Anda di halaman 1dari 130

BAHAN AJAR

MENGGAMBAR MESIN
MKK 2011

OLEH:

I MADE ASTIKA

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-
Nya bahan ajar Menggambar Mesin ini dapat kami selesaikan.
Bahan ajar ini dibuat untuk membantu mahasiswa dalam memahami materi dalam
mata kuliah Menggmbar Mesin di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas
Udayana. Mata Kuliah Menggambar Mesin merupakan mata kuliah keahlian di Jurusan
Teknik Mesin Universitas Udayana yang wajib diambil oleh semua mahasiswa di Jurusan
Teknik Mesin dan dilaksanakan pada semester 2 (Genap). Mahasiswa yang mengambil
Menggambar Mesin harus sudah lulus atau pernah mengambil mata kuliah Menggambar
Teknik.
Kami menyadari bahwa bahan ajar ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan bahan ajar ini.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan bahan ajar ini dan semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Terimakasih

Denpasar, Maret 2017

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
RPS 5

BAB I SISTEM PROYEKSI 10


1.1 Sistem proyeksi ortogonal 12
1.2 Sistem proyeksi ‘Amerika’ 13
1.3 Sistem proyeksi ‘Eropa’ 14

BAB II. ATURAN-ATURAN DASAR UNTUK PENYAJIAN GAMBAR 17


2.1 Penentuan pandangan 17
2.2 Pemilihan pandangan depan 18
2.3 Susunan gambar-gambar pandangan 18
2.4 Pandangan tambahan 19
2.5 Pandangan sebagian 20
2.6 Pandangan setempat 21
2.7 Pandangan khusus dengan anak panah 21
2.8 Pandangan detail 21

BAB III. POTONGAN (IRISAN) 23


3.1 Potongan 23
3.2 Penyajian potongan 23
3.3 Cara-cara membuat potongan 24
3.4 Penampang-penampang tipis 27
3.5 Bagian benda atau benda yang tidak boleh dipotong 28
3.6 Arsiran 28

BAB IV. CARA-CARA PENGGAMBARAN KHUSUS 31


4.1 Cara menunjukkan bagian yang dikerjakan secara khusus 31
4.2 Garis-garis perpotongan 32
4.3 Gambar bidang datar 33
4.4 Gambar benda simetrik 34
4.5 Gambar yang diputus-putus 35
3.6 Penyederhanaan ganbar 36

BAB V. ATURAN-ATURAN DASAR UNTUK MEMBERI UKURAN 37


5.1 Garis ukur dan garis bantu 37
5.2 Tinggi dan arah angka ukur 37
5.3 Ujung dan pangkal garis ukur 38
5.4 Ukuran dan toleransinya 39
5.5 Dimensi fungsional dan tambahan 40
5.6 Satuan-satuan 40

BAB VI. CARA-CARA MEMBERI UKURAN 41


6.1 Memberi ukuran dimensi linier 41
6.2 Angka-angka ukur 42
6.3 Memberi ukuran pada benda tirus 43

3
6.4 Huruf dan lambang yang ditambahkan pada angka ukur 45
6.5 Lambang jari-jari tanpa angka ukur 47
6.6 Angka ukur yang tidak sesuai dengan ukuran gambar 49

BAB VII. DASAR-DASAR UMUM UNTUK MEMBERI UKURAN 50


7.1 Pandangan yang terutama diberi ukuran 50
7.2 Ukuran dan toleransi 51
7.3 Ukuran dalam gambar 53
7.4 Garis ukur dan garis bantu 55
7.5 Susunan ukuran 57
7.6 Memberi ukuran bentuk-bentuk tertentu 59
7.7 Cara memberi ukuran bagian-bagian yang disusun 61

BAB VIII. TOLERANSI LINIER DAN TOLERANSI SUDUT 62


8.1 Toleransi bagian-bagian 62
8.2 Standar toleransi internasional IT 63
8.3 Suaian 64
8.4 Penulisan toleransi linier dan sudut 70
8.5 Penyimpangan ukuran 72
8.6 Memberi ukuran dan toleransi kerucut 73

BAB IX. TOLERANSI GEOMETRIK 79


9.1 Toleransi geometrik dan lambangnya 79
9.2 Ketentuan umum untuk toleransi geometrik 80
9.3 Penunjukan dalam gambar 81
9.4 Pengertian penunjukan pada gambar 86
9.5 Hubungan antara toleransi usuran dan toleransi geometrik 90
9.6 Prinsip bahan maksimum 95

BAB X. CARA MENYATAKAN KONFIGURASI PERMUK DALAM GAMBAR 101


10.1 Definisi kekasaran permukaan 101
10.2 Lambang dan tulisan untuk menyatakan konfigurasi permukaan pada gambar 103
10.3 Pernyataan pada gambar 106

BAB XI. PENYEDERHANAAN GAMBAR 109


11.1 Penyederhanaan penyajian gambar ulir, baut dan sekrup 109
11.2 Penyederhanaan penyajian gambar Roda gigi 110
11.3 Penyederhanaan penyajian gambar Pegas 116
11.4 Penyederhanaan penyajian gambar Bantalan 119

BAB XII. GAMBAR SAMBUNGAN LAS 121


12.1 Proses pengelasan 121
12.2Bentuk-bentuk sambungan 122
12.3 Bentuk-bentuk alur 123
12.4 Lambang-lambang dasar 124
12.5 Lambang-lambang tambahan 126

DAFTAR PUSTAKA 127

LAMPIRAN: MODEL/CONTOH TUGAS 128

4
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS TEKNIK ISO900
TEKNIK MESIN 1
Kampus Bukit Jimbaran
Telp. (0361) 701812, 701954, 703138 Fax. : (0361) 701907, 702422
Laman : www.unud.ac.id

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)


No. DOKUMEN TANGGAL TERBIT : REVISI : Jumlah Hal :
00/I/M/2016 00-00-0000 00

Mata Kuliah (MK) : Kode MK : SKS : Rumpun MK : Semester :


MENGGAMBAR MESIN MKK 2011 2 Mata Kuliah Keahlian II
Program Studi : Team Teaching: Ketua Program Studi : Penjaminan Mutu
TEKNIK MESIN 1.I Made Astika, ST, M.Erg, MT Jurusan : :
2.Ir. I D G P Swastika, M.Erg
3. I D G Arysubagia, ST, MT, Ph.D
4. I Gusti Komang Dwijana, ST, MT
Dosen Pengampu/ Penanggung jawab Syarat Mata Kuliah :
I Made Astika, ST, M.Erg, MT 1. Menggambar Teknik (________________________) (_________________)
Capaian Pembelajaran Capaian Pembelajaran Lulusan
 Menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan kewirausahaan(CP Sikap);
 Mampu menerapkan aturan-aturan, standar dan lambang-lambang dalam membuat gambar kerja (CP
Kemampuankerja)
 Menguasai prinsip dan teknik menggambar mesin (CP Pengetahuan)
Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu membaca dan membuat gambar kerja dari suatu komponen atau unit
mesin.

5
Diskripsi Matakuliah Mata kuliah ini membahas tentang sistem proyeksi pada gambar, aturan dasar untuk penyajian
gambar, potongan, cara-cara penggambaran khusus, aturan-aturan dasar untuk memberi
ukuran, cara-cara memberi ukuran, dasar-dasar umum untuk memberi ukuran, toleransi linier
dan toleransi sudut, toleransi geometrik, cara menyatakan konfigurasi permukaan dalam
gambar,penyederhanaan gabar dan lambang sambungan las.
Pustaka Utama
1. Hermana (1985),”Menggambar Teknik Mesin Praktis Menurut Standar ISO” CV Armiko Bandung
2. Sato, T. G dan Sugiharto, H. N (2000), “Menggambar Mesin” PT Pradnya Paramita Bandung
3. Jensen, H and Helsead,” Fundamentals of Engineering Drawing” Mc Graw-Hill BookCompany NewYork
Pendukung
1.La Heij, J and De Bruijn, L.A (1991),”Ilmu Menggambar Bangunan Mesin” PT Pradnya
Paramita Bandung
2.Walter C. Brown (1981),”Drafting for Industry” The Goodheart Willcox Company Inc
Media Pembelajaran Sofware (Autocad, Inventor, Catia)
Minggu Metode
Kemampuan yang diharapkan Bahan Kajian Waktu Evaluasi Kriteria/ Indikator Bobot
ke Pembelajaran
1 2 3 4 5 6 7 8
Memahami silabus dan Silabus, SAP, Kontrak, - Mahasiswa
- Pemaparan,
lingkup Mata Kuliah Penilaian dan lingkup mengetahui silabus
1 Diskusi 2x50 dan lingkup MK
5%
Menggambar Mesin Mata Kuliah
Menggambar Mesin Menggambar Mesin
Memahami sistem proyeksi 2. Sistem proyeksi orthogonal -Mahasiswa
yang digunakan dalam 3. Sistem proyeksi ‘Amerika’ memahami sistem
4. Sistem proyeksi ‘Eropa’
membuat gambar kerja proyeksi yang
- Pemaparan,
-Penilaian digunakan dalam
Diskusi
individu gambar kerja
2 -Mengamati 2x50 10%
dalam Kls -Mahasiswa
gambar/video/
-Tugas mempresentasikan
foto
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
3 Memahami aturan-aturan 1. Penentuan pandangan - Pemapa 2x50 - Penilaian - Mahasiswa 5%

6
dasar untuk penyajian 2. Pemilihan pandangan ran, Diskusi individu mampu
gambar depan -Mengamati dalam Kls menjelaskan
3. Susunan gambar-gambar
pandangan
gambar/video/ aturan-aturan dasar
4. Pandangan tambahan foto untuk penyajian
5. Pandangan sebagian gambar
6. Pandangan setempat - Mahasiswa
7. Pandangan khusus dengan mempresentasikan
anak panah
8. Pandangan detail
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
Memahami metode/cara 1. Potongan -Mahasiswa mampu
pemotongan benda kerja 2. Penyajian potongan menjelaskan dan
3. Cara-cara membuat
potongan
- Pemaparan, membuat gambar
4. Penampang-penampang Diskusi -Penilaian penampang
4 tipis - Mengamati 2x50 individu - Mahasiswa 5%
5. Bagian benda atau benda gambar/video/ dalam Kls mempresentasikan
yang tidak boleh dipotong foto - Tugas pengetahuannya
6. Arsiran
dengan baik dan
benar
Memahami cara-cara 1. Cara menunjukkan bagian -Mahasiswa mampu
penggambaran khusus yang dikerjakan secara menjelaskan
khusus
2. Garis-garis perpotongan
dengan baik
3. Gambar bidang datar - Pemaparan, tentang cara-cara
4. Gambar benda simetrik Diskusi -Penilaian penggambaran
5 5. Gambar yang diputus- - Mengamati 2x50 individu khusus 5%
putus gambar/video/ dalam Kls - Mahasiswa
6. Penyederhanaan ganbar
foto mempresentasikan
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
Memahami aturan-aturan 1. Garis ukur dan garis bantu
- Pemaparan, -Mahasiswa mampu
6 dasar untuk memberi ukuran 2. Tinggi dan arah angka 2x50 5%
ukur Diskusi -Penilaian menjelaskan

7
3. Ujung dan pangkal garis - Mengamati individu dengan baik
ukur gambar/video/ dalam Kls tentang aturan-
4. Ukuran dan toleransinya
5. Dimensi fungsional dan foto aturan dasar untuk
tambahan memberi ukuran
6. Satuan-satuan - Mahasiswa
mempresentasikan
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
Memahami cara-cara 1. Memberi ukuran dimensi
memberi ukuran linier
2. Angka-angka ukur -Mahasiswa mampu
3. Memberi ukuran pada menjelaskan dan
benda tirus - Pemaparan, memberi ukuran
4. Huruf dan lambang yang
Diskusi -Penilaian pada gambar kerja
ditambahkan pada angka
7 ukur - Mengamati 2x50 individu - Mahasiswa 5%
5. Lambang jari-jari tanpa gambar/video/ dalam Kls mempresentasikan
angka ukur foto - Tugas pengetahuannya
6. Angka ukur yang tidak dengan baik dan
sesuai dengan ukuran
benar
gambar

8 UTS
Memahami dasar-dasar 1. Pandangan yang terutama -Mahasiswa mampu
umum untuk memberi diberi ukuran
2. Ukuran dan toleransi
menjelaskan
ukuran 3. Ukuran dalam gambar - Pemaparan, dasar-dasar umum
4. Garis ukur dan garis bantu Diskusi -Penilaian untuk memberi
9 5. Susunan ukuran - Mengamati 2x50 individu ukuran 5%
6. Memberi ukuran bentuk- gambar/video/ dalam Kls - Mahasiswa
bentuk tertentu
7. Cara memberi ukuran
foto mempresentasikan
bagian-bagian yang pengetahuannya
disusun dengan baik dan

8
benar
Memahami toleransi linier 1. Toleransi bagian-bagian -Mahasiswa mampu
2. Standar toleransi menjelaskan
internasional IT
dengan baik
3. Suaian - Pemaparan,
tentang toleransi
Diskusi -Penilaian
linier
10 - Mengamati 2x50 individu 5%
- Mahasiswa
gambar/video/ dalam Kls
mempresentasikan
foto
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
Memahami toleransi sudut 4. Penulisan toleransi linier - Mahasiswa
dan sudut mampu
5. Penyimpangan ukuran
6. Memberi ukuran dan
menjelaskan
toleransi kerucut - Pemaparan, dengan baik
Diskusi -Penilaian tentang toleransi
11 - Mengamati 2x50 individu sudut 5%
gambar/video/ dalam Kls - Mahasiswa
foto mempresentasikan
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
Memahami toleransi 1. Toleransi geometrik dan - Mahasiswa
geometrik lambangnya mampu
2. Ketentuan umum untuk
menjelaskan
toleransi geometrik - Pemaparan,
3. Penunjukan dalam gambar dengan baik
Diskusi -Penilaian
4. Pengertian penunjukan tentang toleransi
12 pada gambar - Mengamati 2x50 individu 5%
geometrik
5. Hubungan antara toleransi gambar/video/ dalam Kls
- Mahasiswa
usuran dan toleransi foto
geometrik
mempresentasikan
6. Prinsip bahan maksimum pengetahuannya
dengan baik dan

9
benar
Memahami cara 1. Definisi kekasaran -Mahasiswa mampu
menyatakan konfigurasi permukaan menjelaskan
2. Lambang dan tulisan untuk
permukaan dalam gambar konfigurasi
menyatakan konfigurasi - Pemaparan,
permukaan pada gambar permukaan dalam
Diskusi -Penilaian
3. Pernyataan pada gambar gambar
13 - Mengamati 2x50 individu 5%
- Mahasiswa
gambar/video/ dalam Kls
mempresentasikan
foto - Tugas
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
Memahami penyederhanaan 13Penyederhanaan penyajian -Mahasiswa mampu
gambar gambar ulir, baut dan menjelaskan
sekrup
14Penyederhanaan penyajian
dengan baik
gambar Roda gigi - Pemaparan, tentang gambar-
15Penyederhanaan penyajian Diskusi -Penilaian gambar yang
14 gambar Pegas - Mengamati 2x50 individu disederhanakan 5%
16Penyederhanaan penyajian gambar/video/ dalam Kls - Mahasiswa
gambar Bantalan
foto mempresentasikan
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
Memahami gambar 1. Proses pengelasan -Mahasiswa mampu
sambungan las 2. Bentuk-bentuk sambungan menjelaskan
3. Bentuk-bentuk alur
dengan baik
4. Lambang-lambang dasar - Pemaparan,
5. Lambang-lambang tentang lambang-
Diskusi -Penilaian
tambahan lambang proses
15 - Mengamati 2x50 individu 5%
pengelasan yang
gambar/video/ dalam Kls
digunakan dalam
foto
gambar
-Mahasiswa
mempresentasikan

10
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
16 UAS

Tugas Mahasiswa dan Penilaiannya:

1. Tugas
Tugas Individu: Membuat gambar kerja dari berbagai komponen, alat dan unit mesin sesuai bahan kajian/pembelajaran.
Tugas Kelompok : Membuat dan mempresentasikan makalah berdasarkan tema/topik yang sesuai bahan kajian/pembelajaran.

2. Penilaian

a. Aspek penilaian:
1) Aspek kognitif melalui tes lisan dan tertulis,
2) Aspek keterampilan dalam menyampaikan presentasi dan menyampaikan gagasan
3) Sikap dan perilaku selama mengikuti perkuliahan menjadi pertimbangan dalam penilaian.

b. Bobot penilaian
1) Tugas (T) : A (3)
2) Bobot Nilai Harian (NH) : B (2)
3) Bobot Nilai Ujian Tengah Semester (UTS) : C (2)
4) Bobot NilaiUjian Akhir Semester (UAS) : D (3)
5) NilaiAkhir : A T + B NH + C UTS + D UAS
A + B + C+ D

11
BAB I
CARA-CARA PROYEKSI YANG DIPERGUNAKAN
PADA GAMBAR KERJA

Pada gambar teknik mesin teristimewa pada gambar kerja dipergunakan cara proyeksi
orthogonal.
Bidang-bidang proyeksi yang paling banyak dipergunakan adalah bidang horizontal
dan bidang vertikal seperti pada Gb. 1.1. Bidang-bidang utama ini membagi seluruh ruang
dalam empat kwadran. Bagian ruang diatas bidang horisontal dan didepan bidang vertikal
disebut kwadran pertama. Bagian ruang diatas bidang horisontal dan dibelakan bidang
vertikal disebut kwadran kedua. Kwadran keiga adalah bagian ruang yang terletak dibawah
bidang horisontal dan didepan bidang vertikal dan kwadran keempat adalah bagian ruang
yang terletak dibawah bidang horisontal dan dibelakang bidang vertikal.
Jika benda yang akan digambar diletakkan dikwadran pertama dan diproyeksikan
pada bidang-bidang proyeksi maka cara proyeksi ini disebut ‘proyeksi kwadran pertama’ atau
‘cara proyeksi sudut pertama’. Jika bendanya diletakkan pada kwadran ketiga maka cara
proyeksi demikian disebut ‘proyeksi kwadran ketiga’ atau ‘proyeksi sudut ketiga’.
Sebenarnya masih ada cara proyeksi lain yaitu ‘proyeksi kwadran kedua’ dan ‘proyeksi
kwadran keempat’ yang tidak dipakai dalam praktek.
Gambar-gambar pandangan pada umumnya digambar menurut cara proyeksi sudut
pertama atau sudut ketiga.

Gb. 1.1 Bidang koordinat utama dan kwadran

1.1Cara proyeksi sudut pertama


Benda yang tampak pada Gb. 1.2 a diletakkan di depan bidang-bidang proyeksi
seperti Gb. 1.2 b. Benda diproyeksikan pada bidang belakang menurut garis penglihatan A
dan gambarnya adalah gambar pandangan depan. Tiap garis atau tepi benda tergambar
sebagai titik atau garis pada bidang proyeksi. Pada Gb. 1.2b tampak juga pada proyeksi benda
pada bidang bawah menurut arah C pada bidang proyeksi sebelah kanan, menurut arah D
pada bidang proyeksi sebelah kiri, menurut arah E pada bidang proyeksi atas dan menurut
arah F pada bidang depan.
Jika proyeksi-proyeksi seperti pada Gb. 1.2 b telah dibuat semuanya hasilnya kurang
berguna karena bidang-bidang proyeksinya disusun dalam tiga dimensi. Oleh karena itu
mereka harus disatukan dalam satu helai kertas gambar dua dimensi.
Bidang-bidang proyeksi dimisalkan merupakan sebuah peti seperti Gb. 1.2 b. Sisi-sisi
peti kemudian dibuka menurut gambar 1.2 c sehingga semua sisi terletak pada bidang
vertikal.

12
Susunan gambar proyeksi harus sedemikian hingga dengan pandangan depan A
sebagai patokan, pandangan atas B terletak dibawah, pandangan kiri C terletak dikanan,
pandangan kanan D terletak di kiri, pandangan bawah E terletak diatas dan pandangan
belakang F boleh diletakkan di sebelah kiri atau kanan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada
Gb. 1.2 d.
Dalam gambar, garis-garis tepi yaitu garis-garis batas antara bidang-bidang proyeksi
dan garis-garis proyeksi tidak digambar.
Gambar proyeksi demikian disebut gambar proyeksi sudut pertama. Cara ini disebut
juga ‘Cara E’ karena cara ini banyak dipergunakan di negara-negara eropa seperti Jerman,
Swiss, Perancis dsb.

Gb. 1.2 Proyeksi sudut pertama atau proyeksi Eropa

1.2 Cara proyeksi sudut ketiga


Benda yang akan digambar diletakkan dalam peti sisi-sisi tembus pandang sebagai
bidang-bidang proyeksi seperti pada Gb. 1.3a. Pada tiap-tiap bidang proyeksi akan tampak
gambar pandangan dari benda menurut arah penglihatan yang ditentukan oleh anak panah.
Pandangan depan dalam arah A dipilih sebagai pandangan depan. Pandangan-
pandangan yang lain diproyeksikan pada bidang-bidang proyeksi lainnya menurut Gb. 1.3a.
Sisi-sisi peti dibuka menjadi satu bidang proyeksi depan menurut arah anak panah (Gb. 1.3
b). Hasil lengkapnya dapat dilihat pada Gb. 1.3 c. Dengan pandangan depan A sebagai
patokan, pandangan atas B diletakkan di atas, pandangan kiri C diletakkan di kiri, pandangan

13
kanan D diletakkan di kanan, pandangan bawah E diletakkan di bawah dan pandangan
belakan diletakkan di kiri atau dikanan.
Susunan proyeksi demikian disebut gambar proyeksi sudut ketiga dan disebut juga
‘cara A’ karena cara ini dipakai di Amerika. Negara-negara lain yang banyak
mempergunakan cara ini adalah Jepang, Australia, Kanada dsb.

Gb. 1.3 Proyeksi sudut ketiga atau proyeksi Amerika

1.3Cara dengan menggunakan anak panah


Hampir semua gambar dibuat dengan cara proyeksi sudut pertama atau sudut ketiga.
Tetapi apabila perlu dapat dibuat atau dipakai cara lain yaitu dengan menggunakan anak
panah.
Tiap gambar kecuali pandangan depan diberi tanda dengan huruf besar, yang terdapat
pula pada anak panah yang diperlukan untuk menentukan arah penglihatan. Gambar
pandangannya dapat diletakkan tidak menurut cara-cara yang sudah dibahas sebelumnya.
Cara proyeksi ortogonal masih tetap dipakai, hanya penempatannya saja yang berbeda seperti
pada Gb. 1.4.
Huruf-huruf penunjuk pandangan lebih baik ditempatkan di atas gambar
bersangkutan. Huruf-huruf pada anak panah diletakkan dekat anak panah dan ditulis tegak
lurus.

Gb. 1.4 Cara penggunaan panah referensi

14
1.4Pengenalan cara-cara proyeksi dan lambangnya
Jika hasil-hasil gambar proyeksi sudut pertama dan proyeksi sudut ketiga
dibandingkan, maka terlihat bahwa gambar yang satu merupakan kebalikan dari yang lain,
dilihat dari segi susunannya. Oleh karena itu perbedaannya sangat penting. Harus dicatat
bahwa dua proyeksi ini jangan dipakai bersamaan dalam satu gambar.
Dalam standar ISO (ISO/DIS 128) telah ditetapkan bahwa kedua cara proyeksi boleh
dipergunakan. Untuk keseragaman semua gambar dalam standar ISO digambar menurut cara
proyeksi sudut ketiga.
Jika pada gambar telah ditentukan cara proyeksi yang dipakai maka cara yang dipakai
harus dijelaskan pada gambar. Penjelasan tersebut menurut ISO berupa sebuah lambang
seperti pada Gb. 1.5. Lambang ini diletakkan pada bagian kanan bawah kertas gambar.

Gb. 1.5 Lambang cara proyeksi

1.5Perbandingan antara proyeksi sudut pertama dan


proyeksi sudut ketiga
Telahdijelaskan diatas bahwa kedua cara proyeksi tersebut dapat sama-sama dipakai
sesuai dengan standar ISO. Negara Amerika dan Jepang telah menentukan untuk memakai
proyeksi sudut ketiga. Hal ini didasarkan atas kelebihan dari cara ini dibandingkan dengan
cara proyeksi sudut pertama.
1. Dari gambarnya bentuk benda dapat langsung dibayangkan. Dengan pandangan depan
sebagai patokan gambar pandangan lain dilipat menurut Gb. 1.6 dan gambarnya akan
muncul seperti aslinya.
2. Gambarnya mudah dibaca karena hubungan antara gambar yang satu dengan yang
lainnya dekat. Tidak saja mudah dibaca, tetapi jarang terjadi salah pengertian.
Teristimewa sekali pada benda-benda yang panjang susunan pandangan depan dan
pandangan samping mudah sekali dibaca. Gambar 1.7 menunjukkan perbedaan antara
kedua cara proyeksi.
3. Pandangan yang sehubungan diletakan berdekatan. Oleh karena itu mudah untuk
membaca ukuran-ukurannya. Salah pembacan dari ukuran tidak mungkin terjadi.
Untuk tukang juga lebih sederhana.
4. Dengan cara proyeksi sudut ketiga mudah untuk membuat pandangan tambahan atau
pandangan setempat. Benda pada Gb. 1.8 a digambar dengan pandangan tambahan
menurut proyeksi sudut ketiga, Gb. 1.8 b dan menurut proyeksi sudut pertama, Gb.
1.8 c. Contoh gambar ini menunjukkan cara proyeksi mana yang lebih unggul.

15
Gb. 1.6 Keuntungan cara proyeksi sudut ketiga

Karena alasan-alasan diatas proyeksi sudut ketiga dapat dianggap yang lebih rasional
dan dipakai dinegara-negara pantai laut fasifik, seperti USA, Kanada, Jepang, Korea,
Australia dsb.

