Anda di halaman 1dari 38

PENGGUNAAN OBAT PADA IBU HAMIL

DISUSUN OLEH :

INGGRID TANAMA - 13334747

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

Bhumi Srengseng Indah, Jl. Moh. Kahfi II, Jagakarsa

TAHUN 2014/2015

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan
Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam
makalah ini kami membahas mengenai Penggunaan Obat pada Ibu Hamil

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk
membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu
kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik
konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Jakarta, Oktober 2014

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kehamilan merupakan proses fisiologi yang perlu dipersiapkan oleh wanita dari pasangan subur
agar dapat dilalui dengan aman. Selama masa kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak
terpisahkan. Kesehatan ibu hamil adalah persyaratan penting untuk fungsi optimal dan perkembangan
kedua bagian unit tersebut.
Selama kehamilan, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau gangguan kesehatan
yang membutuhkan obat. Penggunaan obat pada Ibu hamil dapat beresiko bagi ibu hamil dan janin.
Banyak ibu hamil menggunakan obat dan suplemen pada periode organogenesis sedang berlangsung
sehingga risiko terjadi cacat janin lebih besar. Sedangkan kebanyakan obat yang dipasarkan tidak diteliti
efek sampingnya kepada Ibu hamil dan janin.
Beberapa obat yang dapat melintasi plasenta, maka penggunaan obat pada wanita hamil perlu
berhati-hati. Dalam plasenta obat mengalami proses biotransformasi, mungkin sebagai upaya
perlindungan dan dapat terbentuk senyawa antara yang reaktif, yang bersifat teratogenik/dismorfogenik.
Obat-obat teratogenik atau obat-obat yang dapat menyebabkan terbentuknya senyawa teratogenik dapat
merusak janin dalam pertumbuhan.
Jadi harus diingat bahwa obat yang diberikan selama kehamilan harus untuk kepentingan ibu
tanpa menghasilkan komplikasi yang tidak diinginkan. Beberapa obat dapat memberi risiko bagi
kesehatan ibu, dan dapat memberi efek pada janin juga. Selama trimester pertama, obat dapat
menyebabkan cacat lahir (teratogenesis), dan risiko terbesar adalah kehamilan 3-8 minggu. Selama
trimester kedua dan ketiga, obat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara
fungsional pada janin atau dapat meracuni plasenta.
Obat cenderung dikelola sendiri atau diresepkan oleh praktisi kesehatan selama kehamilan.
Cerdas menggunakan obat selama kehamilan mengharuskan praktisi kesehatan memahami interaksi
antara obat-obatan dan kehamilan sehingga menghindari penggunaan sembarangan obat dengan
konsekuensi teratogenik seperti tragedi thalidomide. Perubahan fisiologi selama kehamilan dapat
berpengaruh terhadap kinetika obat dalam ibu hamil dan menyusui yang kemungkinan berdampak
terhadap perubahan respon ibu hamil terhadap obat yang diminum.
Dengan demikian, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang relatif tidak aman
hingga harus dihindari selama kehamilan ataupun menyusui agar tidak merugikan ibu dan janin yang
dikandung ataupun bayinya. Untuk memberikan pengetahuan mengenai penggunaan obat pada ibu
hamil, maka farmasis perlu dibekali pedoman dalam melaksanakan
pelayanan kefarmasian bagi ibu hamil dan menyusui.

1.2 TUJUAN

Memandu farmasis untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian dalam


penanganan ibu hamil dan menyusui.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PROSES KEHAMILAN


Proses kehamilan di dahului oleh proses pembuahan satu sel telur yang bersatu dengan sel
spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk zigot. Zigot mulai membelah diri satu sel menjadi dua sel, dari
dua sel menjadi empat sel dan seterusnya. Pada hari ke empat zigot tersebut menjadi segumpal sel yang
sudah siap untuk menempel / nidasi pada lapisan dalam rongga rahim (endometrium). Kehamilan
dimulai sejak terjadinya proses nidasi ini. Pada hari ketujuh gumpalan tersebut sudah tersusun menjadi
lapisan sel yang mengelilingi suatu ruangan yang berisi sekelompok sel di bagian dalamnya.
Sebagian besar manusia, proses kehamilan berlangsung sekitar 40 minggu (280 hari) dan tidak
lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan yang berlangsung antara 20 – 38 minggu disebut kehamilan
preterm, sedangkan bila lebih dari 42 minggu disebut kehamilan postterm. Menurut usianya, kehamilan
ini dibagi menjadi 3 yaitu kehamilan trimester pertama 0 – 14 minggu, kehamilan trimester kedua 14 –
28 minggu dan kehamilan trimester ketiga 28 – 42 minggu.
Gangguan pada kehamilan
 Mual dan muntah  Gangguan buang air besar
 Liur melimpah  Varises
 Tekanan pada dada  Wasir atau ambeien
 Lemah dan pusing  Kejang kaki
 Sariawan  Keputihan

2.2 Teratogenik
Prinsip-prinsip dari teratologi yang diajukan oleh James Wilson pada tahun 1959 dan dalam
bukunya monografi Lingkungan dan Lahir Cacat. Prinsip-prinsip panduan studi dan pemahaman
tentang agen teratogenik dan pengaruhnya terhadap organisme berkembang:
1. Kerentanan terhadap teratogenesis tergantung pada genotipe konsepsi dan cara dimana ini
berinteraksi dengan faktor lingkungan yang merugikan.
2. Kerentanan terhadap teratogenesis bervariasi dengan tahap perkembangan pada saat terkena
pengaruh yang merugikan. Ada periode kritis dari kerentanan terhadap agen dan sistem organ
terpengaruh oleh agen ini.
3. Agen teratogenik bertindak dengan cara tertentu pada pengembangan sel dan jaringan untuk
memulai urutan peristiwa perkembangan abnormal.
4. Akses pengaruh yang merugikan pada jaringan berkembang tergantung pada sifat
mempengaruhi. Beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan teratogen untuk kontak
konsepsi berkembang, seperti sifat dari agen itu sendiri, rute dan tingkat eksposur ibu, laju
perpindahan plasenta dan penyerapan sistemik, dan komposisi genotipe ibu dan embrio / janin.
5. Ada empat manifestasi pengembangan menyimpang (Kematian, malformasi, Retardasi
Pertumbuhan dan Cacat Fungsional).
6. Manifestasi meningkatkan pembangunan menyimpang di frekuensi dan gelar sebagai
meningkatkan dosis dari No diamati Pengaruh Buruk Level (NOAEL) dengan dosis
memproduksi 100% Lethality (LD100).

2.2.1 Teratologi pada manusia


Aspek yang paling penting dalam masalah ini adalah pengaruh obat-obat pada saat tertentu
selama pembuahan sampai dengan kehamilan. Periode pertumbuhan hasil konsepsi dibagi menjadi :
1. Periode ovum, yakni sejak saat fertilisasi sampai dengan implantasi.
2. Periode embrionik, yakni sejak minggu kedua sampai dengan minggu kedelapan setelah fertilisasi.
3. Periode fetal (janin), yakni setelah 8 minggu sampai dengan aterm. Periode embrionik adalah
periode yang paling kritis oleh karena saat ini sedang dalam fase pembentukan organ-organ
(organogenesis). Pada periode fetal atau janin, terutama trimester III, pengaruh antibiotika yang
diberikan pada ibu hamil tidak akan mempengaruhi pembentukan organ
(malformasi/dismorfogenik). Pengaruh obatobatan terhadap janin berkaitan dengan jumlah bahan
didalam peredaran darah (serum), absorbsi dalam usus, metabolisme, ikatan dengan protein
(protein binding), penyimpanan dalam sel, uuran molekul dan kelarutan bahan tersebut dalam
lemak yang merupakan faktor yang menentukan kemampuan obat untuk menembus barier
plasenta. Beberapa jenis obat memang telah diketahui memberikan efek teratogenik pada dosis
yang relatif rendah pada saat yang tepat misalnya alkohol, thalidomide, antagonis asam folat dan
lain-lainnya, akan tetapi yang penting diketahui adalah bahwa pemakaian obat-obat tersebut
meskipun mempunyai efek teratogenik bila diberikan setelah periode yang kritis tersebut tidak lagi
memberikan kelainan-kelainan yang

2.2.2 Kerja Obat Teratogenik.


Penggunaan obat pada saat perkembangan janin dapat mempengaruhi struktur janin pada saat
terpapar. Thalidomid adalah contoh obat yang besar pengaruhnya pada perkembangan anggota badan
(tangan, kaki) segera sesudah terjadi pemaparan. Pemaparan ini akan berefek pada saat waktu kritis
pertumbuhan anggota badan yaitu selama minggu ke empat sampai minggu ke tujuh kehamilan.
Mekanisme berbagai obat yang menghasilkan efek teratogenik belum diketahui dan mungkin
disebabkan oleh multi faktor.
• Obat dapat bekerja langsung pada jaringan ibu dan juga secara tidak langsung mempengaruhi
jaringan janin.
• Obat mungkin juga menganggu aliran oksigen atau nutrisi lewat plasenta sehingga
mempengaruhi jaringan janin.
• Obat juga dapat bekerja langsung pada proses perkembangan jaringan janin, misalnya vitamin
A (retinol) yang memperlihatkan perubahan pada jaringan normal. Dervat vitamin A
(isotretinoin, etretinat) adalah teratogenik yang potensial.
• Kekurangan substansi yang esensial diperlukan juga akan berperan pada abnormalitas.
Misalnya pemberian asam folat selama kehamilan dapat menurunkan insiden kerusakan pada
selubung saraf , yang menyebabkan timbulnya spina bifida.
Paparan berulang zat teratogenik dapat menimbulkan efek kumulatif. Misalnya konsumsi alkohol
yang tinggi dan kronik pada kehamilan , terutama pada kehamilan trimester pertama dan kedua
akan menimbulkan fetal alcohol syndrome yang berpengaruh.

