Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

TOPIK KHUSUS I

FLOATING HYDROPONIC SISTEM (FHS)

Oleh :
Angga Prasetyo
NIM A1H014010

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Saman hudi dan Harjoko (2006) menyatakan dewasa ini perkembangan

industri semakin maju dengan pesat, perkembangan tersebut banyak yang

menggeser lahan pertanian lebih-lebih di daerah perkotaan, akibatnya lahan

pertanian semakin sempit. Di sisi lain kebutuhan akan hasil pertanian semakin

meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Oleh karena itu perlu

dipikirkan jalan keluar untuk mengatasi kondisi tersebut.

Perubahan iklim global mengakibatkan berkurangnya ketersediaan air, baik

secara kuantitas maupun kualitas, mendorong berkembangnya teknologi produksi

tanaman dalam lingkungan terkendali (Controled Environment Agriculture).

Sementara itu kegiatan produksi hortikultura dituntut harus dapat menghasilkan

produk yang dapat memenuhi syarat 4 K yakni kuantitas, kualitas, kontinuitas,

dan kompetitif atau daya saing. Konsekuensi dari kondisi tersebut menuntut

adanya pengembangan teknologi yang dapat menghasilkan produk berkualitas

tinggi sepanjang tahun (Susila, 2009).

Salah satu cara untuk menghasilkan produk sayuran yang berkualitas tinggi

secara kontinyu adalah budidaya dengan sistem hidroponik. Saat ini, teknologi

hidroponik telah banyak diadopsi oleh petani di Indonesia terutama untuk

produksi sayuran, bunga potong, dan tanaman hias. Secara umum hidroponik

berarti sistem budidaya pertanian tanpa menggunakan tanah tetapi menggunakan

air yang berisi larutan nutrien. Budidaya hidroponik biasanya dilaksanakan di

dalam green house untuk menjaga supaya pertumbuhan tanaman secara optimal

dan terlindung dari pengaruh unsur luar seperti hujan, hama penyakit, iklim, dan
lainlain. Umumnya teknik hidroponik digunakan untuk menanam tanaman

seperti bayam, kangkung, slada, caisim, kalian, paprika, cabai, dan lain-lain. Dan

beberapa petani memanfaatkan teknik hidroponik untuk menanam tanaman

didalam green house karena antara green house dan hidroponik dapat saling

menunjang dalam meningkatkan hasil panen. Umunya tanaman yang ditanaman

dengan menggunakan teknik hidroponik didalam green house adalah tanaman

yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

B. Tujuan

1. Praktikan dapat mengetahui cara pembuatan hidroponik Floating Hydroponic

Sistem.

2. Praktikan dapat mengetahui kerja dari instalasi hidroponik Floating

Hydroponic Sistem.

3. Praktikan dapat mengetahui budidaya tanaman dengan hidroponik Floating

Hydroponic Sistem.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Hidroponik adalah lahan budidaya pertanian tanpa menggunakan media

tanah, sehingga hidroponik merupakan aktivitas pertanian yang dijalankan dengan

menggunakan air sebagai medium untuk menggantikan tanah. Sehingga sistem

bercocok tanam secara hidroponik dapat memanfaatkan lahan yang sempit.

Pertanian dengan menggunakan sistem hidroponik memang tidak memerlukan

lahan yang luas dalam pelaksanaannya, tetapi dalam bisnis pertanian hidroponik

hanya layak dipertimbangkan mengingat dapat dilakukan di pekarangan rumah,

atap rumah maupun lahan lainnya.

Hydroponic secara harfiah berarti Hydro = air, dan phonic = pengerjaan.

Sehingga secara umum berarti sistem budidaya pertanian tanpa menggunakan

tanah tetapi menggunakan air yang berisi larutan nutrient. Budidaya hydroponic

biasanya dilaksanakan di dalam rumah kaca (greenhouse) untuk menjaga supaya

pertumbuhan tanaman secara optimal dan benarbenar terlindung dari pengaruh

unsur luar seperti hujan, hama penyakit, iklim dan lainlain.

Jenis hidroponik dapat dibedakan dari media yang digunakan untuk berdiri

tegaknya tanaman. Media tersebut biasanya bebas dari unsur hara (steril),

sementara itu pasokan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dialirkan ke dalam

media tersebut melalui pipa atau disiramkan secara manual. Media tanam tersebut

dapat berupa kerikil, pasir, gabus, arang, zeolite atau tanpa media agregat (hanya

air). Yang paling penting dalam menggunakan media tanam tersebut harus bersih

dari hama sehingga tidak menumbuhkan jamur atau penyakit lainnya.

