DAFTAR ISI
PEKERJAAN KONSTRUKSI TERINTEGRASI ENGINEERING
PROCUREMENT CONSTRUCTION AND COMMISSIONING (EPCC)
PENGEMBANGAN DAN MODERNISASI PG ASSEMBAGOES SITUBONDO
PROPOSAL ADMINISTRASI DAN TEKNIS
SECTION B.8 KONSEP PENYELENGGARAAN K3 DAN RENCANA K3 KONSTRUKSI
PART B.8.1 ANALISA BAHAYA TERKAIT K3 DAN RK3 Page 2 of 35
1. UMUM3
2. RUANG LINGKUP 4
3. DOKUMEN REFERENSI 4
4. DEFINISI 4
5. SISTEM HSE 5
5.1. Kepemimpinan dan Akuntabilitas 5
5.2. Peran dan Tangung Jawab Personil 7
5.2.1. Manajer Proyek 7
5.2.2. Manager Project Planning & Control 8
5.2.3. HSE Manager 9
5.2.4. Deputy HSE Manager 11
5.2.5. Manajer Konstruksi 12
5.2.6. Field Engineering Manager di Proyek 13
5.2.7. HSE Officer 13
5.2.8. Commissioning/ Operation Manager 14
5.2.9. Supervisor 14
5.2.10. Business Manager 15
5.2.11. Subkontraktor 16
5.2.12. Karyawan dari KONTRAKTOR dan Subkontraktor 17
5.3. Pengurus P2K3 Proyek (HSE Committee) 18
5.4. SMHSE Subkontarktor dan Kontrol Pembelian 18
6. HSE PADA TAHAP ENGINEERING DESAIN 19
7. PROGRAM HSE 19
7.1. Komunikasi dan Pertemuan 20
7.1.1. Pertemuan Komite HSE 20
7.1.2. Pertemuan HSE 21
7.1.3. Pertemuan Pencapaian/ Progress HSE 21
7.2. Pelatihan dan Kursus-Kursus 21
7.3. Identifikasi Bahaya & Pengendalian Resiko (Manajemen Resiko) 22
7.4. Identifikasi dan Pemenuhan Peraturan Perundangan 23
7.5. Rencana Kerja 24
7.6. Alat Pelindung Diri (APD/ PPE) 25
7.7. Program Kepedulian, Pelatihan dan Kompetensi HSE 25
7.8. Ijin Kerja/ Surat Ijin Kerja Aman (SIKA) 26
7.9. Program Transportasi dan Jalan27
7.10. Program Inspeksi dan Pemeliharaan Peralatan 27
7.10.1. Perencanaan Peralatan dan Mesin 27
7.10.2. Inspeksi 28
7.10.3. Operator dan Sopir 28
7.10.4. Jadwal Inspeksi dan Pemeliharaan 28
7.11. KESEHATAN, KESELAMATAN KERJA DAN LINDUNGAN LINGKUNGAN 29
7.12. Analisa Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan (K3LL) 33
1. UMUM
Rencana HSE dikirim kepada PEMILIK sebagai Pemberi Tugas (Owner) untuk diperiksa/ disetujui
yang mengacu pada regulasi-regulasi yang berlaku maupun persyaratan PEMILIK serta mencakup
antara lain : Kebijakan HSE (Health Safety and Environmental) Policy, Sistem Manajemen HSE
(SMHSE), Susunan Organisasi HSE, Sasaran dan target pencapaian HSE, Program-program
pertemuan dan training HSE, Peran dan tangung jawab tiap personil di proyek, Resiko bahaya
terhadap Kesehatan, Keselamatan dan efek Lingkungan di area kerja, Investigasi Kecelakaan,
Kesiapan Tanggap Darurat, Audit HSE serta Sistem Pelaporan HSE.
2. RUANG LINGKUP
Rencana HSE (HSE Plan) ini dibuat dalam rangka menegakkan implementasi HSE terhadap
pencapaian sasaran dan target (KPI : Key Performance Indicator) HSE pada Proyek
Pengembangan dan Modernisasi PG Assembagoes Situbondo.
Apabila terjadi perselisihan diantara Rencana HSE ini dengan persyaratan HSE dari pihak
PEMILIK, maka persyaratan dari PEMILIK merupakan persyaratan yang harus diutamakan
terhadap pemenuhannya.
