Tugas Fisika Statistik 1
Tugas Fisika Statistik 1
NIM : JID107030
TUGAS : FISIKA STATISTIK
BAB II
STATISTIK MAXWELL-BOLTZMANN
1. Distribusi Energi
Suatu asembel (misalnya gas ideal) terdiri dari N sistem (molekul gas).
Energi asembel terdistribusi kedalam i energi, dengan i = l,2,3,...,N. Suatu rentang
energi antara dua nilai energi tertentu (sangat sempit) disebut tingkatan energi.
Misalnya di dalam asembel terdapat r tingkatan, dengan r = 1,2,3,...r. Nilai rentang
energi pada setiap tingkatan sangat sempit, sehingga energi tingkatan ditulis r. Di
lain piliak tingkatan energi cukup lebar, karena dapat mengandung sejumlah keadaan
energi. Banyaknya keadaan energi dalam suatu tingkatan energi disebut degenerasi
tingkatan (gr). Populasi tingkatan merupakan jumlah sistem dalam suatu tingkatan
Nr. Jumlah sistem dalam suatu tingkatan dapat besar, kecil atau nol. Energi total
yang terkandung pada suatu tingkatan adalah r, Nr. Jadi dapat disimpulkan
mengenai tingkatan energi dalam suatu asembel adalah sebagai berikut :
Suatu assemble terdiri dari N sistem, misalnya energi sistem yaitu :
sistem ke 1 memiliki energi 1.
c ab c ab ab c c ab c ab c ab
ac b ac b ac b ac b ac b b ac
b ac b ac ac b b ac b ac b ac
bc a bc a bc a bc a bc a a bc
a bc a bc bc a a bc a bc a bc = 36 cara
Kemungkinan 3:
a b c a c b a b c a c b a b c a c b
b a c b c a b a c b c a b a c b c a
c a b c b a c a b c b a c a b c b c
a b c a c b b a c b c a c a b c b a = 24 cara
Maka banyaknya cara 3 partikel menempati 4 kotak (4 keadaan) adalah = 4 + 36 +
24 = 64 cara
Jika kita menghitung secara lengkap dengan anggapan partikel klasik, terdapat 64
konfigurasi yang mungkin.
Dengan mempelajari konfigurasi yang mungkiri seperti di atas, dapat diambil
suatu asumsi yang mendasar bagi fisika statistik, yaitu :
Setiap konfigurasi sistem di dalam asembel memiliki peluang yang sama
untuk terjadi.
2. Bobot Konfignrasi
Jika sistem-sistem di dalam asembel terdistribusi rnenjadi n, sistern ke dalam
r tingkatan, maka bobot pada konfigurasi ini merupakan banyaknya cara
untuk menghasilkan konfigurasi N sistem di dalam asembel. Jumlah cara untuk
memilih n1 sistem pada tingkatan energi pertama dari N sistem adalah :
N!
NCn1 = ............………………………………………..2.1
( N n 1 )! n 1 !
Jika n2 sistem pada tingkatan kedua dipilih dari (N – n1) sistem, jumlah cara untuk
memilih ada :
(N n 1 )!
Cn2 =
(N – n1) ..
(N n 1 n 2 )! n 2 !
………………………………………..2.2
Total jumlah cara untuk memilih sistem pada tingkatan pertama dan kedua adalah
hasil kali persamaan 2.1 dan 2.2 yaitu :
N! (N n 1 )! N!
. = .............
( N n 1 )! n 1 ! (N n 1 n 2 )! n 2 ! ( N n1 n 2 )! n1! n 2 !
…………..2.3
Jika hanya ada 3 tingkatan, maka jumlah sistem pada tingkatan ke 3 adalah n 3 = (N -
n1 - n2) dan persamaan 3 menjadi :
N!
= .......................
n1! n 2 ! n 3!
…………………………………………..2.4
Dengan cara yang sama jika ada r tingkatan, maka jumlah cara untuk
memilih sistem pada berbagai lingkatan adalah
N!
