Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN OBSERVASI

BUDIDAYA SAYURAN HIDROPONIK

(Studi Kasus : Sonabati Hidroponik)

Disusun Oleh Kelompok VIII :

Erwin Syahputra Rambe 0501162113

Yusrizal Herdiansyah 0501162127

Puspa Sari Siregar 0501161011

Maysara Hapni Tanjung 0501162126

Dosen Pengampu : Aswin Pratama Harahap, S.Hut, M.E.I

Mata Kuliah : Ekonomi Pertanian

JURUSAN EKONOMI ISLAM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2019
KATA PENGANTAR
DATAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai negara agraris, pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi masyarakat
di Indonesia. Keadaan iklim serta geografis di Indonesia sangat mendukung untuk
pertanian. Salah satunya adalah pertanian sayuran, yang merupakan komoditas tanaman
yang mampu berkontibusi untuk pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat, seperti pemenuhan gizi masyarakat sebagai pelengkap makanan
empat sehat lima sempurna, juga sangat potensial dan prospektif untuk diusahakan karena
metode pembudidayaan cenderung mudah dan sederhana. Akan tetapi seiring
bertambahnya waktu, kondisi lingkungan sudah kurang mendukung untuk pertanian. Lahan
pertanian mulai menyempit karena pertumbuhan penduduk yang cukup pesat, pencemaran
tanah dan air serta kondisi cuaca yang tidak menentu.
Pola cuaca saat ini telah berubah, apa yang kita lihat saat ini adalah adanya musim
hujan yang sangat ekstrim basah dan musim kering yang sangat ekstrim kering. Menurut
dua ahli meteorologi Benard dan Goodavage, kita saat ini berada pada kondisi cuaca yang
kritis dan diramalkan akan semakin memburuk, menurut mereka perubahan dalam pola
jetstream akan mempengaruhi pola perubahan temperatur dan curah hujan dan akan
mempengaruhi kondisi pertanian di seluruh dunia. Beberapa ilmuwan menyatakan bahwa
hal tersebut berhubungan dengan tingginya karbondioksida dan gas lain yang terlepas ke
udara akibat pembakaran minyak yang berasal dari fosil. Beberapa dari polutan ini
menyebabkan meningkatnya suhu udara yag lebih dikenal dengan “Greenhouse Effect”
(Efek rumah kaca). Akibatnya kita mengalami berbagai masalah produksi tanaman
terutama produksi tanaman di lahan terbuka (open field).
Sebagai solusi permasalahan yang begitu kompleks, manusia secara kreatif telah
mengembangkan berbagai teknologi untuk memproduksi tanaman sayuran, buah, dan
tanaman hias tanpa menggunakan tanah dengan jumlah air yang sedikit. Tanaman juga
dapat dibudiayakan di dalam lingkungan terkendali, sehingga secara efisien dapat
memanfaatkan pupuk yang mahal harganya dan beberapa sumberdaya yang terbatas
ketersediannya. Salah satu teknologi yang dikembangkan adalah Hidroponik. Pada
budidaya tanaman dengan sistem hidroponik, pemberian air dan pupuk memungkinkan
dilaksanakan secara bersamaan. Dalam sistem hidroponik, pengelolaan air dan hara
difokuskan terhadap cara pemberian yang optimal sesuai dengan kebutuhan tanaman, umur
tanaman dan kondisi lingkungan sehingga tercapai hasil yang maksimum. Dalam makalah
ini kami akan membahas aspek utama dalam budidaya tanaman khususnya sayuran secara
hidroponik, sehingga kita mengetahui cara dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
budidaya sayuran secara hidroponik.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah membahas tentang penerapan sistem hidroponik dalam
budidaya sayuran, sehingga kita mengetahui cara dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
budidaya sayuran secara hidroponik.

C. Manfaat Penulisan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hidroponik

Istilah hidroponik yang berasal dari bahasa Latin yang berarti hydro (air) dan ponos
(kerja). Istilah hidroponik pertama kali dikemukakan oleh W.F. Gericke dari University of
California pada awal tahun 1930-an, yang melakukan percobaan hara tanaman dalam skala
komersial yang selanjutnya disebut nutrikultur atau hydroponics. Selanjutnya hidroponik
didefinisikan secara ilmiah sebagai suatu cara budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah,
akan tetapi menggunakan media inert seperti gravel, pasir, peat, vermikulit, pumice atau
sawdust, yang diberikan larutan hara yang mengandung semua elemen essensial yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan normal tanaman.
Jadi, hidroponik memiliki pengertian secara bebas teknik bercocok tanam dengan
menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman, atau dalam pengertian
sehari-hari bercocok tanam tanpa tanah. Dari pengertian ini terlihat bahwa munculnya
teknik bertanam secara hidroponik diawali oleh semakin tingginya perhatian manusia akan
pentingnya kebutuhan pupuk bagi tanaman.
Di mana pun tumbuhnya sebuah tanaman akan tetap dapat tumbuh dengan baik
apabila nutrisi (unsur hara) yang dibutuhkan selalu tercukupi. Dalam konteks ini fungsi dari
tanah adalah untuk penyangga tanaman dan air yang ada merupakan pelarut nutrisi, untuk
kemudian bisa diserap tanaman. Pola pikir inilah yang akhirnya melahirkan teknik
bertanam dengan hidroponik, di mana yang ditekankan adalah pemenuhan kebutuhan
nutrisi.