Keunggulan dari beberapa budidaya dengan menggunakan sistem

hidroponik antara lain:


1. Keberhasilan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi lebih terjamin.

2. Perawatan lebih praktis dan gangguan hama lebih terkontrol.

3. Pemakaian pupuk lebih hemat (efisien).

4. Tanaman yang mati lebih mudah diganti dengan tanaman yang baru.

5. Hama dan penyuakit cenderung jarang.

6. Hama dan penyakit lebih mudah dikendalikan.

7. Larutan nutrisi diberikan sesuai kebutuhan tanaman.

8. Dapat diusahakan di lahan tidak subur.

9. Dapat diusahakan di lahan sempit.

10. Kebersihan lebih mudah dijaga.

11. Tidak tergantung musim.

12. Tidak membutuhkan banyak tenaga kasar karena metode kerja lebih hemat

dan memiliki standarisasi.

13. Tanaman dapat tumbuh lebih pesat dan dengan keadaan yang tidak kotor dan

rusak.

14. Hasil produksi lebih continue dan lebih tinggi disbanding dengan penanama

ditanah.

15. Tanaman hidroponik dapat dilakukan pada lahan atau ruang yang terbatas,

misalnya di atap, dapur atau garasi.

Macam- macam sistem hidroponik yaitu :

1. Drip irrigation sistem


2. Ebb and flow sistem
3. Passive hidroponik
4. Floating hidroponik
5. Nutrient Film Technique (NFT)
6. Aeroponics
Air mempunyai peran penting bagi tanaman. Tanaman tidak mampu

bertahan hidup apabila kekurangan air. Tanaman akan layu jika kekurangan air

dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang tanaman akan mati. Kebutuhan

air tanaman pada sistem hidroponik tetap terjaga karena air merupakan satu-

satunya pengangkut makanan dari ujung akar sampai ke seluruh bagian tanaman.

Makanan dapat berupa unsur hara makro dan hara mikro yang diramu dalam

pupuk hidroponik (Haryoto, 2009).

Kedua unsur hara makro dan mikro pada tanaman yang ditanam dalam

tanah tersebut telah tersedia di dalam tanah. Pupuk yang biasa diberikan hanya

sebagai penambah jumlahnya saja, lain halnya dalam bertanam secara hidroponik,

semua kebutuhan makanan harus dapat terpenuhi dengan pupuk hidroponik.

Pupuk hidroponik harus mengandung unsur hara lengkap dan takaran masing-

masing berimbang sesuai kebutuhan hidup tanaman.

Sistem hidroponik dikelompokkan menjadi dua, yaitu kultur media dan

kultur larutan nutrisi (Suhardiyanto, 2009). Kultur media tidak menggunakan air

sebagai media, tetapi menggunakan media padat (bukan tanah) yang dapat

menyediakan nutrisi, air, dan oksigen serta mendukung akar tanaman seperti

halnya fungsi tanah (Lingga, 2002). Sebaliknya pada kultur larutan nutrisi,

penanaman tidak dilakukan menggunakan media tanam atau media tumbuh,

sehingga akar tanaman tumbuh di dalam larutan nutrisi atau di udara. Hidroponik

rakit apung termasuk kedalam kelompok hidroponik larutan diam. Hal ini

dikarenakan larutan nutrisi dibiarkan tergenang didalam wadah tanpa sirkulasi,

sehingga akar terapung dan terendam larutan nutrisi.


Sistem hidroponik dapat memberikan suatu lingkungan pertumbuhan yang

lebih terkontrol. Dengan pengembangan teknologi, kombinasi sistem hidroponik

dengan membran mampu mendayagunakan air, nutrisi, pestisida secara nyata

lebih efisien (minimalis sistem) dibandingkan dengan kultur tanah (terutama untuk

tanaman berumur pendek). Penggunaan sistem hidroponik tidak mengenal musim

dan tidak memerlukan lahan yang luas dibandingkan dengan kultur tanah untuk

menghasilkan satuan produktivitas yang sama (Lonardy, 2006).

Kebutuhan nutrisi merupakan hal yang paling berpengaruh didalam

budidaya hidroponik terhadap pertumbuhan tanaman. Bercocok tanam sistem

hidroponik mutlak memerlukan pupuk sebagai sumber nutrisi bagi tanaman.

Pupuk diberikan dalam bentuk larutan yang mengandung unsur makro dan mikro

didalamnya. Setiap jenis pupuk berbeda dalam hal jenis dan banyaknya unsur hara

yang dikandungnya, serta setiap jenis dan umur tanaman berbeda dalam jumlah

konduktivitas listriknya atau EC (Electrical Conductivity). Oleh karena itu

pengujian berbagai nilai EC dilakukan untuk mengetahui tingkat kesesuaian dan

kebenaran kandungan haranya sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber hara

dalam budidaya bayam dengan hidroponik sistem rakit apung (Floating

Hydroponics Sistem).

Semua kebutuhan nutrisi pada budidaya hidroponik diupayakan tersedia

dalam jumlah yang tepat dan mudah diserap oleh tanaman. Nutrisi itu diberikan

dalam bentuk larutan yang bahannya dapat berasal dari bahan organik maupun

anorganik. Pemberian nutrisi melalui permukaan media tanam atau akar tanaman.
Ketersediaan nutrisi yang berbentuk cair membuat tanaman dapat menyerap unsur

hara dengan baik. Ketersediaan nutrisi untuk tanaman sangat tergantung pada

kemampuan tanah menyediakan unsur-unsur hara dalam jumlah cukup dan

lengkap (Siswandi, 2008).

