Anda di halaman 1dari 13

Penjurnalan dalam Akuntansi Pemerintahan

A. Akuntansi Pendapatan
Pendapatan diakui pada saat kas diterima pada rekening Kas Umum Daerah. Seperti
diuraikan di atas bahwa penerimaan pendapatan dapat dilakukan melalui bendahara penerimaan
atau langsung disetor ke kas daerah. Apabila pendapatan lansung disetor ke kas daerah, maka
SKPD akan mengakui adanya realisasi pendapatan dan penurunan Utang kepada BUD.
Dokumen sumber untuk pengakuan pendapatan antara lain berupa surat tanda setoran, nota kredit, dan
bukti penerimaan lainnya yang dianggap sah.
Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan
penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan
pengeluaran).
Berikut ini ilustrasi akuntansi untuk penerimaan pendapatan pajak :
Pemerintah Provinsi X memberikan kuasa kepada PT Y untuk melakukan pemungutan Pajak
Bahan Bakar dengan memberikan upah pungut sebesar 2% dari jumlah penerimaan. Dalam bulan
Mei 2006 jumlah penerimaan Pajak Bahan Bakar Rp100 juta, dengan upah pungut yang dipotong
langsung Rp2 juta.
Jurnal untuk contoh tersebut adalah:
SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Utang Kepada BUD 100 juta
Pendapatan Pajak 100 juta
(Buku Pembantu: Pajak Bahan Bakar)

Belanja Barang 2 juta


Piutang dari BUD 2 juta
(Untuk mencatat upah pungut)

BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Kas di Kas Daerah 100 juta
Pendapatan Pajak 100 juta
(Buku Pembantu: Pajak Bahan Bakar)

Belanja Barang 2 juta


Kas di Kas Daerah 2 juta
(Untuk mencatat upah pungut)

Terhadap pendapatan yang berasal dari penjualan aset tetap/lainnya perlu ada jurnal
pendamping untuk mengakui penurunan aset yang bersangkutan pada SKPD. Jurnal pendamping
ini sering disebut Jurnal Korolari.
Sebagai contoh:
Diterima hasil penjualan kendaraan bermotor sebesar Rp10 juta. Harga perolehan kendaraan
tersebut Rp20 juta.
Jurnal untuk mencatat transaksi tersebut adalah:

SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Utang kepada BUD 10 juta
Pendapatan Lain-lain PAD 10 juta
(Untuk mencatat hasil penjualan
kendaraan)

Diinvestasikan dalam Aset Tetap 20 juta


Peralatan dan Mesin 20 juta
(Untuk mencatat mesin yang dijual)

BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Kas di Kas Daerah 10 juta
Pendapatan Lain-lain PAD 10 juta
(Untuk mencatat hasil penjualan
kendaraan)

Apabila terdapat pengembalian pendapatan maka harus dianalisis terlebih dahulu sifat
pengembalian tersebut. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) atas
penerimaan pendapatan pada periode penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan
sebagai pengurang pendapatan. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-
recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan
dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama.
Contoh:
Berdasarkan peraturan perundang-undangan pembayaran Pajak X dibayar secara cicilan setiap
bulan berdasarkan jumlah pajak yang dibayar pada tahun sebelumnya. Dalam tahun 2005 jumlah
pajak yang sudah dibayar setap bulan sebesar Rp1.200.000,00. Ternyata setelah diperhitungkan
pada akhir tahun, pajak yang menjadi beban perusahaan tersebut pada tahun 2005 hanya
Rp1.000.000,00. Pengembalian kelebihan pajak Rp200.000,00 ini dibayarkan pada bulan Maret
2006.
Jurnal untuk pengembalian pendapatan pada tahun 2006 tersebut adalah:
SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Pendapatan Pajak 200 juta
Utang kepada BUD 200 juta
BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Pendapatan Pajak 200 juta
Kas di Kas Daerah 200 juta

Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan
pendapatan yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang
pendapatan pada periode yang sama.
Contoh:
Pada periode Januari sampai dengan November 2005 terdapat penerimaan pendapatan retribusi
ijin mendirikan bangunan sebesar Rp100 juta. Pada bulan Desember 2005 diketemukan adanya
kesalahan dan kelebihan penerimaan sebesar Rp5 juta. Kelebihan ini dikembalikan kepada yang
berhak pada bulan Desember 2005.
Jurnal untuk pengembalian pendapatan pada tahun 2005 tersebut adalah:
SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Pendapatan Retribusi 5 juta
Utang kepada BUD 5 juta
BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Pendapatan Retribusi 5 juta
Kas di Kas Daerah 5 juta

Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan
pendapatan yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana
lancar pada periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut.

Contoh:
Pada tahun 2005 terdapat penjualan tanah pemda seluas 1.050 m2 dengan harga Rp1.000,00 per
m2. Pada tahun 2005 telah diterima seluruhnya. Pada tahun 2006 oleh pembeli dilakukan
pengukuran ulang, ternyata luasnya hanya 1.000 m2, sehingga Pemerintah daerah harus
mengembalikan 50 x Rp1.000,00 = Rp50.000,00. Pada tahun 2006 tidak terjadi lagi penjualan
tanah oleh pemda.

Pengembalian pendapatan yang diterima tahun lalu pada umumnya dibayar oleh BUD maka
transaksi ini tidak dibukukan oleh SKPD. Transaksi tersebut mengurangi ekuitas dana.
Pengembalian tersebut dicatat oleh BUD dengan mendebet SILPA dan mengkredit Kas di
Kas Daerah.

Jurnal untuk pengembalian pendapatan pada tahun 2006 tersebut adalah:


SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Tidak ada Jurnal

BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
SILPA (Pengembalian Pendapatan) 50.000
Kas di Kas Daerah 50.000

B. Akuntansi Belanja
Dalam manajemen anggaran, pada prinsipnya belanja baru dapat dibayarkan setelah
barang/jasa yang dibeli diterima Pemerintah. Pembayaran belanja dapat dilakukan secara
langsung (LS) atau melalui dana kas kecil yang diberikan kepada para bendahara pengeluaran.

1. Pembayaran langsung
Pembayaran diberikan secara langsung kepada yang berhak jika jumlah, peruntukan, dan
penerimanya sudah pasti. Dokumen sumber untuk merekam pembayaran ini adalah Surat
Perintah Membayar dan Surat Perintah Pencairan Dana Langsung (SP2D LS).
Contoh:
pembayaran gaji pegawai bulan Juni 2006 dengan SP2D LS sebesar Rp50 juta. Dari jumlah
tersebut terdapat potongan PPh, Askes, Taspen, dan Taperum sebesar Rp3 juta.
Jurnal untuk pembayaran gaji pegawai tersebut adalah:

SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Belanja Pegawai 50 juta
Piutang dari BUD 50 juta
(Untuk mencatat belanja pegawai)

BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Belanja Pegawai 50 juta
Kas di Kas Daerah 50 juta
(Untuk mencatat belanja pegawai)
Kas di Kas Daerah 3 juta
Penerimaan PFK 3 juta

Potongan atas pembayaran yang dilakukan pemerintah untuk kepentingan pihak lain
dicatat sebagai penerimaan PFK, sebaliknya pada saat disetorkan kepada pihak lain yang
berhak dicatat sebagai Penyetoran PFK. Penerimaan dan penyetoran PFK ini bukan transaksi
anggaran tetapi dalam istilah keuangan dikenal sebagai transaksi transito. Oleh karena itu
penerimaan/pengeluaran PFK tidak disajikan dalam LRA tetapi disajikan dalam Laporan
Arus Kas.
Contoh:
Apabila potongan sebesar Rp3 juta di atas disetor ke Kas Negara akan dijurnal:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit


Pengeluaran PFK 3 juta
Kas di Kas Daerah 3 juta
(Untuk mencatat penyetoran PFK)

Apabila terdapat belanja untuk perolehan aset tetap atau aset lainnya, maka pada saat
terjadi pembayaran tidak hanya dilakukan pencatatan belanja tetapi sekaligus perolehan
asetnya. Pencatatan aset tetap yang diperoleh dapat dilakukan dengan menggunakan jurnal
pendamping yang seringkali dikenal sebagai jurnal korolari.
Contoh:
Dibeli mesin fotocopy seharga Rp60 juta dari PT Tritanu dan sudah dibayar secara
langsung dengan SP2D LS pada tanggal 30 Mei 2006.
Jurnal untuk pembelian mesin fotocopy tersebut adalah:

SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Belanja Modal – Peralatan dan Mesin 60 juta
Piutang dari BUD 60 juta
(Untuk mencatat realisasi belanja modal)

Peralatan dan Mesin 60 juta


Diinvestasikan dalam Aset Tetap 60 juta
(Untuk mencatat perolehan mesin fotocopy)
BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Belanja Modal – Peralatan dan Mesin 60 juta
Kas di Kas Daerah 60 juta
(Untuk mencatat realisasi belanja modal)

2. Pembayaran melalui Dana Kas Kecil


Dana kas kecil digunakan pemerintah untuk membayar keperluan sehari-hari
perkantoran. Pada dasarnya pemerintah menggunakan sistem dana tetap. Dana kas kecil ini
disebut Uang Persediaan (UP). Pada saat uang persediaan diberikan kepada para Bendahara
Pengeluaran belum membebani belanja. Belanja baru diakui setelah pengeluaran tersebut
dipertanggungjawabkan dan disahkan oleh unit perbendaharaan, dalam hal ini Kuasa BUD,
ditandai dengan terbitnya SPM GU atau SPM GU Nihil.
Contoh:
Diberikan uang persediaan sebesar Rp10 juta kepada Sdr. Zulfikar, Bendahara pengeluaran
di Dinas Perindustrian.
Jurnal untuk pemberian uang persediaan tersebut adalah:

SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Kas di Bendahara Pengeluaran 10 juta
Uang Muka dari BUD 10 juta
(Untuk mencatat pemberian uang
muka kerja)

BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Uang Muka Kepada SKPD 10 juta
Kas di Kas Daerah 10 juta
(Untuk mencatat pemberian uang
muka kerja)

Pada saat dibelanjakan oleh Bendahara Pengeluaran belum diakui sebagai belanja. Pada saat
dipertanggungjawabkan barulah diakui sebagai belanja. Dengan sistem dana tetap, maka
dalam tahun berjalan kepada SKPD akan diberikan SP2D GU sebagai pengganti uang yang
telah dibelanjakan sehingga UP di Bendahara Pengeluaran kembali ke jumlah UP semula.
Contoh:
Dari UP telah dibelanjakan Rp8 juta untuk biaya perjalanan dinas. Pengeluaran tersebut
dipertanggungjawabkan ke SKPKD dan setelah diverifikasi pengeluaran tersebut disetujui.
Selanjutnya diberikan pengganti dengan menerbitkan SP2D-GU sebesar Rp8 juta.
Jurnal untuk pertanggungjawaban UP serta penggantian tersebut adalah:
SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Belanja Barang 8 juta
Piutang dari BUD 8 juta
(Untuk mencatat belanja perjalanan
dinas)

BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Belanja Barang 8 juta
Kas di Kas Daerah 8 juta
Dalam hal terdapat kebutuhan pengeluaran kas yang besar, melebihi UP yang tersedia,
SKPD dapat mengajukan permintaan tambahan uang persediaan (TUP) kepada BUD.
Perlakuan akuntansi TUP ini adalah seperti dana kas kecil dengan sistem dana
berfluktuasi. TUP ini harus dipertanggungjawabkan dalam waktu 1 (satu) bulan.
Terhadap TUP yang telah dipertanggungjawabkan tidak diberikan penggantian. Sebagai
pengesahan atas pertanggungjawaban TUP diterbitkan SP2D GU Nihil.

