1
Siska Irya Nurul Alifatin
1
Program Studi Ilmu Falak,
Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Ampel Surabaya
Jl. A. Yani 117 Surabaya, Indonesia
1)
C96219064@student.uinsby.ac.id
Abstrak
Dahulu manusia menebak waktu dengan melihat matahari yang bergerak melintasi
langit. Mudah saja mengenali waktu saat matahari terbit dan terbenam. Tetapi akan sulit
untuk mengetahui kapan tengah hari, saat matahari berada paling jauh dari horizon. Waktu
merupakan suatu yang penting dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan sosial
maupun dalam kehidupan ilmiah. Dalam hukum Islam, waktu menjadi penentu sah tidaknya
sebuah ibadah.karena itu menjadi hal yang sangat penting maka manusia mulai membuat
jam matahari (sundial). Eksistensi sundial di Indonesia salah satunya ada di komplek gedung
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Menurut catatan sejarah, Sundial
merupakan jam tertua dalam peradaban manusia. Secara garis besar, Sundial dikategorikan
menjadi tiga bentuk yang mana pada masing-masing mempunyai tipe dan karakter yang
berbeda-beda namunpada kesempatakn kali ini penulis akan membahas tentang akurasi
sundial horizontal di wilayah Bojonegoro.
PENDAHULUAN
Matahari adalah penunjuk waktu pertama yang digunakan oleh manusia menebak
waktu dengan melihat matahari yang bergerak melintasi langit. Mudah saja mengenali waktu
saat matahari terbit dan terbenam. Tetapi akan sulit untuk mengetahui kapan tengah hari, saat
matahari berada paling jauh dari horizon. Di antara waktu itu, sulit mengetahui waktu dari
posisi matahari. Konsep waktu dan standar waktu merupakan suatu yang penting dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan sosial maupun dalam kehidupan ilmiah. Dalam
kehidupan sosial bisa dibayangkan betapa sulitnya untuk membuat perjanjian bila tidak
memiliki standar waktu dan akurasi waktu yang dipahami bersama. Akurasi waktu sangat
erat kaitannya dengan hukum Islam, di mana aspek penentuan waktu dan tempat menjadi
bagian dari empat rukun Islam, yaitu shalat, puasa, zakat dan haji. Dalam hukum Islam,
waktu menjadi penentu sah tidaknya sebuah ibadah. Shalat tidak sah bila dikerjakan di luar
waktu, puasa juga batal bila makan dan minum belum sampai waktu berbuka, dan begitu pula
dengan haji tidak sah bila dikerjakan di luar waktu haji (Salam, 2016).
Alat pengukuran waktu memiliki sejarah panjang untuk pada akhirnya sampai pada
zaman digital sekarang ini. Pergantian siang dan malam telah membagi waktu aktivitas
kehidupan sehari-hari manusia dimana siang untuk bekerja dan malam untuk istirahat.
Aktivitas manusia yang semakin kompleks membuat mereka berpikir bahwa tak cukup hanya
membagi hari dalam siang dan malam, sehingga mereka mulai membagi waktu berdasarkan
pergerakan posisi matahari yang mereka lihat setiap hari, yaitu naik dari tempat terbit di kaki
langit, bergerak hingga sampai tepat di puncak kepala lalu bergeser turun kembali ke kaki
langit di tempat terbenam. Maka terciptalah sundial. sebuah alat untuk menentukan acuan
waktu yang tepat dan spesifik untuk menentukan rutinitas harian mereka dengan bantuan
posisi matahari. Meskipun dasar utama perhitungan waktu adalah pengamatan angkasa, ada
juga percobaan yang menggunakan alat non-astronomi untuk menjadi acuan waktu.
Diantaranya adalah jam air dan jam pasir. Sampai pada sekitar abad ke-14 tercipta jam
mekanik dan jam elektronik yang telah mengikuti pergerakan rata-rata harian matahari waktu
pertengahan. (Ilyas, 1999) Jam inilah yang dalam perkembangannya menjelma menjadi jam
modern yang digunakan sampai saat ini.
Jam Matahari (sundial) adalah alat penunjuk waktu yang menggunakan bayangan
pergerakan semu Matahari yang dihasilkan oleh gnomon jatuh pada garis jam pada bidang
dial yang menunjukkan momen suatu waktu. Eksistensi jam Matahari di Indonesia salah
satunya ada di komplek gedung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) yang merupakan salah satu benchmark bangunan yang bertemakan lingkungan hijau.