3. DOKUMEN REFERENSI
Undang-Undang No. 1, 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
Permenaker No. PER. 05/ MEN/ 96 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
OHSAS 18001-2007 Tentang Sistem Manjemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
4. DEFINISI
a. HSE : Health, Safety and Environmental termasuk di dalamnya
mewakili aspek Kesehatan, Keselamatan dan Lindungan
Lingkungan (K3LL).
b. Aktifitas : Semua kegiatan yang berhubungan dan atau menghasilkan
suatu service, produk maupun fasilitas untuk kepentingan proyek.
c. Kantor Pusat : Jakarta Head Office (Kantor Pusat Kontraktor di Jakarta)
d. Proyek Site : Kantor Proyek Kontraktor di Lapangan/ Site.
e. Komite HSE : HSE Committee/ P2K3LL (Panitia Pengawas Kesehatan,
Keselamatan Kerja dan Lindungan Lingkungan)
f. KONTRAKTOR : Konsorsium Adhi – Wahyu, sebagai EPC Pelaksana Proyek
Pengembangan dan Modernisasi PG Assembagoes Situbondo.
g. PEMILIK : PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XI Sebagai Pemberi Tugas
(Owner) pada Proyek Konstruksi Terintegrasi Engineering,
Procurement, Construction And Commissioning (EPCC)
Pengembangan dan Modernisasi PG Assembagoes Situbondo.
5. SISTEM HSE
Kepemimpinan dan Akuntabilitas
Kepemimpinan dan akuntabilitas setiap individu dalam organisasi proyek harus selaras
dengan kebijakan HSE KONTRAKTOR. Kebijakan HSE merupakan landasan penting
untuk keberhasilan pengelolaan HSE dalam setiap Fase proyek Engineering, Procurement
dan Construction (EPC).
Kebijakan HSE KONTRAKTOR dilandasi oleh komitmen kuat Pimpinan Tertinggi Proyek
dalam melaksanakan pengelolaan HSE secara baik dan benar guna melindungi pekerja,
Subkontraktor/ Vendor, masyarakat sekitar dan lingkungan serta memberi nilai tambah dan
peningkatan kepercayaan klien.
Kepemimpinan dan Akuntabilitas KONTRAKTOR terhadap HSE meliputi :
- Komitmen Manajemen : Seluruh lini manajemen hingga pimpinan unit kerja terkecil
KONTRAKTOR harus menunjukkan sikap kepemimpinan dan memiliki komitmen untuk
selalu menerapkan dan meningkatkan kinerja HSE dalam tindakan-tindakan nyata
antara lain : prioritas aspek HSE, terlibat dalam organisasi HSE, anggaran, sarana dan
tenaga yang professional, koordinasi implementasi HSE dan penilaian kinerja HSE dan
peningkatan yang berkelanjutan.
- Kebijakan HSE : Adalah suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pimpinan
tertinggi KONTRAKTOR proyek, memuat keseluruhan pandangan dan tujuan
KONTRAKTOR, komitmen serta tekad melaksanakan manajemen aspek HSE.
- Kebijakan HSE Poyek Pengembangan dan Modernisasi PG Assembagoes Situbondo
yang telah dibuat sesuai Lampiran-02, disebarluaskan dan disosialisasikan ke seluruh
karyawan/ pekerja di lingkup KONTRAKTOR maupun Subkontraktor.
- Rencana Kerja : Program-program/rencana kerja HSE mengacu pada kebijakan HSE
dan terintegrasi dengan aktifitas proyek termasuk dampak penting dan resiko
bahayanya yang meliputi : pemenuhan dan pentaatan terhadap peraturan perundang-
undangan, pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta upaya pelestarian
lingkungan, pencegahan penanggulangan kecelakan, kebakaran dan penyakit akibat
kerja, pelaksanaan inspeksi peralatan/ instalasi dan program lain sebagai penunjang
pelaksanaan manajemen HSE.
- Tujuan dan Sasaran : Tujuan dan sasaran HSE KONTRAKTOR dirumuskan dalam
bentuk sasaran pokok dan target-target kuantitatif (Key Performance Indicator/ KPI),
sehingga dapat dilakukan pengukuran dalam kemajuan pencapaiannya.
tehnik : Audit dan tinajuan terhadap kinerja HSE, indikasi adanya ketidak sesuaian,
instruksi atau rekomendasi terhadap tindakan koreksi, rekomendasi, dll.