2.4 Aksi Mekanisme


Ada 6 mekanisme teratonik yang terkait dengan pengobatan :
1. Folat antagonis
2. Gangguan sel saraf kepala
3. Gangguan endokrin
4. Tekanan oksidatif
5. Gangguan pembuluh darah
6. Reseptor tertentu atau enzim yang dimediasi teratogenesis
Banyak pengobatan digolongkan sebagai kelas X yang dikaitkan dengan sekurang-kurangnya
mekanisme di bawah ini.
Obat Efek Teratogenik
Thalidomida Phocomelia
Androgen & Progestin Verilisasi
Tetrasiklin Perubahan warna & gigi cacat,
pertumbuhan tulang terhambat
Alkohol IQ rendah, sindrom janin alkohol
Obat antitiroid Janin gondok dan hipotiroid
Isotretinoin Jantung kraniofasial dan cacat CNS
Warfarin Hidung tertekan; cacat mata & tangan
Fenitoin Tulang jari hipoplastik, bibir sumbing,
mikrosefalus
Karbamazepin Cacat tabung saraf, kelainan lainnya
Beberapa obat dipelajari untung penggunaan semasa kehamilan & menyusui dan sedikit petunjuk yang
tersedia bagi dokter dan pasien. Dengan demikian sebagian besar obat yang digunakan off label selama
kehamilan. Kebanyakan monograf produk menyarankan bahwa obat tidak boleh digunakan selama
kehamilan atau menyusui. Untuk alasan seperti biaya & pengadilan, perusahaan farmasi tidak
menangani kehamilan. Informasi tentang disposisi obat selama kehamilan biasanya diperoleh pasca-
persetujuan dan melalui pelaporan ADR secara sukarela.

2.5 Klasifkasi FDA tentang obat yang mempunyai efek terhadap janin.

Pada tahun 1979, FDA merekomendasikan 5 kategori obat yang kemungkinan berefek terhadap janin.
A : Obat yang sudah pernah diujikan pada manusia hamil dan terbukti tidak ada risiko terhadap janin
dalam rahim. Obat golongan ini aman untuk dikonsumsi oleh ibu hamil (vitamin)
B : Obat yang sudah diujikan pada binatang dan terbukti ada atau tidak ada efek terhadap janin dalam
rahim akan tetapi belum pernah terbukti pada manusia. Obat golongan ini bila diperlukan dapat
diberikan pada ibu hamil (Penicillin).
C : Obat yang pernah diujikan pada binatang atau manusia akan tetapi dengan hasil yang kurang
memadai. Meskipun sudah dujikan pada binatang terbukti ada efek terhadap janin akan tetapi
pada manusia belum ada bukti yang kuat . obat golongan ini boleh diberikan pada ibu hamil
apabila keuntungannya lebih besar dibanding efeknya terhadap jani (Kloramfenicol, Rifampisin,
PAS, INH)
D : Obat yang sudah dibuktikan mempunyai risiko terhadap janin manusia. Obat golongan ini tidak
dianjurkan untuk dikonsumsi ibu hamil. Terpaksa diberikan apabila dipertimbangkan untuk
menyelamatkan jiwa ibu (Streptomisin, Tetrasiklin, Kanamisin).
X : Obat yang sudah jelas terbukti ada risiko pada janin manusia dan kerugian dari obat ini jauh lebih
besar daripada manfaatnya bila diberikan pada ibu hamil, sehingga tidak dibenarkan untuk
diberikan pada ibu hamil atau yang tersangka hamil.
BAB III
PEMBAHASAN

3. 1 Penggunaan Antibiotika pada Kehamilan

Penggunaan antibiotika pada kehamilan bisa dengan tujuan terapi ataupun profilaksis. Pemilihan jenis
antibiotika yang akan diberikan pada ibu hamil seharusnya didasarkan atas uji kepekaan di laboratorium
untuk menentukan secara tepat jenis antibotika yang diperlukan dengan mempertimbangkan pula efek
toksik terhadap ibu maupun efek teratogenik terhadap janin dalam rahim. Selain itu penentuan dosis
antibiotika juga harus mempertimbangkan perubahan farmakokinetik yang sesuai dengan perubahan
fisiologik pada ibu hamil. Kondisi fisiologik ibu hamil akan sangat menentukan apakah sebaiknya obat
yang diberikan peroral atau parenteral dan dosis yang diberikan lebih tinggi atau sama dengan ibu yang
tidak hamil. Barier plasenta merupakan salah satu perlindungan agar janin seminimal mungkin
mendapatkan efek samping obat. Dalam hal ini harus dipertimbangkan usia hamil saat mendapatkan
antibiotika, oleh karena pada fase embrio (2-8 minggu) barier plasenta ini sangat lemah (masa kritis) dan
meningkat sampai pada puncaknya pada waktu janin usia 21-28 minggu, setelah itu akan menurun lagi
sampai aterm.

3.1.1 Mekanisme kerja obat anti infeksi


Mekanisme kerja obat anti infeksi terhadap mikroorganisme dapat berupa :
 Menghambat sintesa metabolit-metabolit yang esensial, protein dan asam nukleat.
 Menghambat sintesa dinding sel atau membran plasma.
 Merusak dinding sel atau membran plasma. Dilihat dari mekanisme kerjanya maka antibiotika
ini dapat mempunyai efek :
A. Bactericidal,bila menyebabkan sel mikroorganisme tersebut mati oleh karena efek obat yang
merubah, menghambat atau merusak sel mikroorganisme.
B. Bacteriostatic, bila menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme terhenti oleh karena ada
hambatan terhadap metabolisme mikroorganisme.
Obat-obat ini sebagian dalam bentuk terikat dengan protein (protein binding) atau mengalami proses
metabolisme sehingga terbentuk metabolit-metabolit yang tidak dapat menembus barier plasenta.
Sebagian lagi dalam bentuk bebas tidak terikat dengan protein dan tidak mengalami metabolisme,
bentuk ini yang mampu menembus barier plasenta.
3.1.2 Farmakokinetik obat-obat anti infeksi pada kehamilan
 Famakokinetik obat -obat saat hamil jelas tidak sama dengan tidak hamil, oleh karena adanya
perubahan fisiologik pada saat hamil.
 Perubahan-perubahan farmakokinetik saat hamil antara lain :
 Volume darah dan cairan tubuh meningkat sehingga kadar obat dalam plasma darah akan
menurun.
 Kadar protein dalam plasma relatif rendah, akibatnya ikatan obat dengan protein akan menurun
sehingga kadar obat bebas dalam darah akan meningkat.
 Aliran darah ke ginjal meningkat sehingga filtrasi glumerolus akan meningkat dan ekskresi obat
melalui ginjal juga meningkat sehingga masa aksi kerja obat dalam tubuh akan lebih singkat.
 Kadar progesteron saat hamil meningkat, sehingga metabolisme di hepar akan meningkat pula ,
hal ini mengakibatkan kadar obat bebas dalam darah akan menurun.
 Peristaltik menurun sehingga absorpsi melalui usus akan menurun, dengan demikian kadar obat
per oral dalam serum ibu hamil akan lebih rendah dibanding dengan ibu yang tidak hamil. Oleh
karena itu dosis obat per oral yang diberikan pada ibu hamil relatif harus lebih tinggi dibanding
ibu tidak hamil untuk mendapatkan dosis terapeutik dalam darah yang sama.

Kondisi seperti diatas menjadi masalah yang harus dipertimbangkan dalam pemberian obat pada ibu
hamil, oleh karena setiap obat yang diberikan pada ibu hamil hampir selalu ada sebagian yang mampu
menembus barier plasenta dan masuk kedalam unit janin dalam rahim. Sebagai contoh Sulfonamide
yang diberikan pada ibu, sebanyak < 1% akan menembus barier plasenta kedalam unit janin. Jumlah
obat Xenobiotic yang mampu menembus barier plasenta tergantung pada :
 Jenis obat. Oleh karena jumlah obat yang terikat pada protein dan mengalami metabolisme
sangat tergantung pada jenis antibiotika yang dipakai.
 Dosis obat. Makin tinggi dosis yang diberikan, akan makin tinggi pula kadar Xenobiotic yang
masuk kedalam unit janin.
 Kondisi plasenta. Pada umumnya kondisi plasenta berkaitan erat dengan usia hamil. Proses
pertumbuhan plasenta akan sempurna pada usia hamil 16-20 minggu. Pada usia hamil 21-28
minggu barier plasenta akan lebih kuat dibanding dengan usia hamil diatas 28 minggu.
Xenobiotic yang beredar dalam unit janin seharusnya mencapai kadar terkecil yang mampu menghambat
pertumbuhan mikroorganisme (Minimal Inhibitory Consentration/MIC) atau kadar terkecil yang mampu
membunuh mikroorganisme (Minimal Bactericidal Consentration/MBC) tanpa menimbulkan risiko
terhadap janin atau hasil konsepsi. Akan tetapi hal ini yang sangat sulit dilaksanakan oleh karena
menentukan dosis terapeutik obat dalam tubuh janin dalam rahim belum dilaksanakan secara rutin
sedangkan MIC dan MBC ditentukan berdasarkan atas uji kepekaan di laboratorium. Alasan lainnya
adalah bahwa kemampuan obat yang diberikan pada ibu hamil tergantung pada kondisi patologik dari
jaringan yang terinfeksi. Sebagai contoh misalnya mikroorganisme dalam kantung abses lebih sulit
dicapai oleh obat anti infeksi.
Dikatakan bahwa efek toksik atau teratogenik obat antibiotika pada janin selalu dikaitkan dengan
pemakaian obat pada usia hamil yang muda (trimester I). Setiap pemakaian obat pada kehamilan, tanpa
memandang usia hamil kemungkinan dapat menimbulkan kelainan pada janin baik fisik maupun mental
dlam tingkat ringan sampai berat. Aminoglikosida akan menembus barier plasenta dan akan
memberikan efek toksik rata-rata 3-11% pada janin. Kelainan pada janin ini dapat langsung dipantau
dalam rahim, atau bahkan tidak jarang pula baru bisa diketahui setelah lahir atau timbul pada masa anak-
anak atau remaja.