Gb. 1.7 Perbandingan proyeksi sudut pertama dan ketiga

Gb. 1.8 Perbandingan cara-cara proyeksi dalam hal pandangan khusus

16
BAB II
ATURAN-ATURAN DASAR
UNTUK PENYAJIAN GAMBAR

2.1 Penentuan Pandangan


Untuk menggambar pandangan-pandangan sebuah benda, pandangan depan benda
dianggap sebagai gambar pokok dan pandangan-pandangan lain dapat disusun seperti gambar
2.1. Pada gambar kerja, jumlah pandangan harus dibatasi seperlunya sehingga dapat
memberikan bentuk benda secara lengkap. Pandangan depan harus dipilih sedemikian rupa
sehingga dapat memberikan bentuk atau fungsi benda secara umum, dan jika pandangan
depan ini belum dapat memberikan gambaran cukup dari benda tadi maka pandangan-
pandangan tambahan perlu dibuat seperti pandangan atas, pandangan samping dan
sebagainya.
Jika benda yang terdapat pada gambar 2.2 ingin diperlihatkan dalam gambar, pandangan
atas, pandangan kanan dan pandangan belakang tidak diperlukan. Sesuai dengan bentuknya,
hanya dua pandangan diperlukan untuk menggambarkan benda secara jelas, seperti
diperlihatkan pada gambar 2.2. Jika bendanya berbentuk simetris, seperti misalnya sebuah
poros, satu pandangan sudah cukup memberikan gambaran dari benda tersebut, dengan hanya
menambahkan lambang Ф pada ukuran diameter poros seperti pada gambar 2.3.

Gb. 2.2 Memilih pandangan

Gb. 2.2 Gambar dengan dua pandangan

Gb. 2.3 Gambar dengan satu pandangan saja

17
2.2 Pemilihan pandangan depan
Pemilihan pandangan depan dari benda yang akan disajikan dalam gambar adalah sangat
penting. Karena gambar pandangan depan dapat langsung memberikan keterangan bentuk
benda yang sebenarnya. Lagipula jumlah gambar pandangan juga ditentukan oleh gambar
pandangan depan tadi. Pandangan depan tidak selalu berarti pandangan depan dalam arti kata
sehari-hari. Pandangan depan adalah bagian benda yang dapat memberikan cukup keterangan
mengenai bentuk khasnya atau fungsinya.
Umpamanya wajah seorang wanita ingin diabadikan dalam gambar seperti pada gambar
2.4 (a). Maka disini pandangan depan dari wajah tersebut ialah muka itu sendiri, karena
bagian ini sudah memberikan sifat-sifat khas dari wajah tadi. Di lain pihak, sebagai
pandangan depan dari seekor kuda justru diambil pandangan sampingnya, karena pandangan
ini sudah cukup memberikan keterangan tentang ciri-ciri khas dari “benda” tersebut, seperti
ditampilkan pada gambar 2.4 (b). Pada gambar 2.5 diperlihatkan pula badan pesawat yang
mana diambil sebagai pandangan depan. Begitu pula halnya dengan sebuah mobil.

Gb. 2.4 Pandangan depan

Gb. 2.5 Gambar garis bentuk sebuah pesawat terbang

2.3 Susunan gambar-gambar pandangan


Jika pandangan depan dari benda telah ditentukan, maka pandangan-pandangan lain yang
dianggap perlu dapat dipilih dan disusun dalam satu gambar yang merupakan satu kesatuan.
Dalam gambar kerja, bagian-bagian benda digambar dalam kedudukan pengerjaannya
(Gb. 2.6). Misalnya poros yang dikerjakan pada mesin bubut harus digambar mendatar pula,
seperti contoh-contoh pada Gb. 2.7 (a) dan (b). Benda-benda yang dikerjakan pada mesin
planer, shaper atau fres harus digambar dengan bagian permukaan yang dikerjakan dalam
kedudukan mendatar (Gb 2.8).

18
Gb. 2.6 Pandangan depan dari beberapa alat

Gb. 2.7 Pembuatan dengan mesin bubut

Gb. 2.8 Pembuatan dengan planer, shaper atau fres

2.4Pandangan tambahan
Benda-benda yang memiliki bagian-bagian dengan permukaan miring, tidak akan terlihat
bentuk sebenarnya dalam gambar pandangan orthogonal. Jika diperlukan gambar yang
menunjukkan bentuk sebenarnya, maka pandangan tambahan dapat digambarkan. Pandangan
tambahan ini digambar pada bidang bantu, dekat pada bagian yang akan digambar, dan tegak
lurus pada arah penglihatan. Jadi dasar proyeksi orthogonal disini tetap dipertahankan.
Contoh-contoh pandangan khusus ini dapat dilihat pada Gb 2.9 dan 2. 10.

Gb. 2.9 Pandangan khusus

19
Gb. 2.10 Pndangan khusus

2.5 Pandangan sebagian


Kadang-kadang suatu benda tidak perlu digambar secara lengkap. Dalam hal demikian
hanya bagian yang ingin diperlihatkan saja dibuat gambarnya. Bagian ini dibatasi dengan
garis tipis kontinu bebas. Artinya garis ditarik tanpa bantuan alat gambar (Gb. 2.11).
Dalam hal gambar pandangan samping menghasilkan gambar yang mengaburkan bentuk
bendanya, maka gambar pandangan tidak digambar secara lengkap. Benda yang diperlihatkan
pada Gb. 2.12 menunjukkan perbedaannya. Gb. 2.12 (a) tidak memberikan bentuk benda
sebenarnya. Dengan pandangan sebagian, artinya gambar pandangan yang tidak lengkap,
seperti pada Gb. 2.12 (b), terlihat jelas bentuk bendanya.

Gb. 2.11 Pandangan sebagian dan pandangan setempat

Gb. 2.12 Pandangan sebagian

20
2.6 Pandangan setempat
Di samping gambar pandangan sebagian ini, masih terdapat gambar pandangan yang
lebih sempit, yaitu pandangan setempat. Gb. 2.11 memperlihatkan pandangan setempat dari
alur pasak. Pandangan ini dimaksud untuk melengkapi gambar dari sebuah poros. Perhatikan
disini bahwa porosnya hanya digambar dengan pandangan sebagian. Pandangan setempat
digambar dengan garis tebal dan harus dihubungkan dengan gambar pokok oleh garis sumbu
(tidak selalu). Gb. 2.13 memperlihatkan cara menggambar pandangan setempat dari lubang
pada dinding benda. Di sini tidak diperlukan gambar pandangan samping lengkap. Cara
demikian menghemat waktu dan tempat (kertas gambar).

Gb. 2.13 Pandangan setempat

2.7Pandangan khusus dengan menggunakan anak panah


Jika diperlukan arah penglihatan yang berbeda dari pada yang telah ditentukan menurut
aturan cara proyeksi yang digunakan atau gambar pandangannya tidak dapat ditempatkan
pada tempat sebenarnya, maka cara dengan menggunakan anak panah harus diterapkan. Pada
Gb. 2.14 tampak gambar dalam proyeksi sudut pertama, sedangkan pandangan sampingnya
mempergunakan proyeksi sudut ketiga. Disini dalam satu gambar dipergunakan dua cara
proyeksi yang pada dasarnya tidak diperbolehkan. Hanya pada keadaan tertentu cara
demikian diperkenankan.

Gb. 2.14 Pandangan khusus

2.8 Pandangan detail


Dalam hal dimana bagian dari benda begitu kecil, sehingga tidak dapat digambarkan atau
diberi ukuran dengan baik, bagian tersebut dapat digambar secara mendetail, dengan skala
pembesaran. Seperti terlihat pada Gb. 2.15 (a) bagian poros yang akan dibesarkan dilingkari
dan diberi huruf besar A. Bagian ini kemudian digambar ditempat lain disertai dengan
tandanya dan skalanya (Gb. 2.15 (b)).

21
Gb. 2.15 Pandangan detail

Soal

Buatlah gambar pandangan dari gambar isometric berikut:

22
BAB III
POTONGAN (IRISAN)

3.1 Potongan
Tidak jarang ditemui benda-benda dengan rongga-rongga didalamnya. Untuk
menggambarkan bagian-bagian ini dipergunakan garis gores, yang menyatakan garis-garis
tersembunyi. Jika hal ini dilaksanakan secara taat azas, maka akan dihasilkan sebuah gambar
yang rumit sekali dan susah dimengerti. Bayangkan saja jika sebuah lemari roda gigi harus
digambar secara lengkap. Untuk mendapatkan gambaran dari bagian-bagian yang
tersembunyi ini, bagian yang menutupi dibuang. Gambar demikian disebut gambar potongan
atau disingkat saja dengan potongan.
Gambar pada Gb. 3.1 (a) memperlihatkan sebuah benda dengan bagian yang tidak
kelihatan. Bagian ini dapat dinyatakan dengan garis gores. Jika benda ini dipotong, maka
bentuk dalamnya akan lebih jelas lagi. Gb. 3.1 (b) memperlihatkan cara memotongnya dan
Gb. 3.1 (c) sisa bagian benda setengah bagian yang menutupi dihilangkan. Gambar sisa ini
diproyeksikan ke bidang potong dan hasilnya disebut potongan (Gb. 3.1(d)). Gambarnya
diselesaikan dengan garis tebal.
Dalam hal-hal tertentu bagian-bagian yang terletak dibelakang ini tidak perlu
digambar. Hanya jika bagian ini diperlukan maka bagian dibelakang potongan ini digambar
dengan garis gores.

Gb. 3.1 Penjelasan mengenai potongan

3.2 Penyajian potongan


3.2.1 Penyajian potongan

Pada umumnya bidang potong dibuat melalui sumbu dasar (Gb. 3.1) dan potongannya
disebut potongan utama. Jika perlu, maka bidang potong dapat dibuat diluar sumbu dasar.
Dalam hal ini bidang potongnya harus diberi tanda dan arah penglihatannya dinyatakan
dengan anak panah seperti diperlihatkan oleh Gb. 3.2.
Peraturan umum yang berlaku untuk gambar proyeksi berlaku juga untuk gambar
potongan

Gb. 3.2 Potongan tidak melalui garis sumbu dasar

23
3.2.2 Letak potongan dan garis potong

Jika letak bidang potong sudah tampak jelas pada gambar tidak diperlukan penjelasan
lebih lanjut (Gb. 3.3). Jika letak bidang potong tidak jelas atau ada beberapa bidang potong
maka bidang potongnya harus dijelaskan dalam gambar. Pada gambar proyeksi bidang
potong dinyatakan oleh sebuah garis potong yang digambar dengan sebuah garis sumbu dan
pada ujung-ujungnya dipertebal dan pada tempat-tempat dimana garis potongnya berubah
arah. Pada ujung-ujung garis potong diberi tanda dengan huruf besar dan diberi anak panah
yang menunjukkan arah penglihatan (Gb. 3.4)

Gb. 3.3 Potongan melalui garis sumbu dasar Gb. 3.4 Potongan dengan garis bidang
Potong

3.3 Cara-cara membuat potongan


3.3.1 Potongan dalam satu bidang

a. Potongan oleh bidang potong melalui garis sumbu dasar


Jika bidang potong melalui garis sumbu dasar pada umumnya garis potongnya dan
tanda-tandanya tidak perlu dijelaskan pada gambar. Potongan demikian disebut potongan
utama.
b. Potongan yang tidak melalui sumbu dasar
Jika diperlukan potongan yang tidak melalui sumbu dasar letak bidang potongnya
harus dijelaskan pada garis potongnya.

3.3.2 Potongan oleh lebih dari satu bidang


a. Potongan meloncat
Untuk menyederhanakan gambar dan penghematan waktu potongan-potongan dalam
beberapa bidang sejajar dapat disatukan. Pada Gb. 3.5 diperlihatkan sebuah benda yang
dipotong menurut garis potong A-A. Sebenarnya bidang potongnya terdiri atas dua bidang
yang dalam hal ini dapat disatukan. Potongan demikian disebut potongan meloncat.
b. Potongan oleh dua bidang berpotongan.
Bagian-bagian simetrik dapat digambar pada dua bidang potong yang saling
berpotongan. Satu bidang potong merupakan potongan utama, sedangkan bidang yang lain
menyudut dengan bidang pertama. Proyeksi pada bidang terakhir ini setelah diselesaikan
menurut aturan yang berlaku diputar hingga berimpit pada bidang proyeksi pertama. Gb. 3.6
menunjukkan bagaimana caranya membuat gambar potongan demikian.

24
c. Potongan pada bidang berdampingan
Potongan pada pipa berbentuk seperti pada Gb. 3.7 dapat dibuat dengan bidang-
bidang yang berdampingan melalui garis sumbunya.

Gb. 3.5 Potongan meloncat Gb. 3.6 Potongan dengan dua bidang menyudut

Gb. 3.7 Potongan dengan bidang-bidang berdampingan


3.3.3 Potongan separuh

Bagian-bagian simetrik dapat digambar setengahnya sebagai gambar potongan dan


setengahnya lagi sebagai gambar pandangan (Gb. 3.8). Dalam gambar ini garis-garis yang
tersembunyi tidak perlu digambar dengan garis gores lagi, karena sudah jelas pada gambar
potongannya.

Gb. 3.8 Potongan setengah

3.3.4 Potongan setempat

Kadang-kadang diperlukan gambaran dari bagian kecil saja dari benda, yang
tersembunyi misalnya benda pada Gb. 3.9(a). Pada Gb. 3.9 (b) dan (c) memperlihatkan
gambar yang dipotong setempat dan potongan penuh. Potongan setempat juga dilakukan pada
bagian-bagian yang tidak boleh dipotong (Gb. 3.9 (d).

25
Gb. 8.9 Potongan setempat

3.3.5 Potongan yang diputar ditempat atau dipindahkan

Bagian-bagian benda tertentu seperti misalnya ruji-ruji roda, tuas, peleg, rusuk
penguat, kait dsb, penampangnya dapat digambar setempat (Gb. 3.10) atau setelah
potongannya diputar kemudian dipindahkan ke tempat lain (Gb. 3.11). Ada perbedaan sedikit
antara kedua gambar tersebut, yaitu yang pertama digambar dengan garis tipis sedangkan
yang kedua dengan garis tebal biasa.

Gb. 3.10 Potongan di putar di tempat

Gb. 3.11 Potongandiputar dan dipindahkan

3.3.6 Susunan potongan-potongan berurutan

Potongan-potongan berurutan dapat disusun seperti pada Gb. 3.12 atau Gb. 3.13. Hal
ini diperlukan untuk memberi ukuran atau alasan lain. Potongan-potongan pada Gb. 3.12
semua terletak pada sumbu utama dan pada Gb. 3.13 masing-masing terletak dibawah garis
potongnya.

26
Gb. 3.12 Potongan berurutan

Gb.3.13 Potongan berurutan

3.4 Penampang-penampang tipis


Penampang-penampang tipis seperti misalnya benda-benda yang terbuat dari pelat,
baja profil dsb atau paking dapat digambar dengan garis tebal atau seluruhnya dihitamkan
(Gb. 3.14). Jika bagian-bagian demikian terletak berdampingan bagian yang berbatasan
dibiarkan putih (Gb. 3.15 dan 3.16)

Gb. 3.14 Potongan benda tipis

Gb. 3.15 Potongan benda tipis dengan ruang kosong di antaranya

27
Gb. 3.16 Potongan benda tipis digambar dengan garis tebal

3.5 Bagian benda atau benda yang tidak boleh dipotong

Gb. 3.17 Bagian-bagian yang tidak dapat diperlihatkan oleh potongan

Bagian-bagian benda seperti rusuk penguat tidak boleh dipotong dalam arah
memanjang. Begitu pula benda-benda seperti baut, paku keling, pasak poros dsb tidak boleh
dipotong kearah memanjang. Gb. 3.17 memperlihatkan sebuah benda yang dipotong tetapi
terdaapat beberapa bagian benda yaitu sirip dan beberapa benda yang lain yaitu antara lain
poros, pasak, baut dsb yang tidak dipotong.

3.6 Arsir
Untuk membedakan gambar potongan dari gambar pandangan dipergunakan arsiran
yaitu garis-garis miring tipis.
Kemiringan garis arsir adalah 450 terhadap garis sumbu atau terhadap garis gambar
(Gb. 3.18). Jarak garis-garis arsir disesuaikan dengan besarnya gambar. Bagian-bagian
potongan yang terpisah diarsir dengan sudut yang sama (Gb. 3.1, 3, 6 dan 7)
Arsiran dari bagian-bagian yang berdampingan harus dibedakan sudutnya agar jelas
(Gb. 3.19)
Penampang-penampang yang luas dapat diarsir secara terbatas yaitu hanya pada
kelilingnya saja (Gb. 3.20).
Potongan-potongan sejajar dari benda yang sama yang terdapat pada potongan
meloncat diarsir serupa tetapi dapat juga digeser jika dipandang perlu (Gb. 3.21)
Garis-garis arsir dapat dihilangkan untuk menulis huruf atau angka jika hal ini tidak
dapaat dilakukan diluar daerah arsir (Gb. 3.22)

28
Gb. 3.18 Arsiran

Gb. 3.19 Arsiran dari bagian-bagian yang berdampingan

Gb. 3.20 Arsiran bidang yang luas

Gb. 3.21 Arsiran pada potongan sejajar (meloncat)

29
Gb. 3.22 Arsiran dan angka

3.7 Beberapa catatan tentang potongan


a. Potongan dapt dipergunakan jika bentuk dalam dapat diperjelas dengan memotong
bendanya.
Jika bentuknya dapat diperlihatkan dengan jelas tanpa pemotongan maka gambar
potongan tidak perlu dibuat.

b. Elemen mesin yang tidak boleh dipotong dalam arah memanjang dapat digambar dengan
potongan setempat. Lihat pasak, baut penyetel, pena tirus pada Gb. 3.17.

c. Pada Gb. 3.23 diperlihatkan dalam gambar potongan. Gaambar potongan yang hanya
menunjukkan bagian-bagian yang dipotong (Gb. 3.23c) adalah tidak benar karena seolah-olah
bendanya terdiri dari dua benda berbentuk huruf L. Cara yang benar dapat dilihat pada Gb.
3.23c.

30
BAB IV
CARA-CARA PENGGAMBARAN KHUSUS
Disamping gambar-gambar yang dihasilkan dengan cara proyeksi ortogonal biasa,
terdapat juga cara-cara khusus untuk lebih jelasnya gambar atau untuk penyederhanaan.

4.1 Cara menunjukkan bagian yang dikerjakan secara khusus


Bagian-bagian benda tertentu harus dikerjakan secara khusus. Jika hal ini ingin
ditunjukkan dalam gambar maka bagian-bagian tersebut dijelaskan oleh garis sumbu tebal
sejajar dengan bagian bersangkutan dan diberi jarak sedikit agar jelas seperti pada Gb. 4.1a
dan b. Pada benda-benda simetris, garisnya tidak perlu digambar seluruhnya tetapi cukup
setengahnya saja. Disamping garis sumbu tebal ini masih diperlukan keterangan tambahan
mengenai pengerjaan tambahan yang diperlukan.

Gb. 4.1 Cara penunjukan daerah yang harus dikerjakan tambahan

4.2 Garis-garis perpotongan


a. Garis perpotongan yang sebenarnya
Garis perpotongan antara dua permukaan geometrik harus digambar dengan garis
gambar jika kelihatan dan dengan garis gores jika tersembunyi (Gb. 4.2).

Gb. 4.2 Garis perpotongan yang sebenarnya

b. Gambar garis perpotongan yang disederhanakan


Untuk menghemat waktu beberapa garis perpotongan yang sebenarnya dapat
digambar dengan disederhanakan umpamanya:
1. garis perpotongan antara silinder dengan silinder (Gb. 4.3 a dan b)
2. garis perpotongan antara silinder dengan prisma tegak lurus (Gb. 4.3 c dan d)
Dalam contoh-contoh diatas garis-garis perpotongan yang sedianya lengkung disederhanakan
oleh garis lurus atau boleh dengan busur lingkaran. Garis perpotongan ini akan lebih mirip
dengan garis perpotongan yang sebenarnya bila perbedaan ukuran antara kedua benda
tersebut makin besar. Penyederhanaan ini jangan dilakukan seandainya akan mengganggu
kejelasan gambar.

31
Gb. 4.3 Penyajian garis perpotongan yang disederhanakan

c. Garis perpotongan khayal


Garis perpotongan khayal yang terdapat pada pembulatan atau perpotongan antara dua
silinder digambar dengan garis tipis tidak sampai pada batas-batas gambar seperti pada Gb.
4.4. Tetapi pada gambar pandangan samping garis demikian digambar dengan garis tebal. Gb.
4.5 memperlihatkan benda yang terdiri dari sebuah flens dan sebuah kerucut terpancung
dalam dua proyeksi pandangan depan dan pandangan samping. Pada pandangan samping
lingkaran-lingkaran yang merupakan garis perpotongan antara bidang datar dan kerucut
digambar dengan garis tebal walaupun sebenarnya garis ini tidak kelihatan karena
pembulatannya.

Gb. 4.4 Garis perpotongan khayal (garis tipis)

Gb. 4.5 Garis perpotongan khayal (garis tebal) pada ujung bidang tirus.

4.3 Gambar bidang datar


Untuk menghindari terjadinya kesalahan atau untuk jelasnya gambar misalnya bidang
datar pada bagian silinder diperlukan keterangan yang menekankan bahwa bagian tersebut
adalah bidang datar. Dalam gambar bidang yang dimaksud ditandai oleh diagonalnya yang
digambar dengan garis tipis (Gb. 4.6). Walaupun bidangnya tersembunyi macam garisnya
tetap sama (Gb. 4.6 c)

Gb. 4.6 Cara memperlihatkan bidang datar dengan lambang

32
Harus dicatat bahwa suatu segi empat dengan diagonalnya dalam bidang bangunan
dan arsitektur merupakan lubang (Gb. 4.7)

Gb. 4.7 Cara memperlihatkan lubang segi empat dengan lambing (gambar bangunan)

4.4 Gambar benda-benda simetris


Untuk menghemat waktu dan tempat benda-benda simetris dapat digambar sebagian
saja. Garis simetrinya ditandai oleh dua garis pendek sejajar tegak lurus pada garis tersebut
(Gb. 4.8)
Cara lain ialah bagian benda yang dihilangkan digambar sedikit melalui garis
simetrinya seperti diperlihatkan oleh Gb. 4.9. Dalam hal ini garis pendek sejajar boleh
dihilangkan.

Gb. 4.8 Pandangan benda simetris

Gb. 4.9 Pandangan benda simetris

4.5 Gambar yang diputus-putus


Gambar seperti poros panjang dapat digambar terputus-putus untuk menghemat waktu
dan tempat. Garis-garis potongnya digambar dengan garis tipis dengan tangan bebas atau
dengan penggaris dan diberi zigzag (Gb. 4.10)

33
Gb. 4.10 Gambar yang diputus-putus

4.6 Penyederhanaan gambar dari bentuk-bentuk yang berulang


Jika suatu bentuk pada benda terdapat berulangkali biasanya tidak digambar
seluruhnya. Hanya satu atau dua bentuk yang terdapat pada tempat-tempat penting saja yang
digambar (Gb. 4.11)
Tempat-tempat penting artinya adalah:
- pada titik potong antara garis sumbu utama dan lingkaran jarak dan satu lagi jika
seluruhnya terletak pada lingkaran jarak yang sama (Gb. 4.11 a)
- diujung jika seluruhnya terletak pada segi empat (Gb. 4.11 b)
- pada kedua ujung dan satu di sebelahnya jika seluruhnya terletak pada satu garis (Gb.
4.11 c)
-

Gb. 4.11 Penyederhanaan penyajian gambar bentuk yang berulang-ulang

4.7 Bentuk semula (asli)


Jika suatu benda dihasilkan dari pembentukan seperti hasil tekukan yang terdapat
pada Gb 4.12, bentuk semula dari benda tersebut tidak tampak lagi. Dalam hal ini bentuk
aslinya digambar dengan garis sumbu (Gb. 4.12). Cara ini juga dipakai untuk menyatakan
bentuk asli dari bahan yang dipergunakan.
Cara yang disebut belakangan ini belum ditentukan dalam ISO tetapi telah
dipergunakan oleh beberapa negara selain Jepang.

Gb. 4.12 Batas semula

34
4.8 Penggunaan pandangan sebagian
Pada bab 2.1 telah disinggung mengenai jumlah pandangan tambahan yang
diperlukan. Untuk penghematan waktu menggambar dan tempat maka jumlah gambar
pandangan tambahan yang diperlukan harus dibatasi seminimal mungkin.
Benda pada Gb. 4.13 dapat digambar hanya dalam dua gambar pandangan
umpamanya pandangan depan dan pandangan kanan tetapi hasilnya kurang jelas seperti
tampak pada Gb 2.12 a. Disini dianjurkan untuk membuat gambar pandangan samping kiri
dan kanan hanya sebagai pandangan sebagian seperti pada Gb. 2.12 b.
Ini sebenarnya bertentangan dengan dasar untuk membuat gambar seminimal
mungkin tetapi disini diperlukan agar gambar menjadi jelas.

Gb. 4.13 Penggunaan pandangan sebagian

4.9 Proyeksi putar


Suatu gambar harus memperlihatkan bentuk benda sejelas mungkin. Sebuah elemen
seperti misalnya sebuah lengan yang dilekatkan pada sebuah bos dengan suatu sudut tertentu
pada pandangan depan tidak tampak nyata. Panjang sebenarnya akan tampak lebih pendek.
Cara untuk menghindari hal tersebut adalah dengan proyeksi putar. Bagian miring tersebut
diputar hingga sejajar dengan bidang proyeksi baru kemudian diproyeksikan. Untuk jelasnya
dapat dilihat pada Gb. 4.14.
Contoh lainnya adalah benda pada Gb. 4.15 a. Benda tersebut merupakan sebuah
rumah bantalan luncur yang diperkuat dengan empat buah sirip dan ada empat buah lubang
untuk mengikatnya. Sirip dan lubang tidak mungkin diperlihatkan dalam satu pandangan atau
potongan secara jelas. Gambar 4. 15 b adalah gambar potongan melalui lubang. Pada gambar
ini siripnya tidak tampak dalam bentuk yang sebenarnya. Jika dipotong menurut siripnya
seperti Gb. 4.15 c dimana menurut aturan sirip tidak boleh dipotong maka lubangnya tidak
kelihatan. Sesuai asas gamabar minimum jumlah gambar dapat dibatasi dengan menggunakan
proyeksi putar seperti Gb. 4.15d. Pada bidang potong lalu diproyeksikan atau bendanya
dipotong melalui lubang dan siripnya yang diputar sampai bidang potong dan diproyeksikan.
Ini tergantung dari letak bendanya.

Gb. 4.14 Proyeksi putar (sirkular)

35
Gb. 4.15 Proyeksi putar

4.10 Penyederhanaan gambar bagian-bagian yang dikartel, jaringan kawat


dan pelat bordes
Cara-cara menggambar bagian-bagian yang dikartel, jaringan kawat, pelat bordes
diperlihatkan pada Gb. 4.16. Pada gambar hanya digambar sebagian dari pola bentuk-bentuk
yang dimaksud.
Pandangan pada Gb. 4.16 adalah pandangan depan dan pandangan sampingnya tidak
digambar karena tidak diperlukan.

