BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi paru masih merupakan penyebab kematian yang sangat penting di
Indonesia. Baik yang mengenai cabang-cabang pembuluh paru (bronkus, bronkiolus)
atau yang mengenai jaringan paru-paru (Rasyid, 2009).
Abses paru merupakan salah satu penyakit infeksi paru yang didefinisikan sebagai
kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga yang berisi sel-sel mati atau
cairan akibat infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir
sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu
lobus atau lebih (Kamangar, 2009).
Abses paru dapat diklasifikasikan berdasarkan perlangsungan dan penyebabnya.
Berdasarkan perlangsungannya abses paru diklasifikasikan menjadi akut dan kronik.
Disebut akut apabila perlangsungannya terjadi dalam waktu 4 minggu. Abses disebut
kronik apabila perlangsungannya terjadi dalam waktu > 4-6 minggu. Sedangkan
menurut penyebabnya abses paru dibagi menjadi abses primer dan sekunder. Abses
primer muncul karena nekrosis jaringan paru (akibat pnumonitis, infeksi dan neoplasma)
ataupun pneumonia pada orang normal. Disebut abses sekunder apabila disebabkan
kondisi sebelumnya seperti septik emboli (misalnya endokarditis sisi kanan), obstruksi
bronkus (misalnya aspirasi benda asing), bronkiektasis ataupun pada kasus
imunokompromis (Datin, 2008)
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Laporan kasus ini dibuat agar klinisi dapat menegakan diagnosis, menterapi
secara paripurna kasus abses paru dengan mengetahu definisi abses paru, gejala yang
ditimbulkan dari abses paru, mengetahui alur penegakan diagnosa dari abses paru serta
mengetahui tatalaksana abses paru.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Anamnesis
Identitas Pasien
Nama pasien : Tn. R
Umur : 45 Tahun / 01 Juli 1973
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Suku : Madura
Alamat : Dsn Arok Arok, Burneh
No RM : 182839
Tgl. Masuk : 25 Agustus 2018
Tgl. Pemeriksaan : 28 Agustus 2018
Sesak dirasakan sejak 1 tahun, sesak hilang timbul, sesak memberat sejak
1 minggu. Batuk berdahak sejak 1 tahun yang lalu terus menerus. Pasien
mengaku batuk tidak dipengaruhi aktivitas dan tidak dipengaruhi oleh cuaca dan
tidak mengenal waktu tertentu. Dahak menurut pasien berwarna putih seperti
nanah dan berbau. Dada kanan terasa nyeri seperti ditusuk tusuk sejak 1 tahun,
nyeri yang dirasakan hilang timbul. Panas sejak 1 minggu yang lalu, panas yang
dirasakan naik turun. Ada penurunan berat badan 15 Kg sejak 1 tahun yang lalu.
Sering berkeringat dingin kalau malam >1 bulan. Pasien mengeluhkan lemas dan
nafsu makannya turun.
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat sakit paru (-), Riwayat batuk darah (-),
Hipertensi (-), Diabetes Mellitus (+), Asma (-).
Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal
4
Riwayat Pengobatan : Pasien lupa nama obat, obat batuk dibeli di apotik
Riwayat Sosial : Pasien merokok sejak lulus SD dan berhenti setelah
batuk, aktivitas pasien berdagang keliling
Jantung :
5
Paru – paru :
- Perkusi :
Sonor Sonor
Pekak Sonor
Pekak Sonor
- Auskultasi :
Vesikuler (+), rhonki (+), Vesikuler (+), rhonki (+),
wheezing (-) wheezing (-)
Abdomen
- Inspeksi : Dalam Batas Normal
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Perkusi : Timpani (+) pada empat kuadran abdomen
- Palpasi : Turgor kembali cepat, hepar dan lien dalam batas normal
Kulit
Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), edema (-)
Ekstremitas
Superior Inferior
Tanggal 27/08/2018
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi Lengkap
Hemoglobin 11.2 gr/dl 13.2-17.3
Eritrosit 3.80 Juta/uL 4.4-5.9
Leukosit 15.2 Ribu/uL 3.8-10.6
Trombosit 428 Ribu/mm3 150-440
Hematokrit 33.4 % 40-52
Index Eritrosit
8
Foto Thorax
10
CT-Scan Thorax
Tak tampak gambaran massa, dengan kontras, tak tampak efusi pleura, trachea dan main
bronchus kanan dan kiri normal. Jantung dan pembuluh darah besar normal. Tidak
tampak atelektasis/kolaps paru. Tidak tampak pembesaran KGB di paratrakheal,
subcarina dan peribronkial. Tidak tampak proses osteolitik/osteoblastik.
