Anda di halaman 1dari 6

CINDY LINKOLN

RESHMA

LO 6

PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN HEPATITIS

PENATALAKSANAAN HEPATITIS AKUT

HEPATITIS A

Tidak ada terapi medikamentosa spesifik untuk hepatitis A . Terapi simptomatik dan
hidrasi yang kuat sangat penting pada penatalaksanaan infeksi virus Hepatitis A akut.
Penggunaan obat yang potensial bersifat hepatotoksik sebaiknya dihindari misalnya
parasetamol.

HEPATITIS B

Infeksi virus hepatitis akut tidak membutuhkan terapi antiviral. Terapi yang diberikan
hanya terapi suportif dan simtomatik karena sebagian besar infeksi hepatitis B akut pada
dewasa dapat sembuh spontan. Terapi antiviral dini hanya diperlukan pada kurang dari 1%
kasus, pada kasus hepatitis fulminan atau pasien yang immunocompromised.

HEPATITIS C

Seperti halnya infeksi virus hepatitis akut lainnya, tata laksana infeksi virus hepatitis
C akut adalah suportif dan simtomatik.

HEPATITIS D

Masalah yang dijumpai pada terapi infeksi virus Hepatitis D adalah tidak adanya
fungsi enzimatik spesifik pada virus yang dapat menjadi target terapi. Interaksi antara virus
Hepatitis B dan Hepatitis D dan adanya fakta bahwa sebagian pasien yang terinfeksi hepatitis
D mempunyai virus hepatitis B yang secara spontan mengalami represi, menjelaskan
mengapa antivirus sintetik terhadap virus hepatitis B tidak bermanfaat. Tidak terdapat
perbaikan klinis dan virologis pada pasien yang terinfeksi virus hepatitis D yang
mendapatkan terapi famciclovir, lamivudin, adefovir, dan ribafirin, baik berupa monoterapi
maupun kombinasi dengan interferon. Pada infeksi hepatitis D kronik, terapi yang digunakan
adalah interferon.
HEPATITIS E

Seperti halnya infeksi virus hepatitis akut lainnya, tata laksana infeksi hepatitis E akut
adalah suportif dan simtomatik.

Penatalaksanaan secara umum :

1. Tirah Baring : lamanya istirahat tergantung pada bilirubin serum, LFT, dan keadaan
umum penderita.
2. Diet kalori tinggi, hidrat araang, lemak sedang dan protein disesuaikan dengan
keadaan penderita.
3. Medikamentosa : multivitamin, obat anti hepatotoksik, liver protector, dan terapi
simptomatik. Tidak ada terapi defenitif untuk HAV dan HEV. HCV akut : IFN α 2b
dapat mencegah infeksi kronik
4. Hepatitis fulminan : perawatan koma, penyesuaian protein, AA rantai cabang, laktosa,
neomisin, transplantasi hati orthotropic.

PENATALAKSANAAN HEPATITIS KRONIS

Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis kronik yaitu :

1. Kelompok Imunomodulasi
- Interferon
- Timosin alfa 1
- Vaksinasi terapi
2. Kelompok Terapi Antivirus
- Lamivudin
- Adefovir Dipivoksil

Terapi dengan Imunomodulator

Interferon (IFN) alfa. IFN adalah kelompok protein intraselular yang normal ada dalam
tubuh dan diprosuksi oleh berbagai macam sel. Produksi IFN dirangsang oleh berbagai
macam timulasi terutama infeksi virus. Beberapa khasiat IFN adalah khasiat antivirus,
imunomodulator, anti proliferatif, dan anti fibrotik. IFN tidak memilki khasiat antivirus
langsung tetapi merangsang terbentuknya berbagai macam protein efektor yang mempunyai
khasiat antivirus. Khasiat IFN pada hepatitis kronik terutama disebabkan oleh khasiat
imunomodulator. Penelitian menunjukkan bahwa pasien hepatitis B kronik sering didapatkan
penurunan produksi IFN. Sebagai kesimpulan, IFN merupakan suatu pilihan untuk pasien
Hepatitis B kronik nonsirotik dengan HbeAg positif dengan aktivitas penyakit ringan sampai
sedang. Dosis IFN yang dianjurkan untuk Hepatitis B kronik dengan HbeAg positif adalah 5-
10 MU 3x seminggu selama 16-24 minggu. Penelitian menunjukkan bahwa terapi IFN untuk
hepatitis B kroni HbeAg negatif sebaiknya diberikan sedikitnya selama 12 bulan.