Gb. 4.16 Gambar yang disederhanakan

4.11 Bagian-bagian berdampingan


Jika pada gambar diperlukan bagian yang ada disebelahnya maka bagian tersebut
digambar dengan garis tipis. Gambar bagian ini tidak boleh menutupi bagian utama (Gb.
4.17). Gambar bagian yang menempel ini tidak diarsir pada gambar potongan.

Gb. 4.17 Gambar bagian yang berdampingan yang dianggap perlu

36
BAB V
ATURAN-ATURAN DASAR
UNTUK MEMBERI UKURAN

Memberi ukuran besaran-besaran geometrik dari bagian benda harus menentukan


secara jelas tujuannya dan tidak boleh menimbulkan salah tafsir. Oleh karena itu aturan-
aturan dasar untuk memberi ukuran yang menentukan caranya tersebut dalam bab 6 akan
dirumuskan disini.

5.1 Garis ukur dan garis bantu


Untuk menentukan ukuran sebuah dimensi linier, ditarik garis-garis bantu melalui
batas gambar pandangan benda dan garis ukurnya ditarik tegak lurus pada garis bantu (Gb.
5.1). Sebuah garis ukur dengan mata panahnya menunjukkan besarnya ukuran dari suatu
permukaan atau garis sejajar dengan garis ukur. Garis bantu dan garis ukur ditarik dengan
garis tipis.

Gb. 5.1 Garis ukur dan garis bantu

Garis bantu ditarik sedikit melebihi kira-kira 2 mm dari garis ukur.


Di beberapa Negara seperti Amerika, garis bantu tidak langsung berhubungan dengan
garis gambar tetapi dengan jarak sedikit untuk membedakan garis gambar dengan garis bantu
(Gb. 5.2).

Gb. 5.2 Garis bantu dan antara yang tampak

5.2 Tinggi dan arah angka ukur


Angka ukur atau huruf harus digambar dengan jelas pada gambar aslinya maupun
pada salinan gambar yang diperkecil. Dewasa ini dibuat microfilm dari gambar yang dapat
dibesarkan dan dicetak ulang. Walaupun demikian angka-angka atau huruf-huruf harus tetap
dapat dibaca dengan jelas.
Oleh karena itu angka-angka dan huruf-huruf harus digambar sebesar mungkin. Pada
peraturan ISO 3098 ditentukan tinggi dan bentuk angka-angka dan huruf-huruf.
Angka-angka dan huruf-huruf harus diletakkan ditengah-tengah dan sedikit diatas
garis ukur.

37
Hampir seluruh ukuran dari gambar yang diperlukan merupakan ukuran horizontal
atau vertikal. Ukuran yang pertama harus dapat dibaca dari bawah gambar sedangkan ukuran
yang kedua harus dapat dibaca dari sebelah kanan gambar seperti pada Gb. 5.3. Ini berarti
bahwa angka ukur horizontal harus terletak diatas garis ukur dan ukuran vertical harus
terletak disebelah kiri garis ukur. Angka dan garis ukur mempunyai jarak sedikit.

Gb. 5.3 Ukuran-ukuran normal

Dibeberapa Negara semua angka ukur ditulis mendatar. Dalam hal ini garis ukur
vertikal diputus ditengah-tengah untuk penempatan angka (Gb. 5.4). Sedapatnya ukuran-
ukuran jangan diletakkan didaerah yang diarsir pada Gb. 5.5 yaitu daerah antara sudut 300.

Gb. 5.4 Ukuran-ukuran searah

Gb. 5.5 Memberi ukuran pada garis ukur miring

Ukuran sudut ditulis seperti Gb. 5.6 a dan b. Disini garis ukurnya berupa garis
lengkung. Asas dasar yang harus dipertahankan adalah bahwa garis ukur harus merupakan
garis tulis. Jadi angka harus selau diatas garis ukur kecuali pada Gb. 5.6 b.

Gb. 5.6 Ukuran sudut

5.3 Ujung dan pangkal garis ukur


Ujung dan pangkal dari garis ukur harus menunjukkan dimana garis ukur mulai dan
berhenti. Ada tiga cara untuk menunjukkan hal ini yaitu dengan anak panah tertutup, garis
miring dan titik (Gb. 5.7). Cara dengan garis miring seperti Gb. 5.7 b banyak dipergunakan
dalam bidang sipil dan arsitek. Dalam bidang permesinan cara ini tidak dipergunakan. Bentuk

38
anak panah ditentukan oleh perbandingan panjang dan tebal sebagai 2:1 dan harus
dihitamkan.
Tanda titik dipakai bilaman tidak cukup tempat untuk menempatkan anak panah. Ini
pada umumnya terdapat pada ukuran berantai atau pangkal ukuran beruntun (Gb. 5.7 c).

Gb. 5.7 Ujung dan pangkal

5.4 Ukuran dan toleransi


Angka ukuran yang menunjukkan ukuran benda pada umumnya tidak dapat dipenuhi
dengan tepat. Batas-batas ketidak tepatan ini harus dinyatakan dalam gambar juga. Cara-
caranya diperlihatkan pada Gb. 5.8.
1. Ukuran dengan toleransinya yang ditentukan dalam ISO 2768 “Penyimpangan ukuran
yang diijinkan pada pengerjaan dengan mesin pada penentuan toleransinya” (Gb.
5.8a)
2. Ukuran dengan ketentuan toleransi linier (Gb. 5.8 b)
3. Ukuran dengan lambang toleransi, yang menentukan toleransi, sesuai ISO/R286
“Sistem ISO tentang batas dan suaian: Bagian I Umum, toleransi dan penyimpangan”.
(Gb. 5.8c)
4. Ukuran teoritis tepat tanpa toleansi linier yang ditentukan oleh ISO 1101/I “Toleransi
bentuk dan posisi: Bagian I Umum, Penunjukkan dalam gambar”, Posisi harus
diterapkan pada posisi yang sebenarnya yang telah ditentukan oleh ukuran ini.
5. Ukuran yang biasanya tanpa toleransi; dipakai hanya sebagai bahan informasi.(Gb.
5.8 e). Ini disebut dimensi referensi dan tidak menentukan operasi produksi atau
pemeriksaan. Sebuah dimensi referensi diturunkan dari nilai-nilai yang tercantum
dalam gambar atau gambar-gambar yang mempunyai hubungan.

Gb. 5.8 Macam-macam jenis ukuran dan toleransi

39
5.5 Dimensi fungsional, dimensi tidak fungsional dan dimensi tambahan
Pada Gb. 5.9 diperlihatkan sebuah tuas (link) yang dihubungkan pada sebuah benda
dengan sebuah pen. Ukuran-ukuran pen ditentukan seperti pada Gb. 5.10a). Sesuai dengan
fungsi dari susunan tersebut, ukuran-ukuran dibagi dalam golongan-golongan: ukuran-ukuran
fungsional F, ukuran-ukuran bukan fungsional NF dan ukuran-ukuran tambahan Aux.
1. Suatu dimensi fungsional adalah ukuran yang diperlukan untuk fungsi dari bagian
atau komponen, umpamanya bagian-bagian yang disusun, cara kerja dari bagian dsb
2. Suatu dimensi bukan fungsional adalah ukuran yang tidak langsung mempengaruhi
fungsi secara prinsipil.
3. Suatu dimensi tambahan adalah dimensi referensi yang telah disebut pada bagian
sebelumnya. Ukuran ini diberikan dalam tanda kurung tanpa toleransi hanya sebagai
bahan informasi.

Gb. 5.9 Pen dengan sebuah tugas Gb. 5.10 Ukuran fungsional

5.6 Satuan-satuan
Semua ukuran dalam gambar harus ditulis dalam satuan yang sama. Dalam system
satuan SI satuan panjang adalah millimeter (mm). Singkatan satuan panjang (mm) tersebut
tidak perlu dicantumkan dibelakang tiap ukuran. Dengan sendirinya harus dimengerti bahwa
angka yang tercantum pada gambar memberikan ukuran panjang dalam mm walaupun satuan
ini tidak ditulis.
Jika diperlukan penggunaan satuan lain lambang dari satuan yang dipakai harus
ditambahkan dibelakang angka atau diberi catatan yang menerangkan satuan yang dipakai.
Ukuran sudut pada umumnya dinyatakan dalam derajat dan jika perlu juga dalam
menit dan detik. Ini dinyatakan oleh lambang-lambang: 0 untuk derajat, ‘ untuk menit dan “
untuk detik yang ditulis disebelah kanan atas dari angka yang bersangkutan.
Contoh: 6022’52”

5.7 Tanda desimal


Tanda desimal harus diletakkan setinggi dasar angka dan harus tampak jelas. Sebagai
tanda decimal dipakai koma.
Jika terdapat lebih dari empat angka disebelah kiri atau kanan angka tidak perlu diberi
tanda lain setelah tiap tiga angka.
Contoh: 125,35 ; 12,00

40
BAB VI
CARA-CARA MEMBERI UKURAN

Sesuai dengan aturan-aturan dasar untuk memberi ukuran yang telah dibahas pada bab
sebelumnya, ukuran-ukuran panjang, profil atau sudut harus diperinci oleh cara-cara khusus
yang akan dibahas berikut ini.

6.1 Memberi ukuran dimensi linier


Pada dasarnya ukuran-ukuran linier harus diperinci oleh garis bantu, garis ukur dan
angka ukur seperti pada Gb. 6.1.

Gb. 6.1 Contoh memberi ukuran

Jika ruang antara garis bantu terlalu sempit untuk menempatkan anak panah, anak
panahnya dapat diganti dengan titik (Gb. 6.2). Dalam hal ini dianjurkan untuk membuat
gambar detail yang diperbesar. Dengan demikian ukuran-ukurannya dapat diberikan dengan
jelas pada gambarnya (Gb. 6.3).

Gb. 6.2 Ruang ukur yang sempit

Gb. 6.3 Gambar detail

41
Dalam beberapa hal garis ukur dapat langsung ditarik antara garis gambar, tanpa garis
bantu (Gb. 6.4). Garis gambar atau garis sumbu dapat dipergunakan sebagai garis bantu,
tetapi tidak boleh dipakai sebagai garis ukur.

Gb. 6.4 Garis gambar sebagai garis bantu

6.2 Memberi ukuran bagian yang harus dikerjakan secara khusus


Bagian-bagian seperti misalnya lubang yang dibor, lubang yang diream dsb diberi
ukuran dengan garis penunjuk, beserta ukuran dan catatannya. Garis penunjuk harus berujung
anak panah, yang berakhir pada titik potong antara garis sumbu dan garis gambar untuk
gambar berbentuk silinder, dan berakhir pada garis gambar untuk gambar lingkaran. Garis
penunjuk harus ditarik miring dan dianjurkan membuat kemiringan kira-kira 600 dengan garis
horizontal (Gb. 6.5).

Gb. 6.5 Memberi ukuran lubang

Garis penunjuk juga dipergunakan untuk memberi nomor bagian atau untuk memberi
keterangan tentang pengerjaan khusus. Dalam hal ini garis penunjuk berakhir dengan anak
panah jika penunjuk tersebut berakhir pada garis gambar dan berakhir dengan titik jika garis
penunjuk berakhir didalam gambar (Gb. 6.6).

Gb. 6.6 Garis penunjuk

42
6.3 Angka-angka ukur
1. Angka-angka atau huruf-huruf harus diletakkan kira-kira ditengah-tengah dan sedikit
diatas garis ukur (Gb. 6.7). Angka ukur tidak boleh dipotong atau dipisahkan oleh garis
gambar lain. Jika dianggap perlu angka ukur boleh ditempatkan dipinggir supaya jelas (Gb.
6.8).

Gb. 6.7 Garis ukur dan angka

Gb. 6.8 Angka diletakkan di pinggir

2. Jika angkaukur harus ditempatkan pada bagian yang diarsir, arsirnya harus dihilangkan
untuk memberi tempat angka atau huruf yang dimaksud (Gb. 6.9).

Gb. 6.9 Angka dan arsiran

3. Dalam keadaan tertentu angka ukur dapat ditempatkan sangat dekat pada salah satu anak
panah untuk mencegah bertumpuknya angka-angka ukur, dan jika terdapat banyak ukuran ,
garis ukurnya boleh ditarik hanya sebagian agar angka ukurnya tidak terlalu jauh dari bagian
yang diberi ukuran (Gb. 6.10).

Gb. 6.10 Garis ukur sebagian

4. Pada bagian-bagian yang sempit angka ukurnya dapat ditempatkan diluar garis ukur. Untuk
ini garis ukurnya dapat diperpanjang, lebih diutamakan perpanjangannya kesebelah kanan
dan angka ukurnya diatas garis perpanjangan ini (Gb. 6.11).

43
Gb. 6.11 Angka diatas perpanjangan garis ukur

6.4 Memberi ukuran benda yang tirus


Pada benda atau bagian benda yang miring sedikit garis-garis bantu horizontal
maupun vertical menjadi tidak jelas. Dalam hal ini garis-garis bantu digambar miring dan
sejajar. Gambar 6.12 memperlihatkan bagaimana cara memberi ukuran.

Gb. 6.12 Garis bantu miring

6.5 Garis-garis bantu khusus


Jika dua bidang miring berpotongan dan bagian yang lancip ini kemdian dibulatkan
atau dipotong ukuran harus diberikan seperti pada Gb. 6.13, dengan bantuan garis bantu
khusus. Yang dimaksud dengan garis bantu khusus adalah garis-garis perpanjangan bidang-
bidang miring yang bersangkutan. Titik potong dari garis-garis bantu khusus ini yang akan
menentukan ukuran dari bentuk benda.

Gb. 6.13 Garis bantu khusus

6.6 Memberi ukuran tali busur, busur dan sudut


Tali busur, busur dan sudut diberi ukuran seperti pada Gb. 6.14a, b dan c. Pada tali
busur garis bantunya sejajar dan garis ukurnya lurus dan tegaklurus pada garis bantu. Untuk
busur caranya sama hanya garis ukurnya berbentuk lengkung, sejajar dengan busurnya.
Ukuran sudut ditempatkan diatas garis ukur yang berbentuk lengkung dan garis bantunya
adalah perpanjangan sisi-sisi sudut.

44
Gb. 6.14 Memberi ukuran tali busur, busur dan sudut

6.7 Ukuran gambar sebagian dari benda-benda simetris


Untuk penghematan waktu dan tempat gambar benda simetri boleh digambar separuh
saja. Dengan demikian garis ukurnya tidak dapat digambar lengkap pula. Untuk hal demikian
cukup dibuat garis ukur yang sedikit melebihi garis sumbu benda (Gb. 6.15).

Gb. 6.15 Memberi ukuran benda simetris

6.8 Huruf dan lambang yang ditambahkan pada angka ukur


Huruf dan lambang dapat ditambahkan pada angka ukur untuk beberapa bentuk
benda. Dengan demikian gambar pandangan dapat dikurangi.

6.8.1 Lambang diameter “Φ”


Lambang diameter “Φ” diletakkan didepan angka ukur dan sekaligus menyatakan
bentuk permukaan yang bersangkutan. Lambang ini harus ditulis sama besar dengan angka
ukur (Gb. 6.16). Dengan mempergunakan lambang ini gambar pandangan samping tidak
diperlukan lagi. Jika bentuknya sudah tampak jelas pada gambar lambang tersebut tidak perlu
dipakai lagi.

Gb. 6.16 Lambang diameter “Φ “

6.8.2 Lambang jari-jari “R”


Ukuran busur ditentukan oleh jari-jarinya. Jari-jari ini merupakan garis ukur dimana
angka ukurnya harus diletakkan dengan huruf “R” didepannya. Disini garis ukurnya hanya

45
mempunyai satu anak panah, sedangkan ujung yang lain adalah titik pusat busur tersebut (Gb.
6.17).

Gb. 6.17 Lambang jari-jari “R”

Untuk jari-jari yang besar dimana titik pusatnya terletak diluar kertas gambar garis
ukurnya dapat dipotong dan digambar seperti Gb. 6.18, R250 atau ditekuk seperti R300.
Disini titik pusatnya tidak perlu ditunjukkan. Huruf “R” harus ditempatkan didepan angka
ukur, sebesar angka ukur.
Jika garis ukurnya terlalu pendek untuk menempatkan angka ukur, angka ukurnya
dapat ditempatkan pada perpanjangan garis ukur. Anak panah garis ukur diletakkan didalam
jika perpanjangannya kedalam dan diletakkan diluar jika perpanjangannya keluar
.

Gb. 6.18 Lambang jari-jari “R”

6.8.3 Lambang bujur sangkar “□ “


Bentuk benda bujur sangkar hanya dapat diperlihatkan pada pandangan tertentu saja.
Jika bentuknya tidak jelas dari gambar maka dengan mempergunakan lambang bujur sangkar
“□ “ dapat dihemat gambar dan waktu (Gb. 6.19).

Gb. 6.19 Lambang bujur sangkar “□ “

6.8.4 Lambang bola “S Φ” atau “SR”


Jari-jari atau diameter dari bentuk bola yang dalam gambar hanya tampak sebagai
lingkaran atau busur lingkaran dijelaskan pada gambar dengan menempatkan “SR” untuk
jari-jari bola dan “S Φ” untuk diameter bola (Gb. 6.20). Perlu dicatat bahwa ukuran benda
sangat berbeda bila ukurannya dinyatakan sebagai jari-jari atau sebagai diameter.

46
Gb. 6.20 Lambang bola

6.8.5 Lambang kemiringan (chamfer) “x x 450”

Kemiringan yaitu bagian ujung benda yang dipotong miring biasanya dengan sudut
450, ukurannya dicantumkan sebagai “x x 450”. Disini huruf x menyatakan ukuran dalamnya
pemotongan (Gb. 6.21). Di Negara Jepang sesuai standar JIS hal ini diberi lambang “C”
sebagai penyederhanaan cara diatas dan lambang ini harus ditempatkan didepan ukuran
dalam pemotongan (Gb. 6.22). Huruf “C” diambil dari huruf pertama dari kata chamfer yang
artinya dipotong miring.

Gb. 6.21 Kemiringan Gb. 6.22 Lambang kemiringan “C”

6.8.6 Lambang tebal “t”

Untuk memberi ukuran benda-benda tipis seperti pelat, kadang-kadang menimbulkan


kesulitan. Pada umumnya kesulitan yang timbul adalah sempitnya ruangan untuk
menempatkan angka ukurnya. Oleh karena itu dipakai lambang “t” didepan angka ukur yang
ditempatkan didalam gambar atau didekat gambar (Gb. 6.23). Lambang ini juga ditentukan
oleh standar Jepang JIS. Lambang ini diambil dari huruf pertama kata “thickness” yang
kebetulan juga merupakan huruf pertama dari kata “tebal”.

Gb. 6.23 Lambang tebal “t”

47
6.9 Lambang jari-jari tanpa angka ukur
Dimana ukuran dari lengkungan sudah ditentukan oleh ukuran lain, ukuran jari-jari
tersebut dapat dijelaskan hanya dengan lambang R saja tanpa diikuti oleh angka ukur. Ini
hanya jika diperlukan. Pada umumnya hal ini tidak dilakukan. Sebagai contoh diambil
gambar dari alur pasak (Gb. 6.24). Dari bentuk gambar sudah jelas bahwa ujung-ujung alur
pasak berupa setengah lingkaran yang jari-jarinya dapat diambil dari lebar pasak. Sebenarnya
tanpa atau dengan lambang R hal ini sudah jelas.

Gb. 6.24 “R” tanpa ukuran

6.10 Memberi ukuran yang disederhanakan oleh huruf-huruf referensi


Di mana diperlukan dan agar supaya tidak mengulang-ulang ukuran yang sama atau
untuk menghindari garis-garis penunjuk yang panjang dipergunakan huruf-huruf referensi
yang ditabelkan atau diberi catatan (Gb. 6.25). Cara ini sangat berguna untuk pembuatan
dengan mesin-mesin N.C.

Gb. 6.25 Memberi ukuran dengan huruf-huruf referensi

6.11 Memberi ukuran bagian-bagian yang dikerjakan secara khusus


Bagian-bagian benda tertentu sesuai fungsinya harus dikerjakan secara khusus
umpamanya harus dipoles, disepuh dsb. Bagian-bagian tersebut harus dijelaskan pada
gambar. Bagian yang akan dikerjakan khusus diberi tanda dengan garis sumbu tebal dan
dengan garis penunjuk dijelaskan pengerjaan khusus yang diinginkan (Gb. 6.26). Ujung
panah dari garis penunjuk harus berhenti pada garis sumbu tebal.

Gb. 6.26 Penunjukkan khusus dengan ukuran-ukuran

48
Bila letak dan luas dari bagian yang akan dikerjakan khusus sudah jelas dari gambar
tidak perlu diberi ukuran. Cara penunjukannya sama dengan garis sumbu tebal dengan garis
penunjuk seperti pada Gb. 6.27.

Gb. 6.27 Penunjukan khusus tanpa ukuran

6.12 Angka ukur yang tidak sesuai dengan ukuran gambar


Angka ukur dari bagian benda yang tidak sesuai dengan ukuran gambarnya harus
dijelaskan dengan memberi garis bawah pada angka ukurnya (Gb. 6.28). Hal ini tidak perlu
bila gambarnya dibuat dengan skala tertentu. Artinya bila gambar dibuat dengan skala 1 : 5,
ukuran 50 mm pada gambar harus menjadi 10 mm. Jika ternyata ukuran gambar tidak 10 mm
melainkan 15 mm maka ukuran terakhir ini harus digaris bawahi dengan garis sumbu tebal.
Lainhalnya jika gambarnya dipendekkan. Disini sudah jelas bahwa ukuran benda dan
ukuran gambar tidak sama.
Jika dirasakan perlu ukuran tersebut juga boleh digaris bawahi. Jika seluruh gambar
dibuat tidak menurut skala biasanya diberi keterangan “tidak sesuai skala” pada kotak nama
atau ditempat lain dalam gambar secara jelas.

Gb. 6.28 Ukuran tidak sesuai gambar

49
BAB VII
DASAR-DASAR UMUM
UNTUK MEBERI UKURAN

Aturan-aturan dasar dan cara-cara khusus untuk memberi ukuran masing-masing telah
dibahas pada bab sebelumnya. Dasar-dasar umum untuk memberi ukuran akan dibahas dalam
bab ini dan untuk menjelaskan dasar-dasar penggunaan aturan-aturan dan cara-cara tersebut
diatas pada gambar.

7.1 Pandangan yang terutama diberi ukuran


Ukuran-ukuran harus ditempatkan pada pandangan atau potongan yang memberikan
bentuk benda kerja yang paling jelas. Pandangan depan pada umumnya dipilih sedemikian
rupa yang menunjukkan bentuk khas atau fungsi benda.
Oleh karena itu ukuran-ukuran harus ditempatkan sebanyak mungkin pada pandangan
depan dan ukuran-ukuran lain yang tidak bisa ditempatkan pada pandangan depan dapat
ditempatkan pada pandangan lain seperlunya.
Gambar 7.1 menunjukkan sebuah contoh dimana ukuran-ukuran lengkap dapat
ditempatkan hanya pada pandangan depan saja.

Gb. 7.1 Memberi ukuran bagian-bagian berbentuk lingkaran

7.2 Ukuran-ukuran dalam gambar


Semua ukuran, toleransi dan keterangan yang diperlukan untuk dapat menjelaskan
cara kerja benda kerja ataupun keterangan mengenai letak komponen satu terhadap yang lain
secara lengkap harus ditempatkan pada gambar selengkap-lengkapnya. Ukuran-ukuran
termasuk toleransi harus diperinci supaya tidak diperlukan perhitungan.
Ukuran-ukuran yang diperlukan untuk pembuatan atau pemeriksaan harus jelas dan
terperinci agar tidak perlu menghitung dan akan menghemat waktu.
Gambar 7.2 memperlihatkan contoh proses pembuatan sebuah bagian berbentuk
silinder yang diperlihatkan pada Gb. 7.1. Dari urutan pengerjaan tersebut ukuran-ukuran yang
diperlukan harus ditentukan seperti pada Gb 7.1.

50
Gb. 7.2 Proses pembuatan bagian-bagian berbentuk silinder

Pada Gb. 7.3 a nilai toleransi 0,1 untuk panjang 15 merupakan persyaratan fungsional.
Pemberian ukuran seperti pada Gb. 7.3b memerlukan toleransi yang lebih ketat.
Oleh karena itu pengabaian persyaratan fungsional dari benda kerja bearti
toleransinya harus dibagi kembali dan pada umumnya memerlukan toleransi yang lebih ketat.
Ini tidak berarti menghalangi pemberian ukuran lubang, pusat ke pusat walaupun ukuran-
ukuran fungsionalnya mungkin adalah dari tepi ke tepi.
Ukuran-ukuran non fungsional harus diletakkan di tempat yang paling mudah dibaca
oleh pembuat maupun untuk pengawas.

Gb. 7.3 Macam-macam ukuran dan toleransinya

7.3 Ukuran-ukuran yang ditambahkan


Tiap ukuran hanya boleh diberikan sekali dalam gambar kecuali sebagai ukuran
bbntu. Tiap ukuran harus diberikan seperlunya untuk menentukan benda kerja atau satu
besaran ditempatkan oleh tidak lebih dari satu ukuran dengan toleransinya dalam arah mana
saja. Bagaimanapun juga penyimpangan dalam keadaan-keadaan berikut dapat dilakukan:
1. Dalam keadaan-keadaan khusus dimana diperlukan pemberian ukuran-ukuran yang
dipakai pada tahap-tahap pembuatan (misalnya untuk ukuran bagian benda yang akan
disepuh dan kemudian disempurnakan/finishing sesuai ukurannya)
2. Jika diinginkan menambah ukuran-ukuran tambahan walaupun tidak mutlak untuk
menentukan benda kerja tetapi berguna sebagai keterangan tambahan bagi pekerja
atau petugas lain agar supaya tidak perlu menghitung. Ukuran-ukuran bantu demikian
tidak diberi toleransi dan bila diperlukan toleransi umum ukuran-ukuran bantu ini
harus diletakkan diantara kurung seperti Gb 5.8e untuk menunjukkan bahwa hal ini

51
tidak terikat pada toleransi tersebut dan tidak menjamin diterimanya benda kerja
tersebut atau bagiannya.
3. Benda yang diganbar pada beberapa lembar, beberapa ukuran mungkin dinyatakan
lebih dari sekali pada pandangan depan dan pandangan-pandangan lain (pada kertas
gambar tersendiri) yang ada hubungannya satu dengan yang lain supaya menjamin
arti dan maksud dari gambar (Gb. 7.4). Dalam hal demikian dianjurkan supaya hal ini
dinyatakan dalam gambar sejelas-jelasnya.

