A. Akuntansi Pendapatan
Pendapatan diakui pada saat kas diterima pada rekening Kas Umum Daerah. Seperti
diuraikan di atas bahwa penerimaan pendapatan dapat dilakukan melalui bendahara penerimaan
atau langsung disetor ke kas daerah. Apabila pendapatan lansung disetor ke kas daerah, maka
SKPD akan mengakui adanya realisasi pendapatan dan penurunan Utang kepada BUD.
Dokumen sumber untuk pengakuan pendapatan antara lain berupa surat tanda setoran, nota kredit, dan
bukti penerimaan lainnya yang dianggap sah.
Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan
penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan
pengeluaran).
Berikut ini ilustrasi akuntansi untuk penerimaan pendapatan pajak :
Pemerintah Provinsi X memberikan kuasa kepada PT Y untuk melakukan pemungutan Pajak
Bahan Bakar dengan memberikan upah pungut sebesar 2% dari jumlah penerimaan. Dalam bulan
Mei 2006 jumlah penerimaan Pajak Bahan Bakar Rp100 juta, dengan upah pungut yang dipotong
langsung Rp2 juta.
Jurnal untuk contoh tersebut adalah:
SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Utang Kepada BUD 100 juta
Pendapatan Pajak 100 juta
(Buku Pembantu: Pajak Bahan Bakar)
BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Kas di Kas Daerah 100 juta
Pendapatan Pajak 100 juta
(Buku Pembantu: Pajak Bahan Bakar)
Terhadap pendapatan yang berasal dari penjualan aset tetap/lainnya perlu ada jurnal
pendamping untuk mengakui penurunan aset yang bersangkutan pada SKPD. Jurnal pendamping
ini sering disebut Jurnal Korolari.
Sebagai contoh:
Diterima hasil penjualan kendaraan bermotor sebesar Rp10 juta. Harga perolehan kendaraan
tersebut Rp20 juta.
Jurnal untuk mencatat transaksi tersebut adalah:
SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Utang kepada BUD 10 juta
Pendapatan Lain-lain PAD 10 juta
(Untuk mencatat hasil penjualan
kendaraan)
BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Kas di Kas Daerah 10 juta
Pendapatan Lain-lain PAD 10 juta
(Untuk mencatat hasil penjualan
kendaraan)
Apabila terdapat pengembalian pendapatan maka harus dianalisis terlebih dahulu sifat
pengembalian tersebut. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) atas
penerimaan pendapatan pada periode penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan
sebagai pengurang pendapatan. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-
recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan
dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama.
Contoh:
Berdasarkan peraturan perundang-undangan pembayaran Pajak X dibayar secara cicilan setiap
bulan berdasarkan jumlah pajak yang dibayar pada tahun sebelumnya. Dalam tahun 2005 jumlah
pajak yang sudah dibayar setap bulan sebesar Rp1.200.000,00. Ternyata setelah diperhitungkan
pada akhir tahun, pajak yang menjadi beban perusahaan tersebut pada tahun 2005 hanya
Rp1.000.000,00. Pengembalian kelebihan pajak Rp200.000,00 ini dibayarkan pada bulan Maret
2006.
Jurnal untuk pengembalian pendapatan pada tahun 2006 tersebut adalah:
SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Pendapatan Pajak 200 juta
Utang kepada BUD 200 juta
BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Pendapatan Pajak 200 juta
Kas di Kas Daerah 200 juta
Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan
pendapatan yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang
pendapatan pada periode yang sama.
Contoh:
Pada periode Januari sampai dengan November 2005 terdapat penerimaan pendapatan retribusi
ijin mendirikan bangunan sebesar Rp100 juta. Pada bulan Desember 2005 diketemukan adanya
kesalahan dan kelebihan penerimaan sebesar Rp5 juta. Kelebihan ini dikembalikan kepada yang
berhak pada bulan Desember 2005.
Jurnal untuk pengembalian pendapatan pada tahun 2005 tersebut adalah:
SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Pendapatan Retribusi 5 juta
Utang kepada BUD 5 juta
BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Pendapatan Retribusi 5 juta
Kas di Kas Daerah 5 juta
Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan
pendapatan yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana
lancar pada periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut.
