PENDAHULUAN
Salat yang diwajibkan kepada kita sehari semalam ada lima waktu.
Mengenai waktu pelaksanaannya Allah hanya memberikan Isyarat saja,
seperti antara lain terlihat pada surah al-Isra ayat 78: “Dirikanlanlah Salat
sejak matahari tergelincir sampai gelap malam, dan dirikan pulahlah Salat
Subuh..”. Dalam surah Hud ayat 114 : “Dan dirikanlah Salat pada kedua tepi
siang (pagi dan petang) dan pada bagian dari permulaan malam… “. Dalam
ayat tersebut Allah tidak jelas mewajibkan berapa kali kita Salat sehari
semalam dan tidak jelas pula menerangkan batas waktunya. Namun sesuai
dengan salah satu fungsi Hadis sebagai tabyin lil qur’an, maka jumlah, cara
dan waktu-waktu Salat dengan jelas diterangkan oleh Hadis nabi SAW. Dari
banyak Hadis dikatakan bahwa waktu Salat Zuhur dimulai sejak matahari
tergelincir ke arah Barat sampai panjang bayang-bayang suatu benda sama
dengan panjangnya, Salat Asar dimulai sejak habis waktu Zuhur sampai
matahari terbenam, Salat Maghrib dimulai sejak habis waktu Asar sampai
hilang awan merah, Salat Isya dimulai sejak habis waktu Maghrib sampai
sepertiga malam atau setengah malam atau sampai terbit fajar sadiq, Salat
Subuh dimulai sejak terbit fajar sadiq1 sampai terbit matahari.
1
Fajar sadiq ialah waktu dini hari menjelang pagi sebelum matahari terbit. Astronomi
membagi dua macam, yaitu fajar waktu pagi dan fajar waktu senja. Fajar pada waktu pagi dimulai
sejak pusat bulatan matahari berada pada posisi 18 derajat dibawah ufuk sampai saat matahari
terbit. Sedangkan fajar pada waktu senja dimulai sejak matahari terbenam sampai pusat bulatan
matahari berada pada posisi 18 derajat dibawah ufuk.
1 ILMU FALAK
matahari sebagai yang dijadikan al-sabab untuk datang atau berakhirnya
waktu Salat.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Menentukan Waktu Solat Subuh, Maghrib dan Isya dengan
Menggunakan Metode Hisab
C. Tujuan Penulisan
Untuk Mengetahui Penentuan Waktu Solat Subuh, Maghrib dan Isya dengan
Menggunakan Metode Hisab
2 ILMU FALAK
BAB II
PEMBAHASAN
2
Ahmad Musonnif, Ilmu Falak : Metode Hisab Awal Waktu Shalat, Arah Kiblat, Hisab Urfi
dan Hisab Hakiki Awal Bulan. (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 76.
3
Noor KH Ahmad, Nur al-Anwār, (Kudus: Tasywīq al-Tullāb Salafiyah, tt), hlm. 20.
4
Ahmad Musonnif, Ilmu Falak : Metode Hisab Awal Waktu Shalat, Arah Kiblat, Hisab Urfi
dan Hisab Hakiki Awal Bulan. (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 71 -72.
3 ILMU FALAK
Diketahui : ᶲ = -8˚05’
h = -20˚16’13,58”5
= (11:18:10 – 07:40:7,25) + WI
= 03:38:2,75 + 00:01:57,25
= 03:40
A ᶲMarkaz -8˚05’
B λMarkaz 111˚54’ T
C λWIB 105˚
5
Karena ketinggian Tulungagung 85 M diatas permukaan laut, maka ufuk tulungagung
sebesar ( 1,76 “ 85 : 60 ) = 0’16’13.58’’. jadi h subuh Tulungagung ( 0’-20’ 0’ 16’ 13,58’’) = -
20’16’13,58’’
6
Cara ke 2 menghitung menggunakan kalkulator Shift Cos (Sin -20˚16’13,58: Cos -8˚05' :
Cos -19° 48 '34" – Tan -8˚05' xTan -19° 48 '34") tekan = lalu derajatkan
7
Ahmad Musonnif, Ilmu Falak : Metode Hisab Awal Waktu Shalat, Arah Kiblat, Hisab Urfi
dan Hisab Hakiki Awal Bulan. (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 77.
4 ILMU FALAK
D e (05:00 GMT) 0˚14’14”
I D’ 85 Meter 0˚16’13,58”
b. Waktu Maghrib
Waktu Magrib menurut Noor Ahmad8 dimulai sejak Matahari
terbenam, yakni apabila piringan atas (uperlimb) bersinggugan dengan kaki
langit. Adapun pendapat dari Audah 9bahwa waktu salat Magrib dimulai saat
Matahari terbenam (sunset), yakni ketika Matahari terbenam dimana
piringan teratas Matahari terbenam di ufuk dan langit tidak langsung gelap.