B. Keuntungan dan Kelemahan Sistem Hidroponik

Keuntungan Sistem Hidroponik

1. Keberhasilan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi lebih terjamin.

2. Perawatan lebih praktis dan gangguan hama lebih Terkontrol.

3. Pemakaian pupuk lebih hemat (efisien).


4. Tanaman yang mati lebih mudah diganti dengan tanaman yang baru .
5. Tidak membutuhkan banyak tenaga kasar karena metode kerja lebih hemat dan memiliki
standarisasi.
6. Tanaman dapat tumbuh lebih pesat dan dengan keadaan yang tidak kotor dan rusak.
7. Hasil produksi lebih continue dan lebih tinggi dibanding dengan penanama ditanah.
8. Harga jual hidroponik lebih tinggi dari produk non-hydroponic.
9. Beberapa jenis tanaman dapat dibudidayakan di luar
musim.
10. Tidak ada resiko kebanjiran,erosi, kekeringan, atau ketergantungan dengan kondisi
alam.
11. Tanaman hidroponik dapat dilakukan pada lahan atau ruang yang terbatas, misalnya di
atap, dapur atau garasi.

Kelemahan Sistem Hidroponik


1. Investasi awal yang mahal.
2. Memerlukan keterampilan khusus untuk menimbang dan meramu bahan kimia.
3. Ketersediaan dan pemeliharaan perangkat hidroponik agak sulit.

C. Penerapan sistem hidroponik dalam budidaya sayuran


Sistem budidaya secara hidroponik sering diterapkan untuk mengatasi kekurangan
lahan pertanian, yang dalam hal ini adalah tanaman pangan dalam khususnya sayuran.
Budidaya pertanian yang menggunakan teknologi hidroponik tidak lepas dari sarana yang dapat
menunjang optimalisasi dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Mengingat
hidroponik ini bukan suatu keharusan, melainkan suatu jalan keluar, maka komoditi yang
ditanam pun harus mempunyai pasar khusus dengan harga khusus pula (Tim Karya Tani
Mandiri, 2010).
Hidroponik, menurut Savage (1985), berdasarkan sistem irigasisnya dikelompokkan
menjadi: (1) Sistem terbuka dimana larutan hara tidak digunakan kembali, misalnya pada
hidroponik dengan penggunaan irigasi tetes drip irrigation atau trickle irrigation, (2) Sistem
tertutup, dimana larutan hara dimanfaatkan kembali dengan cara resirkulasi. Sedangkan
berdasarkan penggunaan media atau substrat dapat dikelompokkan menjadi (1) Substrate
System dan (2) BareRoot System.
1. Substrate System
Substrate system atau sistem substrat adalah sistem hidroponik yang menggunakan
media tanam untuk membantu pertumbuhan tanaman. Sitem ini meliputi:
a. Sand Culture
Biasa juga disebut “Sandponics‟ adalah budidaya tanaman dalam media pasir. Produksi
budidaya tanaman tanpa tanah secara komersial pertama kali dilakukan dengan menggunakan
bedengan pasir yang dipasang pipa irigasi tetes. Saat ini ‘Sand Culture’ dikembangan menjadi
teknologi yang lebih menarik, terutama di negara yang memiliki padang pasir. Teknologi ini
dibuat dengang membangun sistem drainase dilantai rumah kaca, kemudian ditutup dengan
pasir yang akhirnya menjadi media tanam yang permanen. Selanjutnya tanaman ditanam
langsung dipasir tanpa menggunakan wadah, dan secara individual diberi irigasi tetes.
b. Gravel Culture
Gravel Culture adalah budidaya tanaman secara hidroponik menggunakan gravel
sebagai media pendukung sistem perakaran tanaman. Metode ini sangat populer sebelum
perang dunia ke 2. Kolam memanjang sebagai bedengan diisi dengan batu gravel, secara
periodik diisi dengan larutan hara yang dapat digunakan kembali, atau menggunakan irigasi
tetes. Tanaman ditanam di atas gravel mendapatkan hara dari larutan yang diberikan. Walaupun
saat ini sistem ini masih digunakan, akan tetapi sudah mulai diganti dengan sistem yang lebih
murah dan lebih efisien.
c. Rockwool
Adalah nama komersial media tanaman utama yang telah dikembangkan dalam sistem
budidaya tanaman tanpa tanah. Bahan ini besarsal dari bahan batu Basalt yang bersifat Inert
yang dipanaskan sampai mencair, kemudian cairan tersebut di spin (diputar) seperti membuat
aromanis sehingga menjadi benang-benang yang kemudian dipadatkan seperti kain “wool‟
yang terbuat dari “rock‟. Rockwool biasanya dibungkus dengan plastik. Rockwool ini juga
populer dalam sistem Bag culture sebagai media tanam. Rockwool juga banyak dimanfaatkan
untuk produksi bibit tanaman sayuran dan dan tanaman hias.

