Anda di halaman 1dari 66

I.

Skenario B Blok 26 Tahun 2016


PT ARWN yang berdomisili di daerah Ogan Ilir Sumatera Selatan memiliki pekerja 300
orang di mana 50% dari pekerja berasal dari luar daerah OI. PT ARWN memiliki produk
bahan bangunan dan marmer di mana produksi pembuatan bahan bangunan dibuat langsung
di pabrik. Marmer umumnya tersusun atas mineral kalsit atau kalsium karbonat (CaCO3)
dengan kandungan mineral minor lainnya yaitu kuarsa, mika, klorit, tremolit, dan silikat
lainnya seperti graphit, hematit, dan limonit. Nilai komersil marmer bergantung kepada warna
dan tekstur.
Ada pun urutan kerja pada proses pengolahan terdiri dari beberapa tahapan dengan alat-
alat pengolahan sebagai berikut:
1. Gergaji besar (block cutter machine). Gergaji besar digerakkan oleh tenaga listrik dengan
cara kerja pemotongan awal pada bagian atas dari blok marmer sehingga didapatkan
bagian yang rata.
2. Mesin potong ujung (cross cutting machine). Hasil pemotongan dari mesin block cutter
berupa lembaran marmer dengan ukuran tersebut, selanjutnya dimuat dengan whell loader
ke tempat mesin potong ujung dengan tujuan untuk meratakan kedua ujung dari lembaran
marmer tersebut. Proses ini menggunakan air sebagai media pembilas.
3. Mesin pembagi (multi blades splitting machine). Mesin ini berfungsi membagi hasil
pemotongan lembaran marmer menjadi dua bagian.
4. Kalibrasi ketebalan dan penghalusan (grinding machine). Pada proses ini lembaran
marmer yang telah terbagi tersebut kemudian dikupas/dihaluskan permukaannya untuk
mendapatkan ketebalan yang pas dan sesuai dengan permintaan.
5. Pengeringan, pendempulan, dan pemanasan (plastering line). Proses ini terdiri dari 3
tahapan di mana lembaran marmer yang ada telah melewati proses penghalusan kemudian
dikeringkan dengan menggunakan angin yang berasal dari blower. Kemudian lubang
didempul dengan tenaga manusia, setelah itu lembaran marmer melewati 2 buah oven
yang bertujuan untuk mempercepat proses pengerasan.
6. Pemolesan (polishin machine). Proses pemolesan dikerjakan dengan mesin poles yang
terdiri dari beberapa batu poles dengan tingkat kehalusan yang berbeda-beda. Untuk
mendapatkan kilap yang sempurna batu poles diatur disusun berurutan sesuai dengan
tingkat kehalusannya serta pengaturan tekanan yang sesuai.
7. Mesin potong pas (double hydraulic squaring machine). Proses ini dilakukan dengan 2
tahapan yaitu tahap pertama pemotongan untuk penjang yang diinginkan kemudian masuk
ke tahap kedua yaitu pemotonga untuk lebar yang diinginkan.

1
8. Mesin pengering dan pembersih (drying and clearing machine). Setelah melalui proses
potong pas, pekerja selanjutnya adalah pada mesin poles wax yang gunanya sebagai
proses pembersihan dan pengeringan. Bagian bawah dari marmer yang telah kering
kemudian dilem yang berguna untuk menghindari rembesan semen pada waktu marmer
akan dipasang dan sekaligus sebagai proses akhir dari beberapa proses pemotongan dalam
pabrik.
9. Proses packing. Proses ini dilakukan secara manual yang bertujuan untuk meratakan
permukaan serta pinggiran-pinggiran dari marmer untuk mendapatkan hasil yang lebih
indah. Proses selanjutnya adalah pemeriksaan “Quality Control” di mana proses ini
bertujuan untuk memisahkan marmer berdasarkan kelasnya.

Di dalam proses produksinya, pabrik menggunakan boiler 1000oC untuk melakukan


pemanasan, proses grinding, penghalusan pasir yang dicampur beberapa bahan kimia, dan
mesin-mesin dengan fasilitas conveyor. Mesin-mesin di pabrik belum memiliki safety guard
sehingga tidak berhenti otomatis apabila ada tangan termasuk ke dalam mesin. Pada proses
packing, marmer yang telah dipacking disusun kembali ke dalam satu kotak yang lebih besar,
ada proses angkat angkut pada saat memindahkan marmer dari mesin conveyor ke
pembungkusan yang lebih besar dan pada saat diletakkan di gudang. Packing kecil berisi 6
buah marmer dengan berat 15 kg, dan satu kardus berisi 10 packing kecil. Shift kerja 8 jam
sehari dengan 6 hari dalam 1 minggu. Pabrik memiliki kerja sama dengan pihak kantin yang
menjajakan makanannya untuk seluruh pekerja tanpa sertifikat dan kokinya belum pernah
dilakukan tes kesehatan.
PT ARWN tidak memiliki fasilitas air dari perusahaan air, PT ini membuat sumur
sendiri, mengandalkan air tanah yang mengandung Ferum (Fe), dan Manganese (Mn) dan
penampungan dari air hujan untuk air mereka yang tentu saja terdapat kandungan bakteri
alami di air tanah ini. Berdasarkan hasil analisa bakteri ditemukan coliform. Pengelolaan
limbah perusahaan berupa open dumping dan limbah cair dialirkan ke kolam khusus. PT
ARWN memiliki klinik sendiri dengan jam kedatangan dokter hanya di hari kamis hingga jam
12 siang, data klinik menunjukkan 5 besar penyakit dalam satu tahun adalah: 1. ISPA; 2.
MSD’s; 3. DBD; 4. Diare; 5. Luka dan terjepit.
Pada haisl pengamatan dari Disnaker, PT ARWN memiliki noise rata-rata 90 db dan
di dalam pabrik bisa mencapai 120 db, getaran 4m/det2 pada hand and arm vibration. Daerah
OI merupakan salah satu daerah endemik demam berdarah. Di wilayah OI juga memiliki
frekuensi kasus narkoba dan alkohol yang tinggi.

2
Anda sebagai dokter perusahaan yang baru ditempatkan di PT ARWN mendapatkan
tugas dari owner untuk mengatasi semua permasalahan medis di perusahaan, melakukan
analisis tentang health risk assesment yang komprehensif dan program apa yang akan anda
buat dalam memerangi masalah isu kesehatan yang terdapat di perusahaan.

3
II. Klarisikasi Istilah
No. Istilah Pengertian
1. Marmer Batuan kristal yang kasar yang berasal dari batu kapur
atau dolomit. Marmer yang murni berwarna putih dan
terutama disusun oleh mineral kalsit.
2. Kuarsa Salah satu mineral yang umum ditemukan di kerak
kontinen bumi. Mineral ini memiliki struktur kristal
heksagonal yang terbuat dari silika trigonal terkristalisasi
(silikon dioksida, SiO2), dengan skala kekerasan MOHS 7
dan densitas 2,65 gram/cm3
3. Klorit Nama kelompok untuk sekitar 10 mineral yang terkait.
Merupakan mineral ubuhan dari mineral mafik terutama
piroksin, hornblende, maupun biotit.
4. Silikat SiO2; Bahan keras yang sering digunakan untuk produksi
kaca, gelas minum, dan botol minuman. Bahan ini tidak
mudah terbakar, tapi memberikan efek buruk bila terhirup
(silikosis, kanker, autoimun disease, tb).
5. Limonit Biji besi yang terdiri dari campuran besi terhidrasi (III)
oksida-hidroksida dalam berbagai komposisi.
6. Coliform Bakteri yang selalu ada di traktus digestivus hewan
termasuk manusia dan ditemukan pada hasil pembuangan
(feces), biasanya digunakan untuk indikator kualitas
kebersihan dari makanan dan air.
Semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri coliform,
semakin tinggi pula resiko kehadiran bakteri-bakteri
patogen lain yang biasa hidup dalam kotoran manusia dan
hewan.
7. Open dumping Tindakan secara illegal untuk membuang tumpukan
sampah atau debris pada suatu tempat dengan jumlah
yang berarti.
8. MSD’s Musculosceletal Disorder
9. Hand and arm vibration Pemaparan yang bersifat segmental yaitu hanya bagian
tubuh tertentu (lengan dan bahu) akibat mengalami
kontak dengan sumber getaran.

4
III. Identifikasi Masalah
1. PT ARWN yang berdomisili di daerah Ogan Ilir Sumatera Selatan memiliki pekerja 300
orang di mana 50% dari pekerja berasal dari luar daerah OI. PT ARWN memproduksi
pembuatan bahan bangunan yaitu, marmer yang umumnya tersusun atas mineral kalsit
atau kalsium karbonat (CaCO3) dengan kandungan mineral minor lainnya yaitu kuarsa,
mika, klorit, tremolit, dan silikat lainnya seperti graphit, hematit, dan limonit.
2. Ada pun urutan kerja pada proses pengolahan terdiri dari beberapa tahapan dengan alat-
alat pengolahan sebagai berikut:
a. Gergaji besar (block cutter machine). Gergaji besar digerakkan oleh tenaga listrik
dengan cara kerja pemotongan awal pada bagian atas dari blok marmer sehingga
didapatkan bagian yang rata.
b. Mesin potong ujung (cross cutting machine). Hasil pemotongan dari mesin block
cutter berupa lembaran marmer dengan ukuran tersebut, selanjutnya dimuat dengan
whell loader ke tempat mesin potong ujung dengan tujuan untuk meratakan kedua
ujung dari lembaran marmer tersebut. Proses ini menggunakan air sebagai media
pembilas.
c. Mesin pembagi (multi blades splitting machine). Mesin ini berfungsi membagi hasil
pemotongan lembaran marmer menjadi dua bagian.
d. Kalibrasi ketebalan dan penghalusan (grinding machine). Pada proses ini lembaran
marmer yang telah terbagi tersebut kemudian dikupas/dihaluskan permukaannya untuk
mendapatkan ketebalan yang pas dan sesuai dengan permintaan.
e. Pengeringan, pendempulan, dan pemanasan (plastering line). Proses ini terdiri dari 3
tahapan di mana lembaran marmer yang ada telah melewati proses penghalusan
kemudian dikeringkan dengan menggunakan angin yang berasal dari blower.
Kemudian lubang didempul dengan tenaga manusia, setelah itu lembaran marmer
melewati 2 buah oven yang bertujuan untuk mempercepat proses pengerasan.
f. Pemolesan (polishin machine). Proses pemolesan dikerjakan dengan mesin poles yang
terdiri dari beberapa batu poles dengan tingkat kehalusan yang berbeda-beda. Untuk
mendapatkan kilap yang sempurna batu poles diatur disusun berurutan sesuai dengan
tingkat kehalusannya serta pengaturan tekanan yang sesuai.
g. Mesin potong pas (double hydraulic squaring machine). Proses ini dilakukan dengan 2
tahapan yaitu tahap pertama pemotongan untuk penjang yang diinginkan kemudian
masuk ke tahap kedua yaitu pemotonga untuk lebar yang diinginkan.
h. Mesin pengering dan pembersih (drying and clearing machine). Setelah melalui proses
potong pas, pekerja selanjutnya adalah pada mesin poles wax yang gunanya sebagai
5
proses pembersihan dan pengeringan. Bagian bawah ari marmer yang telah kering
kemudian dilem yang berguna untuk menghindari rembesan semen pada waktu
marmer akan dipasang dan sekaligus sebagai proses akhir dari beberapa proses
pemotongan dalam pabrik.
i. Proses packing. Proses ini dilakukan secara manual yang bertujuan untuk meratakan
permukaan serta pinggiran-pinggiran dari marmer untuk mendapatkan hasil yang lebih
indah. Proses selanjutnya adalah pemeriksaan “Quality Control” di mana proses ini
bertujuan untuk memisahkan marmer berdasarkan kelasnya.
3. Dalam proses produksinya, pabrik menggunakan boiler 1000oC untuk melakukan
pemanasan, proses grinding, penghalusan pasir yang dicampur beberapa bahan kimia, dan
mesin-mesin dengan fasilitas conveyor. Mesin-mesin di pabrik belum memiliki safety
guard sehingga tidak berhenti otomatis apabila ada tangan termasuk ke dalam mesin. Pada
proses packing, marmer yang telah dipacking disusun kembali ke dalam satu kotak yang
lebih besar, ada proses angkat angkut pada saat memindahkan marmer dari mesin
conveyor ke pembungkusan yang lebih besar dan pada saat diletakkan di gudang. Packing
kecil berisi 6 buah marmer dengan berat 15 kg, dan satu kardus berisi 10 packing kecil.
Shift kerja 8 jam sehari dengan 6 hari dalam 1 minggu. Pabrik memiliki kerja sama
dengan pihak kantin yang menjajakan makanannya untuk seluruh pekerja tanpa sertifikat
dan kokinya belum pernah dilakukan tes kesehatan.
4. PT ARWN tidak memiliki fasilitas air dari perusahaan air, PT ini membuat sumur sendiri,
mengandalkan air tanah yang mengandung ferum (Fe), dan manganese (Mn) dan
penampungan dari air hujan untuk air mereka yang tentu saja terdapat kandungan bakteri
alami di air tanah ini. Berdasarkan hasil analisa bakteri ditemukan Coliform. Pengelolaan
limbah perusahaan berupa open dumping dan limbah cair dialirkan ke kolam khusus. PT
ARWN memiliki klinik sendiri dengan jam kedatangan dokter hanya di hari kamis hingga
jam 12 siang, data klinik menunjukkan 5 besar penyakit dalam satu tahun adalah; 1. ISPA;
2. MSD’s; 3. DBD; 4. Diare; 5. Luka dan terjepit.
5. Pada haisl pengamatan dari Disnaker, PT ARWN memiliki noise rata-rata 90 db dan di
dalam pabrik bisa mencapai 120 db, getaran 4m/det2 pada hand and arm vibration. Daerah
OI merupakan salah satu daerah endemik demam berdarah. Di wilayah OI juga memiliki
frekuensi kasus narkoba dan alkohol yang tinggi.
6. Anda sebagai dokter perusahaan yang baru ditempatkan di PT ARWN mendapatkan tugas
dari owner untuk mengatasi semua permasalahan medis di perusahaan, melakukan analisis
tentang health risk assesment yang komprehensif dan program apa yang akan anda buat
dalam memerangi masalah isu kesehatan yang terdapat di perusahaan.
6
IV. Analisis Masalah
1. Hazard Fisik
- Noise : memiliki rata- rata 90 desible didalam pabrik mencapai 120 desible
- Vibration : getaran 4 meter /detik kuadrat pada han and arm vibration.
- Suhu : pabrik menggunakan boiler 1000oC tanpa keterangan menggunakan APD
- Mesin dipabrik (gergaji besar, mesin potong ujung, mesin pembagi, kaliberasi
ketebalan dan penghalusan , mesin potong pas) belum memiliki safety guard sehingga
tidak berhenti otomatis apabila ada tangan termasuk kedalam mesin.
a. Apa dampak faktor hazard fisik dari pemakaian gergaji besar, mesin potong ujung,
mesin pembagi, grinding machine, pengeringan, pemanasan, dan pendempulan,
pemolesan, mesin potong pas, dan mesin pengering dan pembersih, dan proses
packing ?

LISTRIK
Listrik merupakan energi dibangkitkan oleh sumber energi biasanya generator dan
dapat yang mengalir dari satu titik ke titik lain melalui konduktor dalam rangkaian
tertutup.
Potensi bahaya listrik adalah:
 Bahaya kejut listrik
 Panas yang ditimbulkan oleh energi listrik
 Medan listrik

Pekerja dapat mengalami bahaya listrik pada kondisi-kondisi sebagai berikut:

7
 Pekerja berhubungan/menyentuh kedua konduktor pada rangkaian listrik yang
bertegangan.
 pekerja berada pada bagian antara konduktor yang ditanahkan (grounding) dan
konduktor yang tidak ditanahkan (grounding)
 Pekerja berada pada bagian konduktor yang ditanahkan dengan material yang
tidak ditanahkan.

Dampak cidera akibat bahaya arus kejut pada manusia (pekerja) tergantung:
- besar arus yang mengalir ke tubuh manusia
- bagian tubuh yang terkena
- lama/ durasi pekerja terkena arus kejut
Besar arus yang mengalir tergantung besar beda potensial dan resistansi. Efek arus
kejut pada manusia dapat mengakibatkan kematian. Arus kejut listrik yang
mengenai tubuh akan menimbulkan:
- menghentikan fungsi jantung dan menghambat pernafasan.
- Panas yang ditimbulkan oleh arus dapat menyebabkan kulit atau tubuh
- terbakar, khususnya pada titik dimana arus masuk ke tubuh.
- Beberapa kasus dapat menimbulkan pendarahan, atau kesulitan bernafas dan
gangguan saraf.
- Gerakan spontan akibat terkena arus listrik, dapat mengakibatkan cidera lain
seperti akibat jatuh atau terkena/tersandung benda lain.

8
Untuk itu potensi bahaya yang terdapat di lingkungan kerja dan mendapat
perhatian khusus adalah tekanan panas. Tekanan panas berlebih di tubuh baik
akibat proses metabolisme tubuh ataupun paparan panas dari lingkungan kerja
dapat menimbulkan masalah kesehatan (heat strain) dari yang sangat ringan
seperti: heat rash, heat syncope, heat cramps, heat exhaustion hingga yang serius
yaitu heat stroke.
Heat rash
Merupakan gejala awal dari yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat tekanan
panas. Penyakit ini berkaitan dengan panas, kondisi lembab dimana keringat tidak
mampu menguap dari kulit dan pakaian. Penyakit ini mungkin terjadi pada
sebagaian kecil area kulit atau bagian tubuh. Meskipun telah diobati pada area
yang sakit produksi keringat tidak akan kembali normal untuk 4 sampai 6 minggu.

Heat syncope
Adalah ganggunan induksi panas yang lebih serius. Ciri dari gangguan ini adalah
pening dan pingsan akibat berada dalam lingkungan panas pada waktu yang cukup
ama.

Heat cramp
Gejala dari penyakit ini adalah rasa nyeri dan kejang pada kakai, tangan dan
abdomen dan banyak mengeluarkan keringat. Hal ini disebabkan karena ketidak
seimbangan cairan dan garam selama melakukan kerja fisik yang berat di
lingkungan yang panas

Heat exhaustion

9
Diakibatkan oleh berkurangnya cairan tubuh atau volume darah. Kondisi ini terjadi
jika jumlah air yang dikeluarkan seperti keringat melebihi dari air yang diminum
selama terkena panas. Gejalanya adalah keringat sangat banyak, kulit pucat,
lemah, pening, mual, pernapasan pendek dan cepat, pusing dan pingsan. Suhu
tubuh antara (37°C - 40°C)

Heat stroke
Adalah penyakit gangguan panas yang mengancam nyawa yang terkait dengan
pekerjaan pada kondisi sangat panas dan lembab. Penyakit ini dapat menyebabkan
koma dan kematian. Gejala dari penyakit ini adalah detak jantung cepat, suhu
tubuh tinggi 40o C atau lebih, panas, kulit kering dan tampak kebiruan atau
kemerahan, Tidak ada keringat di tubuh korban, pening, menggigil, muak, pusing,
kebingungan mental dan pingsan.

Multiorgan-dysfunction syndrome Continuum


Adalah rangkaian sindrom/gangguan yang terjadi pada lebih dari satu/sebagian
anggota tubuh akibat heat stroke, trauma dan lainnya. Penyakit lain yang bias
timbul adalah penyakit jantung, tekanan darah tinggi, gangguan ginjal dan
gangguan psikiatri. (Climate Change and Health Office Safe Environments
Programme Health Canada, 2006). Penyakit akibat terpapar panas ini diakibatkan
karena naik/turunnya suhu tubuh. Suhu normal tubuh berkisar anatara 37-38oC
(99 – 100oF) (NCDOOL, 2001).

b. Berapa ambang batas dan durasi noise dan vibration yang masih dapat ditolerir?
Ambang batas noise yang dapat ditolerir adalah sampai 85 dB. Durasi yang diizinkan
sebagai arahan untuk jam kerja adalah sebagai berikut:
10
Tabel. Batasan tingkat kebisingan dan jam kerja yang diperbolehkan menurut SNI

Nilai Ambang Batas getaran untuk pemaparan tangan-lengan dengan


parameter percepatan pada sumbu yang dominan: 4 m/det2 atau 0,40 Grav.

Tabel. Batasan tingkat vibrasi dan jam kerja yang diperbolehkan menurut SNI

Aksis horizontal menggambarkan akselerasi dari getaran yang digambarkan


sebagai m/s2. Aksis vertical menggambarkan waktu terjadinya gejala pertama dari
11
white finger. Data yang didapatkan untuk membuat kurva ini terbatas, sehingga
apabila sebaiknya mesin tersebut tidak digunakana apabila paparannya lebih dari 50
m/s2 atau durasi dari paparan melebihi 25 tahun.

c. Bagaimana dampak noise dan vibration yang melebihi ambang batas ?


Berikut dampak noise.
1) Gangguan Fisiologis
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, basal
metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat
menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
2) Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang kosentrasi, susah
tidur, emosi dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat menimbulkan
penyakit, psikosomatik seperti gastristis, penyakit jantung koroner dan lain-lain.
3) Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin
terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum berpengalaman.
Gangguan komunikasi ini secara tidak langsungakan mengakibatkan bahaya
terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena tidak mendengar teriakan
atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan
dan produktifitas kerja.
4) Gangguan keseimbangan
Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan gangguan fisiologis seperti kepala
pusing, mual dan lain-lain
5) Gangguan terhadap pendengaran (Ketulian)
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan
terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat
menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat
progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus menerus di tempat
bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli.

Berikut dampak vibration.


1) Getaran lengan dan tangan (Hand Arm Vibration)
Tenaga kerja normal yaitu yang tidak mengalami gangguan getaran pada
tangannya memperlihatkan sedikit saja penurunan suhu kulit tangan tepat sesudah
12
bekerja mengalami getaran dan suhu kulit tangannya akan naik 1- 2 derajat
sesudah terpapar getaran selama 5 menit.
Bila tenaga kerja terpapar oleh getaran lengan tangan,efek dalam jangka waktu
pendek yang akan timbul adalah kelelahan dan ketidaknyamanan saat bekerja serta
turunnya produktivitas kerja. Pemaparan dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan terjadinya carpal tunnelsyndrome(CTS). Gejala yang timbul akibat
hand arm vibration syndrome adalah: mati rasa yang sifatnya sementara pada
ujung jari tetapi tidak mempengaruhi aktivitas kerja. Selanjutnya ujung jari
memutih, ada rasa sakit jika aliran darah kembali normal. Para teknisi banyak
memberikan perhatian terhadap frekuensi getaran yang menyebabkan fenomin
Raynaud.Frekuensi sekitar 30-40 Hz adalah penyebab terjadinya gejala. Fenomin
Raynaud tidak timbul pada frekuensi kurang dari 35 Hz. Frekuensi diatas 160 Hz
mengakibatkan bukan gejala demikian, melainkan gejala iritasi saraf. Vibrasi dapat
menyebabkan perubahan dalam tendon,otot, tulang dan sendi, dan dapat
mempengaruhi sistem saraf.Secara kolektif, efek vibrasi tangan lengan dikenal
denganhand arm vibration syndrome(HAVS).
Tenaga kerja yang mengalami HAVS akan mengalami:
- Serangan pemutihan(blancing) satu jari atau lebih bila juga terpapar dingin.
- Rangsangan nyeri seperti disengat (tingling) dan kehilangan rasa di jari.
- Kehilangan rasa rabaan lembut.
- Sensasi nyeri dan dingin diantara serangan jari menjadi putih(white finger).
- Kehilangan kekuatan menggemgam.
- Struktur tulang membentuk kista di jari dan pergelangan tangan.

Perkembangan dari HAVS bersifat bertahan dan keparahan semakin lama


semakin meningkat. HAVS mungkin menjadi dapat diamati secara klinis setelah
beberapa bulan atau beberapa tahun. Pada pemaparanhand armvibration, maka
aliran darah(efek vaskular) akan terkena dan menyebabkan kehilangan sensasi raba
(efek neurologis) pada jari. Menurunnya aliran darah dapat mengakibatkan white
finger dalam lingkungan dingin. Keparahan dari sindrom hand arm vibration
tergantung dari beberapa faktor seperti karakteristik dari pemaparan vibrasi,
pelaksanaan kerja, riwayat perorangan, dan kebiasaan. Sindrom getaran tangan
lengan juga dikenal dengan fenomena raynaud akibat kerja. Fenomena raynaud
disebabkan oleh kondisi aliran darah ke ekstremitas terganggu.Faktor lingkungan
kerja berperan dalam terjadinya fenomena tersebut, dimana hal ini biasanya berarti
13
terjadinya konstriksi saluran darah di tangan yang mengarah ke gejala seperti
nyeri, nyeri seperti disengat, serta pemucatan jari dan ibu jari.

2) Getaran seluruh tubuh (Whole Body Vibration)


Suma’mur (1996) menyatakan bahwa efek dari paparan whole body vibration
berbeda –beda tergantung pada tingkatan akselerasi,frekuensi, dan cara
pemaparannya keseluruh tubuh. Secara umum,whole body vibration dapat
menyebabkan nyeri, penglihatan kabur dan gemetaran (shakeness) kerusakan
organ bagian dalam serta nyeri tulang belakang. Ada beberapa efek getaran
seluruh tubuh terhadap kesehatan,seperti:
- Getaran seluruh tubuh dapat menyebabkan kelelahan, sulit tidur, sakit kepala
dan “gemetar” secara singkat setelah atau selama pemaparan. Gejala yang
sama terhadap kesehatan tersebut kebanyakan orang setelah mengalami
perjalanan panjang dengan mobil atau kapal. Setelah seharian mengalami
pemaparan dalam hitungan tahun, getaran seluruh tubuh dapat mempengaruhi
tubuh bagian dalam dan hasilnya pada kerusakan kesehatan.
- Orang –orang dibawah usia 20 tahun khususnya rentan terhadap pengaruh-
pengaruh getaran.Efek – efek getaran yang merugikan dipertinggi dengan
adanya disfungsi otonom, penyakit pembuluh dan syaraf perifer.
- Efek vibrasi dalam tubuh tergantung dari jaringan. Hal ini didapatkan sebesar–
besarnya pada frekuensi alami yang menyebabkan resonansi.Leher dan kepala,
pinggul dan perineum, serta kesatuan otot – otot dan tulang terdiri dari jaringan
lemah dengan bagian keras bersama, dan beresonansi baik terhadap 10 Hz.
Pharynx beresonansi terhadap 13-15 Hz.Getaran –getaran kuat menyebabkan
perasaan sakit yang luar biasa.
- Sistim peredaran darah dipengaruhi hanya oleh getaran –getaran dengan
intensitas tinggi. Tekanan darah,denyut jantung, pemakaian oksigen dan
volume perdenyut berubah sedikit pada intensitas 0,6 g tetapi berubah banyak
pada 1,2 g dengan frekuensi 6-10 Hz. Dari semua alat badan, mata paling
banyak dipengaruhi oleh getaran mekanis . Pada frekuensi sampai dengan 4
Hz, mata masih dapat mengikuti getaran –getaran antara kepala dan sasaran,
sedangkan untuk frekuensi selanjutnya, tidak dapat lagi mata mengikutinya.
Pada frekuensi tinggi, Penglihatan juga terganggu, manakala amplitudo lebih
besar dari jarak dua kali retina. Pengaruh getaran dibawah 16 Hz kepada
cochlea belum diketahui secara pasti dan masih dalam penelitian.
14
- Saat seluruh pekerjaan terpapar, sensitifitas setiap individu beraneka macam
terhadap orang per orang.

Gambaran tangan akibat terpapar vibration secara berlebihan:

d. Bagaimana cara menangani noise dan vibration pada kasus ?


Noise Control and Prevention
 Mengurangi kebisingan berdasarkan sumbernya :
• Desain akustik;
• Decrease energy for driving vibrating system;
• Change coupling between this energy and acoustical radiating system;
• Perubahan struktur sehingga lebih sedikit suara yang dipancarkan.
• Mengganti alat dengan yang tingkat kebisingannya lebih rendah;
• Merubah metode proses produksi.
 Mengurangi kebisingan berdasarkan perubahan tempatnya:
• Meningkatkan jarak antara sumber bunyi dan penerima suara;
• Pengobatan akustik melingkar dengan dinding dan lantai yang menyerap suara
dan mengurangi gema.
• Menutup sumber bising.
 Mengurangi kebisingan berdasarkan pendengarnya :
• Personal protection equipment (PPE ) atau Alat Pelindung Diri (APD)
• Menutup atau mengisolasi pekerja
• Rotasi pekerja untuk mengurangi paparan
• Mengganti jadwal kerja
Cara penanganan phsycal hazard berupa vibration adalah :

15
Cara Pengendalian Getaran Di Tempat Kerja
1) Pengendalian secara teknis
 Menggunakan peralatan kerja yang rendah intensitasnya(dilengkapi dengan
damping/peredam).
 Menambah/menyisipkan damping diantara tangan dan alat, misalnya
membalut pegangan alat dengan karet.
 Memelihara/merawat peralatan dengan baik
Dengan mengganti bagian-bagian yang aus atau memberi pelumasan.
 Meletakkan peralatan dengan teratur.
Alat yang diletakkan di atas meja yang tidak stabil dan kuat dapat
menimbulkan getaran di sekelilingnya.
 Menggunakan remote control.
Tenaga kerja tidak terkena paparan getaran, karena dikendalikan dari jauh.
2) Pengendalian Secara Administrative
Yaitu dengan Cara mengatur waktu kerja, misalnya:
 Merotasi pekerjaan. Apabila terdapat suatu pekerjaan yang dilakukan oleh 3
orang, maka dengan mengacu pada NAB yang ada, paparan getaran tidak
sepenuhnya mengenai salah seorang, tetapi bergantian.
 Mengurangi jam kerja, sehingga sesuai dengan NAB yang berlaku.
3) Pengendalian Secara Medis
Pada saat awal, dan kemudian pemeriksaan berkala setiap 5 tahun
sekali.Sedangakan untuk kasus yang berlanjut, maka interval yang diambil adalah
2-3 tahun sekali.
4) Pemakaian Alat Pelindung Diri (Apd)
Pengurangan paparan dapat dilakukan dengan menggunakan sarung tangan yang
telah dilengkapi peredam getar (busa).

e. Berapa ambang batas suhu yang masih dapat ditolerir ?

16
Nilai Ambang Batas iklim kerja (panas) dengan Indeks Suhu Basah dan Bola
(ISBB) tidak diperkenankan melebihi:
a) Untuk beban kerja ringan : 30,0oC
b) Untuk beban kerja sedang : 26,7oC
c) Untuk beban kerja berat : 25,0oC

f. Bagaimana dampak suhu tinggi yang melebihi ambang batas?

17
Pengaruh Tekanan Panas Pada Manusia
 Heat rash
Merupakan gejala awal dari yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat
tekanan panas. Penyakit ini berkaitan dengan panas, kondisi lembab dimana
keringat tidak mampu menguap dari kulit dan pakaian. Penyakit ini mungkin
terjadi pada sebagaian kecil area kulit atau bagian tubuh. Meskipun telah diobati
pada area yang sakit produksi keringat tidak akan kembali normal untuk 4
sampai 6 minggu.
 Heat syncope
Gangguan induksi panas yang lebih serius. Ciri dari gangguan ini adalah pening
dan pingsan akibat berada dalam lingkungan panas pada waktu yang cukup ama.
 Heat cramp
Gejala dari penyakit ini adalah rasa nyeri dan kejang pada kakai, tangan dan
abdomen dan banyak mengeluarkan keringat. Hal ini disebabkan karena ketidak
seimbangan cairan dan garam selama melakukan kerja fisik yang berat di
lingkungan yang panas.
 Heat exhaustion
Diakibatkan oleh berkurangnya cairan tubuh atau volume darah. Kondisi ini
terjadi jika jumlah air yang dikeluarkan seperti keringat melebihi dari air yang
diminum selama terkena panas. Gejalanya adalah keringat sangat banyak, kulit
pucat, lemah, pening, mual, pernapasan pendek dan cepat, pusing dan pingsan.
Suhu tubuh antara (37°C - 40°C).
 Heat stroke
Penyakit gangguan panas yang mengancam nyawa yang terkait dengan pekerjaan
pada kondisi sangat panas dan lembab. Penyakit ini dapat menyebabkan koma
dan kematian. Gejala dari penyakit ini adalah detak jantung cepat, suhu tubuh
tinggi 40o C atau lebih, panas, kulit kering dan tampak kebiruan atau kemerahan,

18
Tidak ada keringat di tubuh korban, pening, menggigil, muak, pusing,
kebingungan mental dan pingsan.
 Multiorgan-dysfunction syndrome Continuum.
Rangkaian sindrom/gangguan yang terjadi pada lebih dari satu/sebagian anggota
tubuh akibat heat stroke, trauma dan lainnya. Penyakit lain yang bias timbul
adalah penyakit jantung, tekanan darah tinggi, gangguan ginjal dan gangguan
psikiatri. (Climate Change and Health Office Safe Environments Programme
Health Canada, 2006). Penyakit akibat terpapar panas ini diakibatkan karena
naik/turunnya suhu tubuh. Suhu normal tubuh berkisar anatara 37-38oC (99 –
100oF) (NCDOOL, 2001).

g. Bagaimana cara menangani suhu yang terlalu tinggi pada kasus?


1) Eliminasi
Suhu tubuh harus dijaga agar tetap berada pada suhu normal agar seluruh
organ tubuh dapat bekerja dengan normal. Jika terjadi perubahan temperature
tubuh maka beberapa fungsi organ tubuh akan terganggu. Sistem metabolisme
tubuh secara alami dapat bereakasi untuk menjaga kenormalan suhu tubuh seperti
dengan keluarnya keringat, menggigil dan meningkatkan/mengurangi aliran darah
pada tubuh.Untuk pengaturan suhu tubuh secara eksternal ada 7 faktor yang harus
dikontrol yaitu: suhu udara, kelembapan, kecepatan udara, pakaian, aktivitas fisik,
radiasi panas dari berbagai sumber panas dan lamanya waktu terpaan panas.
Salah satu upaya pengendalian suhu dengan cara eliminasi adalah dengan
minum air putih sehingga dapat mengurangi rasa panas pada tubuh, disamping itu
penyesuain tubuh terhadap panas, proses ini berarti membiarkan tubuh secara
bertahap menyesuaikan diri dengan panas. Proses ini menyebabkan suhu tubuh
yang lebih rendah saat bekerja dan istirahat, keringat yang lebih banyak, detak
jantung yang lebih lambat dan konsumsi oksigen yang lebih rendah. Karena hasil
dari proses ini dapat hilang dengan cepat, pekerja harus mengalaminya lagi jika
kembali dari libur yang lebih panjang dari seminggu
2) Subtitusi
Untuk mengendalikan pengaruh pemaparan tekanan panas terhadap tenaga
kerja perlu dilakukan koreksi tempat kerja, sumber-sumber panas lingkungan dan
aktivitas kerja yang dilakukan. Secara ringkas teknik pengendalian terhadap
pemaparan tekanan panas di perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Mengurangi beban panas radiasi dengan cara:
19
a) Menurunkan temperatur udara dan proses kerja yang menghasilkan panas.
b) Mengurangi faktor beban kerja dengan mekanisasi
c) Penyediaan tempat sejuk yang terpisah dengan proses kerja untuk pemulihan
3) Rekayasa Tehnik
a) Mengurangi temperatur dan kelembaban.
Cara ini dapat dilakukan melalui ventilasi pengenceran (dilution
ventilation) atau pendinginan secara mekanis (mechanical cooling). Cara ini
telah terbukti secara dramatis dapat menghemat biaya dan meningkatkan
kenyamanan.
b) Meningkatkan pergerakan udara.
Peningkatan pergerakan udara melalui ventilasi buatan
dimaksudkan untuk memperluas pendinginan evaporasi, tetapi tidak boleh
melebihi 0,2 m/det. Sehingga perlu dipertimbangkan bahwa menambah
pergerakan udara pada temperatur yang tinggi (> 40°C) dapat berakibat kepada
peningkatan tekanan panas
4) Isolasi
Relokasi proses kerja yang menghasilkan panas
5) Tehnik Administrasi
a) Melakukan shift pekerjaan pada tempat panas pada pagi dan sore hari.
b) Mengatur waktu kerja-istirahat secara tepat berdasarkan beban kerja
c) Karena mekanisme ’haus’ atau keinginan minum tubuh terkadang tidak cukup
dirangsang oleh hilangnya cairan tubuh melalui keringat, penting untuk
menjadwalkan minum sekitar setengah gelas tiap setengah jam.
d) Pendidikan
Pekerja harus diajari bagaimana mengenali gejala penyakit yang berhubungan
dengan panas dan bagaimana melakukan pertolongan pertama pada kasus
tersebut. Mereka harus tahu mengapa penyakit dapat timbul dan bagaimana
mencegahnya.
6) Alat Pelindung Diri
Penggunaan tameng panas dan alat pelindung yang dapat memantulkan panas
atau pakaian pelindung yakni pakaian khusus berbahan reflektif atau pakaian
pendingin dapat melindungi pekerja dari panas yang berlebihan, disamping itu
menggunakan bedak penghilang keringat juga penting untuk mencegah biang
keringat, kaca mata, sarung tangan dari kulit dan sepatu kerja.

20
h. Apa dampak penggunaan mesin yang belum memiliki safety guard?
 Gergaji besar, mesin potong ujung, pembagi, mesin potong pas yaitu bahaya
terpotong sangat lah mungkin terjadi terhadap bagian tubuh seperti jari atau
tangan.
 Kaliberasi, penghalusan, pemolesan yaitu bahaya debu-debu yang beterbangan
saat kegiatan kerja dapat menyebabkan gangguan pernapasan.
 Bunyi mesin yang keras menimbulkan kebisingan, bila terpapar lama akan
mengakibatkan gangguan pendengaran.

2. Hazard kimia
- Mengolah marmer yang tersusun atas mineral kalsit dan mineral lainnya.
- Mesin di pabrik (pengeringan, pendempulan, pemanasan, pengolesan, mesin
pengering dan pembersih)
- Pembuangan limbah
a. Apa dampak faktor hazard kimia dari pemakaian gergaji besar, mesin potong ujung,
mesin pembagi, grinding machine, pengeringan, pemanasan, dan pendempulan,
pemolesan, mesin potong pas, dan mesin pengering dan pembersih, dan proses
packing ?
Dari sebagian proses tersebut, akan menyebabkan terjadinya debu. Debu
tersebut bila tidak ditangani dengan benar (seperti penggunaan APN) dapat
menyebabkan dampak kesehatan berupa gangguan saluran pernafasan seperti ISPA.
Pada proses pengeleman dapat saja menimbulkan faktor hazard kimia, seperti lem
yang bersifat korosif, beracun, atau memiliki fumes yang dapat mengganggu
kesehatan.

b. Bagaimana cara mengurangi dampak kimia dari pembuatan marmer itu?


Untuk mengurangi dampak kimia dari pembuatan marmer dibutuhan kombinasi
dari engineering control, work practices, alat protektif, pelatihan untuk pekerja, dan
pengurukuran lainnya untuk melindungi pekerja dari overexposure silica saat
manufacturing, finishing, dan instalasi dari marmer.
- Monitor udara untuk menentukan paparan silica pada pekerja
Kumpulkan debu kristalin silica yang dapat dihirup sebagai sample untuk
menentukan pekerjaan mana yang mengexpose silica yang lebih dari batas. Hal ini
dapat dilakukan dengan konsultasi kepada petugas K3 profesional. Apabila sampel
udara menunjukkan level di atas OSHA’s Permissible Exposure Limit, maka
21
diharuskan untuk mengambil tindakan untuk mengurangsi paparan silica pada
pekerja sampai di bawah batas.
NIOSH Recommended Exposure Limit (REL) merekomendasikan agar
dilakukan pengawasan pada debu silica kristalin yang dapat terhirup sehingga tidak
ada pekerja yang terekspos kepada konsentrasi rata-rata (time-weighted) silica lebih
dari 50 µg/m3 di udara, dengan jam kerja lebih dari 10 jam per hari dari 40 jam
kerja per minggu. Berdasarkan OSHA PEL untuk quartz (bentuk silica kristalin
yang paling sering), dalam 8 jam waktu kerja maksimal 100 µg/m 3. OSHA dan
NIOSH merekomendasikan agar dilakukan aksi protektif sebelum paparan
mencapai NIOSH REL.
- Kontrol paparan debu menggunakan engineering control dan safe work practices.
Engineering control dan work practies menyediakan proteksi terbaik untuk
pekerja dan diimplementasikan terlebih dahulu, sebelum proteksi respiratori
digunakan. NIOSH dan OSHA mengidentifikasikan beberapa pilihan kontrol:
 Engineering control dan penggantian alat untuk manufacturing dan finishing
a) Menggunakan sistem penyemprotan air dan alat yang ada remote kontrol
pada bagian yang menggunakan gergaji atau grinder yang menghasilkan deu
b) Gunakan large bridge atau gantry-like saws biasanya menggunakan
penyemprotan air dan dapat di remote kontrol untuk kontrol debu
c) Hand-held angle grinders dapat dimodifikasi untuk meneluarkan air setelah
kontak dengan marmer
d) Wet-edge milling machines atau stone routers dapat menggantikan dry
grinder
e) Gunakan hand tool (drill, masonry saw, grinders) yang dilengkapi dengan
kain dan vacuum dengan filter HEPA (high-efficiency particulate air)
apabila metode basah tidak dapat digunakan.
f) Install sistem LEV (Large Exhaust Ventilation) pada lokasi yang terfiksir
untuk menangkap debu
g) Gunakan kombinasi dari kontrol ventilasi dan air, bila perlu
 Work practices
a) Gunakan alat pembersih yang basah atau vacuum HEPA-filter daripada alat
pembersih kering dan kompresi udara
b) Ganti filter air dan udara seperlunya untuk mengontrol debu
c) Atur aliran air seperlunya untuk mengontrol debu, mengikuti rekomendasi
dari rate aliran air dari manufacturer
22
d) Cuci batu terlebih dahulu sebelum dipotong
e) Terapkan prosedur housekeeping untuk air lumpur dan debu.
Pada area dengan paparan yang tinggi, seperti pada pekerjaan memotong
atau memoles yang menghasilkan debu silica, sediakan vacuum HEPA-filtered
untuk membersihkan baju pekerja dan air untuk mencuci tangan, muka, dan
rambut.
 Identifikasi dan isolasi operasi yang menghasilkan debu
a) Melalui monitoring udara, identifkasi aktivitas dengan paparan tinggi yang
berhubungan dengan finising. Biasanya hal ini melibatkan angle grinding,
atau tipe grinding lain dan memotong dengan gergaji
b) Isolasi opersi yang menghasilkan debu silica dengan enclosure (area yang
dilindungi dengan barrier natural atau artificial) atau dinding. Enclosure
lebih efektif dengan penggunaan LEV
c) Alternative lainnya, enclose pekerja, apabila mungkin, dengan
menempatkannya di booth kontrol.
d) Pada kasus yang berat mungkin dibutuhkan untuk mengisolasi pekerjaan
finishing pada area yang berbeda. Hal ini lebih sering dibutuhkan apda
proses manufaktur karena konten silica yang tinggi
- Untuk instalasi operasi pada ruangan residensial dan komersial
 Lakukan pekerjaan pada bengkel yang dikontrol, atau laukan pekerjaan di luar,
atau dengan area yang ventilasinya bagus untuk mengurangi paparan debu silica
yang respirable
 Metode basah untuk kontrol debu mungkin tidak dapat dipakai pada cabinet,
dinding, atau lantai, sehingga metode supresi lain (seperti LEV) harus digunakan
saat operasi
 Penggunaan alat grinding atau drilling dilengkapi dengan pembersih debu dan
ditambah dengan LEV dan HEPA filter.
 Gunakan vacuum HEPA-filtered untuk membersihkan debu secepatnya.
- Sediakan proteksi respirasi apabila dibutuhkan untuk melindungi pekerja
Apabila engineering dan work practice controls tidak membatasi paparan silica
sampai OSHA PEL, maka pekerja harus diberikan respirator. Apabila respirator
dibutuhkan, program proteksi respirasi harus memenuhi syarat dari OSHA’s
Respiratory Protection Standard (29 CFR 1910.134). Program ini termasuk dari
seleksi respirator, fit testing, evaluasi klinis, dan pelatihan.

23
Apabila disediakan respirator, gunakan minimal NIOSH approved N95
respirator. Apabila level silika lebih dari 10 kali dari PEL, half-face respirator tidak
cukup melindungi dan dibutuhkan respirator dengan proteksi yang lebih kuat, seperti
full-facepiece respirator yang dapat melindungi pekerja sampai level silika 50 kali
dari PEL. Powered air-purifying respirators (PAPR) juga menyediakan proteksi yang
lebih dari half-face air-purifying respirator.
- Sediakan pelatihan dan informasi tentang hazard silika dan kimia lainnya ke pekerja
OSHA’s Hazard Communication standard mengharuskan pekerja dibekali dengan
pelatihan dan informasi tentang zat kimia yang hazardous di tempat kerja. Pelatihan
dan informasi diberikan dengan bahasa yang dapat dimengerti pekerja. Program
yang dipersiapkan:
 Siapkan dan implementasikan program komunikasi hazard secara tertulis
 Berikan pelatihan dan informasi tentang hazard silica dan kimia lainnya di
tempat kerja
 Berikan akses pekerja ke Safety Data Sheets (SDSs) tentang silika dan kimia
berbahaya yang mungkin terpapar saat manufacturing, finishing, dan instalasi
 Pastikan kontainer dari zat kimia berbahaya telah diberi label
- Pertimbangkan monitoring kesehatan pada pekerja yang terpapar silica
OSHA merekomendasikan penyediaan pemeriksaan kesehatan untuk pekerja
yang terekspos silica tepat di batas atau di atas satu setengah dari PEL. Pemeriksaan
yang direkomendasikan:
 Pemeriksaan kesehatan yang terfokus pada sistem respirasi dan termauk riwayat
pekerjaa dan penyakit
 X-ray dada, dievaluasi oleh profesional
Penanggungjawab dari tempat kerja sebaiknya konsultasi dengan klinisi untuk
mengetahui efek kesehatan akibat silika saat menciptakan program monitoring
kesehatan.

24
c. Apa dampak faktor hazard kimia pembuangan limbah open dumping pada kasus?
1) Terjadi pencemaran udara oleh gas, bau dan debu.
2) Pencemaran air tanah oleh air lindi.
3) Resiko kebakaran cukup besar
4) Mendorong tumbuhnya sarang vektor penyakit (tikus, lalat, nyamuk).
5) Mengurangi estetika lingkungan.
6) Lahan tidak dapat digunakan kembali.

d. Bagaimana cara mengurangi dampak kimia dari pembuangan limbah open dumping
pada kasus?
Open dumping merupakan metode pembuangan limbah yang tidak
diperbolehkan lagi. Open dumping memiliki banyak dampak, contohnya adalah
pencemaran air tanah di sekitar tempat pembuangan dan penumpukan gas karena tidak
ada system pembuangan yang baik.
Untuk mengurangi dampak kimianya, metode open dumping harus dihentikan
dan diganti dengan metode sanitary landfill. Dengan metode ini, dampak-dampak
yang terjadi akan berkurang. Jika tidak bisa menggunakan metode ini karena satu atau
lain hal, untuk mengurangi dampaknya, PT. ARWN setidaknya harus melakukan open
dumping pada tempat yang jauh dari lokasi pemukiman warga atau karyawannya,
sehingga tidak terlalu berdampak ke mereka.

3. Hazard biologi
- Daerah OI merupakan daerah endemic DBD
- Air yang digunakan ditemukan bakteri coliform
- Kantin tidak memiliki sertifikat dan kokinya belum pernah dilakukan tes kesehatan
a. Apa dampak hazard biologi pembuangan limbah “open dumping” pada kasus?
Open Dumping (lahan urug terbuka) yaitu metode penimbunan terbuka dan
sering disebut metode kuno. Pada tahap ini sampah dikumpulkan dan ditimbun bagitu
saja dalam lubang yang dibuat pada suatu lahan, sehingga lama-kelamaan timbunan
sampah akan menjadi tempat tinggal dari vector berbahaya seperti nyamuk, lalat, dan
serangga lainnya selanjutnya akan mengganggu kualitas kesehatan warga sekitar atau
bahkan mampu menyebabkan penyakit.

b. Bagaimana dampak dari kantin dan kokinya pada kasus (Hieginitasnya)?

25
Kantin yang tidak ada sertifikat pada kasus ini dapat mengakibatkan dampak
biologi pada pekerja di PT. ARWN. Tempat, jenis makanan, dan kebersihan makanan
tidak akan sesuai dengan standar, yang artinya akan banyak bakteri dan virus bakteri,
ataupun debu yang bisa masuk ke makanan. Hal ini akan mengakibatkan penyakit
seperti diare, ditambah lagi keadaan air yang mengandung bakteri coliform. Kantin
pada tempat kerja yang jumlah pekerjanya banyak seperti ini harusnya sesuai standar
kesehatan, karena akan lebih mudah menyebar bahayanya ke pekerja lain.
Koki yang tidak pernah di tes kesehatan juga demikian. Cara memasak dan
kebersihan koki mungkin akan menjadi masalah bagi masakan yang diberikan ke
pekerja PT. ARWN.

c. Bagaimana kantin dan koki yang seharusnya?


Kantin
- Kantin terpisah dibutuhkan apabila terdapat 10 atau lebih pekerja yang makan di
tempat kerja padasatu waktu atau apabila lingkungan kerja menyebabkan resiko
kesehatan dan keselamatan pekerja saat menyiapkan makanan atau makan di
tempat kerja
- Kantin harus:
 Higinis dan waterproof
 Terpisah dari semua hazard (termasuk noise, heat, kontaminasi atmosferik dan
fasilitas toilet)
 Terpisah dari proses kerja apapun
 Temperature sekitar 20-26 C°
- Ukuran dari kantin: menyediakan ruang 1 m/s2 untuk masing-masing orang yang
akan menggunakan kantin ada satu waktu. Ruang yang dikalkulasikan bebas dari
segala furniture, fitting, atau obstruksi. Apabila kanting yang disediakan untuk 10
orang maka minimal 10 m/s2, ditambah dengan ruang tambahan untuk furniture,
fitting seperti wastafel dan tempat duduk, dan obstruksi seperti pillar
- Penanggungjawab pekerja harus memastikan bahwa kantin tersebut dapat
mengakomodasi seluruh pekerja yang akan menggunakannya dan pekerja dapat
mengakses fasilitas secara gratis.
- Meja dan Kursi
 Meja yang disediakan minimal lebar 600 mm dan kedalaman 300 mm untuk
space meja per orang

26
 Kursi yang digunakan dengan back support per orang
- Food handling dan hygiene
 Fasilitas harus dilengkapi dengan fasilitas yang mudah dipakai, termasuk
pekerja dapat menyiapkan dan mengkonsumsi makanan pada kondisi yang
higinis
 Fasilitas harus menyediakan alat untuk mencuci, seperti wastafel dan tempat
pengering dengan air hangat dan dingin, ember atau tub adalah alternative
apabila fasilitas tetap tidak mungkin digunakan. Hal ini harus tetap bersih dan
hanya digunakan untuk mencuci. Alat untuk mencuci dan detergen juga harus
disediakan.
 Fasilitas penghangat makanan, seperti microwave, harus disediakan
 Penyimpanan yang vermin dan dust-proof harus disediakan untuk makanan
dan alat makan. Hal ini termasuk kulkas yang dapat menyimpan makanan
untuk pekerja yang menggunakan fasilitas.
- Tempat sampah atau container dibutuhkan untuk fasilitas kantin dan dikosongan
minimal 1 hari sekali. Tempat sampah harus fly and vermin-proof
- Air mendidih dan air minum yang bersih harus ada di kantin. Suplai air harus
terpisah dari wastafel yang digunakan untuk mencuci tangan. Alat yang
- menyediakan air mendidih seperti termos dapat digunakan untuk tempat kerja
dengan jumlah yang sedikit.
- Harus ada air yang cukup untuk persediaan pekerja. Air harus memenuhi kualitas
air yang diminum.

d. Bagaimana dampak dari penggunaan air dari sumur sendiri yang mengandung
coliform?
Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup didalam saluran
pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri
patogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri indikator adanya
pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi indikator pencemaran
dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri
patogen. Selain itu, mendeteksi coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana
daripada mendeteksi bakteri patogenik lain. Contoh bakteri coliform adalah,
Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes. Jadi, coliform adalah indikator kualitas
air. Makin sedikit kandungan coliform, artinya, kualitas air semakin baik.

27
E. coli sebagai suatu hal yang bersifat patogen pada penyakit diare manusia. Dua
tipe toksin E.coli disebut sebagai toksin labil dan toxin stabil. Jika bakteri E. coli
terdapat dalam air, maka air tersebut berbahaya bagi para pekerja di PT ARWN dan
dapat menimbulkan penyakit misalnya diare

e. Apa yang dapat dilakukan untuk menangani dampak penggunaan air dari sumur
sendiri yang mengandung coliform?
 Mengelola Air Bersih dengan Penyaringan dan perebusan
Meski tampak bersih, air yang akan diminum harus disaring dan direbus hingga
mendidih setidaknya selama 5-10 menit. Hal ini dapat membunuh bakteri, spora,
ova, kista dan mensterilkan air. Proses ini juga menghilangkan karbon dioksida
dan pengendapan kalsium karbonat.
 Menggunakan Filter air
Ada beberapa jenis filter, antara lain filter keramik lilin dan UV filter.
Bagian utama dari sebuah filter keramik lilin ini adalah lilin yang terbuat dari
porselin atau tanah infusorial. Permukaannya dilapisi dengan katalis perak
sehingga bakteri yang masuk ke dalam akan dibunuh. Metode ini menghilangkan
bakteri yang biasanya ditemukan dalam minum air, tetapi tidak efektif dengan
virus yang bisa lolos saringan.

f. Bagaimana cara menangani isu kesehatan berupa penyakit endemik pada kasus?
Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu:
1) Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi
tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan
desain rumah.
PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah agar
nyamuk tidak berkembang tidak dapat berkembang biak. Pada dasarnya PNS ini
dapat dilakukan dengan:
 Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya
seminggu sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa perkembangan
telur agar berkembang menjadi nyamuk adalah 7-10 hari.

28
 Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan tempat
air lain dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada tempat-tempat
tersebut.
 Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya seminggu
sekali.
 Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas
terutama yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentik-jentik
nyamuk, seperti sampah kaleng, botol pecah, dan ember plastik.
 Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dengan
menggunakan tanah.
 Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan
salurannya kembali jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah dari daun.
2) Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan
jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan
cupang pada kolam atau menambahkannya dengan bakteri Bt H-14
3) Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian
nyamuk serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara
pengendalian ini antara lain dengan:
 Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion yang
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan Aides aegypti sampai batas
tertentu.
 Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air
seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.

Pemberantasan Sarang Nyamuk


PSN merupakan tindakan untuk memutus mata rantai perkembangan nyamuk.
Tindakan PSN terdiri atas beberapa kegiatan antara lain:
1) 3 M
3M adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan
menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara:
a) Menguras:
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan,
ember, vas bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.
29
b) Menutup:
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum,
dan lain-lain.
c) Mengubur:
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat
menampung air hujan.
2) Memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk
3) Cegah gigitan nyamuk dengan cara:
a) Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras
atau sulit air dengan menaburkan bubuk temephos (abate) atau altosoid 2-3
bulan sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram
altosoid untuk 100 liter air. Abate dapat di peroleh/dibeli di Puskesmas atau di
apotek.
b) Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
c) Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
d) Memasang kawat kasa di jendela dan di ventilasi
e) Tidak membiasakan menggantung pakaian.
f) Gunakan sarung kelambu waktu tidur

5) Hazard psikososial
- Shift kerja 8 jam sehari dengan 6 hari dalam seminggu
- Narkoba dan alcohol yang tinggi.
a. Bagaimana lama shift kerja di perusahaan tersebut dan berapa lama seharusnya?
Dari segi hazard yang ditemukan, yang berpengaruh disini adalah suhu dan
berat dari barang yang diangkat oleh pekerja pabrik. Hazard akan suhu
mengaharuskan pekerja pengangkat batu marmer untuk tidak bekerja dengan suhu
lebih dari 25OC. Pengaturan jam kerja yang diperkenankan adalah sebagai berikut:
No Pengaturan waktu kerja ISBB ( OC )
setiap jam Beban Kerja

Waktu kerja Waktu Ringan Sedang Berat


istirahat
1. 75% 25% 30,6 28,0 25,9
2. 50% 50% 31,4 29,4 27,9
3. 25% 75% 32,2 31,1 30,0

30
Tabel. Pengaturan jam kerja berdasarkan tipe pekerjaan dan suhu lingkungan
berdasarkan SNI

b. Apa dampak hazard psikososial lamanya shift kerja tersebut?


- Merasa depresi
- Tidak puas terhadap jam kerja mereka
- Cepat marah
- Stress yang meningkat

c. Bagaimana cara menangani isu frekuensi alkohol dan narkoba pada kasus?
Adapun salah satu cara pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika itu salah satunya adalah dengan dilakukannya
pemeriksaan/tes narkotika terhadap karyawan. Aturan spesifik tentang tes narkotika
dapat kita jumpai dalam Pasal 6 Permenakertrans 11/2005:
(1) Pengusaha dapat meminta pekerja/buruh yang diduga menyalahgunakan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya untuk melakukan tes dengan biaya
ditanggung oleh perusahaan.
(2) Pelaksanaan tes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh
sarana pelayanan kesehatan atau laboratorium yang berwenang sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Hasil tes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dijaga kerahasiaannya
sebagaimana yang berlaku bagi data rekam medis lainnya.
(4) Berdasarkan hasil tes sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dokter yang telah
mendapatkan pelatihan di bidang narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya
dapat menetapkan apakah pekerja/buruh harus mengikuti perawatan dan atau
rehabilitasi.

Berbicara mengenai sanksi seperti yang Anda tanyakan, pengusaha dapat


menjatuhkan tindakan disiplin kepada pekerja/buruh dalam hal pekerja/buruh tidak
bersedia untuk mengikuti program pencegahan, penanggulangan, perawatan dan atau
rehabilitasi akibat penyalahgunaan narkotika, psikotropika atau zat adiktif lainnya,
demikian yang dikatakan dalam Pasal 7 ayat (2) Permenakertrans 11/2005.
Apabila ternyata berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan bahwa karyawan
yang bersangkutan memiliki atau mengedarkan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya di tempat kerja, maka berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Permenakertrans 11/2005
31
pengusaha atau pekerja/buruh harus segera melaporkan kepada Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
P4GN atau Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkoba diantaranya sebagai berikut:
1) Penyusunan kebijakan yang jelas dan komprehensif
Kebijakan tentang P4GN di perusahaan / lingkungan kerja ini perlu disusun bagi
para manajemen dan karyawannya dalam melaksanakan program P4GN di
lingkungan kerja tersebut. Dengan kebijakan yang jelas, yang berisi aturan dan
sanksi di bidang penyalahgunaan narkoba maka para karyawannya akan dapat
dengan mudah memedomaninya dan diharapkan para karyawan tidak berani
mencoba-coba menyalahgunakan narkoba.
2) Pelatihan Supervisor (Pengawas)
Para Supervisor / Pengawas memiliki kesempatan untuk berhubungan langsung
dengan para karyawan. Mereka berada pada posisi yang strategis untuk mendeteksi
masalah-masalah dalam pekerjaan yang menunjukan penyalahgunaan narkoba bagi
karyawannya. Para pengawas perlu mengetahui bagaimana mendeteksi gejala –
gejala penyalahgunaan narkoba dan apa yang seharusnya dilakukan apabila
menemukan penyalahgunaan narkoba di lingkungan perusahaan.
3) Pendidikan bagi karyawan
Para karyawan harus menyadari dan memahami tentang lingkungan kerja bersih
narkoba. Segenap karyawan harus mempunyai komitmen yang kuat tentang
lingkungan kerja bebas narkoba, untuk memberikan pemahaman tersebut
diperlukan pendidikan bagi karyawan tentang bahaya penyalahgunaan narkoba.
4) Penyediaan bantuan bagi karyawan
Para karyawan adalah sumber daya yang sangat berharga. Penyalahgunaan
narkoba akan menyebabkan masalah besar bagi sumber daya manusia. Ada
beberapa hal yang bisa dilaksanakan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut
dengan memberikan bantuan bagi karyawan.
5) Pemeriksaan Urine ( Urine Test )
Pemeriksaan urine ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada penyalahgunaan
narkoba di lingkungan kerja, disamping itu untuk memberi efek jera apabila ada
yang pernah menyalahgunakan narkoba karena mereka merasa diawasi dengan
adanya pemeriksaan urine (test urine).
6) Sertifikasi kepada perusahaan yang bebas narkoba

32
Sertifikasi kepada perusahaan ynag bersih dari penyalahgunaan narkoba
dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi perusahaan dalam melaksanakan
program P4GN di perusahaan, sehingga dicapai perusahaan yang bebas
penyalahgunaan narkoba dan mendapatkan sertifikat dari BNN/BNNP. Dengan
demikian perusahaan sudah ikut berperan serta dalam menciptakan lingkungan
kerja yang bebas dari penyalahgunaan narkoba.

6) Hazard ergonomik
- Proses packing dengan mengangkut beban yang berat
- Shift kerja 8 jam sehari dengan 6 hari dalam seminggu
a. Apa dampak faktor hazard ergonomik dari pemakaian gergaji besar, mesin potong
ujung, mesin pembagi, grinding machine, pengeringan, pemanasan, dan
pendempulan, pemolesan, mesin potong pas, dan mesin pengering dan pembersih,
dan proses packing?
Bahaya dari resiko aergonomik adalah :
i. Repetitive Motions
Adalah melakukan gerakan yang sama berulang-ulang. Resiko yang timbul
bergantung dari berapa kali aktifitas tersebut dilakukan, kecepatan dalam
pergerakan/perpindahan, dan banyaknya otot yang terlibat dalam kerja tersebut.
Gerakan yang berulang-ulang ini akan menimbulkan ketegangan pada syaraf dan
otot yang berakumulatif. Dampak resiko ini akan semakin meningkat apabila
dilakukan dengan postur/posisi yang kaku dan penggunaan usaha yang terlalu
besar.
ii. Awkward Postures

Sikap tubuh sanga menentukan sekali pada tekanan yang diterima otot pada
saat aktivitas dilakukan. Awkward postures meliputi repetitive reaching, twisting,
bending, kneeling, squatting, working overhead dengan tangan maupun lengan,
dan menahan benda dengan posisi yang tetap. Sebagai contoh terdapat

33
tekanan/ketegangan yang berlebih pada bagian low back seperti aktifitas
mengangkat benda yang dilakukan pada gambar.
iii. Contact Stresses

Tekanan pada bagian tubuh yang diakibatkan karena sisi tepi atau ujung dari
benda yang berkotak langsung. Hal ini dapat menghambat fungsi kerja syaraf
maupun aliran darah. Sebagai contoh kontak yang berulang-ulang dengan sisi
yang keras/tejam pada meja secara kontinu
iv. Vibration
Getaran ini terjadi ketika spesifik bagian dari tubuh atau seluruh tubuh kontak
dengan benda yang bergetar seperti menggunakan power handtool dan
pengoprasian forklift mengangkat beban

v. Forceful exertions (termasuk lifting, pushing, pulling)

Force adalah jumlah usaha yang digunakan untuk melakukan pekerjaan seperti
mengangkat benda berat. Jumlah tenaga bergantung pada tipe pegangan yang
digunakan, berat objek, durasi aktivitas, poster tubuh dan jenis dari aktivitasnya.
vi. Duration
Durasi menunjukkan jumlah waktu yang digunakan dalam melakukan suatu
pekerjaan. Semakin lama durasinya dalam melakukan pekerjaan yang sama akan
34
semakin tinggi resiko yang diterima dan semakin lama waktu yang diperlukan
untuk pemulihan tugasnya.

Metode yang digunakan untuk menilai risiko ergonomis adalah :


1) Baseline Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF) Survey
Baseline Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF) Survey merupakan
metode yang digunakan untuk menilai faktor risiko ergonomic di tempat kerja
yang dapat menyebabkan terjadinya Cummulative Trauma Disorders (CTS/nama
lain dari MSDs). Metode BRIEF survey menggunakan tiga langkah yang
dilakukan dalam penilaiannya yaitu penilaian faktor risiko ergonomic di
lingkungan kerja, survei gejala terhadap pekerja dan hasil pemeriksaan kesehatan
secara medis (Bramson et al., 1998).
Faktor risiko yang dinilai dalam BRIEF meliputi postur pergelangan tangan
dan tangan (kanan dan kiri), siku (kanan dan kiri), leher, punggung, dan kaki.
Metode ini juga menilai beban, durasi dan frekuensi yang dialami masing-masing
postur yang diukur. BRIEF memberikan penilaian risiko CTS pada masing-masing
postur diatas. BRIEF survey dapat menilai faktor risiko MSDs yang tergolong
tinggi yang ada di lingkungan kerja. Selain itu BRIEF juga melakukan evaluasi
terhadap pekerjaan dan lingkungan kerja untuk ditinjau lebih lanjut seperti getaran,
tekanan mekanik dan temperature yang rendah.
Metode BRIEF menghitung semua postur tubuh dengan jelas termasuk durasi,
frekuensi dan beban yang diterima masing-masing postur yang diukur. Selain itu
metode ini juga menggunakan survey gejala dan hasil dari pemeriksaan kesehatan,
sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat. Metode ini membutuhkan data lebih
banyak sehingga tidak mudah untuk digunakan pada semua sektor industry seperti
sektor usaha informal.

2) Quick Exposure Checklist (QEC)


Merupakan metode yang dapat dipakai untuk menilai secara cepat risiko
pajanan terhadap Work-Related Musculoskeletal Disorders (WMSDs) atau
gangguan otot rangka yang berhubungan dengan pekerjaan (Li and Buckle, 1999a
dalam stanton et al., 2005). Metode ini dikembangkan dan dievaluasi oleh Dr.
Guangyan Li dan Profesor Peter Buckle yang didukung oleh penelitian dari Roben
Center for Health ergonomic, University of Survey dan 150 praktisi Kesehatan dan
Keselamatn Kerja United Kingdom (HSE UK, 2005).
35
QEC focus pada penelitian pajanan dan perubahanya yang bermanfaat untuk
intervensi di tempat kerja yang penilaiannya dilakukan dengan cepat. Metode ini
menilai gangguan risiko yang terjadi pada bagian belakang punggung,
bahu/lengan, pergelangan tangan, dan leher serta kombinasinya dengan faktor
risiko durasi, repetisi, pekerjaan statis dan dinamis, tenaga yang dibutuhkan, dan
kebutuhan visual. Selain itu, metode ini juga melihat ada atau tidaknya pengaruh
getaran dan tekanan psikososial dalam penilaiannya. Konsep dalam penilaian
metode ini adalah melihat skor pajanan ergonomic untuk bagian tubuh tertentu
dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya dengan cara melihat kombinasi faktor
risiko ergonomic yang hadir secara bersamaan di tempat kerja. Metode dalam
penilaian QEC melibatkan observasi langsung oleh peneliti dan kuesioner untuk
pekerja, dimana hasil penilaiannya akan dikalkulasikan sesuai dengan ketentuan
QEC. Scoring untuk QEC berdasarkan persentase hasil penilaian QC sendiri yaitu
≤ 40% (dapat diterima), 41-50% (perlu adanya investigasi lanjutan), 51-70%
(investigasi lebih lanjut dan perubahan segera), > 70% (investigasi dan perubahan
segera) (Stanton et al., 2005).
Metode ini menilai beberapa faktor fisik utama terhadap MSDs dan
mempertimbangkan kombinasi/interaksi dari berbagai faktor risiko di tempat kerja.
Selain itu metode ini juga mempertimbangkan kebutuhan pengguna, mudah
dimengerti, cept dan dapat dilakukan oleh peneliti yang belum berpengalaman.
Akan tetapi metode ini hanya berfokus pada faktor fisik di tempat kerja saja,
kurang mendetail dalam menilai postur kerja dan butuh pelatihan bagi orang baru
yang menggunakan metode ini untuk meningkatkan reabilitas penilaian.

3) Ovako Working Posture Analyzing System (OWAS)


Rapid Entire Body Assessment (REBA) adalah sebuah metode yang
dikembangkan dalam bidang ergonomic dan dapat digunakan secara tepat untuk
menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan dan
kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga dipengaruhi oleh faktor coupling,
beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktivitas pekerja.
Entire Body Assissment (REBA) adalah suatu metode dalam bidang ergonomi
yang digunakan secara cepat untuk menilai postur leher, punggung, lengan,
pergelangan tangan dan kaki seorang pekerja. REBA adalah alar penganalisa
postur tubuh yang bisa memeriksa akti vitas kerja. (Modul Praktikum "Sistem
Kerja dan Ergonomi"). Metode Inl juga dilengkapi dengan faktor coupling, beban
36
ekstemal, dan aktivitas kelja. Dalam metode ini, segmen-segmen tubuh dibagi
menjadi dua grup, yaitu grup A dan Grup B. Grup A terdiri dari punggung (batang
tubuh), leher dan kaki. Sedangkan grup B terdiri dari lengan atas, lengan bawah
dan pergelangan tangan. Penentuan skor REBA, yang (skor A dan B) digunakan
untuk menentukan skor C. Skor REBA diperoleh dengan menambahkan skor
aktivitas pada skor C. Dari nilai REBA dapat diketahui level resiko cedera.

4) Rapid Upper Limb Assessment (RULA)


Rapid Upper Limb Assessment (RULA) merupakan metode yang digunakan
untuk mengukur faktor risiko musculoskeletal disorders pada leher dan tubuh
bagian atas. RULA dikembangkan oleh McAtamney dan Corlett dari University of
NNottingham Institute of Occupational Ergonomics, United Kingdom pada tahun
1993 (Stanton et al., 2005).
RULA menghitung faktor risiko ergonomic pada pekerjaan dimana
pekerjaannya banyak melakukan pekerjaan dalam posisi duduk atau berdiri tanpa
adanya perpindahan. RULA menghitumg faktor risiko berupa postur,
tenaga/beban, pekerjaan statis dan repetisi yang dilakukan dalam pekerjaan. Focus
utama penilaian RULA yang diukur secara detail yaitu postur dari bahu/lengan
atas, siku/lengan bawah, pergelangan tangan, leher dan pinggang. Selain itu RULA
juga mempertimbangkan adanya beban dan perpindahan yang dilakukan dalam
penilaiannya. RULA juga menilai posis kaki apakah stabil atau tidak.
RULA bertujuan untuk mengukur risiko musculoskeletal sebelum dan sesudah
adanya modifikasi tempat kerja, mengevaluasi hasilnya dan memberitahukan pada
pekerja mengenai risiko yang berhubungan dengan musculoskeletal karena postur
kerja. Prosedur penilaian menggunakan metode RULA mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
- Memilih postur yang akan dinilai pada masing-masing task dalam suatu
pakerjaan.
- Postur dinilai berdasarkan skor-skor dalam lembar penilaian RULA kemudian
mengkalkulasikannya berdasarkan diagram RULA.
- Hasil scoring dikonversikan berdasarkan level tindakan pada ketentuan RULA

Metode RULA merupakan metode yang mengukur postur tubuh bagian atas
yang mudah dipahami dan mudah dilaksanakan karena pada metode ini telah
disediakan petunjuk-petunjuk mengenai tata ara penilaian pada masing-masing
37
postur yang diukur. Metode ini juga tidak membutuhkan waktu yang lama dalam
penilaiannya. Selain itu metode ini juga dapat mengukur faktor risiko ergonomic
lainnya berupa force/beban, repetisi dan durasi/pekerjaan statis. Akan tetapi
metode ini hanya mengukur faktor fisik yang ada di sebuah pekerjaan/task, metode
ini tidak mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti
getaran, suhu, faktor psikososial, dll. Disamping itu dibutuhkan pelatihan lebih
lanjut oleh pengguna awal dalam menggunakan metode ini untuk hasil yang lebih
baik.

5) The Ovako Working Posture Analysis System (OWAS)


The Ovako Working Posture Analysis System (OWAS) merupakan suatu
metode yang digunakan dalam mengevaluasi postur tubuh pekerja selama bekerja,
dengan menganalisa berdasarkan klasifikasi sederhana dan sistematik dari postur
saat bekerja yang dikombinasikan dengan observasi dari kegiatan pekerjaan.
OWAS mengizinkan pengguna OWAS untuk mengestimasi berdasarkan beratnya
objek yang diangkat ataupun kekuatan yang digunakan saat bekerja. Dalam
perhitungannya, metode ini juga mengikutsertakan waktu observasi dan kaitannya
dengan kegiatan pekerjaan yang memungkinkan menghubungkan setiap postur
yang dilakukan dengan kegiatan pekerjaan yang mempengaruhinya (ILO,1998).
Metode OWAS ini dapat diaplikasikan antara lain di area:
- Pengembangan lingkungan kerja atau metode kerja untuk mengurangi beban
pada musculoskeletal dan membuatnya lebih aman serta produktif.
- Untuk merencanakan tempat kerja baru maupun metode kerja yang baru.
- Dalam melakukan survey ergonomi.
- Dalam penelitian dan pengembangan.
Fokus yang dinilai adalah postur tubuh, pergerakan saat bekerja, frekuensi dari
struktur kegiatan kerja, posisi kegiatan kerja didalam sebuah proses kerja,
kebutuhan intervensi pada desain pekerjaan dan lingkunagan kerja, distribusi
pergerakan tubuh, beban dan tenaga yang dibutuhkan saat bekerja.

Tabel. Kelebihan dan Kekurangan Metode OWAS


Kelebihan Kekurangan

38
1. 1. Mudah digunakan 1. 1. Tidak ada perbedaan klasifikasi
2. 2. Hasil observasi bisa antara lengan kiri dan kanan.
dibandingkan dengan benchmarks2. 2. Tidak memperhitungkan mengenai
untuk menentukan prioritas posisi siku, pergelangan tangan atau
intervensi tangan.
3. 3. Angka pada tiap bagian tubuh
bisa digunakan untuk
perbandingan sebelum dan
sesudah intervesi untuk
mengevaluasi keefektifitasannya
4. 4. Angka pada tiap bagian tubuh
bisa digunakan untuk studi
epidemiologi

b. Apa dampak hazard ergonomik lamanya shift kerja tersebut?


Shift kerja yang terlalu lama untuk pekerja berat akan menimbulkan dampak
MSD’s, low back pain dan sakit otot lain sangat rentan pada pekerja yang
mengangkat barang berat dalam waktu yang lama. Terlalu lama berdiri dan bergerak
juga akan mengakibatkan musculoskeletal disorder.

c. Bagaimana cara mengurangi dampak lamanya shift kerja?


Lamanya shift kerja pada kasus ini dampaknya dapat dikurangi dengan menambah
waktu atau memperbanyak waktu istirahat antar jam kerja. Bekerja secara terus
menerut akan memperberat resiko terjadinya MSD’s. dengan menambah waktu
istirahat yang digunakan untuk duduk dan meluruskan badan.
Cara lain adalah dengan pemanasan atau senam sebelum bekerja, terutama untuk
pekerja yang mengangkat marmer berat secara terus menerus. Hal ini akan
mengurangi resiko terjadinya kaku otot maupun keseleo selama mengangkat barang
barang berat.
Cara lainnya adalah dengan pembenaran postur tubuh saat melakukan pekerjaan.
Saat mengangkat barang berat, pekerja harus jongkok saat mengambil barang yang
berada di bawah.

39
7. Masalah kesehatan dan lingkungan
- Kualitas air : mengandalkan air tanah yang mengandung Fe dan Mn, penampungan
dari air hujan serta adanya bakteri dalam air
- Limbah : open dumping dan limbah cair dialirkan ke kolam khusus
- Kesehatan : dokter hanya ada dihari kamis hingga jam 12 siang, 5 besar peyakit dalam
1 tahun ( ISPA, MSD’s, DBD, Diare,luka dan terjepit)
a. Bagaimana seharusnya pembuangan dan pengelolaan limbah?
Merubah metode Open dumping menjadi Sanitary Landfill, lahan penimbunan
dibagi atas beberapa area yang dibatasi oleh tanggul/parit. Penutupan timbunan tanah
dilakukan setiap hari sehingga masalah bau, asap dan lalat dapat dikurangi.
Jenis-jenis proses pengolahan limbah secara fisik dan kimia antara lain:
1) Proses pengolahan secara kimia:
- Reduksi-Oksidasi
- Elektrolisasi
- Netralisasi
- Presipitasi/Pengendapan
- Solidifikasi/Stabilisasi
- Absorpsi
- Penukaran ion, dan
- Pirolisa
2) Proses pengolahan limbah secara fisik:

40
- Pembersihan gas: Elektrostatik presipitator, Penyaringan partikel, Wet
scrubbing, dan Adsorpsi dengan karnbon aktif
- Pemisahan cairan dengan padatan: Sentrifugasi, Klarifikasi, Koagulasi, Filtrasi,
Flokulasi, Floatasi, Sedimentasi, dan Thickening
- Penyisihan komponen-komponen yang spesifik: Adsorpsi, Kristalisasi, Dialisa,
Electrodialisa, e, Leaching, Reverse osmosis, Solvent extraction, dan Stripping

Penerapan sistem pengolahan limbah harus disesuaikan dengan jenis dan


karakterisasi dari limbah yang akan diolah dengan memperhatikan 5 hal sebagai
berikut:
1) Biaya pengolahan murah,
2) Pengoperasian dan perawatan alat mudah,
3) Harga alat murah dan tersedia suku cadang,
4) Keperluan lahan relatif kecil, dan
5) Bisa mengatasi permasalahan limbah tanpa menimbulkan efek samping terhadap
lingkungan.

Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang


paling populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization,
dan incineration.
1. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. Tujuan
utama dari chemical conditioning ialah:
- menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur
- mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
- mendestruksi organisme patogen
- memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioningyang masih
memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses
digestion
- mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman
dan dapat diterima lingkungan

Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:


a. Concentration thickening

41
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah
dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan
pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini
pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya
pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity
thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan
proses flotation pada tahapan awal ini.
b. Treatment, stabilization, and conditioning
Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan
menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses
pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia
berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahanbahan kimia
dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan
memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan
destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses
destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang
terlibat pada tahapan ini ialah lagooning, anaerobic digestion, aerobic
digestion, heat treatment,polyelectrolite flocculation, chemical conditioning,
dan elutriation.
c. De-watering and drying
De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi
kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat
pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa
digunakan adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt
press. 4. Disposal Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3.
Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis,wet
air oxidation, dan composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3
umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atau injection well.

2. Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga
dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat
didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif)
dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk
mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan
42
sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif.
Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti
yang sama.
Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi
menjadi 6 golongan, yaitu:
a) Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah
dibungkus dalam matriks struktur yang besar
b) Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan
pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat
mikroskopik
c) Precipitation
d) Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada
bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
e) Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke
bahan padat.
f) Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi
senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama
sekali.

Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur


(CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah
metoda in-drum mixing, in-situ mixing, danplant mixing. Peraturan mengenai
solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-
03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.

3. Incineration
Teknologi pembakaran (incineration) adalah alternatif yang menarik dalam
teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah
hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan
solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya
memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak
kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun,
insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen
limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu,
insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.
43
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi
(heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan
berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya
energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling
umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple
hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste
injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln
mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan
gas secara simultan.

b. Bagaimana kriteria yang boleh di-fogging?


Sebelum dilakukan tindakan fogging, terdapat beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi, yaitu:
1) Persyaratan Administratif, antara lain:
a) Terdapat penderita Positif DBD
b) Terdapat Kematian Akibat DBD
c) Harus dilaksanakan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dengan memeriksa jentik
dengan radius 100 meter dari rumah penderita ( kurang lebih 20
rumah /bangunan secara acak )
d) Ditemukan lebih dari 3 orang tersangka DBD
e) Ditemukan Jentik > 5% atau ABJ < 95%
2) Persyaratan Teknis
a) Tersedianya Alat Mesin Fogg / ULV ( Ultra Low Volume )
b) Pelaksana Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten dan tenaga Lain yang telah
dilatih
c) Lokasi meliputi seluruh wilayah terjangkit dengan radius 200 meter dari
penderita
Sasaran Fogging rumah dan Tempat-tempat Umum
d) Dosis Insektisida sesuai dosis
e) Cara Fogging / ULV dilaksanakan 2 Siklus dengan Interval 1 minggu
f) Waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Fogging untuk 1 Siklus kurang
lebih 3 jam,

Hasil akhir pelaksanaan Fogging yang diterima oleh masyarakat berupa


terbebasnya dari gigitan nyamuk dewasa penyebab demam berdarah dengue sehingga
44
mengurangi penularan DBD dan tidak meluas ke wilayah lainnya
Kompetensi petugas fogging
1) Jumlah Petugas yang dibutuhkan pada pelaksanaan Fogging sedikitnya 5 Orang
yang meliputi 1 orang Supervisor dan 4 orang petugas Fogging
2) Petugas pelaksana harus sudah mengikuti Pelatihan / on the job trining Operasional
Mesin Fogg yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten / Propinsi
Klasifikasi Pendidikan Petugas Pelaksana Fogging minimal SD/Sederajat.

c. Bagaimana syarat air bersih?


Persyaratan dalam Penyediaan Air Bersih
Sistem penyedian air bersih harus memenuhi beberapa persyarakat utama.Persyarakat
tersebut meliputi persyaratan kualitatif, persyaratan kuantitatif dan persyaratan
kontinuitas.
1) Persyaratan Kualitatif.
Persyaratan kualitas menggambarkan mutu atau kualitas dari air baku air
bersih. Persyaratan ini meliputi persyaratan fisik, persyaratan kimia, persyaratan
biologis dan persyaratan radiologis. Syarat-syarat tersebut berdasarkan Permenkes
No.416/Menkes/PER/IX/1990 dinyatakan bahwa persyaratan kualitas air bersih
adalah sebagai berikut:
a) Syarat-syarat fisik.
Se’cara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Selain itu
juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara atau kurang lebih
25oC, dan apabila terjadi perbedaan maka batas yang diperbolehkan adalah
25oC ± 3oC.
b) Syarat-syarat Kimia.
Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah yang
melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain adalah : pH, total
solid, zat organik, CO2agresif, kesadahan, kalsium (Ca), besi (Fe), mangan
(Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), chlorida (Cl), nitrit, flourida (F), serta logam
berat.
c) Syarat-syaratbakteriologis danmikrobiologis.
Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik yang
mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini ditandai dengan tidak
adanya bakteri E. coli atau Fecal coli dalam air.
d) Syarat-syarat Radiologis.
45
Persyaratan radiologis mensyaratkan bahwa air bersih tidak boleh mengandung
zat yang menghasilkan bahan-bahan yang mengandung radioaktif, seperti sinar
alfa, beta dan gamma.
2) Persyaratan Kuantitatif (Debit).
Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari
banyaknya air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah penduduk yang
akan dilayani. Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari standar debit air bersih
yang dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah kebutuhan air bersih.
3) Persyaratan Kontinuitas.
Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan fluktuasi
debit yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun musim hujan.
Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air bersih harus tersedia 24 jam per hari,
atau setiap saat diperlukan, kebutuhan air tersedia. Akan tetapi kondisiideal
tersebut hampir tidak dapat dipenuhi pada setiap wilayah di Indonesia, sehingga
untuk menentukan tingkat kontinuitas pemakaian air dapat dilakukan dengan cara
pendekatan aktifitas konsumen terhadap prioritas pemakaian air. Prioritas
pemakaian air yaitu minimal selama 12 jam per hari, yaitu pada jam-jam aktifitas
kehidupan, yaitu pada pukul 06.00 – 18.00 WIB.
Kontinuitas aliran sangat penting ditinjau dari dua aspek.Pertama adalah
kebutuhan konsumen. Sebagian besar konsumen memerlukan air untuk kehidupan
dan pekerjaannya, dalam jumlah yang tidak ditentukan. Karena itu, diperlukan
pada waktu yang tidak ditentukan.Karena itu, diperlukan reservoir pelayanan dan
fasilitas energi yang siap setiap saat.

Sistem jaringan perpipaan didesain untuk membawa suatu kecepatan aliran


tertentu. Kecepatan dalam pipa tidak boleh melebihi 0,6–1,2 m/dt. Ukuran pipa harus
tidak melebihi dimensi yang diperlukan dan juga tekanan dalam sistem harus
tercukupi. Dengan analisis jaringan pipa distribusi, dapat ditentukan dimensi atau
ukuran pipa yang diperlukan sesuai dengan tekanan minimum yang diperbolehkan
agar kuantitas aliran terpenuhi.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor : 416/MENKES/PER/IX/1990 Tanggal : 3 September 1990

46
47
d. Bagaimana pengelolaan air bersih?

48
PDAM merupakan perusahaan milik daerah yang bergerak di bidang pengolahan
dan pendistribusian air bersih.Beberapa fasilitas yang dimilki dalam pemprosesan air
bersih antara lain : intake, menara air, clarifier, pulsator, filter, dan reservoir. Semua
perlatan – peralatan tadi dapat dioperasikan melalui system computer yang ada. Selain
berbagai macam peralatan, PDAM juga menggunakan bahan kimia seperti : kaporit
dan tawas dalam proses pengolahan air bersih. Air yang diproduksi dipantau
kualitasnya oleh laboratorium. Sehingga air yang dihasilkan selalu memenuhi standar
kesehatan air bersih.
1) Intake
Intake merupakan bangunan yang berfungsi untuk menangkap air dari badan air
(sungai) sesuai dengan debit yang diperlukan bagi pengolahan air bersih.
2) Menara air baku
Menara air baku berfungsi mengontrol dan mengatur laju alir dan tinggi
permukaan air baku agar tetap konstan, sehingga proses pengolahan berupa
pembubuhan bahan kimia, koagulasi, pengendapan, dan penyaringan dapat
berjalan dengan baik serta maksimal.
3) Clarifier
Clarifier sebagai tempat terjadinya koagulasi. Di Clarifier air dibersihkan dari
kotorankotoran dengan cara mengendapkan kotorankotoran yang terdapat didalam
air tersebut pada lamlar yang berupa jaringjaring besi pada bagian bawah Clarifier.
Kotorankotoran yang mengendap akan dibuang melalui pipa saluran pembuangan.
4) Rapid mixing (bangunan pengaduk cepat)
Bangunan pengaduk cepat berfungsi sebagai tempat pencampuran koagulan
dengan air baku sehingga terjadi proses koagulasi.
49
5) Slow mixing (bangunan pengaduk lambat)
Proses pengadukan lambat (slow mixing) terjadi pada pulsator Di sini flok – flok
yang lebih besar akan terbentuk dan stabil, sehingga akan lebih mudah untuk
diendapkan dan disaring. Cara kerja pulsator yaitu dengan sistem ruang hampa
bekerja dengan menaikkan dan menurunkan air, sehingga flok – flok yang ada
dapat bercampur. Lumpur dari endapan partikel flokulen dibuang setiap 15 (lima
belas) menit sekali. Setelah mengalami proses pada pulsator, diharapkan tingkat
kekeruhan air mencapai 1 FTU yang selanjutnya akan diproses di filter.
6) Bangunan filtrasi
Bangunan filtrasi yang berfungsi sebagai tempat proses penyaringan butirbutir
yang tidak ikut terendap pada bak sedimentasi dan juga berfungsi sebagai
penyaring mikroorganisme atau bakteri yang ikut larut dalam air. Bangunan filtrasi
biasanya menggunakan pasir silica yang berwarna hitam setebal 80 cm dan juga
kerikil. Pasir ini digunakan karena lebih berat dan lebih menempel flokfloknya.
7) Reservoir
Bangunan reservoir merupakan bangunan tempat penampungan air bersih yang
telah diolah sebelum didistribusikan ke rumahrumah pelanggan

Proses pengolahannya, dibagi menjadi beberapa tahap yaitu: Penyaringan dan


Pengendapan Penyaringan dan pengendapan bertujuan untuk memisahkan air baku
dari zatzat, seperti: sampah, daun, rumput, pasir dan lainlain berdasarkan berat jenis
zat.
- Koagulasi
Koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia Al2(SO4)3 (Tawas) kedalam
air agar kotoran dalam air yang berupa padatan resuspensi misalnya zat warna
organik, lumpur halus, bakteri dan lainlain dapat menggumpal dan cepat
mengendap.
- Flokulasi
Flokulasi adalah proses pembentukan flok sebagai akibat gabungan dari koloid-
koloid dalam air baku (air sungai) dengan koagulan. Pembentukan flok akan
terjadi dengan baik jika di tambahkan koagulan kedalam air baku (air sungai)
kemudian dilakukan pengadukan lambat.
- Sedimentasi

50
Setelah proses koagulasi dan flokulasi, air tersebut di diamkan sampai gumpalan
kotoran yang terjadi mengendap semua. Setelah kotoran mengendap air akan
tampak lebih jernih.
- Filtrasi
Pada proses pengendapan tidak semua gumpalan kotoran dapat diendapkan semua.
Butiran gumpalan kotoran kotoran dengan ukuran yang besar dan berat akan
mengendap, sedangkan yang berukuran kecil dan ringan masih melayanglayang
dalam air. Untuk mendapatkan air yang betulbetul jernih harus dilakukan proses
penyaringan. Penyaringan dilakukan dengan mengalirkan air yang telah
diendapkan kotorannya ke bak penyaring yang terdiri dari saringan pasir silika.
- Desinfeksi
Pemberian desinfektan (gas khlor) pada air hasil penyaringan bertujuan agar dapat
mereduksi konsentrasi bakteri secara umum dan menghilangkan bakteri pathogen
(bakteri penyebeb penyakit).

e. Apa dampak shift kerja dokter tersebut?


Berikut pelayanan kesehatan kerja yang sesuai menurut menteri tenaga kerja
dan transmigrasi RI No. 03/MEN/1982.

51
Dampak yang dapat ditimbulkan adalah tidak terpenuhinya pelayaan kesehatan
yang berakibat terlambatnya penanganan kesehatan pekerja, angka kematian akibat
kecelakaan dapat bertambah akibat tidak adanya dokter jaga, dan lain-lain.

f. Apa saja yang harus diubah agar peran dokter terpenuhi di perusahaan tersebut?
PT ARWN memiliki 300 orang pekerja, ditambah resiko yang tinggi untuk
terjadinya penyakit akibat kerja karena perlindungan yang kurang baik terhadap
karyawan perusahaan. Jika melihat tabel diatas, maka untuk keadaan seperti PT
ARWN, perusahaan seharusnya memiliki klinik sendiri (sudah terpenuhi) dengan
dipimpin oleh dokter yang praktik setiap hari kerja dan di tiap shift kerja harus ada
poliklinik jaga (belum terpenuhi).
Secara umum, berdasarkan UU No. 23 pasal 23 (3), suatu perusahaan
diwajibkan untuk memiliki pelayanan kesehatan kerja. Pelayanan kesehatan kerja ini
52
dipimpin oleh tenaga kesehatan yang telah ditetapkan sesuai dengan UU No 24 tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran dan PP No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan,
yaitu tenaga kesehatan yang profesional dan terlatih di bidangnya.
Kesehatan kerja meliputi kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Kegiatan promotif misalnya; pendidikan dan penyuluhan tentang PHBS di lingkungan
kerja, pemeliharaan tempat kerja untuk mencapai lingkungan kerja yang sehat, dan
olahraga. Kegiatan preventif misalnya; pemeriksaan kesehatan awal, berkala, dan
khusus pada karyawan, identifikasi dan manajemen resiko di lingkungan kerja,
surveilans PAK, kecelakaan kerja, dan penyakit umum lainnya, pemeriksaan kualitas
air minum dan kualitas kebersihan makanan/pekerja kantin. Kegiatan kuratif misalnya;
pertolongan pertama pada keadaan emergeny, pemeriksaan fisik dan penunjang,
deteksi dini dan pengobatan segera terhadap PAK dan KK. Pelayanan rehabilitatif
contohnya; evaluasi tingkat kecacatan pekerja, rekomendasi penempatan tenaga kerja
yang cacat dan setelah perawatan yang lama ke tempat yang sesuai dengan
kemampuannya. Selain itu, ada juga pelayanan rujukan untuk merujuk karyawan ke
sarana kesehatan yang lebih memadai.

53
V. Learning Issues
V.1. SANITASI AIR
Sanitasi Air
Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan
lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada pengawasan
berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. (Azwar,1995).
Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban),
pengelolaan sampah dan saluran pembuangan air limbah.
Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia
sepanjang masa. Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Apabila tidak
diperhatikan maka air yang dipergunakan masyarakat dapat mengganggu kesehatan manusia.
untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang
yang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil
kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan industri dan kegiatan lainnya (Wardhana, 2004).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MenKes/Per/IX/1990, yang di
maksud air bersih adalah air bersih yang digunakan untuk keperluan seharihari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah di masak. Air bersih
merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara
sehat. ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi
setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan. Sarana sanitasi air adalah
bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang menghasilkan, menyediakan dan
membagi-bagikan air bersih untuk masyarakat. Jenis sarana air bersih ada beberapa macam
yaitu PAM, sumur gali, sumur pompa tangan dangkal dan sumur pompa tangan dalam ,
tempat penampungan air hujan, penampungan mata air, dan perpipaan. Sirkulasi air,
pemanfaatan air, serta sifat-sifat air memungkinkan terjadinya pengaruh air terhadap
kesehatan.
Secara khusus, pengaruh air terhadap kesehatan dapat bersifat langsung maupun tidak
langsung (Slamet, 2002).

Manfaat Air
Pemanfaatan air untuk berbagai keperluan adalah (Usman D, 2000):
1. Untuk keperluan air minum.
2. Untuk kebutuhan rumah tangga I (cuci pakaian, cuci alat dapur, dan lainlain).
3. Untuk kebutuhan rumah tangga II (gelontor, siram-siram halaman)
4. Untuk konservasi sumber baku PAM.
54
5. Taman Rekreasi (tempat-tempat pemandian, tempat cuci tangan).
6. Pusat perbelanjaan (khususnya untuk kebutuhan yang dikaitkan dengan proses kegiatan
bahan-bahan/ minuman, WC dan lain-lain)
7. Perindustrian I (untuk bahan baku yang langsung dikaitkan dalam proses membuat
makanan, minuman seperti the botol, coca cola, perusahaan roti dan lain-lain).
8. Pertanian/ irigasi
9. Perikanan.

Syarat Air Bersih


Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu kuantitas
dan kualitas (Depkes RI, 2005).
1. Syarat Kuantitatif
Syarat kuantitatif adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada
aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan
air akan semakin besar. Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air
sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter,
minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter, taman 11,8 liter, cuci
kendaraan 21,8 liter, wudhu 16,2 liter, lain-lain 33,3 liter (Slamet, 2007).
2. Syarat Kualitatif Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, radioaktivitas, dan
mikrobiologis yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air
(Slamet, 2007).
- Parameter Fisik Air
yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, tidak berasa, tidak
berwarna, tidak keruh atau jernih, dan dengan suhu sebaiknya di bawah suhu udara
sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman, dan jumlah zat padat terlarut
(TDS) yang rendah.
a. Bau Air yang berbau selain tidak estetis juga tidak akan disukai oleh masyarakat.
Bau air dapat memberi petunjuk akan kualitas air.
b. Rasa Air yang bersih biasanya tidak memberi rasa/tawar. Air yang tidak tawar
dapat menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan.
c. Warna Air sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estetis dan untuk mencegah
keracunan dari berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna. Warna
dapat disebabkan adanya tannin dan asam humat yang terdapat secara alamiah di
air rawa, berwarna kuning muda, menyerupai urin, oleh karenanya orang tidak
55
mau menggunakannya. Selain itu, zat organik ini bila terkena khlor dapat
membentuk senyawa-senyawa khloroform yang beracun. Warnapun dapat berasal
dari buangan industri.
d. Kekeruhan Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang
bersifat anorganik maupun yang organik. Zat anorganik biasanya berasal dari
lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan
tanaman atau hewan. Buangan industri dapat juga merupakan sumber kekeruhan.
e. Suhu Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi
pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa yang dapat membahayakan
kesehatan, menghambat reaksi-reaksi biokimia di dalam saluran/pipa,
mikroorganisme pathogen tidak mudah berkembang biak, dan bila diminum air
dapat menghilangkan dahaga.
f. Jumlah Zat Padat Terlarut Jumlah zat padat terlarut (TDS) biasanya terdiri atas zat
organik, garam anorganik, dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka kesadahan
akan naik pula. Selanjutnya efek TDS ataupun kesadahan terhadap kesehatan
tergantung pada spesies kimia penyebab masalah tersebut.
- Parameter Mikrobiologis
Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah dan jenis
bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Oleh
karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari bakteri
pathogen. Bakteri golongan coli tidak merupakan bakteri golongan pathogen, namum
bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri pathogen.
- Parameter Radioaktifitas
Dari segi parameter radioaktivitas, apapun bentuk radioaktivitas efeknya adalah sama,
yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa
kematian dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat diganti kembali
apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis
dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi.
- Parameter Kimia
Dari segi parameter kimia, air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara
berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain air raksa
(Hg), alumunium (Al), Arsen (As), barium (Ba), besi (Fe), Flourida (F), Kalsium (Ca),
derajat keasaman (pH), dan zat kimia lainnya. Air sebaiknya tidak asam dan tidak basa
(Netral) untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan
distribusi air. pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5 – 9.
56
Penyakit yang dapat ditularkan melalui air
Penyakit yang dapat ditularkan melalui air (Kusnoputranto, 2000):
1. Water Borne Disease Water Borne Disease
Adalah penyakit yang di tularkan langsung melalui air minum, dimana air minum tersebut
mengandung kuman pathogen dan terminum oleh manusia maka dapat menimbulkan
penyakit. Penyakit- penyakit tersebut antara lain adalah penyakit cholera, Thypoid,
Hepatitis infektiosa, Dysentri dan Gastroentritis.
2. Water Washed Disease
Water Washed Disease Adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air untuk
pemeliharaan hygiene perseorangan dan air bagi kebersihan alat-alat terutama alat dapur
dan alat makan. Dengan terjaminnya kebersihan oleh tersedianya air yang cukup maka
penularan penyakit-penyakit tertentu pada manusia dapat dikurangi. Penyakit ini sangat
dipengaruhi oleh cara penularan, diantaranya adalah penyakit infeksi saluran pencernaan.
Salah satu penyakit infeksi saluran pencernaan adalah diare, penularannya bersifat fecal-
oral.
3. Water Based Disease
Water Based Disease Adalah penyakit yang ditularkan oleh bibit penyakit yang sebagian
besar siklus hidupnya di air seperti Schistosomiasis. Larva schistoma hidup di dalam
keong air. Setelah waktunya larva ini akan mengubah bentuk menjadi carcaria dan
menembus kulit (kaki) manusia yang berada di dalam air tersebut
4. Water Related Insect Vectors
Water Related Insect Vectors Adalah penyakit yang di tularkan melalui vektor yang
hidupnya tergantung pada air misalnya malaria, demam berdarah, filariasis, yellow fever
dan sebagainya.

V.2. HAZARD
HAZARD
1. Hazard keselamatan
Hazard ini merupakan hazard paling sering dan terdapat pada hampir setiap tempat kerja.
Hal ini termasuk dari kondisi yang unsafe (tidak selamat) yang dapat menyebabkan cedera,
penyakit, dan kematian. Hazard keselamatan termasuk:
- Tripping hazard: akibat adanya cairan di lantai, koridor yang terblokir atau adanya kabel
yang melintasi lantai

57
- Bekerja dalam ketinggian: tangga, panggung/perancah, atap, atau area apapun yang
memiliki ketinggian
- Mesin yang tidak ada perlindungan dan mesin yang bergerak: perlindungannya yang
dilepaskan atau adanya bagian mesin yang bergerak sehingga pekerja dapat tidak
sengaja menyentuh
- Hazard elektrik: kabel yang robek, ground pin, pemasangan kawat yang tidak benar
- Ruang yang terbatas
- Hazard terkait mesin: lockout/tagout, keamanan boiler, forklifts, dll)
2. Hazard biologi
Berhubungan dengan bekerja dengan hewan, manusia, atau material tanaman yang
infeksius. Pekerjaan di sekolah, penitipan anak, universitas, rumah sakit, laboratorium,
IGD, panti jompo, okupasi outdoor, dll dapat mengexpose pekerja ke hazard biologi. Hal
yang berpotensi dapat terekspos:
- Darah dan cairan tubuh lain
- Fungi/lumut
- Virus dan bakteri
- Tanaman
- Gigitan serangga
- Feses hewan dan unggas
3. Hazard fisik
Faktor di lingkungan yang dapat melukai tubuh tanpa menyentuhnya. Hazard fisik
termasuk:
- Radiasi: ionizing, nonionizing (EMF’s, microwaves, radiowaves,dll)
- Paparan terhadap matahai/ sinar UV
- Temperature yang ekstrim: dingin dan panas
- Suara yang keras dan terus menerus
4. Hazard ergonomis
Terjadi apabila tipe pekerjaa, posisi tubuh, dan kondisi bekerja menimbulkan ketegangan
terhadap tubuh. Paparan dalam jangka pendek mengakibatkan pegal pada keesokan harinya
atau behari-hari setelah paparan, tetapi paparan jangka panjang dapat menyebabkan
penyakit yang kronis.
- Kursi dan stase tempat bekerja tidak baik
- Sering mengangkat
- Postur buruk
- Gerakan yang kaku, khususnya repetitive
58
- Mengulang gerakan yang sama terus-terusan
- Harus menggunakan tenaga yang terlalu banyak, khususnya apbila sering
- vibrasi
5. Hazard kimia
Apabila pekerja terekspos dengan bahan kimia di tempat kerja (solid, liquid, atau gas).
Beberapa bahan mungkin aman, tetapi beberapa pekerja mungkin lebih sensitive terhadap
bahan kimia, sehingga larutan yang biasa pun dapat meyebabkan penyakit, iritasi kulit,
atau masalah pernapasan. Berhati-hatilah dengan:
- Cairan seperti produk pembersih, cat, zat asam, solven khususnya pada bahan kimia
yang tidak dilabel
- Uap dapat berasal dari mesin pengelas atau paparan terhadap solven
- Gas seperti asetilen, propan, karbon monoksida, dan helium
- Material yang mudah terbakar, seperti bensin, solve, dan bahan kimia yang dapat
meledak
- pestisida
6. Hazard organisasi kerja
Hazard atau stressor yang menyebabkan stress (efek jangka pendek) dan tegang (efek
jangka panjang). Hazard ini berkaitan dengan isu tempat kerja, seperti beban kerja,
kurangnya kontrol atau hormat. Contoh dari hazard organisasi kerja:
- Permintaan kerja
- Kekerasan di tempat kerja
- Intensitas dan/atau kecepatan
- Kehormatan
- Fleksibilitas
- Kontrol
- Dukungan social dan relasi
- Pelecehan seksual

V.3. PENGELOLAAN LIMBAH (triza, sandy, dea, nuari)


Jenis-Jenis Proses Pengolahan Limbah secara Fisik dan Kimia
Jenis-jenis proses pengolahan limbah secara fisik dan kimia antara lain:
1. Proses pengolahan secara kimia:
- Reduksi-Oksidasi
- Elektrolisasi
- Netralisasi
59
- Presipitasi/Pengendapan
- Solidifikasi/Stabilisasi
- Absorpsi
- Penukaran ion, dan
- Pirolisa
2. Proses pengolahan limbah secara fisik:
- Pembersihan gas: Elektrostatik presipitator, Penyaringan partikel, Wet scrubbing, dan
Adsorpsi dengan karnbon aktif
- Pemisahan cairan dengan padatan: Sentrifugasi, Klarifikasi, Koagulasi, Filtrasi,
Flokulasi, Floatasi, Sedimentasi, dan Thickening
- Penyisihan komponen-komponen yang spesifik: Adsorpsi, Kristalisasi, Dialisa,
Electrodialisa, e, Leaching, Reverse osmosis, Solvent extraction, dan Stripping

Penerapan Sistem Pengolahan Limbah B3


Penerapan sistem pengolahan limbah harus disesuaikan dengan jenis dan karakterisasi
dari limbah yang akan diolah dengan memperhatikan 5 hal sebagai berikut:
1. Biaya pengolahan murah,
2. Pengoperasian dan perawatan alat mudah,
3. Harga alat murah dan tersedia suku cadang,
4. Keperluan lahan relatif kecil, dan
5. Bisa mengatasi permasalahan limbah tanpa menimbulkan efek samping terhadap
lingkungan.

Teknologi Pengolahan
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling
populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization, dan
incineration.
1. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. Tujuan utama
dari chemical conditioning ialah:
- menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur
- mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
- mendestruksi organisme patogen
- memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioningyang masih memiliki nilai
ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion
60
- mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan
dapat diterima lingkungan

Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:


a. Concentration thickening
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan
cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan
ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya
merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-
watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge,
beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal
ini.
b. Treatment, stabilization, and conditioning
Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan
menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses
pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia
berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahanbahan kimia dengan
partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan
bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian
secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan enzim
dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialah lagooning,
anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment,polyelectrolite flocculation,
chemical conditioning, dan elutriation.
c. De-watering and drying
De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan
air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini
umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying
bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press. 4. Disposal Disposal ialah
proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah
B3 dibuang ialah pyrolysis,wet air oxidation, dan composting. Tempat pembuangan
akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atau injection well.
2. Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga dapat
diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan
sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan
61
menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas
limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu
bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait
sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama.
Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6
golongan, yaitu:
a. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus
dalam matriks struktur yang besar
b. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan
pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik
c. Precipitation
d. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan
pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
e. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan
padat.
f. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain
yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali.

Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan


bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-
situ mixing, danplant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh
BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
3. Incineration
Teknologi pembakaran (incineration) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi
pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90%
(volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem
pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk
padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi
menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan
di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah
berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value)
limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses
pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari
sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah
62
padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber,
multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis
insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah
limbah padat, cair, dan gas secara simultan.

VI. Kesimpulan
PT ARWN yang berdomisili di daerah Ogan Ilir Sumatera Selatan memiliki 5 faktor hazard.
1. Hazard fisik
- Noise  menggunakan APD (ear plug)
- Hand and arm vibration  penggunaan APD, penambahan jam istirahat pekerja,
melakukan rotasi kerja, merekrut lebih banyak pekerja, atau menggunakan alat yang
dapat membantu meringankan pekerjaan pegawai
- Suhu ekstrim  menggunakan APD
- Kecelakaan dalam penggunaan mesin pabrik  menggunakan APD
2. Hazard kimia
- Debu dari pembuatan marmer  menggunakan APD
- Korosif, beracun, atau fumes akibat penggunaan mesin pabrik  menggunakan APD
- Pencemaran air, udara, dan tumbuhnya sarang vektor penyakit karena pengelolaan
limbah yang salah
- Penggunaan air tanah yang mengandung Fe dan Mn  menggunakan air dari PAM
atau mengganti open dumping dengan sanitary landfill
3. Hazard biologi
- Air yang digunakan mengandung bakteri coliform  mengganti open dumping
dengan sanitary landfill
- Vector DBD  melakukan observasi lingkungan kerja
- Kantin tidak memiliki sertifikat dan kokinya belum pernah dilakukan tes kesehatan 
melakukan tes kesehatan untuk koki dan pelatihan food hygiene handling seperti
Haccp.
4. Hazard psikososial
- Waktu kerja pegawai melebehi batas standar dapat menyebabkan depresi dan stres
meningkat  melakukan rotasi, atau merekrut lebih banyak pekerja
- Pegawai kerja 50% dari luar kota sehingga jauh dari keluarga
- Pengaruh lingkungan berupa narkoba dan alkohol  penyusunan kebijakkan yang
jelas mengenai penggunaan narkoba dan alkohol, pelatihan supervisor atau pengawas,

63
edukasi pada karyawan, pemeriksaan urin, dan sertifikasi pada perusahaan yang bebas
narkoba.
- Pelayan kesehatan kerja yang tidak sesuai menurut menteri tenaga kerja dan
transmigrasi RI No. 03/MEN/1982  sokter harus datang setiap hari kerja, membuat
poliklinik di setiap shift kerja
5. Hazard ergonomi
- Waktu kerja yang terlalu lama serta mengangkat barang berat dapat menyebabkan
MSD’s, low back pain, dan sakit otot lainnya  penambahan jam istirahat pekerja,
melakukan rotasi kerja, merekrut lebih banyak pekerja, melakukan senam disela-sela
bekerja, dan menggunakan alat yang dapat membantu meringankan pekerjaan pegawai
- Pengguanaan mesin pabrik menyebabkan bahaya resiko repetitive motions, awkward
postures, contact stresses, vibration, forceful exertions, dan duration  penggunaan
APD, penambahan jam istirahat pekerja, melakukan rotasi kerja, merekrut lebih
banyak pekerja, atau menggunakan alat yang dapat membantu meringankan pekerjaan
pegawai

64
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Kerja. 2009. Pedoman Klinik di Tempat


Kerja/Perusahaan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/Men.Kes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air, Menteri Kesehatan Republik Indonesia
OSHA. 2016. “Occupational Noise Exposure”.
https://www.osha.gov/SLTC/noisehearingconservation/, diunduh pada 16 Mei 2016
CDC. 2013. “Noise and Hearing Loss Prevention”.
http://www.cdc.gov/niosh/topics/noise/noisemeter.html, diunduh pada 16 Mei 2016
CCOHS. 2008 “Vibration: Measurements, Control, and Standards”.
https://www.ccohs.ca/oshanswers/phys_agents/vibration/vibration_measure.html,
diunduh pada 16 Mei 2016
OHS. 2014. “Dining Facilities: what must employers provide?”.
http://www.ohsrep.org.au/faqs/workplace-and-amenities/dining-facilities-what-must-
employers-provide, diunduh pada 16 Mei 2016
CCOHS. 2011. “Hand-Tool Ergonomic: Health Hazards”.
http://www.ccohs.ca/oshanswers/ergonomics/handtools/hazards.html, diunduh pada 16
Mei 2016
OSHA. 2015. “Worker Exposure to Silica during Countertop Manufacturing, Finishing, and
Installation”. https://www.osha.gov/Publications/OSHA3768.pdf, diunduh pada 16 Mei
2016
OSHA. 2016. “Hazards”. https://www.osha.gov/dte/grant_materials/fy10/sh-20839-
10/circle_chart.pdf, diunduh pada 16 Mei 2016
CDC. 2016. “Occupational Exposure to Heat and Hot Environments”.
http://www.cdc.gov/niosh/docs/2016-106/pdfs/2016-106.pdf, diunduh pada 16 Mei
2016
Sari, Rahma. 2009. https://rahmasari.wordpress.com/2009/03/07/metode-pembuangan-akhir-
sampah/. Diakses 17 Mei 2016
http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_b0351_034621_chapter1.pdf. Diakses
17 Mei 2016
http://helpingpeopleideas.com/publichealth/sop-fogging/. Diakses 17 Mei 2016
http://duniaiptek.com/pencegahan-demam-berdarah-melalui-metode-pemberantasan-sarang-
nyamuk-psn/. Diakses 17 Mei 2016

65
http://www.gmf-aeroasia.co.id/wp-content/uploads/bsk-pdf-
manager/12_UU_NO_13_TAHUN_ 2003_TENTANG_KETENAGAKERJAAN.PDF
http://ikk357.weblog.esaunggul.ac.id/wp-
content/uploads/sites/313/2013/01/PENGOLAHAN-LIMBAH-B3.pdf
http://ners.unair.ac.id/materikuliah/Pengelolaan%20limbah.pdf
Kasiman. 2014. Hazard.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42086/4/Chapter%20II.pdf, diunduh pada 17
Mei 2016
Badan Standarisasi Nasional. Nilai Ambang Batas iklim kerja (panas), kebisingan, getaran
tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja.
https://ikma10fkmua.files.wordpress.com/2013/03/sni-nab.pdf, diakses pada 17 Mei
2016

66

Anda mungkin juga menyukai