Gb. 7.4 Ukuran-ukuran ganda

7.4 Garis ukur dan garis bantu


Garis sumbu, garis simetri dan garis gambar tidak boleh dipakai sebagai garis ukur
(Gb. 7.5) tetapi dapat dipergunakan sebagai garis bantu (Gb. 7.6). Jika garis sumbu atau garis
gambar diperpanjang untuk dipakai sebagai garis bantu, garis perpanjangan tersebut harus
ditarik dengan garis tipis.

Gb. 7.5 Garis-garis ukur dan garis-garis bantu

Gb. 7.6 Garis-garis sumbu sebagai garis bantu


Garis ukur dan garis bantu tidak boleh saling memotong kecuali bila hal tersebut tidak
bisa dihindari (Gb. 7.7).

52
Gb. 7.7 Garis-garis bantu sedapatnya tidak saling memotong kecuali garis sumbu

Jika beberapa ukuran dinyatakan berturut-turut garis ukur demikian sedapatnya harus
diletakkan segaris (Gb. 7.8 dan 7.9)

Gb. 7.8 Ukuran-ukuran segaris

Gb. 7.9 Ukuran-ukuran segaris

Jika terdapat beberapa garis ukur sejajar tiap garis ukur harus diletakkan dengan jarak
yang sama dengan ukuran yang terkecil harus berada paling dalam sehingga garis-garis bantu
dan ukur tidak saling berpotongan (Gb. 7.10a). Untuk menghemat tempat atau jika ruangan
sempit angka ukurnya dapat diletakkan di kiri dan kanan dari garis sumbu dan garis ukurnya
dapat ditarik sebagian saja dengan jarak yang lebih kevil (Gb. 7.10b)

Gb. 7.10 Garis ukur sejajar untuk diameter

53
7.5 Ukuran dari bagian yang simetris
Bagian-bagian yang digambar dengan garis sumbu yang sama seperti pada gambar
7.11 dan 7.12 mengandung persyaratan simetri dan ketelitian bengkel yang mengijinkan
untuk pengerjaannya. Jika ketelitian bengkelnya tidak mencukupi, perlu ditambahkan
toleransi simetri geometri.

Gb. 7.11 Memberi ukuran benda simetris Gb. 7.12 Memberi ukuran benda simetris

7.6 Ukuran dengan memperhatikan proses pembuatan


Ukuran-ukuran yang berhubungan satu sama lain sedapat mungkin harus diperinci
bersama. Dalam sebuah flens misalnya dianjurkan untuk menempatkan ukuran diameter
lingkaran jarak dan ukuran lubang baut bersama-sama pada gambar pandangan yang
menunjukkan lingkaran jaraknya (Gb. 7.13 dan 7.14)
Dianjurkan pula untuk menempatkan ukuran-ukuran dari bagian yang dikerjakan pada
proses yang sama terkumpul (Gb. 7.15)

Gb. 7.13 Ukuran-ukuran flens Gb. 7.14 Pengeboran lubang-lubang flens

Gb. 7.15 Memberi ukuran dengan memperhatikan proses pembuatannya

54
7.7 Ukuran-ukuran terhadap bidang referensi
Jika sebuah benda mempunyai sebuah bidang referensi sebagai patokan pembuatan
atau perakitan, ukuran-ukurannya harus dinyatakan terhadap garis referensi etrsebut (Gb.
7.16 dan 7.17). Jika diperlukan Penunjukan bidang referensi secara khusus perkataan-
perkataan “bidang referensi” harus dibubuhkan pada bidang bersangkutan seperti pada
gambar 7.18 dan 7.19. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada bab berikut.

Gb. 7.16 Ukuran-ukuran terhadap bidang referensi Gb. 7.17 Ukuran-ukuran terhadap bidang
referensi

Gb. 7.18 Ukuran-ukuran terhadap bidang referensi yang ditunjuk

Gb. 7.19 Ukuran-ukuran terhadap bidang atau garis referensi yang ditunjuk

7.8 Susunan ukuran


7.8.1 Ukuran berantai
Ukuran berantai seperti diperlihatkan pada gambar 7.20a dan 7.21a hanya boleh
diterapkan bilamana kemungkinan pengumpulan toleransi tidak akan mempengaruhi
persyaratan fungsional dari benda bersangkutan.

55
Gb. 7.20 Macam-macam cara pemberian ukuran
Cara pemberian ukuran demikian akan mengumpulkan toleransi seperti tampak pada
Gambar 7.21b. Lagi pula pada gambar ini sisi kiri dari benda kerja merupakan bidang
referensi tetapi tidak dinyatakan dengan jelas pada gambar. Oleh karena itu gambar tersebut
diragukan dan tidak tegas.

Gb. 7.21 Ukuran-ukuran dan diagram toleransinya

7.8.2 Ukuran sejajar

Pemberian ukuran secara sejajar menggunakan ukuran-ukuran terpisah untuk tiap


elemen terhadap suatu garis referensi atau titik dasar seperti pada Gb. 7.21 b dan c.
Pada cara pemberian ukuran demikian bidang referensinya ditentukan dan
toleransinya tidak mengumpul seperti tampak pada Gb. 7.21d. Oleh karena itu cara
pemberian ukuran ini cukup jelas dan tegas. Walaupun demikian cara ini memerlukan banyak
waktu dan tempat.

7.8.3 Ukuran-ukuran berimpit

Untuk kesederhanaan dan ruang gambar yang terbatas atau jika tidak menimbulkan
persoalan kejelasan pembacaan, ukuran-ukuran beberapa unsur dapat ditumpangkan satu
pada yang lain seperti diperlihatkan pada Gb.7.20c, Gb.7.21c dan Gb. 7.22.
Pada cara ini titik pangkal yang menunjukkan garis atau bidang referensi harus
dilingkari. Angka ukurnya harus diletakkan dekat anak panah searah dengan garis bantu
bersangkutan.

56
Gb. 7.22 Ukuran-ukuran yang berurutan

7.8.4 Ukuran-ukuran kombinasi

Ukuran-ukuran kombinasi terjadi akibat penggunaan ukuran berantai dan ukuran


sejajar bersama-sama (Gb. 7.20d)
7.8.5 Pemberian ukuran dengan koordinat

Untuk proses-proses pembuatan tertentu kadang-kadang lebih menguntungkan bila


dipergunakan ukuran berimpit dalam dua arah seperti pada Gb. 7.23. Titik nol dari dasar
bersama dapat berupa tepi dari benda, titik pusat dari sebuah lubang atau sembarang unsur
yang menonjol.

Gb. 7.23 Memberi ukuran dengan koordinat-koordinat

Dalam hal-hal tertentu penggunaan sebuah tabel yang menentukan koordinat-


koordinat sekelompok titik pusat dari beberapa lubang seperti pada Gb. 7.24 lebih
menguntungkan.

Gb. 7.24 Memberi ukuran dengan koordinat-koordinat

7.9 Memberi ukuran bentuk-bentuk tertentu


7.9.1 Profil

Sebuah garis lengkung yang terdiri dari beberapa busur lingkaran mengutamakan
pemberian ukuran dengan jari-jari dan kedudukan titik pusatnya atau dengan garis singgung

57
lengkungannya seperti pada Gb. 7.25. Bentuk-bentuk lengkungan lain dapat diberi ukuran
dengan cara koordinat (Gb. 7.26). Cara ini dapat dilakukan juga untuk garis-garis lengkung
lainnya, jika cara demikian dianggap lebih praktis.

Gb. 7.25 Memberi ukuran dengan jati-jari Gb. 7.26 Memberi ukuran dengan ordinat

7.9.2 Jari-jari atau diameter

Ukuran-ukuran busur pada umumnya dinyatakan oleh jari-jari jika sudutnya kurang
dari 1800 dan oleh diameter jika sudutnya lebih besar dari 1800 (Gb. 7.27). Ukuran busur
diberika juga sebagai diameter walaupun sudutnya kurang dari 1800 bila ukuran tersebut
diperlukan untuk proses pemesinan (Gb. 7.28). Benda kerja yang karena alasan simetri hanya
digambar setengah diberi ukuran penuh. Gambar 7.29 menunjukkan contoh sebuah benda
berbentuk silinder yang digambar setengah. Dalam hal demikian tanda Ф tetap harus
dibubuhkan di depan angka ukurnya.

Gb. 7.27 Jari-jari atau diameter Gb. 7.28 Diameter diperlukan untuk proses pengerjaan

Gb. 7.29 Diameter pada separuh dari bagian simetris

7.9.3 Ukuran lubang dengan garis penunjuk

Ukuran lubang dapat ditempatkan diluar gambar tanpa garis bantu dan garis ukur
seperti tampak pada gambar 7.30. Ukuran diameter bagian silinder dari benda kerja tersebut
hanya dihubungkan dengan garis penunjuk. Garis penunjuk tersebut ujung permulaannya
harus diberi titik bila berada dalam batas gambar dan harus diberi anak panah jika berada
pada batas gambar.

58
Gb. 7.30 Ukuran diameter dengan garis penunjuk

7.9.4 Ukuran sudut

Garis ukur dari sebuah sudut berupa sebuah busur dengan titik pusatnya pada titik
sudutnya dan berujung pangkal pada kedua buah kaki sudutnya atau pada perpanjangannya
(Gb. 7.31).

Gb. 7.31 Pemberian ukuran sudut

7.9.5 Memberi ukuran bagian yang sama

Benda kerja yang mempunyai bagian-bagian yang sama seperti misalnya plenes dari
sebuah pembuangan T, lemari katup dsb hanya diberi ukuran pada salah satu bagian saja
(Gb. 7.32). Dalam hal ini bagian yang tidak diberi ukuran harus diterangkan dengan
pernyataan kesamaannya.

Gb. 7.32 Ukuran-ukuran dari bagian-bagian yang sama

7.9.6 Ukuran lubang dengan alur pasak

Jika sebuah lubang dengan alur pasak digambar sebagai gambar potongan, maka
ukurannya diberikan seperti pada Gb. 7.33.

59
Gb. 7.33 Diameter dalam dengan alur pasak

7.9.7 Ukuran lubang

Ukuran-ukuran lubang baut, lubang ulir, lubang pen, lubang paku keling dan yang
sejenis harus dinyatakan dengan jumlah lubang didepan ukuran lubang yang dihubungkan
oleh garis penunjuk pada salah satu lubang (Gb. 7.34). Jumlah lubang hanya menyatakan
kelompok lubang yang sama besarnya pada bagian yang bersangkutan (pada contoh sebuah
lemari katup jumlah lubang hany berlaku untuk sebauh plenes). Jika hanya terdapat sebuah
lubang jumlahnya tidak perlu dicantumkan.

Gb. 7.34 Ukuran lubang

7.10 Elemen-elemen yang berjarak sama


Jika beberapa elemen berjarak sama atau disusun secara teratur cara-cara berikut
untuk penyederhanaannya dapat dipakai.
Ukuran-ukuran linier dapat ditentukan menurut Gb. 7.35. Jika hal demikian
menimbulkan keraguan maka sebuah ukuran jarak boleh dicantumkan seperti pada Gb. 7.36.

Gb. 7.35 Memberi ukuran bagian-bagian yang berjarak sama

Gb. 7.36 Memberi ukuran bagian-bagian yang berjarak sama

60
Jarak antara lubang dan elemen lain pada sebuah lingkaran dapat diberi ukuran seperti
pada gambar 7.37. Ukuran jarak boleh ditiadakan bila dari gambar sudah cukup jelas (Gb.
7.38).

Gb. 7.37 Memberi ukuran bagian-bagian yang berjarak sama Gb. 7.38 Memberi ukuran
lubang

Jarak antara melengkung (circular) dapat dinyatakan secara tidak langsung dengan
memberikan jumlah elemen seperti tampak pada Gb. 7.39 dan Gb. 7.40.
Jika dalam hal-hal tertentu diperlukan ketentuan jumlah elemen umpamanya untuk
menghindari pengulangan ukuran-ukuran yang sama, jumlah elemen dapat dinyatakan seperti
Gb. 7.41 dan Gb. 7.42.

Gb. 7.39 Memberi ukuran bagian-bagian


yang berjarak sama pada lingkaran Gb. 7.42 Memberi ukuran lubang

7.11 Cara memberi ukuran Bagian-bagian yang disusun


Jika beberapa bagian digambar dalam susunan, ukuran-ukuran dari tiap bagian
sedapatnya harus dipisahkan (Gb. 7.43)

Gb. 7.43 Memberi ukuran bagian-bagian yang disusun

61
BAB VIII
TOLERANSI LINIER
DAN TOLERANSI SUDUT

8.1 Toleransi bagian-bagian


Oleh karena ketidaktelitian pada proses pembuatan yang tidak dapat dihindari, suatu
alat tidak dapat dibuat setepat ukuran yang diminta. Agar supaya persyaratannya dapat
dipenuhi ukuran yang sebenarnya yang diukur pada benda kerja boleh terletak antara dua
batas ukuran yang diijinkan. Perbedaan dua batas ukuran tersebut disebut toleransi.
Untuk mudahnya sebuah ukuran dasar ditentukan untuk bagian tersebut dan tiap-tiap
batas ukuran ditentukan oleh penyimpangan terhadap ukuran dasar tadi. Besar dan tanda
penyimpangan diperoleh dengan mengurangi ukuran batas dengan ukuran dasarnya.
Gambar 8.1 yang menggambarkan ketentuan-ketentuan tersebut dalam prakteknya
diganti oleh bagan diagram seperti Gb. 8.2 yang sudah disederhanakan. Pada diagram yang
disederhanakan ini sumbu benda tidak digambarkan, dan sesuai dengan perjanjian sumbu
benda selalu terletak disebelah bawah. Dalam gambar, kedua penyimpangan dari poros
adalah negatif dan untuk lubangnya positif.

Gb. 8.1 Definisi istilah mengenai toleransi

Untuk selanjutnya dan teristimewa karena pentingnya peranan benda silindris dengan
penampang bulat, pembahasan dilakukan khusus untuk benda tersebut. Walaupun demikian
uraian dalam bab ini berlaku juga untuk bagian-bagian datar. Dalam hal ini istilah “lubang
dan poros” dapat dipergunakan juga untuk bagian-bagian antara dua bidang datar seperti
misalnya alur pasak, tebal pasak dsb.

Gb. 8.2 Bagan diagram daerah toleransi

62
8.2 Standar Toleransi Internasional IT
Toleransi yaitu perbedaan penyimpangan atas dan bawah harus dipilih secara seksama
agar sesuai dengan persyaratan fungsionalnya. Kemudian macam-macam nilai numerik dan
toleransinya untuk tiap pemakaian dapat dipilih oleh perencana. Untuk menghindari keraguan
dan untuk keseragaman nilai toleransi standar telah ditentukan oleh ISO / R286 (ISO System
of Limits and Fits – Sistem ISO untuk Limit dan Suaian). Toleransi standar ini disebut
“Toleransi Internasional” atau IT. Dianjurkan bagi perencana untuk memakai nilai IT untuk
toleransi yang diinginkan.

8.2.1 Tingkat diameter nominal

Untuk mudahnya rumus yang diberikan pada bagian 8.2.2 untuk menghitung toleransi
standard dan penyimpangan pokok disesuaikan dengan tingkat diameter pada Tabel 8.1.
Hasilnya telah dihitung atas dasar harga rata-rata geometric D dari diameter-diameter ekstrim
tiap tingkat dan dapat dipakai untuk semua diameter dalam tingkatan tersebut. Untuk seluruh
tingkat sampai dengan 3 mm, diameter rata-rata diambil sebagai rata-rata geometric dari 1
dan 3 mm.
Dalam keadaan normal dipakai tingkat utama tetapi jika dipandang perlu tingkat
antara dapat dipakai pula.

Tabel 8.1

Tabel 8.2

63
Tabel 8.3

8.2.2 Kualitas toleransi

Dalam system standar limit dan suaian, sekelompok toleransi yang dianggap
mempunyai ketelitian yang setaraf untuk semua ukuran dasar disebut Kualitas Toleransi.
Telah ditentukan 18 kualitas toleansi yang disebut toleransi standar yaitu IT 01, IT 0, IT 1
samapai IT 16.
Nilai toleransi meningkat dari IT 01 sampai dengan IT 16. IT 01 sampai IT 04
diperuntukkan pekerjaan yang sangat teliti, seperti alat ukur, instrument-instrumen optic dsb.
Tingkat IT 5 sampai IT 11 dipakai dalam bidang pemesinan umum, untuk bagian-bagian
yang mampu tukar, yang dapat digolongkan pula dalam pekerjaan yang sangat teliti dan
pekerja biasa. Tingkat IT 12 sampai dengan IT 16 dipakai untuk pekerjaan kasar.
Untuk tingkat toleransi IT 5 sampai dengan IT 16 nilai toleransinya ditentukan oleh
satuan toleransi I sebagai berikut:

i  0,453 D  0,001D
Dalam satuan micron dan D harga rata-rata geometric dari kelompok ukuran nominal dalam
mm
Harga toleransi standar untuk tingkat 5 sampai dengan 16 diberikan dalam table 8.2
sebagai hubungan dengan satuan toleransi i.
Untuk tingkatan dibawah 5 nilai-nilai toleransi standar ditentukan sesuai table 8.3.
Nilai-nilai IT 2 samapi dengan 4 telah ditentukan kira-kira secara geometric antara nilai-nilai
IT 1 dan 5 (Tabel 8.4).
Tabel 8.4

8.2.3 Nilai-nilai toleransi standar IT

Nilai-nilai numeric dari toleransi standar telah ditentukan dengan cara-cara diatas dan
dibulatkan. Pada table 8.4 telah ditabelkan nilai-nilai numeric dalam satuan metric untuk tiap
tingkatan diameter nominal untuk tingkat-tingkat 01, 0,1 sampai dengan 16.
8.3 Suaian
8.3.1 Jenis-jenis suaian

64
Dua benda yang berhubungan mempunyai ukuran-ukuran yang berbeda sebelum
dirakit. Perbedaan ukuran yang diijinkan untuk suatu pemakaian tertentu dari pasangan ini
disebut suaian. Tergantung dari kedudukan masing-masing daerah toleransi dari lubang atau
poros, terdapat tiga jenis suaian yaitu:
1. Suaian longgar (clearance fit)
2. Suaian pas transition fit)
3. Suaian paksa (interference fit)
Gambar 8.1 menunjukkan sebauah suaian longgar dan Gb. 8.3 menunjukkan diagram daerah
toleransi untuk tiga jenis suaian tersebut.
Tiap-tiap suaian harus dipilih sesuai persyaratan fungsional dari pasangan
bersangkutan..

Gb. 8.3 Bagan diagram daerah toleransi pada macam-macam suaian

8.3.2 Sistem satuan lubang dan system satuan poros.

Dua system suaian dapat digunakan pada system ISO, terhadap garis nol, yaitu garis
dengan penyimpangan nol dan merupakan ukuran dasar. Dua system tersebut adalah system
satuan lubang dan system satuan poros. Gambar 8.4 memperlihatkan kedua system ini untuk
ketiga suaian tersebut diatas.
Pada system satuan lubang penyimpangan bawah dari lubang diambil sama dengan
nol seperti tampak pada Gb. 8.4. Lubang atau poros semacam ini masing-masing disebut
lubang dasar dan poros dasar.
Pada system lubang dasar, poros dengan berbagai penyimpangan disesuaikan pada
lubang dasar dan pada system poros dasar sebaliknya seperti pada Gb. 8.4.
Sistem lubang dasar lebih umum dipakai daripada system poros dasar oleh karena
pembuatan lubang lebih sukar daripada membuat poros. Lagipula alat ukur lubang (plug
gauge) lebih mahal dari pada alat ukur poros.

Gb. 8.4 Sistem satuan poros dan system satuan lubang

8.3.3 Lambang untuk toleransi, penyimpangan dan suaian

65
Untuk memenuhi persyaratan umum untuk bagian-bagian tunggal dan suaian, system
ISO untuk limit dan suaian telah memberikan suatu daerah toleransi dan penyimpangan yang
menentukan posisi dan toleransi tersebut terhadap garis nol terhadap setiap ukuran dasar.
Kedudukan daerah toleransi terhadap garis nol yang merupakan suatu fungsi dari
ukuran dasar dinyatakan oleh sebuah lambing huruf (dalam beberapa hal dengan dua huruf)
yaitu huruf besar untuk lubang dan huruf kecil untuk poros seperti terlihat pada Gb. 8.5.
Lambang H mewakili lubang dasar dan lambing h mewakili poros dasar. Sesuai
dengan ini jika lambing H dipakai untuk lubang berarti system lubang dasar yang dipakai.
Nilai toleransi ditentukan oleh tingkat toleransi yang diuraikan pada bagian 7.2.2.
Toleransi dinyatakan oleh sebuah angka yang sesuai dengan angka kualitas.
Dengan demikian ukuran yang diberi toleransi didefinisikan oleh nilai nominalnya
diikuti oleh sebuah lambing yang terdiri dari sebuah huruf (kadang-kadang dua huruf) dan
sebuah huruf .
Contoh: 45g7 berarti:
Diameter poros 45 mm, suaian longgar dalam system lubang dasar dengan nilai
toleransi dari tingkat IT7.

Gb. 8.5 Masing-masing kedudukan dari macam-macam daerah toleransi untuk sutu
diameter poros/lubang tertentu

Gabungan antara lambang-lambang untuk lubang dan poros menentukan jenis suaian.
Contoh:
1. Lubang H poros g Suaian: suaian longgar dalam system lubang dasar
2. Lubang H poros m Suaian: suaian pas dalam system lubang dasar
3. Lubang R poros h Suaian: suaian paksa dalam system poros dasar.
Sebuah suaian dinyatakan oleh ukuran dasar disebut juga ukuran nominal yang sama
untuk kedua benda diikuti oleh lambing yang sesuai untuk tiap komponen. Lambang
untuk lubang disebut pertama.
Contoh:
45 H8/g7 mungkin juga 45H8-g7natau 45 H8/g7

8.3.4 Suaian untuk tujuan-tujuan umum

66
Kombinasi lambing dan kualitas untuk lubang dan poros yang menentukan suaian
adalah terlalu banyak untuk dipakai untuk tujua-tujuan umum. Oleh karena itu untuk
tujuan umum beberapa Negara telah membuat standar nasional.
Tabel 7.5 adalah suaian-suaian untuk tujuan-tujuan umum yang ditenukan oleh JIS
B0401 (limit dan suaian untuk Teknik). Perlu dicatat bahwa tingkat lubang lebih besar
daripada tingkat poros karena lebih mudah membuat lubang daripada membuat poros.
Gambar 8.6 menunjukkan bagan diagram suaian dalam system lubang dasar untuk ukuran
nominal 30 mm. Dalam gambar ini dapat dilihat hubungan antara parameter-parameter
suaian dan tampak bahwa suaian paksa hanya dapat dilaksanakan dengan kualitas yang
tinggi.

Tabel 8.5 Suaian untuk tujuan-tujuan umum

67
Gb. 8.6 Bagan diagram suaian dalam system satuan lubang (Ukuran lubang 30 mm)

Tabel 8.6

68
Tabel 8.7

69
8.4 Penulisan Toleransi Linier dan Sudut
8.4.1 Penulisan ukuran linier dari sebuah komponen

1. Toleransi suaian dengan lambing ISO


Komponen yang diberi ukuran dengan toleransi dinyatakan dalam gambar seperti Gb.
8.7:
a. ukuran dasar
b. lambing toleransi
c. jika disamping lambing-lambang diperlukan juga mencantumkan nilai-nilai
penyimpangan maka ini harus diperlihatkan dalam kurung (Gb. 8.8) atau tanpa
kurung

Gb. 8.7 Toleransi suaian dinyatakan Gb. 8.8 Toleransi suaian dinyatakan oleh lambang
dengan lambang ISO dan nilai penyimpangan

2. Toleransi dengan angka


Komponen yang diberi ukuran dengan toleransi dinyatakan dalam gambar seperti Gb.
8.9:
a. ukuran dasar
b. nilai-nilai penyimpangan

70
Jika salah satu penyimpangan mempunyai nilai nol maka ini hanya dinyatakan oleh
nilai nol (Gb. 8.10)

Gb. 8.9 Toleransi dinyatakan oleh nilai penyimpangan Gb. 8.10 Toleransi dinyatakan oleh
nilai penyimpangan

3. Toleransi simetris
Jika nilai toleransi ke atas dan kebawah sama besarnya (toleransi simetris) nilai
toleransinya hanya dituliskan sekali saja dan didahului oleh tanda – (Gb. 8.11)
4. Ukuran-ukuran batas
Ukuran-ukuran batas dapat juga ditulis seperti pada Gambar 8.12

Gb. 8.11 Toleransi simetris Gb. 8.12 Batas-batas ukuran

5. Ukuran-ukuran batas dalam satu arah


Jika suatu ukuran hanya perlu dibatasi dalam satu arah saja maka hal ini dapat
dinyatakan dengan menambahkan ‘min’ atau ‘mak’ didepan ukurannya seperti ditampilkan
pada Gb. 8.13.

Gb. 8.13 Batas ukuran dalam satu arah

8.4.2 Urutan penulisan penyimpangan

Penyimpangan atas harus ditulis pada kedudukan atas dan penyimpangan bawahpada
kedudukan bawah. Peraturan ini berlaku untuk lubang maupun poros (Gb. 8.14 sampai 8.16).

Gb. 8.14 Urutan penulisan Gb. 8.15 Urutan penulisan Gb. 8.16 Urutan penulisan

8.4.3 Satuan

a. Satuan penyimpangan
Penyimpangan harus dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan ukuran
nominal. Jika dipergunakan satuan yang berbeda maka satuan yang dipakai untuk
penyimpangan harus ditulis setelah nilai penyimpangannya.
b. Jumlah decimal
Nyatakan kedua penyimpangan dalam jumlah decimal yang sama terkecuali jika salah
satu penyimpangannya nol (Gb. 8.10)

71
8.4.4 Toleransi pada gambar susunan

a. Toleransi dengan lambing ISO


Lambang toleansi untuk lubang ditempatkan didepan lambing untukporos (Gb. 8.17)
atau diatasnya (Gb. 8.18) dan dibelakang ukuran nominal yang hany ditulis sekali.