Manajer Proyek
Manajer Proyek bersama-sama dengan Deputy Project Manager sabagai penanggung
jawab utama manajemen HSE proyek bertanggung jawab dan mempunyai otoritas
untuk memastikan semua jajaran di bawahnya menerapkan secara efektif sistem
manajemen HSE melalui Kebijakan HSE yang telah ditetapkan, serta memastikan
pelaksanaan proyek telah memenuhi ketentuan dan dilaksanakannya perbaikan atas
temuan-temuan yang di bawah standard.
HSE Manager
HSE Manager sebagai pelaksana HSE mempunyai otoritas penuh untuk menghentikan
pekerjaan apabila ditemukan adanya pelanggaran HSE. HSE Manager dapat secara
langsung memerintahkan HSE Officer/ HSE Supervisor untuk melakukan kontrol HSE
serta menerapkan semua persyaratan HSE di proyek site.
Secara lebih rinci tugas dan tanggung jawab HSE Manager adalah sebagai berikut :
Membuat dan membentuk organisasi komite HSE (P2K3-K3LL) di proyek site yang
melibatkan semua subkontraktor serta memberikan penugasan kepada HSE
Officer/ Supervisor.
Membuat prosedur HSE, Rencana Pelatihan HSE, dll. sebagai tindak lanjut
pelaksanaan kegiatan program HSE.
Membuat Prosedur Kondisi Tanggap Darurat beserta sistem alarm, rute
pengungsian/ evakuasi untuk menuju ke area berkumpul (Assembly Point) dan jalur
komunikasi maupun koordinasi terhadap pelaksanaan keselamatan maupun
keamanan.
Membuat program pelatiahan HSE serta memprakarsai pelaksanaan pelatihan
tersebut dengan jalan dilakukan sendiri maupun dengan dibantu oleh Supervisor/
HSE Officer.
Manajer Konstruksi
Secara lebih rinci peran dan tanggung jawab Field Engineering Manager di Proyek
adalah :
Berkoordinasi dengan jajaran manager maupun koordinator lainnya dalam rangka
memastikan bahwa aktifitas Subkontraktor telah berjalan sesuai persyaratan dan
standar HSE yang berlaku termasuk pemenuhan sasaran dan target HSE dari
PEMILIK.
Mengawasi langsung lingkup Field Engineering Team yang berada di bawahnya.
Memastikan Subkontraktor mendapatkan/ memiliki ijin kerja sesuai persyaratan yang
ditentukan.
Memastikan identifikasi, analisa dan evaluasi bahaya (JSA/ HIRARC) sudah
dipersiapkan dan diterapkan serta menyiapkan prosedur kerja yang
mempertimbangkan tindakan untuk mengontrol potensi bahaya dari pekerjaan
tersebut.
Memastikan dan meyakinkan bahwa pekerjaan Subkontraktor sudah mengikuti
prosedur kerja yang ditetapkan.
Melaporkan setiap masalah yang berhubungan dengan HSE serta langkahlangkah
penyelesaian dan antisipasinya kepada Site Manager.
HSE Officer
Tugas dari HSE Officer adalah membantu HSE Deputi Manage/ HSE Manager dalam
menjalankan program HSE.
Tugas dan tanggung jawab utamanya adalah :
Memastikan prosedur HSE telah dilaksanakan dan melaporkan jika ada
ketidaksesuaian atau pelanggaran.
Melaksanakan kegiatan HSE dengan mengisi form laporan harian HSE dan laporan
hasil inspeksi HSE untuk dilaporkan kepada HSE Manager serta meminta arahan
untuk peningkatan / perbaikan pelaksanaan HSE di proyek sebagai berikut:
1. Memberikan pengarahan HSE kepada karyawan dan pekerja agar
memperhatikan aturan-aturan HSE ketika memasuki wilayah pekerjaan di
proyek, khususnya pada lokasi yang beresiko kecelakaan tinggi, pada awal
proyek dan secara teratur (2 mingguan).
