Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

DINAMIKA KRISTAL

OLEH:
KELOMPOK 5

Alda V. Panjaitan (4183321001)

Aprido W. Purba (4183121063)

Dian Primuharyani (4201418101)

Fadhila Putri (4181121006)

Maria Gracyiela P.S (4183121038)

Rio J. Hutajulu (4183121052)

Kelas : Fisika Dik C 2018

MK : Fisika SMA Berorientasi Laboraturium

Dosen : Prof. Dr. Makmur Sirait, M.Si

PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tugas ini dibuat
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah penulis yaitu “Pendahuluan Fisika Zat Padat”.
Makalah yang kami buat ini berjudul “Dinamika Kristal”.
Terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Makmur Sirait., M.Si sebagai dosen pengampu yang
telah memberikan tugas ini. Dengan diberikannya tugas ini mengajarkan penulis untuk
bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas ini dan membantu penulis dalam memahami
sistem periodik Atom.

Demikianlah makalah yang kami buat. Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat
masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan dari berbagai pihak khususnya Dosen Pendahuluan Fisika Zat Padat, agar dapat
bermanfaat bagi penyusunan makalah ini untuk kedepannya.

Medan, 7 Maret 2021

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan .....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................3

BAB III PENUTUP.............................................................................................9


A. Kesimpulan .............................................................................................9
B. Saran.........................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zat padat adalah sebuah objek yang cenderung mempertahankan bentuknya ketika gaya
luar mempengaruhinya. Karena kepadatannya itu, bahan padat digunakan dalam bangunan
yang semua strukturnya komplek yang berbentuk. Seorang ahli mempelajari alat-alat mekanik
dari bahan material, seperti baja dan beton, digunakan untuk struktur yang akan dia bangun,
demikian pula, ini juga menarik minat ahli biologi untuk mengetahui sesuatu tentang alat-alat
material, seperti kayu dan tulang yang berasal dari komponen tanaman dan binatang. Dalam
bagian ini mendiskusikan pokok-pokok bagian dari zat padat dan beberapa kelompok-
kelompok dari materi biologi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dinamika kisi kristal?
2. Bagaimana konsep Fnon?
3. Bagaimana momentum fonon ?
4. Bagaimana penghamburan fonon tak elastic?
5. Bagaimana dinamika kisi monoatomic dan dwiatomik ?
6. bagaimana zona brilloin kisi 1 dimensi, 2 dimensi dan 3 dimensi

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dinamika kisi kristal
2. Mengetahui konsep fonon
3. Mengetahui momentum fonon
4. Mengetahui penghamburan fonon tak elastik
5. Mengetahui dinamika kisi monoatomic dan dwiatomik
6. Mengetahui zona briiloun kisi
BAB II
PEMBAHASAN

Zat padat tersusun dari atom-atom yang terpisah dan pisahan ini harus di

perhitungkan dalam dinamika kisi ketika panjang gelombang zat padat dapat diberlakukan

dalam medium tak hingga. Dinamika seperti ini dinamakan gelombang elastik.

Dalam pendekatan gelombang panjang, tinjau sebuah batang berpenampang A

dengan rapat massa ρ, yang dirambati gelombang mekanik ke arah memanjang batang x.

Pada setiap titik x dalam batang terjadi perubahan panjang u (x) sebagai akibat adanya

tegangan σ(x) dari gelombang, lihat gambar

Gambar 2.1

Dapat dituliskan regangan pada batang :

du
∈= (2.1)
dx

karena tegangan σ yang memenuhi hukum Hooke sebagai berikut :

σ =E ∈(2.2)

Dengan E menyatakan Modulus elastik atau Modulus Young. Selanjutnya, menurut hukum

kedua Newton, tegangan yang bekerja pada elemen batang dx menghasilkan gaya sebesar :

F= A { σ ( x +dx )−σ ( x) } (2.3)


akan menyebabkan massa elemen batang tersebut ( ρAdx) mendapatkan percepatan sebesar

∂2 u
∂ t2

Sehingga

∂2 u
ρAdx = A { σ ( x+ dx ) −σ (x ) } (2.4)
∂ t2

Perhatikan lebih lanjut ruas kanan persamaan (2.4), dapat dijabarkan :

∂σ ∂ε
¿ dx=E dx
∂x ∂x

∂ du ∂2 u
¿E ( )
∂ x dx
dx=E 2 dx ( 2.5 )
∂x

Masukkan kembali hasil (2.5) ke persamaan semula (2.4) memberikan :

