Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
=h/m
cukup besar.
Panjang gelombang yang besar menyebabkan fungsi gelombang dua sistem yang
berdekatan menjadi tumpang tindih. Kalau dua fungsi gelombang tumpang tindih
maka kita tidak dapat lagi membedakan dua sistem yang memiliki fungsi-fungsi
gelombang tersebut.
Kondisi sebaliknya dijumpai pada sistem klasik seperti molekul-molekul
gas. massa sistem sangat besar sehingga
Sistem ini tidak memenuhi prinsip eksklusi Pauli sehingga satu tingkat energi
dapat ditempati oleh sistem dalam jumlah berapa pun. Sebaliknya, fermion
memiliki spin yang merupakan kelipatan ganjil dari
prinsip eksklusi Pauli. Tidak ada dua sistem atau lebih yang memiliki keadaan
yang sama.
1
g1
E1
g2
E2
gs
Es
gM
EM
Kita akan menentukan berapa cara penyusunan yang dapat dilakukan jika :
Terdapat
n1
sistem di kelompok-1
Terdapat
n2
sistem di kelompok-2
ns
sistem dikelompok-s
Terdapat
Terdapat
nM
sistem di kelompok-M
g1
keadaan dan
n1
sistem. Mari kita analogikan satu keadaan sebagai sebuah kursi dan satu sistem
dianalogikan sebagai sebuah benda yang akan diletakkan dikursi tersebut. Satu
kursi dapat saja kosong atau menampung benda dalam jumlah beberapa saja.
Untuk menghitung jumlah penyusun benda, dapat dilakukannya sebagai berikut :
Gambar 1.1 Penyusunan benda dan kursi analog dengan penyusunan boson
dalam tingkat-tingkat energi. Untuk merepresentasikan sistem
boson, bagian paling bawah harus selalu kursi.
Dari gambar 1.1, apa pun cara penyusunan yang dilakukan, yang berada di ujung
bawah selalu kursi karena benda harus disangga oleh kursi (sistem harus
menempati tingkat energi). Oleh karena itu, jika jumlah total kursi adalah
maka jumlah total kursi dapat dipertukarkan dengan harga
g11
g1
karena salah
satu kursi harus tetap di ujung bawah. Bersama dengan sistem banyak
n1
maka jumlah total benda yang dipertukarkan dengan tetap memenuhi sifat boson
adalah (
Karenna sistem boson tidak dapat dibedakan satu degan lainnya, maka
pertukaran sesame sistem dan sesame kursi tidak menghasilkan penyusunan yang
g
( 1+n11 ) ! Secara emplisit
n1 !
n1
boson di
keadaan hanyalah
( g1 +n11)!
(1.1)
n1 ! g 1 !
n2
g2
nM
sistem dalam
gM
keadaan adalah
(g M + nM 1) !
(1.3)
gM ! n M !
dalam
g1
keadaan,
n2
sistem di dalam
g2 ,
.,
nM
n1
sistem
keadaan adalah
( g1 +n11)! ( g 2+ n21)!
(g + n 1)! M (gs +n s1)!
M M
=
(1.4 )
n1 ! g 1 !
g 2 ! n2 !
gM ! nM !
ns ! gs !
s=1
Harus juga diperhitungkan jumlah cara membawa N sistem dari luar untuk
didistribusikan ke dalam tingkat-tingkat energi di atas. Jumlah cara pengambilan
N sistem adalah N! cara. Karena sistem tidak dapat dibedakan maka jumlah
tersebut harus dibagi dengan N!, sehingga jumlah total cara membawa N sistem ke
dalam tingkat-tingkat energi di dalam assembli adalah N!/N!=1. Akhirnya, kita
dapatkan jumlah penyusunan sistem-sistem dalam assembli boson adala
M
W =
s=1
(g s+ns 1)!