Tabel 1. Klasifikasi (FDA) untuk antibiotika dan risikonya terhadap janin

Klasifi Klasifi Kloramfeniko


Golongan k Golongan k l C Cinoxasin C
(Nama generik) asi (Nama asi Clindamisin B Mandelic C
generic) Colistimethat
Gol e B Acid B
Gol. Penisilin B . Anti Virus C Eritromisin B Methenami B
Furazolidone C ne
Gol. Lincomisin B Nalidixic
Sefalosporin B Gol. Anti TBC Novobiosin C Acid
Moxalactam C Ethambuto B Oleondomisin C Nitrofurant
l C
Polymyxin B B oin
PAS C Spectinomisin B
INH C Trimetoprim C
Rifampisin Troleandomis
Gol. Anti i C
Gol. malaria n C
Chloroqui
Aminoglikosida C n C Vancomisin
Amikasin C e C Gol. Anti
Primaquin Gol. Anti Amuba Scabies
Gentamisin C e C Carbarzone D Lindane C
Neomisin D Pyrimetha D / X Iodoquinol C Pyrethrins C
Kanamisin D min Metronidazol B
Streptomisin D Quinine Gol. Antiseptic Gol. Anti Jamur
Tobramisin Kulit C Amfoterasi B
Gol. Tetrasiklin D Gol. Sulfa Iodine n B Clotrimazole B
Sulfasalazi B / D
ne B/D Griseofulvin C
Sulfonami
d Miconazole B
a
Gol Nystatin B
Lain-lain . Urinary
Basitrasin C Germicide B
Tabel 2. Mekanisme kerja obat anti infeksi.
Nama generik obat anti Actinomisin
Mekanisme kerja infeksi nukleat Nalidixic acid D
Menghambat sintesa Sulfonamide Trimethoprim Norfloxasin Enoxasin
metabolit esensial PAS INH Menghambat Penisilin Carbapenem
Menghambat Streptomisin Tobramisin pembentuka dindin Amoxilin-
pembentukan protein Erithromisin Clindamisin n g Clav Vancomisin
Neomisin Amikasin sel Sefalosporin Piperasilin
Kloramfeniko Ticarcilin-
Axithromisin l Clav Tazobactam
Kanamisin Netilmisin Sefamisin
Clarithromisi Ampisilin-
n Tetrasiklin Sulbact
Gentamisin Spectinomisin Merusak membran
Lincomisin sel Polimixin B Colistin
Amfoterasin
Menghambat Rifampisin Cinoxasin
pembentuka B Nistatin
n asam Ofloxasin Ciprofoxasin

Tabel 3. Kadar antibiotika dalam serum ibu hamil dibanding dengan tidak hamil.
Kadar dalam Nama generik obat
serum ibu
Lebih rendah
pada Ampisilin Penisilin V
kehamilan Piperasilin
lebi Sefoperazon
Diduga h Methisilin e
Amoxilin-
rendah pada Sefalexin Clav
Ticarsilin-
kehamilan Sefalothin Clav
Ampisilin-
Sefazolin Sulb
Sefoxitin Piperasilin-
Sefamandole Tazobact
Sefotetan Gentamisin
Seftriaxone Kanamisin
Sefotaxime Amikasin
Moxalactam Tobramisin
Nitrofuranto
in
Seftizoxime
Kemungki Thiamfenico
nan Pivmesilinam l
tidak Sulfamethox
berbeda Clindamisin as
Sefaloridine ole
Tabel 4. Efek toksik antibiotika terhadap ibu dan janin dalam rahim.
Jenis
antibiotika Efek toksik
Pada ibu Pada janin
Kontraindikasi
Depresi Bone Sindroma
Kloramfenicol Marrow Grey
Tetrasiklin (Tr. Pewarn
I) Hepatotoksik aan
abnorm
Pankreatitis al
Dysplasia
Haemorragie gigi
Gagal ginjal
Erithromycin Hepatotoksik -
Estolate
Artropa jani
Quinolone - ti n
hewan
Pertimbangkan
Toksik N.
Aminoglikosida Ototoksik, VII
Nefrotoksik
Clindamisin Alergi -
Colitis
pseudomembran
Hemolit
Nitrofurantoin Neuropatia ik
Metronidazole Blood dyscrasia -
Antago asa
Trimethoprim- Vaskulitis nis m
Sulfamethox folat
Sulfonamide Alergi Kern ikterus
Isoniazid Hepatotoksik -
Aztrenon Alergi -
Aman

Penggunaan klinis dan pemilihan jenis antibiotika pada kehamilan


Penggunaan antibiotika pada kehamilan bisa dengan tujuan terapi, akan tetapi bisa juga dengan tujuan
profilaksis. Untuk tujuan terapi sering dipakai pada kasus kehamilan dengan tanda klinis adanya infeksi
baik lokal maupun sistemik misalnya kehamilan yang disertai dengan penyakit infeksi sistemik misalnya
typhoid, tuberkulose dan lain sebagainya. Sedangkan infeksi lokal misalnya adanya tanda infeksi
genetalia, vaginosis bakteri, infeksi jamur atau infeksi intrauterin sebagai akibat suatu persalinan yang
lama (partus kasep) akan tetapi bisa juga pada kasus dengan tanda persalinan preterm yang membakat
yang diduga disebabkan oleh infeksi genetalia. Sedangkan untuk tujuan profilaksis sering digunakan
pada kasus kehamilan dengan kelainan katub jantung, ketuban pecah dini. perdarahan pada kehamilan
dan eklamsia. Pada keadaan ini sebenarnya belum tampak adanya gejala infeksi, akan tetapi kondisi ibu
seperti ini merupakan faktor risiko untuk terjadinya infeksi yang membahayakan ibu dan atau janin
didalam rahim.
Pemilihan jenis antibiotika yang akan diberikan pada ibu hamil seharusnya didasarkan atas uji kepekaan
di laboratorium untuk menentukan secara tepat jenis antibotika yang diperlukan. Dengan menggunakan
tehnik kultur yang saat ini dikerjakan, hal ini memerlukan waktu yang relatif lama sedangkan kita harus
mengejar waktu untuk segera memberikan terapi antibiotika. Pada akhirnya seorang dokter di suatu
rumah sakit harus memahami peta mikroorganisme setempat untuk menentukan pilihan antibiotika pada
ibu hamil maupun bersalin yang memerlukan. Akan tetapi menurut beberapa peneliti dari negara maju
sebenarnya lebih banyak jenis kuman yang bisa ditemukan pada ibu hamil atau bersalin yang mengalami
infeksi. Dikemukakan sebagian besar kuman Anaerob seperti Mycoplasma hominis, Ureaplasma
urealithicum, Bacteroides dan Gardnerella vaginalis yang memerlukan tehnik kultur yang khusus sangat
berperan pada infeksi dibidang kebidanan.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka saat ini penggunaan antibiotika terutama penggunaan kombinasi
lebih dari satu jenis obat makin meningkat. Ditinjau dari bidang farmakologis maka penggunaan
antibiotika kombinasi ini mempunyai beberapa keuntungan maupun kerugian.

A Keuntungan
1.Mengurangi resistensi terhadap antibiotika oleh karena dengan menggunakan kombinasi yang
sinergistik akan meningkatkan daya kemampuan untuk membunuh mikroorganisme.
2.Mengurangi efek toksik. Hal ini berkaitan dengan dosis obat. Semakin rendah dosis tiap jenis
antibiotika akan makin rendah pula efek toksik obat. Efek sinergistik ini akan bisa menurunkan
masing-masing dosis obat kombinasi yang diberikan.

B Kerugian
1.Biaya yang diperlukan akan lebih banyak.
2.Efek antagonis dari 2 obat atau lebih yang
mempunyai mekanisme dan titik tangkap kerja yang sama akan sangat merugikan karena
mengurangi manfaat utama dari obat.
3. Meningkatkan risiko reaksi allergi
3.2 Penyebaran Obat pada Wanita di masa sebelum sampai seleai kehamilan
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang prevalensi penggunaan
resep obat pada wanita hamil di Amerika Serikat.
Desain penelitian: Sebuah studi retrospektif dilakukan dengan menggunakan database otomatis dari 8
organisasi pemeliharaan kesehatan yang terlibat dalam Pemeliharaan Kesehatan Jaringan Penelitian
Pusat Pendidikan dan Penelitian Therapeutics.Identifikasi terhadap wanita yang melahirkan bayi di
rumah sakit dari tanggal 1 Januari 1996, sampai dengan 31 Desember 2000. Resep obat menggunakan
sesuai dengan kelas terapi dan klasifikasi risiko Amerika Serikat Food and Drug Administration
sistem dievaluasi, dengan asumsi durasi kehamilan dari 270 hari, dengan tiga trimester 90 hari
kehamilan, dan dengan jangka waktu 90 hari sebelum kehamilan. Penggunaan narkoba diluar perespan
tidak dihitung.
Hasil: Selama periode 1996 sampai 2000, 152.531 kelahiran diidentifikasi yang memenuhi kriteria
untuk menjadi subjek penelitian. Untuk 98.182 penyebaran (64%), obat selain vitamin atau mineral
suplemen telah ditetapkan dalam 270 hari sebelum penyebaran: wanita 3595 (2,4%) menerima obat
dari kategori A; 76.292 perempuan (50,0%) menerima obat dari kategori B; 57.604 perempuan (37,8%)
yang diterima obat dari kategori C; 7333 perempuan (4,8%) menerima obat dari kategori D, dan 6.976
perempuan (4,6%) menerima obat dari kategori X risiko Amerika Serikat Food and Drug
Administration sistem klasifikasi. Secara keseluruhan, 5.157 perempuan (3,4%) menerima obat
kategori D, dan 1.653 perempuan (1,1%) menerima obat kategori X setelah awal prenatal kunjungan
perawatan.
Kesimpulan: Kami menemukan bahwa hampir separuh dari semua wanita hamil menerima obat resep
dari kategori C, D, atau X dari klasifikasi risiko Amerika Serikat Food and Drug Administration
sistem menyoroti pentingnya kebutuhan untuk memahami dampak dari obat-obat ini pada
mengembangkan janin dan pada wanita hamil.
Table I The most common drugs that were dispensed in the 270 days before delivery (n = 152,531)*
Generic drug Dispensings (n) Deliveries (n)

Amoxicillin 34,304 26,893 (17.6%)