2. Memberikan peringatan secara lisan maupun tertulis bagi karyawan dan
pekerja proyek yang tidak menjalankan program HSE.
Supervisor
Supervisor bertanggung jawab untuk memastikan pekerjaan yang di bawah
pengawasannya dilaksanakan dengan efisien, aman dan tidak membahayakan
lingkungan, serta sesuai dengan jadwal persyaratan yang telah ditetapkan.
Business Manager
Business Manager bertanggung jawab pada berbagai macam kejadian administrasi
maupun yang berhubungan dengan bisnis terhadap kesehatan dan keselamatan
karyawan maupun proteksi terhadap potensi terjadinya kerusakan lingkungan.
Subkontraktor
Semua hal yang berhubungan dengan persyaratan HSE harus dimasukkan dalam
subkontrak dokumen untuk menjaga pertentangan atau ketidaksesuaian dengan
persyaratan HSE selama pekerjaan berkangsung.
Tugas dan tanggung jawab utama Karyawan/ personil dari KONTRAKTOR dan
Subkontraktor adalah :
Personil Subkontraktor mempunyai tanggung jawab penuh kepada manajemen
HSE yang merupakan bagian dari pekerjaan di area kerjanya.
Menyadari bahwa pengawasan HSE adalah tanggung jawab semua personil baik
staff maupun pekerja.
Menghadiri kursus pengenalan HSE sebelum memulai kerja di lapangan dan
kursus HSE untuk pekerjaan yang spesifik sesuai keperluan.
Mengamati pelaksanaan peraturan dan prosedur HSE.
Tidak dijinkan melakukan pekerjaan spesifik atau bekerja di lokasi tanpa mambuat
ijin kerja yang sudah disetujui sesuai dengan prosedur Work Permit.
Mengikuti instruksi dan pengarahan keselamatan kerja yang diberikan oleh atasan.
Mengetahui system alarm dan semua tindakan yang diperlukan pada keadaan
darurat seperti kebakaran, ledakan material, material yang dapat terbakar atau gas
beracun dan sebagainya.
Merujuk pada Pedoman Sistem Manajemen HSE KONTRAKTOR, maka akan berlaku pula
pada Sistem Manajemen Subkontraktor, dimana program ini memberikan jaminan aktifitas
Subkontraktor yang mencakup pemeriksaan dan audit HSE oleh KONTRAKTOR, melalui 6
(enam) Iangkah :
1. Penilaian Risiko : Adalah Iangkah awal untuk mengkaji sejauh mana risiko pekerjaan
yang akan di Subkontrakkan.
7. PROGRAM HSE
Pencegahan adalah suatu elemen kunci yang digunakan untuk memperkecil tingkat resiko bahaya
kecelakaan maupun sakit, kejadian yang tidak terprediksi, serta pentingnya tindakan tanggap
darurat yang harus diambil bilamana terjadi kecelakaan sampai dengan pertolongan medis
maupun rumah sakit dengan melakukan koordinasi dengan pihak PEMILIK.
Hasil dari pertemuan harus diketahui oleh semua pihak termasuk pekerja dengan cara
menyampaikannya lewat forum pekerja (Tool box, dll) maupun dengan memasang poster
pada papan informasi HSE.
Pertemuan Komite HSE
Pertemuan Komite HSE dipimpin oleh Manajer Umum Site/ Lapangan yang dihadiri
oleh Manajer HSE, Manajer Konstruksi Lapangan/ Deputy, Manajer Disiplin Lapangan
serta perwakilan Subkontraktor termasuk Manajer HSE.
Tujuan Utama dari Pertemuan Komite HSE adalah :
Memastikan apakah manajemen HSE telah dilaksanakan sesuai ketentuan pada
semua unit kelompok kerja yang terkait.
Memastikan bahwa pekerjaan konstruksi dilakukan dengan aman dan lancar sesuai
dengan aturan dan persyaratan yang berlaku.
Memimpin inspeksi HSE di semua area balk lingkungan kantor lapangan maupun
lokasi kerja sebelum pertemuan Komite HSE.
Koordinasi dan mengontrol seluruh area atau kondisi kerja yang berpotensi bahaya
di area kerja Subkontraktor.
Mendiskusikan permasalahan HSE yang diajukan oleh setiap Subkontraktor
terhadap jalan keluar maupun antisipasinya.
