talang harus rata dan tidak melengkung.

2.2.3 AEROPONIC SYSTEM

Merupakan sistem hydroponik yang canggih dan membutuhkan investasi yang cukup
mahal. Cara kerjanya yakni larutan nutrisi dari penampungan disemprotkan (injeksi) melalui
nosel ( nozzle spray ) berbentuk kabut langsung ke akar, sehingga akar tanaman lebih mudah
menyerap larutan nutrisi yang terukur ( ppm ) serta oksigen. Penggunaan pewaktu (timer)
maka, secara berkala akar akan selalu disemprotkan menggunakan nosel khusus dengan
durasi tertentu agar akar tanaman tetap basah (Istawan dan Mulyono, 2016).

Gambar 3. Sistem Aeroponik(Istawan dan Mulyono, 2016).

2.2.4 SISTEM IRIGASI TETES (DRIP IRRIGATION)

Sistem irigasi tetes merupakan system hidroponik yang sering digunakan untuk saat
ini. Sistem operasinya sederhana yaitu dengan menggunakan timer untuk mengontrol kerja
pompa air. Pada saat pompa air dihidupkan, pompa meneteskan nutrisi ke masing-masing
tanaman, air irigasi diberikan perlahan-lahan dengan tetesan terputus-putus atau terus
menerus berupa aliran tipis atau semprotan kecil. Salah satu modifikasi sistem irigasi tetes ini
yakni menggunakan pipa berlubang tanpa menggunakan komponen emiter/ penetes. Supaya
tanaman berdiri tegak, maka tanaman ditopang menggunakan media tanam lain seperti
cocopeat (serbuk sabut kelapa), sekam bakar, batu zeolit, arang, pasir dan lain lain selain
tanah.
Gambar 4. Sistem drip irrigation(Istawan dan Mulyono, 2016).

2.2.5 Sistem Ebb & Flow

Bekerja dengan cara membanjiri sementara wadah pertumbuhan dengan nutrisi


sampai air pada batas tertentu, kemudian mengembalikan nutrisi itu ke dalam penampungan,
begitu seterusnya. Sistim ini memerlukan pompa yang dikoneksikan ke timer atau biasanya
disebut sistim pasang surut. Air akan menggenang dan membasahi akar selama waktu
tertentu, yakni disesuaikan kebutuhan tanaman dan kondisi lingkungan(Istawan dan
Mulyono, 2016).

Gambar 5. Sistem Ebb dan flow(Istawan dan Mulyono, 2016).

2.2.6 Walter Culture

Merupakan system hidroponik yang sederhana atau lebih populer disebut dengan
Sistim Rakit Apung. Wadah yang menyangga tumbuhan biasanya terbuat dari styrofoam (atau
lainnya) dan mengapung langsung di atas cairan nutrisi yang dibantu pompa udara (aerator)
ke dalam air stone yang membuat gelembung-gelembung sebagai suplai oksigen tambahan ke
akar-akar tanaman(Istawan dan Mulyono, 2016).
Gambar 6. Walter Culture(Istawan dan Mulyono, 2016).

2.2.7 Sistem Sumbu (Wick System)

Ini salah satu system hidroponik yang paling sederhana sekali dan biasanya digunakan
oleh kalangan pemula. Sistem ini termasuk pasif, karena tidak ada part-part yang bergerak.
Nutrisi mengalir ke dalam media pertumbuhan dari dalam wadah menggunakan perantara
sejenis sumbu, seperti kain flanel atau lain sebagainya(Istawan dan Mulyono, 2016).

Gambar 7. Wick System(Istawan dan Mulyono, 2016).


2.4 Program Pemupukan Hidroponik

Larutan hara untuk pemupukan tanaman hidroponik di formulasikan sesuai dengan


kebutuhan tanaman menggunakan kombinasi garam-garam pupuk. Jumlah yang diberikan
disesuaikan dengan kebutuhan optimal tanaman. Program pemupukan tanaman melaui
hidroponik walaupun kelihatannya sama untuk berbagai jenis tanaman sayuran, akan tetapi
terdapat perbedaan kebutuhan setiap tanaman terhadap hara. Pupuk yang dapat digunakan
dalam sistem hidroponik harus mempunyai tingkat kelarutan yang tinggi (Susila, 2013).

1. Larutan Hara
Sebagian besar tanaman hijau memerlukan total 16 elemen kimia untuk
mempertahankan hidupnya. Dari total elemen ini hanya 13 yang dapat diberikan sebagai
pupuk lewat perakaran tanaman, sedangkan 3 yang lain (Okisgen, Karbon dan Hidrogen)
dapat diambil dari udara dan air. Budidaya tanaman secara hidroponik memungkinkan
petani mengontrol pertumbuhan tanaman, akan tetapi juga memerlukan kemampuan
manajemen yang tepat untuk mencapai keberhasilan. Petani hidroponik tidak hanya harus
memberikan 6 hara makro ( N, P, K, Ca, Mg, S) saja, akan tetapi harus juga memberikan 7
hara mikro (Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, B) untuk mendukung pertumbuhan tanaman (Susila,
2013).
2. Konsentrasi Hara
Beberapa larutan hara untuk budidaya tanaman tanpa tanah yang populer sampai saat
ini adalah seperti terlihat pada Tabel 1-1.