Sebagai penunjuk waktu, maka fungsi utama dari jam Matahari ini harus berjalan dengan
baik sebagaimana seharusnya, yaitu menunjukkan waktu hakiki (waktu Matahari) yang
berbeda dengan waktu ratarata pada jam standar/sipil yang umum digunakan sekarang. Untuk
memenuhi fungsi utama tersebut, maka jam Matahari harus sesuai dengan ketentuan
bakunya, baik pengaturan bidang dial, gnomon dan posisinya terhadap sumbu Bumi.
Cara kerja Sundial ini cukup simpel yaitu dengan memanfaatkan gerak semu Matahari
yang menyebabkan posisi Matahari terhadap pengamat di Bumi bergerak secara semu
sepanjang hari. Akibat pergerakan semu Matahari inilah yang kemudian menyebabkan
bayangan Matahari terus bergerak, baik bentuk yang terus berubah maupun posisi dari
bayangan itu sendiri seiring gerak semu Matahari sepanjang hari. Meskipun sederhana tetapi
alat klasik Sundial ini sangat “berisi”. Dan menurut catatan sejarah, Sundial merupakan jam
tertua dalam peradaban manusia. Secara garis besar, Sundial dikategorikan menjadi tiga
bentuk yang mana pada masing-masing mempunyai tipe dan karakter yang berbeda-beda
namun masih saling berkaitan, yaitu tipe Equatorial, Horizontal, dan Vertikal. Sundial
Horizontal biasa dikenal dengan jam taman karena peletakannya cukup di atas tanah. sundial
ini menerima bayangan sejajar dengan horizontal dan tidak tegak lurus dengan khatulistiwa.
Sundial ini lebih terkenal karena dapat digunakan sepanjang waktu mulai dari terbit hingga
tenggelamnya matahari. Gnomon pada sundial ini berukuran mengikuti lintang tempat
dimana sundial tersebut digunakan. Pada perancangan sundial ini memiliki dua item utama,
yakni :
1. Bidang dial, adalah permukaan datar yang memiliki gambar garis-garis (angka-angka)
untuk menandai waktu/jam. Bentuk dari bidang dial ini bisa dibentuk lingkaran,
persegi empat, persegi panjang, persegi enam, dan bentuk lainnya.
2. Gnomon, merupakan alat yang dalam penggunaannya dipasang dengan cara tegak di
atas permukaan bidang yang rata. bentuknya menjulang dari bidang dial yang
memiliki kemiringan sama dengan lintang tempat di mana sundial ini akan digunakan.
Sundial Horizontal biasa dikenal dengan garden sundials karena peletakannya cukup
di atas tanah. sundial ini menerima bayangan sejajar dengan horizontal dan tidak tegak lurus
dengan khatulistiwa. Model ini lebih popular karena dapat digunakan sepanjang waktu dari
terbit sampai tenggelamnya Matahari. Sundial horizontal merupakan jam matahari dengan
waktu hakiki sehingga dikonversikan lagi menjadi waktu daerah dengan rumus : WD = WH –
e + (Bd – BT) : 15.
Perhitungan Hasil
Pukul 6 = tan-¹ (tan 270° x sin -7° 6' 8") = tidak terdefinisi
Pukul 7 = tan-¹ (tan 285° x sin -7° 6' 8") = 24˚ 46 ' 12,17 "
Pukul 8 = tan-¹ (tan 300° x sin -7° 6' 8") = 12 ˚ 5 ' 14,5 "
Pukul 9 = tan-¹ (tan 315° x sin -7° 6' 8") = 7 ˚ 2 ' 53,8 "
Pukul 10 = tan-¹ (tan 330° x sin -7° 6' 8") = 4 ˚ 4' 58,98 "
Pukul 11 = tan-¹ (tan 345° x sin -7° 6' 8") = 1 ˚ 53' 50,9 "
Pukul 12 = tan-¹ (tan 0° x sin -7° 6' 8") = 90 ˚
Pukul 13 = tan-¹ (tan 15° x sin -7° 6' 8") = - 1 ˚ 53' 50,9 "
Pukul 14 = tan-¹ (tan 30° x sin -7° 6' 8") = - 4 ˚ 4 ' 58,98 "
Pukul 15 = tan-¹ (tan 45° x sin -7° 6' 8") = - 7 ˚ 2 ' 53,8 "
Pukul 16 = tan-¹ (tan 60° x sin -7° 6' 8") = - 12 ˚ 5' 14,5 "
Pukul 17 = tan-¹ (tan 75° x sin -7° 6' 8") = - 24˚ 46 ' 12,17"
Pukul 18 = tan-¹ (tan 90° x sin -7° 6' 8") = tidak terdefinisi
Tabel. 1 Hasil Perhitungan Sudut Pada Garis Jam.