Contoh:
Diberikan TUP Rp 25 juta kepada Bendahara Pengeluaan Dinas Perdagangan.
Jurnal untuk pemberian TUP adalah:
SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Kas di Bendahara Pengeluaran 25 juta
Uang Muka dari BUD 25 juta
(Untuk mencatat TUP)
BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Uang Muka ke SKPD 25 juta
Kas di Kas Daerah 25 juta
(Untuk mencatat TUP)

Dari TUP tersebut telah dikeluarkan untuk belanja perjalanan dan telah
dipertanggungjawabkan sebesar Rp20 juta dan telah diterbitkan SP2D GU Nihil.
SKPD
Jurnal 1: untuk mengakui realisasi belanja
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Belanja Barang 20 juta
Piutang dari BUD 20 juta
(Untuk mencatat belanja perjalanan
dinas)

Jurnal 2: untuk mengurangi uang muka


Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Uang muka dari BUD 20 juta
Kas di Bendahara Pengeluaran 20 juta
(Untuk mencatat belanja perjalanan
dinas)
BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Belanja Barang 20 juta
Uang Muka ke SKPD 20 juta
Pemerintah pada umumnya mengeluarkan ketentuan tentang batas akhir penerbitan SP2D GU
sebagai pengganti UP yang telah dikeluarkan oleh Bendahara Pengeluaran. Pertanggungjawaban
atas pengeluaran UP yang telah melewati batas akhir penerbitan SP2D GU tidak diberikan
penggantian kas. Pengesahan atas pertanggungjawaban pengeluaran akan diterbitkan SP2D GU
Nihil. Sisa UP pada akhir tahun anggaran disetor kembali ke rekening Kas Umum Daerah.
Sebagai bukti penyetoran akan diperoleh Surat Tanda Setoran (STS). Demikian pula sisa TUP,
apabila kegiatan sudah selesai maka sisa TUP harus disetor kembali ke rekening Kas Umum
Daerah.
Contoh:
Dari UP sejumlah Rp10 juta telah dibelanjakan Rp 9 juta untuk belanja barang dan jasa.
Pengeluaran ini dipertanggungjawabkan pada tanggal 27 Desember 2005. Terhadap pengeluaran
ini tidak diberikan penggantian UP, tetapi diterbitkan SPM dan SP2D GU Nihil.

Jurnal SPM dan SP2D GU Nihil, adalah:

SKPD

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit


Belanja Barang 9 juta
Piutang dari BUD 9 juta

Uang Muka dari BUD 9 juta


Kas di Bendahara Pengeluaran 9 juta
BUD

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit


Belanja Barang 9 juta
Uang muka ke SKPD 9 juta
Terhadap sisa UP akan disetor kembali ke rekening Kas Umum Daerah.

Contoh:
Sisa UP untuk contoh di atas adalah Rp1 juta. Jumlah tersebut disetor ke Kas Daerah pada
tanggal 2 Januari 2006.
Jurnal untuk setoran sisa UP adalah:

SKPD

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit


Uang Muka dari BUD 1 juta
Kas di Bendahara Pengeluaran 1 juta
BUD

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit


Kas di Kas Daerah 1 juta
Uang Muka ke SKPD 1 juta
3. Penerimaan Kembali Belanja
Walaupun pembayaran belanja telah dilakukan secara hati-hati, namun kadang-
kadang terjadi kesalahan/kelebihan sehingga ada koreksi atau penerimaan kembali belanja di
kemudian hari. Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali belanja) yang terjadi
pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai pengurang belanja pada periode yang
sama. Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan
dalam Pendapatan lain-lain PAD.
Contoh:
Pada bulan Juni 2006 diterima kembali belanja pegawai bulan Maret 2006 sejumlah Rp2 juta.