Sekiranya tidak ada atmosfer yang membungkus bola Bumi ini, maka akan
dialami terjadinya gelap yang tiba-tiba pada saat terbenamnya Matahari serta
terang yang tiba-tiba pada saat terbitnya Matahari. Tidak beda jauh dengan
8
Noor KH Ahmad, Nur al-Anwār, (Kudus: Tasywīq al-Tullāb Salafiyah, tt), hlm. 20.
9
M Syaukat Audah, Hisab Mawaqit al-Shalah, (Yordania: ICOP, 2004), hlm. 2.
5 ILMU FALAK
suatu kamar yang mendadak terang dan gelap ketika lampu dihidupkan atau
dimatikan.10 Begitu pula untuk syurūq/ terbit, ditandai dengan piringan atas
Matahari bersinggungan dengan ufuk sebelah timur.11 Dalam kitab Syawāriq
al-Anwār penambahan daqāiq tamkiniyah semi diameter menunjukan bahwa
konsep kitab ini sesuai dengan pendapat para astronom di atas. Ini juga
menjadi faktor yang mempengaruhi ketinggian Matahari pada waktu Magrib
dan syurūq (terbit).
Awal waktu shalat Maghrib ditandai oleh terbenamnya Matahari.
Matahari dikatakan terbenam jika bibir piringannya yang belah atas sudah
berhimpit dengan ufuk mar’i. Pada saat seperti itu titik pusat Matahari
berjarak sepanjang semi diameter (SD) Matahari. Oleh karena SD Matahari
besarnya rata-rata 32’, maka jarak dari ufuk ke titik pusat Matahari pada
saat itu adalah ½ × 32’ = 16’. Selanjutnya karena adanya fenomena refleksi
atau pembiasaan cahaya, maka pada saat piringan Matahari byang sebelah
atas terlihat berhimpit dengan ufuk, kedudukan yang sebenarnya adalah di
bawahnya lagi. Benda langit yang berada di ufuk mengalami refraksi
dengan harga terbesar, yakni 34,5’. Karena itu ketika terbenam, piringan
matahari yang sebelah atas sudah berkedudukan 34,5’ dibawah ufuk,
sedangkan titik pusatnya sudah berkedudukan 34,5’+16’= 50’,5 di bawah
ufuk. 12
Awal Waktu Solat Maghrib (WKM dalam WIB + Jam t ) + WI13
Diketahui : ᶲ = -8˚05’
δ = -19˚56’20” ( 11:00 GMT, 21 November 2010 )
h = -1˚6’43,58”
10
Simapora, P., Ilmu Falak (Kosmografi), (Jakarta: Pedjuang Bangsa, 1985), cet xxx, hlm.
82.
11
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Buana Pustaka,
2004), hlm. 93.
12
Ahmad Musonnif, Ilmu Falak : Metode Hisab Awal Waktu Shalat, Arah Kiblat, Hisab Urfi
dan Hisab Hakiki Awal Bulan. (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 73.
13
Ahmad Musonnif, Ilmu Falak : Metode Hisab Awal Waktu Shalat, Arah Kiblat, Hisab Urfi
dan Hisab Hakiki Awal Bulan. (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 79.
6 ILMU FALAK
= -Tan -8˚05 . Tan -19˚56’20” + Sin -1˚6’43,58” : Cos -8˚05’
: Cos -19˚56’20”
t =94˚9’1,4”14
= (11:18:10 – 06:16:36,09) + WI
= 17:34:46,09 + 00:01:13,91
= 17:36
A ᶲMarkaz -8˚05’
B λMarkaz 111˚54’ T
C λWIB 105˚
14
Cara ke 2 menghitung menggunakan kalkulator Shift Cos (Sin -1˚6’43,58: Cos -8˚05' :
Cos -19° 56 '20" – Tan -8˚05' xTan -19° 56 '20") tekan = lalu derajatkan
15
Ahmad Musonnif, Ilmu Falak : Metode Hisab Awal Waktu Shalat, Arah Kiblat, Hisab Urfi
dan Hisab Hakiki Awal Bulan. (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 80.
7 ILMU FALAK
I D’ 85 Meter 0˚16’13,58”
c. Waktu Isya
Waktu Isya’ mulai masuk bila mega (syafaq) merah di latar langit
ufuk barat selah Matahari terbenam sudah hilang. Masa setelah matahari
terbenam dalam astronomi umum dibagi menjadi tiga. Pertama, Civil
Twilight,batasanya samapai dengan Matahari berada pada posisi 6Ú di
bawah ufuk. Pada masa ini benda-benda dilapangan terbuka masih tampak
batas-batas bentuknya dan bintang-bintang yang paling terang dapat di lihat.