PEG Interferon. Penambahan polietilen glikol (PEG) menimbulkan senyawa IFN dengan
umur paruh yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan IFN biasa.

Timosin Alfa 1. Timosin adalah suatu jenis sitotoksin yang dalam keadaan alami ada dalam
ekstrak pinus. Obat ini sudah dipakai untuk terapi baik sebagai parenteral maupun oral.
Timosin alfa 1 merangsang fungsi sel limfosit. Pemberian timosin alfa 1 pada pasien hepatitis
kronik dapat menurunkn replikasi VHB dan menurunkan konsentrasi atau menghilangkan
DNA VHB. Keunggulan obat ini adalah tidak adanya efek samping, dengan kombinasi
dengan IFN obat ini meningkatkan efektivitas IFN.

Vaksinasi terapi. Salah satu langkah maju dibidang vaksinasi hepatitis B adalah
kemungkinan penggunaan vaksin hepatitis B untuk pengobatan infeksi VHB. Salah satu dasar
vaksinasi terapi untuk hepatitis B adalah penggunaan vaksin yang menyertakan epitop yang
mampu merangsang sel T sitotoksik yang bersifat Human Leucocyte Antigen (HLA) –
restricted , diharapkan sel T sitotoksik tersebut mampu menghancurkan sel-sel hati yang
terinfeksi VHB. Salah satu strategi adalah penggunaan vaksin yang mengandung protein pre-
S. Strategi kedua adalah menyertakan antigen kapsid yang spesifik untuk sel limfosit T
sitotoksik (CTL). Strategi ketiga adalah vaksinasi DNA.

Terapi Antivirus

Lamivudin. Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan mencegah terjadinya infeksi
hepatosit sehat yang belum terinfeksi, tetapi tidak mempengaruhi sel-sel yang telah terinfeksi
karena pada sel-sel yang telah terinfeksi DNA VHB ada dalam keadaan convalent closed
circular (cccDNA). Lamivudin adalah analog nukleosdi oral dengan aktivitas antivirus yang
kuat. Kalau diberikan dalam dosis 100mg tiap hari, lamivudin akan menurunkan konsentrasi
DNA VHB sebesar 95% atau lebih dalam waktu 1 minggu. Khasiat lamivudin semakin
meningkat bila diberikan dalam waktu yang lebih panjang. Karena itu strategi pengobatan
yang tepat adalah pengobatan jangka panjang. Pemberian lamivudin sedini mungkin dapat
mencegah terjadinya karsinoma hepatoselular. Untuk ALT 2-5 kali nilai tertinggi dapat
diberikan lamivudin 100mg tiap hari dan IFN 5 MU 3x seminggu. Untuk ALT >5 kali nilai
nomal tertinngi dapat diberikan lamivudin 100mg tiap hari.

Adefovir dipivoksil. Mekanisme khasiat adefovir hampir sama dengan lamivudin. Penelitian
menunjukkan bahwa pemakaian adefovir dengan dosis 10 atau 30 mg tiap hari selama 48
minggu menunjukkan perbaikan, penurunan konsentrasi DNA VHB, penurunan konsentrasi
ALT serta serokonveris HbeAg. Pada saat ini adefovir dipakai pada kasus-kasus yang kebal
terhadap lamivudin. Dosis yang dianjurkan adalah 10mg tiap hari. Salah satu hambatan uama
dalam pemakaian adefovir adalah toksisitas pada ginjal yang sering dijumpai pada dosis 30
mg atau lebih.

Analog nukleosid yang lain. Berbagai macam analog nukleosid yang dapat dipakai pada
hepatitis B kronik adalah Famciclovir dan Emtericitabine (FTC) .

Lama Terapi Antivirus

Dalam keadaan biasa IFN diberikan sampai 6 bulan sedangkan lamivudin sampai 3 bulan
setelah serokonversi HbeAg.