d. Bag Culture
Bag culture adalah budidaya tanaman tanpa tanah menggunakan kantong plastik
(polybag) yang diisi dengan media tanam. Berbagai media tanam dapat dipakai seperti :
serbuk gergaji, kulit kayu, vermikulit, perlit, dan arang sekam. Irigasi tetes biasanya
diganakan dalam sistem ini. Sistem bag culture ini disarankan digunakan bagi pemula
dalam mempelajari teknologi hidroponik, sebab sistem ini tidak beresiko tinggi dalam
budidaya tanaman.
2. Bare Root System
Bare Root system atau sistem akar telanjang adalah sistem hidroponik yang tidak
menggunakan media tanam untuk membantu pertumbuhan tanaman, meskipun block
rockwool biasanya dipakai diawal pertanaman. Sitem ini meliputi:
a. Deep Flowing System
Dee Flowing System adalah sistem hidroponik tanpa media, berupa kolam atau
kontainer yang panjang dan dangkal diisi dengan larutan hara dan diberi aerasi. Pada sistem
ini tanaman ditanam diatas panel tray (flat tray) yang terbuat dari bahan sterofoam
mengapung di atas kolam dan perakaran berkembang di dalam larutan hara.
b. Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST)
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung adalah hasil modifikasi dari Deep Flowing
System yang dikembangkan di Bagian Produksi Tanaman, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Perbedaan utama adalah dalam THST tidak
digunakan aerator, sehinga teknologi ini reltif lebih effisien dalam penggunaan energi
listrik. Pembahasan ditail dari THST disajikan dalam sub bab Kultur Air.
c. Aeroponics
Aeroponics adalah sistem hidroponik tanpa media tanam, namun menggunakan
kabut larutan hara yang kaya oksigen dan disemprotkan pada zona perakaran tanaman.
Perakaran tanaman diletakkan menggantung di udara dalam kondisi gelap, dan secara
periodik disemprotkan larutan hara. Teknologi ini memerlukan ketergantungan terhadap
ketersediaan energi listrik yang lebih besar.
d. Nutrient Film Tecnics (NFT)
Nutrient Film technics adalah sistem hidroponik tanpa media tanam. Tanaman
ditanam dalam sikrulasi hara tipis pada talang-talang yang memanjang. Persemaian
biasanya dilakukan di atas blok rockwool yang dibungkus plastik. Sistem NFT pertama kali
diperkenalkan oleh peneliti bernama Dr. Allen Cooper. Sirkulasi larutan hara diperlukan
dalam teknologi ini dalam periode waktu tertentu. Hal ini dapat memisahkan komponen
lingkungan perakaran yang ‘aqueous’ dan ‘gaseous’ yang dapat meningkatkan serapan hara
tanaman.
e. Mixed System
Ein-Gedi System disebut juga Mixed system adalan teknologi hidroponik yang
menggabungkan aeroponics dan deep flow technics. Bagian atas perakaran tanaman
terbenam pada kabut hara yang disemprotkan, sedangkan bagian bawah perakaran
terendam dalam larutan hara. Sistem ini lebih aman dari pada aeroponics sebab bila terjadi
listrik padam tanaman masih bisa mendapatkan hara dari larutan hara di bawah area kabut.