=
n 1 ! n 2 ! n 3 ! ... n r !
…………………………………………………..2.5
Jumlah cara untuk menyusun sistem di dalam asembel yang telah di bahas di
atas, belum melibatkan keadaan energi, pada hal kita tahu bahwa masing-masing
tingkatan energi terdiri dari keadaan energi. Andaikan di dalam tingkatan r terdapat
gr, keadaan energi, maka jumlah cara untuk menyusun n r sistem pada tingkatan ini
n
seluruhnya terdapat g r cara.
Jumlah cara total untuk menyusun semua sistem di dalam semua tingkatan
dan semua keadaan disebut bobot konfigurasi atau disebut juga bobot keadaan
makro dan dirumuskan sebagai :
N!
W = . g n 1 . g rn 2 . g rn 3 . … g rn r .......
n 1 ! n 2 ! n 3 ! ... n r ! r
…………………..2.6
Bobot konfigurasi adalah Jumlah cara untuk menyusunan
sistem-sistem yang berbeda tingkatan dan keadaan energi.
Penulisan persamaan 6 akan lebih sederhana bila digunakan simbol perkalian .
Persamaan 2.6 dapat ditulis menjadi
g rn r
W = N!
.…………………………………………………..2.7
n
r r !
b. 2 partikel berada dalam 1 kotak dan 1 partikel berada dalam 1 kotak dari 4 kotak
yang disediakan :
4 4 4
W2AB = 3! = 12 cara, W2AC = 3! = 12 cara dan W2BC = 3! = 12
2!.1! 2!.1! 2!.1!
cara
c. 1 kotak terdapat 1 partikel dari dari 3 partikel dan 4 kotak yang disediakan :
4
W3 = 3! = 24 cara
1!.1!.1!
W
dW = n dnr = 0 …………………………………………………..2.9
r
Persamaan 2.9 dapat dicari penyelesaiannya dengan mengambil syarat batas bagi nilai-
nilai nr, dnr,, dan energi total E dengan jumlah sistem total sama dengan N konstan.
Keadaan ini disebut sebagai asembel tertutup.
Syarat Batas:
[1] r nr = N = konstan
[2] r dnr = dN = 0
………………………………….2.11
Oleh karena Bobot konfigurasi W persamaan 2.7 berbentuk perkalian
berderet, maka sukar dicari turunannya. Agar mudah dicari, maka diambil
logaritmanya. Persamaan 2.11 dapat ditulis sebagai :
ln W
n r
dnr + rdnr + r r.dnr = 0 ..............……………………2.12
dimana dan merupakan faktor pengali yang disebut faktor pengali Lagrange.
Persamaan 2.12 dapat ditulis lagi menjadi :
d(ln W) + dnr + dE = 0 ........................………………………….2.13
Dengan mengambil tanda sigma untuk semua suku, akan diperoleh
ln W
α β ε r dnr = 0 ....……………………………………….2.14
r n r
Oleh karena perkalian dua suku sama dengan nol, maka dapat diambil suku pertama
sama dengan nol.
ln W
α β ε r = 0 ............………………………………………….2.15
n r
3. Menentukan Pengali
Banyak cara yang dapat diterapkan untuk menentukan pengali , diantaranya
adalah menggunakan pertimbangan Termodinamika.
Dari persamaan 2.18 dapat dilihat bahwa jumlah sistem yang berenergi tak
hingga sama dengan nol, dengan kata lain tidak ada sistem yang berenergi tak
hingga. Jadi ungkapan ini dapat dipakai sebagai syarat batas untuk menentukan
pengali , yaitu nr = 0 untuk er = (lihat syarat batas [3]). Dengan demikian dapat
diramalkan bahwa pengali bernilai negatip.