Transplantasi Hati

Merupakan pilihan untuk pasien dengan tahap akhir penyakit kronis penyakit hati
yang ada virus sekunder. Pada pasien infeksi VHB yang perlu dilakukan transplantasi hati
sangat sulit untuk melakukan eradikasi VHB sebelum transplantasi. Bila pasien tersebut
dilakukan transplantasi maka angka kekambuhan infeksi VHB pasca transplantasi sangat
tinggi karena pasca transplantasi semua pasien mendapat terapi imunosupresif yng kuat.
Dengan adanya terapi antivirus spesifik yang dapat menghambat progresi penyakit hati
setelah transplantasi, maka kini transplantasi tetap diberikan kepada pasien infeksi VHB.
Penelitian menunjukkan gabungan hepatitis B immune globulin (HBG) dengan lamivudin
kekambuhan infeksi VHB pasca transplantasi dapat ditekan sampai kuran dari 10%.
Disamping itu, lamivudin ternyata bisa memperpanjang angka harapan hidup pasca
transplantasi.

PENCEGAHAN HEPATITIS

HEPATITIS A
Pencegahan penularan infeksi hepatitis A akut dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu pemberian imunoglobulin, vaksinasi, dan kondisi higienis yang baik , seperti cuci
tangan dan disinfeksi.

Imunoglobulin diberikan secara intramuskular, dosis tunggal sebanya 0,02-0,06 ml/kg .


dosis yang rendah efektif untuk proteksi selama 3 bulan, sedangkan pada dosis yang lebih
tinggi efektif selama 6 bulan. Hasil dari pemberian imunoglobulin adalah serokonversi, yang
didefinisikan sebagai terbentuknya antibodi yang bersifat protektif setelah pemberian
imunoglobulin.

Imunisasi aktif yang diberikan berupa vaksin yang dilemahkan, yang diinaktivasi formalin,
dan berupa whole vaccine yang diproduksi dari kultur sel. Metode menggantikan metode
pemberian imunoglobulin untuk profilaksis individu yang belum terpapar. Contoh vaksin
yang tersedia di pasaran saat ini adalah Havrix dan Vaqta. Vaksin diberikan dalam dua dosis
secara intramuskular dengan selang waktu 6-18 bulan. Pemberian Havrix dosis tunggal dapat
memberikan efek proteksi sampai 1 tahun, tetapi proteksi permanen diperoleh dengan
memberikan vaksin dosis kedua dalam 6-12 bulan. Selain Havrix dan Vaqta saat ini telah ada
vaksin kombinasi hepatitis A (havrix) dan Hepatitis B (Engerix-B) dengan nama Twinrix.

HEPATITIS B

Pencegahan terhadap infeksi virus hepatitis B dilakukan melalui vaksinasi.


Pencegahan infeksi menggunakan imunisasi pasif yaitu pemberian imunoglobulin tidak
mencegah infeksi, melainkan mengurangi frekuensi penyakit klinis. Vaksin hepatitis B
tersedia dengan nama Recombicax-HB dan Engerix-B. Selain itu terdapat pula kombinasi
dengan vaksin lainnya, seperti vaksin Hepatitis B beserta H.Influenza B dan Neisseria
meningitides dengan nama Comvax. Vaksinasi pasca pajanan terhadap hepatitis B merupakan
kombinasi HBIG dan vaksine hepatitis B. Pemberian dilakukan secara intramuskular
didaerah deltoid, sebanyak 3 kali, dengan dosis bervariasi, tergantung jenis vaksinasi.

HEPATITIS C

Tidak ada vaksinasi HCV yang tersedia pada saat ini. Rekomendasi yang untuk
mencegah HCV adalah tindakan umum untuk mencegah blood-borne dan pemeriksaan anti-
HCV pada darah, organ, dan jaringan donor

HEPATITIS D
Vaksinasi hepatitis B dapat mencegah infeksi hepatitis D. Sampai saat ini vaksin hepatitis D
belum ditemukan.

Pencegahan secara umum :

1. Perbaikan sanitasi
2. Perbaikan status gizi
3. Sterilisasi alat medis dan membuang alat disposable setelah digunakan
4. Penggunaan air bersih
5. Imunisasi

Referensi :

- Setiatri, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi VI. Jakarta : Interna
Publishing. 2014. Halaman ; 1946-1970.
- Corwin, Elisabeth J. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2009. Halaman ; 671-672.
- Bahan Kuliah Pakar dr.OK Yulizal,Sp.PD. Topik : Hepatitis.

Anda mungkin juga menyukai