∂2 u ∂2u
ρAdx =E dx . A
∂ t2 ∂ x2

yang dapat disederhanakan menjadi:

∂2 u ρ ∂2 u
= ( )
∂ x2 E ∂ t 2
(2.6)

yaitu persamaan gelombang elastik. Dan bila dibandingkan dengan persamaan gelombang

umum :

∂2 u 1 ∂2 u
=
( )
∂ x 2 v 2s ∂ t 2
akan diperoleh ungkapan bagi kecepatan gelombang elastik :

1/ 2
E
v s= ( )
ρ
(2.7)

Jelas bahwa kecepatan gelombang mekanik dalam batang (secara umum pada zat

padat) bergantung pada “besaran elastik” bahan tersebut, yakni modulus Young. Karena

perambatan gelombang tersebut bergantung pada besaran elastik maka gelombang yang

bersangkutan disebut gelombang elastik.

2.1 Konsep Fonon

Dalam analisisnya, Debye memandang padatan sebagai kumpulan phonon karena

perambatan suara dalam padatan merupakan gejala gelombang elastis. Spektrum frekuensi

Debye yang dinyatakan pada persamaan (3.1) sering disebut spektrum phonon. Phonon

adalah kuantum energi elastik analog dengan photon yang merupakan kuantum energi

elektromagnetik.

Adapun persamaannyan adalah :

3 Nhf E
E=3 N Ē= (3 . 1)
( hf )
e E / k T −1
B

Gelombang elastik pada zat padat ini dapat disebabkan baik oleh gelombang

mekanik (bunyi/ultrasonik) maupun oleh gelombang termal (inframerah). Kedua gelombang

tersebut dapat menyebabkan getaran kisi. Untuk selanjutnya, paket-paket energi getaran kisi

disebut fonon. Fonon dapat dipandang sebagai “kuasi partikel” seperti halnya foton pada
gelombang cahaya/elektromagnet. Melalui konsep yang mirip “dualisme partikel-

gelombang” ini, rambatan getaran kisi dalam zat padat dapat dianggap sebagai aliran fonon.

Tabel 3.1. Beberapa konsep dualisme gelombang-pertikel

GELOMBANG PARTIKEL
Gelombang elektromagnetik Foton

Gelombang elastik/kisi Kristal Fonon

Gelombang elektron kolektif Plasmon

Gelombang magnetisasi Magnon

Gelombang electron+deformasi elastik Polaron

Gelombang polarisasi Eksiton

2.2 Momentum Fonon

Sebuah fonon dari vektor gelombang K akan berinteraksi dengan foton neutron,

dan seolah-olah memiliki ℏ K . Bagaimanapun, fonon tidak membawa momentum

fisik.

Alasan bahwa fonon dalam satu kisi tidak membawa momentum adalah bahwa

koordinat fonon melibatkan koordinat relatif dari atom. Sehingga dalam molekul H2

koordinat getaran molekul terletak di r1-r2, yang merupakan koordinat relatif dan tidak

membawa momentum linier, koordinat pusat massa ½ (r1 + r2) sesuai dengan mode K = 0

dan dapat membawa momentum linier.

Momentum fisik dari kristal adalah

d
p=M ( )∑ u
dt s ( 3 . 2)
ketika kristal membawa Fonon K,

M ( dudt ) [ 1−exp ( iNKa ) ]


p=M ( dudt )∑ exp ( isKa )=
s [ 1−exp ( iKa ) ]
( 3 .3 )

dimana s berjalan di atas N atom. Digunakanlah deret

N −1
( 1−x s )
∑ xs= (3.4)
s=0 ( 1−x )

2 πr
K=±
Telah ditemukan bahwa nilai, Na dimana r adalah integer. Sehingga

exp iNKa=±( i 2 πr )=0 , dan momentum kristal bernilai nol.

p=M ( dudt )∑ exp ( isKa )=0


s
( 3 . 5)

Semua sama, untuk tujuan praktik fonon bertindak seolah-olah momentum adalah

ℏ K , dimana hal ini disebut momentum kristal. Dalam kristal terdapat aturan seleksi

vektor gelombang untuk memperbolehkan transisi antara keadaan kuantum. Hamburan

elastis dari foton sinar x oleh kristal diatur oleh aturan seleksi vektor gelombang.

k ' =k +G ( 3 .6 )

Dimana G adalah vektor dalam kisi timbal balik, k adalah vektor gelombang dari

foton yang diamati, dan k’ adalah vektor gelombang dari foton tersebar. Dalam proses

refleksi kristal semua akan mengalami momentum −ℏ G , tetapi ini jarang dianggap

secara eksplisit.
Gelombang vektor total yang merupakan interaksi gelombang bersifat kekal

dalam kisi periodik, dengan penambahan yang mungkin dari vektor kisi resiprokal G.

