A. Statistik maxwell-boltzmann
1. Distribusi Energi
Suatu asembel (misalnya gas ideal) terdiri dari N sistem (molekul gas).
ke 2 memiliki energi ε 2
Kemungkinan 2:
ab
c c ab ab c ab
c ab c c ab c ab ab c c a c ab
ac b ac b ac b b ba
c
b a b ac b ac b ac
c ab c c ab
bc a bc a bc a a b
c
a bc a bc = a bc 36 a bc cara
ac b ac b
a b c a c b a c b a c b
b c a b c a
ac b b ac
b a c b c a
c a b c b a c a b c b a c a b c b c
a c b bc b a ca bc a
a b c b c a c a b c b a
Kemungkinan 3:
bc a a bc
= 24 cara
Maka banyaknya cara 3 partikel menempati 4
kotak (4 keadaan) adalah = a b c 4 + 36 + 24 = 64 a b c cara
Jika kita menghitung secara lengkap dengan anggapan
partikel klasik, terdapat 64 konfigurasi yang mungkin.
Dengan b a c mempelajari b a c konfigurasi yang
mungkiri seperti di atas, dapat diambil suatu asumsi
yang mendasar bagi fisika statistik, yaitu :
Setiap konfigurasi sistem di dalam asembel memiliki peluang yang sama untuk
terjadi.
2. Bobot Konfignrasi
Jika sistem-sistem di dalam asembel terdistribusi rnenjadi n, sistern ke dalam r
tingkatan, maka bobot pada konfigurasi ini merupakan banyaknya cara
untuk menghasilkan konfigurasi N sistem di dalam asembel. Jumlah cara untuk
memilih n1 sistem pada tingkatan energi pertama dari N sistem adalah :
N!
............
N Cn1 = (N −n1)!n1!
………………………………………..2.1
Jika n2 sistem pada tingkatan kedua dipilih dari (N – n 1) sistem, jumlah cara untuk
memilih ada :
( N − n 1 )!
(N – n 1)C n2 =
( N − n 1 − n 2 )! n 2
! ..
………………………………………..2.2
Total jumlah cara untuk memilih sistem pada tingkatan pertama dan kedua adalah
hasil kali persamaan 2.1 dan 2.2 yaitu :
N! (N −n1)! N!
. = )! n !n !
(N −n )!n ! (N −n −n )!n ! (N−n −n
.............
1 1 1 2 2 1 2 1 ……..2.3
Jika hanya ada 3 tingkatan, maka jumlah sistem pada tingkatan ke 3 adalah n 3 = (N -
n1 - n2) dan persamaan 3 menjadi :
N!
= n1!n2!n3! ..…..2.4
Dengan cara yang sama jika ada r tingkatan, maka jumlah cara untuk
memilih sistem pada berbagai lingkatan adalah
N!
= 1 2 3 r!
.. n
n !n !n !.
…………………………………………………..2.5
Jumlah cara untuk menyusun sistem di dalam asembel yang telah di bahas di
atas, belum melibatkan keadaan energi, pada hal kita tahu bahwa masing-masing
tingkatan energi terdiri dari keadaan energi. Andaikan di dalam tingkatan r terdapat
gr, keadaan energi, maka jumlah cara untuk menyusun nr sistem pada tingkatan ini
gn
seluruhnya terdapat r cara.
Jumlah cara total untuk menyusun semua sistem di dalam semua tingkatan
dan semua keadaan disebut bobot konfigurasi atau disebut juga bobot keadaan
makro dan dirumuskan sebagai :
N! 3
. … grnr .......
W = n !n1!n 2 !.g3rn1 .grn2 r.grn
!... n
…………………..2.6
Bobot konfigurasi adalah Jumlah cara untuk menyusunan sistem-sistem
yang berbeda tingkatan dan keadaan energi.
gnr
. …………………………………………………..2.7
W = N!∏ nrr!
r
dengan W = Bobot konfigurasi, gr = degenerai tingkatan r
N = Jumlah sistem di dalam asembel nr = jumlah sistem pada tingkatan r.