Tabel 1-1. Konsentrasi hara (ppm) beberapa larutan standar untuk budidaya tanaman
tanpa tanah (Sumber: Susila, 2013)

Larutan hara Hoagland dan Arnon pertama kali dikembangkan untuk tanaman tomat,
akan tetapi digunakan juga sebagai larutan standar untuk berbagai penelitian pada kultur
air. Larutan Wilcox-1 dirancang untuk persemaian tanaman selada dan tomat. Pada saat
tanaman tomat berkembang dari fase vegetatif menuju fase generatif pada larutan Wilcox-
2 unsur N dan P ditingkatkan. Akan tetapi peningkatan unsur K lebih tinggi dibanding
unsur lain untuk mendukung pertumbuhan buah (Susila, 2013).

3. Pengelolaan Larutan Hara


Dalam hampir semua sistem produkasi tanaman secara hidroponik, paling sedikit
diperlukan 2 tangki larutan stok untuk pencampuran hara. Hal ini dilakukan karena
terdapat beberapa jenis sumber pupuk yang mengalami reaksi pengendapan bila dicampur
dalam keadaan konsentrasi tinggi. Pada umumnya endapan kalsium phosphat terbentuk
bila kalsium nitrat dicampur dengan beberapa sumber phosphat. Endapan kalsium sulfat
juga akan terbentuk bila terjadi pencampuran kalsium nitrate dengan magnesium sulfat.
Pengelompokan stok hara dapat dibuat sebagai berikut: Stok A yang berisi potasium nitrat,
kalsium nitrat, Fe EDTA, dan Stok B yang berisi sumber phospor, magnesium sulfat, hara-
mikro, potasium chlorida, juga potassium nitrat (Susila, 2013).
Status larutan hara harus selalu dimonitor dan dikontrol secara kontinyu. Biasanya
larutan hara dikontrol dengan mengukur total konsentrasi garamnya, dan dibaca dalam
satuan electrical conductivity (EC). Sebagaian besar tanaman dapat tumbuh baik dalam
larutan hara yang mempunyai level EC antara 1.8-3.5, dan hal inipun tergantung dari jenis
tanaman, radiasi matahari, suhu, dan kualitas air. Di dalam budidaya tanaman tanpa tanah,
kondisi pH di zona perakaran tanaman biasanya meningkat dengan berjalannya waktu.
Penambahan larutan asam biasanya diperlukan untuk mempertahankan pH larutan antara
5.5-6.5. Pada umumnya asam nitrat atau phosphat dapat digunakan untuk penurunan pH.
Bila diperlukan untuk penigkatan pH larutan yang bisa digunakan adalah potasium
hidroksida. Bila sumber air ber pH tinggi karena adanya bikarbonant, pH seharusnya
diturunkan sebelum pupuk dilarutkan untuk menjaga terjadinya pengendapan (Susila,
2013).

2.5 Target Pemupukan dan Keseimbangan Fase Tumbuh Tanaman

Pemberian hara meningkat jumlahnya sesuai dengan tingkat pertumbuhan tanaman.


Peningkatan konsentrasi hara di zona perakaran akan memnyebabkan tanaman mengalami
stress karena kesulitan menyerap air dari media. Respon tanaman dalam mengatasi stress
tersebut adalah dengan merubah kecenderungan pertumbuhan ke fase generatif (bunga dan
buah). Salah satu tantangan dalam memproduski tanaman adalah bagaimana menghasilkan
tanaman dengan pertumbuhan vegetatif yang bagus dan dilanjutkan dengan pembentukan
buah yang optimum sepanjang musim tanam. Beberapa pengaturan keseimbangan fase
vegetatif/generatif dapat dilakukan dengan pengaturan rasio hara khususnya Nitrogen –
Potasium (Susila, 2013). Target nilai absolut dan relatif rasio antara N, P, K dan Ca dalam
budidaya sayuran disajikan pada Tabel 1.2.

Tabel 1-2. Target nilai absolut dan relatif rasio antara n, p, k dan ca dalam budidaya
sayuran (Sumber: Susila, 2013)

N:K rasio yang disajikan pada Tabel 6.4 adalah 1:1.5. Peningkatan level K akan
meningkatkan rasio menjadi 1:1.7 dan mengarahkan tanaman untuk mengalami pertumbuhan
generatif. Hal ini disebabkan karena N mendorong pertumbuhan vegetatif, sedangkan K
mendorong pertumbuhan generatif dan pematangan buah. Kalsium juga penting untuk
mendorong pertumbuhan jaringan, buah dan pematangan buah. Kalsium biasanya
mempunyai perbandingan yang seimbang dengan nitrogen. Rasio N:Ca = 1:1, cocok untuk
paprika dan tomat, sementara itu rasio N:Ca = 1:0.85 cocok untuk tanaman mentimun
(Susila, 2013).