Momentum keseluruhan selalu dijaga.

Jika hamburan foton bersifat inelastis, dengan membuat fonon dari vektor

gelombang K, maka aturan seleksi vektor gelombang menjadi

k '+K =k +G

Jika foton K yang diserap dalam proses, didapatkan persamaan

k ' =k + K +G ( 3 .7 )

2.3 Penghamburan Fonon Tak-Elastik

Hubungan dispersi fonon sering dijelaskan dengan hamburan tak elastik dari

neutron dengan emisi atau absorpsi proton. Lebar sudut dari berkas neutron yang tersebar

memberi informasi tentang waktu hidup fonon.

Sebuah neutron berada pada kisi kristal akibat interaksi inti atom. Hamburan

kinematik neutron pada kisi kristal menggambarkan aturan seleksi vektor gelombang

secara umum.

k +G=k '± K (3 . 8 )

Dengan persyaratan konservasi energi. K merupakan vektor gelombang dari foton

yang dilepas (+) atau diserap (-) dalam suatu proses, dan G adalah vektor kisi resiprokal.

Untuk fonon, G sama seperti k, berada di zona Brillouin pertama.


2
p
Energi kinetik interaksi neutron adalah 2 M n , dimana M n adalah massa

neutron. Momentum p diberikan oleh ℏ k , dimana k adalah vektor gelombang dari

2 2
ℏk
neutron. Energi kinetik dari interaksi neutron adalah 2 M n . Jika k’ adalah vektor

2 2
ℏ k'
gelombang dari hasil interaksi neutron, maka energinya adalah 2Mn . Persamaan

konservasi energi adalah

2 2 2 2
ℏ k ℏ k'
= ±ℏ ω (3 . 9 )
2 Mn 2 Mn

dimana ℏ ω adalah energi fonon yang dilepaskan (+) atau diserap (-) selama proses

berlangsung.

2.4 Dinamika Kisi Monoatomik

Perhatikan kisi eka-atom (hanya tersusun

oleh satu jenis atom) satu dimensi seperti

ditunjukkan oleh gambar 2.5. Pada keadaan

seimbang atom-atom secara rata-rata menduduk


ititik kisi. Kemudian, atom-atom akan menyimpang dengan simpangan sebesar ….un-1, un,

un 1, ............dst.

Gambar 4.1. Kisi eka-atom satu dimensi dalam keadaan seimbang (atas) dan
dirambati gelombang longitudinal (bawah).

Menurut hukum kedua Newton, persamaan gerak atom ke-n dapat diungkapkan

sebagai berikut :

F s=C ( un+1−u n ) + ( un−1−u n )

d 2 un
m =C(un+1 +un−1−2un ) (4.1)
dt 2

m massa atom, C tetapan elastik ikatan antar atom (semacam tetapan pegas), dan t

menyatakan waktu. Terhadap persamaan gerak itu dapat diambil penyelesaian berbentuk :

un =A e(iq x )
n
(4.2)

A amplitudo dan xn adalah posisi atom ke-n terhadap pusat-pusat koordinat sembarang dan

dapat dituliskan :

x n=na

n bilangan bulat dan a tetapan kisi. Masukkan solusi (4.2) ke dalam persamaan gerak (4.1),

dan memiliki ketergantungan terhadap waktu e−iωt


d 2 un
m 2 =C ¿)
dt

d 2 ( A e [ i (qan−ωt )] )
m =C ¿)
dt 2

−m ω2 un=C ¿) (4.3)

dimana,

un ±1 =Ae inqa e± iqa (4.4)

maka,

2
=C ¿)
(inqa)
−m ω A e

−m ω2 A e(inqa)=C Ae inqa (e +iqa +e−iqa −2)

−m ω2=C (e +iqa + e−iqa −2) (4.5)

dan dengan menggunakan hubungan Euler :