Keberhasilan dalam penerapan sistem hidroponik harus memperhatikan beberapa


faktor penting. Adapun beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya sayuran
hidroponik adalah antara lain :
1. Unsur hara
Pemberian larutan hara yang teratur sangatlah penting pada hidroponik, karena media
hanya berfungsi sebagai penopang tanaman dan sarana meneruskan larutan atau air yang
berlebihan. Larutan hara dibuat dengan cara melarutkan garam-garam pupuk dalam air.
Berbagai garam jenis pupuk dapat digunakan untuk larutan hara, pemilihannya biasanya
atas harga dan kelarutan garam pupuk tersebut.
2. Media tanam
Jenis media tanam yang digunakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Media yang baik membuat unsur hara tetap tersedia, kelembaban
terjamin dan drainase baik. Media yang digunakan harus dapat menyediakan air, zat hara
dan oksigen serta tidak mengandung zat yang beracun bagi tanaman.
3. Oksigen
Keberadaan Oksigen dalam sistem hidroponik sangat penting. Rendahnya oksigen
menyebabkan permeabilitas membran sel menurun, sehingga dinding sel makin sukar untuk
ditembus, Akibatnya tanaman akan kekurangan air. Hal ini dapat menjelaskan mengapa
tanaman akan layu pada kondisi tanah yang tergenang.
4. Air
Kualitas air yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman secara hidroponik mempunyai
tingkat salinitas yang tidak melebihi 2500 ppm, atau mempunyai nilai EC tidak lebih dari
6,0 mmhos/cm serta tidak mengandung logam-logam berat dalam jumlah besar karena dapat
meracuni tanaman.

D. Pembuatan Media Hidroponik


Pembuatan media bertanam sayuran dengan konsep hidroponik tidak terlalu sulit, begitu
pula dengan bahan– bahan yang digunakan cukup mudah untuk didapatkan. Dari sisi
ekonomi cukup murah, secara teknis pembuatan media tanam hidroponik cukup mudah.
1). Hal pertama kali dilakukan sebelum membuat bak–bak yang akan dijadikannya sebagai
media tanam sayuran, maka terlebih dahulu dilakukan pembersihan lahan untuk lokasi
penempatan bak. Media hidroponik ini dapat juga menggunakan bak – bak atau pipa bekas.
2). Jika menggunakan pipa, maka pipa tersebut harus disambung–sambung hingga berbeda
pola yang mana dari pola tersebut nantinya dapat berdiri tegak. Sebagai tempat untuk
memasukkan benih, dibagian atas pipa yakni yang nantinya menjadi tempat tumbuhnya
benih harus dilubangi dengan diameter sekitar 4 cm. pipa–pipa yang saling tersambung
tersebut di bagian ujung paling bawah diarahkan ke dalam bak penampung air yang
berlebih.
3). Kemudian jika menggunakan media bak, bahan–bahan yang digunakan bisa jadi akan
lebih murah dibandingkan dengan menggunakan media pipa. Bahan–bahan yang digunakan
antara lain bamboo,papan, terpal, plastik, styrofoam.Bahan – bahan tersebut dapat dibeli
dengan harga yang sangat murah. Yang dilakukan pertama kali untuk membuat bak
tersebut diantaranya dengan membuatnya sebagaimana bak pada umumnya. Setelah selesai
dibuat bak, terpal dibentangkan agar dapat menampung air. Tetapi di cek terlebih dahulu
terpal yang sudah terpasang dan dilihat ada kebocoran atau tidak.
4). Setelah bak terisi air yang mana kedalamannya tidak melebihi ketebalan Styrofoam.
Styrofoam yang sudah tersedia dimasukkan ke dalam bak, sebelum styrofoam tersebut
dimasukkan ke dalam bak harus dilubangi terlebih dahulu dengan ukuran diameter sekitar 4
cm.Lubang–lubang tersebut berguna sebagai tempat untuk meletakkan benih sayuran atau
buah yang akan ditanam. Pada dasarnya, Styrofoam tersebut berfungsi sebagai pengganti
media tanah.
5). Selanjutnya untuk melindungi benih agar tidak terkena cahaya matahari secara langsung
atau hujan yang bisa merusak benih yang masih halus,sehingga harus dipasang peneduh
yang dibuat dari plastik. Peneduh plastik tersebut dibuat secara melengkung agar air hujan
tidak ada yang tempias.
6). Dalam beberapa hari, benih yang ditempatkan di dalam Styrofoam tersebut mulai
tumbuh. Sebagaimana umumnya tanaman sayuran, bisa dipanen setelah berusia 40 hari.
Selama berkembang, akar tanaman akan mencari air yang meresap disyterofoam.
7). Styrofoam tersebut nantinya bisa digunakan untuk bertanam sayuran selama berkali–
kali. Hal tersebut merupakan kelebihan dari bertanam dengan konsep hidroponik yang
mana media tanam dapat digunakan berulang kali tanpa harus mengganti medianya.Cukup
dengan menggantikan air dan membersihkan styrofoam yang kemudian didiamkan
beberapa hari, kemudian dapat digunakan lagi untuk meletakkan benih dan media
Styrofoam tersebut dapat digunakan selama 1,5 tahun.

Gambar 1. Bentuk Media Hidroponik

E. Tata Cara Penanaman Sayuran Hidroponik

Anda mungkin juga menyukai