Nitrofurantoin 14,370 11,315 (7.4%)
Metronidazole, oral 10,313 8,657 (5.7%)
Erythromycin, oral 9,769 8,262 (5.4%)
Acetaminophen/codeine 11,279 8,142 (5.3%)
Cephalexin 9,233 7,736 (5.1%)
Albuterol 16,938 7,483 (4.9%)
Terconazole, topical/vaginal 8,409 6,294 (4.1%)
Terbutaline 10,335 5,503 (3.6%)
Promethazine 8,948 5,428 (3.6%)
Codeine/guaifenesin 4,678 4,060 (2.7%)
Azithromycin 4,708 3,940 (2.6%)
Hydroxyzine 5,442 3,936 (2.6%)
Beclomethasone, nasal 5,924 3,807 (2.5%)
Sulfamethoxazole/ 4,148 3,784 (2.5%)
trimethoprim
Penicillin 4,077 3,611 (2.4%)
Levothyroxine 18,428 3,578 (2.3%)
Ampicillin 4,062 3,555 (2.3%)
Hydrocorticone, topical 4,432 3,419 (2.2%)
Clindamycin, topical 3,604 2,867 (1.9%)
Prochlorperazine 3,715 2,592 (1.7%)
Acetaminophen/hydrocodone 4,055 2,385 (1.6%)
Progesterone 7,024 2,324 (1.5%)
Ibuprofen 2,686 2,317 (1.5%)
Acetaminophen/oxycodone 3,479 2,301 (1.5%)
Metoclopramide 3,898 2,235 (1.5%)
Insulin, isophane 6,230 2,168 (1.4%)
Triamcinolone, topical 2,760 2,126 (1.4%)
Metronidazole, 2,376 2,068 (1.4%)
topical/vaginal
Prednisone 3,495 2,058 (1.3%)

* Excludes vitamin/mineral supplements.

Table II Drug exposures after the documentation of an initial prenatal care visit,*according to US
FDA risk category (n = 152,531 deliveries)
Trimester (n)y
y
Category Pregnancy (n) First Second Third
(2.1%
A 3,520 (2.3%) 2,294 (1.5%) 3,154 (2.1%) 3,197 )
24,55 (26.8
B 69,637 (45.7%) 5 (16.1%) 34,962 (22.9%) 40,868 %)
16,95 (18.4
C 50,185 (32.9%) 1 (11.1%) 24,919 (16.3%) 28,015 %)
(1.3%
D 5,157 (3.4%) 3,198 (2.1%) 1,693 (1.1%) 2,059 )
(0.4%
X 1,653 (1.1%) 936 (0.6%) 278 (0.2%) 618 )
D (excluding female reproductive (1.3%
hormones)z 2,916 (1.9%) 1,051 (0.7%) 1,250 (0.8%) 2,027 )
X (excluding female reproductive (0.1%
hormones)z 178 (0.1%) 37 (0.02%) 52 (0.03%) 114 )
* Drug exposures after the documentation of initial prenatal care (diagnosis or procedure related to
pregnancy testing, supervision of normal or high-risk pregnancy, antenatal screening, or
complications of pregnancy) in the administrative health plan databases, which excludes
vitamin/mineral supplements
y
The pregnancy period is considered to be the period between 0 and 270 days before delivery, with
three 90-day trimesters: the first trimester incorporates the period between 181 and 270 days before
delivery; the second trimester incorporates the period between 91 and 180 days before delivery; the
third trimester incorporates the period between 0 and 90 days before delivery.
z
Excludes ovulation stimulants/fertility drugs, contraceptive hormones, estrogens, and progestins.

Table III Drug exposures before delivery among deliveries without documentation of a diagnosis
associated with preterm birth*(n = 129,616)
Trimester (n)z
Before
pregnancy(n)y Pregnancy (n)z First Second Third
x
Therapeutic class
Anti-infectives, oral or (39.8%) (18.3%) (17.2%)
injectable 23490 (18.1%) 51559 23670 22308 22955 (17.7%)
(18.6%)
Respiratory drugs 11760 (9.1%) 24080 10192 (7.9%) 9340 (7.2%) 12784 (9.9%)
Opioid and nonopioid
analgesics 13287 (10.3%) 18390 (14.2%) 7914 (6.1%) 7203 (5.6%) 7207 (5.6%)
Gastrointestinal drugs 2943 (2.3%) 10870 (8.4%) 6667 (5.1%) 3640 (2.8%) 3409 (2.6%)
Hormones 12253 (9.5%) 5116 (4.0%) 4607 (3.6%) 384 (0.3%) 490 (0.4%)
Antidepressants 4185 (3.2%) 3646 (2.8%) 2887 (2.2%) 1663 (1.3%) 1850 (1.4%)
Cardiovascular drugs 1194 (0.9%) 2120 (1.6%) 969 (0.8%) 1039 (0.8%) 1570 (1.2%)
Thyroid preparations 2152 (1.7%) 2872 (2.2%) 2504 (1.9%) 2550 (2.0%) 2568 (2.0%)
Corticosteroids, oral or
injectable 1446 (1.1%) 2146 (1.7%) 868 (0.7%) 735 (0.6%) 935 (0.7%)
Antidiabetic drugs 87 (0.1%) 869 (0.7%) 124 (0.1%) 201 (0.2%) 818 (0.6%)
Sedative hypnotics 1284 (1.0%) 1621 (1.3%) 684 (0.5%) 330 (0.3%) 933 (0.7%)
Muscle relaxants 1555 (1.2%) 820 (0.6%) 585 (0.5%) 163 (0.1%) 132 (0.1%)
Antiepileptic drugs 689 (0.5%) 696 (0.5%) 543 (0.4%) 411 (0.3%) 458 (0.4%)
FDA category
A 2152 (1.7%) 2872 (2.2%) 2504 (1.9%) 2550 (2.0%) 2568 (2.0%)
(48.3%) (24.0%) (22.4%)
B 28901 (22.3%) 62537 31038 29044 32148 (24.8%)
(36.6%) (18.7%) (16.4%)
C 28661 (22.1%) 47376 24278 21186 22561 (17.4%)
D 6122 (4.7%) 5149 (4.0%) 3898 (3.0%) 1202 (0.9%) 1589 (1.2%)
X 14178 (10.9%) 4757 (3.7%) 4169 (3.2%) 287 (0.2%) 560 (0.4%)
D (excluding female
reproductive hormones)k 5543 (4.3%) 3649 (2.8%) 2394 (1.9%) 1039 (0.8%) 1576 (1.2%)
X (excluding female
reproductive hormones)k 295 (0.2%) 238 (0.2%) 128 (0.1%) 50 (0.04%) 86 (0.07%)
* Diagnosis codes for preterm delivery included administrative codes for early onset delivery,
multiple gestation, severe preeclampsia, diabetes mellitus, hypertension, renal disease, cervical
incompetence, rhesus isoimmunization, isoimmunization from blood-group incompatibility,
intrauterine death, polyhydramnios, oligohydramnios, and infection of the amniotic cavity that
complicates pregnancy in the automated health plan databases.
y
The period between 271 and 360 days before delivery.
z
The pregnancy period is considered to be the period between 0 and 270 days before delivery, with
three 90-day trimesters: first trimester incorporates the period between 181 and 270 days before
delivery; second trimester incorporates the period between 91 and 180 days before delivery; third
trimester incorporates the period between 0 and 90 days before delivery.
x
Excludes topical, ophthalmologic, and otic drugs and vitamin/mineral supplements.
k
Excludes ovulation stimulants/fertility drugs, contraceptive hormones, estrogens, and progestins.
Table IV Most common US FDA category D and category X drugs that were dispensed in the 270
days before delivery among deliveries without documentation of a diagnosis that was associated
with preterm birth* (n = 129,616)y
Trimester (n)x
Before pregnancy (n)z First Second Third
Category D
Doxycycline 2658 (2.05%) 688(0.53%) 54 (0.04%) 35 (0.03%)
Atenolol 244 (0.19%) 203(0.16%) 242 (0.19%) 311 (0.24%)
Secobarbital 6 (0.01%) 2(0.002%) 14 (0.01%) 360 (0.28%)
Lorazepam 373 (0.29%) 182(0.14%) 93 (0.07%) 130 (0.10%)
Clonazepam 282 (0.22%) 190(0.15%) 122 (0.09%) 147 (0.11%)
Alprazolam 317 (0.25%) 193(0.15%) 57 (0.04%) 57 (0.04%)
Propylthiouracil 53 (0.04%) 109(0.08%) 121 (0.09%) 96 (0.07%)
Diazepam 312 (0.24%) 105(0.08%) 42 (0.03%) 42 (0.03%)
Tetracycline 504 (0.39%) 151(0.12%) 14 (0.01%) 9 (0.01%)
Nortiptyline 185 (0.14%) 119(0.09%) 48 (0.04%) 51 (0.04%)
Category X
Temazepam 47 (0.04%) 31(0.02%) 11 (0.01%) 31 (0.02%)
Ergotamine 75 (0.06%) 23(0.02%) 4 (0.003%) 3 (0.002%)
Testosterone 10 (0.01%) 8(0.01%) 12 (0.01%) 11 (0.01%)
Flurazepam 10 (0.01%) 4(0.003%) 4 (0.003%) 10 (0.01%)
Triazolam 8 (0.01%) 4(0.003%) 2 (0.002%) 9 (0.01%)
Warfarin 26 (0.02%) 11(0.01%) 3 (0.002%) 3 (0.002%)
Simvastatin 11 (0.01%) 9(0.01%) 3 (0.002%) 2 (0.002%)
Misoprostol 11 (0.01%) 2(0.002%) 0 10 (0.01%)
Atorvastatin 6 (0.01%) 6(0.01%) 1 (0.001%) 3 (0.002%)
Fluvastatin 6 (0.01%) 4(0.003%) 3 (0.002%) 1 (0.001%)