Dari contoh 01 jika kita hitung kembali
a. 3 partikel berada dalam 1 kotak dari 4 kotak yang disediakan :
W1 = 3! = 4
cara !
b. 2 partikel berada dalam 1 kotak dan 1 partikel berada dalam 1 kotak dari 4 kotak
yang disediakan :
W3 = 3! = 24 cara
!
Persamaan 2.9 dapat dicari penyelesaiannya dengan mengambil syarat batas bagi
nilainilai nr, dnr,, dan energi total E dengan jumlah sistem total sama dengan N
konstan.
Keadaan ini disebut sebagai asembel tertutup.
Syarat Batas:
[1] ∑r nr = N = konstan
[2] ∑r dnr = dN = 0
………………………………….2.11
Oleh karena Bobot konfigurasi W persamaan 2.7 berbentuk perkalian
berderet, maka sukar dicari turunannya. Agar mudah dicari, maka diambil
logaritmanya. Persamaan 2.11 dapat ditulis sebagai :
2.12 dimana α dan β merupakan faktor pengali yang disebut faktor pengali
Lagrange.
Persamaan 2.12 dapat ditulis lagi menjadi :
d(ln W) + α dnr + β dE = 0 ........................………………………….2.13
∑∂∂lnnWr =0 ....
+α+βεrdnr r
……………………………………….2.14
Oleh karena perkalian dua suku sama dengan nol, maka dapat diambil suku pertama
sama dengan nol.
∂lnW
0 ............………………………………………….2.15
+α+βε
∂nr r
=
Dengan menggunakan pendekatan Sterling, yaitu log N! =
N log N - N, maka persamaan 2.7 dapat ditulis sebagai :
∂lnW
∂nr = ln gr – ln nr
∂lnW gr
∂nr = ln nr ....................................………………………….2.17
gr
ln nr + α + β .ε r = 0, atau
nr = gr.eα+β.εr .......………………………………………………….2.18
1. Menentukan Pengali β
Banyak cara yang dapat diterapkan untuk menentukan pengali β ,
diantaranya adalah menggunakan pertimbangan Termodinamika.
Dari persamaan 2.18 dapat dilihat bahwa jumlah sistem yang berenergi tak
hingga sama dengan nol, dengan kata lain tidak ada sistem yang berenergi tak
hingga. Jadi ungkapan ini dapat dipakai sebagai syarat batas untuk menentukan
pengali β , yaitu nr = 0 untuk er = ∝ (lihat syarat batas [3]). Dengan demikian dapat
diramalkan bahwa pengali β bernilai negatip.
WT = W1.W2 ………………………………………………….2.22
Syarat untuk konfigurasi yang paling mungkin adalah :
d ln Wr + α 1 dN1 + α 2.dN2 + β dE = 0 ………………………….2.23
∂ ln W 1 ∂ ln W
∑r ∂n 1 r
dn1r+ ∑
r ∂n 2 r
2 dn +
2r
α 1∑rdN 1+ α 2
∑rdN 2 + β (∑r ε 1r
.dn + ∑ ε
1r r
2r.dn2r) =
0 …2.24
β = f(T) .........................
……………………………………………….2.26
dengan T adalah temperatur asembel.
b. Selanjutnya pengali β dipandang dari titik pandang yang dikaitkan dengan dE.
Andaikan asembel diberikan energi panas sebesar dQ dan asembel mengalami
pemuaian sebesar dV. Asembel melakukan kerja sebesar P.dV, dengan P adalah
tekanan yang diberikan asembel terhadap dinding sekitarnya. Pertambahan energi
asembel akibat panas yang diberikan, ditunjukkan oleh Hukum I Termodinamika,
yaitu sebagai :
dE = dQ – .......………………………………………………….2.27
P.dV
Perubahan energi ini juga dapat diberikan dalam bentuk :
dE = d∑nr.ε r
dE = ∑ε r dnr + ∑nr dnr ......