Contoh:
Pada tahun 2005 terdapat penjualan tanah pemda seluas 1.050 m2 dengan harga Rp1.000,00 per
m2. Pada tahun 2005 telah diterima seluruhnya. Pada tahun 2006 oleh pembeli dilakukan
pengukuran ulang, ternyata luasnya hanya 1.000 m2, sehingga Pemerintah daerah harus
mengembalikan 50 x Rp1.000,00 = Rp50.000,00. Pada tahun 2006 tidak terjadi lagi penjualan
tanah oleh pemda.
Pengembalian pendapatan yang diterima tahun lalu pada umumnya dibayar oleh BUD maka
transaksi ini tidak dibukukan oleh SKPD. Transaksi tersebut mengurangi ekuitas dana.
Pengembalian tersebut dicatat oleh BUD dengan mendebet SILPA dan mengkredit Kas di
Kas Daerah.
BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
SILPA (Pengembalian Pendapatan) 50.000
Kas di Kas Daerah 50.000
B. Akuntansi Belanja
Dalam manajemen anggaran, pada prinsipnya belanja baru dapat dibayarkan setelah
barang/jasa yang dibeli diterima Pemerintah. Pembayaran belanja dapat dilakukan secara
langsung (LS) atau melalui dana kas kecil yang diberikan kepada para bendahara pengeluaran.
1. Pembayaran langsung
Pembayaran diberikan secara langsung kepada yang berhak jika jumlah, peruntukan, dan
penerimanya sudah pasti. Dokumen sumber untuk merekam pembayaran ini adalah Surat
Perintah Membayar dan Surat Perintah Pencairan Dana Langsung (SP2D LS).
Contoh:
pembayaran gaji pegawai bulan Juni 2006 dengan SP2D LS sebesar Rp50 juta. Dari jumlah
tersebut terdapat potongan PPh, Askes, Taspen, dan Taperum sebesar Rp3 juta.
Jurnal untuk pembayaran gaji pegawai tersebut adalah:
SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Belanja Pegawai 50 juta
Piutang dari BUD 50 juta
(Untuk mencatat belanja pegawai)
BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Belanja Pegawai 50 juta
Kas di Kas Daerah 50 juta
(Untuk mencatat belanja pegawai)
Kas di Kas Daerah 3 juta
Penerimaan PFK 3 juta
Potongan atas pembayaran yang dilakukan pemerintah untuk kepentingan pihak lain
dicatat sebagai penerimaan PFK, sebaliknya pada saat disetorkan kepada pihak lain yang
berhak dicatat sebagai Penyetoran PFK. Penerimaan dan penyetoran PFK ini bukan transaksi
anggaran tetapi dalam istilah keuangan dikenal sebagai transaksi transito. Oleh karena itu
penerimaan/pengeluaran PFK tidak disajikan dalam LRA tetapi disajikan dalam Laporan
Arus Kas.
Contoh:
Apabila potongan sebesar Rp3 juta di atas disetor ke Kas Negara akan dijurnal:
Apabila terdapat belanja untuk perolehan aset tetap atau aset lainnya, maka pada saat
terjadi pembayaran tidak hanya dilakukan pencatatan belanja tetapi sekaligus perolehan
asetnya. Pencatatan aset tetap yang diperoleh dapat dilakukan dengan menggunakan jurnal
pendamping yang seringkali dikenal sebagai jurnal korolari.
Contoh:
Dibeli mesin fotocopy seharga Rp60 juta dari PT Tritanu dan sudah dibayar secara
langsung dengan SP2D LS pada tanggal 30 Mei 2006.