Gb. 8.17 Toleransi pada gambar susunan Gb. 8.18 Toleransi pada gambar susunan

Jika ingin menyatakan nilai numeric dari penyimpangannya maka hal ini dapat ditulis
dalam kurng atau tanpa kurung seperti Gb, 8.19. Untukpenyederhanaan garis ukur bawah
dapat dihilangkan (Gb. 8.20 dan 8.21). Tetapi beberapa Negara tidak mengujinkan untuk
menghindari keraguan.

Gb. 8.19 Toleransi pada gambar susunan Gb. 8.20 Toleransi pada gambar susunan

Gb. 8.21 Toleransi pada gambar susunan


b. Toleransi dengan angka
Ukuran tiap komponen dari bagian yang dirakit didahului oleh nama (Gb. 8.21)
komponen atau referensi (Gb. 8.21) dari komponen. Dalam kedua hal tersebut ukuran lubang
tetap diletakan diatas ukuran poros.

8.4.5 Toleransi ukuran sudut

Aturan-aturan yang telah ditentukan untuk ukuran linier dapat juga diterapkan pada
ukuran sudut (Gb. 8.22).

Gb. 8.22 Toleransi pada ukuran sudut

8.5 Penyimpangan Ukuran Yang Diijinkan Tanpa Keterangan Toleansi


8.5.1 Ukuran-ukuran dinyatakan tanpa keterangan toleransi

72
Semua ukuran yang dinyatakan dalam gambar pada dasarnya harus diberi toleransi,
seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Tetapi dalam kenyataannya terdapat
banyak ukuran tanpa keterangan toleransi.
Untuk bagian-bagian tanpa suaiandan tanpa persyaratan ketelitian khusus toleransinya
dengan mudah dapat diberikan dengan sebuah catatan umum yang sekaligus menyatakan
nilai penyimpangan yang diijinkan untuk bagian-bagian yang sejenis (disebut ‘ukuran tanpa
keterangan toleransi’). Sesuai dengan ISO 2768 nilai penyimpangan yang diijinkan ini sering
sekali disebut ‘toleransi umum’. Oleh karena itu ukuran tanpa keterangan toleransi terikat
oleh toleransi umum seperti yang telah disinggung pada Bab 5.4.

8.5.2 Pemilihan nilai penyimpangan yang diijinkan

Ini merupakan tanggung jawab dari bagian perencanaan untuk menentukan nilai
penyimpangan yang diijinkan sebaik-baiknya tetapi sedapat mungkin sesuai peraturan berikut
ini:
1. Ukuran-ukuran linier
Catatan umum harus menentukan:
a. suatu penyimpangan yang diijinkan sama dengan + IT/2 dari tingkat toleransi
ISO (+ IT 14/2 misalnya) artinya penyimpangan yang diijinkan js untuk poros
dan Js untuk lubang; sebagai tambahan catatan tersebut dapat mengganti
penyimpangan ini dengan H untuk lubang atau h untuk poros
b. atau penyimpangan yang diijinkan antara satu dari tiga seri yang diberikan
pada table 7.8 (dibulatkan dibandingkan dengan tingkat IT 12, 14 atau 16);
catatannya dapat menuliskan sebagai tambahan, penggantian nilai-nilai + t/2
oleh +t untuk lubang atau – t untuk poros. Dlam hal ini dianjurkan supaya
jangan begitu saja menggunakan standar pada table 8.8 tetapi menuliskan
nilai-nilai numeric yang diinginkan yang diambil dari table tadi pada catatan
c. atau sebuah nilai tunggal untuk ukuran nilai nominal manapun jika tidak
terdapat perbedaan yang besar antara ukuran-ukuran yang berbeda tanpa
keterangan toleransi pada gambar (+ 0,4 mm umpamanya, pada gambar
hidung poros (sindle) mesin bubut dari ISO/R 702)

Tabel 8.8 Variasi yang diijinkan untuk ukuran linier

2. Ukuran-ukuran sudut
Catatan umum diutamakan untuk menuliskan penyimpangan yang diijinkan dari table
7.9 dan dinyatakan oleh panjang sisi yang pendek darisudut bersangkutan dalam
- derajat dan menit,
- persen (jumlah mm tiap 100mm)

8.6 Memberi Ukuran Dan Toleransi Kerucut


8.6.1 Ketirusan dan pendakian

Ada beberapa bagian mesin yang mempunyai bentuk kerucut atau bentuk baji.
73
Perbandingan antara perbedaan diameter dari dua potongan terhadap jaraknya disebut
ketirusan yaitu

Dd 
C  2 tan
L 2

Gb. 8.23 Tirus

Lambang dibawah ini menunjukkan ketirusan dan arahnya dapat dipakai untuk
menentukan arah ketirusan.
Pendakian yang tidak menjadi pokok pembahasan disini adalah kemiringan dari
sebuah garis yang menggambarkan bidang miring dari sebuah baji misalnya, dinyatakan
sebagai perbandingan perbedaan tinggi tegak lurus terhadap garis dasar untuk suatu jarak
tertentu dan jarak itu yaitu
Pendakian

H l
 tan 
L

Jika dianggap perlu dapat dipakai lambang dibawah ini untuk menunjukkan arah
pendakian

Gb. 8.24 Pendakian

8.6.2 Memberi ukuran kerucut

Ukuran-ukuran dibawah ini dalam berbagai gabungan dapat dipakai untuk


menentukan ukuran, bentuk dan krdudukan kerucut.
a. ketirusan diperinci sebagai sudut apit atau sebagai perbandingan misalnya:
- 0,3 rad
- 350
- 1:5
- 0,2 : 1
- 20%
b. Diameter dari ujung yang diarsir
c. Diameter dari ujung yang kecil

74
d. Diameter dari suatu penampang tertentu dan dapat berada di dalam atau di luar
kerucut
e. Ukuran yang menentukan letak potongan dimana diameter tadi diperinci
f. Panjang kerucut
Gambar 8.25 a-d memperlihatkan gabungan-gabungan ukuran-ukuran diatas yang banyak
dipakai.
Gabungan ukuran yang dipilih tidak boleh berlebihan. Walaupn demikian ukuran
tambahan dapat diberikan sebagai ukuran ‘bantu’ dalam kurung untuk keterangan seperti
misalnya setengah sudut apitnya.
Mengenai ketirusan standar (khususnya ketirusan morse atau metric) dinyatakan oleh
seri standard an angka.

Gb. 8.25 Ukuran-ukuran kerucut

8.6.3 Toleransi kerucut

a. Umum
Ada dua cara memperinci ketelitian kerucut seperti uraian Bab 8.6.3b dan c.
Disebelah kanan gambar diperlihatkan daerah toleransi. Perlu dicatat bahwa mungkin akan
terdapat kesalahan bentuk asal saja jika tiap bagian dari permukaannya terletak di dalam
daerah toleransi. Dalam praktek tidak diperkenankan mengambil seluruh daerah toleransi
oleh kesalahan-kesalahan bentuk. Jika pembatasan dalam hal ini dipandang perlu maka hal
tersebut harus dinyatakan oleh toleransi bentuk yang sesuai. Ukuran teoritis yang tepat (linier
ataupun sudut) dan ukuran-ukuran dengan toleransi menentukan daerah toleransi dimana
bidang kerucut harus berada. Sebuah ukuran teoritis yang tepat (terletak dalam kotak) adalah
suatu ukuran yang menentukan dengan tepat letak dari sebuah titik, garis, bidang atau bidang
kerucut, sedangkan ukuran sesungguhnya oleh cara lain daripada memberi toleransi ukuran
tersebut. Cara ini dapat dipergunakan untuk menentukan posisi yang tepat dari potongan
sebuah kerucut, yang diameternya boleh bervariasi dalam batas-batas tertentu. Dapat juga
dipergunakan untuk menentukan diameter yang tepat dari penampang sebuah kerucut yang
posisinya boleh bervariasi dalam batas-batas tertentu. Perlu dicatat bahwa bilamana cara
memberi ukuran menurut Gb. 8.27 dan 28 dipergunakan, maka diameter atau posisinya
merupakan ukuran yang tepat (terletak dalam kotak). Pemilihan cara memberi toleransi dan
nilai toleransi tergantung dari persyaratan fungsional. Dlam hal demikian ISO 1947 (system
of cone Tolerances for Conical Workpieces- Sistem toleransi Kerucut untuk benda kerja
berbentu Kerucut- dari c – 1 : 3 sampai dengan 1 : 500 dan panjang 6 sampai dengan 630
mm) harus dipergunakan.

75
b. Cara I: Cara kerucut dasar
Dalam cara ini toleransi membatasi jarak penembusan dari pasangan bidang kerucut
dan masing-masing permukaan harus berada dalam dua batas profil ketirusan yang sama yang
sesuai dengan kondisi bahan maksimum dan minimum. Kondisi bahan maksimum berarti
diameter maksimum untuk elemen luar seperti misalnya sebuah poros atau diameter
minimum untk ukuran dalam seperti misalnya sebuah lubang. Daerah toleransi yang
membatasi kerucut dihasilkan oleh sebuah toleransi entah untuk diameter atau kedudukan.
Sesuai perjanjian toleransi yang ditentukan harus dipenuhi oleh semua penampang untuk
seluruh panjangnya (Gb. 8.26 s/d Gb. 8.28). Permukaan kerucut boleh terletak di mana saja di
dalam daerah toleransi. Gambar 8.26 menggambarkan sebuah kerucut berdasarkan cara
kerucut dasar yang diameter besarnya diberi ukuran dengan toleransi. Gb. 8.27
menggambarkan sebuah kerucut berdasarkan cara kerucut dasar dimana ukurannya
ditentukan oleh sebuah penampang yang letaknya ditentukan oleh ukuran teoritis tepat
terletak dalam kotak. Sebuah kerucut yang diberi ukuran atas dasar cara kerucut dasar dimana
diameter sebuah penampang merupakan ukuran teoritis tepat diperlihatkan pada Gb. 8.28.
Penampang ini terletak dalam batas-batas tertentu terhadap bagian kiri dari bendanya. Cara
kerucut dasar menurut Gambar 8.26, 27 dan 28 mungkin tidak cocok untuk hal-hal di
manavariasi ketirusan yang timbul akibat toleransi yang diperlukan untuk diameter atau
posisi tidak dapat diterima. Hal ini dapat diatasi oleh Gb. 8.39 atau cara II. Bila mana
diperlukan menggunakan ondisi-kondisi terbatas yang membatasi variasi ketirusan dalam
daerah toleransi cara-cara berikut dapat dipergunakan:
a. catatan tertulis yang menetapkan batas yang diijinkan untuk ketirusan yang
sesungguhnya.
b. Menunjukkan pembatsan toleransi sudut dari apotema terhadap garis sumbu (Gb.
8.28) sesuai ISO 1101/I (Bab 9) Daerah toleransi untuk sudut (termasuk
kelurusan) dapat terletak dimana saja dalam daerah toleransi

Gb. 8.26 Sistem dasar ketirusan (I)

76
Gb. 8.28 Sistem dasar ketirusan (III) Gb. 8.29 Sistem dasar ketirusan dengan toleransi sudut

c. Cara II – Cara toleransi ketirusan


Pada cara ini nilai toleransi dari ukuran hanya berlaku untuk penampang yang
ukurannya tertera pada gambar dan tidak untuk tiap penampang seperti halnya pada cara
kerucut dasar. Ketelitian ketirusan dari sebuah kerucut diperinci secara langsung oleh
toleransi pada ketirusan tersebut, dan tidak tergantung dari toleransi ukuran. Dalam hal sudut,
toleransinya diberikan menurut Bab 8.4. Dalam hal perbandingan toleransinya berlaku untuk
pembilangnya.
Toleransi pada ketirusannya dapat dinyatakan secara tunggal atau secara ganda
menurut keutuhan misalnya:
- (3,5 + 0,5) : 12
- (1 + 0,1) : 50
- (5 + 0,1) %
- 250 + 300

Bila tidak disebutkan lain satuan toleransinya sama dengan satuan ukuran
nominalnya. Permukaan keruct boleh terletak dimana saja antara posisi ekstrim akibat
toleransi yang terkumpul dari toleransi linier dan toleransi ketirusan asalkan toleransi pada
ketirusan diperhatikan. Penyajian dalam gambar dari daerah toleransi ketirusan pada Gb.
8.30, 31 dan 32 dimisalkan apotema-apotemanya merupakan garis lurus. Arti kelurusan disini
adalah arah apotema kerucut ditentukan oleh arah dua garis lurus berjarak minimum dan
menyelubungi apotema yang sesungguhnya. Kedua garis tersebut tentunya harus terletak
antara batas-batas yang telah ditentukan oleh toleransi ketirusan. Selanjutnya apotema-
apotema tersebut tidak boleh melampoi batas-batas ukuran pada titik-titik ukuran-ukurannya
telah ditentukan. Gambar 8.30 mengambarkan sebuah kerucut yang diberi ukuran atas dasar
cara toleransi kerucut dimana ukuran yang terbesar diberi toleransi. Gambar 8.31
memperlihatkan sebuah kerucut yang diberi ukuran menurut cara toleransi kerucut dimana
diameter dari sebuah penampang merupakan ukuran teoritis tepat yang terletak antara batas-
batas yang telah ditentukan terhadap sisi kanan dari benda. Bentuk dari daerah toleransi
kerucut berubah-ubah sesuai ukuran sebenarnya dari ukuran L seperti pada Gb. 8.31 a, b dan
c. Daerah toleransi kerucut ini sendiri tidak menentukan kesalahan – kesalahan kelurusan
yang diijinkan.
Gambar 8.32 menunjukkan sebuah kerucut yang diberi ukuran menurut cara toleransi
kerucut dengan mempergunakan ukuran teoritis tepat untuk menentukan posisi penampang di
mana diameternya harus terletak dalam batas-batas ukuran. Posisi daerah toleransi untuk
ketirusan berubah-ubah sesuai ukuran sebenarnya dari diameter D pada bidang dasar seperti
tampak pada Gb. 8.26 a, b dan c. Daerah toleransi ketirusan ini sendiri tidak menentukan
kesalah kelurusan yang diijinkan.

77
Gb. 8.30 Sistem toleransi ketirusan (I)

Gb. 8.31 Sistem toleransi ketirusan (II)

Gb. 8.32 Sistem toleransi ketirusan (III)

8.6.4 Penterapan
Bila suaian pada bagian pasangannya diperlukan maka hal ini harus dijelaskan dalam
gambar.
Dalam memberi ukuran sepasang kerucut yang bekerja sama, hal-hal berikut harus
diperinci:
a. Ketirusan nominal yang sama
b. Sbuah ukuran dalam kotak untuk diameter (Gb. 8.33) atau untuk posisi (Gb. 8.34)
yang berhubungan dengan bidang ukur yang sama untuk kedua bagian yang dirakit.
Menurut ukuran kerucut seperti pada Gb. 8.35 di mana diameter dari kedua ujung dan
panjang kerucut di beri toleransi tidak diperkenankan karena terjadi pengumpulan
toleransi.

Gb. 8.33 Ukuran dua buah kerucut yang berpasangan (I) Gb. 8.34 Ukuran dua buah kerucut
yang berpasangan (II)

78
BAB IX
TOLERANSI GEOMETRIK

9.1 Pendahuluan
Gambar dari bagian yang dibuat harus memberi semua keterangan yang diperlukan
untuk dapat dibuat dengan tepat atau untuk diperiksa. Oleh karena itu tiap gambar harus
mempunyai tiga jenis informasi pokok yaitu:
1. Bahan yang dipakai
2. Bentuk atu sifat-sifat geometrik
3. Ukuran-ukuran dari bagian
Gambar harus menunjukkan juga perbedaan-perbedaan yang diijinkan dari masing-masing
unsur tadi dalam bentuk toleransi.
Bahan biasanya ditentukan oleh perincian tersendiri atau dokumen tambahan dan
gambar hanya perlu menyinggung sebagai referensi.
Bentuk ditentukan oleh ukuran-ukuran linier dan sudut (Bab 5, 6, 7). Toleransi dapat
diterapkan langsung pada ukuran-ukuran atau dapat ditentukan oleh catatan toleransi umum
(Bab.8).
Bentuk dan sifat-sifat geometrik dinyatakan dalam pandangan dalam gambar (Bab 2,
3, 4)
Pada bentuk dan sifat-sifat geometrik belum terdapat pengertian gambar yang
definitif. Dalam tahun-tahun terakhir ini telah diperkenalkan toleransi geometrik dan telah
diterapkan sebagai standar ISO yang menentukan lambang internasional maupun ketentuan
yang tepat.
Toleransi geometrik hanya diperinci bilamana diperlukan. Sampai sejauh mana hal ini
diperlukan pada suatu saat tertentu hanya dapat diputuskan ditinjau dari segi persyaratan
fungsional, kemampuan tukar dan keadaan pembuatan yang memungkinkan.
Dalam bab ini cara penyajian pada gambar definisi dan pengertian toleransi geometrik
akan dibahas.

9.2 Toleransi geometrik dan lambang-lambangnya


Toleransi geometrik mencakup toleransi bentuk, posisi, tempat dan penyimpangan
putar seperti tabel 9.1. Dalam tabel ini jenis-jenis toleransi diperlihatkan dengan lambangnya
masing-masing.
Toleransi bentuk membatasi penyimpangan dari sebuah elemen (titik, garis, sumbu,
permukaan atau bidang meridian) dari bentuk geometri ideal. Posisi, tempat dan
penyimpangan putar membatasi penyimpangan posisi atau tempat bersama dari dua atau
lebih elemen.

79
Tabel 9.1 Lambang untuk sifat yang diberi toleransi

9.3 Ketentuan umum untuk toleransi geometrik


Sebuah toleransi geometrik dari suatu elemen menentukan daerah didalam mana
elemen tersebut harus berada. Sesuai sifat yang akan diberi toleransi dan cara membuat
ukurannya daerah toleransi adalah salah satu daerah yang disebut dalam daftar berikut :
- Luas dalam lingkaran
- Luas antara dua lingkaran sepusat
- Luas antara dua garis berjarak sama atau dua garis lurus sejajar
- Ruang dalam bola
- Ruang dalam silinder
- Ruang antara dua silinder bersumbu sama
- Ruang antara dua permukaan berjarak sama atau dua bidang sejajar
- Ruang dalam sebuah kubus.
Hubungan antara sifat toleransi dan jenis toleransi diperlihatkan pada Tabel 9.2.
Elemen yang diberi toleransi dapat berbentuk apa saja atau posisi dalam daerah
toleransi kecuali dikatakan lain. Toleransi berlaku untuk seluruh panjang garis atau
permukaan kecuali ditentukan lain.

Tanel 9.2 Hubungan antara sifat yang diberi toleransi dan daerah toleransi

80
9.4 Dasar
Pada Bab 9.2 telah dikatakan bahwa posisi, letak dan penyimpangan putar membatasi
posisi atau letak bersama dari dua atau lebih elemen. Dalam hal ini sebuah elemen atau lebih
dapat ditentukan sebagai dasar untuk maksud-maksud fungsional.
Dasar yang ditentukan pada gambar adalah suatu referensi sifat terhadap mana sifat-
sifat yang diinginkan atau elemen-elemen tertentu diukur.
Elemen dasar adalah sebuah elemen nyata dari suatu bagian yang dipergunakan untuk
menentukan letak dasar. Elemen dasar tergantung dari kesalahan pembuatan dan variasi
pembuatan.
Misalnya sebuah bidang datar dari sebuah bagian bila diperbesar akan
memperlihatkan ketidakrataan. Bila disinggungkan pada sebuah bidang rata sempurna maka
hanya beberapa titik saja yang bersinggungan (Gb. 9.1).
Bidang demikian yang mempunyai permukaan yang mendekati kesempurnaan seperti
misalnya sebuah surface pelat disebut ‘Elemen dasar tiruan’.
Penjelasan lebih terperinci dari dasar akan dibahas pada bab 9.5.3 dan 9.6.3.

Gb. 9.1 Dasar, elemen dasar dan Dasar Ideal

9.5 Penunjukkan dalam gambar


9.5.1 Kotak toleransi

Persyaratan toleransi dinyatakan dalam sebuah kotak yang dibagi dalam satu atau
lebih ruang. Dalam urutan dari kiri ke kanan ruang-ruang tersebut berisi :
- Lambang dari sifat yang akan diberi toleransi
- Nilai toleransi ndalam satuan yang dipakai untuk ukuran linier. Nilai ini didahului
oleh tanda O bila daerah toleransinya berbentuk bulat atau silinder atau oleh ‘Bola O’
bila daerah toleransinya berbentuk bola.
- Bila perlu huruf atau huruf-huruf yang menunjukkan elemen dasar atau elemen-
elemen dasar (Gb. 9.3 dan 4).
Bila diperlukan untuk memperinci lebih dari suatu sifat toleransi untuk sebuah elemen,
perincian toleransinya harus diberikan dalam kotak-kotak referensi yang ditumpuk seperti
Gb. 9.5.

Gb. 9.2 Kotak toleransi Gb. 9.3 Kotak toleransi dengan elemen dasar

Gb. 9.4 Kotak toleransi dengan elemen-elemen dasar Gb. 9.5 Perincian dari dua sifat
toleransi

81
9.5.2 Elemen yang diberi toleransi

Kotak toleransi dihubungkan pada elemen yang diberi toleransi oleh sebuah garis
penunjuk yang berakhir dengan sebuah panah sebagai berikut:
- Pada garis gambar dari elemen atau perpanjangannya (tetapi harus dipisahkan dengan
jelas dari garis ukur) bila toleransinya menyangkut garis atau bidang itu sendiri (Gb.
9.6 dan 7).

Gb. 9.6 Penunjukan elemen-elemen yang diberi toleransi Gb. 9.7 Penunjukan elemen yang
diberi toleransi

- Pada garis ukur bila toleransinya menyangkut garis sumbu atau bidang meridian yang
ditentukan oleh elemen yang diberi ukuran demikian (gb. 9.8 s/d 10)

Gb. 9.8 Penunjukan yang diberi toleransi (I) Gb. 9.9 Penunjukan yang diberi toleransi (II)

Gb. 9.10 Penunjukan bidang meridian yang diberi toleransi

- Pada sumbu bila toleransinya menyangkut sumbu bidang meridian dari semua elemen
yang sama dengan sumbu atau bidang meridian (Gb. 9.11 s/d 13)
Bilamana sebuah toleransi akan diterapkan pada kontur dari elemen silindris atau
simetris atau pada sumbu atau bidang meridiannya tergantung dari persyaratan
fungsionalnya.

Gb. 9.12 Penunjukan sumbu bersama yang diberi toleransi Gb. 9.13 Penunjukan sumbu
bersama yang diberi toleransi (II)

9.5.3 Dasar

Bila sebuah elemen yang diberi toleransi menyangkut sebuah dasar maka hal ini pada
umumnya diperlihatkan dengan huruf-huruf besar. Huruf yang sama yang menentukan dasar
diulang dalam kotak toleransi. Untuk menunjukkan dasar sebuah huruf besar di dalam kotak
referensi dihubungkan ke segitiga dasar. Bentuk segitiga adalah siku-siku dan dihitamkan.
Sudut siku dihubungkan dengan sebuah garis dan sisi miringnya menempel pada elemen
dasar (Gb. 9.14 dan 15).

82
Gb. 9.14 Kotak dasar dan segitiga dasar (I) Gb. 9.15 Kotak dasar dan segitiga dasar (II)

Segi tiga dasar dengan huruf besar ditempatkan:


- pada garis gambar atau perpanjangannya (tetapi harus dipisahkan dengan jelas dari
garis ukur) bila mana dasar ini adalah garis atau bidang itu sendiri (Gb. 9.16)

Gb. 9.16 Penunjukan elemen-elemen dasar

- sebagai perpanjangan dari garis ukur bilamana elemen dasar adalah sumbu atau
bidang meridian yang ditentukan oleh elemen yang diberi ukuran demikian (Gb. 9.17
s/d 19).

Gb. 9.17 Penunjukan sebuah elemen dasar Gb. 9.18 Penunjukan sumbu-sumbu dasar

Gb. 9.19 Penunjukan bidang tengah dasar

- Pada sumbu atau bidang meridian bilaman dasarnya sama dengan sumbu atau bidang
meridian dari semua elemen pada sumbu atau bidang meridian tersebut (Gb. 9.20)

Gb. 9.20 Penunjukan sumbu bersama dasar

Bila kotak toleransi dapat dihubungkan secara jelas dan mudah dengan elemen dasar
oleh sebuah garis penunjuk huruf dasarnya dapat dibuang seperti pada Gambar 9.21 dan 22.

83
Gb. 9.21 Penunjukan elemen dasar Gb. 9.22 Penunjukan elemen dasar
yang dihubungkan pada kotak toleransi (I) yang dihubungkan pada kotak toleransi (II)

Sebuah dasar tunggal diperinci oleh sebuah huruf besar (Gb. 9.23). Sebuah dasar
bersama yang dibentuk oleh dua elemen dasar diperinci oleh dua huruf dasar yang dipisahkan
oleh sebuah tanda penghubung (Gb. 9.24). Bila mana urutan dari dua elemen dasar atau lebih
itu penting, penunjukkannya harus seperti pada Gb. 9.25 dimana urutan dari kiri ke kanan
menunjukkan tingkatan prioritasnya. Bila mana urutan tersebut tidak penting penunjukkannya
harus seperti pada Gb. 9.26.

Gb. 9.24 Penunjukan sebuah dasar bersama Gb. 9.25 Penunjukan prioritas dari elemen dasar

Gb. 9.26 Penunjukan elemen dasar tanpa prioritas

9.5.4 Keterangan-keterangan terbatas

Elemen yang memenuhi syarat di dalam daerah toleransi penunjukkannya harus


ditulis dekat kotak toleransi dan boleh dihubungkan dengan garis penunjuk (Gb. 9.27).
Bila toleransinya diterapkan pada panjang tertentu yang terletak dimana saja, nilai
panjang ini harus ditambahkan dibelakang nilai toleransi dan dipisahkan oleh sebuah garis
miring. Dalam hal sebuah bidang dipergunakan penunjukkan yang sama. Ini berarti bahwa
toleransinya berlaku untuk semua garis dengan panjang tertentu dalam segala posisi dan
segala arah (Gb. 9.28).

Gb. 9.27 Penunjukan elemen yang memenuhi syarat

Bila toleransi yang lebih kecil dari jenis yang sama ditambahkan pada toleransi pada
seluruh elemen tetapi dibatasi pada panjang terbatas toleransi yang dibatasi harus dinyatakan
di dalam ruang bawah (Gb. 9.29).