* Diagnosis codes for preterm delivery included administrative codes for early onset delivery,
multiple gestation, severe preeclampsia, diabetes mellitus, hypertension, renal disease, cervical
incompetence, rhesus isoimmunization, isoimmunization from blood-group incompatibility,
intrauterine death, polyhydramnios, oligohydramnios, and infection of the amniotic cavity that
complicated pregnancy in the automated health plan databases.
y
Excludes ovulation stimulants/fertility drugs, contraceptive
hormones, estrogens, and progestins. z The period between 271
and 360 days before delivery.
x
The pregnancy period is considered to be the period between 0 and 270 days before delivery,
with three 90-day trimesters: first trimester incorporates the period between 181 and 270 days
before delivery; second trimester incorporates the period between 91 and 180 days before delivery;
third trimester incorporates the period between 0 and 90 days before delivery.
3.3 Farmakokinetik saat Kehamilan

3.3.1 Ibu Hamil


- Absorpsi: Tingginya kadar sirkulasi progesteron memperlambat pengosongan lambung dan
meningkatkan waktu transit usus. Namun penyerapan obat lambat tidak terjadi, kecuali untuk
mendapatkan respon cepat pemberian obat dilakukan secara parenteral. Peningkatan emesis
terlihat karena morning sickness.
- Distribusi: Kehamilan disertai dengan peningkatan air tubuh total hingga 8 liter dan 30%
peningkatan volume plasma, dengan penurunan konsekuen dalam plasma albumin karena
hemodilusi. Hal ini dapat mengubah konsentrasi Vd dan plasma dari obat yang diberikan.
- Metabolisme: Enzim metabolisme obat di hati diinduksi atau dirangsang selama kehamilan,
mungkin ini terjadi karena tingginya tingkat sirkulasi progesteron. Hal ini menyebabkan
degradasi metabolik yang cepat, terutama obat larut lemak.
- Ekskresi: Selama kehamilan, aliran plasma ginjal meningkat 100% dan GFR sebesar 70%.
Obat yang yang eliminasinya tergantung pada fungsi ginjal dieliminasi lebih cepat daripada
saat tidak hamil.

Selama kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologi yang mempengaruhi


farmakokinetika obat. Perubahan tersebut meliputi peningkatan cairan tubuh misalnya penambahan
volume darah sampai 50% dan curah jantung sampai dengan 30%. Pada akhir semester pertama
aliran darah ginjal meningkat 50% dan pada akhir kehamilan aliran darah ke rahim mencapai
puncaknya hingga 600-700 ml/menit. Peningkatan cairan tubuh tersebut terdistribusi 60 % di
plasenta, janin dan cairan amniotik, 40% di jaringan si ibu. Perubahan volume cairan tubuh tersebut
diatas menyebabkan penurunan kadar puncak obat-obat di serum, terutama obat-obat yang
terdistribusi di air seperti aminoglikosida dan obat dengan volume distribusi yang rendah.
Peningkatan cairan tubuh juga menyebabkan pengenceran albumin serum (hipoalbuminemia)
yang menyebabkan penurunan ikatan obat-albumin. Steroid dan hormon yang dilepas plasenta serta
obat-obat lain yang ikatan protein plasmanya tinggi akan menjadi lebih banyak dalam bentuk tidak
terikat. Tetapi hal ini tidak bermakna secara klinik karena bertambahnya kadar obat dalam bentuk
bebas juga akan menyebabkan bertambahnya kecepatan metabolisme obat tersebut.
Gerakan saluran cerna menurun pada kehamilan tetapi tidak menimbulkan efek yang
bermakna pada absorpsi obat. Aliran darah ke hepar relatif tidak berubah. Walau demikian kenaikan
kadar estrogen dan progesteron akan dapat secara kompetitif menginduksi metabolisme obat lain,
misalnya fenitoin atau menginhibisi metabolisme obat lain misalnya teofilin.Peningkatan aliran darah
ke ginjal dapat mempengaruhi bersihan (clearance) ginjal obat yang eliminasi nya terutama lewat
ginjal, contohnya penicilin.

3.3.2 Janin
1. Plasenta
Perpindahan obat lewat plasenta umumnya berlangsung secara difusi sederhana sehingga konsentrasi
obat di darah ibu serta aliran darah plasenta akan sangat menentukan perpindahan obat lewat
plasenta.Seperti juga pada membran biologis lain perpindahan obat lewat plasentadipengaruhi oleh
hal-hal dibawah ini.
• Kelarutan dalam lemak
Obat yang larut dalam lemak akan berdifusi dengan mudah melewati plasenta masuk ke sirkulasi
janin. Contohnya , thiopental, obat yang umum digunakan pada dapat menyebabkan apnea (henti
nafas) padabayi yang baru dilahirkan.
• Derajat ionisasi
Obat yang tidak terionisasi akan mudah melewati plasenta. Sebaliknya obat yang terionisasi akan
sulit melewati membran Contohnya suksinil kholin dan tubokurarin yang juga digunakan pada seksio
sesarea, adalah obat-obat yang derajat ionisasinya tinggi, akan sulit melewati plasenta sehingga
kadarnya di di janin rendah. Contoh lain yang memperlihatkan pengaruh kelarutan dalam lemak dan
derajat ionisasi adalah salisilat, zat ini hampir semua terion pada pH tubuh akan melewati akan tetapi
dapat cepat melewati plasenta. Hal ini disebabkan oleh tingginya kelarutan dalam lemak dari
sebagian kecil salisilat yang tidak terion. Permeabilitas membran plasenta terhadap senyawa polar
tersebut tidak absolut. Bila perbedaan konsentrasi ibu-janin tinggi, senyawa polar tetap akan
melewati plasenta dalam jumlah besar.
• Ukuran molekul
Obat dengan berat molekul sampai dengan 500 Dalton akan mudah melewati pori membran
bergantung pada kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi. Obat-obat dengan berat molekul 500-
1000 Dalton akan lebih sulit melewati plasenta dan obat-obat dengan berat molekul >1000 Dalton
akan sangat sulit menembus plasenta. Sebagai contoh adalah heparin, mempunyai berat molekul
yang sangat besar ditambah lagi adalah molekul polar, tidak dapt menembus plasenta sehingga
merupakan obat antikoagulan pilihan yang aman pada kehamilan.
• Ikatan protein.
Hanya obat yang tidak terikat dengan protein (obat bebas) yang dapat melewati membran. Derajat
keterikatan obat dengan protein, terutama albumin, akan mempengaruhi kecepatan melewati
plasenta. Akan tetapi bila obat sangat larut dalam lemak maka ikatan protein tidak terlalu
mempengaruhi, misalnya beberapa anastesi gas. Obat-obat yang kelarutannya dalam lemak tinggi
kecepatan melewati plasenta lebih tergantung pada aliran darah plasenta dan dihambat oleh besarnya
ikatan dengan protein. Perbedaan ikatan protein di ibu dan di janin juga penting, misalnya
sulfonamid, barbiturat dan fenitoin, ikatan protein lebih tinggi di ibu dari ikatan protein di janin.
Sebagai contoh adalah kokain yang merupakan basa lemah, kelarutan dalam lemak tinggi, berat
molekul rendah (305 Dalton) dan ikatan protein plasma rendah (8-10%) sehingga kokain cepat
terdistribusi dari darah ibu ke janin.
Tingkat di mana obat melintasi plasenta dan jumlah obat yang mencapai janin
a) transporter plasenta: transporter ini memompa kembali obat dari darah janin kembali ke darah
ibu, misalnya: P-gp, BCRP, MRP3.
b) Ikatan protein: juga dapat mempengaruhi tingkat dan jumlah transfer.
c) metabolisme plasenta: dapat mengkonversi obat beracun untuk metabolit tidak beracun atau
sebaliknya. Metabolisme obat di plasenta dan di janin.
Dua mekanisme yang ikut melindungi janin dari obat disirkulasi ibu adalah.
- Plasenta yang berperan sebagai penghalang semipermiabel juga sebagai tempat metabolisme
beberapa obat yang melewatinya. Semua jalur utama metabolisme obat ada di plasenta dan juga
terdapat beberapa reaksi oksidasi aromatik yang berbeda misalnya oksidasi etanol dan
fenobarbital. Sebaliknya , kapasitas metabolisme plasenta ini akan menyebabkan terbentuknya
atau meningkatkan jumlah metabolit yang toksik, misalnya etanol dan benzopiren. Dari hasil
penelitian prednisolon, deksametason, azidotimidin yang struktur molekulnya analog dengan
zat-zat endogen di tubuh mengalami metabolisme yang bermakna di plasenta.
- Obat-obat yang melewati plasenta akan memasuki sirkulasi janin lewat vena umbilikal. Sekitar
40-60% darah yang masuk tersebut akan masuk hati janin, sisanya akan langsung masuk ke
sirkulasi umum janin. Obat yang masuk ke hati janin, mungkin sebagian akan dimetabolisme
sebelum masuk ke sirkulasi umum janin, walaupun dapat dikatakan metabolisme obat di janin
tidak berpengaruh banyak pada metabolisme obat maternal. Obat-obat yang bersifat teratogenik
adalah asam lemah, misalnya talidomid, asam valproat, isotretinoin, warfarin. Hal ini diduga
karena asam lemah akan mengubah pH sel embrio. Dan dari hasil penelitian pada hewan
menunjukkan bahwa pH cairan sel embrio lebih tinggi dari pH plasma ibu, sehingga obat yang
bersifat asam akan tinggi kadarnya di sel embrio.
2 Durasi paparan obat
3. Karakteristik Distribusi pada jaringan janin yang berbeda.
4. Tahap plasenta dan perkembangan janin pada saat paparan obat.
5. Efek obat yang digunakan pada saat kombinasi obat.
3.4 Farmakodinamika pada Kehamilan

3.4.1 Ibu Hamil.


Efek obat pada jaringan reproduksi, uterus dan kelenjar susu, pada kehamilan kadang
dipengaruhi oleh hormon-hormon sesuai dengan fase kehamilan. Efek obat pada jaringan tidak
berubah bermakna karena kehamilan tidak berubah, walau terjadi perubahan misalnya curah jantung,
aliran darah ke ginjal. Perubahan tersebut kadang menyebabkan wanita hamil membutuhkan obat
yang tidak dibutuhkan pada saat tidak hamil. Contohnya glikosida jantung dan diuretik yang
dibutuhkan pada kehamilan karena peningkatan beban jantung pada kehamilan. Atau insulin yang
dibutuhkan untuk mengontrol glukosa darah pada diabetes yang diinduksi oleh kehamilan.