Jurnal untuk pembelian mesin fotocopy tersebut adalah:
SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Belanja Modal – Peralatan dan Mesin 60 juta
Piutang dari BUD 60 juta
(Untuk mencatat realisasi belanja modal)
SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Kas di Bendahara Pengeluaran 10 juta
Uang Muka dari BUD 10 juta
(Untuk mencatat pemberian uang
muka kerja)
BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Uang Muka Kepada SKPD 10 juta
Kas di Kas Daerah 10 juta
(Untuk mencatat pemberian uang
muka kerja)
Pada saat dibelanjakan oleh Bendahara Pengeluaran belum diakui sebagai belanja. Pada saat
dipertanggungjawabkan barulah diakui sebagai belanja. Dengan sistem dana tetap, maka
dalam tahun berjalan kepada SKPD akan diberikan SP2D GU sebagai pengganti uang yang
telah dibelanjakan sehingga UP di Bendahara Pengeluaran kembali ke jumlah UP semula.
Contoh:
Dari UP telah dibelanjakan Rp8 juta untuk biaya perjalanan dinas. Pengeluaran tersebut
dipertanggungjawabkan ke SKPKD dan setelah diverifikasi pengeluaran tersebut disetujui.
Selanjutnya diberikan pengganti dengan menerbitkan SP2D-GU sebesar Rp8 juta.
Jurnal untuk pertanggungjawaban UP serta penggantian tersebut adalah:
SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Belanja Barang 8 juta
Piutang dari BUD 8 juta
(Untuk mencatat belanja perjalanan
dinas)
BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Belanja Barang 8 juta
Kas di Kas Daerah 8 juta
Dalam hal terdapat kebutuhan pengeluaran kas yang besar, melebihi UP yang tersedia,
SKPD dapat mengajukan permintaan tambahan uang persediaan (TUP) kepada BUD.
Perlakuan akuntansi TUP ini adalah seperti dana kas kecil dengan sistem dana
berfluktuasi. TUP ini harus dipertanggungjawabkan dalam waktu 1 (satu) bulan.
Terhadap TUP yang telah dipertanggungjawabkan tidak diberikan penggantian. Sebagai
pengesahan atas pertanggungjawaban TUP diterbitkan SP2D GU Nihil.
Contoh:
Diberikan TUP Rp 25 juta kepada Bendahara Pengeluaan Dinas Perdagangan.
Jurnal untuk pemberian TUP adalah:
SKPD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Kas di Bendahara Pengeluaran 25 juta
Uang Muka dari BUD 25 juta
(Untuk mencatat TUP)
BUD
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Uang Muka ke SKPD 25 juta
Kas di Kas Daerah 25 juta
(Untuk mencatat TUP)
Dari TUP tersebut telah dikeluarkan untuk belanja perjalanan dan telah
dipertanggungjawabkan sebesar Rp20 juta dan telah diterbitkan SP2D GU Nihil.
SKPD
Jurnal 1: untuk mengakui realisasi belanja
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Belanja Barang 20 juta
Piutang dari BUD 20 juta
(Untuk mencatat belanja perjalanan
dinas)
SKPD
Contoh:
Sisa UP untuk contoh di atas adalah Rp1 juta. Jumlah tersebut disetor ke Kas Daerah pada
tanggal 2 Januari 2006.
Jurnal untuk setoran sisa UP adalah:
SKPD
SKPD
Contoh:
Pada bulan Juni 2006 diterima pengembalian belanja perjalanan dinas sejumlah Rp5 juta dari
seorang pegawai yang dibayarkan pada tahun 2005.
Jurnal untuk penerimaan kembali belanja tersebut adalah:
SKPD
Selanjutnya penutupan akun pendapatan dan belanja serta anggarannya di BUD dapat
diilustrasikan berikut ini.
Contoh:
Estimasi Pendapatan Rp1.000 miliar dan realisasi Pendapatan Rp950 miliar. Sementara
Apropriasi Belanja Rp1.250 miliar dan Realisasi Belanja Rp1.100 miliar.
Jurnal Penutup
(Rp miliar)
Tanggal Uraian Ref Debet Kredit
Des 31 Apropriasi Belanja 1.250
Alokasi Apropriasi Belanja 1.250
Contoh:
Selama satu tahun anggaran, penerimaan pembiayaan berasal dari penerimaan pinjaman
sejumlah Rp200 juta, dan pengeluaran pembiayaan hanya untuk penyertaan modal
sejumlah Rp250 juta.
SKPD
BUD