Ketersediaan nutrisi biasanya dinyatakan dengan EC, nilai EC yang tepat

untuk tanaman hidroponik adalah 2,0. Mencampurkan 5 ml A + 5 ml B + 1 liter

air akan menghasilkan EC meter mendekati 2,0. Menurut Rosliana (2005)

menyatakan bahwa pemberian larutan hara yang teratur sangatlah penting pada

hidroponik, karena media hanya berfungsi sebagai penopang tanaman dan sarana

meneruskan larutan atau air yang berlebihan.

Metode Floating hidroponic sistem (FHS) dikembangkan oleh Jensen

(1980) di Arizona dan Massantini (1976) Italy. Floating hidroponic sistem (FHS)

merupakan budidaya sayuran pada lubang Sterofoam (gabus) yang mengapung di

atas permukaan larutan nutrisi dalam suatu bak penampung.

Floating hidroponik sistem (FHS) adalah budidaya tanaman (terutama

sayuran) dengan cara menanam tanaman pada lubang sterofoam yang mengapung

di atas permukaan larutan nutrisi dalam bak penampung atau kolam. Dalam sistem

ini akar tanaman terendam dalam larutan nutrisi (Hartus, 2007 ).

Teknik hidroponik sistem rakit apung adalah menanam tanaman pada suatu

rakit yang dapat mengapung di atas permukaan air atau nutrisi dengan akar

menjuntai kedalam air. Sterofoam diambangkan pada kolam larutan nutrisi

sedalam kurang lebih 30 cm. Pada sterofoam diberi lubang tanam dan bibit

ditancapkan dengan bantuan busa atau rockwool (Sutiyoso, 2003).


Pada sistem FHS larutan nutrisi tidak disirkulasikan, namun dibiarkan pada

bak penampung dan dapat digunakan lagi dengan cara mengontrol kepekatan

larutan dalam jangka waktu tertentu. Hal ini perlu dilakukan karena dalam jangka

yang cukup lama akan terjadi pengkristalan dan pengendapan pupuk cair dalam

dasar kolam yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Sistem ini

mempunyai beberapa karakteristik seperti terisolasinya lingkungan perakaran

yang mengakibatkan fluktuasi suhu larutan nutrisi lebih rendah, dapat digunakan

untuk daerah yang sumber energi listriknya terbatas karena energi yang

dibutuhkan tidak terlalu tergantung pada energi listrik (mungkin hanya untuk

mengalirkan larutan nutrisi dan pengadukan larutan nutrisi saja) (Falah, 2006).

Selain harus tetap menjaga sirkulasi larutan nutrisi juga perlu diperhitungkan

konsentrasi larutan nutrisi karena hal tersebut sangat mempengaruhi

perkembangan tanaman.

Konsentrasi larutan nutrisi dapat diperoleh dengan mengetahui nilai EC

(Electric Conductivity). Nilai EC dapat didapat dengan cara mengukur nilai

resistensi pada larutan nutrisi. Tidak hanya kelangsungan sirkulasi larutan yang

memegang peranan penting tetapi juga konsentrasi larutan dapat diketahui dengan

mengukur nilai EC (dengan menggunakan EC meter) (Ridhoah dan Hidayati,

2005).

Selain EC dan konsentrasi larutan nutrisi, suhu dan pH merupakan

komponen yang sering dikontrol untuk dipertahankan pada tingkat tertentu untuk

optimalisasi tanaman. Suhu dan pH larutan nutrisi dikontrol dengan tujuan agar
perubahan yang terjadi oleh penyerapan air dan ion nutrisi tanaman dapat

dipertahankan (Susila, 2000 ).

Berbagai jenis tanaman akan dikelompokkan sebagai bungabungaan,

semak hiasan, perdu dan hiasan, sayuran, dan buah buahan.

1. Bunga bungaan

a. Anthurium scherzerianum

Flamingo flower yang berasal dari Columbia, Amerika Tengah ini

banyak digemari oleh orang di Eropa dan Amerika. Karena tumbuhnya tetap

kecil mungil dengan seludang bunga aneh sekali bentuk jantung yang merah

jambu berseriseri warnanya, seperti warna paruh burung Flamingo.

b. Hibiscus rosa-sinensis

Kembang sepatu atau kembang wera, dari familia Malvaceae berasal

dari Asia ini banyak digemari oleh orang karena bunganya yang bertangkai

panjang menjurai dengan 5 helai mahkota bersusun membentuk terompet.