Kedua, Nautical Twilight, batasan sampai dengan Matahari berada pada
posisi 12Ú dibawah ufuk. Pada masa ini garis ufuk dilaut hampir-hampir
tidak kelihatan dan semua bintang yang terang dapat dilihat. Ketiga,
Astronomical Twilight, yang dimulai ketika Matahari sudah berada pada
posisi 18Ú dibawah ufuk. Pada masa ini gelap malam sudah sempurna.
Tidak ada lagi sisa cahaya Matahari yang dipantulkan oleh partikel-partikel
angkasa yang dapat ditangkap oleh mata. Pada saat itulah waktu isya’
dipandang masuk. Ketinggian -18Ú untuk isya ini merupakan acuan resmi
produk hisab Departemen Agama RI selama ini (dan ini yang dijadikan
acuan oleh penulis). Sementara itu ada ahli hisab yang menggunakan
ketinggian -17Ú dan -19Ú. Tentu saja ketinggian Matahari tersebut masih
perlu dikoreksi lagi dengan kerendahan ufuk (D’) jika tempat yang akan
8 ILMU FALAK
dihisab waktu shalatnya berada pada ketinggian tertentu diatas permukaan
laut. Jadi “h” Isya’ adalah : 0Ú-18Ú-D’. 16
Awal Waktu Solat Isya (WKM dalam WIB + Jam t ) + WI17
Diketahui : ᶲ = -8˚05’
δ = -19˚56’53” ( 12:00 GMT, 21 November 2010 )
h = -18˚16’13,58”
Cos t = -Tan ᶲ . Tan δ + Sin h : Cos ᶲ : Cos δ
= -Tan -8˚05 . Tan -19˚56’53” + Sin -18˚16’13,58” : Cos -
8˚05’ : Cos - 19˚56’53”
= 0,388406235 ( Shift, cos, ANS,exe, shift, ˚ ’ “ )
t = 112˚51’19,3”18
Jam t = 112˚51’19,3” : 15 = 7˚31’25,29”
Awal Isya = ( WKM – Jam “t”) + WI
= (11:18:10 – 07:31:25,29) + WI
= 17:34:46,09 + 00:01:24,71
= 18:51
A ᶲMarkaz -8˚05’
B ΛMarkaz 111˚54’ T
C Λwib 105˚
16
Ahmad Musonnif, Ilmu Falak : Metode Hisab Awal Waktu Shalat, Arah Kiblat, Hisab Urfi
dan Hisab Hakiki Awal Bulan. (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 71 -73.
17
Ahmad Musonnif, Ilmu Falak : Metode Hisab Awal Waktu Shalat, Arah Kiblat, Hisab Urfi
dan Hisab Hakiki Awal Bulan. (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 80.
18
Cara ke 2 menghitung menggunakan kalkulator Shift Cos (Sin -18˚16’13,58: Cos -8˚05' :
Cos -19° 56 '53" – Tan -8˚05' xTan -19° 56 '53") tekan = lalu derajatkan
19
Ahmad Musonnif, Ilmu Falak : Metode Hisab Awal Waktu Shalat, Arah Kiblat, Hisab Urfi
dan Hisab Hakiki Awal Bulan. (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 81.
9 ILMU FALAK
E δ Matahari ( 12:00 GMT ) -19˚56’53”
I D’ 85 Meter 0˚16’13,58”
10 ILMU FALAK
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam menentukan waktu solat dengan metode hisab ada yang harus kita
ketahui terlebih dahulu sebelum menghitungnya.
1. Data yang diperlukan pada saat mau menghitung waktu solat
a. Lintang tempat
b. Bujur tempat
c. Ketinggian tempat
2. Rumus yang dipake ketika menghitung awal waktu solat
Cos t = -Tan ᶲ . Tan δ + Sin h : Cos ᶲ : Cos δ
3. Cara menghitung menggunakan kalkulator
Disini pemakalah menggunakan cara kedua ketika menghitung
menggunakan kalkulatot
Shift cos (Sin h : Cos ᶲ : Cos δ - Tan ᶲ . Tan δ)selanjutnya tekan =
dan habis itu kita derajatkan ˚’”.
11 ILMU FALAK
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Noor KH, t.t, Nur al-Anwār, Kudus: Tasywīq al-Tullāb Salafiyah.
Jamil, A., 2009, Ilmu Falak, Teori & Aplikasi; Arah Qiblat, Awal Waktu
Shalat, dan Awal Tahun (Hisab Kontemporer), Jakarta: Amzah, cet 1. I
Khazin, Muhyiddin, 2004, lmu Falak dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta:
Buana Pustaka.
Musonnif, Ahmad. 2011. Ilmu Falak : Metode Hisab Awal Waktu Shalat,
Arah Kiblat, Hisab Urfi dan Hisab Hakiki Awal Bulan. Yogyakarta: Teras.
Simapora, P., 1985, Ilmu Falak (Kosmografi), Jakarta: Pedjuang Bangsa, cet
xxx.
12 ILMU FALAK