2.6 SOAP
Tanggal S O A P
28 Agustus Batuk (+), KU : Sakit Abses Paru + Infus
2018 Nyeri dada sedang, compos TB Paru RL : 25 TPM
kanan kalau mentis O2
batuk (+), TD: 110/70 Nasal 2 LPM
lemas (+), mmHG Drip
sesak (–), N: 85 x/menit Metronidazol
demam (–) P: 20 x/menit e 500 mg/8
0
S: 36,2 C Jam
SpO2 : 98 % Drip
Kepala: Levofloxacin
anemis (+), 750 mg/24
ikterus (-) Jam
Thorax: Ambrox
Vesikuler; Rh ol 3x1 tablet
+/+ (rhonki @ 30 mg
basah kasar Isoniazi
pada apeks dan d (2 tablet
medial paru @100 mg)
kanan, rhonki Rifampi
basah kasar sin (1 tablet
12
2.7 Penatalaksanaan
Infus RL : 25 TPM
O2 Nasal 2 LPM
Drip Metronidazole 500 mg/8 Jam
Drip Levofloxacin 750 mg/24 Jam
Isoniazid 5 mg/KgBB = 190 mg (2 tablet @100 mg)
Rifampisin 10 mg/KgBB = 380 mg (1 tablet @450 mg)
Pirazinamid 25 mg/KgBB = 950 mg (2 tablet @500 mg)
Etambutol 15 mg/KgBB = 570 mg (1,5 tablet @500 mg)
Ambroxol 3x1 tablet @ 30 mg
15
Non-Farmakologi
2.8 Prognosis
Dubia ad Bonam
2.9 Komplikasi
Empiema
Abses otak
Atelektasi
Sepsis
2.10 KIE
1. Istirahat
2. Pemberian terapi oksigen
3. Paracetamol jika demam
4. Minum obat secara teratur
5. Rutin Kontrol
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material
purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses infeksi
(Rasyid, 2009).
3.2 Anatomi
Paru-paru sendiri dibagi menjadi dua, yakni : (Faiz, 2002)
1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru) yaitu
a. Lobus pulmo dekstra superior
b. Lobus medial
c. Lobus inferior
2. Paru-paru kiri, terdiri dari 2 lobus
a. pulmo sinister lobus superior
b. lobus inferior
Tiap lobus tersusun oleh lobules dan tiap-tiap lobus terdiri atas belahan-belahan
yang lebih kecil bernama segmen (Faiz, 2002).
Paru-paru kiri mempunyai 10 segment yaitu 5 buah segment pada lobus superior
dan 5 buah segment pada inferior. Sedangkan paru-paru kanan mempunyai 10 segmen
yakni 5 buah segmen pada lobus inferior, 2 buah segment pada lobus medialis dan 3
buah segmen pada lobus inferior (Premkumar, 2004).
Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama
lobulus. Diantara lobulus yang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang
berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus
terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak
sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir
pada alveolus yang diameternya antara 0,2 – 0,3 mm (Jardins, 2002)
Paru-paru terletak pada rongga dada, datarannya menghadap ke tengah rongga
dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah itu terdapat tampuk paru-paru atau hilus.
17
Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oeh selaput selaput yang
bernama pleura (Premkumar, 2004).
Pleura dibagi menjadi dua : (Jardins, 2002)
1. Pleura viseral (selaput dada pembungkus), yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru.
2. Pleura parietal, yaitu selaput paru yang melapisi bagian dalam dinding dada.
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada
keadaan normal kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat
berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna unuk
meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan
dinding dada dimana sewaktu bernafas bergerak (Premkumar, 2004).
3.3 Etiologi
Abses paru dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu karena bakteri anaerob (
staphylococcus aureus, pseudomonas aeruginosa, Nocardia asterodes), Mycobacteria
(Mycobacterium tuberculosis), bisa juga karena parasit ( entamoeba histolytical,
paragonymus westermani) (Rasyid, 2009).