2 cos qa=e iqa +e−iqa

sehingga,

−m ω2=C (2 cos qa−2¿

−m ω2=−2C (1-cos qa¿

2C
ω 2= (1-cos qa¿
m

Turunkan ,
cos 2 a=1−2 sin 2 a

jadi,

2C
ω 2= ¿
m

2C 1
ω 2= (2 sin 2 qa)
m 2

4 C 2 qa
ω 2= sin
m 2

ω=2 ¿

Diperoleh solusi ω :

qa
ω=ω m sin(¿ )¿ (4.6)
2

Dengan,

ω m=2 ¿

Hasil (4.6) menyatakan hubungan antara ω dan q, jadi jelas bahwa persamaan

tersebut menyatakan hubungan dispersi yang dalam kasus ini berbentuk/bersifat sinusoida.

Dalam pembahasan di atas secara implisit telah digunakan pendekatan gelombang pendek,

karena medium “tampak” sebagai deretan atom-atom diskrit. Dari hasil dapat dikatakan

bahwa untuk kisi diskrit atau pendekatan gelombang pendek, hubungan dispersinya

sinusoida (tidak linier); lihat gambar 4.2.


Gambar 4.2. Hubungan dispersi, ω vs q, sinusoida dari kisi

diskrit (pendekatan gelombang pendek

2.5 Dinamika Kisi Dwiatomik

Kisi dwi atom 1 dimensi merupakan kisi yang tersusun oleh dua atom dengan massa

berbeda yang diperlihatkan dalam satu dimensi. Massa M1 bisa dianggap berada pada titik

kisi sedangkan massa 2 atau M 2 berada pada titik tengah suatu sel satuan. Sehingga

simpangan akibat adanya getaran yang menyebabkan atom-atom ini bergerak dapat terukur

dalam jangka waktu tertentu. Berikut gambar pergerakan atom dalam kisi
Gambar 5.1: posisi atom pada sel primitive yang tersusun atas 2 atom, (a) posisi
atom setimbang, (b) perpindahan kontinyu

Gambar di atas menunjukkan apabila kisi dirambati gelombang maka atom-atom akan

menyimpang sejauh …U n−1 ,u n ,u n+1 dan seterusnya. Kita dapat menganggap atom-atom

yang berdekatan atau tetangga terdekat akan dipengaruhi oleh potensial tetangganya

masing- masing sehingga Energi potensial yang dialami oleh atom-atom dapat digambarkan

secara matematis,yaitu:

1 1
EP= K ∑ (u n−un )2 + K ∑ (un−u n+1 )2(5.1)
2 n 2 n

Untuk mempermudah perhitungan kita dapat menganggap atom dengan massa lebih kecil(m)

bernomor ganjil sedangkan atom bermassa lebih besar (M) bernomor genap maka

Gambar 5.2

Dari gambar diatas terlihat bahwa atom-atom baik itu atom bermassa kecil maupun

lebih besar akan memiliki perpindahan sebagai berikut:

Sesuai dengan hokum II Newton

d2U
F=m .a dimana a= 2
dt

F=−ku (5.2)
Namun, karena massa dan pergerakan kedua atom ini berbeda sehingga kita harus

menuliskannya secara terpisah.

 Persamaan perpindahan untuk atom bermassa lebih besar (M) atau atom bernomor
ganjil.
d 2 U 2 r+1
m =k ( u 2 r+2 +u2 r −2u 2 r+1 ) (5.3)
dt2
 Persamaan perpindahan untuk atom bermassa lebih kecil (m) atau atom bernomor genap
d2 U 2r
m =k ( u2 r +1 +u2 r−1−2 ur ) (5.4)
d t2

Dengan adanya persamaan posisi ini maka kita harus mampumenyatakan persamaan

tersebut dalam bentuk persamaan gelombang yang mengandung q sebagai bilangan

gelombang dan ωsebagai frekuensi sudut gelombang.

Sehingga fungsi gelombangnya yaitu

u2 r +1= A1 exp ⁡[iqa ( 2 r +1 )−ωt ](5.5)

u2 r =A 2 exp ⁡[iqa ( 2 r )−ωt ](5.6)

Masuukkan ke persamaan posisi

( 2 c−M ω2 ) A1−( 2 ccosqa ) A 2=0(5.7)

(−2 ccosqa ) A1 + ( 2 c−mω 2) A2 =0(5.8)

Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut:

( 2 c−M ω2 ) − (2 ccosqa ) A1 =0(5.9)


[ −2 ccosqa 2 c−m ω2 ][ ]
A2
Persamaan ini akan bernilai tidaknoljika determinan matriks di atas sama dengan nol.

