Anda di halaman 1dari 3

Guideline Budaya/Norma Tidak Tertulis

1. Budaya

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok
orang, serta diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang
rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan
karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diri
manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Seseorang
bisa berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-
perbedaan di antara mereka, sehingga membuktikan bahwa budaya bisa dipelajari.

2. Norma tidak tertulis


Norma tidak resmi/tertulis ialah patokan yang dirumuskan secara tidak jelas (subconscious)
dan tidak diwajibkan pelaksanaannya bagi warga masyarakat yang bersangkutan. Norma tersebut
tumbuh dari kebiasaan bertindak yang seragam bentuknya dan diterima baik oleh masyarakat.
Walaupun “tidak diwajibkan” semua anggota sadar bahwa patokan tidak resmi itu harus ditaati,
dan bahwa pelanggar-pelanggaranya mempunyai kekuatan memaksa lebih besar dari pada
patokan resmi. Patokan tidak resmi dijumpai dalam kelompok primer seperti keluarga, kumpulan
tidak resmi, ikatan paguyuban, budaya dan sebagainya.
3. Budaya pasar terapung (dibidang ekonomi)
Pasar terapung atau pasar apung yang kini menjadi objek andalan kepariwisataan
kalimantan selatan, khususnya kota banjarmasin, diperkirakan sudah eksis di era kesultanan
banjar yang masih lestari. Beberapa pedagang di pasar terapung mengaku tidak tahu persis kapan
kegiatan transaksi di atasair melalui sampan tersebut mulai tumbuh dan berkembang dikawasan
yang dikenal sebagai “daratan seribu sungai” tersebut.
Menurut para pedagang, mereka berjuaan seperti ini hanya meneruskan kebiasaan orang
tua orang tua mereka, sementar orang tua orang tua mereka mengaku meneruskan hal itu dari
kebiasaan pendahulu juga.
Pasar terapung di wilayah ini terdapat di dua lokasi, yang besar di desa kuin atau di atas
sungai barito kota banjarmasin, sedangkan kedua di desa lok baintan, kabupaten banjar atau
perjalanan satu jam naik klotok (perahu bermesin) dari pusat kota banjarmasin.
4. Perkembangan norma budaya lintas zaman dan generasi
Pasar Terapung Muara Kuin adalah pasar tradisional yang ada di muara Sungai Kuin,
lokasinya berada di kelurahan Kuin Utara Kota Banjarmasin. Pasar ini merupakan ikon pariwisata
Kota Banjarmasin yang juga hasil peninggalan sejarah dan budaya masyarakat sejak dimulainya
kawasan ini sebagai kawasan pemukiman. Kelurahan Kuin merupakan kawasan permukiman
yang berada di sepanjang aliran sungai yang memiliki keunikan dan daya tarik pariwisata, baik
berupa wisata alam, maupun budaya. Hilir mudiknya aneka perahu tradisional (jukung) dengan
beraneka muatan dapat menjadi tontonan yang menarik bagi wisatawan, bahkan diharapkan dapat
dikembangkan menjadi miniatur kampung wisata sehingga dapat dikembangkan potensinya
dalam promosi kepariwisataan Kalimantan Selatan, khususnya kota Banjarmasin (Mulunga dan
Yazdanifard 2014). Keberadaan Pasar Terapung pada awalnya hanya berfungsi sebagai tempat
pertukaran barang atau barter antar masyarakat dari hasil perkebunan dan pertanian, namun
dengan kemajuan jaman maka sistem tersebut sudah tidak berlaku dan menggunakan sistem jual-
beli dengan menggunakan mata uang yang berlaku (Izzati dan Wilopo 2018).
Seiring dengan berkembangnya pembangunan, dan bergesernya budaya masyarakat,
keberadaan Pasar Terapung Muara Kuin ini mulai mengalami penurunan, baik dari sisi area
kawasan pasar maupun aktivitas pasarnya. Hal ini menyebabkan nilai-nilai sosial dan budaya
yang terkandung di dalam Pasar Terapung ini juga mulai menghilang (C. Gibson 2015). Kondisi
Pasar Terapung yang semakin sepi, menuntut kerja keras dari pemerintah dan peningkatan
peranan masyarakat lokal dalam usaha mengembalikan ikon pasar terapung menjadi ikon
pariwisata yang menjadi tujuan wisata utama di Kalimantan Selatan (Rahmini 2015).
Pemerintah Kota Banjarmasin mulai menata sektor pariwisata dengan membuka ruang
terbuka publik disekitar Siring Tendean (depan Masjid Sabilal Muhtadin), sebagai kawasan Pasar
Terapung buatan, khusus pada hari Sabtu dan Minggu (pada saat car free day). Hal ini dapat
dilihat dari dibangunnya beberapa fasilitas pendukung seperti akses pejalan kaki (city walk) di
sepanjang sungai Martapura dan taman di sekitarnya, Menara Pandang, peremajaan rumah banjar
”Anno”, pembangunan sarana olahraga, peresmian pojok baca Bank Indonesia, dan air mancur
berbentuk Bekantan raksasa sebagai ikon Kalimantan Selatan.
5. Analisis perkembangan atau keterancaman hilangnya guideline budaya pasar terapung
Analisis SWOT
Internal Kekuatan (strenghths) Kelemahan (weaknesses)
1. Daya tarik jual beli yang khas 1. Akses menuju lokasi yang
2. Wisata yang sudah terkenal baik sulit.
nasional sampai mancanegara 2. Belum banyak nya dermaga
3. Komitmen pemerintah untuk yang layak.
pembangunan infrastruktur yang 3. Masalah kebersihan sungai.
kuat.

Eksternal Peluang (Opportunities) Ancaman (Threats)


1. Memajukan perekonomian warga 1. Dengan maju infrastruktur
sekitar. menyebabkan para pedagang
2. Melestarikan budaya lebih memilih berjualan di
darat di banding disungai dan
konsumen pun lebih memilih
berbelanja di darat karena
akses yang mudah

Berdasarkan analisis SWOT diatas, dari sudut pandang aspek kelestarian Pasar Terapung
Muara Kuindan lok baintan, isu utama pengembangan ekosistem pariwisata sungai adalah bagaimana
merekonstruksi penampilan Pasar Terapung dengan segala kelengkapan masa lalunya disajikan pada
masa sekarang dan bagi masa depan. Sangat pentingnya pengembangan dan kelestarian Pasar
Terapung sebagai “Pasar” obyek wisata, dan atraksi wisata dalam sebuah ekosistem wisata
diharapkan dapat berdampak besar pada sektor pariwisata di Kota Banjarmasin dan Kalimantan
Selatan secara umum.

Jika tidak segera ditangani maka bisa saja suatu saat minat wisatawan untuk datang ke pasar
terpung menurun maka akan menyebab kan hilayangnya budaya pasar terapung yang sudah lama ada
ini.

Anda mungkin juga menyukai