Gb. 9.29 Toleransi yang lebih kecil diterapkan pada panjang tertentu

Bila toleransinya diterapkan pada bagian terbatas dari elemen saja penunjukkannya
harus seperti pada Gb. 9.30).

84
Gb. 9.30 Toleransi yang diterapkan pada sebuah bagian terbatas

9.5.5 Ukuran teoritis tepat

Bilamana toleransi posisi, bentuk atau sudut ditentukan untuk sebuah elemen, ukuran-
ukuran yang menentukan, bentuk atau sudut teoritis tepat tidak boleh diberi toleransi. Ukuran
demikian diletakkan dalam sebuah rangka persegi sebagai beriku ----- . Ukuran bagian yang
sebenarnya yang bersangkutan hanya tunduk pada toleransi posisi, bentuk atau sudut yang
ditentukan dalam kotak toleransi (Gb. 9.31 dan 32).

Gb. 9.31 Ukuran teoritis tepat dengan tolerasi posisi Gb. 9.32 Ukuran teoritis tepat dengan
toleransi sudut

9.5.6 Daerah toleransi yang diproyeksikan

Dalam beberapa hal, toleransi posisi, sejajar, tegak lurus, sudut, koaksial atau simetri
harus diterapkan tidak pada elemen itu sendiri tetapi pada proyeksi luarnya. Daerah toleransi
yang diproyeksikan demikian digambarkan seperti pada Gb. 9.33 dan 34.
Jika toleransinya dipakai untuk elemen itu sendiri maupun untuk proyeksi luarnya,
maka hal ini dapat dinyatakan seperti pada Gb. 9.35.

Gb. 9.33 Daerah toleransi posisi yang diproyeksikan

Gb. 9.35 Daerah toleransi simetri


yang diproyeksikan, dierapkan juga pada
elemen itu sendiri

85
9.6 Pengertian penunjukkan pada gambar
9.6.1 Bentuk elemen yang diberi toleransi tunggal

Kelurusan atau kedataran dari sebuah elemen yang diberi toleransi dianggap benar
bila jarak dari titik-titik sendiri-sendiri ke bidang, yang mempunyai bentuk geometri ideal
adalah sama atau lebih kecil dari harga toleransi yang ditentukan. Letak dari garis atau bidang
ideal harus dipilih demikian rupa sehingga jarak maksimumnya ke bidang sebenarnya dari
elemen bersangkutan mempunyai nilai yang terkecil (Gb. 9.36).
Letak garis atas bidang
Yang mungkin: A1-B1 A2-B2 A3-B3
Jarak bersangkutan h1 h2 h3
Pada Gb. 9.36 h1 < h2 < h3
Oleh karena itu letak yang benar dari garis atau bidang ideal adalah A1 – B1. Jarak h1
harus sama atau lebih kecil dari toleransi yang telah ditentukan.
Untuk kebulatan atau kesilindrisan letak dari dua buah lingkaran sepusat atau silinder
sesumbu harus dipilih demikian sehingga jarak radialnya adalah yang terkecil. Kemungkinan
letak titik pusat dari dua buah lingkaran sepusat atau sumbu dari silinder sesumbu dan jarak
radialnya minimal.
Titik pusat A1 menentukan letak dua buah lingkaran atau dua buah silinder sesumbu.
Titik pusat A2 menunjukkan letak dua buah lingkaran sepusat atau silinder sesumbu
dengan jarak radial minimal.
Jarak radial yang bersangkutan r1, r2
Pada Gambar 9.37. r1 > r2
Oleh karena itu letak yang benar dari dua buah lingkaran sepusat atau silinder sesumbu
adalah A2. Jarak radial r2 harus sama atau lebih kecil dari pada toleransi yang ditentukan.

Gb. 9.36 Bentuk dari sebuah elemen yang diberi toleransi tunggal (garis atau bidang)

Gb. 9.37 Bentuk dari sebuah elemen yang diberi toleransi tegak (dua lingkaran sepusat atau
dua silinder sesumbu)

9.6.2 Daerah toleransi


a. Arah lebar daerah toleransi
Lebar daerah toleransi adalah dalam arah panah dari garis penunjuk yang
menghubungkan kotak toleransi dan elemen yang diberi toleransi, kecuali bila daerah
toleransinya didahului oleh lambang Φ (Gb. 9.38 dan 39).

86
Gb. 9.38 Arah lebar dari daerah toleransi Gb. 9.39 Daerah toeransi keliling
(arah anak panah) posisi yang benar

Dalam Gb. 9.38 sumbu atas harus tterletak antara dua garis lurus berjarak 0,1 yang
sejajar dengan sumbu A dan terletak dalam arah vertical seperti tampak pada Gb. 9.38 b.
Dalam hal ii tentunya toleransi tersebut tidak membatasi penyimpangan dalam semua arah
tegak lurus pada panah toleransi.
Pada gambar 9.39 sumbu atas harus terletak dalam daerah silinder dengan diameter
0,1 sejajar dengan sumbu bawah A (sumbu dasar).
Pada umumnya arah lebar dari daerah toleransi adalah tegak lurus pada bidangnya
(Gb. 9.40). Bilamana arah ini dipeinci seperti pada Gb. 9.41a, maka lebar dari daerah
toleransi adalah sejajar dengan arah yang diperinci seperti Gb. 9.41b.

Gb. 9.40 Arah lebar dari daerah toleransi Gb. 9.41 Arah lebar dari daerah toleransi
(tegak lurus pada permukaan) (sejajar dengan arah yang ditentukan)

b. Sumbu
Seperti yang telah dibahas pada bagian 9.5.2, daerah toleransi berbeda menurut garis
penunjuk dari kotak toleransi.
Pada Gb. 9.42 garis penunjuk dihubungkan dengan elemen yang diberi toleransi pada
garis permukaan tetapi terpisah dari garis ukur dan elemen yang diberi toleransi adalah garis
pembentuk silinder. Pengertiannya adalah sebagai berikut:
Tiap garis pembentuk bidangsilinder yang ditunjukkan oleh paanah harus terletak
antara dua garis lurus sejajar berjarak 0,1 dalam bidang yang mengandung sumbu.
Pada gambar 9.43 garis penunjuk dihubungkan dengan elemen yang diberi toleransi
pada perpanjangan garis ukur untuk diameter silinder dan elemen yang diberi toleransi adalah
sumbu silinder. Pengertiannya adalah sbb: Sumbu silinder harus terletak dalam daerah
toleransi yang berupa silinder dengan diameter 0,08.

Gb. 9.42 Kelurusan ditentukan terhadap


sebuah garis pembentuk silinder Gb. 9.43 Kelurusan ditentukan terhadap sumbu

87
c. Prioritas sifat toleransi
Oleh karena sebab-sebab fungsional satu atau lebih sifat harus diberi toleransi untuk
menentukan ketepatan geometric dari sebuah elemen. Bila ketepatan geometric dari sebuah
elemen telah ditenukan oleh suatu jenis toleransi bentuk, penyimpangan-penyimpangan lain
dari elemen ini dalam beberapa keadan akan dikontrol oleh toleransi tersebut (umpamanya
keelurusan dikontrol oleh kesejajaran, Gb. 9.44). Oleh karena itu jarang sekali diperlukan
melambangkan semua sifat tersebut oleh karena penyimpangan-penyimpangan lain sudah
tercakup dalam daerah toleransi yang ditentukan oleh lambing tersebut. Di lain pihak jenis-
jenis toleransi tertentu tidak mengontrol penyimpanganpenyimpangan lain(umpamanya
kelurusan tidak mengontrol kesejajaran).

Gb. 9.44 Kesejajaran menentukan kelurusan

Sebagai contoh toleransi posisi yang dikontrol adalah kelurusan dan ketegaklurusan
dri sumbu seperti Gb. 9.45 dan kadang-kadang kesejajaran sumbu seperti seperti pada Gb.
9.46.
Pengertian daerah toleransi yang diperinci disarikan pada akhir bab ini dalam table
9.4

Gb. 9.45 Sumbu lubang Gb. 9.46 Toleransi posisi yang mengontrol posisi lain

9.6.3 Dasar Tunggal


a. Dasar Tunggal
Dasar dipergunakan sebagai patokan untuk mengukur kesalahan-kesalahan geometrik
yang bersangkutan pada elemen-elemen yang ditentukan. Oleh karena itu mutu dari elemen
dasar bersangkutan harus cukup untuk memenuhi persyaratan-=persyaratan fungsional dan
dapat diulang-ulang.
Pengertian sumbu dasar dan bidang dasar diperlihatkan pada Tabel 9.3.

88
Tabel 9.3 Garis dasar dan bidang dasar

b. Sumbu tiga bidang dasar


Toleransi bentuk geometrik seperti misalnya kelurusan dan kedataran mempersoalkan
garis-garis dan bidang-bidang yang tidak mempunyai hubungan maka dari itu tidak
diperlukan penggunaan dasar.
Toleransi orientasi dan posisi pada umumnya memerlukan dasar yang cocok untuk
mengontrol hubungan elemen-elemen satu dengan yang lain atau dengan dasar atau sistem
dasar. Elemen dasar demikian harus dinyatakan dengan tepat dalam gambar.
Pada umumnya untuk tujuan orientasi diperlukan satu atau dua dasar tetapi untuk
hubungan posisi diperlukan dasar tiga bidang. Dasar-dasar ini disebut dasar pertama, kedua
dan ketiga. Bilamana dasar-dasar tersebut merupakan bidang datar tegak lurus satu sama lain
maka pada umumnya ini disebut dasar tiga bidang atau rangka dasar referensi.
Jika kita tinjau eklemen dasar pertama adalah sebuah bidang datar yang dapat
diletakkan pada sebuah bidang dasar yang sesuai, ini menjadi dasar pertama seperti pada Gb.
9.47a. Secara teoritis akan dapat hubungan tiga titik.
Bila bagian ini yang masih terletak diatas bidang dasar pertama, dihubungkan pada
titik kedua seperti pada Gb. 9.47 b secra teoritis akan menyinggung pada dua titik.
Bagian ini sekarang dapat digeser-geser sambil tetap menyinggung bidang dasr
pertama dan kedua sehingga menyinggung bidang dasar ketiga. Seperti pada Gb. 9.47c dan
secara teoritis akan menyinggung pada satu titik. Pengukuran-pengukuran dapat dilakukan
terhadap salah satu bidang dasar ini.
Urutan dari tiga bidang dasar ini seringkali diperlukan untuk mempertahankan
kepastian arti gambar. Bilamana urutan dari bidang dasar ini dirubah oleh pembuat akibatnya
bagian itu akan diperiksa secara keliru seperti terlihat pada Gb. 9.48. Oleh karena itu untuk
bidang dasar harus dinyatakan secara jelas dalam gambar sesuai dengan Bab. 9.5.3 dan Gb.
9.25.

Gb. 9.47 Sistem bidang dasar

89
Gb. 9.48 Urutan dari dasar-dasar

c. Sasaran dasar
Bidang yang telah dipilih sebagai dasar sering kali kurang dalam ketepatan untuk
dapat dipergunakan secara langsung sebagai dasar, khususnya bidang-bidang hasil
pengecoran, penempaan, pengelasan dan bagian dari lembaran pelat yang kasar, melengkung
atau penyimpangan yang lain.
Pada umumnya untuk mengatasi masalah demikian biasanya dipergunakan sasaran
dasar. Sebagai sasaran dasar dipilih titik-titik, garis-garis atau bidang-bidang kecil tertentu.
Untuk bidang pada umumnya dipilih tiga sasaran dasar pada bidang dasar pertama, dua untuk
bidang dasar kedua dan satu untuk bidanf dasar ketiga sesuai dengan sistem tiga bidang
dasar.
Sasaran-sasaran dasar tersebut harus diperinci dengan lambang-lambang sasaran dasar
seperti pada Gb. 9.49. Umpamanya bidang dasar diberi ciri A, B,dan C, Mmaka sasaran-
sasaran dasarnya akan menjadi A1, A2, A3, B1, B2 dan C1 seperti pada Gb. 9.50. Setengah
bagian yang atas dari lambangnya dapat dipergunakan untuk memberi ukuran bidang sasaran
dasar.

Gb. 9.49 Lambang-lambang sasaran untuk dasar Gb. 9.50 Lambang-lambang sasaran
untuk dasar

9.7 Hubungan antara toleransi ukuran dan toleransi geometrik (Dasar


ketidak tergantungan)

9.7.1 Pendahuluan
Toleransi linier atau sudut dan toleransi geometrik telah dibahas pada Bab 8 dan 9.
Hubungan antara kedua toleransi tersebut belum dijelaskan secara jelas. Dalam ISO/R 1101-
1966 telah ditentukan sbb:

90
“Bila hanya sebuah toleransi ukuran telah ditentukan, maka toleransi ini juga
membatasi kesalahan-kesalahan bentuk dan posisi tertentu. Permukaan dari bagian yang
dibuat boleh menyimpang dari bentuk geometri yang telah ditentukan dengan syarat bahwa
bentuknya masih terletak dalam ukuran-ukuran yang diberi toleransi. Bilamana kesalahan-
kesalahan ini harus terletak dalam batas-batas lain, maka perlu ditentukan toleransi bentuk”.
Bagaimanapun juga dalam kenyataan hampir semua elemen diukur dengan cara dua
titik prngukuran yang tidak dapat mengendalikan penyimpangan-penyimpangan geometrik.
Oleh karena hal ini toleransi ukuran dan toleransi geometrik dianggap tidak mempunyai
hubungan dewasa ini. Ini disebut “Prinsip ketidak tergantungan”.
Saat ini prinsip ketidak tergantungan ini dianggap sebagai satu-satunya carayang
dapat menghilangkan kesalah pahaman dan keraguan dan dapat mengembangkan definisi
toleransi yang seragam.

9.7.2 Prinsip ketidak tergantungan


a. Definisi dari ‘Prinsip ketidak tergantungan
Definisi ‘Prinsip ketidak tergantungan’ adalalah sebagai berikut: tiap persyaratan
yang diperinci dalam gambar seperti misalnya toleransi linier atau toleransi geometric harus
ditentukan secara bebas tanpa menghubungkannya pada ukuran, toleransi atau sifat manapun
kecuali ditentukan hubungan khusus.
Bilamana diperlukan suatu hubungan tertentu perinciannya harus ditempatkan pada
gambar oleh sebuah catatan atau lambing seperti misalnya referensi terhadap sebuah dasar,
sebah toleransi geometrik yang dibatasi oleh KBM (Kondisi Bahan Maksimum, dijelaskan
pada bab. 9.7.3 dan 9.8), atau suatu catatan yang menunjukkan persyaratan-persyaratan
bersama (simultan).
Kesimpulan yang logis dari konsep ini adalah jika tidak terdapat hubungan antara
ukuran dan toleransi geometric maka toleransinya berlaku tanpa memperhatikan ukuran dan
kedua sifat tersebut ditangani sebagai persyaratan-persyaratan yang tidak mempunyai
hubungan.

b. Keuntungan dan kerugian dari ‘Prinsip ketidak tergantungan’


Keuntungan:
1. Prinsip ini adalah konsep umum yang dapat diterapkan pada segala bidang pemberian
ukuran dan toleransi tanpa pengecualian.
2. Tiap persyaratan yang berbeda dapat dipisahkan. Suatu hubngan khusus bila perlu
dapat diperinci oleh sebuah lambing atau catatan.
3. Dalam prinsip ketidak tergantungan tidak ada aturan yang dinyatakan secara tidak
langsung atau tersembunyi.
4. Seorang perancang bermaksud untuk memakai prinsip Taylor yaitu bentuk sempurna
pada kondisi bahan maksimum, sedangkan si pembuat atau operator mengukur
dengan cara pengukuran dua titik dengan prinsip ketidak tergantungan; pertentangan
ini dapat dihindari
5. Kurang lebih 95 % produk dapat dinyatakan dengan prinsip ini.

Kerugian:
1. Prinsip ini didasarkan atas pengukuran dua titik. Akibatnya tidak menjamin
bentuknya.
2. Akibatnya toleransi bentuk harus diperinci oleh suatu cara tertentu.

9.7.3 Definisi

91
Dalam uraian ini akan dijelaskan ketentuan-ketentuan istilah yang dipergunakan
dalam Bab. 9.7 dan 9.8. Ketentuan-ketentuan pada Gb. 9.51 dan 52 dapat dipergunakan.
1) Ukuran local yang sebenarnya
Jarak satu-satu pada tiap penampang dari sebuah elemen. Lihat Gb. 9.51 dan 9.52

Gb. 9.51 Ukuran dan toleransi dari elemen tunggal Gb. 9.52 Ukuran dan toleransi dari
elemen-elemen yang berhubungan

2) Ukuran pasangan
Untuk elemen dalam ukuran elemen serupa yang terbesar dengan bentuk yang sempurna
yang dapat dilukiskan dalam elemen tadi sehingga tepat menyinggung titik tertinggi dari
permukaannya.
Untuk elemen luar: ukuran elemen serupa yang terkecil dengan bentuk sempurna yang dapat
dilukiskan di luar elemen tadi sehingga tepat menyinggung titik-titik tertinggi dari
permukaannya. Lihat Gb. 9.51a dan 9.52a.
3) Kondisi Bahan Maksimum (KBM)
Keadaan elemen yang ditinjau berada dalam ukuran batasnya di mana bahan adalah
maksimum yaitu batas ukuran maksimum untuk elemen luar dan batas ukuran minimum
untuk elemen dalam. Lihat Gb. 9.51a dan 9.52a
4) Ukuran bahan maksimum
Ukuran yang menentukan kondisi bahan maksimum dari sebuah elemen. Lihat Gb. 9.51a
dan 9.52b
5) Kondisi yang sebenarnya dari sebuah elemen atau elemen-elemen yang berhubungan
Batasan yang membatasi bentuk sempurna yang diijinkan dalamgambar dibentuk oleh
akibat bersama dari ukuran bahan maksimum dari elemen atau elemen-elemen bersangkutan
dan bentuk, orientasi dan/atau letak dari toleransi elemen-elemen (Lihat Gb. 9.51a danb)
yang ditinjau. Dalam hal yang menyangkut suatu grup elemen, letak dari kondisi sebenarnya
ada dalam hubungan geometric sempurna sesuai dengan yang ditentukan dalam gambar.
6) Ukuran sebenarnya dari kondisi
Elemen yang berhubungan: ukuran dari kondisi yang sebenarnya dari elemen tadi. Lihat
Gb. 9.52 a dan b
7) Prinsip selubung
Sebuah prinsip memnberi ukuran menentukan bahwa selubung dari bentuk sempurna dari
sebuah elemen tunggal pada ukuran bahan maksimumnya tidak boleh dilanggar.
Hal tersebut harus dinyatakan oleh lambing E dibelakang toleransi ukuran. Lihat Gb. 9.51a
dan 9.52a. Prinsip ini juga dikenal sebagai ‘Prinsip Taylor’ bila diterapkan pada sebuah
elemen tunggal.

92
9.7.4 Penerapan dasar ketidak tergantungan
a. Umum
Sebuah gambar teknik dari sebuah benda kerja mempunyai hubungan dengan ukuran-
ukuran yang diperlukan untuk menunjukkan dan mengaasi empat tujuan dari tiap elemen dari
bagian:
Ukuran, Bentuk, Posisi dan Letak
Perancang atau juru gambar harus mempertimbangkan salah satu diantaranya untuk
menjamin bahwa pengawasan atau toleransi yang cocok dapat ditambahkan bila diperlukan.

b. Elemen
Sebuah elemen tunggal dapat berupa:
1. Sebuah bidang datar (di mana tidak ada pertimbangan elemen ukuran).
2. sebuah bidang tunggal seperti misalnya silinder, bola dsb (Semuanya berhubungan
dengan ukuran bentuk)
3. Dua bidang sejajar (berhubungan dengan uuran bentuk)
4. Elemen yang kompeks terdiri dari dua elemen tunggal atau lebih yang telah
ditentukan diatas.

c. Bentuk
Bentuk ditentukan oleh ukuran dan dapat diatur oleh sebuah toleransi yang diterapkan
pada tiap ukuraan atau oleh sebuah catatan toleransi ukuran.
Batas ukuran hanya memperinci batas pengukuran dua titik dari penampang apa saja
(Gb. 9.53a)
Disamping prinsip dua titik biasanya prinsip berikut dipakai:
Garis ke titik
Bidang ke titik
Garis ke garis
Bidang ke garis
Bilamana salah satu daripada prinsip diatas untuk persyaatan perancang terlalu kritis
maka hal ini bila mungkin harus diperinci dengan mempergunakan segitiga referensi untuk
memperlihatkan garis atau bidang tangensial yang harus dipergunakan (Gb. 9.53b).

Gb. 9.53 Memberi ukuran dan cara memeriksanya

d. Geometri bagian
Tiap bagian dari elemen dimaksudkan untuk mempunyai bentuk yang ditentukan oleh
gambar. Ketepatan geometri harus diperinci:
1. secara langsung

93
2. oleh sebuah toleransi biasa atau
3. menentukan standar yang dapat dipakai.

9.7.5 hubungan antara ukuran dan persyaratan geometrik


Persyaratan ukuran dan geometri (bentuk, orientasi dan lokasi) harus diamati secara
terpisah (Gb. 9.53a, kecuali bila ditentukan suatu hubungan dalam hal selubung dari bentuk
sempurna dan ukuran bahan maksimum tidak boleh dilanggar.

a. Ukuran dan bentuk


Bila ukuran telah ditentukan oleh referensi terhadap dasar, toleransi ukuran membatasi
penyimpangan bentuk dari elemen bersangkutan (Gb. 9.53b). Toleransi bentuk individual
dalam hal ini harus lebih kecil daripada toleransi ukuran.

b. Ukuran dan toleransi


1. sebuah ukuran sudut dimaksudkan untuk membatasi toleransi umum dari garis dan
permukaan. Oleh karena itu toleransi ukuran ytidak menentukan penyimpangan
bentuk apapun. Sebuah toleransi geometri untuk kemiringan, ketegaklurusan atau
kesejajaran menentukan bahwa semua titik dari elemen yang diberi toleransi harus
terletak dalam daerah toleransi. Oleh karena itu penyimpangan bentuk juga
ditentukannya.
2. Sebuah toleransi orientasi dari sebuah elemen dengan ukuran dapat diperinci atas
dasar KBM. Dalam hal ini elemen bersangkutan ditentukan oleh ketergantungan
toleransi bersama (Bab. 9.8).
c. Ukuran dan letak
1. Lokasi pada umumnya ditentukan oleh ukuran-ukuran tetapi dapat dinyatakan oleh
garis sumbu yang sama. Pembatasannya dapat dilakukan oleh toleransi dari tiap
ukuran tempat atau oleh toleransi orientasi.
2. Sebuah toleransi lokasi diterapkan pada sebuah elemen dengan ukuran dapat diperinci
atas dasar KBM. Dalam hal ini elemen bersangkutan ditentukan oleh ketergantungan
toleransi ukuran bersama dan toleransi lokasi (Bab. 9.8).

9.7.6 Contoh pengertian gambar yang sesuai dengan prinsip


Sebuah contoh pengertian gambar telah dibuat Gb. 9.54. Pada gambar ini terdapat:
1. 3 elemen bentuk silinder
2. 2 elemen bentuk cincin
3. 1 elemen bidang bulat
4. 3 garis sumbu untuk tiap elemen silinder

Gb. 9.54 Contoh (I)

Sesuai nomor bagian maksud yang tepat dari perincian ukuran dan toleransi akan dibahas.
1. 3 elemen bentuk silinder O 60

94
Gambar menunjukkan sebuah bentuk silinder. Toleransi ukuran diperinci oleh sebuah catatan
umum atau standar yang boleh dipakai.
Toleransi bentuk haus diperinci oleh sebuah catatan toleransi biasa
Ф40-0,1
Gambar p[andangan melukiskan bentuk silinde. Toleransi ukuran menentukan
diameter pada tiap potongan yang mengukur ukuran setempat yang sebenarnya. Toleransi
bentuk diperinci dengan sebuah catatan umum atau dengan memakai standar yang dapat
dipakai.
Ф 25 h7
Gambar pandangan melukiskan sebuah silinder. Toleransi ukuran menentukan batas-
batas ukuran sesuai ISO 286 dan ISO 1938 (Bab. 8) yaitu bentuk sempurna pada KBM

2. Elemen bentuk cincin


Ф 60/ Ф 40 dan Ф 40/ Ф25
Gambar pandangan menunjukkan 2 bentuk cincin. Ukuran dan bentuk bulat
ditentukan dan dibatasi seperti pada 1
Toleransi kedataran harus diperinci oleh sebuah catatan toleransi umum.
3. Sebuahelemen datar bulat
Ф 25
Gambar penampang melukiskan bentuk bidang lingkaran. Ukuran dan bentuk
lingkaran ditentukan dan dibatasi seperti pada 11.

4. 3 buah garis sumbu untuk masing-masing silinder


Gambar menunjukkan letak dari tiga buah garis sumbu.
Toleransi lokasi harus ditentukan oleh sebuah catatan toleransi umum atau sebuah
toleransi kesamaan sumbu.
Gambar 9.55 memperlihatkan sebuah toleransi bentuk dengan pengertian sebagai berikut:
Gambar memperlihatkan sebauh bentuk silinder. Toleransi ukuran menentukan batas-batas
pengukuran dua titik pada tiap penampang. Toleransi bentuk menentukan penyimpangan
kelurusan yang diijinkan dari sumbu silinder tanpa menghiraukan toleransi ukuran
kemungkinann penyimpangan kebulatan harus dibatasi oleh sebuah catatan toleransi umum.

Gb. 9.55 Contoh (II)

9.8 Prinsip bahan maksimum


9.8.1 Pendahuluan
Pada Bab 9.7 telah diuraikan bahwa pada keadaan normal tidak ada hubungan antara
toleransi ukuran dan toleransi geometrik. Tetapi bila mana hal ini mungkin terjadi tanpa
mengganggu fungsi yang diperlukan akan menjadi lebih mudah untuk membuat bagian
tersebut sesuai dengan gambar secara ekonomis.

