Anda di halaman 1dari 64

ISSN 2302-7851

BIMFI
Volume 2 No. 2
Januari - Juni 2014

BIMFI
BERKALA
ILMIAH
MAHASISWA
FARMASI
INDONESIA
INDONESIAN PHARMACY STUDENT JOURNAL
ISSN 2302-7851

Volume 2 No. 2
Januari - Juni 2014

BIMFI
BERKALA
ILMIAH
MAHASISWA
FARMASI
INDONESIA
INDONESIAN PHARMACY STUDENT JOURNAL
SUSUNAN PENGURUS

BOARD OF TRUSTEE DEWAN REDAKSI


Dr. Ahmad Muhtadi, MS., Apt Agus Al Imam B. Universitas Indonesia
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Sujatmoko Universitas Padjadjaran
Dr. Keri Lestari Dandan, M.Si., Apt Oktavia Rahayu A. Universitas Brawijaya
Pemimpin Redaksi Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Yonika Arum Larasati Universitas Gadjah Mada

BOARD OF DIRECTOR PUBLIKASI


Rahmi Khamsita, S.Farm., Apt Retno Rela Mahanani S. Universitas Indonesia
Ade Putri Yulianti Universitas Tanjungpura
PENANGGUNG JAWAB Jihan Shasika Rani Universitas Andalas
ISMAFARSI Nia Anzini Universitas Tanjungpura
Aris Setiyo Universitas Airlangga
PIMPINAN UMUM Prima Ramadhani Universitas Andalas
M. Khairuman Universitas Padjadjaran Muliawati Universitas Hasanuddin

HUMAS DAN PROMOSI


WAKIL PIMPINAN UMUM
Rhesa Ramadhan UIN Syarif Hidayatullah
Restri Akhsanitami Universitas Padjadjaran
Citra Utami Universitas Hasanuddin
Fitri Wulandari Universitas Indonesia
SEKRETARIS Hartika Guspayane Universitas Indonesia
Anggita Sekarsari Universitas Padjadjaran Astina Sicilia Universitas Indonesia
Fitri Arum Sari Universitas Indonesia
TATA LETAK DAN LAYOUT
BENDAHARA Mutiara Annisa M. Institut Teknologi Bandung
Adiba Hasna Ramadhani Universitas Padjadjaran Septian Anggadibya Universitas Padjadjaran
Hesti Lestari Universitas Padjadjaran
Sulistiyaningsih Universitas Indonesia
Khalidazia Universitas Andalas
Diah Lestari Universitas Indonesia
PIMPINAN REDAKSI
Nita Kristiani Universitas Gadjah Mada

ii
ISSN 2302-7851
DAFTAR ISI

Susunan Pengurus................................................................................................................................... ii
Daftar Isi...................................................................................................................................................... iii
Petunjuk Penulisan................................................................................................................................ iv
Setitik Ilmu................................................................................................................................................. ix
Sambutan Pimpinan Umum............................................................................................................... x

PENELITIAN
Formulasi Ekstrak Seduh Hepatoprotektor dari Ekstrak Sambiloto (Andrographis
paniculata)
Willi Tri Andika, Sujatmoko, M. Khairuman
.................................................................................................................................................................................................................................. 64
Preparasi, Karakterisasi dan Uji Efektivitas Lotion Fitosom Ekstrak Pegagan (Centella
asiatica) pada Mencit (Mus musculus) Balb/c Model Dermatitis Kontak Iritan
Oktavia Rahayu A, Pipit Sulistiyani, Zulkarnaen, Putri Fitri Alfiantya, Edwina Narulita Sari
.................................................................................................................................................................................................................................. 71
Activity Test of Lumbricus rubellus Protein Isolate on Bacillus subtilis with Agar Difussion
Method
V. Noviani, T. Terrawati, F. D. Anggraini, S. E. Suherman, M. A. Taufik
.................................................................................................................................................................................................................................. 82
Aktivitas Inhibisi Pseudomonas aeruginosa oleh Protein Cacing Tanah dengan Metode
Difusi Cakram
Susanti, Fitri Devi M, Zila Khuzaimah, Intan WS, Ika S, Riska R
.................................................................................................................................................................................................................................. 87

