Anda di halaman 1dari 7

Nama : Marco A.

Laoh
NIM : 20101104018

1. Deskripsikan bagaimana penyusunan sistem klasik sehingga diperoleh konfigurasi bobot


W.
Jawaban:
Untuk sistem klasik, seperti atom gas,
perbedaan energi dua tingkat berdekatan
mendekati nol, atau ε I +1−ε i → 0 . Perbedaan
energi yang mendekati nol memiliki makna
bahwa tingkat energi sistem klasik bersifat
kontinu. Sistem menempati salah satu dari
keadaan energi di atas. Dalam sistem klasik
juga tidak ada batasan jumlah sistem yang dapat
menempati satu keadaan energi. Satu keadaan
energi dapat saja kosong, atau ditempati oleh
satu sistem, oleh dua sistem, dan seterusnya.
Bahkan semua sistem berada pada satu keadaan
energi pun tidak dilarang.
Cara menghitung berbagai kemungkinan penyusunan sistem serta probabilitas
kemunculannya menjadi mudah bila tingkat-tingkat energi yang dimiliki assembli dibagi
atas beberapa kelompok, seperti diilustrasikan pada Gbr 2.2. Tiap kelompok memiliki
jangkauan energi yang cukup kecil.
 Kelompok pertama memiliki jangkauan energi: 0 sampai dε
 Kelompok kedua memiliki jangkauan energi: dε sampai 2dε
 Kelompok ketiga memiliki jangkauan energi: 2dε sampai 3dε
.
.
.
 Kelompok ke-s memiliki jangkauan energi: (s-1)dε sampai sdε
.
.
.
 Kelompok ke-N memiliki jangkauan energi: εdN)1(− sampai Ndε
Satu kelompok energi mengandung sejumlah keadaan energi. Jumlah keadaan energi
pada kelompok yang berbeda bisa sama dan bisa berbeda. Misalkan jumlah keadaan energi
pada tiap-tiap kelompok tersebut sebagai berikut:
Jumlah keadaan pada kelompok pertama : g1
Jumlah keadaan pada kelompok kedua : g2
Jumlah keadaan pada kelompok ketiga : g3
Jumlah keadaan pada kelompok ke-s : gs
.
.
.
Jumlah keadaan pada kelompok ke-N : gN
Energi keadaan yang berbeda dalam satu kelompok umumnya berbeda. Tetapi karena
perbedaan energi keadaan yang berbeda dalam satu kelompok sangat kecil (mendekati nol)
maka kita dapat mengasumsi bahwa energi dalam satu kelompok diwakili oleh satu nilai
energi saja. Energi tersebut dianggap sebagai energi rata-rata keadaan dalam kelompok
yang bersangkutan. Jadi,
Energi rata-rata kelompok pertama : E1

Energi rata-rata kelompok kedua : E2

Energi rata-rata kelompok ketiga : E3

.
.
.
Energi rata-rata kelompok ke-s : Es

.
.
.