Umumnya bunga berwarna merah dengan nuansa lebih tua di pangkalnya.

c. Opuntia nigrican

Kaktus pipih dari familia Cactaceae berasal dari Amerika Selatan ini

digemari orang karena bentuk batangnya yang pipih hijau tua, dapat

menghasilkan bunga besar berwarna kuning dengan bagian tengah yang

merah merona.

2. Semak Hiasan

a. Aglaonema pictum
Tanaman familia Araceae yang terkenal sebagai Sri Rejeki ini berasal

dari bumi asia tropika kita sendiri. Tanamannya pendek berbentuk semak

dengan daun lonjong yang tepiannya berombak. Warnanya hijau kusam

berbercakbercak putih atau abuabu pada sisi atasnya, dan hijau muda

pada sisi bawahnya.

b. Aloe mitriformis

Sejenis lidah buaya dari familia Liliaceae, yang berbeda dengan jenis

lidah buaya tulen, Aloe vera. Kalau jenis yang akhirakhir ini ditanam oleh

masyarakat untuk diusahakan dari daunnya yang berlendir sebagai obat

pencuci rambut, maka jenis mitriformis dipelihara orang hanya sebagai

tontonan atau hobi semata. Daunnya yang tersusun melingkar dengan

rapat,berwarna merah ungu aneh sekali.

c. Iresine herbstii

Tanaman Barsilia dari familia Amaranthaceae yang terkenal sebagai

Bayam Merah ini termasuk benarbenar bayam dan memang berwarna

merah. Tetapi diantaranya juga ada yang berwarna hijau muda biasa dengan

urat daun yang kuning.

3. Perdu dan Hiasan

a. Araucaria cunninghamii

Cemara dari familia Araucariaceae ini masih berkerabat dekat dengan

Ki Damar, Agathis alba kita yang terkenal sebagai pohon besar untuk kebun

pekarangan yang luas. Cemara ini berasal dari Nortfolk, dekat Australia.

Tajuk pohonnya memang bagus, dengan puncaknya berbentuk piramida,


sedangkan cabangcabang bawahnya melengkung kebawah menutupi

seluruh batang.

b. Chamaedorea elegans

Palm kerdil berbatang satu dari familia Palmae berasal dari Kolumbia

dulu dikenal sebagai Neanthe bella. Daunnya yang berbentuk pita lebar

melengkung membentuk naungan memang bagus, berwarna hijau tua.

Biasanya digunakan sebagai penghias ruangan salon.

c.Cycas revoluta

Pohon pakis dari familia Cycadaceae berasal dari Cina dan Jepang

dan terkenal sebagai Sikas Jepang ini mempunyai batang yang besar, lebar,

dan bengkak sampai sebetulnya tidak seimbang dengan daunnya yang

bersirip tunggal berwarna hijau tua. Sirip daun ini begitu rapat dan makin ke

pucuk semakin menyempit, sampai bagus sekali sebagai karangan bunga

pemakaman.

4. Sayuran dan Buahbuahan

a. Broccoli

Sayuran sejenis kubis Brassica oleracea varietas botrytis dari familia

Cruciferae ini berasal dari daerah sekitar Laut Tengah. Bentuknya mirip

seperti kol bunga (putih) yang biasa masyarakat masak sop, tetapi kepala

bunganya yang terdiri dari sejumlah kuntum bunga kecil bertangkai pendek

dan berwarna hijau.

b. Paprika
Paprika ini sejenis cabai hijau, Capsicumannuum dari familia

Solanaceae seperti lombok hijau yang digunakan untuk memasak ibuibu

saat ini, tetapi menyimpang bentuk buahnya. Tidak panjang lonjong, tetapi

panjang lebar dan sebesar sawo manila. Bentuknya tidak bulat lonjong,

tetapi bulat persegi.

c. Tomat

Tanaman yang membingungkan, apakah termasuk dalam sayur atau

buahbuahan. Lycopersicum esculentum dari familia Solanaceae ini

sebenarnya sangat sulit ditanam. Karena tanaman tomat menginginkan

udara sejuk di lingkungan yang kering. Hal ini berarti tanaman tomat tidak

tahan terhadap udara panas serta tidak tahan terhadap air hujan.

III. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan

1. Bak penampung
2. Sterofoam

3. A + B Mix

4. Arang sekam

5. Benih tanaman

6. EC meter

7. PH meter

8. Penggaris

9. Net pot

10. Pasir malang

11. Air

12. Tampah

B. Prosedur Praktikum

1. Menyiapkan alat dan bahan.

2. Menyemai benih pada tampah yang sudah terisi dengan pasir malang, berikan

air secukupnya.

3. Setelah 2 minggu, lakukan pindah tanam kedalam net pot yang sudah berisi

arang sekam.

4. Mencampurkan A+B Mix dengan air dan memasukkan ke dalam bak

penampung.

5. Menyusun net pot kedalam bak penampung nutrisi.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Dalam praktikum Topik Khusus I acara 1 tentang floating hydroponic sistem

(FHS), kami merakit sebuah instalasi FHS dan menyemai bibit. Instalasi FHS
yang dibuat terdiri dari bahan: bak penampung, sterofoam, dan net pot. Alat yang

digunakan dalam pembentukan instalasi yaitu: penggaris, spidol, pisau, cutter.