Asembel Asembel
A B
Tcmperaturnya T1 T2
Perpindahan energi antar asembel rnenyebabkan terjadinya kesetimbangan
termal pada temperatur yang sama, yaitu T. Jumlah sistem dan energi total asembel
E adalah konstan. Jadi :
dN1 = 0; dN2 = 0; dan dE = 0 ……………………….2.19
Selanjutnya energi dalam kedua asembel dibagi kedalam tingkatan-tingkatan
energi. Misalnya tingkatan ke r energinya 1r dan 2r, sedangkan bilangan huni
(jumlah sistem yang menempali tingkatan itu) adalah n1r dan n2r. Energi total kedua
asembel itu adalah :
E = r n1r.1r + r n2r.2r ………………………………………….2.20
Dengan menggunakan syarat batas 2.19, maka diferensiasi persamaan 2.20
sama dengan nol.
dE = 0. ………………………………………………….2.21
Jika bobot konfigurasi W bagi masing-masing asembel adalah W 1 dan W2,
maka bobot total adalah :
WT = W1.W2 ………………………………………………….2.22
Syarat untuk konfigurasi yang paling mungkin adalah :
d ln Wr + 1 dN1 + 2.dN2 + dE = 0 ………………………….2.23
2.24
Persamaan 2.25 dapat difaktorkan menjadi sebagai :
ln W1 ln W2
α 1 β ε 1r dn1r + α 2 β ε 2 r dn2r = 0
r n 1r r n 2 r
………….2.25
Syarat bagi konfigurasi yang paling mungkin adalah suku pertama dan suku kedua
sama dengan nol. Dari dua suku pada persamaan 2.25 dapat dilihat bahwa hanya
pengali yang merupakan konstanta yang dimiliki bersama oleh dua asembel A dan
B. Oleh karena hanya besaran temperatur yang dimiliki bersama oleh dua asembel
pada keadaan setimbang termal, maka dapat diperkirakan bahwa pengali adalah
fungsi dari temperatur, yaitu
= f(T) .........................……………………………………………….2.26
dengan T adalah temperatur asembel.
b. Selanjutnya pengali dipandang dari titik pandang yang dikaitkan dengan dE.
Andaikan asembel diberikan energi panas sebesar dQ dan asembel mengalami
pemuaian sebesar dV. Asembel melakukan kerja sebesar P.dV, dengan P adalah
tekanan yang diberikan asembel terhadap dinding sekitarnya. Pertambahan energi
asembel akibat panas yang diberikan, ditunjukkan oleh Hukum I
Termodinamika, yaitu sebagai :
dE = dQ – P.dV .......………………………………………………….2.27
Perubahan energi ini juga dapat diberikan dalam bentuk :
dE = dnr.r
4. Menentukan pengali
Di dalam menentukan pengali , kita berpijak pada persainaan 2.18 dengan
membuat substitusi A = e, sehingga persamaan 2.18 dapat ditulis dalam bentuk :
gr = B. ……………………………………………………………….2.39
dengan = elemen volume ruang- dalam selang energi antara r, dan r + dr, yang
ditunjukkan oleh persamaan 1.21 dan B = rapat keadaan atau jumlah keadaan
persatuan volume. Oleh karena nilai energi tingkatan dapat bemilai antara 0< r <
maka kita peroleh :
N
A = 3 3
βε ….
B.V.2 π( 2 m ) 2 ε2e dε
0
……………………………………….2.40
Jika integral persamaan 2.40 diselesaikan dan dengan menggunakan pengali , akan
diperoleh pengali sebagai berikut :
N
= ln A = ln 3
…………………………………….2.41
B.V.2 π( 2 mkT ) 2
5. Fungsi Partisi
Fungsi partisi memengang peranan penting dalam perhitungan-perhitungan
selanjutnya. Fungsi partisi diberi nama khusus :
Z = e . ................………………………………………………….2.42
r
Besaran ini nilainya masih bergantung pada parameter dan struktur status energi.