ADVERTORIAL
Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dalam Sediaan
Masker Peel Off sebagai Antioksidan
Sri Rahayu Evrilia, Hana Nopia, Sri Yannika
.................................................................................................................................................................................................................................. 94
Potensi Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn) sebagai Obat Kumur untuk
Pengobatan Karies Gigi
Farah Naufal Kartiwa, Bella Fikka Gamila
.................................................................................................................................................................................................................................. 101

TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Oksitosin sebagai Peptida Terapetik Antiobesitas dan Antidiabetes
Dewi Okta Briana, Oktavia Rahayu A
.................................................................................................................................................................................................................................. 109

iii
PETUNJUK PENULISAN

Pedoman Penulisan Artikel


Berkala Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia (BIMFI)
Indonesian Pharmacy Student Journal

Berkala Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia (BIMFI) adalah publikasi tiap enam bulanan yang
menggunakan sistem seleksi peer-review dan redaktur. Naskah diterima oleh redaksi, mendapat seleksi
validitas oleh peer-reviewer, serta seleksi dan pengeditan oleh redaktur. BIMFI menerima artikel
penelitian asli yang berhubungan dengan kelompok bidang ilmu farmakologi, farmasetika,teknologi
sediaan farmasi, farmakognosi, fitokimia, kimia farmasi, bioteknologi farmasi, artikel tinjauan pustaka,
laporan kasus, artikel penyegar ilmu kedokteran dan kesehatan, advertorial, petunjuk praktis, serta
editorial. Tulisan merupakan tulisan asli (bukan plagiat) dan sesuai dengan kompetensi mahasiswa
farmasi.

Kriteria Artikel

1. Penelitian asli: hasil penelitian asli dalam ilmu farmasi, kesehatan masyarakat, dan ilmu dasar
farmasi. Format terdiri dari judul penelitian, nama dan lembaga pengarang, abstrak, dan teks
(pendahuluan, metode, hasil, pembahasan/diskusi, kesimpulan, dan saran).
2. Tinjauan pustaka: tulisan artikel review/sebuah tinjauan terhadap suatu fenomena atau ilmu
dalam dunia farmasi, ditulis dengan memerhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca.
3. Laporan kasus: artikel tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca. Artikel ini
ditulis sesuai pemeriksaan, analisis, dan penatalaksanaan sesuai kompetensi farmasi. Format
terdiri dari pendahuluan, laporan, pembahasan, dan kesimpulan.
4. Artikel penyegar ilmu farmasi: artikel yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik
yang sangat menarik dalam dunia farmasi atau kesehatan, memberikan human interest karena
sifat keilmiahannya, serta ditulis secara baik. Artikel bersifat tinjauan serta mengingatkan pada
hal-hal dasar atau farmasi yang perlu diketahui oleh pembaca.
5. Editorial: artikel yang membahas berbagai hal dalam dunia farmasi dan kesehatan, mulai dari
ilmu dasar farmasi, berbagai metode terbaru, organisasi, penelitian, penulisan di bidang
farmasi, lapangan kerja sampai karir dalam dunia farmasi. Artikel ditulis sesuai kompetensi
mahasiswa farmasi.
6. Petunjuk praktis: artikel berisi panduan analisis atau tatalaksana yang ditulis secara tajam,
bersifat langsung (to the point) dan penting diketahui oleh pembaca (mahasiswa farmasi).
7. Advertorial: artikel singkat mengenai obat atau kombinasi obat terbaru, beserta penelitian, dan
kesimpulannya. Penulisan berdasarkan metode studi pustaka.