95
Ada beberapa konsep yang menghubungkan toleransi ukuran dan toleransi geometrik
tetapi prinsip kondisi bahan maksimum telah dinggunakan sejak lama. Oleh karena itu
ISO/TC 10 telah menerima prinsip ini dan menghasilkan standar ISO 1101/II.
Penggunaan prinsip ini memungkinkan membuat bagian tanpa mengganggu
perakitannya atau persyaratan fungsionalnya dimana terdapat ketergantungan timbal balik
dari ukuran, bentuk, orientasi dan atau lokasi.
Dalam hal ini perlu diperinci secara jelas dalam gambar untuk menyatakan bahwa ini
merupakan pengecualian dari prinsip ketidaktergantungan.
Dalam bab ini akan diuraikan definisi tentang prinsip bahan maksimum, penunjukkan
dalam gambar dan pengertiannya sesuai ISO 1101/II (Kondisi Bahan Maksimum)

9.8.2 Prinsip bahan maksimum


a. Definisi Prinsip Bahan Maksimum
Prinsip Bahan Maksimum ditentukan sebagai berikut: Prinsip bahan maksimum
adalah suatu prinsip memberi toleransi yang memperhitungkan ketergantungan timbal balik
dari toleransi ukuran dan toleransi bentuk, orientasi dan atau lokasi dan mengijinkan
penambahan toleransi geometrik bila elemen dari suatu bagian tertentu menyimpang dari
kondisi bahan maksimumnya. Toleransi tambahan ini diperbolehkan asal saja bila kondisi
sebenarnya dari batas-batas maksimum dan minimum tidak dilanggar.

b.Keuntungan-keuntungan Prinsip Bahan Maksimum


1. Prinsip bahan maksimum bila sesuai ketentuan diatas dapat dipakai harus dinyatakan
dalam gambar. Penunjukkan ini menghilangkan ketidakpastian dari persyaratan fungsional,
mencegah penolakan yang tidak diperlukan dari bagian, yang sebenarnya dapat memenuhi
persyaratan-persyaratan yang tidak perlu.
2. Penggunaan prinsip ini berlaku karena: Susunan bebas dari komponen-komponen
tergantung dari akibat gabungan dari ukuran sebenarnya berpasangan. Kelonggaran
(clearance) minimum untuk susunan terjadi bila elemen-elemen berada pada ukuran bahan
maksimum dan terdapat penyimpangan bentuk, orientasi dan atau lokasi yang diijinkan dan
paling merugikan. Bagaimana pun juga akan terdapat kelonggaran yang lebih besar untuk
susunan bila pasangan ukuran dari elemen-elemen ini tidak berada pada ukuran bahan
maksimumnya dan bila penyimpangan bentuk, orientasi dan atau lokasinya dapat melampoi
toleransi yang telah ditentukan tanpa membahayakan penyusunannya.
3. Penting untuk dicatat bahwa peningkatan toleransi bentuk, orientasi sdan atau lokasi diatas
dapat diterapkan pada satu bagian susunan tanpa menghubungkannya pada pasangan
bagiannya. Penyususnan selalu dapat terjadi walaupun bagian pasangannya telah
disempurnakan hingga batas ekstrim dari toleransi dalam arah yang paling tidak
menguntungkan untuk dirakit oleh karena penyimpangan total dari ukuran, bentuk, orientasi
dan atau letak pada tiap bagian tidak akan dilampoi.
4. Bilamana suatu toleransi bentuk, orientasi dan atau lokasi diterapkan pada sebuah elemen
yang menghubungkan pada sebuah elemen dasar maka prinsip bahan maksimum mungkin
diterapkan pada elemen dasar maupun pada elemen yang diberi toleransi dan dengan
demikian mnemperoleh keuntungan penuh dari penyimpangan elemen dasar pada ukuran
bahan maksimum. Dalam hal demikian lambang M harus dibubuhkan juga pada penunjukkan
dasar dalam kotak referensi seperti pada Bab 9.8.3 (Gb. 9.56 dan 9.57). Betapapun juga harus
dicatat bahwa bilamana terdapat sekelompok elemen yang dihubungkan pada sebuah elemen
dasar dengan batas-batas ukurannya penyimpangan elemen dasar darui ukuran bahan
maksimum membolehkan kenaikan yang sama dari elemen-elemen kelompok, terhadap
dasarnya tetapi tidak terhadap satu sama lain. Bilamabna kondisi bahan maksimum
diterapkan maka penyimpangan bentuk orientasi dan atau lokasi dapat diperiksa dengan alat

96
ukur yang diramncang khussus. Seseorang pembuat juga dapat memanfaatkan pembesaran
toleransi untuk mempergunakan proses yang lebih ekonomis atau membagi toleransi ukuran
elklemen dari bentuk, orientasi dan atau lokasi seoptimal mungkin dengan memperhatikan
peralatan dari prosedur yang dimilikinya.

Gb. 9.57 Penunjukan dari Kondisi Bahan Maksimum (II)

9.8.3 Penunjukkan kondisi bahan maksimum


Penunjukkan bahwa nilai toleransi berlaku pada kondisi maksimum diperlihatkan
pada lambang M yang ditempatkan setelah:
- Nilai toleransi (Gb. 9.56a)
- Huruf dasar (Gb. 9.56b)
- Atau kedua-duanya (Gb. 9.56 c)
Bilamana kondisi bahan maksimum berlaku berturut-turut untuk elemen-elemen yang diberi
toleransi, elemen dasar tau kedua-duanya.
Jika dasarnya tidak dinyatakan oleh sebuah huruf, kondisi bahan maksimum berlaku
untuk elemen dasar dan dinyatakan dalam ruang ketiga dari kotak toleransi seperti pada Gb.
9.57 a dan b.

9.8.4 Contoh prinsip bahan maksimum


a. Cara normal
Prinsip bahan maksimum yang telah dibahas dalam Bab 8.8.2 dapat digambarkan
sehubungan dengan posisi toleransi. Posisi merupakan bidang penggunaan yang paling luas
utuk prinsip bahan maksimum.
Gambar 9.58 memperlihatkan cara menggambar suatu kelompok dari empat lubang.
Gb. 9.59 memperlihatkan cara menggambar suatu kelompok dari 4 pena tertanam yang harus
masuk ke dalam kelompok lubang tersebut. Ukuran terkecil dari pasangan lubang adalah 8,1
mm. Ini merupakan ukuran bahan maksimum dari lubang. Ukuran terbesar dari pasangaan
pena adalah 7,9 mm. Ini merupakan ukuran bahan maksimum dari pena.
Perbedaan antara ukuran bahan maksimum dari pena dan lubang adalah 8,1 – 7,9 =
0,2 mm. Perbedaan ini dapat dipergunakan sebagai toleransi posisi dari lubang dan pena.
Dalam contoh ini toleransi tersebut dibagi merata antara lubang dan pena yaitu toleransi
posisi dari lubang adalah O 0,1 mm (Gb. 9.58) dan toleransi posisi dari pena adalah juga O
0,1 mm (Gb. 9.59).

97
Gb. 9.58 Empat buah lubang

Gb. 9.59 Empat buah pena

Dalam toleransi seluas O 0,1 mm terletak pada posisi yang sebenarnya yang telah
ditentukan oleh kotak referensi pada gambar (Gb. 9.58 b atau Gb. 9.59 b). Dalam kondisi
dimana ukuran pasangandari suatu bagian (pena atau lubang) sama dengan ukuran bahan
maksimum maka lambang M tidak mempengaruhi toleransi posisi.
Gambar 9.60 memperlihatkan bidang silinder untuk masing-masing lubang, semuanya
dalam keadan ukuran bahan maksimum. Pusat-pusatnya berada pada posisi ekstrim dalam
daerah toleransi. Gb. 9.61 memperlihatkan titik-titik pada ukuran bahan maksimum. Dapat
dilihat pada Gb. 9.60 s/d 9.63 bahwa susunan dari bagian-bagian masih dimungkinkan dalam
keadan-keadan yang paling tidak menguntungkan.

Gb. 9.60 Posisi ekstrim dari lubang-lubang Gb. 9.61 Posisi ekstrim dari pena-pena

Gb. 9.62 Ukuran lubang yang sebenarnya Gb. 9.63 Ukuran pena yang sebenarnya

Salah satu lubang dalam Gb. 9.60 diperlihatkan dalam skala besar dalam Gb. 9.62.
Daerah toleransi untuk pusatnya adalah O 0,1 mm; ukuran bahan maksimum dari lubang

98
adalah 8,1 mm. Smua lingkaran dengan diameter 8,1 yang pusat-pusatnya berada pada batas
ekstrim dari daerah toleransi O 0,1 membentuk lingkaran selubung dengan diameter 8,0 mm.
Lingkaran atau silinder khayal ini menurut ketentuan adalah kondisi yang sebenarnya
dari lubang dan ukuran yang sebenarnya adalah 8 mm. Ukuran silinder yang sebenarnya
erletak pada posisi yang benar dan membentuk batasab fungsional untuk posisi pemakaian
lubang.
Gambar 9. 63 memperlihatkan keadan yang sama untuk pena. Ukuran bahan
maksimum pena adalah 7,9 mm dan daerah toleransi untuk pusatnya adalah O 0,1 mm.
Permukaan-permukaan pena yang pusat-pusatnya terletak pada batas ekstrim dari daerah
toleransi O 0,1 membentuk sebuah selubung silinder khayal dengan ukuran sebenarnya 8
mm.
Perlu dicatat bahwa ukuran bagian-bagian yang perlu dapat diperoleh walaupun
elemen-elemen yang bersangkutan pena dan lubang berada pada batas-batas ekstrim dari
toleransi ukuran dan posisi yaitu:
- ukuran pasangan lubang pada ukuran bahan maksimum
- ukuran pasangan pena pada ukuran bahan maksimum
- pusat lubang dan pena berada pada posisi ekstrim dalam toleransi posisi yang telah
ditentukan.
Bilamana ukuran pasangan lubang lebih besar daripada ukuran bahan maksimumnya maka
terdapat tambahan toleransi antara pena dan lubang yang dapat dipergunakan untuk
meningkatkan toleransi posisi dari pena dan lubang.
Keadaan ekstrim adalah bila ukuran pasangan lubang merupakan yang paling besar
yang mungkin yaitu 8,2 mm. Ukuran ini adalah ukuran bahan minimum. Gambar 9.64
memperlihatkan bahwa pada ukuran bahan minimum, pusat lubang boleh terletak dimana saja
dalam daerah toleransi O 0,2 mm tanpa bidang lubang melanggar batas ukuran sebenarnya
dan silinder.
Gambar 9.65 memperlhatkan keadaan serupa mengenai pena. Bila ukuran pasangan
pena berubah dari O 7,9 ukuran bahan maksimum hingga O 7,8 ukuran bahan minimum
maka diameter dari daerah toleransi untuk posisi meningngkat menjadi O 0,2 mm.
Pada contoh diatas ukuran yang sebenarnya dan ukuran bahan maksimum tidak sama.
Mampu tukar terjamin oleh karena semua lubang berada diluar dan semua pena berada
didalam silinder yang sebenarnya yang mempunyai ukuran yang sama dan terletak pada
posisi yang benar. Ukuran dan letak silinder yang sebenarnya tetap tidak berubah walaupun
prinsip bahan maksimum diterapkan atau tidak.

Gb. 9.64 Ukuran lubang yang sebenarnya Gb. 9.65 Ukuran pena yang sebenarnya

b. Cara memberi toleransi posisi nol


Bila lubang-lubang atau pena-pena terletak betul-betul didalam daerah toleransi,
seperti misalnya pada pusat masing-masing daerah toleransi posisi maka akan tersedia lebih
banyak toleransi pasangan utuk masing-masing elemen pasangan. Yaitu ukuran lubang
ternyata boleh menyimpang dibawah kondisi bahan maksimum terhadap (kondisi) ukuran

99
sebenarnya 0,8 mm dan ukuran pen ternyata boleh menyimpang diatas kondisi bahan
maksimum terhadap (kondisi) ukuran sebenarnya 0,8 mm. Walaupun demikian, hal ini tidak
demikian oleh karena batas-batas ukuran dan kondisi bahan maksimum dari lubang (O 8,0
mm) dengan pena (O 7,9 mm) tidak boleh dilanggar.
Cara memberi toleransi posisi nol (0) dapat dipergunakan dalam keadaan seperti
diatas dan bilaman distribusi frekwensi total (ukuran dan posisi) hanya diperuntukkan
toleransi ukuran.
Sebuah toleransi posisi nol (atau simetri lain yang cocok) harus diperinci hanya jika
dinyatakan oleh lambang M dalam kotak toleransi yang dihubungkan pada elemen
bersangkutan (Gb. 9.66 dan 9.67). Untuk menghindari salah tafsir harus diingat baha bila
diminta untuk membuat suatu bagian dengan ukuran dan sifat geometrik yang sempurna cara
tersebut pada hakekatnya menentukan bahwa penyimpangan geometrik harus cenderung ke
arah nol bilamana ukuran pasangan elemen cenderung ke ukuran bahan maksimum.
Gambar 9.66 mmperlihatkan ukuran bahan maksimum lubang dalam Gb. 9.58
dikurangi menjadi ukuran O 8,0 mm yang sebenarnya. Gb. 9.67 memperlihatkan ukuran
bahan maksimum pena dalam Gb. 9.59 dinaikkan menjadi ukuran O 8,0 mm yang
sebenarnya. Perlu di catat bahwa ukuran sebenarnya tidak berubah ukuran bahan maksimum
sama dengan ukuran sebenarnya dan ukuran pasangan boleh sama dengan ukuran sbenarnya
bila penyimpangannya terhadap posisi yang sebenarnya adalah nol.

Gb. 9.66 Toleransi posisi nol pada KBM dari lubang Gb. 9.67 Toleransi posisi nol pada
KBM dari pena

100
BAB X
CARA MENYATAKAN KONFIGURASI
PERMUKAAN DALAM GAMBAR
10.1 Penunjukkan
Kekasaran permukaan dari bagian-bagian mesin dan juga bekas pengerjaannya
merupakan faktor yang sangat penting untuk menjamin mutu bagian-bagian seperti misalnya
suaian atau ketahanan maupun tampak dari bagian-bagian.
Penunjukan konfigurasi permukaan yang mencakup kekasaran permukaan, arah bekas
pengerjaan dan yang lainnya diperlukan untuk menjamin tujuan-tujuan diatas. Maksud dari
para perancang terhadap konfigurasi permukaan harus dinyatakan dalam gambar dengan
cara-cara yang telah ditentukan secara internasional. Perincian konfigurasi permukaan tidak
diperlukan jika proses pembuatan biasa dapat menjamin pengerjaan akhir (finis) yang dapat
diterima.
Dalam bab ini ketentuan-ketentuan dan cara-cara penunjukan konfigurasi permukaan
akan dijelaskan menurut ISO / R 468 (Kekasaran Permukaan) dan ISO 1302 (Cara
menyatakan konfigurasi permukaan dalam gambar).

10.2 Definisi kekasaran permukaan


Ada beberapa cara untuk menyatakan kekasaran permukaan. Terutama sekali
‘penyimpangan rata-rata aritmetik dari garis rata-rata profil’ dipergunakan sesuai
perkembangan alat ukur dan persyaratan rencana. Di beberapa negara dipakai ‘sepuluh titik
ketinggian Rz dari ketidak rataan’ atau ‘ ketinggian maksimum Rmak dari ketidak rataan’
secara konvensional.
Ketentuan-ketentuan dari tiga macam kekasaran permukaan dari nilai-nilai
numeriknya digariskan dalam ISO/R 468-1966.

10.2.1 Penyimpangan rata-rata aritmetik dari garis rata-rata profil

Penyimpangan rata-rata aritmetik Ra adalah harga rata-rata dari ordinat-ordinat profil


efektif garis rata-ratanya. Profil efektif berarti garis bentuk (kontour) dari potongan
permukaan efektif oleh sebuah bidang yang telah ditentukan secara konvensional terhadap
permukaan geometris (Gb. 10.1)

Gb. 10.1 Penyimpangan rata-rata aritmetik Ra dari garis rata-rata profil

Ordinat-ordinat (y1, y2, y3, ….., yn dijumlahkan tanpa memperhitungkan tandanya:

101
l
1 1
Ra   y dx
l0l
Kira-kira

y
Ra  1

Dimana l adalah panjang contoh yang telah ditentukan yaitu panjang dari profil efektif yang
diperlukan untuk menentukan kekasaran permukaan dari permukaan yang diteliti.

10.2.2 Ketidak rataan ketinggian sepuluh titik Rz


Ketidak rataan ketinggian sepuluh titik Rz adalah jarak rata-rata antara lima puncak
tertinggi dan lima lembah terdalam antara panjang contoh yang diukur dari garis sejajar
dengan garis rata-rata dan tidak memotong profil tersebut (Gb. 10.2)

Rz 
R1  R3  R5  R7  R9  R 2  R 4  R6  R8  R10
5

Gb. 10.2 Ketinggian sepuluh titik Ra dari ketidak rataan

10.2.3 Ketidak rataan ketinggian maksimum Rmax


Ketidak rataan ketinggian maksimum Rmax adalah jarak antara dua garis sejajar
dengan garis rata-drata dan menyinggung profil pada titik tertinggi dan terendah antara
panjang contoh (Gb. 10.3)

Gb. 10.3 Tinggi maksimum Rmak dari ketidak rataan

10.2.4 Harga-harga Ra dan Rz


Seri harga untuk Ra dan Rz merupakan sebuah deret ukur dengan angka banding 1,25
yang sama (diutamakan seri angka 10*) diberikan dalam tabel 10.1 dan 10.2.
Harga kekasaran hanya membatasi harga kekasaran tertinggi. Jika dipandang perlu
untuk membatasi harga kekasaran maksimum dan minimum harus diberikan dua harga
batasan.

102
Dalam standar nasional seri dengan angka banding 2 (diutamakan seri angka R 10/3)
atau 1,6 (diutamakan seri angka R 5) dapat dipergunakan. Dalam JIS (Japanese Industrial
Standards) B 0601 seri R 10/3 dipakai.
Hubungan antara Ra, Rz dan Rmaz tidak mudah ditentukan karena profil dari
permukaannya mempengaruhi hubungannya. Sebagai referensi dalam hal puncak-puncaknya
dengan ketingian yang sama berada dalam satu baris dapat dipakai hubungan yang terdapat
pada tabel 10.3.

Tabel 10.1 Penyimpangan aritmetik rata-rata Ra

Tabel 10.2 Ketidak rataan ketinggian sepuluh titik Rz

10.2.5 Harga-harga untuk panjang contoh (sample) l


Untuk ppengukuran kekasaran permukaan seri harga panjang contoh l diberikan pada
Tabel 10.4. Hubungan antara harga-harga panjang contoh (Tabel 10.4) dan harga-harga
kekasaran (Tabel 9.1 dan 2) diperinci dalam standar-standar nasional.
Dalam JIS 0601 (Kekasaran Permukaan) persesuaiannya diperinci pada Tabel 10.5.
Dalam hal Ra panjang contoh diambil tiga kali atau lebih dari harga bulat. Harga-harga bulat
yang diutamakan adalah 0.08, 0,25, 0,8, 2,5, 8, 25 dalam mm. Harga bulat standar adalah 0,8
mm.

Tabel 10.4 Panjang contoh l

Tabel 10.5 Hubungan antara panjang contoh l dan kekasaran

10.3 Lambang dan tulisan untuk menyatakan konfigurasi permukaan pada


gambar
10.3.1 Lambang-lambang yang dipakai untuk menunjukkan konfigurasi permukaan

103
Lambang dasar terdiri dari dua kaki yang tidak sama panjang dan membuat sudut
kira-kira 600 dengan puncaknya menunjuk ke permukaan yang dsiperhatikan (Gb. 10.4).
Lambang ini merupakan lambang dasar tetapi demikian saja tidak mempunyai arti. Jika
diperlukan membuang bahan oleh mesin pada lambang dasarnya ditambahkan garis seperti
Gambar 10.5.
Jika tidak diperkenankan membuang bahan, pada lambang dasarnya ditambah
lingkaran seperti Gb. 10.6. Lambang ini dapat dipergunakan pada gambar mengenai suatu
proses produksi yang menyatakan suatu permukaan harus berada pada keadaan dari hasil
pengerjaan sebelumnya. Keadaan permukaan ini dapat berupa hasil dari pembuangan bahan
atau tidak. Dalam hal demikian pernyataan-pernyataan yang diberikan dalam Bab 10.3.2
tidak ditambahkan pada lambangnya.

Gb. 10.4 Lambang dasar konfigurasi permukaan.Gb. 10.5 Lambang permukaan yang dimesin

Gb. 10.6 Lambang permukaan yang bahannya tidak boleh dibuang

10.3.2 Pernyataan-pernyataan yang ditambahkan pada lambang


a. Penunjukkan kekasaran permukaan
Harga-harga yang menentukan persyaratan kekasaran ditambahkan pada lambang-
lambang pada Gb. 10.4 – 6 seperti Gb. 10.7.
Pertimbangan utama untuk kekasaran adalah penyimpangan rata-rata aritmetik Ra.
Untuk menghindari salah tafsir dari nilai numeriknya yang dapat dinyatakan dalam satuan-
satuian yang lainnya (mikrometer atau mikroinci) ukurannya dapat dinyatakan dalam angka
kelas kekasaran sesuai dengan tabel 10.6.
Sebuah konfigurasi permukaan dapat diperinci:
- seperti pada Gb. 10.7 a yang dihasilkan oleh suatu cara produksi
- seperti pada Gb. 10.7b dihasilkan dengan membuang bahan oleh mesin
- seperti pada Gb. 10.7c dihasilkan tanpa pembuangan bahan.

Jika hanya satu harga yang diperinci maka harga kekasaran permukaan maksimum yang
dicantumkan. Bilamana diperlukan mencantumkan batas-batas maksimum dan minimum dari
ukuran utama kekasaran permukaan maka kedua harga tersebut harus dicantumkan seperti
pada Gb. 10.8 dengan batas maksimum (a1) diatas batas minimum (a2)

Gb. 10.7 Penunjukkan kekasaran permukaan

104
Tabel 10.6 Harga kekasaran Ra dan angka kelas kekasaran

b. Penunjukkan konfigurasi permukaan khusus


Dalam keadaan-keadaan tertentu untuk alasan fungsional mungkin diperlukan
memperinci persyaratan tambahan khusus untuk konfigurasi permukaan.
Jika diperlukan suatu cara produksi khusus penjelasan caranya dapat diperinci pada
perpanjangan kaki sudut yang panjang dari lambang seperti diperlihatkan pada Gb. 10.9.
Tiap petunjuk mengenai penanganan (treatment) atau pelapisan (coating) harus
dijelaskan pada garis perpanjangannya. Bila mana ditentukan lain harga numerik dari
kekasaran hanya berlaku untuk konfigurasi setelah penanganan atau pelapisan. Jika
dikehendaki ketentuan konfigurasi permukaan sebelum dan sesuadah penaganan maka hal ini
harus dijelaskan sesuai dengan Gb. 10.10.
Panjang contoh harus dijelaskan disebelah lambang seperti Gb. 10.11 tetapi hal ini
dapat diabaikan bila hal ini sesuai dengan kekasaran permukaan yang telah diuraikan pada
Bab. 10.2.5.

Gb. 10.8 Penunjukan batas-batas maksimum


dan minimum dari kekasaran permukaan Gb. 10.9 Penunjukkan cara produksi

Gb. 10.10 Penunjukkan untuk pengerjaan


atau pelapisan Gb. 10.11 Penunjukkan panjang contoh

10.3.3 Lambang untuk menyatakan arah bekas pengerjaan

Arah bekas pengerjaan adalah arah pola permukaan yang dominan yang ditentukan
oleh cara pengerjaan yang dipergunakan.
Arah bekas pengerjaan ini ditentukan oleh sebuah lambang yang ditambahkan pada
lambang konfigurasi permukaan menurut Gb 10.12 bila hal ini dirasa perlu.
Sederetan lambang disajikan pada Tabel 10.7 yang menunjukkan arah bekas
pengerjaan yang umum.

105
Gb. 10.12 Penunjukkan arah bekas pengerjaan

10.3.4 Menyatakan kelonggaran pemesinan.


Jika harga kelonggaran pemesinan perlu diperinci maka hal ini harus dijelaskan
disebelah kiri lambang seperti pada Gb. 10.13. Harga ini harus dinyatakan dalam mm.

Gb. 10.13 Penunjukkan kelonggaran untuk pemesinan

10.3.5 Posisi perincian konfigurasi permukaan pada lambang


Spesifikasi konfigurasi permukaan harus ditempatkan pada lambang seperti Gb.
10.14.

Gb. 10.14 Posisi keterangan-keterangan permukaan


pada lambing

10.4 Pernyataan pada gambar


10.4.1 Pernyataan konfigurasi permukaan dari tiap permukaan pada gambar

Lambang-lambang maupun penulisan harus diletakkan sedemikian rupa agar dapat


dibaca dari bawah maupun dari sebelah kanan gambar (Gb. 10.15) sesuai dengan ISO/R129.
Bilamana peraturan umum ini dianggap tidak praktis maka lambangnya dapat
ditempatkan dalam posisi apapun hanya bilamana tidak ada penunjukkan lain untuk
konfigurasi permukaan khusus atau kelonggaran pemesinan. Walaupun demikian dalam hal
ini penulisan harga penafsiran utama untuk kekasaran harus selalu ditulis sesuai peraturan
umum (Gb. 10.16).
Jika dianggap perlu maka lambangnya dapat dihubungkan dengan garis penunjuk
yang berakhir dengan ujung panah.
Lambang atau ujung panah dari garis penunjuk harus menunjuk dari luar bahan benda
ke garis yang mewakili permukaan atau ke perpanjangannya (Gb. 10.15).

106
Lambang tersebut hanya dipergunakan sekali untuk sebuah permukaan tertentu dan
bila mungkin pada penampang yang menunjukkan posisi atau ukuran permukaan tersebut
(Gb. 10.17).

Gb. 10.15 Penunjukkan lambang pada gambar Gb. 10.16 Arah tulisan dalam lambang

Gb. 10.17 Penunjukkan lambang yang berhubungan dengan ukuran yang bersangkutan

10.4.2 Penunjukkan konfigurasi permukaan yang sama untuk beberapa permukaan

Jika konfigurasi yang sama diperlukan untuk semua permukaan benda perinciannya
adalah dengan:
- catatan dekat gambar (Gb. 10.18) dekat kepala gambar atau dalam ruang
yangdiperuntukkan catatan-catatan umum;
- menulis lambangnya dibelakan nomor benda (Gb. 10.19)

Jika diperlukan konfigurasi permukaan yang sama untuk sebagian besar permukaan dari
benda perinciannya sama denga n diatas dengan tambahan sebagai berikut:
- tulisan ‘ kecuali ditentukan lain’ (Gb. 10.20).
- atau sebuah lambang dasar (dalam kurung) tanpa suatu tanda apapun (Gb. 10.21;
- atau lambang atau lambang-lambang (dalam kurung) dari konfigurasi permukaan
khusus (Gb. 10.22)

Lambang atau lambang-lambang untuk konfigurasi permukaan yang merupakan pengecualian


dari lambang umum ditunjukkan pada permukaan-permukaan yang bersangkutan.
Untuk menghiindari pengulangan spesifikasi yang rumit beberapa kali atau bial mana
ruangan terbatas sebuah keterangan yang disederhanakan boleh dipergunakan dengan catatan
bahwa pengertiannya dijelaskan pada gambar, dekat kepala gambar atau dalam ruang untuk
catatan-catatan umum (Gb. 10.23).
Jika konfigurasi permukaan yang sama diperlukan untuk sejumlah besar permukaan
benda salah satu lambang dari Gb. 10.4, 9.5 atau 10.6 dapat dipergunakan pada permukaan-
permukaan yang sesuai dan pengertiannya diberikan dalam gambar seperti contohnya Gb.
10.24.