Menambah pengetahuan dan keasadaran Subkontraktor terhadap aspek HSE.
Melaksanakan program kursus HSE.
Merekomendasikan individu maupun kelompok untuk mendapatkan penghargaan,
hal tersebut berkaitan dengan rencana penghargaan HSE dalam rangka
mempromosikan pekerja/ karyawan agar dapat memperbaiki performa kinerja HSE.
Menyimpan dokumen hasil dari pertemuan Komite HSE sampai dengan berakhirnya
proyek.
Mempromosikan dan memelihara Housekeeping dan pembuangan sampah sesuai
dengan persyaratan (baik sampah bongkaran eksisting maupun material sisa
pekerjaan).
Pertemuan HSE
Pertemuan HSE yang dipimpin oleh Manajer HSE dari KONTRAKTOR dihadiri oleh
staff HSE dan Manajer HSE dari Subkontraktor yang diadakan secara mingguan.
Tujuan Utama dari Pertemuan HSE adalah :
Secara umum pelatihan dan kursus-kursus/ training di lapangan terdiri dari 5 program :
1. Pengenalan HSE (Induksi dan Orientasi HSE)
2. Kursus HSE bagi pekerja yang ditugaskan untuk pekerjaan baru dan spesifik.
3. Kursus HSE untuk pekerja sebelum ditugaskan untuk pekerja yang berpotensi tinggi
terhadap bahaya terjadinya pelanggaran keselamatan kerja.
4. Kursus HSE dalam rangka untuk penyegaran (Refresher)
Program kursus/ training HSE dan prosedurnya dibuat oleh Manajer HSE KONTRAKTOR,
sedangkan pelaksanaan kursus HSE diatur oleh Manajer HSE, Deputy Manajer HSE,
Officer/ Suprvisor HSE yang kompeten maupun personil lain yang ditunjuk oleh Manajer
HSE.
Pada dasarnya, seluruh Manajer HSE Subkontraktor harus hadir dalam kursus-kursus K3L
serta menyelenggarakan kursus HSE yang berhubungan dengan Iingkup kerjanya pada
staff, foreman maupun pekerja Iainnya sesuai dengan bahan kursus yang diselenggarakan
oleh KONTRAKTOR. Komunikasi dalam kursus harus dengan bahasa yang mudah
dimengerti oleh peserta kursus termasuk para pekerja lapangan.
Data kursus yang terdiri dari daftar hadir, topik training, dokumentasi maupun materi
kursus harus diserahkan kepada bagian HSE Kantor Pusat Kontraktor dan disimpan
selama masa konstruksi.
Adalah sangat penting untuk menjalankan pekerjaan dengan aman dan selamat, serta
menyadari bahwa potensi bahaya berada di dalamnya. Meskipun jumlah dan/ atau
frekuensi bahaya tersebut tergantung dari jenis pekerjaan. Pendekatan team harus
dilakukan untuk menganalisa pekerjaan dan untuk memperkirakan potensi bahaya yang
timbul sebelum pekerjaan dimulai. Supervisor dan personil yang berpengalaman dengan
pekerjaan tersebut harus dilibatkan penuh dalam membuat Analisa Keselamatan Kerja.
Analisa Keselamatan Kerja/ JSA/ HIRARC yang dibuat digunakan untuk mendukung
pengembangan prosedur kerja yang efektif, praktis yang termasuk di dalamnya :
Memperhatikan dan mendiskusikan bagaimana pekerjaan dilakukan.
Hasil dari JSA/ HIRARC dan penilaian resiko harus dikumpulkan dan dipergunakan untuk
membuat Rencana Kerja (Work Execution Plan) untuk setiap pekerjaan. Kemudian
Rencana kerja yang telah dibuat harus disosialisasikan kepada semua pekerja dan staff
melalui forum tool box meeting sebelum melaksanakan pekerjaan.
Sebelum implementasi HSE dilaksanakan pada aktifitas proyek, HSE Manager dibantu
oleh jajaran di bawahnya harus mengidentifikasi semua peraturan perundangundangan
dan standar HSE yang berlaku termasuk persyaratan maupun spesifikasi dari PEMILIK.