iv
Petunjuk Bagi Penulis

1. BIMFI hanya akan memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan pada jurnal lain.
2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baik dan benar, jelas, lugas, serta
ringkas. Naskah diketik di atas kertas A4 dengan dua (2) spasi, kecuali untuk abstrak satu (1) spasi.
Ketikan tidak dibenarkan dibuat timbal balik. Ketikan diberi nomor halaman mulai dari halaman
judul. Batas atas, bawah, kiri dan kanan setiap halaman adalah 2.5 cm. Naskah terdiri dari maksimal
15 halaman.
3. Naskah harus diketik dengan komputer dan harus memakai program Microsoft Word. Naskah
dikirim melalui email ke alamat bimfi@ismafarsi.org dengan menyertakan identitas penulis beserta
alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
4. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Penelitian asli harus mengikuti sistematika sebagai
berikut:
1. Judul karangan (Title)
2. Nama dan Lembaga Pengarang (Authors and Institution)
3. Abstrak (Abstract)
4. Naskah (Text), yang terdiri atas:
- Pendahuluan (Introduction)
- Metode (Methods)
- Hasil (Results)
- Pembahasan (Discussion)
- Kesimpulan
- Saran
5. Daftar Rujukan (Reference)
5. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Tinjauan pustaka harus mengikuti sistematika
sebagai berikut:
1. Judul
2. Nama penulis dan lembaga pengarang
3. Abstrak
4. Naskah (Text), yang terdiri atas:
- Pendahuluan (termasuk masalah yang akan dibahas)
- Pembahasan
- Kesimpulan
- Saran
5. Daftar Rujukan (Reference)
6. Judul ditulis dengan huruf besar, dan bila perlu dapat dilengkapi dengan anak judul. Naskah yang
telah disajikan dalam pertemuan ilmiah nasional dibuat keterangan berupa catatan kaki.
7. Nama penulis yang dicantumkan paling banyak enam orang, dan bila lebih cukup diikuti dengan
kata-kata: dkk atau et al. Nama penulis harus disertai dengan asal fakultas penulis. Alamat
korespondensi ditulis lengkap dengan nomor telepon dan email.
8. Abstrak harus dibuat dalam bahasa Inggris serta bahasa Indonesia. Panjang abstrak tidak melebihi
200 kata dan diletakkan setelah judul makalah dan nama penulis.

v
9. Kata kunci (key words) yang menyertai abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Kata kunci diletakkan di bawah judul setelah abstrak. Tidak lebih dari 5 kata, dan sebaiknya bukan
merupakan pengulangan kata-kata dalam judul.
10. Kata asing yang belum diubah ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring (italic).
11. Tabel
12. Gambar
13. Metode statistik
14. Ucapan terima kasih
15. Daftar rujukan disusun menurut sistem Vancouver, diberi nomor sesuai dengan pemunculan dalam
keseluruhan teks, bukan menurut abjad. Contoh cara penulisan dapat dilihat

1. Artikel dalam jurnal

i. Artikel standar
Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for
pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996 Jun 1;124(11):980-3.
atau
Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for
pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996;124:980-3.

Penulis lebih dari enam orang


Parkin Dm, Clayton D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood leukaemia in
Europe after Chernobyl: 5 year follow-up. Br j Cancer 1996;73:1006-12.

ii. Suatu organisasi sebagai penulis


The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical exercise stress testing. Safety
and performance guidelines. Med J Aust 1996;164:282-4.

iii. Tanpa nama penulis


Cancer in South Africa [editorial]. S Afr Med J 1994;84:15.

iv. Artikel tidak dalam bahasa Inggris


Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar seneruptur hos tidligere frisk
kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen 1996;116:41-2.

v. Volum dengan suplemen


Shen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and occupational lung cancer.
Environ Health Perspect 1994;102 Suppl 1:275-82.

vi. Edisi dengan suplemen


Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women`s psychological reactions to breast cancer. Semin
Oncol 1996;23(1 Suppl 2):89-97.

vi
vii. Volum dengan bagian
Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid in non-insulin dependent
diabetes mellitus. Ann Clin Biochem 1995;32(Pt 3):303-6.