Gb. 10.18 Penunjukkan konfigurasi permukaan untuk seluruh permukaan


dengan catatan
107
Gb. 10.19 Penunjukkan konfigurasi untuk seluruh Gb. 10.20 Penunjukkan konfigurasi
permukaan setelah nomor bagian permukaan utama dengan catatan

Gb. 10.21 Penunjukkan konfigurasi Gb. 10.22 Penunjukkan konfigurasi permukaan


utama dengan lambang dasar utama dengan lambang khusus

Gb. 10.23 Penyederhanaan keterangan

Gb. 10.24 Keterangan yang disederhanakan


Tabel ringkasan dari penunjukkan konfigurasi permukaan terdapat pada Tabel 10.8.

108
BAB XI
PENYEDERHANAAN GAMBAR

Pada umumnya penyajian gambar harus menyatakan bentuk benda secara tepat.
Untuk menghemat waktu penggambar dan pembaca telah ditetapkan cara-cara
penyederhanaan gambar untuk beberapa elemen mesin. Cara ini juga dipergunakan untuk
bagian benda atau elemen yang mengulang yang telah dibahas pada bab 4.6 dan gambar
bagan (skema). Elemen-elemen gambar tertentu diberi keterangan tujuan atau cara
mempergunakan alat (tooling).

11.1 Penyederhanaan penyajian lubang senter


Lubang-lubang senter adalah elemen-elemen vital untuk proses pemesinan berputar
seperti misalnya mesin bubut atau gerinda silindris khususnya untuk poros atau benda-benda
sejenis.
Ada tiga macam lubang senter yang masing-masing harus ditentukan sesuai dengan
fungsinya:
1. Lubang senter diperlukan pada bagian yang telah selesai
2. lubang senter dapat diterima pada bagian yang telah selesai
3. lubang senter tidak oleh terdapat pada bagian yang telah selesai.

Dalam hal lubang senter harus ad pada dasarnya bentuk dan ukuranya harus digambar tetapi
tiadak perlu digambar secara tepat karena lubang senter ini dibuat dengan mata bor standar.
Keterangan paling penting dari lubang senter adalah lubang senternya harus atau
boleh berada pada benda yang telah selesai. Tujuan lubang senter atau jenis lubang senter
juga berguna.
Gambar 11.1 memperlihatkan penyajian yang disederhanakan dari sebuah lubang
senter dengan lambang dan catatan tujuan sesuai ISO/R 866, 2540 dan 2541.
Arti dari pada penunjukan adalah:
Lubang senter ISO 2540 Jenis B adalah d = 2,5 mm dan D = 8 mm
Perancang bebas untuk menentukan tujuan. Bila mana tujuannya tidak diperlukan
maka garis penunjuknya dan catatannya dapat ditiadakan.

Gb. 11.1 Penyajian lubang senter yang disederhanakan

109
11.2 Penyederhanaan gambar ulir dan bagian-bagian berulir.
Sambungan ulir sangat luas dipergunakan dalam mesin-mesin dan terdapat
bermacam-macam jenis ulir. Jika diambil sebuah batang berulir baut misalnya dan kemudian
dipotong memanjangmaka akan terlihat penampang ulirnya. Tergantung dari jenis ulirnya,
maka penampang ulir tersebut dapat berbentuk segitiga, segi empat trapesium, bulat dan
sebagainya. Penampnag-penampang ini dapat dililitkan melalui garis ulir didalam atau diluar
suatu silinder. Dengan demikian akan terbentuk sebuah ulir dalam atau ulir luar. Untuk
menggambar bentuk ulir-ulir tersebut diperlukan waktu dan pekerjaan yang lama dan
membosankan bila digambar dengan proyeksi yaang sebenarnya (Gb. 11.2). Sebagi gambar
kerja, gambar demikian tidak ada artinya. Oleh karena itu ulir tidak digambar menurut
gambar proyeksi yang sebenarnya tetapi digambar secara sederhana dan diperlengkapi
dengan keterangan-keterangan seperti lambang, yang menyatakan jenis ulirnya, arah
lilitannya ke kiri atau ke kanan, ulir tunggal atau ganda, jarak dan sebagainya.

Gb. 11.2 Istilah dan jenis ulir

11.2.1 Gambar ulir


Pada umumnya ulir digambar secara sederhana dimana diameter luar ulir digambar
dengan garis tebal dan diameter dalamnya dengan garis tipis atau sebaliknya (Gb. 11.3).
Cara-cara menggambarkannya adalah sebagai berikut:
1. Diameter luar dari ulir luar dan diameter dalam dari ulir dalam digambar dengan garis
tebal.
2. Diameter dalam, disebut juga diameter teras dari ulir luar dan diameter luar dari ulir
dalam digambar dengan garis tipis.
3. Garis yang menunjukkan batas antara ulir lengkap dan tidak lengkap ditarik dengan
garis tebal.
4. Menurut perjanjian,garis yang menunjukkan akar dari ulir tidak lengkap digambar
dengan garis tipis yang membuat sudut 300 dengan sumbu baut.
5. Ujung lubanng mata bor digambar dengan sudut puncak 1200.
6. garis-garis batas ulir yaitu garis-garis yang menunjukan batas dalam dan luar dari ulir
digambar dengan garisgores bila ulirnya tersembunyi.
7. Bagian ulir yang dipotong diarsir sampai batas luarnya (Gb. 11.3).
8. Pada gambar proyeksi melintang akar ulir digambar sebagai bagian dari lingkaran
biasanya tiga per empat lebih dengan garis tipis.
9. Dalam gambar susunan diameter luar ulir digambar dengan garis tebal (benda pejal
tidak boleh dipotong memanjang) dan diameter dari ulir dalamnya digambar dengan
garis tebal mulai dari batas ulir baut.

110
Gb. 11.3 Penyajian ulir

11.2.2 Penunjukkan ulir


Beberapa sifat ulir harus diperinci pada ujung garis penunjuk yang berpangkal pada
diameter luar sesuai susunan dibawah ini. Contoh penunjukkan ulir:

1. Ulir metrik ISO


2. Dalam hal ulir tunggal jumlah lilitannya tidak perlu disebutkan
3. Ukuran ulir dinyatakan dengan sebuah lambang yang menentukan jenis
ulirnya(dengan huruf misalnya M untuk ulir metrik, W untuk ulir Withworth)
diameter luar dan jarak antara atau jumlah ulir tiap inci.

Tabel 11.1 Lambang jenis-jenis ulir dan penunjukannya pada gambar

11.2.3 Contoh-contoh bagian-bagian berulir


Contoh-contoh gambar bagian-bagian berulir diperlihatkan pada Gb. 11.4 yang
menunjukkan jenis, ukuran, kelas dan konfigurasi permukaan ulir.

111
Gb. 11.4 Contoh gambar bagian-bagian berulir

11.2.4 Cara menggambar baut dan mur


Hampir semua jenis mesin mempergunakan baut sebagai alat pengikat dari berbagai
jenis dan macam ukuran. Sesuai dengan tujuannya terdapat baut, baut tap dan ujung tap (Gb.
11.5). Mur dipergunakan bersama-sama dengan baut atau baut tap. Kepala baut dan mur
berbentuk segi enam atau segi empat dan tinggi kepalanya digolongkan dalam kepala normal
dan kepala tebal. Semua ini diperinci dalam standar dan oleh karenanya tidak digambar tetapi
dinyatakan dalam keterangan.
Pada umumnya baut dan mur tidak digambar untuk tujuan pembuatan tetapi dalam
gambar susunan kadang-kadang digambar bersama-sama menurut perbandingan dengan
diameter luar seperti pada Gb. 11.6.

Gb. 11.5 Jenis-jenis baut

Gb. 11.6 Cara menggambar kepala baut dan mur segi enam

11.2.5 Cara-cara menggambar sekrup mesin


Sekerup mesin dipergunakan untuk mengikat bagisn-bagian dengan beban rendah dan
ukurannya lebih keci daripada diameter sekrupnya.
Penunjukkan dan spesifikasi sekerup mesin ditentukan dalam standar. Pada umumnya
sekerup mesin ini tidak digambar kecuali pada gambar susunan. Cara-cara menggambar
sekerup mesin tidak konvensional tetapi dapat digambar dengan mudah seperti Gb. 11.7
menurut ukuran-ukuran dalam standar.

112
Gb. 11.7 Gambar macam-macam sekerup mesin

11.3 Gambar roda gigi konvensional


Roda gigi dipergunakan untuk memindahkan pergerakan dan daya dari satu poros ke
poros yang lain disertai atau tidak dengan perubahan kecepatan putar yang tetap.
Gigi adalah elemen yang mengulang seperti pada ulir dan digambar secara
konvensional dalam caara yang disederhanakan. Keterangan yaang diperlukan untuk
membuat gigi, diberikan dalam sebauah tabel. Begitu pula keterangan-keterangan lain yaang
diperlukan untuk merakit dan pemeriksaan diberikan juga dalam tabel data gigi.

11.3.1 Cara menggambar sebuah roda gigi tunggal


Sebuah roda gigi pada dasarnya tidak digmbar dengan giginya digambar satu persatu
tetapi sebagai roda pejal dengan lingkaran jaraknya digambar dengan garis sumbu tipis.
Gambarnya sendiri dengan ukuran-ukurannya hanya memberi keterangan tentang roda
kosong (gear blank) yang dipersiapkan untuk pemotongan gigi-giginya. Gambar 11.8
memperlihatkan beberapa contoh gambar roda gigi lurus, roda gigi kerucut dan roda gigi
cacing.
1. Pandangan depan roda gigi adalah pandangan yang memperlihatkan sumbu lubang
porosnya (Bab. 2.3). Garis kepala atau lingkaran kepala digambar dengan garis tebal
dan garis jarak antara atau lingkaran jarak dengan garis sumbu tipis.
2. Garis kaki atau lingkaran kaki digambar dengan garis tipis tetapi dapat dihilangkan
juga. Gambar pandangan depan yang dipotong dengan memperlihatkan lingkaran kaki
dengan garis tebal.
3. Arah gigi dari roda gigi dengan gigi miring bila perlu diperlihatkan dapat digambar
dengan garis tipis yang menunjukkan arah dan bentuk giginya (Gb. 11.9).

Gb. 11.8 Contoh-contoh gambar

Gb. 11.9 Contoh-contoh gambar

11.3.3 Perincian keterangan gigi dalam tabel.

Keterangan gigi yang diperluan untuk pembuatannya diberikan dalam tabel dan
sedapatnya diletakkan disebelah kanan atas dari kertas gambar. Isi tabel sesuai jenis giginya
berbeda-beda seperti yang terdapat pada Tabel 11.2

113
114
115
11.3.4 Gambar susunan pasangan roda gigi
Aturan-aturan untuk penyajian roda gigi tunggal pada gambar detail dapat
dipergunakan juga pada gambar susunan.
Dalam gambar potongan depan(gambar potongan sejajar dengan sumbu poros) salah
satu giginya dapat dipilih sesukanya tertutup oleh gigi yang lain. Artinya kepala gigi yang
tertutup digambar dengan garis gores sedangkan yang satu lagi digambar dengan gari stebal
(Gb. 11.10).
Pada gambar pandangan depan tidak dipotong masing-masing kepala gigi digambar
dengan garis tebal sperti pada Gb. 11.11.
Pada gambar pandangan samping proyeksi tegak lurus pada sumbu poros lingkaran
jarak kedua gigi bersinggungan dan lingkaran kepalanya saling berpotongan digambar
dengan garis tebal. Gambar 11.12 memperlihatkan gambar macam-macam roda gigi yang
bekerja sama.

Gb. 11.10 Gambar pasangan roda gigi lurus Gb. 11.11 Gambar pandangan pasangan roda
gigi lurus

Gb. 11.12 Pasangan macam-macam roda gigi

11.4 Gambar pegas


Pegas mempunyai bermacam-macam bentuk seperti pegas ulir, pegas piring, pegas
spiral, pegas daun dan lainnya. Gambar pegas pada dasarnya adalah sama dengan elemen lain
yang berulang-ulang. Oleh karena itu digambar dengan gambar sederhana.
Pegas pada umumnya digambar dalam keadaan tanpa beban.
11.4.1 Gambar pegas
Pegas dapat digambar menurut berbagai cara sesuai dengan tujuan gambarnya.
Gambar 11.13 memperlihatkan contoh-contoh gambar macam-macam bentuk pegas yaitu
pandangan depan, potongan dangambar sederhana (gambar gaaris tunggal). Salah satu
gambar dapat dipergunakan untuk penyajiannya sesuai kebutuhan.

116
117
Gb. 11.13 Gambar macam-macam pegas

11.4.2 Penunjukkan beban dan lendutan (defleksi)


Hubungan antara beban dan panjang pegas atau lendutan harus dinyatakan dalam
diagram atau dalam suatu tabel keterangan (Gb. 11.14).

Gb. 11.14 Gambar pegas ulir tekan silindris

11.4.3 Tabel keterangan

Bagian pegas yang sukar ditempatkan pada gambar harus diterangkan pada tabel
keterangan. Tabel 11.3 memperlihatkan contoh sebuah pegas ulir tarik silindris.

118
Tabel 11.3 Tabel data pegas ulir tekan

11.5 Gambar bantalan gelinding yang disederhanakan


Gambar bantalan gelinding harus digambar menurut aturan dan standar gambar biasa
yang telah dibahas pada bagian sebelumnya.
Pada gambar susunan atau gambar bagan penyajiannya dilakukan dengan cara yang
disederhanakan dan dijelaskan dengan nomor bantalannya.

11.5.1 Cara-cara umum untuk gambar bantalan gelinding yang disederhanakan


Bantalan glinding digambar sesuai ukuran yang terdapat pada katalogus yang
dikeluarkan oleh perusahaan yang membuat bantalan tersebut kecuali isinya yang harus
diperkirakan sebanding dengan ukuran-ukuran luarnya. Ukuran-ukuran luar bantalan
gelinding secara internasional telah distandarkan untuk memenuhi persyaratan mampu tukar.
Dalam hal-hal tertentu bantalan gelinding dapat disajikan sebagai gambar yang
disederhanakan. Gambar 11.15 memperlihatkan lambang-lambang bantalan gelinding yang
disederhanakan.
Contoh gambar skema dari bantala dapat dilihat pada Gb. 11.16. Dalam gambar ini
bantalan-bantalannya hanya digambar dengan lambang.

Gb. 11.16 Contoh gambar bagan

11.5.2 Keterangan bantalan gelinding dengan nomor bantalan


Nomor bantalan gelinding dituliskan pada ujung garis penunjuk yang berpangkal
dengan anak panah pada garis profil bantalan (Gb. 11.17).

119
Gb. 11.17 Cara memberi nomor bantalan

Gb. 11.15 Gambar bantalan golongan yang disederhanakan

120
BAB XII
GAMBAR SAMBUNGAN LAS
Produksi bagian-bagian mesin dengan pengerjaan lebih sederhana dan menghemat
banyak kerja daripada penempaan atau penuangan.
Sebagai alat penyambung permanen dari bagian-bagian, pengelasan merupakan
sambungan yang lebih ringan dan kuat dari sambungan keling. Sesuai kemajuan yang begitu
pesat dari teknik pengelasan cara penyambungan dengan las sangat luas penggunaannya
dalam industri, sebagai alat penyambung permanen dari bagian-bagian mesin dan konsruksi.

12.1 Proses pengelasan


Proses pengelasan digolongkan sesuai cara pelaksanaan sambungan las sebagai
berikut:
1. las lumer
2. las tekan
3. brazing
Sebenarnya proses pengelasan yang paling luas penggunaannya ialah las busur dan las
dengan gas yang termasuk dalam golongan las lumer dan las tahanan yang termasuk dalam
golongan las tekan.

12.1.1 Las busur


Las busur terjadi oleh busur listriksebagai sumber panas dan bagian-bagian yang akan
dilas serta logam pengisinya dilumerkan oeh panas yang terjadi seperti tampak pada Gb. 12.1.
Pada las busur, busur api dan logam depositnya pada umumnya dilindungi dari
atmosfir oleh suatu zat pelindung. Cara pengelasan demikian disebut las busur dengan
pelindung. Sebagai zat pelindung digunakan fluks, inert gas (argon, helium dsb) atau arang
dioksida.
Proses las busur digolongkan dalam pengelasan tangan, pengelasan otomatis dimana
kawat lasnya diberikan secara otomatis dan pengelasannya diselesaikan secara terus-menerus
(kontinyu) dan pengelasan setengah otomatis dimana kawat lasnya diumpankan secara
otomatis tetapi alat lasnya digerakkan secara manual. Gambar 12.2 memperlihatkan
makanisme las busur rendam sebagai contoh pengelasan otomatis.

Gb. 12.1 Pengelasan busur logam Gb. 12.2 Las busur rendam

12.1.2 Las dengan gas


Pada cara penyambungan ini logam pengisi dilumerkan oleh panas hasil pembakaran
suatu jenis gas. Pada umumnya dipergunakan campuran asetilen dan oksigen. Las dengan gas
dipergunakan secara luas karena peralatannya sederhana dan murah.

12.1.3 Las tahanan


Sambungan yang akan dilas dipanaskan hingga mencapai titik lumer oleh panas yang
dihasilkan oleh aliran listrik akibat tahanan antara logam-logam yang akan disambung. Pada

121
saat yang sama bagian-bagian ini ditekan secara mekanis atau hidrolik dan terjadilah
sambungan yang kuat dan kekal.
Las tahanan dapat berupa las titik dan las garis. Pada cara yang pertama bagian-bagian
yang disambung ditekan oleh dua buah elektrode berbentuk batang pada tempat-tempat
tertentu sedangkan pada cara kedua elektrodenya berupa sepasang roda.
Las lantak digolongkan dalam ‘flash welding’ dimana ujung-ujung yang akan
disambung ditempelkan satu pada yang lain dipanaskan hingga titik cairnya, logam cair
beterbangan kemana-mana sebagai kembang api kemudian ditekan dan ‘upset welding’
dimana bagian-bagian yang akan disambung ditekan padasaat aliran listrik mulai mengalir.

12.2 Jenis-jenis sambungan las


Sambungan las digolongkan dalam cara menyusun bentuk sambungan sebagai berikut
(Gb. 12.3):
1. Sambungan lantak
2. Sambungan tee
- sambungan tee miring
- sambungan silang
3. sambungan sudut
4. Sambungan tepi
5. Sambungan lidah (tumpang)
6. Sambungan lidah diluruskan
7. Sambungan bilah ganda
Penggunaan cara-cara pengelasan ini pada umumnya untuk las alur dan las sudut

Gb. 12.3 Bentuk-bentuk sambungan

12.2.1 Las alur


Pada las alur, bagian-bagian yang akan disambungkan dipersiapkan dengan baik agar
supaya pengelasannya dapat merembes ke seluruh tebal bagian yang dilas dan menghasilkan
sambungan yang baik tanpa celah. Alurnya diisi dengan logam pengisi yang biasanya lebih
dikenal dengan istilah kawat las.
Jenis-jenis alur fundamental yang dibuat pada satu sisi adalah persegi, V, tirus dan J,
sedangkan yang dibuat pada kedua sisi adalah V ganda, tirus ganda, U ganda dan J ganda
(Gb. 12.4). Istilah-istilah untuk alur dan las lantak diperlihatkan pada Gb. 12.5.

122
Gb. 12.4 Bentuk-bentuk alur Gb. 12.5 a Istilah-istilah alur

Gb. 12.5 b Las tumpul

12.2.2 Las sudut


Pada las sudut (Gb. 12.6) logam tambahan harus ditambahkan pada sudut tegak lurus
antara bagian-bagian yang akan dilas. Jarak anyara titik pertemuan bagian-bagian yang dilas
dengan ujung las disebut panjang las, yang menentukan ukuran las.

Gb. 12.6 Las sudut

12.2.3 Las sumbat dan las celah


Pengelasan dengan sambungan tampang dapat dilakukan dengan las sumbat atau las
celah (Gb. 12.7). Pada cara tersebut dibuat lubang-lubang atau celah-celah yang kemudian
diisi dengan logam pengisis.

12.3 Lambang-lambang pengelasan


11.3.1 Pendahuluan
Cara-cara pengelasan yang telah dibahas sebelumnya harus disampaikan oleh
perecana kepada tukang las. Cara penyampaian ini berupa gambar dan dilakukan dengan
bentuan lambang-lambang khusus untuk penyederhanan gambar.
Penyajian dengan lambang harus memberikan keterangan yang diperlukan secara
jelas dan lengkap untuk jenis pengelasan yang diinginkan tanpa melebihi gambar dengan
catatan=catatan atau keterangan-keterangan dan pandangan tambahan.

123
Penyajian dengan lambang untuk penjelasan telah ditetapka oleh ISO 2553 (Welds
Symbolic Representation on Drawings) tetapi penggunaannya masih ditangguhkan oleh
karena dua pengertian yang dapat disimpulkan untuk sebuah lambang karena cara-cara
proyeksi yang dipergunakan yaitu proyeksi sudut ketiga (cara A) atau cara proyeksi sudut
ketiga (cara E).
Oleh karena hal tersebut lambang-lambang yang telah ditetapkan di Amerika dan
Jepang akan dibahas dalam bab ini. Lambang ini mirip dengan cara A dari ISO 2553 tetapi
agak berbeda sedikit tetapi telah dipergunakan dalam praktek sejak lama tanpa menimbulkan
keraguan.

12.3.2 Lambang-lambang dasar


Untuk memperinci cara pengelasan atau jenis sambungan las pada gambar, lambang-
lambang dasaar telah ditentukan pada tabel 12.1. Golongan-golongan las diberi ciri dengan
lambang yang pada umumnya sama dengan bentuk las yang akan dibuat.
Bila diperlukan kombinasi lambang-lambang ini dapat dibuat.

Tabel 12.1 Lambang-lambang dasar

12.3.3 Lambang-lambang tambahan


Untuk memperinci bentuk bentuk kontur las, proses penyelesaian, pengelasan keliling
pengelasan di lapangan lambang-lambang tambahan telah ditentukan seperti pada Tabel 12.2.

Tabel 12.2 Lambang-lambang tambahan

124
12.3.4 Penyajian dalam gambar
Dalam menyajikan sambungan las dalam gambar semua keterangan-keterangan
terperinci untuk persiapan tepi-tepi bagian-bagian yang akan dilas cara pengelasan dan proses
penyelesaian (finishing) harus dijelaskan. Untuk tujuan-tujuan tersebut lambang-lambang
pengelasan maupun ukuran-ukuran yang harus dijelaskan pada garis referensi.

Gb. 12.8 Penunjukan garis-garis referensi dan lambang-lambang

Gambar 12.8 memperlihatkan contoh-contoh sederhana perincian tersebut. Bentuk


dan letak garis referensi seperti lambang mempunyai arti khusus tersendiri sesuai aturan-
aturan dibaah ini:
1. Garis referensi terdiri atas garis dasar dan garis yang menentukan pengelasannya.
Sebuah garis ditarik pada sudut 600 terhadap garis dasar dan dapat ditekuk.
2. Bila alur atau lipatan (flare) dipersiapkan hanya pada satu bagian seperti pada alur
tirus, alur J, alur tirus ganda, alur J ganda, liputan tirus atau lipatan tirus ganda garis
dasarnya harus ditempatkan pada bagian yang disebut alur, garis penunjuknya ditekuk
dengan panahnya menunjuk ke permukaan yang harus dialur atau dilipat.
3. Lambang-lambang dan ukuran-ukuran harus diletakkan dekat pada sisi bawah garis
dasar, bila sisi yang dilas adalah sisi yang ditunjukkan oleh panah sisi dekat dan
diletakkan diatas garis dasar bila sisi yang dilas terletak di sisi sebaliknya-sisi jauh.
4. Lambang-lambang tambahan untuk pengelasan di lapangan dan atau pengelasan
keliling diletakkan pada titik perpotongan antara garis panah dan garis dasar.
5. Keterangan-keterangan khusus seperti isalnya cara penjelasan dan sebaaginya
dijelaskan pada ekor garis dasarbila dirasakan perlu.
6. Letak standardari lambang-lambang, ukuran-ukuran dan keterangan-keterangan
dijelaskan pada Gb. 12.9.
Gambar 12.10 memperlihatkan cara menggambar garis dasar dan lambang-lambang
pengelasan.

Gb. 12.9 Lambang las dan letak standar Gb. 12.10 Garis-garis referensi dan
lambang las dan ukuran lambang-lambang pengelasan

125
12.3.5 Contoh-contoh penyajian lambang-lambang las
Tabel 12.3 dan 12.4 adalah contoh-contoh penyajian lambang-lambang las. Pada
tabel-tabel ini penyajiannya dapat dibandingka dengan benda sebenarnya agar pengertian
penyajian-penyajian diatas dapat dipahami.

Tabel 12.3 Contoh lambang-lambang las

126
Tabel 12.4 Contoh-contoh lambang-lambang las

DAFTARPUSTAKA

1. Hermana (1985),”Menggambar Teknik Mesin Praktis Menurut Standar ISO” CV


Armiko Bandung

2. Sato, T. G dan Sugiharto, H. N (2000), “Menggambar Mesin” PT Pradnya Paramita


Bandung

3. Jensen, H and Helsead,” Fundamentals of Engineering Drawing” Mc Graw-Hill


BookCompany NewYork

4. La Heij, J and De Bruijn, L.A (1991),”Ilmu Menggambar Bangunan Mesin” PT


Pradnya Paramita Bandung

5. Walter C. Brown (1981),”Drafting for Industry” The Goodheart Willcox Company


Inc

127
Lampiran: Model/contoh tugas

128
129
130

Anda mungkin juga menyukai