Energi rata-rata kelompok ke-M : EM


Untuk menentukan nilai dari besaran-besaran yang dimiliki assembli kita harus
menentukan berapa probabilitas munculnya masing-masing konfigurasi dalam assembli.
Tiap penyusunan sistem dalam assembli mempunyai peluang kemunculan yang persis
sama. Dengan demikian, probabilitas kemunculan sebuah konfigurasi sebanding dengan
jumlah penyusunan sistem yang dapat dilakukan untuk membangun konfigurasi tersebut.
Dengan demikian, mencari probabilitas kemunculan konfigurasi dengan kondisi
Ada n1 sistem pada kelompok energi 1
Ada n2 sistem pada kelompok energi 2
Ada n3 sistem pada kelompok energi 3
.
.
.
Ada ns sistem pada kelompok energi s
.
.
.
Ada nM sistem pada kelompok energi M
ekivalen dengan mencari berapa cara penyusunan:
n1 sistem pada g1 keadaan energi di kelompok energi 1
n2 sistem pada g2 keadaan energi di kelompok energi 2
n3 sistem pada g3 keadaan energi di kelompok energi 3
.
.
.
ns sistem pada gs keadaan energi di kelompok energi s
.
.
.
nM sistem pada gM keadaan energi di kelompok energi M
Proses I: Membawa Buah Sistem ke Dalam Assembli N
Mari kita hitung jumlah cara yang dapat ditempuh pada tiap proses pertama yaitu
membawa N buah sistem dari luar ke dalam assembli. Proses ini tidak bergantung pada
konfigurasi assembli. Yang terpenting adalah bagaimana membawa masuk N buah sistem
ke dalam assembli. Untuk menentukan jumlah cara tersebut, perhatikan tahap-tahap
berikut ini.
a) Ambil satu sistem dari daftar N buah sistem yang berada di luar assembli.
Kita bebas memilih satu sistem ini dari N buah sistem yang ada tersebut. Jadi jumlah cara
pemilihan sistem yang pertama kali dibawa masuk ke dalam assembli adalah N cara.
b) Setelah sistem pertama dimasukkan ke dalam assembli maka tersisa N-1
sistem dalam daftar di luar. Ketika membawa masuk sistem keduake dalam assembli kita
dapat memilih salah satu dari N-1 buah sistem dalam daftar. Jumlah cara pemilihan sistem
ini adalah N-1 cara.
c) Begitu seterusnya.
d) Akhirnya, ketika sistem ke-N akan dimasukkan ke dalam assembli hanya
ada satu sistem yang tersisa di luar. Tidak ada pilihan-pilihan yang mungkin sehingga
jumlah cara memasukkan sistem ke-N ke dalam asembli adalah hanya 1 cara.
e) Dengan demikian, jumlah total cara membawa masuk N buah sistem ke
dalam assembli adalah
Proses II: Penyusunan Sistem di Dalam Kelompok-Kelompok Energi
Selanjutnya kita tinjau proses kedua. Tahapan yang ditempuh sebagai berikut.
a) Tinjau kelompok 1 yang mengandung keadaan dan ditempati oleh sistem.
Sebagai ilustrasi lihat Gbr. 2.3

Ambil partikel pertama. Kita dapat menempatkan partikel ini entah di keadaan ke-1,
keadaan ke-2, keadaan ke-3, dan seterusnya hingga keadaan ke- g1. Jadi jumlah cara
menempatkan partikel pertama pada kelompok-1 yang memiliki g1 keadaan adalah g1cara.
Setelah partikel-1 ditempatkan, kita ambil partikel 2. Partikel ini pun dapat ditempatkan di
keadaan ke-1, keadaan ke-2, keadaan ke-3, dan seterusnya hingga keadaan ke-. Dengan
demikian, jumlah cara menempatkan partikel kedua juga g1 cara. Hal yang sama juga
berlaku bagi partikel ke-3, partikel ke-4, dan seterusnya, hingga partikel ke-. Akhirnya,
jumlah cara menempatkan n1 partikel pada g1 buah keadaan adalah
g1 × g1 × g1 × … × g1 ( n1 bua h perkalian )=gn1 1

Sejumlah gn1 1 cara di atas secara implisit mengandung makna bahwa urutan pemilihan
partikel yang berbeda menghasilkan penyusunan yang berbeda pula. Padahal tidak
demikian. Urutan pemilihan yang berbeda dari sejumlah partikel n1 yang ada tidak
berpengaruh pada penyusunan asalkan jumlah partikel pada tiap bangku tetap jumlahnya.
Urutan pemilihan sejumlah partikel n1 menghasilkan n1 ! macam cara penyusunan. Dengan
demikian, jumlah riil cara penyusunan n1 partikel pada g1 buah keadaan seharusnya adalah

gn1 1
n1 !

Penjelasan yang sama juga berlaku bagi n2 buah partikel yang disusun pada keadaan g2.
Jumlah cara penyusunan partikel tersebut adalah
gn2 2
n2 !

Secara umum jumlah cara menempatkan partikel n s di dalam kelompok energi yang
mengandung keadaan gs adalah
ns
gs
ns !
Akhirnya jumlah cara mendistribusikan secara bersama-sama n1 sistem pada kelompok
dengan g1 keadaan, sistem pada kelompok dengan keadaan g2, .. , n s sistem pada keadaan
adalah

Dengan demikian, jumlah total cara menempatkan N buah sistem ke dalam konfigurasi
yang mengandung n1 sistem pada kelompok dengan g1 keadaan, n2 sistem pada kelompok
dengan keadaan, n s sistem pada kelopmok dengan keadaan gs adalah

a. Gunakan konfigurasi dengan probabilitas yang paling mungkin dan metode pengali
Lagrange untuk merumuskan fungsi distribusi Maxwelll Boltzmann
b. Tentukan nilai alfa dan beta sebagai parameter statistic Maxwell-Boltzmann.
c. Gunakan fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann untuk kecepatan rata-rata dan
kecepatan efektif molekus gas klasik.

