Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang sangat
umum dalam kehidupan bermasyarakat, dengan demikian kesenian merupakan suatu
kebutuhan yang penting dalam sebuah masyarakat untuk mengekspresikan dirinya
sebagai manusia yang memiliki perasaan indah, senang, gembira maupun sedih. Salah
satu media pengekspresian kesenian tersebut adalah melalui musik. Musik tersebut
dapat berupa musik instrumentalia, musik vocal, atau gabungan antara keduanya.
Orang Karo menyebut musik dengan istilah Gendang. Dan dalam masyarakat Karo gendang
itu sendiri mempunyai beberapa pengertian, diantaranya :
Selain itu masyarakat Karo juga memiliki beberapa jenis musik yang biasanya
digunakan dalam kesenian tradisionalnya. Ada alat musik yang dimainkan secara
bersama-sama (ensambel), ada pula yang dimainkan tunggal (solo). Selain alat musik,
terdapat pula beberapa genre musik vocal (nyanyian), baik yang dinyanyikan secara
solo, maupun diiringi alat musik.
Jenis-jenis alat musik serta genre musik yang terdapat dalam musik tradisional Karo
sebagai berikut :
Istilah gendang pada Gendang Lima Sendalanen ini berarti �alat musik�, lima
berarti �lima buah�, dan sendalanen berarti �sejalan�. Dengan demikian Gendang
Lima Sendalanen mengandung pengertian �lima buah alat musik yang dimainkan sejalan
atau secara bersama-sama�. Kadang-kadang Gendang Lima Sendalanen disebut dengan
istilah Gendang Sarune. Adanya dua istilah atau penyebutan satu ensambel musik
tradisional Karo yang sama ini-Gendang Lima Sendalanen dan Gendang Sarune-terjadi
karena perbedaan latar belakang dari orang-orang yang menggunakannya.
Perlu diketahui juga bahwa, masing-masing alat musik dalam ensambel Gendang Lima
Sendalanen tersebut dimainkan oleh seorang pemain, kecuali alat musik penganak dan
gung yang dapat dimainkan oleh seorang pemain.
7.1.1 Sarune
Sarune merupakan alat musik tiup yang memiliki lidah ganda (double reed), dan
tabung alat musik ini berbentuk konis (conical) mirip dengan alat musik obo
(oboe). Instrumen ini terdiri dari lima bagian alat yang dapat dipisah-pisahkan
serta terbuat dari bahan yang berbeda pula yaitu: (a) anak-anak sarune, (b)
tongkeh, (c) ampang-ampang, (d) batang sarune, dan (e) gundal.
Anak-anak sarune berfungsi sebagai lidah (reeds), terbuat dari dua helai kecil daun
kelapa yang telah dikeringkan. Biasanya ketika hendak memainkan sarune, anak-
anak sarune tersebut harus dibasahi terlebih dahulu dengan air liur agar menjadi
lunak sehingga mudah bergetar jika ditiup.
Ampang-ampang yaitu sebuah lempengan berbentuk bundar yang terbuat dari kulit
binatang Baning (trenggiling) diletakkan di tengah tongkeh (terbuat dari timah).
Ampang-ampang berfungsi sebagai penahan bibir pemain sarune ketika sedang meniup
alat tersebut. Batang sarune sendiri terbuat dari kayu selantam atau pohon nangka,
pada batang sarune inilah terdapat lobang-lobang nada berjumlah delapan buah
sebagai penghasil atau pengubah nada ketika sarune ditiup. Gundal juga terbuat dari
kayu selantam yang berada pada bagian bawah sarune. Gundal ini merupakan corong
(bell) pada alat tiup sarune yang fungsinya membuat lantunan nada-nada menjadi
lebih panjang dan nyaring atau keras.
Kedua alat musik tersebut memiliki kesamaan dari sisi bahan, bentuk, ukuran, dan
cara pembuatannya. Perbedaannya hanya pada �gendang mini� yang disebut gerantung
(panjang 11,5 cm) yang diikatkan di sisi badan gendang singanaki, sedangkan pada
gendang singindungi tidak ada. Gendang singindungi dapat menghasikan bunyi naik
turun melalui teknik permainan tertentu, sedangkan gendang singanaki tidak memiliki
tehnik tersebut sehingga bunyi yang dihasilkannya tidak bisa naik turun. Masing-
masing gendang memiliki dua palu-palu gendang atau alat pukul (drum stick)
sepanjang 14 cm.