(1.5)
ns! gs!
kita
akan
menentukan
konfigurasi
dengan
peluang
kemunculan paling besar. Ambil logaritma ruas iri dan kanan persamaan (1.5)
s=1
M
M
( g s +n s1)!
(g + n 1)!
= ln s s
=ln ln ( g s +n s1 ) !ln ns !ln gs !(1.6)
ns ! g s !
ns! gs!
s=1
s=1
ln W =ln
ns ln ns + ns (1.7)
Jumlah total sistem serta energi total assembli memenuhi
M
s=1
s=1
N= ns dan U= ns Es
N = ns =0(1.8)
s=1
U = E s n s=0(1.9)
s=1
Konfigurasi
dengan
probabilitas
maksimum
diperoleh
dengan
lnW + N + U =0
Selanjutnya
dengan
(1.10)
mengambil
diferensial
persamaan
(1.7)
diperoleh
W = [ ( g s+ ns 1 ) ln ( g s +n s1 ) ( g s +n s1)g s ln gs + g s ns ln n s + n s ] (1.11)
s=1
ln
Hitung suku per suku yang terkandung dalam persamaan (1.11)
i)
( g s +ns 1 ) ln ( gs +n s1 ) =
( g +n 1 ) ln ( g s+ ns1 ) n s
n 1 s s
ln ( g s1+n s ) + ( gs + ns1 )
1
n s
( g s+ ns 1 )
[ ln ( g s1+n s )+ 1 ] n s
( g +n 1 ) ns= ns
ns s s
ii)
( g s +ns 1 )=
iii)
g s ln gs =
g ln g s ns=0
ns s
iv)
n s ln ns =
1
n ln ns n s= ln ns +n s
ns =[ ln ns +1 ] n s
n s s
ns
s=1
s=1
ln
s =1
Karena
gs +n s1
n s (1.12)
ns
gs 1
dan
ns 1
maka
gs +n s1 g s +ns
sehingga persamaan
lnW = ln
s=1
[ ]
gs + ns
n s( 1.13)
ns
ln
s=1
[ ]
M
M
g s+ ns
n s+ ns + E s n s=0
ns
s=1
s=1
Atau
M
s=1
{[ ]
ln
gs +n s
+ + Es ns =0(1.14)
ns
ns
[ ]
g s +n s
+ + Es =0
ns
g s +ns
=exp ( Es )
ns
gs +n s=n s exp ( Es )
gs =ns [ exp ( E s )1 ]
Dan akhirnya ungkapan untuk jumlah populasi pada tiap-tiap tingkat energi
sebagai berikut
n s=
gs
(1.15)
exp ( Es ) 1
juga berbentuk
1
.
kT
gs
exp ( + E s / kT )1
1.4 Parameter
Parameter
(1.16)
Dalam suatu kotak, foton bias diserap atau diciptakan oleh atom-atom yang
berada pada dinding kotak. Akibatnya, jumlah foton dalam satu assembli tidak
harus tetap. Jumlah foton bias bertambah, jika atom-atom di dinding
memancarkan foton dan bias berkurang jika atom-atom di dinding menyerap
foton. Untuk sistem semacam ini pembatasan bahwa jumlah total sistem dalam
assembli konstan sebenarnya tidak berlaku. Pada penurunan fungsi distribusi
Bose-Einstein kita telah mengamsusikan bahwa jumlah sistem dalam assembli
selalu tetap, yaitu
ini tidak diberlakukan untuk assembli dengan jumlah sistem tidak tetap, seperti
foton dan fonon maka nilai
gs
(1.17)
exp ( Es /kT ) 1
10
11
terbaik. Benda hitam dapat dianalogikan sebagai kotak yang berisi gas foton.
Jumlah foton dalam kotak tidak selalu konstan. Ada kalanya foton diserap oleh
atom-atom yang berada di dinding kotak dan sebaliknya atom-atom di dinding
kotak dapat memancarkan fotonn ke dalam ruang kotak. Karena jumlah foton
yang tidak konstan ini maka faktor Bose-Einstein untuk gas foton adalah
1
E
kT
e 1
adalah
kuantum
gelombang
elektromagnetik.