…………………………………………….2.28
Kedua suku pada persamaan 2.27 dan 2.28 sama-sama menyatakan energi
asembel, sehingga dapat dikatakan bahwa “perubahan energi sistem-sistem dε pada
energi tingkatan ε r akan ditimbulkan oleh perubahan volume asembel dV”,
sehingga suku kedua persamaan 2.28 yaitu ∑nr.dε r dikaitkan dengan kerja yang
dilakukan oleh asembel.
Penyusunan kembali sistem-sistem atas tingkatan-tingkatan energi diberikan
oleh suku pertama persamaan 2.28, yaitu ε r.dnr dikaitkan dengan panas yang diserap
oleh asembel. Jadi antara persamaan 2.27 dan 2.28 dapat dihubungkan sebagai
∑ε r dnr = dQ ....………………………………………………….2.30
Jika persamaan persamaan 2.30 dipakai untuk menyatakan persamaan 2.15
dan diambil untuk kasus isovolum (tidak ada perubahan volume dV), maka
persamaan 2.13 pada keadaan setimbang dapat ditulis menjadi
dln W + α dN + β dQ = 0 …………………………………………….2.31
Oleh karena setiap penambahan energi dalam harus ditimbulkan oleh perubahan
energi panas dQ, dengan kata lain dQ diberikan ke asembel. Oleh karena jumlah
sistem konstan (dN = 0), maka akan terjadi perubahan bobot konfigurasi pada
asembel yang memenuhi
dln W = – β dQ .........
………………………………………………….2.32
Kita telah mengetahui dalam termodinamika, bahwa perkalian antara 1/T
dengan dQ merupakan perubahan entropi, yaitu :
dQ
dS =
T ..................
………………………………………………….2.33
Perubahan entropi yang dikaitkan dengan bobot konfigurasi dinyatakan oleh
persamaan dS = k.dln W. Jadi
dQ
dS =
k.(– β) dQ =
T
………………………………………………….2.34
2. Menentukan pengali α
Di dalam menentukan pengali α , kita berpijak pada persainaan 2.18 dengan
membuat substitusi A = eα , sehingga persamaan 2.18 dapat ditulis dalam bentuk :
nr = A.gr.eβ.εr ............
………………………………………………….2.36
………………………………………………….2.38
Agar A dapat dicari secara lengkap, maka kita harus mencari gr dan gr ini
dicari dengan bantuan elemen ruang fase.
Degenerasi tingkatan gr yang dikaitkan dengan elemen volume ruang fase
(ruang-Γ ) dirumuskan sebagai berikut :
gr = B. ∆Γ
……………………………………………………………….2.39
……………………………………….2.40
Jika integral persamaan 2.40 diselesaikan dan dengan menggunakan pengali β , akan
diperoleh pengali α sebagai berikut :
N
α = ln A = ln 3 …………………………………….2.41
B.V.2π(2mkT)2
3. Distribusi Maxwell-Boltzmann
Oleh karena α dan β telah diketahui sebagai parameter asembel, maka dapat ditulis
distribusi asembel, sebagaimana diberikan oleh persamaan 2.18. Distribusi ini selalu
diungkapkan dalam bentuk distribusi diferensial.
Contoh:
Jika dn diambil sebagai jumlah sistem yang mempunyai koordinat di dalam volume
ruang fase dΓ , maka distribusi deferensial boleh ditulis dengan mengganti jumlah
keadaan gr dalam persamaan 2.18 oleh B.dΓ , sehingga diperoleh :
Cara lain adalah menyatakan g(ε ) dε sebagai jumlah keadaan energi dengan energi
antara ε dan ε + dε , maka peraamaan 2.18 dapat ditulis menjadi :
Untuk jumlah sistem yang memiliki selang energi antara ε dan ε + dε , dengan
mensubstitusikan nilai-nilai α , β dan g(ε ), akan diperoleh distribusi
MaxwellBoltzmann sebagai :
2πN ε1
n(ε ) dε = e
−
kT ε2 dε ........
…………………………………….2.45
Persamaan 2.44 ini disebut Distribusi Maxwell-Boltzmann. Persamaan ini
mengandung arti jumlah sistem yang merniliki energi antara ε dan ε + dε .