Jadi,

( 2 c−M ω 2) −( 2 ccosqa ) =0(5.10)


| −2 ccosqa 2c −mω 2 |
( 2 c−M ω2 ) .(2 c−m ω2 ¿−(−2ccosqa ) .(−2 ccosqa)=0

4c 2−2 cm ω2−2 cM ω 2+ Mm ω 4−¿ 4c 2 cos2 qa=0

Mm ω4 −( m+ M ) 2 c ω2 +4 c 2 ( 1−cos2 qa ) =0

Sehingga nilai frekuensi menjadi

1 1 1 1 2 4 sin2 qa 1/2
ω 2=c ( M m ) (
+ ±c[ +
M m

Mm )] (5.10)

Dimana persamaan ini menghasilkan dua penyelesaian yaitu:

1 1 1 1 2 4 sin 2 qa 1 /2
ω 2=c ( M m ) (
+ +c [ +
M m

Mm ) ] (5.11)

Persamaan ini disebut persamaan frekuensi cabang optic karena apabila dihitung, frekuensi

ini berada dibawah frekuensi gelombang inframerah atau optic.

1 1 1 1 2 4 sin2 qa 1/ 2
ω 2=c ( M m ) (
+ −c [ +
M m

Mm ) ] (5.12)
Persamaan kedua ini disebut persamaan gelombang frekuensi cabang akustik karena

karakteristiknya mirip seperti gelombang bunyi yang mana apabilaω meningkat maka q

juga meningkat begitu pula sebaliknya.

Berikut pola gerakan atom akibat getaran yang terjadi di lihat dari Amplitudo baik itu

Amplitudo atom bernomor ganjil maupun genap. Yang didapat dari persamaan berikut

u2 r +1= A1 exp ⁡[iqa ( 2 r +1 )−ωt ]

u2 r =A 2 exp ⁡[iqa ( 2 r )−ωt ]

Gambar
5.3. Dapat dilihat pada gambar bahwa cabang akustik untuk A1 dan A2 sefase sedangkan untuk
cabang optic tidak sefase

Gambar 5.4. Daerah frekuensi dan dispersi


Jika kita lihat dari gambar 5.4 bahwa daerah antara ω 1dan ω 1 disebut celah frekuensi yaitu

π π
daerah dengan interval – <q< karena pada interval ini tidak ada gelombang maka kisi
2a 2a

dwi atomik tidak merambatkan gelombang tetapi meredamnya. Hal ini memungkinkan kisi

menjadi tapis lolos yakni mampu meredam maupun merambatkan frekuensi tertentu.

2.6 Zone Brilouin Pertama

Konsep zona Brillouin dikembangkan oleh Léon Brillouin (1889-1969), seorang

fisikawan Perancis. Dalam matematika dan fisika zat padat, zona Brillouin adalah sel satuan

primitif dalam kisi resiprok. Batas-batas sel ini diberikan oleh bidang yang berhubungan

dengan titik pada kisi resiprokal. Sebuah zona Brillouin didefinisikan sebagai sel Wigner-

Seitz di kisi resiprokal. Garis yang menghubungkan titik asal kisi ke titik-titik kisi tetangga

sekarang merupakan vektor kisi resiprokal G (Gambar 6.1). Daerah terkecil yang ditutupi

oleh sel Weigner-Seitz (kuning) juga dikenal sebagai zona Brillouin pertama.
Gambar 6.1. Zona Brillouin pertama

Ada juga zona Brillouin kedua, ketiga, dll, , berhubungan dengan rangkaian daerah

yang memisah (semua dengan volume yang sama) untuk meningkatkan jarak terdekat dari

asal, tetapi ini lebih jarang digunakan. Sehingga, zona Brillouin pertama sering disebut

sebagai zona Brillouin saja (Secara umum, zona Brillouin-n terdiri dari himpunan titik-titik

yang dapat dihubungkan dari asal dengan melintasi n-1 bidang Bragg yang berbeda). Sebuah

konsep yang terkait bahwa dari zona Brillouin dapat diminimalkan, yang merupakan zona

Brillouin pertama dikurangi dengan semua simetri dalam kelompok titik kisi.