18
3.4 Patofisiologi
Garry tahun 1993 dalam Datin tahun 2008 mengemukakan terjadinya abses paru
disebabkan sebagai berikut :
Diagnosa abses paru ditegakkan dengan manifestasi klinik yang mungkin mirip
dengan gejala awal pneumonia atau kondisi penyakit dasar yang lain. Secara perlahan-
lahan akan muncul gejala demam, batuk produktif, kehilangan berat badan, nyeri dada,
rasa berat di dada dan malaise. Gejala paling spesifik dan petanda patognomonik infeksi
kuman anaerob adalah nafas berbau atau sputum berbau busuk meskipun hanya
ditemukan pada 50-60% pasien. Hemoptosis didaptkan pada 25% pasien. Infeksi oleh
jamur, Nocardia dan Mycobacteria perjalanan penyakit cenderung lambat dan secara
perlahan terjadi perburukan gejala (Kumar, 2007).
20
Laboratorium
Kelainan pada foto toraks bisa sebagai usul tetapi bukan sebagai diagnosa utama
pada TB. Namun, Foto toraks bisa digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan TB
paru pada orang-orang yang dengan hasil tes tuberkulin ( +) dan tanpa menunjukkan
gejala.
1. Bila klinis ditemukan gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan kelainan
pada foto roentgen.
2. Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit tuberkulosis paru, tetapi pada foto roentgen
tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat bukan tuberkulosis.
3. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto toraks belum berarti tidak ada
tuberkulosis, sebab kelainan pertama pada foto toraks baru terlihat sekurang -
kurangnya 10 minggu setelah infeksi oleh basil tuberkulosis.
21
Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih sering terkena,
terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta segmen anterior lobus atas.
Kelainan foto toraks pada tuberculosis primer ini adalah adalah limfadenopati,
parenchymal disease, miliary disease, dan efusi pleura.. Pada paru bisa dijumpai
22
infiltrat dan kavitas.Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah Pleuritis
eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke pleura melalui penyebaran hematogen.
Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke
dalarn bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis pada anak-anak mungkin demikian
luas sehingga sarang primer tersembunyi dibelakangnya.
23
Foto 1. Tuberculosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar). Foto
toraks PA dan lateral (Sumber : Wallis, 2018)
24
Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa atau timbul
reinfeksi pada seseorang yang semasa kecilnya pernah menderita tuberculosis primer,
tetapi tidak diketahui dan menyembuh sendiri. Kavitas merupakan ciri dari tuberculosis
sekunder
25
Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen biasanya dilapangan atas dan
segmen apikal lobi bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian basal paru yang
biasanya disertai oleh pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder
jarang dijumpai (Howlett, 2004).
Ada beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto rontgen, antara lain :
(Muller, 2007)
1. Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya tidak tegas
dengan densitas rendah.
2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan
densitasnya sedang.
3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis berbatas tegas, dengan
densitas tinggi.
4. Kavitas atau lubang
5. Sarang kapur ( kalsifikasi)
1. Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak infiltrat dengan densitas rendah hingga
sedang dengan batas tidak tegas. Sarang -sarang ini biasanya menunjukan suatu
proses aktif.
2. Lubang ( kavitas ). Berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat kecil, yang
dinamakan residual cavity .
3. Sarang-sarang seperti garis ( fibrotik ) atau bintik - bintik kapur ( kalsifikasi, yang
biasanya menunjukkan proses telah tenang ( fibrocalcification)
Kelainan ini menyerupai tumor. Bila terdapat di otak, tuberkuloma juga bersifat suatu
lesi yng menempati ruangan ( space occupying lesion / SOL ). Tuberkuloma adalah
suatu sarang keju (caseosa) dan biasanya menunjukkan penyakit yang tidak begitu
virulen bahkan biasanya tuberkuloma bersifat tidak aktif lebih-lebih bila batasnya licin,
tegas dan dipinggirnya ada sarang perkapuran, sesuatu yang dapat dilihat jelas pada
tomogram. Diagnostik diferensialnya dengan suatu tumor sejati adalah bahwa didekat
tuberkuloma sering ditemukan sarang kapur (Budjang, 2005).
28
Secara roentgenologis, sarang baru dapat dinilai sembuh ( proses tenang ) bila
setelah jangka waktu selama sekurang-kurangnya 3 bulan bentuknya sama.
Sifat bayangan tidak boleh berupa bercak-bercak, awan atau lubang, melainkan
garis-garis atau bintik-bintik kapur dan harus didukung oleh hasil pemeriksaan klinik
- laboratorium, termasuk sputum.
1. Pleuritis
Terjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui
penyebaran hematogen. Pada keadaan normal rongga pleura berisi cairan 10-15 ml.