Pada perhitungan pukul 6 dan 18 sudutnya tidak terdefinisi, maka penulis menggunakan
cara 180° - jumlah seluruh sudut yang sudah diketahui = 80° 13' 39,3". Yang mana setelah
diamati, sudut garis jam pada pukul 7 memiliki nilai yang sama dengan pukul 17, pukul 8 =
pukul 16, pukul 9 = pukul 15, pukul 10 = pukul 14, pukul 11 = pukul 13. Oleh karena itu,
penulis membagi 80° 13' 39,3" dengan 2 sehingga diperoleh nilai 40° 6' 49,65" untuk masing-
masing sudut garis jam 6 dan 18. Setelah diketahui data perhitungan garis jamnya maka tahap
selanjutnya yaitu memberi garis dan jam pada bidang dial menggunakan busur untuk
menentukan besar sudut dan menggunakan spidol hitam agar tulisan dan garis dapat terlihat
dengan jelas.
Tahap yang terakhir yaitu menempelkan gnomon yang sudah di potong sesuai pada
gambar pada bidang dial dengan posisi sisi samping yang menempel tepat di pertengahan
lingkaran yaitu pada sudut 90° atau pukul 12. Pastikan ujung gnomon berada di sebelah
selatan. Selanjutnya Sundial Horizontal siap dilakukan uji coba.
Data wilayah Bojonegoro yang memiliki lintang tempat LT = -7° 6' 8" yang mana
wilayah Bojonegoro termasuk dalam zona waktu WIB, sehingga hasilnya seperti pada
gambar berikut :
ANALISIS
Uji coba Sundial Horizontal pada gambar 5 sampai gambar 7 dilakukan pada jam yang
berbeda. Perbedaan waktu daerah dengan waktu yang ditunjukkan oleh jam matahari /
Sundial Horizontal tersebut sangat terlihat jauh. Oleh karena itu dilakukanlah perhitungan
selisih waktu daerah dengan waktu yang ditunjukkan Sundial. Dengan perhitungan seperti
berikut :
WD = WH – e + (λd – λx) : 15
e = Equation of time
λd = Bujur daerah
λx = Bujur tempat
KESIMPULAN
Hasil uji coba dari jam matahari atau sundial horizontal ini masih belum akurat jika
dibandingkan dengan jam digital sundial sendiri masih berada dalam tahap pengembangan.
Pada pembuatannya terdapat beberapa kesulitan yaitu saat menentukan sudut untuk jam 6 dan
sudut jam 18 hal ini yang membuatan penulis membuat cara yang sederhana untuk
menemukan sudut yang tersisa. Kesulitan yang selanjutnya yaitu saat menempel gnomon
pada bidang dial, dimana gnomon yang kecil membuat penulis kesulitan memberi lem karena
khawatir saat tertiup angina akan lepas / terjatuh. Salah satu faktor ketidak akuratan jam
matahari sundial horizontal dengan jam digital karena cuaca yang kurang mendukung
berpengaruh pada bayangan dari matahari saat dilakukannya uji coba.
Kepada dosen pengampu bapak Novi Sopwan dan dukungan dari teman-teman kelas
sekalian.
REFERENSI
1. Ilyas, M. (1999). Astronomy of Islamic Times for The Twenty-first Century. Kuala Lumpur:
AS Noordeen.
3. Najib, M. (2016). Uji Akurasi Jam Waktu Salat. Studi Kasus Pelaksanaan Kalibrasi Jam
Waktu Salat .
4. Salam, A. (2016). Ilmu Falak Praktis (Waktu Salat, Arah Kiblat, dan Kalender Hijriah.
Surabaya: Imtiyaz.