viii. Edisi dengan bagian


Poole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flap laceration of the leg in ageing
patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt 1):377-8.

ix. Edisi tanpa volum


Turan I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic ankle arthrodesis in rheumatoid
arthritis. Clin Orthop 1995;(320):110-4.

x. Tanpa edisi atau volum


Browell DA, Lennard TW. Immunologic status of cancer patient and the effects of blood
transfusion on antitumor responses. Curr Opin Gen Surg 1993;325-33.

xi. Nomor halaman dalam angka Romawi


Fischer GA, Sikic BI. Drug resistance in clinical oncology and hematology. Introduction.
Hematol Oncol Clin North Am 1995 Apr;9(2):xi-xii.

2. Buku dan monograf lain

i. Penulis perseorangan
Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd ed. Albany (NY):
Delmar Publishers; 1996.

ii. Editor, sebagai penulis


Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people. New York: Churchill
Livingstone; 1996.

iii. Organisasi dengan penulis


Institute of Medicine (US). Looking at the future of the Medicaid program. Washington: The
Institute; 1992.

iv. Bab dalam buku


Philips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner BM, editors.
Hypertension: patophysiology, diagnosis, and management. 2nd ed. New York: raven Press;
1995.p.465-78.

v. Prosiding konferensi
Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical neurophysiology. Proceedings of
the 10th International Congress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 15-19;
Kyoto, Japan. Amsterdam: Elsevier; 1996.

vii
vi. Makalah dalam konferensi
Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection, privacy and security in medical
information. In: Lun KC, Degoulet P, Piemme TE, Rienhoff O, editors. MEDINFO 92.
Proceedings of the 7th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10; Geneva,
Switzerland. Amsterdam: North-Hollan; 1992.p.1561-5.

vii. Laporan ilmiah atau laporan teknis

1. Diterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor :


Smith P, Golladay K. Payment for durable medical equipment billed during skilled
nursing facility stays. Final report. Dallas (TX): Dept. of Health and Human Services
(US), Office of Evaluation and Inspection; 1994 Oct. Report No.: HHSIGOEI69200860.

2. Diterbitkan oleh unit pelaksana :


Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Helath services research: work force and
education issues. Washington: National Academy Press; 1995. Contract no.:
AHCPR282942008. Sponsored by the Agency for Health Care Policy and research.

viii. Disertasi
Kaplan SJ. Post-hospital home health care: the elderly/access and utilization [dissertation].
St. Louis (MO): Washington univ.; 1995.

ix. Artikel dalam Koran


Lee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: study estimates 50,000 admissions annually.
The Washington Post 1996 Jun 21;Sect A:3 (col. 5).

x. Materi audiovisual
HIV + AIDS: the facts and the future [videocassette]. St. Louis (MO): Mosby-Year book; 1995.

3. Materi elektronik

i. Artikel journal dalam format elektronik


Morse SS. Factors in the emergence of infectious disease. Emerg Infect Dis [serial online]
1995 Jan-Mar [cited 1996 Jun 5]:1(1):[24 screens]. Available from: URL: HYPERLINK
http://www.cdc.gov/ncidod/EID/eid.htm

ii. Monograf dalam format elektronik


CDI, clinical dermatology illustrated [monograph on CD-ROM]. Reeves JRT, Maibach H.
CMEA Multimedia Group, producers. 2nd ed. Version 2.0. San Diego: CMEA; 1995.

iii. Arsip komputer


Hemodynamics III: the ups and downs of hemodynamics [computer program]. Version 2.2.
Orlando (FL): Computerized Educational Systems; 1993.

viii
SETITIK ILMU

Berkala Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia (BIMFI)