Ekstensi
foton
8
d (1.18)
4
sampai
+ d adalah
n ( ) d=
g ( ) d
(1.19)
e EkT 1
E=hc /
sampai
+ d adalah
hc
n ( ) d
12
8 hc d
(1.20)
5 e E /kT 1
2.1.1
sebagai fungsi
dab menyamakan
dengan
dengan
dE ( )
=0(1.21)
d
m
13
E ( )=
8 hc
5
(1.22)
E
kT
e 1
E =8 hc
kT
hc
( ) x (e11) (1.23)
5
1
x
kT
kT
8 hc
hc
hc
( )
( ) dxd ( x (e 1 1) )(1.24)
Agar terpenuhi
1/x
dE
=0
maka pada persamaan 1.24 harus memenuhi
d
d
1
=0(1.25)
5
1
dx x ( e / x 1 )
( 15 x ) e1 / x 5=0 (1.26)
Nilai x pada persamaan (1.26)dapat diselesaikan dengan berbagai cara. Jika
menggunakan instruksi Wolfram Research, maka solusi untuk x yang
memenuhipersamaan 91.26) adalah 0,194197. Dengan demikian,
memenuhi hubungan
14
m kT
=0,194197
hc
Atau
m T =0,194197
hc
(1.27)
k
23
dengan menggunakan nilai konstanta k =1,38x 10 J /K , h= 6,625 x
15
2.1.2
Persamaan Stefan-Boltzmann
16
=m
Energy
diperoleh
total
yang
dipancarkan
oleh
benda
hitam
.
dengan
8 hc
0
1
d
(1.29)
5 hc/ kT
e
1
y=hc / kT . Dengan
( )y
hc 1
kT y
d=
hc 1
dy
kT y 2
17
=0
maka
E=8 hc
8 hc
8 hc
kT
hc
( )
kT
hc
kT
hc
4 0
hc
kT
y5
e 1
y 5 dy
e y1
( )( )
( )
(hc/ kT y 2 ) dy
y 5 dy
e y1 (1.30)
kT
2 h c
hc
2
( )
2 h c 2
k
hc
( )
dy
eyy1
0
y 3 dy 4
y T (1.31)
0 e 1
( )
y 3 dy
e y1 (1.32)
0
18
Selanjutnya
dengan
23
k =1,38 x 10
memasukkan
34
J /K , h=6,625 x 10
nilai
konstanta-konstanta
8
Js , dan c=3 10 m/ s
lain
konstanta Stefan-boltzman.
=5,65 108 W /m 2 K 4
2.1.3
keberadaan radiasi yang bersifat isotropic (sama ke segala arah) di alam semesta
dalam panjang gelombang mikro. Gejala ini selanjutnya dikenal dengan icosmic
microwave background (CMB). Radiasi ini benar-benar isotropic. Penyimpangan
dari sifat isotropic hanya sekitar seper seribu. Dua astronom muda, Arno Penzias
dan Robert Wilson yang pertama kali mengidentifikasi gejala ini tahun 1965
dengan menggunakan antene horn yang dikalibrasi dengan teliti. Dengan
anggapan bahwa alam semesta berupa benda hitam sempurna dan setelah
dilakukan pengukuran yang teliti intensitas radiasi gelombang mikro ini pada
berbagai panjang gelombang yang mungkin, selanjutnya hasil pengukuran di-fit
dengan persamaan radiasi benda hitam (1.4) disimpulkan bahwa suhu rata-rata
alam semesta sekarang adalah 2,725 K.