Dalam pelaksanaannya, HSE manager akan membentuk tim untuk mendokumentasikan
peraturan perundang-undangan dan standar dibidang HSE. Dari hasil identifikasi ini
kemudian disusun Peraturan HSE dan Pedoman pelaksanaan HSE proyek.
Detail dari pemenuhan terhadap persyaratan peraturan perundangan yang berlaku sesuai
dengan Lampiran-07.
Rencana Kerja
Untuk pekerjaan dengan bahaya spesifik, Manajer Konstruksi Lapangan harus
bertanggung jawab menyiapkan data yang lengkap tentang bahaya tersebut serta
menugaskan Subkontraktor menyiapkan dan menyerahkan Rencana Kerja (Work
Execution Plan). Berikut ini adalah aktifitas konstruksi, tetapi tidak hanya terbatas dan
dipertimbangkan memiliki bahaya kerja yang spesifik :
Pekerjaan Pembongkaran fasilitas eksisting (pondasi, tanki, dIl).
Pemasangan dan pembokaran Scaffolding (lebih tinggi dari 10 m, Suspend type dan
overhanging type scaffold)
Pekerjaan listrik (setelah dialiri arus listrik)
Pekerjaan pengangkatan dengan beban berat, tinggi, atau peralatan yang tidak
seimbang dan bangunan structure yang mengunakan crane atau mesin angkat (dengan
berat beban lebih dari 5 ton)
Radiography
Penggalian lobang dan parit yang dalam (dengan kedalaman 5 m lebih)
Bekerja di dalam ruang terbatas (vessel, tangki, dll)
Bekerja di peralatan yang sedang berjalan (running).
Bekerja di dalam area proses operasi (existing)
Mengangkat peralatan yang sedang bekerja
Work Execution Plan (Rencana kerja) yang diserahkan oleh Subkontraktor harus diperiksa
oleh personel yang berkompoten dan berpengalaman yang di tunjuk oleh Manager
Konstruksi. Manager HSE/ Deputy Manager HSE harus dilibatkan dalam permeriksaan
Work Execution Plan.
keselamatan di proyek sesuai dengan aktifitas pekerjaannya antara lain : Sepatu Safety,
Helm, Safety Goggles, Hand Gloves, Ear Plug, dll.
Untuk kontrol terhadap pendistribusian APD ke masing-masing pekerja, KONTRAKTOR
akan membuat Logbook khusus untuk APD.
Untuk mengatur terhadap APD/ PPE, KONTRAKTOR mempunyai prosedur Personal
Protective Equipment (PPE).
Manajer Umum Lapangan dibantu oleh Manajer HSE melakukan seleksi kepada masing-
masing personil di jajaran bawahannya terhadap persyaratan Kompetensi HSE baik dari
segi pengalaman sebelumnya maupun kelengkapan kursus-kursus maupun pelatihan yang
telah dilakukan sebagai kebutuhan kecakapan dalam lingkup kerjanya terhadap kepedulian
HSE.
ketinggian, scaffolding, kerja di ruang terutup/ confine space, dll), maupun penggalakan
pelaksanaan safety observasi (STOP) untuk menjadikan budaya kerja aman yang melekat
pada semua personil baik karyawan/staff maupun pekerja lapangan dari pihak
KONTRAKTOR dan Subkontraktor.
Manager HSE harus bertanggung jawab untuk mengesahkan Prosedur ijin kerja
KONTRAKTOR yang digambarkan sebagai berikut :
Kondisidan jenis izin kerja yang diperlukan
Departement atau orang yang berwenang mengeluarkan ijin kerja
Proses aplikasi dan langkah pembuatan ijin kerja
Survey kondisi eksisting yang melibatkan pihak berwenang dari PEMILIK dan atau
pengukuran yang diperlukan
Prosedur ijin kerja akan disesuaikan dengan persyaratan SIKA (Surat Ijin Kerja Aman) dari
pihak PEMILIK. Ijin kerja dari Subkontraktor dan persyaratannya harus tergambar jelas di
dalam prosedur ijin kerja KONTRAKTOR.
diperlukan untuk kendaraan, hukuman bagi para pelanggar, dn. Peraturan lalu-Iintas harus
ditaati oleh semua pengemudi dan para pejalan kaki. Selain itu, peraturan lalu-lintas di
area proyek maupun ruang lingkup operasional PEMILIK juga harus ditaati.