3.4.2 Janin.
Beberapa penelitian untuk mengetahui kerja obat di janin berkembang dengan pesat, yang berkaitan
dengan pemberian obat pada wanita hamil yang ditujukan untuk pengobatan janin walaupun
mekanismenya masih belum diketahui jelas. Contohnya kortikosteroid diberikan untuk merangsang
matangnya paru janin bila ada prediksi kelahiran prematur. Contoh lain adalah fenobarbital yang
dapat menginduksi enzim hati untuk metabolisme bilirubin sehingga insidens jaundice ( bayi kuning)
akan berkurang. Selain itu fenobarbital juga dapat menurunkan risiko perdarahan intrakranial bayi
kurang umur. Anti aritmia juga diberikan pada ibu hamil untuk mengobati janinnya yang menderita
aritmia jantung.
BAB IV
PENUTUP

4.1 PENGKAJIAN / PENILAIAN PERESEPAN


4.1.1 PENGKAJIAN / PENILAIAN PERESEPAN (PEDOMAN TELAAH
ULANG REGIMEN OBAT (DRUG REGIMEN REVIEW) )
Tujuan :
Memastikan bahwa rejimen obat diberikan sesuai dengan indikasi kliniknya, mencegah atau
meminimalkan efek yang merugikan akibat penggunaan obat dan mengevaluasi kepatuhan pasien
dalam mengikuti rejimen pengobatan. Kriteria ibu hamil/menyusui yang mendapat prioritas untuk
dilakukan telaah ulang rejimen obat :
- Mendapat 5 macam obat atau lebih, atau 12 dosis atau lebih dalam sehari
- Mendapat obat dengan rejimen yang kompleks, dan atau obat yang
berisiko tinggi untuk mengalami efek samping yang serius
- Menderita tiga penyakit atau lebih
- Mengalami gangguan kognitif, atau tinggal sendiri
- Tidak patuh dalam mengikuti rejimen pengobatan
- Akan pulang dari perawatan di rumah sakit
- Berobat pada banyak dokter
- Mengalami efek samping yang serius, alergi

4.1.2 Membuat Resep Obat Semasa Kehamilan


Obat bisa diracik untuk:
i. Pengobatan untuk penyakit ringan;
Analgesik & antipiretik: Parasetamol aman dalam dosis yang dianjurkan. Aspirin pada neonatus
menurunkan kepadatan trombosit; pada ibu menyebabkan kehilangan darah intrapartum yang
lebih besar.
Mual & muntah: Pengobatan diperlukan hanya untuk gejala parah dan berkepanjangan. Meclizine
dan cyclizine aman. Ada hubungan yang lemah antara meclizine dan cacat mata bawaan.
Prometazin dapat dikaitkan dengan peningkatan kejadian dislokasi bawaan pinggul.
Metoklopramida mungkin digunakan dalam persalinan dan selama anestesi.
Mulas & pencernaan terganggu: antasida yang tak dapat diserap seperti aluminium hidroksida
atau magnesium trisilikat dapat digunakan. Jika dikonsumsi pada awal kehamilan, ada
peningkatan risiko cacat bawaan. Sukralfat, penyekat H² dan bismuth subsalisilat aman.
Sembelit: bagian terbesar obat pencahar mengandung dedak, isapghula atau metilselulosa yang
terbaik untuk sembelit biasa.
Pilek: anthistamin dapat digunakan. Oral dekongestan-fenilefrin & pseudoefedrin dapat
digunakan.
Batuk: Ekspektoran-guafenesin, ipecac, hidrat terpin dapat digunakan. Antitusif kodein &
dekstrometorfan efektif.

ii. Semasa kehamilan atau kehamilan diperparah penyakit medis


Antikoagulan - Heparin adalah obat pilihan.
Diabetes mellitus: pembatasan Diet dan terapi insulin harus dimulai jika diperlukan. Hipoglikemik
Oral menyebabkan hiperinsulinemia janin dan karenanya tidak digunakan. Mereka juga
meningkatkan malformasi jika dikonsumsi pada awal kehamilan.
Gangguan tiroid: Untuk tirotoksikosis, Propylthiouracil lebih disukai daripada Karbimazol,
karena kapasitas mengikat proteinya yang lebih besar memungkinkan berkurangnya pengaruh
terhadap janin. Meskipun Propylthiouracil berkaitan dengan gagal liver pada kehamilan mungkin
lebih dianjurkan pemakaian methimazole. Yodium yang stabil yodium dan radioaktif secara ketat
dikontraindikasi.
Antibiotik & bahan antimikroba lainnya: antibiotik beta laktam aman. Sefalosporin memiliki
masa paruh waktu yang singkat dan aman. Aztreonam juga aman.
Aminoglikosida merupakan ototoksik bagi janin dan harus dihindari. Jika diperlukan untuk
mengobati infeksi sistemik pada ibu, gentamisin atau tobramisin lebih dianjurkan.
Tuberkulosis - Rifampisin, Isoniazid & Etambutol aman. Etambutol harus dihindari selama 6 - 8
minggu pertama. Suplemen piridoksin harus diberikan dengan Isoniazid. Streptomisin adalah
ototoksik dan harus dihindari.
Bahan antijamur - nistatin, mikonazol dan klotrimazol digunakan untuk infeksi monilial.
Bahan antivirus-asiklovir untuk herpes primer & mungkin infeksi varicella. Zidovudine aman.
Antimalaria - kloroquin aman. Quinin dapat digunakan untuk mengobati malaria yang resisten
kloroquin.
Bahan antiparasit - lindane untuk mengobati kudis & kutu. Amoebiasis diobati dengan
metronidazole, diodoquin dan diloxanide. Dosis besar, terapi jangka pendek harus
dihindari.
Vitamin: dosis besar vitamin K untuk profilaksis terhadap penyakit hemoragik pada bayi baru
lahir dapat menyebabkan hemolisis, sakit kuning dan hepatotoksisitas. Vitamin A dalam dosis
besar bisa menyebabkan malformasi ginjal, cacat tabung saraf dan hidrosefalus.
NO. POPULASI KEADAAN FARMAKOKINETIKA
KHUSUS

ABSORPSI DISTRIBUSI METABOLISME EKSKRESI

1. Ibu Hamil 1. Peningkatan cairan - Penurunan kadar


tubuh,misalnya : obat-obar di serum,
- Penambahan volume terutama obat-obat
darah sampai 50 % yang terdistribusi di air
- Penambahan curah seperti aminoglikosida
jantung sampai 30 % dan obat dengan
volume distribusi yang
rendah (Penurunan
kadar puncak obat
dalam serum)

- Pengenceran albumin
serum yang
menyebabkan
penurunan ikatan
obat-albumin sehingga
obat-obat yang tidak
terikat pada protein
pengikat akan
mengalami
peningkatan efek obat
2. Gerakan saluran cerna Tidak menimbulkan
menurun pada kehamilan efek yang bermakna
pada absorpsi obat
3. Kenaikan kadar estrogen dan - Dapat secara
progesteron kompetitif
menginduksi
metabolism obat
lain, misalnya
fenitoin
- Atau menginhibisi
metabolisme obat
lain misalnya
teofilin

4. Peningkatan aliran darah ke Mempengaruhi


ginjal bersihan ginjal obat
yang eliminasinya
terutama lewat
ginjal, contoh :
Penisilin
5. Lemak tubuh meningkat 3-4 Meningkatkan volume
kg selama kehamilan distribusi obat yang larut
lemak
6. Penurunan sekresi asam Meningkatkan pH
lambung, peningkatan lambung dan kapasitas
sekresi mucus buffer dan
mempengaruhi ionisasi
asam-basa pada
absorpsi obat
4.2 Obat-Obatan di dalam Kehamilan

Apapun yang seorang wanita hamil makan atau minum dapat memberikan pengaruh pada janinnya.
Seberapa banyak jumlah obat yang akan terpapar ke janin tergantung dari bagaimana obat tersebut
diabsorpsi (diserap), volume distribusi, metabolisme, dan ekskresi (pengeluaran sisa obat). Penyerapan
obat dapat melalui saluran cerna, saluran napas, kulit, atau melalui pembuluh darah (suntikan
intravena). Kehamilan sendiri mengganggu penyerapan obat karena lebih lamanya pengisian lambung
yang dikarenakan peningkatan hormon progesteron. Volume distribusi juga meningkat selama
kehamilan, estrogen dan progesteron mengganggu aktivitas enzim dalm hati sehingga berpengaruh
dalam metabolisme obat. Ekskresi oleh ginjal juga meningkat selama kehamilan.
Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah seberapa banyak obat melalui plasenta (jaringan yang
melekat pada rahim dan menyediakan nutrisi atau sebagai penyaring zat- zat berbahaya bagi janin).
Obat yang larut dalam lemak lebih mudah melalui plasenta dibandingkan obat yang larut dalam air.
Obat-obat dengan berat molekul besar lebih sulit melalui plasenta. Jumlah obat yang terikat pada
plasma protein mempengaruhi jumlah obat yang dapat melalui plasenta.
Selain itu spesifisitas, dosis, waktu pemberian, fisiologi ibu, embriologi, dan genetik juga dapat
mempengaruhi. Spesifisitas dimaksudkan bahwa obat yang berbahaya untuk janin di satu spesies
belum tentu berbahaya bagi spesies lainnya, begitu juga sebaliknya (hewan ke manusia dan
sebaliknya). Dosis yang dipakai juga penting, dosis kecil mungkin tidak memiliki pengaruh apapun,
dosis sedang menyebabkan kecacatan, dan dosis tinggi dapat menyebabkan kematian. Waktu
pemberian berkaitan dengan kelainan organ-organ. Paparan obat teratogen (menyebabkan kecacatan)
pada minggu ke 2 – 3 setelah pembuahan tidak memiliki efek atau menimbulkan abortus (all or
nothing). Periode yang rentan dengan gangguan pembentukan organ berada pada minggu ke 3 – 8
setelah pembuahan atau 10 minggu dari periode menstruasi terakhir. Setelah periode ini, pertumbuhan
janin ditandai dengan pembesaran organ-organ pada minggu 10 – 12. Gangguan pada periode ini dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan atau gangguan di sistem saraf dan alat reproduksi.
Sesungguhnya semua obat dapat melalui plasenta dalam jumlah tertentu, kecuali obat-obat dengan ion
organik yang besar seperti heparin dan insulin. Transfer plasenta aktif harus dipertimbangkan. Terapi
obat tidak perlu dihentikan selama menyusui karena jumlah yang larut di dalam ASI tidak terlalu
signifikan.
Jenis obat-obatan diantaranya adalah :
1. Antibiotik dan antiinfeksi lain
2. Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas
3. Obat-obatan untuk gangguan pencernaan
4. Analgesik (anti nyeri)
5. Obat-obat gangguan psikiatri
6. Vitamin dan mineral
7. Obat-obatan Narkotik
8. Anti kejang
9. Obat sakit kepala
10. Obat anti kanker
11. Antikoagulan (pembekuan darah)
12. Obat Anti Hipertensi