Indonesian Pharmacy Student Journal

Satu-satunya jurnal mahasiswa farmasi Indonesia

Berkala Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia (BIMFI) atau Indonesian Pharmacy Student Journal
merupakan berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia
(ISMAFARSI) setiap enam bulan sekali.
Berkala ilmiah ini merupakan langkah awal ISMAFARSI dalam memenuhi kebutuhan mahasiswa
farmasi akan berkala ilmiah dan upaya pemetaan penelitian terkait ilmu kefarmasian di Indonesia.
Maka dari itu, BIMFI berazaskan dari, oleh, dan untuk mahasiwa. Kriteria jenis tulisan yang tercantum
dalam BIMFI adalah penelitian asli, tinjauan pustaka, laporan kasus, artikel penyegar, editorial,
petunjuk praktis, dan advertorial yang dibuat oleh mahasiswa farmasi Indonesia. Karya ilmiah yang
dipublikasikan merupakan artikel terbaik yang sudah menjalani tahap penyaringan dan penilaian. Hal
tersebut didukung oleh sistem redaksional yang digunakan, yaitu seleksi oleh editor dan redaktur, serta
penilaian oleh mitra bestari, yang ahli di bidangnya masing-masing.
Karya ilmiah yang dimuat dalam BIMFI terbagi dalam kelompok bidang ilmu, seperti
Farmakologi, Farmakoterapi, Farmasetika, Teknologi Sediaan Farmasi, Farmakognosi, Fitokimia, Kimia
Farmasi, Analisis Farmasi, Mikrobiologi Farmasi, dan Bioteknologi Farmasi. Karya yang dipublikasikan
adalah tulisan asli (bukan plagiat) dan sesuai dengan kompetensi mahasiswa farmasi.
Sebagai tahap awal penyebaran, BIMFI dalam bentuk cetak akan dibagikan ke beberapa
Fakultas atau Prodi Farmasi di Indonesia. Pada tahap selanjutnya, BIMFI akan dibagikan ke seluruh
Fakultas atau Prodi Farmasi, Asosiasi Institusi Farmasi, Organisasi Profesi Farmasi, dan beberapa
perpustakaan di Indonesia untuk menjamin penyampaian informasi kepada para mahasiswa farmasi
Indonesia. Selain itu, BIMFI juga tersedia dalam bentuk electronic journal yang bisa diakses di website.
Dengan demikian, BIMFI diharapkan dapat memenuhi kebutuhan mahasiswa farmasi akan informasi
ilmu kefarmasian.

ix
SAMBUTAN PIMPINAN UMUM

Salam dari Pimpinan Umum,


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan
kesempatan sehingga BIMFI ini bisa kembali hadir di dunia kefarmasian Indonesia. Salawat selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan umat manusia hingga akhir zaman.
Terima kasih tak lupa diucapkan kepada seluruh pihak yang telah terlibat dalam proses perjalanan
hingga terbitnya BIMFI ini.
Menulis sebuah artikel ilmiah bagi sebagian besar mahasiswa farmasi mungkin bukan menjadi
hal baru. Namun, untuk mempublikasikan karya yang telah dibuat, masih kurang membudaya bagi
mahasiswa. Sebagai wadah jurnal mahasiswa farmasi pertama dan satu-satunya di Indonesia, BIMFI
telah berhasil menjadi konsumsi yang produktif untuk perkembangan ilmu kefarmasian bagi
mahasiswa dan akademisi farmasi. BIMFI dapat dijadikan acuan referensi jurnal bagi mahasiswa sesuai
kebutuhannya. Melalui BIMFI, ISMAFARSI telah menunjukkan kesungguhannya dalam mendukung
Dirjen Dikti Kemendikbud Republik Indonesia, mengenai Wajib Publikasi Ilmiah bagi S1, sehingga dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan jumlah publikasi ilmiah di Indonesia.
Memasuki tahun kedua, BIMFI telah tersebar luas di beberapa kampus farmasi dari Aceh hingga
Manado dan menoreh prestasi sebagai Sub BIMKES (Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Indonesia)
terbaik. BIMFI diharapkan dapat terus menjadi salah satu wadah mahasiswa melatih budaya
mempublikasikan tulisan ilmianya. Dengan adanya berkala ilmiah ini, kami juga berharap dapat
melakukan pemetaan terhadap penelitian terkait ilmu kefarmasian di Indonesia.
Dengan mengingat bahwa ilmu kefarmasian terbagi dalam banyak bidang ilmu, artikel-artikel
yang dipublikasikan dalam BIMFI diklasifikasikan menjadi beberapa jenis tulisan. Sebanyak 4 artikel
penelitian, 2 artikel advertorial, dan 1 artikel tinjauan pustaka dimuat pada edisi ini. Hanya artikel yang
berkualitas dan terbaik yang bisa dimuat di BIMFI karena artikel-artikel yang masuk telah melalui
proses seleksi yang panjang dan proses revisi dari dewan redaksi bersama mitra bestari.
Terima kasih atas perhatiannya dan mohon maaf apabila ada kesalahan yang telah penyusun
lakukan. Sampai berjumpa pada edisi berikutnya. Partisipasi teman-teman mahasiswa farmasi akan
selalu kami nantikan. Semoga berkala ilmiah ini dapat terus membawa manfaat bagi kita semua.
Hidup Mahasiswa Farmasi Indonesia!
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