Inspeksi
Seluruh peralatan bergerak harus diinspeksi oleh Inspektor Peralatan Konstruksi dan
Departemen HSE KONTRAKTOR. Peralatan yang dipertimbangkan tidak aman tidak
diijinkan untuk masuk dan diopersikan dilapangan. Semua bagian mesin dan
pengangkut peralatan harus dalam kondisi yang baik dan terawat.
untuk jenis peralatan yang dioperasikannya. Kualifikasi operator akan menjadi bahan
periksa oleh Inspektor Peralatan Konstruksi dan Departemen HSE KONTRAKTOR.
Nama dan surat ijin (SIM/SIO) daripada sopir atau operator mesin dan alat yang akan
dioperasikan harus dikirimkan ke Departemen HSE KONTRAKTOR paling lambat dua
hari sebelum pekerjaan dilaksanakan. Semua sopir dan operator harus mengikuti tes
lapangan yang dilakukan oleh Departemen HSE KONTRAKTOR, setelah itu baru
dikeluarkan ijin operasinya.
Perawatan peralatan harus dilakukan dilokasi yang telah ditentukan. Bocoran dan
tumpahan dari peralatan harus segera dibersihkan dan dibuang pada tempat yang telah
ditentukan, tidak boleh terjadi tumpahan oli atau minyak ditanah.
Sistem keselamatan dalam bekerja harus ada pada saat melakukan perawatan atau
perbaikan dan tidak boleh melakukan perbaikan pada saat mesin hidup atau berjalan.
7.11.2 Kesehatan
Penerangan ruangan yang memadai untuk area proses, utilitas dan area pengembangan
lain harus disediakan.
Power outlet (soket untuk penyambungan listrik untuk power tool) harus disediakan pada
jarak setiap 30m disepanjang jalan utama dan jalan untuk pejalan kaki yang mengakses ke
bangunan-bangunan.
Jenis socket harus disesuaikan untuk area dimana power outlet tersebut ditempatkan.
Kebisingan
Kontrol atas tingkat kebisingan sangat diperlukan. Jika pengurangan kebisingan pada plant
dan peralatan sulit direalisasikan, maka peralatan harus dikelilingi tembok peredam suara
bising jika perlu.
Kebutuhan akan kontrol atas kebisingan dan getaran harus dipertimbangkan sejak
pembuatan desain instalasi. Untuk referensi terinci, baca Peraturan Pemerintah berikut ini:
Batas tertinggi paparan radiasi yang diijinkan pada seseorang secara terus menerus, tanpa
mengakibatkan kerugian sebesar 500 Btu/hr.ft2. Radiasi solar adalah sekitar 220 Btu/hr.ft2.
Ketinggian cerobong api harus didesain hingga tingkat radiasi pada bagian dasarnya
kurang dari 500 Btu/hr.ft2 saat peak flaring.
Keselamatan
Area Paparan Potensial
Paparan dari bahan kimia di bagian stasiun pemrosesan umumnya minimal, karena
kebanyakan bahan kimia ditangani dalam sistem tertutup misalnya jalur pipa dan
bejana. Namun demikian, resiko paparan bahan kimia tetap ada, dikarenakan:
a. Pengambilan sampel
b. Pengeringan peralatan saat pekerjaan maintenance
c. Pengeringan dan penyaluran bahan kimia saat operasi permulaan dan penutupan.
d. Kebocoran lewat titik-titik lemah misalnya, valve gland, seal pompa, dll.
e. Kecelakaan patah/pecah pada jalur dan peralatan
Ketentuan Mengenai Menekan Resiko Paparan Dalam Desain Paparan pada pabrik gula dapat
terjadi dalam kasus operasi awal, penghentian operasi dan juga operasi normal.
Desain harus dibuat sehati-hati mungkin dengan memasukkan tindakan pencegahan dan
perlindungan keselamatan sejauh diperlukan, guna mengurangi, jika tidak dapat menghilangkan,
resiko bocornya material berbahaya dan dengan demikian menekan resiko paparan.
Resiko kebocoran / pelepasan bahan berbahaya dapat dikurangi saat tahap desain, dengan cara:
Meminimalkan sambungan pada peralatan /perpipaan.