2.6 Formulasi pupuk untuk Hidroponik

Beberapa sumber pupuk yang dapat dipergunakan dalam formulasi pupuk hidroponik
disajikan dalam Tabel 1-3.
Tabel 1-3. Beberapa jenis pupuk untuk formulasi hara tanaman pada program
budidaya tanaman sayuran secara hidroponik (Sumber: Susila, 2013)

2.7 Kelebihan dan Kekurangan Teknik Hidroponik

Menurut Roidah (2014) kelebihan dari teknik hirdoponik yaitu.

1. Keberhasilan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi lebih terjamin.


2. Perawatan lebih praktis dan gangguan hama lebih terkontrol.
3. Pemakaian pupuk lebih hemat (efisien).
4. Tanaman yang mati lebih mudah diganti dengan tanaman yang baru.
5. Tidak membutuhkan banyak tenaga kasar karena metode kerja lebih hemat dan memiliki
standarisasi.
6. Tanaman dapat tumbuh lebih pesat dan dengan keadaan yang tidak kotor dan rusak.
7. Hasil produksi lebih continue dan lebih tinggi dibanding dengan penanaman ditanah.
8. Harga jual hidroponik lebih tinggi dari produk non-hydroponic.
9. Beberapa jenis tanaman dapat dibudidayakan di luar musim.
10. Tidak ada resiko kebanjiran, erosi, kekeringan, atau ketergantungan dengan kondisi alam.
11. Tanaman hidroponik dapat dilakukan pada lahan atau ruang yang terbatas, misalnya di
atap, dapur atau garasi

Menurut Roidah (2014) kekurangan dari teknik hirdoponik yaitu.

1. Investasi awal yang mahal.


2. Memerlukan keterampilan khusus untuk menimbang dan meramu bahan kimia.
3. Ketersediaan dan pemeliharaan perangkat hidroponik agak sulit.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Hidroponik merupakan cara budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah tetapi
menggunakan media inert seperti pasir, peat, atau sawdust dengan memberikan
larutan hara yang mengandung semua unsur esensial yang dibutuhkan oleh tanaman.
2. Macam dan teknik hidroponik modern meliputi : Nutrient Film Tecknique (NFT),
Static Aerated Technique (SAT), Ebb and Flow Technique (EFT), Deep Flow
Technique (DFT), Aerated flow Technique (AFT), Drip Irigation Technique (DIT),
Root Mist Technique (RMT), dan Fog Feed Technique (FFT).
3.
4. Terdapat kelebihan dalam penanaman menggunakan teknik hidroponik yaitu
keberhasilan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi lebih terjamin, perawatan lebih
praktis dan gangguan hama lebih terkontrol, pemakaian pupuk lebih hemat (efisien),
tanaman yang mati lebih mudah diganti dengan tanaman yang baru. Sedangkan
kekurangan dalam teknik hidroponik yaitu memerlukan keterampilan khusus untuk
menimbang dan meramu bahan kimia, ketersediaan dan pemeliharaan perangkat
hidroponik agak sulit.
DAFTAR RUJUKAN

Chadirin, Y. 2007. Teknologi Greenhouse dan Hidroponik Diktat Kuliah. Bogor: IPB Press.

Hasriani. 2013. Kajian Serbuk Sabut Kelapa (Cocopeat) Sebagai Media Tanam.
https://dedikalsim.files.wordpress.com/2013/12/jurnal-hasriani-ed-dkk-nov- 2013.
pdf. Diunduh pada tanggal 20 Maret 2018.

Istawan dan Mulyono. 2016. Beberapa Sistem Hidroponik dan Cara Budidaya Tanaman
dengan Hidroponik Sistem Sumbu. Disampaikan pada Penyuluhan dan Pelatihan
Hidroponik di Desa Kranggan, September 2016.

Lonardy, M.V. 2006. Respons Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Terhadap
Suplai Senyawa Nitrogen Dari Sumber Berbeda Pada Sistem Hidroponik [Skripsi].
Palu: Universitas Tadulako.

Rahmawati. 2012. Cepat dan Tangap Berantas Hama dan Penyakit Tanaman. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.

Roidah, Ida Syamsu. 2014. Pemanfaatan Lahan Dengan Menggunakan Sistem Hidroponik.
Jurnal Universitas Tulungagung BONOROWO Vol. 1.No.2.

Susila, A. D. 2013. Sistem Hidroponik. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai