Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sambas merupakan salah satu daerah tingkat II dibagian paling

utara Provinsi Kalimantan Barat dengan luas 6.395,70 km 2, terletak

diantara 1o23” Lintang Utara dan 108o39” Bujur Timur (Sambas Regency

in Figures, 2007 dalam Belo, 2016). Masyarakat yang mendiami wilayah

Sambas terdiri dari suku Melayu, Dayak, Tionghoa, Banjar, Batak dan

Minangkabau. Adat istiadat juga tidak lepas dari masyarakat suku melayu

Sambas yang ada di Kalimantan Barat. Beragamnya peninggalan adat

istiadat yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Sambas sampai saat

ini, salah satunya merupakan adat istiadat pernikahan dalam suku Melayu

Sambas (Belo, 2016).


Pernikahan adat melayu Sambas terkadang masih menggunakan

tanjidor, tanjidor merupakan kesenian musik yang dimainkan oleh

sekelompok orang atau sering disebut Orkes Tanjidor. Orkes Tanjidor ini

sudah berkembang sejak abad ke-19 dan sering membawakan laug-lagu

rakyat, salah satunya adalah lagu Jali-jali. Orkes Tanjidor dapat dijumpai

pada saat upacara perkawinan, khitanan, upacara kemerdekaan Indonesia,

tahun baru Masehi atau tahun Baru Imlek. Pada umumnya Orkes tanjidor

dimainkan dengan berkeliling sambil memainkan alat musik (Indra Aziz,

2009). Alasan peneliti memilih daerah Sambas karena peneliti ingin

melihat perkembangan musik Tanjidor di daerah Sambas.


B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari proposal ini, adalah :
1. Bagaimana latar belakang daerah Kabupaten Sambas?
2. Bagaimana tatacara adat pernikahan suku melayu Sambas?
3. Apa pengertian musik Tanjidor dan jenis-jenis alat musik Tanjidor?
4. Apa saja faktor yang menghambat dan mendorong eksistensi musik

Tanjidor pada adat pernikahan suku melayu Sambas?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari proposal ini, adalah :
1. Untuk mengetahui latar belakang daerah Kabupaten Sambas.
2. Untuk mengetahui adat pernikahan suku melayu Sambas.
3. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari musik Tanjidor dan

jenis-jenis alat musik Tanjidor.


4. Untuk mengetahui dan memahami faktor apa saja yang menghambat

dan mendorong eksistensi musik Tanjidor pada adat pernikahan

melayu Sambas.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitan ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi insan
2
akademika untuk menambah wawasan tentang pemahaman terhadap

eksistensi dari musik tanjidor, di samping itu penelitian ini diharapkan

dapat memberi andil yang positif serca objektif terhadap

perbendaharaan ilmu kebudayaan nusantara secara keseluruhan.


2. Manfaat Praktis
Dalam konteks pemanfaatan secara praktis, penelitian ini

diharapkan berguna bagi pihak yang terlibat, baik secara langsung

maupun yang tidak terlibat secara langsung dalam pengembangan

disiplin ilmu kebudayaan khususnya antropologi kesenian, serta


memberikan kontribusi yang efektif terhadap pentingnya kesadaran

untuk memahami nilai-nilai budaya luhur dalam upaya menjaga

keharmonisan masyarakat di tengah-tengah keberagaman budaya

dengan menjaga kearifan lokal yaitu musik tanjidor dalam adat

pernikahan dan terlebih lagi sebagai acuan berpikir bagi masyarakat

dalam usahanya untuk menyadari pentingnya menghargai tradisi

terhadap kebudayaan yang ada dan berkembang di lingkungan

hidupnya.

4
BAB3 II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sambas
Sambas merupakan salah satu daerah tingkat II di bagian paling

utara Provinsi Kalimantan Barat dengan total luas 6.395,70 km 2, terletak

diantara 1o23” Lintang Utara dan 108o39” Bujur Timur. Secara

administratif, batas wilayah Sambas bagian Utara: Sarawak, Malaysia

Timur, Selatan: Kota Singkawang, Barat: Selat Karimata, Laut Cina

Selatan, dan Timur: Kabupaten Bengkayang (Sambas Regency in Figures,

2007 dalam Belo, 2016).


Sambas mayoritas didiami oleh suku Melayu. Sedangkan untuk

suku Dayak dan suku pendatang lainnya hanya sebagian kecil. Dengan
demikian, bisa dikatakan mayoritas yang mendiami daerah perkotaan dan

daerah kerajaan adalah suku Melayu. Sementara itu, bagi orang-orang

Dayak tidak ada yang tinggal di lingkungan kerajaan, bahkan mereka yang

tinggal di perkotaan hanya sedikit. Mayoritas penduduk Dayak banyak

tinggal di daerah pedalaman dan di daerah perbatasan dengan kabupaten-

kabupaten lainnya, seperti di daerah perbatasan dengan Bengkayang,

Singkawang, dan Sarawak (Belo, 2016).

B. Adat istiadat Pernikahan

Adat menurut kamus antropologi adalah suatu aturan yang sudah

mantap dan mencakup segala konsepsi sistem budaya dari suatu

kebudayaan untuk mengatur tindakan atau atau perbuatan manusia dalam

kehidupan sosial (Suyono dan Siregar, 1985 dalam Kaspullah, 2010).

Menurut Bachtiar (2004) definisi pernikahan adalah pintu bagi

bertemunya dua hati dalam pergaulan hidup yang berlangsung dalam

jangka waktu yang lama, yang didalamnya terdapat berbagai hak dan

kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk

mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis, serta mendapat

keturunan.

Masuknya dan berkembangnya Islam di daerah Sambas

memberikan dampak besar terhadap perubahan tatanan kehidupan dan

kearifan yang dimiliki oleh masyarakat Sambas, membuat masyarakat

tidak begitu saja melupakan adat istiadat yang sudah ada. Masyarakat

semakin kreatif untuk terus mengembangkan dan melaksanakan tradisi


secara turun-temurun. Salah satu bentuk kesenian adat tradisional di

daerah Sambas yaitu Tanjidor (Belo, 2016).

C. Tanjidor

Tanjidor merupakan kesenian yang bersifat hiburan sejenis orkes

rakyat Betawi, yang menggunakan alat-alat musik Barat terutama alat tiup.

Nama Tanjidor sendiri diperkirakan berasal dari bahasa Portugis tanger

(bermain musik) dan tangedor (bermain musik di luar ruangan), akan

tetapi dengan logat Betawi masyarakat Betawi menyebutnya Tanjidor

(Munzizen, 2013). 5

Kesenian tanjidor didominasi oleh alat musik tiup dan pukul

(Abdurrachman, 2007). Oleh masyarakat


4 pendukungnya Tanjidor biasa

digunakan untuk memeriahkan hajatan seperti pernikahan, khitanan atau

pesta-pesta umum seperti perayaan hari kemerdekaan bahkan untuk sarana

yang bersifat mistis (Belo, 2016).

Sekitar tahun 1995 seni tradisional seperti Tanjidor seakan tidak

punya tempat lagi ditengah masyarakat. Kesenian Tanjidor sudah sangat

jarang di pentaskan dan kalaupun ada kebanyakan kalangan pengelola

acara untuk suatu prosesi perayaan (Munzizen, 2013).

Pada masyarakat Melayu Kalimantan Barat seni musik tradisional

yang terkenal adalah seni musik tanjidor dan tahar. Seni musik tanjidor ini

sampai sekarang masih dipergunakan dalam acara perkawinan. Peralatan

musik tanjidor ini terdiri dari terompet yang beranekaragam ukuran, drum,

rebana dan lain sebagainya. Tahar merupakan sekelompok orang yang

6
memainkan peralatan kesenian yang memainkan rebana. Biasanya tahar

terdiri dari enam sampai sepuluh orang dengan membawaka lagu yang

bernafaskan islam, dan orang yang membawakan tahar ini biasanya

berteriak menyanyikan syair yang memuji keagungan dan kebesaran

Tuhan Yang Maha Esa. Selain dalam pesta perkawinan, baik tanjidor

maupun tahar dapat dipakai juga untuk upacara khitanan, khataman

Qur’an dan lain-lain :

1. Jenis-jenis alat musik Tanjidor


Alat-alat musik yang digunakan dalam kesenian Tanjidor terdiri

dari klarinet (alat musik tiup), french horn (alat musik tiup),

trombon (alat musik tiup), saksofon (alat musik tiup), tenor

horn (alat musik tiup), drum (alat musik pukul), simbal (alat

musik pukul) dan tambur (alat musik pukul). Alat musik

tanjidor dimainkan oleh 7 sampai dengan 10 orang.

Sumber: https://www.gogle.co.id/search?q=Tanjidor&prmd=inv&source
(Diakses pada: 2 Januari 2017)
2. Faktor pendorong dan penghambat perkembangan musik

Tanjidor
Faktor pendorong yang membuat kesenian tanjidor dapat

berkembang adalah karena secara musikalitas Tanjidor sangat

menghibur untuk dinikmati, namun kurangnya dukungan dari

pemerintah setempat dalam melestarikan kesenian tanjidor


adalah faktor penghambat lain yang menyebabkan mundurnya

kesenian tanjidor (Munzizen, 2013).


Pewarisan seni tradisional terutama pada era modernisasi

dihadapkan pada tantangan zaman yang semakin kuat. Karena

adanya perubahan komposisi penduduk, tingkat pendidikan,

mata pencaharian serta 7industrialisasi yang mampu menggusur

aspek kehidupan masyarakat setempat.


Dalam bidang kesenian terjadi permasalahan yang

menyangkut pada selera masyarakat. Sebagian masyarakat

eleranya beralih pada seni modern, karena kesenian-kesenian

yang tradisional yang masih ada dirasakan terdapat

kekurangan-kekurangan dibandingkan kesenian modern yang

dimulai melanda masuk desa (Yoeti, 1985).


Kesenian tanjidor mengalami kemunduran dikarenakan

berkurangnya permintaan untuk melakukan pementasan.

Sebagian masyarakat seleranya mulai beralih pada seni modern

seiring maraknya kesenian modern yang muncul dilingkungan

masyarakat sehingga tidak sedikit orang yang sudah melupakan

seni dan budaya daerahnya sendiri, sementara seni dan budaya

asing dipertahankan dalam gaya kehidupannya (Lohanda,

1986).
Selain itu, pembinaan kesenian tradisional dilaksanakan

terlambat, sehingga banyak seni tradisi yang ditinggalkan oleh

masyarakat pendukungnya. Hal tersebut bisa jadi merupakan

salah satu dampak dari arus transformasi seni budaya yang

8
datang dari barat. Akibatnya permintaan untuk pentas menjadi

sepi sehingga pergelaran sudah jarang dilakukan dan hal itu

menyebabkan proses pelestarian dan pewarisan kebudayaan

menjadi terhambat.
Kepunahan sebuah kesenian lokal sebagai aset budaya

daerah dapat terjadi jika tidak ada rasa kepedulian serta

keinginan melestarikannya, terutama dari generasi muda selaku

generasi yang bertanggung jawab untuk meneruskan kelestarian

seni tradisional. Tantangan yang dihadapi oleh Kesenian

Tanjidor saat ini adalah regenerasi. Minimnya minat generasi

muda untuk belajar tanjidor adalah salah satu penyebab kenapa

kesenian ini diambang kepunahan. Bahkan anak-anak pemain

Tanjidor sendiri banyak diantaranya yang sudah tidak ingin

meneruskan keahlian orang tua mereka.


Prospek Kesenian Tanjidor agaknya mengalami masa yang

agak sulit apalagi setelah munculnya hiburan-hiburan modern

yang menyebabkan kelompok kesenian Tanjidor hampir habis.

Kemudian permasalahan lainnya adalah alat yang digunakan

rata-rata sudah tua dan rusak, kalaupun ingin membeli yang

baru tergolong mahal, sehingga hal ini dapat menjadi penyebab

vakumnya kelompok Kesenian Tanjidor (Miranti, 2003).

10

BAB III
9
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Lokasi Penelitian


Peneliti melakukan penelitian EKSISTENSI MUSIK

TANJIDOR: STUDI ADAT PERNIKAHAN MASYARAKAT

MELAYU SAMBAS di daerah Tebas, Kecamatan Tebas, Kabupaten

Sambas. Tepatnya pada saat acara pernikahan adat Melayu Sambas.


B. Alat dan Bahan Penelitian
Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

instrumen penelitian yang berupa daftar gambar dan kalimat yang

menjaring data yang ditanyakan peneliti kepada informan, alat peraga, alat

perekam video dan kamera foto (Firmansyah dkk, 2014).


C. Langkah Kerja
Teknik analisi data yang diaplikasikan dalam penelitian ini

dilakukan dengan mencatat data utama, mendeskripsikan komponen,

mendeskripsikan jenis, mendeskripsikan fungsi, melaporkan hasil

penelitian dan membuat kesimpulan (Firmansyah dkk, 2014).


D. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah gabungan antara Field research dan

Library research dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Sumber

data primer adalah orang-orang yang mengetahui informasi dan masalah

yang mendalam dan di percaya (purposive sampling), yaitu tokoh budaya,

tokoh masyarakat atau orang-orang yang memahami tradisi dalam

pernikahan masyarkat Melayu Sambas. Untuk data sekunder adalah

melalui sumber kepustakaan tertulis baik kitab tafsir, karya ilmiah, jurnal,

maupun buku-buku yang terkait dengan pernikahan dan seni musik


Tanjidor. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi

partisipant, indepth interview dan dokumentasi. Teknik analisi data yang

digunakan deskriptif analitik, dengan langkah-langkah reduksi data,

display data, pengambilan kesimpulan, verifikasi dan trianggulasi data

sebagai cross check terhadap validitas data untuk mengambil kesimpulan

yang final. Menurut Nawawi (2003) “metode deskriptif dapat diartikan

sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek/objek penelitian

(sesorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.”


Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2012:6) “penelitian kualitatif

adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa

yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan dan lain-lain. Secara holistik dan dengan cara desktiptif dalam

bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.” Berdasarkan pendapat

tersebut dapat dipahami bahwa penelitian kualitatif merupakan bentuk

penelitian yang menggambarkan suatu keadaan dengan urutan yang jelas

dan lengkap karena cocok dengan masalah penelitian yang akan diteliti,

yaitu dengan cara menggambarkan penelitian tersebut secara jelas dan


11
lengkap.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 2007. Metode Penelitian12


Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Aziz, Indra. 2009. Mengenal Tanjidor. [Online]. Tersedia:

http://blog.indra.com/read/2009/06/09/21202987/mengenal.tanjidor [diakses

tanggal 02 Januari 2017]


Bachtiar, A. 2004. Menikahlah, MakaEngkau Akan Bahagia!. Yogyakarta:

Saujana
Belo, Oki Menez, Iniergo, Mario. 2016. Islam Di Kesultanan Sambas Kalimantan

Barat. Skripsi. Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta


Firmansyah, Uray Eldi, dkk. 2014. Medan Makna Peralatan Prosesi Adat

Perkawinan Melayu Sambas. Pontianak: Universitas Tanjungpura


Kaspullah. 2010. Nilai-Nilai Al-Qur’an Dan Hadis Dalam Tradisi Pernikahan

Masyarakat Melayu Sambas. Tesis. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga


Lohanda. 1986. Tanjidor: Sebuah Tantangan Budaya Lokal Betawi. Jakarta: LPKJ
Miranti, R. 2003. Strategi Adaptasi Kelompok Musik Tanjidor dalam Menghadapi

Perubahan. Jakarta: Universitas Indonesia


Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosda Karya
Munzizen, 2013. Dinamika Kesenian Tanjidor Di Kabupaten Bekasi: Suatu

Tinjauan Sosial Budaya Tahun 1970-1995. Bandung: Universitas Pendidikan

Indonesia
Nawawi, Hadari. 2003. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press


Yoeti, A. O. 1985. Melestarikan Seni Budaya Tradisional yang Nyaris Punah.

Jakarta: Depdikbud

Anda mungkin juga menyukai