Efusi pleura bias terdeteksi dengan foto toraks PA dengan tanda meniscus sign/ellis
line, apabila jumlahnya 175 ml. Pada foto lateral dekubitus efusi pleura sudah bias
dilihat bila ada penambahan 5 ml dari jumlah normal. Penebalan pleura di apikal
relative biasa pada TB paru atau bekas TB paru. Pleuritis TB bias terlokalisir dan
membentuk empiema. CT Toraks berguna dalam memperlihatkan aktifitas dari
pleuritis TB dan empiema.
2. Penyebaran miliar
29
3. Stenosis bronkus
Stenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang
bersangkutan sering menempati lobus kanan ( sindroma lobus medius )
4. Kavitas (lubang)
Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering tipis
berbatas licin atau tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya mungkin terlihat cairan,
yang biasanya sedikit. Lubang kecil dikelilingi oleh jaringan fibrotik dan bersifat
tidak berubah-ubah pada pemeriksaan berkala (follow up) dinamakan lubang sisa
(residual cavity) dan berarti suatu proses lama yang sudah tenang.
Darah : Leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri, jumlah
limfosit masih di bawah normal, laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
Anemia ringan, gama globulin meningkat, kadar natrium darah menurun
Sputum : ditemukan kuman BTA , diagnosis TB sudah dapat dipastikan.
Tes Tuberkulin. Biasanya dipakai tes Mantoux. Tes tuberculin hanya menyatakan
apakah seseorang sedang atau pernah mengalami infeksi M.tuberculosae.
Komplikasi yang sering terjadi adalah empiema dengan atau tanpa fistel
bronkopleura. Pecahnya abses mengakibatkan tumpahnya pus ke dalam saluran napas
mengakibatkan penyebaran infeksi lebih luas dan bahkan dapat berakibat asfiksia
(Ashari, 2018).
Non-Farmakologi
Farmakologi
Terapi antimikroba Pada saat kita mencurigai adanya keterlibatan Stafilococcus
aureus maka antibiotik pilihan utamanya adalah sefalosporin generasi pertama atau
kedua ataupun klindamisin. Jika adanya ditemukan bakteri gram negative maka
aminoglikosida ataupun sefalosporin menjadi pilihan. Antibiotik pada abses paru dapat
diberikan selama 2-4 minggu. Dapat diberikan antibiotik spektrum luas Levofloxacin 1
x 750 mg dan diberikan ambroxol 3x1 tablet @ 30 mg (Ashari, 2018).
Bedah
1. Operasi : Bila antibiotik yang optimal tidak berhasil
2. Lobektomi jarang diperlukan kecuali bila terjadi ekspansi masif abses yang
mengakibatkan kompresi jaringan sekitarnya.
32
BAB IV
PEMBAHASAN
Terapi yang diberikan pada abses paru dapat bersifat suportif dan simptomatik.
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit. RL atau Ringer
laktat merupakan cairan elektrolit yang digunakan untuk rehidrasi karena RL
mengandung elektrolit seperti Na+, K+,Ca++, Cl- yang dapat menyeimbangkan kekuranga
elektrolit pada pasien. Pada perhitungan jumlah pemberian per hari didasarkan dengan
kebutuhan cairan maintance pada dewasa yaitu 48 ml/kgbb/hari. Karena berat badan
34
pasien adalah 38 kg maka kebutuhan cairan perhari adalah 1824 ml/hari. Oleh karena itu
jumlah tetesan yang diberikan adalah 25 TPM
Untuk terapi pada pasien ini diberikan Metronidazole 500 mg/8 Jam dan Drip
Levofloxacin 500 mg/24 Jam. Pemberian antibiotik pada pasien ini sesuai dengan
indikasi dimana indikasi pemberian antibiotik pada abses paru adalah sebagai
bakterisidal untuk mencurigai adanya keterlibatan Stafilococcus aureus maka antibiotik
pilihan utamanya. Jika adanya ditemukan bakteri gram negative maka aminoglikosida
ataupun sefalosporin menjadi pilihan. Antibiotik pada abses paru dapat diberikan selama
2-4 minggu.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama
dan tambahan.
38-54 3 3 3 3 3
55-70 4 4 4 4 4
>71 5 5 5 5 5
36
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah
Tuberkulosis. Tuberkulosis (TB/Tubercle Bacillus) adalah penyakit yang umum dan
mematikan, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang pada umumnya
menyerang paru (TB paru) tapi juga dapat menyerang sistem syaraf pusat, sistem
limfatikus, sistem sirkulasi, sistem genitouria, tulang dan persendian.
