Anda di halaman 1dari 17

KONSEP DASAR PENYAKIT

I. PENGERTIAN
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi manula,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmhg dan tekanan diastolic 90 mmHg.
(Suzanne C. Smeltzer, 2001)
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan
tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-
kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan
mempunyai keadaan darah tinggi. (http://www.ningharmanto.com/2009/01/hipertensi/)
Secara sederhana, seseorang dikatakan menderita Tekanan Darah Tinggi jika tekanan
Sistolik lebih besar daripada 140 mmHg atau tekanan Diastolik lebih besar dari 90 mmHg.
Tekanan darah ideal adalah 120 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg untuk Diastolik.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi
diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat
jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai
“normal”. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik.
Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua
lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.
II. EPIDEMIOLOGI
Hipertensi dikenal sebagai salah satu penyebab utama kematian di Amerika Serikat. Sekitar
seperempat jumlah pendududk dewasa menderita hipertensi, dan insidennya lebih tinggi
dikalangan Afro-Amerika setelah usia remaja.
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi essensial dan sisanya mengalami kenaikan
tekanan darah dengan penyebab tertentu.

III. ETIOLOGI
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka
menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya.
Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder).
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui
penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya
penyakit lain.
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada
jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan
darah.
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya
adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada
kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin
(noradrenalin).
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1. Penyakit Ginjal
 Stenosis arteri renalis
 Pielonefritis
 Glomerulonefritis
 Tumor-tumor ginjal
 Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
 Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
 Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2. Kelainan Hormonal
 Hiperaldosteronism
 Sindroma Cushing
 Feokromositoma
3. Obat-obatan
 Pil KB
 Kortikosteroid
 Siklosporin
 Eritropoietin
 Kokain
 Penyalahgunaan alkohol
 Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4. Penyebab Lainnya
 Koartasio aorta
 Preeklamsi pada kehamilan
 Porfiria intermiten akut
 Keracunan timbal akut
Adapun penyebab lain dari hipertensi yaitu :
1. Peningkatan kecepatan denyut jantung
2. Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama
3. Peningkatan TPR yang berlangsung lama

IV. FAKTOR PREDISPOSISI


Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti
umur, jenis kelamin, dan keturunan. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar
monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini menyokong
bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi.
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang olahraga,
merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap
timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi
saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf
parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten
(tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap
tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan
lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh
stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota.
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi Hipertensi dan
dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya Hipertensi
dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi
esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume
darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang
mempunyai berat badan normal.

V. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia
simpatis di torak dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bias terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke
ginjal, mengakibatnkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, saat vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

VI. MANIFESTASI KLINIS


Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan
darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala,
perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada
penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
 sakit kepala
 kelelahan
 mual
 muntah
 sesak nafas
 gelisah
 pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan
ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma
karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang
memerlukan penanganan segera.

VII. KLASIFIKASI
The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
membuat suatu klasifikasi baru yaitu :

Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih *

Kategori Sistolik Diastolik


(mmhg) (mmhg)
Normal < 130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi †
Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99
Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110
Tidak minum obat antihipertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan sistolik dan
diastolic turun dalam kategori yang berbeda, maka yang dipilih adalah kategori yang lebih tinggi.
berdasarkan pada rata-rata dari dua kali pembacaan atau lebih yang dilakukan pada setiap dua
kali kunjungan atau lebih setelah skrining awal.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi
diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat
jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai
"normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik.
Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua
lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi
tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal.
Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir
setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80
tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang
secara perlahan atau bahkan menurun drastis.
Disamping itu juga terdapat hipertensi pada kehamilan ( pregnancy-induced
hypertension, PIH ) PIH adalah jenis hipertensi sekunder karena hipertensinya reversible setelah
bayi lahir. PIH tampaknya terjadi akibat dari kombinasi peningkatan curah jantung dan TPR.
Selama kehamilan normal volume darah meningkat secara drastis. Pada wanita sehat,
peningkatan volume darah diakomodasikan oleh penurunan responsifitas vascular terhadap
hormon-hormon vasoaktif, misalnya angiotensin II. Hal ini menyebabkan TPR berkurang pada
kehamilan normal dan tekanan darah rendah. Pada wanita dengan PIH, tidak terjadi penurunan
sensitivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut, sehingga peningkatan besar volume darah
secara langsung meningkatkan curah jantung dan tekanan darah. PIH dapat timbul sebagai akibat
dari gangguan imunologik yang mengganggu perkembangan plasenta. PIH sangat berbahaya
bagi wanita dan dapat menyebabkan kejang,koma, dan kematian.

VIII. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM POKJA RS

Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) adalah diantaranya :
 Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA).

 Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut (IMA).

 Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.

 Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas kedokteran USU,
Abdul Madjid (2004), meliputi :
 Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan
adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya
diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah
puasa, kolesterol total, HDL, LDL
 Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat
mengidentifikasi hipertensi, sebagai tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain, seperti klirens
kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.
 Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM) kalium serum
(meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat), kalsium serum (peningkatan dapat
menyebabkan hipertensi: kolesterol dan tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan
tiroid (menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal),
asam urat (factor penyebab hipertensi)
 Pemeriksaan radiologi : Foto dada dan CT scan

X. PENATALAKSANAAN
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga
isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran darah
sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/
mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan
mengeluarkan garam lewat kulit).

Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:


1. Pengobatan non obat (non farmakologis)

2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)

Pengobatan non obat (non farmakologis)

Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga


pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan
pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat
dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.

Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :


1. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita.
Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini
hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai
pelengkap pada pengobatan farmakologis.
3. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem
saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
4. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak
3-4 kali seminggu.
5. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat
ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.
 Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat
kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung
menjadi lebih ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
 Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang
bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
 Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung.
Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan
pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan
Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala
hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa
berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan
saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
 Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
(otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek
samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan
pusing.
 Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat
yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini
adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala
dan lemas.
 Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi
jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan
Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan
muntah.
 Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk
dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit
kepala, pusing, lemas dan mual.
Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya
hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.

Faktorpredisposisi : usia, jenis kelamin, merokok, stress, kurang


olah raga, genetic, alcohol,konsumsigaram, obesitas

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


I. PENGKAJIAN
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala : kelemehan, keletihan, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
SIRKULASI
Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit serebrovaskular.
Episode palpitasi, perspirasi.
Tanda : kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah diperlukan untuk menegakan
diagnosis). Hipotensi postural (mungkin berhubungna dengan regimen obat ). Nadi : denyutan
jelas dari karotis, jugularis, radialis ; perbedaan denyut seperti denyut femoral melambat sebagai
kompensasi denyutan radialis atau brakialis; denyut popliteal, tibialis posterior, pedalis tidak
teraba atau lemah. Frekuensi/irama : takikardia berbagai disritmia. Bunyi jantung : terdengar S2
pada dasar ; S3 (CHF dini); S4 (pergeseran ventrikel kiri/hipertrofi ventrikel kiri). Murmur
stenosis valvular. Ekstremitas ; perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokonstriksi perifer) ;
pengisian kapiler mungkin melambat /tertunda (vasokonstriksi)
INTEGRITAS EGO
Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, atau marah kronik (dapat
mengindikasikan kerusakan serebral). Faktor-faktor stress multiple(hubungan, keuangan, yang
berkaitan dengan pekerjaan)
Tanda : letupan suara hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang meledak. Gerak tangan
empati, otot muka tegang (khusus sekitar mata), gerakan fisik cepat, pernapasan menghela,
peningkatan pola bicara.
ELIMINASI
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti, infeksi/obstruksi atau riwayat penyakit ginjal
dimasa lalu)
MAKANAN/CAIRAN
Gejala : makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi
kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur); kandungan tinggi kalori. Mual, muntah.
Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/menurun).
Tanda : berat badan normal atau obesitas. Adanya edema (mungkin umum atau tertentu); kongesti vena;
glukosuria (hampir 10% pasien hipertensi adalah diabetik)
NEUROSENSORI
Gejala : keluhan pening/pusing. Berdenyut. Sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang
secara spontan stelah beberapa jam ). Episode kebas/kelemahan pada satu sisi tubuh. Gangguan
penglihatan (diplopia, penglihatan kabur). Episode epistaksis.
Tanda : status mental : perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, afek, proses pikir, atau memori
(ingatan). Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman tangan dan /atau reflex tendon
dalam. Perubahan-perubahan retinal optik: dari sklerosis/penyempitan arteri ringan sampai berat
dan perubahan sklerotik dengan edema atau papiledema, eksudat, dan hemoragi tergantung pada
berat/lamanya hipertensi.
NYERI/KETIDAKNYAMANAN
Gejala : angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung). Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudasi
(indikasi arteriosklerosis pada arteri ekstremitas bawah). Sakit kepala oksipital berat seperti yang
pernah terjadi sebelumnya. Nyeri abdomen/massa (feokromositoma)

PERNAPASAN
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja. Takipnea, ortopnea, dispnea nokturnal
paroksismal. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum. Riwayat merokok.
Tanda : distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernapasan. Bunyi napas tambahan (krekles/mengi).
Sianosis.
KEAMANAN
Gejala : gangguan koordinasi/cara berjalan. Episode parestesia unilateral transien. Hipotensi posturnal.
PEMBELAJARAN/PENYULUHAN
Gejala : faktor-faktor risiko keluarga :hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM, penyakit
serebrovaskular/ginjal.
or risiko etnik : seperti orang Afrika-Amerika, Asia tenggara. Penggunaan pil KB atau hormone lain;
penggunaan obat/alcohol.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan penyimpangan Konsep Dasar Manusia (KDM)

yaitu :

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemia

miokard, hipertropi ventrikular

b. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.

c. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen.

d. Koping individual inefektif berhubungan dengan metode koping tidak efektif.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemia

miokard, hipertropi ventrikular Tujuan : tidak terjadi penurunan curah jantung

Kriteria hasil : berpartisipasi dalam aktivitas menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah

dalam rentang yang dapat diterima.

Intervensi Mandiri :

1) Observasi tekanan darah

Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/

bidang masalah vaskuler.

2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan ferifer.