19
adalah
=0 . Fungsi distribusi
ditulis
U=
()
(1.33)
exp [ ()/kT ] 1
Jika fonon memiliki sejumlah polarisasi dan polarisasi kep memiliki frekuensi
p ( ) , maka energy total fonon setelah memperhitungkan polarisasi tersebut
adalah
U=
p
p ( )
(1.34)
exp [ p ()/kT ] 1
Penjumlahan terhadap
Tetapi jika
adalah integer.
dapat
g p ( ) d (1.35)
21
Tetapi karena
terhadap
merupakan fungsi
g p ( ) d g p ( ) d(1.36)
d(1.37)
exp [ /k B T ] 1
Dari definisi energy dalam persamaan (1.37) maka kita dapat menentukan
kapasitas panas yang didefinisikan sebagai berikut
C v=
dU
dT
g p ()
d
dT p
exp [ /k B T ] 1
g p ( )
p
d (1.38)
dT exp [ /kT ] 1
Untuk menyederhanakan persamaan (1.38) mari kita lihat suku diferensial dalam
persamaan tersebut. Untuk mempermudah kita misalkan
y= /kT . Dengan
d
1
d
1
=
=
y
2
y
dT exp [ / kT ] 1 dT e 1
k T dy e 1
} { }
{ }
22
e
= 2 y
2
2
y
k T ( e 1 )
k T ( e 1 ) 2
exp [ /kT ]
2
k T ( exp [ /kT ] 1 )2
exp [ /kT ]
d
2
k T ( exp [ /kT ] 1 )2
exp [ /kT ]
g ()
2 d(1.39)
2 p
2
kT p
( exp [ /kT ] 1 )
0 ,
Di mana
( 0 )
dapatkan kapasitas kalor Kristal untuk satu macam polarisasi saja sebesar
exp [ /kT ]
2
C v= 2 g ( )
2 d
2
kT
( exp [ /kT ] 1 )
exp [ /kT ]
2
N ( 0 )
2 d
2
2
kT
( exp [ /kT ]1 )
23
2
exp [ /kT ]
N
2 (1.41)
2
2 0
k T ( exp [ /kT ]1 )
Untuk Kristal 3 dimensi, terdapat tiga arah polarisasi fonon yang mungkin (arah
sumbu x, y, dan z). dengan menganggap bahwa ke tiga polarisasi tersebut
memberikan sumbangan energy yang sama besar maka kapasitas kalor total
menjadi tiga kali dari yang tampak dalam persamaan (1.41), yaitu menjadi
C v=
3 N
k T2
[ ]
( [ ] )
exp
exp
kT
1
kT
02 ( 1.42 )
maka exp [
0 /kT 1
[ ]
0
sehingga exp [ 0 /kT 1 exp kT
akibatnya
C v=
3 N
k T2
3 N 0
kT
[ ]
( [ ])
exp
exp
0
kT
0
kT
0
kT
02
(1.43)
T2 0
exp
[ ]
0
kT
sehingga
24
exp
[ ]
0
0
1+
kT
kT
C v=
3 N
k T2
[ ]
( [ ] )
1+exp
1+
0
kT
0
1
kT
02
2
3 N 0
2
0
2
kT
kT
( )
3 Nk =3 ( n N A ) k
3 n ( N A k ) =3 nR(1.44)
Dengan
NA
NAk
konstanta gas
umum. Hasil ini persis sama dengan teori klasik dari dulong-petit bahwa kapasitas
kalor persatuan mol semua padatan adalah konstan, yaitu 3R.
Gambar 1.7 adalah perbandingan hasil pengamatan kapasitas kalor
intan (symbol) dan prediksi dengan model Einstein. Terdapat kesesuaian yang
baik antara prediksi model tersebut dengan pengamatan, khususnya nilai kapasitas
kalor yang menuju nol jika suhu menuju nol dan nilai kapasitas kalor menuju
konstanta dulong-petit pada suhu tinggi.
25
Gambar 1.7 Kapasitas panas intan yang diperoleh dari pengamatan (simbol)
dan prediksi menggunakan model kapasitas panas Einstein.