Sarune dimainkan dengan cara meniup anak-anak sarune (reeds) sementara jari-jari
kedua tangan si pemain memegang (membuka dan menutup) lobang nada yang terdapat
pada badan (batang) alat musik tersebut. Alat musik Sarune ini dalam Gendang Lima
Sendalanen memiliki peran sebagai pembawa melodi lagu.
Penganak dan gung dimainkan dengan memukul pencu yang terdapat pada bagian tengah
penganak dan gung masing-masing dengan satu palu-palu. Kedua alat musik tersebut
menghasilkan pola pukulan yang berulang-ulang.
Jika Kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi, dan keteng-keteng serta mangkok
sebagai alat musik pengiringnya, maka istilah Gendang telu sendalanen sering
disebut Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi, dan jika balobat sebagai pembawa
melodi, maka istilahnya tersebut menjadi gendang balobat. Masing-masing alat
musik dimainkan oleh seorang pemain.
7.2.1 Kulcapi
Kulcapi adalah alat musik petik berbentuk lute yang terdiri dari dua buah senar
(two-strenged fretted-necked lute). Dahulu kala senarnya terbuat dari akar pohon
aren (enau) namun sekarang telah diganti senar metal. Langkup Kulcapi (bagian depan
resonator Kulcapi) tidak terdapat lobang resonator, justru lobang resonator
(disebut babah) terdapat pada bagian belakang Kulcapi.
Dalam memainkan Kulcapi, lobang resonator (babah) tersebut juga berfungsi untuk
mengubah warna bunyi (efek bunyi) dengan cara tonggum, yakni suatu teknik
permainan Kulcapi dengan cara mendekapkan seluruh/sebagian babah Kulcapi ke badan
pemain Kulcapi secara berulang dalam waktu tertentu. Efek bunyi Kulcapi yang
dihasilkan melalui tehnik tonggum ini hampir menyerupai efek bunyi echo pada alat
musik elektronik pada umumnya.
7.2.2 Balobat
Balobat merupakan alat musik tiup yang tebuat dari bambu (block flute). Instrumen
ini mirip dengan alat musik recorder pada alat musik barat. Balobat memiliki enam
buah lobang nada. Dilihat dari perannya dalam gendang telu sedalanen, balobat
memiliki peran yang sedikit atau kurang berperan penting, karena pada sebagian
besar penampilan Gendang telu sendalanen biasanya menggunakan Kulcapi pembawa
melodi.
7.2.3 Keteng-keteng
Keteng-keteng merupakan alat musik yang terbuat dari bambu. Bunyi ketengketeng
dihasilkan dari dua buah �senar� yang diambil dari kulit bambu itu sendiri (bamboo
idiochord). Pada ruas bambu tersebut dibuat satu lobang resonator dan tepat di
atasnya ditempatkan sebilah potongan bambu dengan cara melekatkan bilahan itu ke
salah satu senar keteng-keteng. Bilahan bambu itu disebut gung, karena peran
musikal dan warna bunyinya menyerupai gung dalam Gendang Lima Sendalanen.
Bunyi musik yang dihasilkan keteng-keteng merupakan gabungan dari alat-alat musik
pengiring Gendang Lima Sendalanen (kecuali sarune) karena pola permainan keteng-
keteng menghasilkan bunyi po la ritem: gendang singanaki, gendang singindungi,
penganak dan gung yang dimainkan oleh hanya seorang pemain ketengketeng.
Menurut Sempa Sitepu (1982: 192) kemungkinan terciptanya alat musik ini (keteng-
keteng) ialah untuk menanggulangi kesulitan memanggil gendang (Gendang Lima
Sendalanen) dan untuk acara yang tidak begitu besar seperti ndilo tendi
(memanggil roh) atau erpangir ku lau, alat tersebut dapat menggantikannya. Balobat
digunakan sebagai pembawa melodi menggantikan sarune dalam Gendang Lima
Sendalanen.
7.2.4 Mangkok
Mangkok yang dimaksud dalam hal ini adalah semacam cawan (chinese glass-bowl) yang
pada dasarnya bukan merupakan alat musik, namun dalam gendang telu sedalanen,
mangkok tersebut digunakan sebagai instrumen pembawa ritmis.
Selain sebagai alat musik, mangkok juga merupakan perlengkapan penting dari guru
sibaso (dukun) dalam sistem kepercayaan tradisional Karo. Mangkok tersebut
digunakan sebagai tempat air suci atau air bunga atau juga beras dalam ritual
tertentu. Ketika mangkok digunakan atau dipakai sebagai alat musik dalam Gendang
telu sendalanen biasanya diisi air putih biasa, tujuannya agar bunyi yang
dihasilkan mangkok tersebut menjadi lebih nyaring.