M. Khairuman

x
FORMULASI EKSTRAK SEDUH HEPATOPROTEKTOR
Penelitian DARI EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata)

Willi Tri Andika1*, Sujatmoko1, M. Khairuman1


1
Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
*Corresponding author’s email : willi.triandika@gmail.com

ABSTRAK

Masalah kesehatan yang muncul sering kali lambat disadari kemunculannya, seperti masalah
kerusakan hati yang sulit dideteksi. Karena itu diperlukan suatu agen praktis sehari-hari yang dapat
mencegah kerusakan hati akibat makanan maupun xenobiotik. Penelitian ini ditujukan untuk membuat
formulasi ekstrak seduh sambiloto (Andrographis paniculata) yang memiliki andrografolid dengan
aktivitas antihepatotoksik yang baik. Penelitian ini dimulai dengan melakukan praformulasi untuk
menentukan dosis, ekstraksi simplisia sambiloto menggunakan metode soxhletasi dengan pelarut
etanol 95%, kemudian dilakukan karakterisasi ekstrak cair, pengentalan ekstrak, karakterisasi ekstrak
kental, dan tahap formulasi. Hasil rendemen ekstrak yang didapatkan sebanyak 4,33% b/b;pH 6;enam
bercak berpendar pada sinar UV 254 nm dan UV 366 pada ekstrak cair dan tiga bercak pada sediaan
dengan eluent etil asetat:kloroform:metanol 0,66:8,9:0,44; kadar air 20% v/b; bobot jenis 0,815;
kerapatan 0,784 g/mL; kadar sari larut air 6%; kadar sari larut etanol 17% dan DER 23,11. Didapatkan
formula untuk ekstrak seduh untuk dua kali pemberian sebagai berikut: ekstrak sambiloto 2,7 g;
NaCMC 1%; PGA; 2%; propil paraben; 0,05%, amilum 30%; sukrosa 40%.

Kata kunci: sambiloto, hepatoprotektor, formulasi ekstrak seduh

ABSTRACT

Health problems are mostly late to be aware of, for instance liver damage which is almost impossible
to detect in early stage. Due to this problem, a practical daily agent of hepatoprotector caused by
foods and xenobiotics is highly needed. This research aimed to formulate an instant granule of
sambiloto (Andrographis paniculata) that has andrographolide a good antihepatotoxicity agent. This
research began with preformulation to determine dose, extraction of sambiloto simplisia by
soxhletation using ethanol 95% as solvent; then characterization of liquid extract and extract
thickening was done, and next step was formulation. The rendemen result came up with 4,33% w/w;
pH 6; six fluorescents spotted under UV 254 nm and UV 366 nm for liquid extract and three
fluorescents spotted for the granule, eluent consisted of ethyl acetate:chloroform:methanol
0,66:8,9:0,44 were used; water content 20% v/w; specific grafity 0,815; density 0,784 g/mL; extract
dissolved in water 6%; extract dissolved in ethanol 17%; and DER 23,11. Formula earned from
analysis for two dose of instant granule: sambiloto extract 2,7 g; NaCMC 1%; PGA; 2%; propyl
paraben; 0,05%, amylum 30%; andsucrose 40%.