Model Einstein dapat menjelaskan dengan baik kebergantugan kapasitas panas
terhadap suhu. Sesuai dengan pengamatan experiment bahwa pada suhu menuju
nol kapasitas panas menuju nol dan pada suhu tinggi kapasitas panas menuju nilai
yang diramalkan Dulong-petit. Akan tetapi, masih ada sedikit penyimpangan
antara data eksperimen dengan ramalan Einstein. Pada suhu yang menuju nol,
hasil eksperimen memperlihatkan bahwa kapasitas panas berubah sebagai fungsi
kubik 9 pangkat tiga) dari suhu, bukan seperti pada persamaan (1.42). oleh karena
itu perlu penyempurnaan pada model Einstein untuk mendapatkan hasil yang
persis sama dengan eksperimen.
26
ke teori Debeye kita akan terlebih dahulu membahas kerapatan keadaan untuk kisi
g ( ) .
Frekuensi getaran kisi dalam Kristal secara umum tidak konstan, tetapi
bergantung
pada
bilangan
gelombang.
Persamaan
yang
menyatakan
dispersi,
V
2
(1.45)
2 2 d/d
Kebergantungan
terhadap
1cos
2C
(
)
m
a 2 ,
dengan m massa atom, C konstanta pegas getaran kisi, dan a jarak antar atom
dalam kisi (periodisitas). Namuun, jika
Dengan
vg
=v g
27
ii.
dalam kristal sehingga tidak ada fonon yang dimiliki frekuensi di atas
m
k=
vg
menjadi
dan
d
=v g
dk
g ( )=
V 2
2 vg 3
V
2
, m
g ( )= 2 v 3g
(1.47)
0 > m
Gambar 1.8 Kurva kerapatan keadaan sebagai fungsi pada model Einstein dan
Debeye
28
pada model
g ( )
adalah jumlah keadaan per satuan frekuensi. Karena frekuensi maksimum fonon
adalah
maka integral
g ( )
memberikan
jumlah total keadaan yang dimiliki fonon, dan itu sama dengan jumlah atom, N .
Jadi,
m
g() d=N
0
2
V
2 g 3 d=N
0
g
V
2 d=N
3
2 v g 0
3
V m
=N
2 v 3g 3
6 v 3g N
(1.48 )
V
, berdasarkan
hubungan ini
K B D= m (1. 49)
Dengan definisi di atas didapatkan
29
D =
v g 3 6 2 N
(1.50)
KB
V
Kita asumsikan bahwa kapasitar kalor kisi yang dihasilkan oleh tiap polarisasi
fonon sama besarnya. Karena terdapat tiga polarisasi getaran yang mungkinan
p dalam persamaan (1.39) mengahasilakan
tiga kali nilai per polarisasi. Akibatnya, tanda sumasi dapat diganti dengan tiga
dan kita peroleh kapasitas panas yang disumbangkan oleh semua polarisasi
menjadi,
e kT 1
2 d
/kT
e
1
m
3 2
e /kT
2 g ( ) 2
kT 0
kT
e
g ( )
2
C v =3 2
kT 0
e
e
/ kT
( /kT 1)2 2 d+
/ kT
e
( 0)
2
kT
m
2 m
/kT
3
V
e
2
3
kT 0 2 v g
( )
30
e
/kT
e
4 d (1.51)
( / kT 1)2
m
3 2 V
2 v 3g kT 2 0
Untuk menyelesaikan integral pada persamaan (1.51) kita misalkan
x= / kT . Dengan permisalan tersebut maka
kT
x
d=
kT
dx
x=0
= m
dan jika
x=
maka
=0
maka
m k D
=
=D /T . Dengan demikian,
kT
kT
3 2 V
3
2
2 v g kT
D /T
D /T
ex
kT 4 kT
x
dx
2
( e x 1 )
ex x4
( e x 1 )
Berdasarkan definisi
( )
dx (1.52)
atau
Vk T
3
=3 Nk ( T / D )
3 3
. Subtitusikan hubungan
2 vg
D 3=6 2 3 v 3g /k 3 V
ini ke dalam persamaan (1.52) maka diperoleh ungkapan kapasitas kalor dalam
bentuk yang lebih sederhana sebagai berikut
31
T
C v =9 Nk
D
3 D / T
ex x4
( ) (e 1) dx (1.53)
0
Selanjutnya integral tidak bergantung lagi pada T dan hasil integral adalah sebuah
bilangan. Jika menggunakan program Mathematic, maka diperoleh hasil integral
pada persamaan (1.53) adalah
ex x 4
2
dx= (1.54)
2
15
( e x 1 )
( )
A T (1.55)
Dengan
2
9 Nk
(1.56)
3
15 D
x
dan pada pembilang dapat diaproksimasi e 1
T
C v =9 Nk
D
3 D / T
( )
e x 1 x
sehingga
x4
dx
( x )2
32
T
C v =9 Nk
D
3 D / T
( )
x 2 dx=9 Nk
1 D
3 T
( ) ( )
T
D
3 Nk (1.53)
Yang juga persis sama dengan ramalan Dulong-Petit.