6. Distribusi Maxwell-Boltzmann
Oleh karena dan telah diketahui sebagai parameter asembel, maka dapat ditulis
distribusi asembel, sebagaimana diberikan oleh persamaan 2.18. Distribusi ini selalu
diungkapkan dalam bentuk distribusi diferensial.
Contoh:
Jika dn diambil sebagai jumlah sistem yang mempunyai koordinat di dalam volume
ruang fase d, maka distribusi deferensial boleh ditulis dengan mengganti jumlah
keadaan gr dalam persamaan 2.18 oleh B.d, sehingga diperoleh :
…………………………………….2.45
Persamaan 2.44 ini disebut Distribusi Maxwell-Boltzmann. Persamaan ini
mengandung arti jumlah sistem yang merniliki energi antara dan + d.
Y ( X , P ) f ( X , P ) d
<Y> =
f ( X , P ) d
…………………………………………….2.48
dengan mengambil integral terhadap semua daerah ruang fase. Substitiisi persamaan
2.47 ke persamaan 2.48 akan diperoleh :
Y(X, P)e kT d
<Y> = …………………………………………….2.49
e kT d
yang mengandung arti "jumlah sistem yang memiliki momentum dalam selang
antara p dan p + dp.
Dengan cara yang sama kita dapat menyatakan distribusi kecepatan sistem, secara
matermatis ditulis n(v) dv. Dengan menggunakan hubungan p = mv dan dp = mdv, kita
dapat memperoleh distribusi kecepatan sistem, yaitu berbentuk:
3
n(v) dv = 4N m 2 mv 2 / 2 kT 2
e v dv …………………………….2.51
2kT
Distribusi kecepatan di atas dapat ditulis dalam suku-suku ketiga komponen vx, vy,
dan vz dengan menggunakan hubungan bahwa px = m.vx, kita peroleh
3 m( v 2x v 2y v 2z )
n(vx,vy,vz) dvx dvy dvz = N m 2 exp 2kT
dvx dvy dvz …….2.52
2kT
Persamaan 2.51 mengandung arti “jumlah sistem yang memiliki tiga komponen
kecepalan dalam selang antara vx, dan vx+ dvx, vy dan vy + dvy, vz dan vz+ dvz.
Dari persamaan 2.52 dapat dicari jumlah sistem yang memiliki komponen
kecepatan dalam selang antara vx dan vx + dvx dengan cara mengintegralkan
persamaan 2.52 terhadap semua komponen y dan z. Jika anda melakukan integrasi
akan diperoleh persamaan sebagai :
1 mv 2x
n(vx) dvx = N m 2
exp dvx …………………………….2.53
2kT 2kT
Persamaan ini mengandung arti “jumlah sistem yang memiliki komponen kecepatan
dalam selang antara vx dan vx + dvx”. Fungsi distribusi probabilitas sistem yang
1
memiliki komponen kecepatan antara vx dan vx + dvx adalah fx(vx) = [n(vx)dvx].
N
Bentuk lengkapnya adalah sebagai :
1 mv 2x
fx(vx) dvx = m 2 exp dvx …………………………….2.54
2kT 2kT
n ( v)dv mv 2
1
m 2
exp 2kT v dv
2
fv(v) dv = = 4 …………….2.55
N 2kT
Dengan menggunakan fungsi distribusi probabilitas ini, dapat ditentukan kecepatan rata-
rata sistem dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
<v> = v.f v ( v)dv
0
8kT
<v> = ............................................…………………………….2.56
m
Dengan cara yang sama, anda tentu dapat menentukan kecepatan kuadrat rata-
rata, dengan menggunakan fungsi distribusi probabilitas kecepatan yaitu sebagai berikut
:
<v2> = v 2 .f v ( v)dv
0
mv3m
2vm – =0
kT
Oleh karena kecepatan v = 0 tidak mungkin terjadi pada sistem, maka :
2kT
vm = ...............………………………………………………….2.58
m
Dari persamaan 2.58 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sistem (partikel)
memiliki kecepatan vm.