Dalam praktikum ini juga disediakan tanah malang, nampan, dan bibit slada

merah untuk disemaikan dan ditanam di instalasi FHS yang dibuat pada

paraktikum ini. Kenampakan bahan dari instalasi yang dibuat dan bentuk

instalasinya sebagai berikut:

1. Net pot

Gambar 1. Net pot

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Net pot berfungsi sebagai tempat tumbuh bibit pada metode hidroponik

FHS yang sebelumnya telah disemaikan.

2. Intalasi FHS
1
2

Gambar 2. Instalasi FHS

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Keterangan :

1 = Bak penampung

2 = Sterofoam

3 = Net pot

Pada gambar 2 merupakan instalasi yang dibuat pada saat praktikum yang

terdiri dari bahan bak penampung, sterofoam, dan net pot. Bak penampung

berfungsi untuk tempat menampung nutrisi dan tempat untuk mrnggantung bagi

tanaman. Sterofoam berfungsi untuk menyokong dan tempat untuk meletakkan net

pot, sterofoam juga berfungsi dalam membuat tanaman mengapung di atas larutan

nutrisi. Sterofoam harus diukur sesuai dengan ukuran bak penampung dan deberi

lubang sesuai ukuran net pot dan jumlah lubang serta jarak antar lubang sesuai

yang diinginkan. Pengukuran sterofoam dilakukan menggunakan penggaris dan


spidol untuk menandai. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan pisau dan

cutter.

3. Alat untuk penyemaian bibit

1
2
3

Gambar 3. Alat untuk penyemaian bibit

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Keterangan:

1 = Nampan

2 = Pasir malam (warna hitam dalam gambar)

3 =bibit slada hitam (warna putih dalam gambar)

Pasir malang dipilih untuk media penyemaian karena jika penyemaian

menggunakan media ini, pada saat tanaman mulai tumbuh dan tiba waktunya

untuk dipindahkan maka proses pemindahannya akan lebih mudah karena tanaman

yang telah disemaikan di pasir malang lebih mudah diambil dari pada

menggunakan media tanah.

4. Bibit yang telah ditanamkan ke Floating Hydroponic system


Gambar 4. Penanaman tanaman pada FHS

Sumber :Dokumenasi Pribadi

B. Pembahasan

Floating hidroponik sistem (FHS) adalah budidaya tanaman (terutama

sayuran) dengan cara menanam tanaman pada lubang sterofoam yang mengapung

di atas permukaan larutan nutrisi dalam bak penampung atau kolam. Dalam sistem

ini akar tanaman terendam dalam larutan nutrisi (Hartus, 2007 ).

Hidroponic Floating Sistem (FHS) merupakan suatu budidaya tanaman

(khususnya sayuran) dengan cara menanamkan/menancapkan tanaman pada

lubang sterofoam yang mengapung diatas permukaaan larutan nutrisi dalam suatu

bak penampung atau kolam sehingga akar tanaman terapung atau terendam dalam

larutan nutrisi. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Jensen (1980) di

Arizona dan Massantini (1976) di Italia.

Floating sistem merupakan sistem hidroponik yang paling sederhana karena

hanya menggunakan prinsip penggenangan. Akar tanaman diberi genangan air dan

nutrisi secara terus menerus. Untuk kebutuhan oksigen tanaman mendapatkannya


dapat melalui airstone yang diletakkan didalam air. Pada sistem ini larutan nutrisi

tidak disirkulasikan, namun dibiarkan pada bak penampung dan dapat digunakan

lagi dengan cara mengontrol kepekatan larutan dalam jangka waktu tertentu. Hal

ini perlu dilakukan karena dalam jangka yang cukup lama akan terjadi

pengkristalan dan pengendapan nutrisi dalam dasar kolam yang dapat

mengganggu pertumbuhan tanaman.

Sistem ini mempunyai beberapa karakteristik seperti terisolasinya

lingkungan perakaran yang mengakibatkan fluktuasi suhu larutan nutrisi lebih

rendah, dapat digunakan untuk daerah yang sumber energi listriknya terbatas

karena energi yang dibutuhkan tidak terlalu tergantung pada energi listrik

(mungkin hanya untuk mengalirkan larutan nutrisi dan pengadukan larutan nutrisi

saja). Tanaman ditancapkan pada lubang dalam sterofoam dengan bantuan busa

(agar tanaman tetap tegak) serta ditambahkan penyangga tanaman dengan tali.

Lapisan sterofoam digunakan sebagai penjepit, isolator panas dan untuk

mempertahankan tanaman agar tetap terapung dalam larutan nutrisi. Agar

pemakaian lapisan sterofoam tahan lama biasanya dilapisi oleh plastik mulsa.