Gambar 1.9 Kapasitas kalor argon padat diukur pada suhu jauh di bawah suhu
Debeye. Garis adalah hasil perhitungan menggunakan teori Debeye
(kittel, hal 125)
Gambar diatas adalah hasil pengukuran kapasitas panas argon padat (titik-titik)
beserta kurva yang diperoleh menggunakan model Deybe. Tampakbahwa ramalan
Deybe tentang kebergantungan kapasitas kalor pada pangkat tiga suhu sangat
sesuai dengan hasil pengamatan. Teori Deybe dan Einstein hanya berbeda pada
suhu rendah. Pada suhu agak tinggi, kedua teori tersebut memprediksi hasil yang
sangat mirip dan pada suhu yang sangat tinggi ke dua teori memberikan prediksi
yang sama persis sama dengan hukum Dulong-Petit.
2.3 Kondensasi Bose-Einstein
33
En
1
E
exp n
1
kT
Tampak jelas dari ungkapan di atas bahwa pada suhu yang sangat rendah sistemsistem akan terkonsentrasi di keadaan-keadaan dengan energi sangat rendah. Jika
T 0
tingkat energi kedua, ketiga, dan seterusnya makin dominan. Jumlah sistem yang
menempati keadaan-keadaan dengan nilai energi tinggi makin dapat diabaikan.
Hampir semua sistem akan berada pada tingkat energi terendah jika suhu
didinginkan hingga dalam orde
evolusi populasi boson pada tingkat energi terendah (bagian tengah kurva). Pada
suhu T<<Tc hampir semua boson berada pada tingkat energi paling rendah.
34
10
14
10
K.
dalam jumlah yang sangat besar pada tingkat energi terendah. Pada beberapa
material, seperti helium, jumlah sistem yang sangat besar pada tingkat energi
terendah dapat diamati pada suhu setinggi 3K. Jadi terjadi semacam kondensasi
boson pada suhu yang jauh lebih tinggi dari prediksi klasik. Fenomena ini dikenal
dengan kondensai Bose-Einstein.
N ( 0,T )=
adalah
1
(1.54)
exp
1
kT
( )
Pada suhu T 0
terendah. Dengan demikian, jumlah populasi pada tingkat ini memiliki orde kirakira sama dengan jumlah total sistem, atau
35
kT
1
(1.55)
exp()1
T 0
N lim
N ( 0,T )=lim
T 0
kT
pada 1/[ ()1
exp
1023
kT
harus menuju nol. Jika tidak maka 1/[ ()1
exp
kT
menghasilkan nilai N yang snagat besar. Nilai [ ()1
exp
jika
kT
()
exp
tidak akan
exp[ x ]
akan berlaku
0
maka dapat dilakukan aproksimasi
kT
1 (1.56)
(
)
kT
kT
exp
Jadi dapat diaproksimasikan sebagai berikut ini
36
kT
1
1
kT
=
1
1
kT
N lim
exp()1=
T0
Atau
=
kT
(1.57)
N
Hubungan pada persamaan (1.57) menyatakan bahwa pada suhu T menuju 0 maka
berharga negatif dan merupakan fungsi linear dari suhu. Sebagai ilustrasi,
1022
maka
sangat kecil. Bahkan nilai ini jauh lebih kecil daipada jarak antar dua tingkat
energi terdekat dalam assembli atom helium di alam kubus dengan sisi 1 cm.