Penegakan diagnosis TB paru berdasarkan dari gambaran klinis, pemeriksaan
mikrobiologi dan hasil radiologi. Gambaran Radiologi dapat digunaan sebagai
pemeriksaan penunjang dan juga sebagai dokumentasi perjalanan penyakit TB paru.
Gambaran yang dicurigai ada lesi TB aktif adalah adanya bayangan
berawan/nodular di lobus atas paru segmen apical dan posterior, lobus bawah segmen
posterior. Adanya kavitasapalagi lebih dari 1 dan dikelilingi bayangan berawan, adanya
bercak milier dan efusi pleura bilateral.
Prognosis TB bergantung pada kepatuhan pengobatan, resistensi, serta daya tahan
tubuh pasien.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasyid, Ahmad. Abses Paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi V. Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal 2323-8
2. Kamangar, Nadar. Lung Abscess. Updated on [Aug 9, 2009] cited on Aug 25,
2018. Available at URL: http://www.emedicine.medscape.com/article/299425-
overview
3. Datin, Abhijit. Lung Abscess. Updated on [May 2, 2008] cited on Aug 25, 2018.
Available at URL: http://radiopaedia.org/articles/lung_abscess
4. Alsagaff, Hodd. Mukty, H. Abdul(ed). Dasar-dasar ilmu penyakit paru.
Surabaya: Airlangga University Press. 2005. Hal 136-40
5. Kumar, Vinay. Abbas, Abul. Robbins Basic Pathology, 8th edition. Philadelphia:
Saunders. 2007. Hal 515
6. Muller, Nestor. Franquet, Thomas. Soo Lee, Kyung. Imaging of Pulmonolgy
Infection, 1st edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007.
Chapter 1
7. Bhimji, Sabir. Lung Abscess, Surgical Perspective. Updated on [Oct 22, 2010]
cited on Aug 25, 2018. Available at URL:
http://www.emedicine.medscape.com/article/428135-overview
8. Faiz, Omar. Moffat, David. At a Glance Series Anatomi. Jakarta: Penerbit
Erlangga. 2002. Hal 12-3
9. Ellis, Harold. Clinical Anatomy. Oxford: Blackwell Publishing. 2006. Hal 23-5
10. Premkumar, Kalyani. The Massage Connection Anatomy and Fisiology.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2004. Hal 543
11. Porth, Carol Mattson. Pathophysiology: Concepts of Altered Health States.
Piladelpiha: Lippincott Williams & Wilkins.2004. Unit VII
12. Jardins, Terry Des. Cardiopulmonary Anatomy and Phisiology. Colombia:
Delmar. 2002. Hal 43
13. Eng, Philip. Cheah, Foong Koon. Interpreting Chest X-Rays. Cambridge:
Cambridge University Press. 2005. Hal 101, 199
38
14. Howlett, David. Ayers, Brian. The hands-on Guide to Imaging. Blackwell
Publishing. 2004. Hal 48-9
15. Grainger, Ronald. Allison, David. Grainger & Allison's Diagnostic Radiology: A
Textbook of Medical Imaging, 4th ed. London: Churchill Livingstone. 2001.
Chapter 8
16. Budjang N. Radang. Radang Paru Yang Tidak Spesifik. Dalam: Ekayuda I,
editor. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2005.
Hal. 100-5
17. Mizra, Rakesh. Planner Andrew. A-Z of Chest Radiology. Cambridge:
Cambridge University Press.2007. hal 35-7
18. Wallis, R.S., J.L.Johnson: Adult tuberculosis in the 21st century: pathogenesis,
clinical features, and management. Cited on Aug 25, 2018. Available at URL:
http://www.mevis-research.de/~hhj/Lunge/Tb.html
19. Ashari, Irwan. Tuberkulosis paru dengan kavitas. Cited on Aug 25, 2018
Available at URL:www.irwanashari.com
20. Hisberg, Boaz, dkk. Factor Predicting Mortality of Patient with Lung Abscess.
Available at: www.chestjournal.chestpubs.org
21. Stauffer, John L. Lung. Dalam: McPhee S, penyunting. Current Medical
Diagnosis and Treatment. Edisi ke-37. Stamford: Appleton &1997. 2.
22. Campbell PW. Lung abscess. Dalam: Hilman BC, penyunting. Pediatric
respiratory disease diagnosis and treatment. Philadelphia: WB Sounders co;
1999. h. 257-262
23. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker paru: pedoman diagnosis &
penatalaksanaan di Indonesia; 2003.