Rasional : (Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati/ palpasi. Denyutan pada

tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi (peningkatan SVR) dan

kongesti vena).

3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.

Rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan

S3 menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels, mengi dapat

mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik.

4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.

Rasional : Warna pucat, dingin,kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mencerminkan

dekompensasi/ penurunan curah jantung.

5) Catat adanya edema umum/ tertentu.

Rasional : Dapat mengidentifikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler.

6) Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas/ keributan lingkungan, batasi

jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.

Rasional : Membantu untuk menurunkan ransangan simpatis, meningkatkan relasasi.

7) Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.

Rasional : Dapat menurunkan ransangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang, sehingga akan

menurunkan tekanan darah.

Intervensi Kolaboratif :

1) Berikan terapi antihipertensi, diuretik.

Rasional : menurunkan tekanan darah.

2) Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi.


Rasional : dapat menangani retensi cairan dengan respon hipertensif, dengan demikian menurunkan beban

kerja jantung.

b. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.

Tujuan : Tekanan Vaskuler serebral tidak meningkat

Kriteria hasil : Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala atau sakit kepala terkontrol.

Intervensi Mandiri:

1) Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan

Rasional : Stres mental/ emosi meningkatkan kerja miokard.

2) Minimalkan ganguan lingkungan dan ransangan

Rasional : lingkungan yang tidak nyaman dapat menyebabkan stres mental/ emosi

3) Hindari merokok atau penggunaan nikotin

Rasional : Efek nikotin adalah stimulasi saraf simpatis dan pelepasan katekolamin yang dapat menyebabkan

kenaikan tekanan darah.

4) Beri tidakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala misalnya kompres dingin.

Rasional : Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan memperlambat atau memblok respon

simpatis, efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya

tervensi Kolaboratif:

1) Berikan obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas (lorazepam, ativan, diazepam, valium)

Rasional : Menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistim saraf simpatis.

c. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan insufisiensi oksigen sekunder akibat penurunan

curah jantung ditandai dengan kelelahan dan kelemahan.


Tujuan : Aktifitas pasien terpenuhi

Riteria hasil : Klien dapat berpartisipasi dalam aktifitas yang di inginkan/ diperlukan melaporkan

peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.

Intervensi Mandiri:

1) Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatian frekuensi nadi lebih dari 20 kali per menit di

atas frekuensi istirahat peningkatan tekanan darah yang nyata selama/ sesudah aktivitas(tekanan

sistolik meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 20 mmHg); dispnea atau nyeri

dada; keletihan dan kelemahan yang berlebihan; diaforesis; pusing atau pingsan.

Rasional : Menyebut parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologis terhadap stres aktivitas dan bila

ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.

2) Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi misalnya menggunakan kursi saat

mandi, duduk saat menyisir rambut, melakukan aktivitas dengan perlahan.

Rasional : Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen.

3) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/ perawatan diri berharap jika dapat ditoleransi.

Berikan bantuan sesuai kebutuhan.

Rasional : kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan

hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.

d. Koping individual inefektif berhubungan dengan metode koping tidak efektif

Tujuan : koping individu efektif

eria hasil : mendemonstrasikan penggunaan keterampilan/ metode koping efektif.

Intervensi :
1) Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku, misalnya kemampuan

menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan.

Rasional : mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup seseorang, mengatasi hipertensi kronik,

dan mengintegrasikan terapi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari.

2) Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan kosentrasi, peka ransang,

penurunan toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk mengatasi/ menyelesaikan masalah.

Rasional : manifestasi mekanisme koping maladaptif mungkin merupakan indikator marah yang ditekan

dan diketahui telah menjadi penentu utama tekanan darah diastolik.

3) Bantu pasien untuk mengidentifikasi stresor spesifik dan kemungkinan strategi untuk

mengatasinya.

Rasional : pengenalan terhadap stresor adalah langkah pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap

stresor.

4) Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum dalam

rencana pengobatan

Rasional : keterlibatan memberikan pasien perasaan kontrol diri yang berkelanjutan, memperbaiki

keterampilan koping, dan dapat meningkatkan kerja sama dalam regimen terapeutik.

5) Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas/ tujuan hidup.

Rasional : fokus perhatian pasien pada realitas situasi yang ada relatif terhadap pandangan pasien tentang

apa yang diinginkan. Etika kerja keras, kebutuhan untuk “kontrol” dan fokus keluar dapat

mengarah pada kurang perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal.


6) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan hidup yang perlu.

Bantu untuk menyesuaikan, ketimbang membatalkan tujuan diri/keluarga.

Rasional : perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara realistik untuk menghindari rasa tidak menentu

dan tidak berdaya.

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Pelaksanan tindakan pelaksanaan yang dilakukan pada klien disesuaikan dengan prioritas

masalah yang telah disusun. Yang paling penting pelaksanaan mengacu pada intervensi yang

telah ditentukan dengan maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal.

5. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi pada klien dengan penyakit hipertensi adalah tidak adanya progresi kerusakan

organ, aktifitas mandiri, kekuatan otot utuh, TTV dalam batas normal, menunjukan pola koping

yang efektif.

Anda mungkin juga menyukai