1. Antibiotik dan antiinfeksi lain


Penisilin
Turunan penisilin, termasuk diantaranya amoksisilin dan ampisilin memiliki batas keamanan yang
cukup luas dan toksisitas (keracunan) yang sedikit baik bagi ibu maupun janin. Penisilin adalah
golongan ß-laktam yang menghambat pembentukan dinding sel bakteri. Penisilin dipakai untuk
berbagai macam infeksi bakteri. Ampisilin dan amoksisilin baik untuk pengobatan infeksi saluran
kemih. Sefalosporin juga aman dan digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih, pielonefritis
(infeksi ginjal), dan gonorea. Penisilin aman digunakan selama menyusui

Klindamisin
Klindamisin adalah golongan makrolida, digunakan pada infeksi bakteri anaerob dan aman untuk
wanita menyusui

Tetrasiklin
Dapat mengakibatkan pewarnaan pada gigi janin.
Metronidazol
Metronidazol menghambat sintesis protein bakteri. Digunakan untuk trikomonas dan bakterial
vaginosis. Aman digunakan pada wanita menyusui

Aminoglikosida
Aminoglikosida menghambat sintesis protein bakteri. Digunakan untuk mengatasi pielonefritis (radang
pada ginjal). Bila dikonsumsi wanita hamil dapat menyebabkan ototoksisitas (gangguan pada telinga)
yang berakibat gangguan pendengaran. Aman pada bayi yang disusui karena hanya sedikit jumlah obat
yang melalui air susu

Trimetoprim-sulfametoksazol
Kombinasi ini (Bactrim) menghambat metabolisme asam folat dan baik untuk mengobati infeksi
saluran kemih. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa penggunaan bactrim pada triwulan pertama
berkaitan dengan sedikit peningkatan risiko kecacatan pada janin, terutama jantung dan pembuluh
darah. Selain itu, bactrim dapat menyebabkan hiperbilirubinemia (peningkatan kadar bilirubin pada
tubuh) sehingga berakibat kernikterus (kuning) pada bayi. Antibiotik ini aman untuk wanita menyusui

Eritromisin
Eritromisin dan azitromisin menghambat sintesis protein bakteri. Dapat digunakan pada wanita
menyusui

Antivirus
Acylovir tidak menimbulkan kecacatan pada janin berdasarkan penelitian pada 601 wanita hamil yang
mengkonsumsi acyclovir. The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan
bahwa acyclovir aman digunakan pada wanita hamil yang mengalami papaparan terhadap penyakit
yang disebabkan oleh virus (herpes, hepatitis, varisela <cacar>).

Untuk tatalaksana penyakit HIV / AIDS menggunakan NRTIs (zidovudin) dan NNRTIs aman
dikonsumsi oleh wanita hamil. Sedangkan Protease Inhibitor (Pis) belum diteliti lebih lanjut.

2. Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas

Keluhan pada saluran pernapasan atas seperti rinore (hidung berair), bersin-bersin, hidung tersumbat,
batuk, sakit pada tenggorok diikuti dengan lemah dan lesu adalah keluhan yang umum dimiliki oleh
wanita hamil. Flu tersebut dapat disebabkan oleh rinovirus, koronavirus, influenza virus, dan banyak
lagi. Apabila keluhan ini murni disebabkan oleh virus tanpa infeksi tambahan oleh bakteri maka terapi
menggunakan antibiotik tidak diperlukan. Obat-obatan yang paling sering digunakan untuk
mengurangi gejala yang terjadi diantaranya adalah :

Antihistamin
Antihistamin atau sering dikenal sebagai antialergi aman digunakan selama kehamilan. Antihistamin
yang aman termasuk diantaranya adalah klorfeniramin, klemastin, difenhidramin, dan doksilamin.
Antihistamin generasi II seperti loratadin, setirizin, astemizol, dan feksofenadin baru memiliki sedikit
data mengenai penggunannnya selama kehamilan

Dekongestan
Dekongestan atau obat pelega sumbatan hidung adalah obat yang digunakan untuk meredakan gejala
flu yang terjadi. Dekongestan oral (diminum) diantaranya adalah pseudoefedrin, fenilpropanolamin,
dan fenilepinefrin. Pada triwulan pertama pemakaian pseudoefedrin berkaitan dengan kejadian
gastroschisis karena itu sebaiknya dipikirkan alternatif penggunaaan dekongestan topikal (hanya
disemprotkan di bagian tertentu tubuh, hidung) pada triwulan pertama

Pereda Batuk
Kodein dan dekstrometorfan adalah obat pereda batuk yang paling umum digunakan. Kebanyakan obat
flu aman dikonsumsi selama menyusui
Asma merupakan penyakit saluran pernapasan atas yang kronik (jangka waktu lama) ditandai dengan
peradangan pada saluran napas dan hipereaktivitas dari bronkus (lendir banyak keluar). Terapi asma
dimulai dengan mengurangi paparan terhadap lingkungan yang membuat asma menjadi kambuh.
Semua wanita hamil sebaiknya memperoleh vaksinasi influenza. Obat-obatan asma diantaranya adalah
:
Glukokortikoid
Inhalasi glukokortikoid (cara pemasukan obat melalui pernapasan, diuap) dilaporkan tidak
menyebabkan kecacatan dan dapat digunakan selama menyusui. Glukokortikoid sistemik (diminum
dengan reaksi pada seluruh tubuh) meningkatkan risiko bibir sumbing sebanyak 5 kali dari normal.
Teofilin
Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman digunakan selama menyusui

Sodium Kromolin
Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman digunakan selama menyusui

Obat-obatan untuk gangguan pencernaan


Keluhan pada saluran cerna merupakan keluhan yang umum pada wanita hamil, termasuk diantaranya
adalah mual, muntah, hiperemesis gravidarum, intrahepatik kolestasis dalam kehamilan, dan
Inflammatory Bowel Disease. Terapi menggunakan obat diantaranya adalah :
Antihistamin. Aman dikonsumsi oleh wanita hamil
Agen antidopaminergik. Beberapa obat antidopaminergik seperti proklorperazin, metoklopramid,
klorpromazin, dan haloperidol aman dikonsumsi oleh wanita hamil
Obat-obatan lain. Antasid, simetidin, dan ranitidin aman dikonsumsi wania hamil dan menyusui.
Penghambat pompa proton tidak direkomendasikan untuk wanita hamil. Misoprostol kontraindikasi
untuk kehamilan

4. Analgesik

Analgesik atau dikenal dengan anti nyeri terbagi atas kategori antiinflamasi nonsteroid dan kategori
opioid.

Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)


Aspirin adalah golongan NSAIDs yang bekerja dengan menghambat enzim untuk pembuatan
prostaglandin. Perhatian lebih diperlukan pada konsumsi aspirin melebihi dosis harian terendah karena
obat ini dapat melalui plasenta. Pemakaian aspirin pada triwulan pertama berkaitan dengan
peningkatan risiko gastroschisis. Dosis aspirin tinggi berhubungan dengan abruptio plasenta (plasenta
terlepas dari rahim sebelum waktunya). The World Health Organization (WHO) memiliki perhatian
lebih untuk konsumsi aspirin pada wanita menyusui.

Indometasin dan ibuprofen merupakan NSAIDs yang sering digunakan. NSAIDs jenis ini dapat
mengakibatkan konstriksi (penyempitan) dari arteriosus duktus fetalis (pembuluh darah janin) selama
kehamilan sehingga tidak direkomendasikan setelah usia kehamilan memasuki minggu ke – 32.
Penggunaan obat ini selama triwulan pertama mengakibatkan oligohidramnion (cairan ketuban
berkurang) atau anhidramnion (tidak ada cairan ketuban) yang berkaitan dengan gangguan ginjal janin.
Obat ini dapat digunakan selama menyusui.

Asetaminofen banyak digunakan selama kehamilan. Obat ini dapat melalui plasenta namun cenderung
aman apabila digunakan pada dosis biasa. Asetaminofen dapat digunakan secara rutin pada semua
triwulan untuk meredakan nyeri, sakit kepala, dan demam. Dapat digunakan untuk wanita menyusui.

Analgesik Opioid
Analgesik opioid adalah preparat narkotik yang dapat digunakan selama kehamilan. Preparat narkotik
ini dapat melalui plasenta namun tidak berkaitan dengan kecacatan pada janin selama digunakan pada
dosis biasa. Apabila penggunaan obat ini dekat dengan waktu melahirkan, maka dapat menyebabkan
depresi pernapasan pada janin. Narkotik yang umum digunakan adalah kodein, meperidin, dan
oksikodon, semua preparat ini dapat digunakan ketika menyusui.

5. Obat-obat gangguan psikiatri


Depresi dan skizofrenia adalah gangguan psikiatri yang dapat ditemukan selama periode reproduksi.
Agen trisiklik seperti amitriptilin, desipramin, dan imipramin digunakan untuk mengatasi depresi,
kecemasan berlebih, gangguan obsesif-kompulsif, migrain, dan masalah lain. Tidak ada bukti jelas
yang menyatakan adanya efek samping agen trisiklik pada wanita menyusui dan wanita hamil.

The Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) termasuk di dalamnya fluoksetin dan fluvoksamin
tidak meningkatkan risiko kecacatan pada janin. Agen lain seperti penghambat monoamin oksidase
yang digunakan untuk mengatasi depresi belum diteliti lebih lanjut mengenai keamanannya pada
wanita hamil. Obat untuk stabilisasi mood (mood stabilizers) seperti litium, asam valproat, dan
karbamazepin dinyatakan sebagai agen teratogen (berbahaya untuk janin). Litium tidak
direkomendasikan untuk wanita menyusui. Asam valproat dan karbamazepin berhubungan dengan
peningkatan risiko neural tube defects (gangguan pada saraf). Obat untuk mengatasi kecemasan
berlebih seperti benzodiazepin dapat meningkatkan risiko bibir sumbing. Efek pada wanita menyusui
belum diketahui namun perlu diperhatikan lebih lanjut.
6. Vitamin dan Mineral
Konsumsi multivitamin dan mineral pada umumnya diberikan untuk wanita hamil dari tenaga
kesehatan. Sudah dibuktikan berdasarkan penelitian bahwa folat dapat mengurangi kelainan saraf.
Suplementasi besi dapat meningkatkan hematokrit ketika melahirkan dan 6 minggu pasca melahirkan.
Vitamin yang terbukti teratogen adalah vitamin A ketika dikonsumsi lebih dari 10.000 IU/hari. Vitamin
A dalam dosis ini dapat menyebabkan kelainan saraf. Apabila digunakan sebagai suplementasi tidak
lebih dari 5000 IU/hari.

7. Obat-obatan narkotik
Narkotik termasuk di dalamnya adalah opiat, kokain, atau kanabinoid. Efek narkotika adalah hambatan
pertumbuhan janin, kematian janin dalam kandungan, dan ketergantungan pada janin. Penggunaan
kokain selama kehamilan dapat meningkatkan risiko abruptio plasenta, ketuban pecah dini, dan bayi
berat lahir rendah. Amfetamin, obat yang digunakan untuk mengatasi depresi, dapat meningkatkan
risiko bibir sumbing. Penggunaan obat narkotik dengan suntikan bersama dapat meningkatkan risiko
Hepatitis B atau HIV/AIDS, dimana janin dapat tertular oleh virus tersebut.

Sebagai tambahan, nikotin yang terkandung di dalam rokok juga dapat menyebabkan bayi berat lahir
rendah. Nikotin mengurangi aliran darah menuju plasenta dan meningkatkan risiko kelahiran preterm,
bayi berat lahir rendah, dan kematian mendadak pada janin. Alkohol pada wanita hamil dapat
menyebabkan sindroma alkohol janin yang ditandai dengan perubahan kraniofasial (tulang kepala dan
wajah) dan gangguan kognitif. Tidak ada batas aman untuk konsumsi alkohol selama kehamilan.

8. Anti Kejang
Epilepsi adalah penyakit gangguan saraf yang dapat terjadi selama kehamilan. Semua obat antiepilepsi
dapat melalui plasenta dan memiliki potensi teratogen. Penelitian membuktikan bahwa obat
antiepilepsi dapat menyebabkan cacat bawaan. Fenitoin (Dilantin) dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan janin. Karbamazepin dapat meningkatkan risiko spina bifida. Fenobarbital dapat
mengakibatkan kelainan jantung bawaan dan sumbing orofasial (bibir dan wajah). Asam valproat
memiliki risiko peningkatan 1-2% kelainan spina bifida. Obat antiepilepsi diatas dapat digunakan
selama menyusui.

9. Obat Sakit Kepala


Sakit kepala sering dialami selama kehamilan. Sumatriptan dapat digunakan untuk mengobati sakit
kepala dan tidak bersifat teratogen. Obat untuk migrain yaitu ergotamin tidak memiliki sifat yang
berbahaya bagi janin. Obat ini dapat merangsang kontraksi rahim sehingga dapat menyebabkan
prematur janin.

10. Obat anti kanker


Kanker yang paling sering dialami oleh wanita hamil adalah kanker payudara. kanker leher rahim,
limfoma, melanoma, leukimia (kanker darah), dan kanker usus besar serta kanker indung telur. Obat
kemoterapi seperti metotreksat dapat memiliki potensi bahaya bagi janin. Obat ini dapat menyebabkan
kecacatan pada janin bila digunakan pada triwulan pertama. Selain itu, obat kemoterapi dapat masuk ke
dalam ASI sehingga menyusui tidak diperkenankan bagi ibu yang menggunakan obat kemoterapi.
Terapi pada wanita hamil dengan kanker harus didiskusikan dengan tenaga kesehatan masing-masing.

11. Antikoagulan (anti pembekuan darah)


Tromboemboli (sumbatan pada pembuluh darah) merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi
bagi wanita hamil dan setelah melahirkan. Antikoagulan digunakan untuk mengatasi tromboemboli
serta penyakit jantung akibat kelainan katup. Penggunaan antikoagulan oral (warfarin) dapat
mengakibatkan efek teratogen pada janin. Obat ini dapat melalui plasenta dan menekan vitamin K yang
diperlukan sebagai agen pembekuan darah. Antikoagulan lain adalah heparin yang tidak dapat melalui
plasenta pada dosis berapapun sehingga tidak bersifat teratogen. Kedua jenis antikoagulan ini dapat
digunakan selama menyusui.

12. Obat Anti Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)


Penghambat ACE (captopril, enalapril) apabila digunakan pada triwulan kedua dan ketiga dapat
mengakibatkan disfungsi ginjal pada janin dan oligohidramnion (berkurangnya cairan ketuban). Obat
ini tidak dianjurkan selama kehamilan. Penghambat pompa kalsium (amlodipin, diltiazem, nifedipin)
dapat mengakibatkan hipoksia janin (kekurangan oksigen) yang berkaitan dengan hipotensi maternal
(tekanan darah rendah pada ibu). Golongan penghambat β (propranolol, labetolol) dapat menyebabkan
bradikardia (denyut jantung melambat) pada janin maupun bayi baru lahir. Golongan diuretik
(asetazolamid) dapat mengakibatkan gangguan elektrolit pada janin. Golongan ARAs dapat
mengakibatkan gangguan sistem renin-angiotensin sehingga menyebabkan kematian pada janin.
Kesimpulan

Pada umumnya obat-obatan aman untuk digunakan dalam masa kehamilan, termasuk
diantaranya antibiotik, obat untuk saluran pernapasan atas, dan keluhan saluran cernaBeberapa obat
diketahui memiliki efek teratogen (membuat cacat pada janin), termasuk diantaranya Penghambat ACE
(obat antihipertensi), isotretinoin (obat jerawat), alkohol, antibiotik tetrasiklin, doksisiklin, dan
streptomisin, antikoagulan, litium, obat antikejang, beberapa obat antineoplasma, vitamin A dan
turunannya, obat antitiroid, kokain, dan thalidomide. Kebanyakan obat aman untuk digunakan dalam
masa menyusui karena jumlah yang muncul di air susu bersifat subterapeutik, sekitar 1 – 2% dari dosis
ibu, kecuali litium.
Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil, merupakan suatu panduan yang diharapkan
dapat membantu para tenaga kesehatan terutama yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan dalam
melayani ibu hamil.
Dalam rangka peningkatan pengetahuan mengenai penggunaan obat pada ibu hamil, perlu
pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang relatif tidak aman hingga harus dihindari selama
kehamilan ataupun menyusui agar tidak merugikan ibu dan janin yang dikandung. Karena Perubahan
fisiologi selama kehamilan dan menyusui dapat berpengaruh terhadap kinetika obat pada ibu hamil dan
menyusui yang kemungkinan berdampak terhadap perubahan respon ibu hamil terhadap obat yang
diminum.
GLOSSARY

o Apnea : Berhenti nafas


o Farmakokinetik : Aspek kinetika yang mencakup nasib obat dalam darah yaitu absorbsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi.
o Farmakodinamik : Aspek efek obat terhadap berbagai organ tubuh dan mekanisme
kerjanya.
o Fetus/Janin : Buah kehamilan pada masa pasca embrionik (> 12 minggu setelah fertilisasi
sampai kelahiran)
o Insufisiensi : Keadaan tidak mencukupi / tidak memadai untuk melaksanakan tugas yang
dibebankan
o Iritabilia : Respon abnormal terhadap rangsangan yang halus
o Jaundice : Sindrom yang ditandai dengan hiperbilirubinemia dan penumpukan pigmen
empedu di kulit, membran mukosa dan sklera dengan akibat pasien tampak kuning
o Labor / persalinan : Proses keluarnya rahim dari janin ke dunia luar.
o Malformasi : Kelainan bentuk / cacat.
o Malformasi kongenital : Cacat yang ditemukan saat kelahiran bayi (terjadinya cacat pada
saat dalam kandungan )
o Mastitis : Peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertaiinfeksi
o Neonatal : Masa selama 4 minggu setelah kelahiran.
o Neonatus : Bayi baru lahir sampai usia 4 minggu.
o Organogenesis : Proses pembentukan organ
o Osteopenia : Kerapuhan tulang karena berkurangnya unsur-unsur pembentuk tulang
o Osteoporosis : Kerapuhan tulang karena berkurangnya matriks / struktur tulang (tulang
keropos)
o Ototoksiksitas : Kualitas bersifat racun bagi / mengeluarkan efek merusak terhadap saraf
ke VIII / terhadap organ – organ pendengaran dan keseimbangan.
o Post natal : Terjadi setelah kelahiran
o Postmatur : Usia gestasi / kandungan yang berlangsung lebih dari 42 minggu
o Prematur : Usia gestasi / kandungan yang berlangsung antara 20 – 38 minggu
o Trimester pertama : Kehamilan 0 – 14 minggu
o Trimester kedua : Kehamilan 14 – 28 minggu
o Trimester ketiga : kehamilan 28 – 42 minggu
o Telaah ulang regimen obat : Suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh apoteker sebelum
obat disiapkan atau sesudahnya untuk menilai kesesuaian terapi obat dengan indikasi
kliniknya, mengevaluasi kepatuhan pasien, mengidentifikasi kemungkinan adanya efek
yang nerugikan akibat penggunaan obat, serta memberikan rekomendasi penyelesaian
masalah.
o Usia gestasi : Umur janin
o Usia kehamilan : Umur hamil (ibu)

Anda mungkin juga menyukai