Kebergantungan
Bose-Einstein.
Agar lebih memahami fenomena kondensasi Bose-Einstein, perhatikan
sistem-sistem yang berada dalam kubus dengan sisi L. Tingkat-tingkat energi yang
dimiliki assembli memenuhi
2 (
2
E (nx n y nz)=
/ L ) ( n2x +n2y +n 2z ) (1.58)
2M
Tingkat
E ( 111) =
energi
terendah
bersesuaian
dengan
n x =n y =n z=1
yaitu
2 2 (
1+ 1+ 1 )
2M L
()
37
n x =n y =1dan n z=2
yaitu,
2
E ( 112 )=
(
1+1+ 4 )
2M L
()
2
2M L
()
( M =6,6 1024 g)
dalam kubus
30
dengan sisi 1 cm makan E 2,48 10 erg .
Apabila kita prediksi populasi sistem pada tingkat energi eksitasi pertama
dan tingkat energi terendah dengan menggunakan statistik Maxwell-Boltzman
adalah
N1
E
=exp (
)
N0
kT
Pada suhu T = 1 mK maka
N1
2,48 1030 erg
=exp
1
N0
k 103 K
Hasil diatas berarti bahwa pada suhu 1 mk, tingkat energi terendah dan eksitansi
pertama memiliki populasi yang hampir sama. Namun, dengan statistik BoseEinstein didapatkan hasil yang sangat berbeda. Dnegan asumsi N=
20
10
dan
kT k 103
41
=
=1,4 10 erg
N
10 22
38
Jumlah populasi yang menempati tingkat energi eksitasi pertama (tepat di atas
tingkat energi paling rendah) adalah
N ( E1 ,T )=
Karena
1
E
exp 1
1
kT
E0=0
maka
E1 E1= E
N ( E1 ,T )=
|| E maka
. Dengan demikian
1
E
exp
1
kT
1
exp
E1= E
30
2,48 10
k 103
=5 10
10
Dengan demikian, fraksi sistem pada tingkat energi eksitasi pertama adalah
N ( E1) 5 1010
=
=5 1012
22
N
10
Tampak bahwa fraksi sistem pada tingkat energi eksitasi pertama amat kecil. Ini
berarti bahwa sebagian besar sistem berada pada tingkat energi terendah.
V 2M
4 2 2
3 /2
( )
E1/ 2 (1.59)
39
Pada suhu T menuju 0 sebagian sistem menempati tingkat energi terendah dengan
jumlah yang sangat signifikan. Jumlah total sistem dalam assembli dapat ditulis
N ( En )= N 0 ( T )+ N ( En )
n 0
N =
D ( E ) f ( E ,T ) dE= N o ( T ) + N e ( T )( 1.60 )
N o ( T ) +
0
No (T )
Dengan
N e ( T )= D ( E ) f ( E , T ) dE
E0=0
exp
1
kT
( )
V 2M
2
2
4
V 2M
4 2 2
3 /2
( )
3/ 2
( )
1/ 2
E
dE
E
exp
1
kT
E1 /2
E
exp(
) exp 1
kT
kT
dE(1.61)
40
E1 /2
3
x dx=1,03 2 kT 3 /2
dE= kT
E
0 exp ( x )1
exp
1
kT
Akhirnya didapatkan
N e ( T )=
V 2M
4 2 2
3 /2
( )
1,03 2 kT 3 /2
2,612n Q V
(1.62)
2 3/ 2
Dengan
MkT / 2
nQ =
T E,
jumlah sistem pada keadaan terkesitasi persis sama dengan jumlah total sistem.