2. Gunakan konfigurasi dengan probabilitas yang paling mungkin dan metode pengali
Lagrange untuk merumuskan fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann.
Jawaban:
Probabilitas dengan konfigurasi maksimum yang paling mungkin dan metode pengali
Lagrange untuk merumuskan fungsi distribusi Maxwell-Boltzman karena memiliki nilai
yang sangat besar dari pada konfigurasi lainnya. Kita dapat menggunakan persamaan
(2.13) bahwa nilai rata-rata sifat assembli sama dengan nilai pada konfigurasi maksimum.
Dimana kita uraikan ln W dengan deret Taylor di sekitar ln W maks

] ]
M M
d ln W 1 ∂2 ln W
ln W =ln W maks + ∑ δ ns + ∑ δ ns δ nq +…
s=1 dn s ns , maks 2 s , q ∂ ns ∂ nq ns ,maks nq ,maks

Karena W hanya fungsi variable n ssaja maka

Dengan δ s , qadalah delta Kronecker. Dengan demikian kita dapatkan bentuk aproksimasi
untuk ln W
Pada titik maksimum terpenuhi

Sehingga

3. Tentukan nilai alfa dan beta sebagai parameter statistik Maxwell-Boltzmann.


Jawaban:

4. Gunakan fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann untuk menentukan kecepatan rata-rata dan


kecepatan efektif molekul gas klasik.
Jawaban:
Kecepatan rata-rata:
f v ( v ) dv adalah probabilitas sebuah molekul memiliki kecepatan total dalam rentang v
hingga v+ dv ,

{
nv ( v ) dv
}
3
m 2
exp (−mv /2 kT ) v dv (1)
2 2
f v ( v ) dv= =4 π
N 2 πkT
Dengan fungsi probabilitas ini, maka kecepatan rata-rata molekul adalah

v=∫ v f v ( v ) dv(2)
0

Subtitusi persamaan (1) ke persamaan (2)

( { } exp (−mv /2 kT ) v dv)


∞ 3
m
v=v ∫ 4 π 2 2 2

0 2 πkT

v=4 π {
2 πkT }
∫ exp ( −mv
2 kT )
3 ∞ 2
m 2 3
v dv (3)
0

Menggunakan bentuk (integral Γ )


∫ e−av v 3 dv= 21a2 Γ ( 2 )= 21a2 ( 1 !)= 21a2


2

0
m
dengan a adalah →a=
2 kT
1 1 1 1
= = =
( ) 2( 4 km T )
2 2 2 2
2a m m
2
2 kT 2 2 2 2
2k T
Persamaan (3) menjadi:

{ } ( 2 πkT )√ 2 πkT
3
m 2 1 m m 1
v=4 π =4 π

( ) ( )
2 πkT m
2
m
2

2 2 2 2
2k T 2k T

√ √ (√ ) √ 2 πkT
2
m 1 4 kT m 4 kT
m
v=2 = =
2 πkT
( ) m
2 kT
m 2 πkT m

√ √ √
2 2
16 k T m 8 kT
v= =
m2 2 πk πm

Jadi, kecepatan rata-rata molekul gas klasik adalah v=

Kecepatan efektif
√ 8 kT
πm

Kecepatan efektif gas didefinisikan sebagai akar dari rata-rata kuadrat kecepatan
v rms= √ v (4)
2

Hitung v 2 terlebih dahulu



v =∫ v 2 f v ( v ) dv
2

( { } )
∞ 3
m
2
v =v
2
∫4π 2 πkT
2
exp (−mv /2 kT ) v dv
2 2

{ } ( )
3 ∞
m 2 −mv 2 4
2
v =4 π
2 πkT 0
∫ exp
2 kT
v dv (5)

Menggunakan bentuk (integral Γ ) sama seperti pada penyelesaian kecepatan rata-rata


∫ e−av v 4 dv = 1
( 52 )= 21a ( 34 √ π )
2

5
Γ 5
0 2 2
2a
m
dengan a adalah →a=
2 kT
Persamaan (5) menjadi:
2 3 kT
v= (6)
m
Substitusi persamaan (6) ke persamaan (4)

v rms= √ v =
2

√ 3 kT
m

Jadi, kecepatan efektif molekul gas klasik adalah v rms=


√ 3 kT
m

Anda mungkin juga menyukai