Biasanya bak penampung yang digunakan mempunyai kedalaman antara 10-20

cm dengan kedalaman larutan nutrisi antara 6-10 cm. Hal ini ditujukan agar

oksigen dalam udara masih terdapat di bawah permukaan Sterofoam. Untuk

otomatisasi dalam FHS tidak berbeda jauh dengan cara untuk pot culture sistem.

Kelebihan Floating Hidroponic Sistem yaitu :

1. Tanaman mendapat suplai air dan nutrisi secara terus menerus.

2. Lebih menghemat air dan nutrisi.


3. Mempermudah perawatan karena kita tidak perlu melakukan penyiraman.

4. Membutuhkan biaya yang cukup murah.

5. Mudah dalam pembuatannya.

6. Peralatan yang dibutuhkan dalam pembuatannya mudah didapat.

Kekurangan Floating Hidroponic Sistem yaitu :

1. Oksigen akan susah didapatkan tanaman tanpa bantuan alat (airstone).

2. Akar tanaman akan lebih rentan terjadi pembusukan.

3. Mudah terjadi pengkristalan nutrisi di dasar bak penampung.

4. Bak penampungan rentan ditumbuhi lumut.

Sistem hidroponik tanpa sirkulasi nutisi selain floating hydroponic sistem

yaitu:

1. Aeroponik
Aeroponik yaitu teknik bertanam dengan menggantungkan tanaman

diudara, jadi akar dari tanaman terlihat jelas menggantung diudara. Dalam

teknik ini tidak terdapat sirkulasi nutrisi karena nutrisi disemprotkan ke akar

tanaman dalam bentuk kabut dengan bantuan nozzle. Nutrise yang telah

disemprotkan tidak kembali ketempat atau bak penampungan nutrisi.


2. Sistem drip irigasi
Sistem irigasi drip merupakan sistem irigasi yang termasuk dalam sistem

hidroponik. Nutrisi dipercikkan langsung ketanaman dengan cara tetes melalui

jarum/drip dan nutrisi tidak kembali ke bak penampungan. Sistem drip ada dua

jenis yaitu:
a. sistem drip tersikulasi.
Dalam sistem drip tersikulasi nutrient yang telah di dripkan

ketanaman akan kembali lagi ke bak penampungan dalam jumlah yang

sedikit. Sistem drip ini mempunyai pipa atau lubang pada bagian bawah
tempat tanaman tumbuh untuk keluarnya nutrient yang berlebih atau yang

sudah tidak dibutuhkan tanaman.


b. Sistem drip tidak tersikulasi
Sistem drip tidak tersikulasi yaitu sistem drip dimana nutrisi yang di

percikkan ketanaman tidak kembali lagi ke bak penampungan, dalam sistem

drip ini pendisribusian nutrisi dilakukan pada saat-saat tertetantu sehingga

tanaman tidak berlebih dalam memperoleh nutrisi, nutisi tidak terbuang, dan

mencegah terjadinya pembusukan akar akibat nutisi yang menggenang.


3. Passive hidroponik
Dalam teknik ini nutrisi dan air tidak bersikulasi karena pada sistem ini

akar tanaman akan terendam langsung ke larutan nutrisi.


4. Sistem run to waste atau sistem siram
Pada sistem ini, air nutrisi yang disiramkan langsung ke tanaman

sehingga membasahi media dan tanaman. Nutrisi yang disemprotkan atau

disiramkan tidak akan kembali atau tidak tertampung ke bak penampungan

nutrisi karena nutisi yang telah disemprotkan tidak digunakan lagi. Dalam

sistem ini pemberian nutrisi juga akan mengenai daun dan batang tanaman.

Instalasi hidroponik FHS yang dibuat pada saat praktikum yaitu:


1
2

Keterangan :

1 = Bak penampung

2 = Sterofoam

3 = Net pot

Dalam sistem hidroponik FHS yang kami buat menggunakan sistem irigasi

tergenang, dimana lauratan nutrisi tidak akan tersikulasi atau tetap berada di bak

penampung. instalasi yang dibuat teridiri dari bahan bak penampung, sterofoam,

dan net pot. Bak penampung berfungsi untuk tempat menampung nutrisi dan

tempat untuk menggantung bagi tanaman. Sterofoam berfungsi untuk menyokong

dan tempat untuk meletakkan net pot, sterofoam juga berfungsi dalam membuat

tanaman mengapung di atas larutan nutrisi. Net pot berfungsi sebagai tempat

tumbuh bibit pada metode hidroponik FHS yang sebelumnya telah disemaikan.

Instalasi yang kami buat mempunyai 12 lubang untuk meletakkan net pot sebagai
tempat tumbuh tanaman yang telah terlebih dahulu disemaikan. Dalam

perencanaan pada saat praktikum instalasi ini akan ditanami tanaman slada merah.