2.7 Zona Brillouin Kisi Satu Dimensi

Zona Brillouin juga dikatakan sebagai representasi tiga dimensi dari nilai k, k

adalah vektor bilangan gelombang yang searah dengan rambatan gelombang. Nilai kritis

bilangan gelombang k tergantung dari sudut antara datangnya elektron dengan

bidang kristal, θ. Oleh karena itu dalam kristal tiga dimensi k kritis tergantung dari

arah gerakan elektron relatif terhadap kisi kristal, dan kemungkinan adanya susunan

bidang kristal yang berbeda. Jika jarak antar ion dalam padatan adalah a, maka dari


persamaan |k|= ≡± k , kita dapatkan nilai kritis bilangan gelombang untuk kasus
d sin θ

satu dimensi adalah


k kritis= dengan n=±1 , ± 2, ± 3 …(6.1)
a
Daerah antara –k1 dan +k1 disebut zona Brillouin pertama. Gambar 6.2 memperlihatkan

situasi satu dimensi yang menggambarkan zona yang pertama.

Gambar 6.2. Gambaran satu dimensi Zona Brillouin pertama.

2.8 Zona Brillouin Kisi Dua Dimensi

Pada kasus dua dimensi kita melihat gambaran nilai-nilai batas k pada

sumbu koordinat x-y pada Gambar 6.3. Karena baik bidang vertikal maupun horizontal

dapat memantulkan elektron, maka kita memiliki hubungan

π 2
k x n1 + k y n2 = (n +n 22 ) (6.2)
a 1

Gambar 6.3. Gambaran dua dimensi zona Brillouin pertama.


2.9 Zona Brillouin Kisi Tiga Dimensi

Pada kasus tiga dimensi, kita melihat satu contoh Zona Brillouin untuk kisi kristal

kubus sederhana. Untuk kasus ini hubungannya (8.16) berubah menjadi

π 2
k x n1+ k y n2 +k z n3= ( n 1 +n 22 +n 32) (6.3)
a

Gambar 6.4. memperlihatkan gambaran tiga dimensi zona Brillouin pertama pada kisi

kristal kubus sederhana.

Gambar 6.4. Zona Brillouin pertama kisi kristal kubus sederhana

Untuk BCC, kisi resiproknya adalah kisi FCC. Bekerja pada garis yang sama

dapat ditemukan bahwa kisi resiprokal dari kisi bcc adalah kisi yang face-centred dan

sesuai zona Brillouin pertama adalah berbentuk belah ketupat dodecahedron.


Gambar 6.5. Zona Brillouin BCC

Untuk FCC, kisi resiproknya adalah kisi BCC. Kisi resiprokal dari kisi fcc adalah

kisi yang body-centred dan sesuai zona Brillouin pertama adalah segi delapan.
Gambar 6.6. Zona Brillouin FCC
BAB III

KESIMPULAN

Dinamika kristal dibagi menjadi beberapa


bagian, diantaranya dalam vibrasi kristal
terdapat Gelombang Tak Elastik dan Fonon.

Energi vibrasi dari kisi disebut sebagai fonon, yang mana merupakan vibrasi kolektif suatu
bahan. Vibrasi ini dapat terjadi pada atom monoatomik dan diatomik.Getaran atom dapat pula
disebabkan oleh gelombang yang merambat pada kristal. Ditinjau dari panjang gelombang yang
digunakan dan dibandingkan dengan jarak antar atom dalam kristal, dapat dibedakan pendekatan
gelombang pendek dan pedekatan gelombang panjang
DAFTAR PUSTAKA

Sirait, Motlan. 2017. Pendahuluan Fisika Zat Padat. Medan : UNIMED Press

Solyo, Jeno. 2007. Fundamental Of The Physics Of Solids. Germany: Springer.

Kittel, C. 1996. Introduction to Solid State Physics Seventh Editio. United States Of America:

John Willey & Sons.

Parno. 1999. Pendahuluan Fisika Zat Padat: Dinamika Kisi. Diakses melalui

http://elearning.unsri.ac.id/ pada tanggal 23 Mei 2013.

Sudaryatno, S dan Ning Utari S. 2012. Mengenal Sifat Material. Bandung: Darpublic.

Huang, Yuan Ming. - . Solid State Physics. Diakses melalui http://www.lcst-cn.org/Solid

%20State%20Physics/Ch24.html pada tanggal 25 Mei 2013.

Anda mungkin juga menyukai