Memakai fittings/glands khusus
Meminimalkan sambungan bercabang misalnya pada instrument dll.
Spesifikasi material Perpipaan harus memberikan panduan yang jelas untuk pemilihan flange dan
gasket yang sesuai untuk kebutuhan pengoperasian dan kondisi operasi khusus, temperatur dan
tingkat tekanan khusus.
Valve umumnya dipasang dengan stem mengarah vertikal ke atas. Gate valve dipasang di sekitar
valve pelindung / pelepas dan jalur cerobong api harus dipasang dalam posisi stem mengarah
horizontal atau vertikal ke bawah agar menghindari gate tersebut jatuh tidak sengaja dan
menghalangi jalur.
Semua jalur pengering titik rendah dan ventilasi titik tinggi pada Perpipaan harus dirancang untuk
ujungnya dipasangi blinding dan /atau tutup atau sumbat.
Sambungan di masa mendatang harus di-blind. Saluran contoh harus dikelompokkan bersama
sejauh mungkin. Hal ini harusdilakukan dengan suatu sample cabinet dan fasilitas saluran
pengering umum. Fasilitas ini tidak akan diletakkan pada ujung mati pipa. Panjangnya akan dibuat
sependek mungkin.
Titik pengambilan contoh dibuat dua valve. Tidak boleh ada tekukan di antara valve. Valve
sampling kedua (di luar) haruslah berukuran sama atau lebih kecil daripada valve dalam. Ujung
keran pengambilan sampel haruslah sesuai untuk pengambilan sampel.
Saluran pengambilan contoh untuk pekerjaan bahan beracun harus dilengkapi dengan saluran
pengambilan contoh. Melalui saluran pengambilan contoh dapat dialirkan ke jalur proses
bertekanan lebih rendah atau header cerobong api. Sehingga sampel dapat dikumpulkan di
saluran tersebut.
Semua peralatan yang digunakan di dalam pabrik gula juga harus dipasang dengan saluran
pembuangan
tertutup, sehingga dapat mengeringkan keseluruhan kandungan saluran pengering ke header
tertutup tanpa tercecer keluar.
Tandem seal atau seal mekanik ganda sesuai ASME
harus digunakan untuk semua pompa dan kompresor bahan kimia / hidrokarbon yang sangat
berbahaya.
Fasilitas tersebut harus termasuk instrumentasi pengaman / monitoring misalnya tombol level,
tombol
tekanan, dll.
Studi Hazid
Hazard Identification (HAZID) adalah suatu tehnik dalam mengenali secaradini setiap
resiko dan ancaman bahaya potensial. Teknik ini harusdilakukan selama tahapan FEED
jika PFD sudah tersedia, agar dari awal sudah dapat mengenali resiko bahaya utama
terhadap Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan (K3LL) sehingga
mampu memberikan masukan pada keputusan –keputusan pengembangan proyek. Hal ini
memungkinkan dibuatnya suatu desain yang lebih aman dan hemat biaya dan resiko
minimal terkena penalti karena perubahan desain.
Studi Hazop
Hazard and Operability Study (HAZOP) adalah suatu tehnik terstruktur guna mengenali
resiko bahaya potensial dalam proses produksi atau dalam tahapan desain. Situasi yang
berbahaya dalam proses produksi terjadi ketika ada penyimpangan dari kondisi operasi
normal.
Konsep dasar dari tehnik tersebut adalah agar dapat memperhitungkan proses dan
mempertanyakan setiap aspek operasionalnya guna mencari penyimpangan dari
tujuan awal desain, dan apa penyebab penyimpangan serta konsekuensinya.
Studi HAZOP harus dilaksanakan dalam tahap engineering dasar oleh kontraktor EPC, jika
semua data P&ID, dan lembar data desain peralatan telah tersedia.
Awalnya proses akan dinilai dan disusun suatu daftar skenario potensi bahaya. Skenario
yang dipilih haruslah yang paling lengkap dengan mengikutsertakan resiko bahaya yang
paling mungkin dan paling buruk. Studi QRA harus mampu mengenali resiko individual
maupun resiko sosial. Studi QRA yang lengkap harus dibuat selama fase engineering
terinci jika semua rincian mengenai peralatan dan item vendor/kontraktor telah tersedIa