Untuk kebutuhan oksigen tanaman akan ditambahkan aerator. Pertumbuhan

tanaman yang ditanam pada instalasi Floating Hydroponic Sistem cukup baik

karena air dan nutisi selalu tersedia.Untuk panjang dan kokohnya batang tanaman

lebih dipengaruhi 3 hal yaitu adanya cahaya, zat pengatur tumbuh dan Nutria.

Alat-alat yang digunakan pada praktikum Topik Khusus I acara Floating

Hydroponic Sistem yaitu:

1. Penggaris

Digunakan untuk mengukur bak penampungan dan mengukur sterofoam serta

membantu dalam pembuatan alur pemotongan sterofoam.

Gambar 5. Penggaris

Sumber: https://diyasjournal.wordpress.com/2011/02/12/pintu-kekunci-dan-kunci-
di-dalam-mudah-ini-solusinya/

2. Spidol
Digunakan untuk menandai atau menggambar pola pemotongan pada

sterofoam.
Gambar 6. Spidol

Sumber: https://www.google.co.id/search?q=spidol&client=ms-android
samsung&prmd=inv&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjE15nhPDQ
AhWETLwKHUe2CLUQ_AUIBygB&biw=360&bih=560#imgrc=ksQP1ENcHF7
DEM%3A

3. Cutter
Digunakan utuk memotong sterofoaam mengikuti pola yang telah dibuat.

Gambar 7. Cutter

Sumber: https://diyasjournal.wordpress.com/2011/02/12/pintu-kekunci-dan-kunci-
di-dalam-mudah-ini-solusinya/

Jika tanaman yang ditanam pada instalasi Floating Hydroponic Sistem

diletakkan ditempat yang gelap maka tanaman akan lebih panjang dan tidak kokoh

karena dipegaruhi oleh fotonasti (pergerakan tanaman karena rangsangan cahaya)

jadi tanaman akan bergerak kearah datangnya cahaya. Tanaman yang kekurangan

cahaya akan menunjukkan gejala etiolasi yaitu gejala dari tanaman untuk
memperpanjang batang hal ini ada kaitannya dengan peningkatan auksin yang

bekerja secara sinergis dengan GA3. Sedangkan nutrisi dan ketersediaan air

mempengaruhi pertumbuhan ruas, terutama oleh perluasan sel. air meningkatkan

tinggi tanaman tetapi pengaruh itu sangat komplek karena ukuran daun yang lebih

besar akan mengakibatkan penaungan yang lebih banyak sehingga kompetisi

untuk mendapatkan cahaya bagi daun-daun bawah semakin besar dan keadaan ini

dapat menurunkan hasil fotosintesis.

Dalam instalasi FHS sebaiknya terdapat aerator untuk memunuhi kebutuhan

tanaman akan oksigen, sehingga proses fotosintesis dapat berjalan. Jika dalam

instalasi tidak ada aerator maka setidaknya dilakukan proses pengangkatan

tanaman dari bak penampng agar tanaman memperoleh oksigen. Jika tanaman

kekurangan oksigen maka pertumbuhan tanaman akan terganggu.

Metode Floating Hydroponic Sistem jika dilihat dari segi ekonomi, sistem

FHS ini merupakan sistem hidroponik yang baik. Instalasi FHS cukup sederhana

sehingga peralatan yang dibutuhkan dalam pembuatan FHS mudah didapatkan.

Harga dari komponen FHS seperti sterofoam, Net pot, bak penampung, dan lain-

lain memiliki harga yang murah sehingga bagi masyarakat yang ingin bertani

hidroponik tapi memunyai dana sediki metode FHS ini sangat cocok.

Metode Floating Hydroponic Sistem jika dilihat dari segi lingkungan, sistem

FHS tidak memerlukan tanah untuk tumbuh dan tidak dipengarui fakor tanah

sehingga sistem FHS tetap dapat dilakukan didaerah yang memiliki tanah yang

tidak subur. Metode hidroponik ini fleksibel artinya jika kita dapat bercocok

tanam dengan FHS di dalam ruangan ataupun di dalam green house dengan
catatan harus ada sisnar matahari yang cukup, hal ini membuat tanaman terhindar

dari kerusakan akibat angin kencang dan hujan. Dengan bertani menggunakan

metode FHS dapat mengurangi pencemaran tanah karena pemberian pupuk yang

berlebihan jika bercocok dengan tanah.

Metode Floating Hydroponic Sistem jika dilihat dari segi kesehatan,

Bercocok dengan FHS biasanya dilakukan di green house atau di dalam ruangan

yang cukup cahaya sehingga kotoran-kotoran dari udara atau polusi yang

menempel ke tanaman lebih sedikit. Hal ini mebua tanaman yang ditanam dengan

metode FHS lebih bersih dan menyehatkan. Namun, sistem sirkulasi yang

tergenang dalam jangka waktu yang lama akan memicu tumbuhnya lumut dan jika

sterofoa yang digunakan tidak terlalu rapat dihawatirkan bak penampung air

menjadi tempat tumbuh kembang nyamuk.