Jurnal untuk penerimaan kembali belanja tersebut adalah:

SKPD

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit


Piutang dari BUD 2 juta
Belanja Pegawai 2 juta
(Untuk mencatat penerimaan kembali
belanja pegawai)
BUD

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit


Kas di Kas Daerah 2 juta
Belanja Pegawai 2 juta
(Untuk mencatat penerimaan kembali
belanja pegawai)

Contoh:
Pada bulan Juni 2006 diterima pengembalian belanja perjalanan dinas sejumlah Rp5 juta dari
seorang pegawai yang dibayarkan pada tahun 2005.
Jurnal untuk penerimaan kembali belanja tersebut adalah:

SKPD

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit


Utang kepada BUD 5 juta
Pendapatan lain-lain PAD 5 juta
(Untuk mencatat penerimaan kembali
belanja perjalanan dinas tahun lalu)
BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Kas di Kas Daerah 5 juta
Pendapatan Lain-lain PAD 5 juta
(Untuk mencatat penerimaan kembali
belanja perjalanan dinas tahun lalu)
C. Akuntansi Surplus/Defisit
Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan
dicatat dalam pos Surplus/Defisit. Surplus/defisit diperoleh melalui jurnal penutup
pendapatan dan belanja. Perhitungan Surplus/defisit dilakukan di tingkat pemerintah daerah
(BUD) melalui jurnal penutup pada saat dilakukan proses penggabungan di BUD. Di SKPD
tidak dilakukan penandingan antara pendapatan dan belanja sehingga tidak ada
surplus/defisit.
Dalam ilustrasi ini digunakan pendekatan penutupan akun secara berjenjang. Di SKPD,
akun realisasi anggaran ditutup ke akun alokasi anggaran dalam DPA SKPD.
Contoh:
Estimasi pendapatan di DPA SKPD Rp10 juta dan realisasi pendapatan Rp9 juta. Allotment
Belanja sebesar Rp20 juta dan realisasi belanja Rp18 juta.
Jurnal penutup di SKPD adalah:
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Pendapatan 9 juta
Utang kepada BUD 1 juta
Estimasi Pendapatan yang 10 juta
dialokasikan

Allotment Belanja 20 juta


Piutang dari BUD 2 juta
Belanja ... 18 juta

Selanjutnya penutupan akun pendapatan dan belanja serta anggarannya di BUD dapat
diilustrasikan berikut ini.
Contoh:
Estimasi Pendapatan Rp1.000 miliar dan realisasi Pendapatan Rp950 miliar. Sementara
Apropriasi Belanja Rp1.250 miliar dan Realisasi Belanja Rp1.100 miliar.
Jurnal Penutup
(Rp miliar)
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Des 31 Apropriasi Belanja 1.250
Alokasi Apropriasi Belanja 1.250

Des 31 Alokasi Estimasi Pendapatan 1.000


Estimasi Pendapatan 1.000

Des 31 Pendapatan 950


Surplus/Defisit 150
Belanja 1.100
D. Akuntansi Pembiayaan
Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan
maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran
pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan/atau memanfaatkan surplus
anggaran. Transaksi pembiayaan dapat berupa transaksi penerimaan pembiayaan dan
pengeluaran pembiayaan.
1. Akuntansi Penerimaan Pembiayaan
Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan kas daerah antara lain berasal dari
penerimaan pinjaman, penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan daerah,
penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada fihak ketiga, dan penjualan investasi
permanen lainnya. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima di Kas Daerah.
Contoh:
Pada tahun 2006 diterima pinjaman dari Pemerintah Pusat sejumlah Rp500 juta. Pinjaman ini
merupakan pinjaman jangka panjang, yang akan diangsur selama 5 tahun mulai tahun 2008.
Jurnal untuk penerimaan pinjaman tersebut adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit


Kas di Kas Daerah 500 juta
Penerimaan Pinjaman 500 juta

Dana yg harus disediakan untuk 500 juta


pembayaran utang jk panjang
Utang kepada Pemerintah Pusat 500 juta

2. Akuntansi Pengeluaran Pembiayaan


Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran kas daerah karena memberikan
pinjaman kepada pihak ketiga, pembentukan dana cadangan, penyertaan modal pemerintah,
dan pembayaran kembali pokok pinjaman dalam periode tahun anggaran tertentu.
Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkannya kas dari Kas Daerah.
Contoh:
Dikeluarkan uang sejumlah Rp100 juta sebagai penyertaan modal pada PDAM.
Jurnal untuk pengeluaran penyertaan modal pada PDAM tersebut adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit


Pengeluaran Penyertaan Modal Pemda 100 juta
Kas di Kas Daerah 100 juta
(Untuk mencatat penyertaan modal
pada PDAM)

Penyertaan Modal Pemda 100 juta


Diinvestasikan dalam Investasi Jk 100 juta
Panjang
(Untuk mencatat penyertaan modal
pada PDAM)
3. Akuntansi Pembiayaan Neto
Pembiayaan neto adalah selisih antara penerimaan pembiayaan setelah dikurangi
pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun anggaran tertentu. Selisih lebih/kurang antara
penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos
Pembiayaan Neto.

Contoh:
Selama satu tahun anggaran, penerimaan pembiayaan berasal dari penerimaan pinjaman
sejumlah Rp200 juta, dan pengeluaran pembiayaan hanya untuk penyertaan modal
sejumlah Rp250 juta.

Jurnal penutupnya adalah:

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit


Penerimaan Pinjaman 200 juta
Pembiayaan Neto 50 juta
Pengeluaran Penyertaan Modal 250 juta
(Untuk menutup penerimaan dan
pengeluaran pembiayaan)

E. Akuntansi Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran


Selisih lebih/kurang pembiayaan anggaran (SILPA/SIKPA) adalah selisih lebih/kurang
antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan. Selisih lebih/kurang
antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos
SILPA/SIKPA.
SILPA/SIKPA diperoleh dari penutupan akun Surplus/Defisit dan Pembiayaan Neto pada
akhir tahun anggaran.
Contoh:
Surplus/defisit pada contoh di atas bersaldo kredit Rp100 juta sedangkan Pembiayaan Neto
bersaldo debet Rp50 juta.
Jurnal penutupnya adalah:
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Surplus/Defisit 100 juta
Pembiayaan Neto 50 juta
SILPA 50 juta
(Untuk menutup Surplus/defisit dan
Pembiayaan neto)

G. Transaksi Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan Berbentuk Barang


Transaksi pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam bentuk barang/aset harus
dilaporkan dalam LRA dengan cara menaksir nilai aset tersebut pada tanggal transaksi.
Berhubung transaksi ini harus dicatat sebagai pendapatan dan belanja atau pembiayaan, maka
perlu dibuatkan dokumen anggaran sebagai pendapatan, belanja, atau pembiayaan sebagai
dokumen pengesahan anggaran. Berdasarkan dokumen pengesahan inilah dibuat jurnal untuk
mencatat transaksi ini. Berhubung transaksi ini tidak melibatkan arus kas maka transaksi ini tidak
Contoh transaksi berwujud barang adalah hibah dalam wujud barang dan barang rampasan.
Ilustrasi :
Diterima hibah dari UNICEF sebuah mobil ambulance seharga Rp200 juta.
Jurnal penerimaan hibah berupa barang ini adalah:

SKPD

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit


Utang kepada BUD 200 juta
Pendapatan Hibah 200 juta

Belanja Modal – Peralatan dan Mesin 200 juta


Piutang dari BUD 200 juta

Peralatan dan Mesin 200 juta


Diinvestasikan dalam Aset Tetap 200 juta

BUD

Tanggal Uraian Ref Debet Kredit


Belanja Modal – Peralatan dan Mesin 200 juta
Pendapatan Hibah 200 juta

Anda mungkin juga menyukai