Jadi pada T=
T E,
terpenuhi
N e T E ,=N
V 2M
4 2 2
3 /2
( )
1,03 2 kT 3 /2
Yang memberikan
T E=
2 2
N
Mk 2,612V
2/ 3
(1.63)
41
Gambar 1.11 Fraksi superfluida (sistem yang menempati keadaan dasar) dan
fluida normal (sistem yang menempati keadaan eksitasi) dalam
assembli boson sebagai fungsi suhu ketika suhu berada di bawah
suhu kondensasi Bose-Einstein.
Pada sembarang suhu yang mendekati nol derajat, fraksi jumlah sistem pada
keadaan tereksitasi adalah
N e (T )
T
=
N
TE
3 /2
( )
(1.64)
Berarti pula bahwa fraksi jumlah sistem pada keadaan paling rendah adalah
N 0(T )
N (T )
T
=1 e =1
N
N
TE
3
2
( ) (1.65)
N0
Ne
sebagai
TE
42
1
kT
Penyelesaian :
Entropi, secara mikroskopik didefinisikan sebagai
S=k ln
43
gs +n s
ns
ns
s=1
S=k ln
= k ln
ns { ln ( ns + g s) lnn s + + s }=0
s=1
Memberikan
M
g + n n s
S
=k ln s s
u
ns
u
s=1
k ( + s )
s=1
ns
u
M
ns
ns
k
+k s
u
s=1 u
s=1
Dengan
menggunakan
batasan
n1 +n2 ++ ns +=N
dan
n1 1 +n2 2 ++ ns s+ =E
Maka
M
us = uN =0
s=1
Dan
44
s
s=1
ns
=
u u
( )
s=1
ns s =
u
=1
u
Sedangkan
dU =TdS pdV
n
n
S 1
= =k s +k s s
u T
u
s=1 u
s =1
1
=0+ k
T
Atau
=
1
kT
Daftar Pustaka
Abdullah, Mikrajuddin. 2009. Pengantar Fisika Statistik. Bandung. ITB.
45
Cahn, Sidney B., Mahan, Gerald D., Nadgorny Boris E. A Guide to Physics
Problem Part 2 Thermodynamics, Statistical Physics, and Quantum
Mechanics. New York. Kluwer Academic Publishers.
Purwanto, Agus. 2007. Fisika Statistik. Yogyajakarta. Gava Media.
http://schools-wikipedia.org/wp/t/Thermodynamic_temperature.htm
diakses tanggal 15 april 2012 ( gambar 1.2 )
http://www.howtopowertheworld.com/what-is-solar-energy.shtml
diakses tanggal 15 april 2012 ( gambar 1.3)
http://launch.yousaytoo.com/?lrRef=Ye6Ax
diakses tanggal 15 april 2012 ( gambar 1.4 )
http://koestoer.wordpress.com/2011/03/22/kronologi-alam-semesta/
diakses
diakses
46
Penilaian Kelompok/Individu :
Judul materi ajar
No
1
Pembuatan SAP
Skor
(70,80,90,100)
Identitas
Penyampaian
materi
Narasi/kalimat
Skor
(70,80,90,100)
Skor
Psikomotor
Ratarata
Urutan materi
Kompetensi dasar
Indikator
Kemampuan
Materi
menjelaskan
pembelajaran
Kegiatan
Kemampuan
Pembelajaran :
tanya jawab
Pembukaan
Kegiatan Inti
Penutup
Contoh soal
Alat/media/sumber
Media Power
Penilaian
point
2
Penilaian Individu
Kognitif
Afektif
Nama :
1.
2.
Hari/tanggal :
Dosen Penilai :
47