Instalasi yang cocok untuk metode Floating Hydroponic Sistem yaitu

instalasi dimana jumlah lubang tanaman dan jumlah tanaman yang ditanam

menyesuaikan kapasitas volume bak penampungan sehingga tidak akan terjadi

perebutan nutrisi/kekurangan nutrisi bagi tanaman dan kelebihan nutrisi bagi

tanaman. Instalasi akan semakin baik jika dalam instalasi terdapat aerator yang

berfungsi mendisribusikan oksigen ke akar, sehingga tanaman dapat tumbuh

dengan baik. Besar kecilnya instalasi harus berpedoman kepada apa yang akan

ditanam. Jika jenis tanaaman yang dapat tmbuh besar sebaiknya ukuran instalasi

juga besar.

Kendala pada saat praktikum yaitu:


4. Kesulitan dalam memotong sterofoam sesuai dengan luas bak penampungan

bagian dalam karena bentuk bak penampungan yang mempunyai ukuran

berbeda antara luas alas bak penampungan dan bagian atas bak penampungan.
5. Kesulitan dalam pemuatan lubang, hal ini terjadi karena tidak adanya alat yang

pas dalam membuat lubang sehingga lubang yang dihasilkan tidak teratur

diameternya.
6. Kurang memperhatikan jarak anatara lubang satu dengan lubang lainnya

membuat posisi tiap-tiap lubang tidak teratur.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
1. Metode Floating hidroponic sistem (FHS) dikembangkan oleh Jensen (1980) di

Arizona dan Massantini (1976) Italy. Floating hidroponic sistem (FHS)

merupakan budidaya sayuran pada lubang Sterofoam (gabus) yang mengapung

di atas permukaan larutan nutrisi dalam suatu bak penampung.


2. Floating hidroponik sistem (FHS) adalah budidaya tanaman (terutama sayuran)

dengan cara menanam tanaman pada lubang styrofoam yang mengapung di

atas permukaan larutan nutrisi dalam bak penampung atau kolam. Dalam

sistem ini akar tanaman terendam dalam larutan nutrisi.


3. Konsentrasi larutan nutrisi dapat diperoleh dengan mengetahui nilai EC

(Electric Conductivity). Nilai EC dapat didapat dengan cara mengukur nilai

resistensi pada larutan nutrisi. Tidak hanya kelangsungan sirkulasi larutan yang

memegang peranan penting tetapi juga konsentrasi larutan dapat diketahui

dengan mengukur nilai EC (dengan menggunakan EC meter) (Ridhoah dan

Hidayati, 2005).
4. Suhu dan pH merupakan komponen yang sering dikontrol untuk dipertahankan

pada tingkat tertentu untuk optimalisasi tanaman. Suhu dan pH larutan nutrisi

dikontrol dengan tujuan agar perubahan yang terjadi oleh penyerapan air dan

ion nutrisi tanaman dapat dipertahankan (Susila, 2000 ).

B. Saran
Untuk dapat mengetahui pengaruh FHS terhadap pertumbuhan tanaman

perlu dilakukan pengamatan, sehingga dapat dilihat pengaruh dari FHS terhadap

tanaman baik dari fisiologi, morfologi, kandungannya, dan lain-lain.


DAFTAR PUSTAKA

Falah, M. A. F. 2006. Produksi Tanaman dan Makanan dengan Menggunakan


Hidroponik - Sederhana hingga Otomatis -. http://io.ppi jepang.org/article
.php? id=200. Diakses tanggal 11 Desember 2016.

Hartus, T. 2007. Berkebun Hidroponik secara Murah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lingga, P. 2011. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Cetakan XXXII.


Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Ridhoah, M. dan N. R. Hidayati. 2005. Sistem Kontrol Pemberian Nutrisi pada


Hidroponik Sistem NFT Berbasis Mikrokontroler. Diakses dari
http://digilib.its.ac.id. Tanggal 11 Desember 2016.

Rosliana, R dan N. Sumarni, 2005, Budidaya Tanaman Sayuran dengan sistem


hidroponik, Jurnal Monografi No. 27.Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

Siswadi dan Teguh Yuwono, 2013, Uji Hasil Tanaman Sawi Pada Berbagai
Media Tanam Secara Hidroponik. Jurnal Innofarm Vol. II, No. 1, 44-50.

Samanhudi dan D. Harjoko, 2006, Pengaturan Komposisi Nutrisi dan Media


Dalam Budidaya Tanaman Tomat Dengan Sistem Hidroponik. UNS,
Surakarta.
Siswadi dan Teguh Yuwono, 2013, Uji Hasil Tanaman Sawi Pada Berbagai
Media Tanam Secara Hidroponik. Jurnal Innofarm Vol. II, No. 1, 44-50.

Susila, E. T. 2000. Pengembangan Sentra Produksi Sayuran dan Buah di Lahan


Pantai melalui Hidroponik. Inovasi Online. Vol 6/XV.

Sutiyoso, Y. 2003. Hidroponik Rakit Apung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai