2019
KATA PENGANTAR
DATAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai negara agraris, pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi masyarakat
di Indonesia. Keadaan iklim serta geografis di Indonesia sangat mendukung untuk
pertanian. Salah satunya adalah pertanian sayuran, yang merupakan komoditas tanaman
yang mampu berkontibusi untuk pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat, seperti pemenuhan gizi masyarakat sebagai pelengkap makanan
empat sehat lima sempurna, juga sangat potensial dan prospektif untuk diusahakan karena
metode pembudidayaan cenderung mudah dan sederhana. Akan tetapi seiring
bertambahnya waktu, kondisi lingkungan sudah kurang mendukung untuk pertanian. Lahan
pertanian mulai menyempit karena pertumbuhan penduduk yang cukup pesat, pencemaran
tanah dan air serta kondisi cuaca yang tidak menentu.
Pola cuaca saat ini telah berubah, apa yang kita lihat saat ini adalah adanya musim
hujan yang sangat ekstrim basah dan musim kering yang sangat ekstrim kering. Menurut
dua ahli meteorologi Benard dan Goodavage, kita saat ini berada pada kondisi cuaca yang
kritis dan diramalkan akan semakin memburuk, menurut mereka perubahan dalam pola
jetstream akan mempengaruhi pola perubahan temperatur dan curah hujan dan akan
mempengaruhi kondisi pertanian di seluruh dunia. Beberapa ilmuwan menyatakan bahwa
hal tersebut berhubungan dengan tingginya karbondioksida dan gas lain yang terlepas ke
udara akibat pembakaran minyak yang berasal dari fosil. Beberapa dari polutan ini
menyebabkan meningkatnya suhu udara yag lebih dikenal dengan “Greenhouse Effect”
(Efek rumah kaca). Akibatnya kita mengalami berbagai masalah produksi tanaman
terutama produksi tanaman di lahan terbuka (open field).
Sebagai solusi permasalahan yang begitu kompleks, manusia secara kreatif telah
mengembangkan berbagai teknologi untuk memproduksi tanaman sayuran, buah, dan
tanaman hias tanpa menggunakan tanah dengan jumlah air yang sedikit. Tanaman juga
dapat dibudiayakan di dalam lingkungan terkendali, sehingga secara efisien dapat
memanfaatkan pupuk yang mahal harganya dan beberapa sumberdaya yang terbatas
ketersediannya. Salah satu teknologi yang dikembangkan adalah Hidroponik. Pada
budidaya tanaman dengan sistem hidroponik, pemberian air dan pupuk memungkinkan
dilaksanakan secara bersamaan. Dalam sistem hidroponik, pengelolaan air dan hara
difokuskan terhadap cara pemberian yang optimal sesuai dengan kebutuhan tanaman, umur
tanaman dan kondisi lingkungan sehingga tercapai hasil yang maksimum. Dalam makalah
ini kami akan membahas aspek utama dalam budidaya tanaman khususnya sayuran secara
hidroponik, sehingga kita mengetahui cara dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
budidaya sayuran secara hidroponik.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah membahas tentang penerapan sistem hidroponik dalam
budidaya sayuran, sehingga kita mengetahui cara dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
budidaya sayuran secara hidroponik.
C. Manfaat Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hidroponik
Istilah hidroponik yang berasal dari bahasa Latin yang berarti hydro (air) dan ponos
(kerja). Istilah hidroponik pertama kali dikemukakan oleh W.F. Gericke dari University of
California pada awal tahun 1930-an, yang melakukan percobaan hara tanaman dalam skala
komersial yang selanjutnya disebut nutrikultur atau hydroponics. Selanjutnya hidroponik
didefinisikan secara ilmiah sebagai suatu cara budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah,
akan tetapi menggunakan media inert seperti gravel, pasir, peat, vermikulit, pumice atau
sawdust, yang diberikan larutan hara yang mengandung semua elemen essensial yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan normal tanaman.
Jadi, hidroponik memiliki pengertian secara bebas teknik bercocok tanam dengan
menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman, atau dalam pengertian
sehari-hari bercocok tanam tanpa tanah. Dari pengertian ini terlihat bahwa munculnya
teknik bertanam secara hidroponik diawali oleh semakin tingginya perhatian manusia akan
pentingnya kebutuhan pupuk bagi tanaman.
Di mana pun tumbuhnya sebuah tanaman akan tetap dapat tumbuh dengan baik
apabila nutrisi (unsur hara) yang dibutuhkan selalu tercukupi. Dalam konteks ini fungsi dari
tanah adalah untuk penyangga tanaman dan air yang ada merupakan pelarut nutrisi, untuk
kemudian bisa diserap tanaman. Pola pikir inilah yang akhirnya melahirkan teknik
bertanam dengan hidroponik, di mana yang ditekankan adalah pemenuhan kebutuhan
nutrisi.
d. Bag Culture
Bag culture adalah budidaya tanaman tanpa tanah menggunakan kantong plastik
(polybag) yang diisi dengan media tanam. Berbagai media tanam dapat dipakai seperti :
serbuk gergaji, kulit kayu, vermikulit, perlit, dan arang sekam. Irigasi tetes biasanya
diganakan dalam sistem ini. Sistem bag culture ini disarankan digunakan bagi pemula
dalam mempelajari teknologi hidroponik, sebab sistem ini tidak beresiko tinggi dalam
budidaya tanaman.
2. Bare Root System
Bare Root system atau sistem akar telanjang adalah sistem hidroponik yang tidak
menggunakan media tanam untuk membantu pertumbuhan tanaman, meskipun block
rockwool biasanya dipakai diawal pertanaman. Sitem ini meliputi:
a. Deep Flowing System
Dee Flowing System adalah sistem hidroponik tanpa media, berupa kolam atau
kontainer yang panjang dan dangkal diisi dengan larutan hara dan diberi aerasi. Pada sistem
ini tanaman ditanam diatas panel tray (flat tray) yang terbuat dari bahan sterofoam
mengapung di atas kolam dan perakaran berkembang di dalam larutan hara.
b. Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST)
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung adalah hasil modifikasi dari Deep Flowing
System yang dikembangkan di Bagian Produksi Tanaman, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Perbedaan utama adalah dalam THST tidak
digunakan aerator, sehinga teknologi ini reltif lebih effisien dalam penggunaan energi
listrik. Pembahasan ditail dari THST disajikan dalam sub bab Kultur Air.
c. Aeroponics
Aeroponics adalah sistem hidroponik tanpa media tanam, namun menggunakan
kabut larutan hara yang kaya oksigen dan disemprotkan pada zona perakaran tanaman.
Perakaran tanaman diletakkan menggantung di udara dalam kondisi gelap, dan secara
periodik disemprotkan larutan hara. Teknologi ini memerlukan ketergantungan terhadap
ketersediaan energi listrik yang lebih besar.
d. Nutrient Film Tecnics (NFT)
Nutrient Film technics adalah sistem hidroponik tanpa media tanam. Tanaman
ditanam dalam sikrulasi hara tipis pada talang-talang yang memanjang. Persemaian
biasanya dilakukan di atas blok rockwool yang dibungkus plastik. Sistem NFT pertama kali
diperkenalkan oleh peneliti bernama Dr. Allen Cooper. Sirkulasi larutan hara diperlukan
dalam teknologi ini dalam periode waktu tertentu. Hal ini dapat memisahkan komponen
lingkungan perakaran yang ‘aqueous’ dan ‘gaseous’ yang dapat meningkatkan serapan hara
tanaman.
e. Mixed System
Ein-Gedi System disebut juga Mixed system adalan teknologi hidroponik yang
menggabungkan aeroponics dan deep flow technics. Bagian atas perakaran tanaman
terbenam pada kabut hara yang disemprotkan, sedangkan bagian bawah perakaran
terendam dalam larutan hara. Sistem ini lebih aman dari pada aeroponics sebab bila terjadi
listrik padam tanaman masih bisa mendapatkan hara dari larutan hara di bawah area kabut.