Keywords: sambiloto, hepatoprotector, instant granule formulation

64 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


1. PENDAHULUAN dan beberapa mineral seperti kalium, kalsium,
Saat ini, semakin banyak masalah dan natrium. Sambiloto secara empiris bersifat
kesehatan yang muncul karena pola hidup yang menurunkan panas atau panas dalam, antibiotik,
kurang sehat. Hal ini mengakibatkan antipiretik, antiradang, antibengkak, antidiare,
penggunaan obat kimia semakin meningkat yang dan hepatoprotektif. Herbanya efektif untuk
diiringi dengan efek sampingnya yang cukup infeksi dan merangsang fagositosis
berat bagi tubuh. Kedua masalah tersebut (immunostimulan). Sambiloto memiliki efek
membuat masyarakat mulai beralih hipoglikemik, hipotermia, diuretik, antibakteri, dan
menggunakan obat herbal karena efek terapi analgetik. Rasa pahit dan dingin dari sambiloto
yang dipercaya dan efek samping yang relatif akan memasuki meridian jantung dan paru-paru,
ringan dibandingkan obat kimia. meningkatkan kekebalan tubuh seluler, serta
(3)
Sambiloto dikenal dengan berbagai meningkatkan aktivitas kelenjar-kelenjar tubuh.
nama di beberapa daerah. Masyarakat Jawa Zat aktif andrographolid terbukti
Tengah dan Jawa Timur menyebutnya dengan berkhasiat sebagai hepatographolid yaitu
(4)
bidara, sambiroto, sandiloto, sadilata, sambilata, melindungi hati dari zat toksik. Jika sel hati
takilo, paitan, dan sambiloto. Di Jawa Barat mengalami kerusakan maka enzim SGPT dan
disebut dengan ki oray, takila, atau ki peurat. SGOT yang ada di dalam sel hepar akan keluar
Sementara itu nama-nama asing sambiloto dan masuk ke dalam peredaran darah sehingga
adalah chuan xin lian, yi jian xi, dan lan he lian jumlah enzim SGPT dan SGOT dalam darah
(Cina), kalmegh, kirayat, dan kirata (India), green meningkat. Dengan adanya peningkatan kadar
(1)
chiretta, dan king of bitter (Inggris). SGOT, yang merupakan enzim mitokondria,
Sambiloto merupakan tanaman asli menunjukkan adanya kerusakan akut yang
India. Biasanya, tanaman ini tumbuh liar di dilepaskan oleh sel-sel yang rusak. Sedangkan
ladang atau di tempat-tempat terbuka lainnya.Di SGPT proporsinya yang besar di dalam hati,
Indonesia, tanaman ini banyak dijumpai di Jawa, peningkatannya lebih spesifik daripada
(4)
Sumatra, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, kerusakan hati dan pada SGOT.
dan kepulauan Maluku. Sambiloto tumbuh subur
di daerah yang memiliki ketinggian sekitar 1-1200
meter di atas permukaan laut (dpl). Pohon
sambiloto berbentuk tema dengan tinggi
mencapai 35-95 cm. Daunnya memanjang dan
berwarna hijau tua. Bunganya berukuran kecil
dan berwarna putih keunguan. Buahnya
berukuran kecil, berbentuk silindris, dan
(2)
berwarna hijau kekuningan.
Sambiloto mengandung lakton seperti Gambar 1. Struktur andrografolid
deoksiandrografolid, andrografolid, 14-deoksi-11, Ekstrak seduh merupakan
12-didehidroandrografolid, neo-andrografolid, sediaan multiunit berbentuk agglomerat dari
dan homoandrografolid, Selain itu, sambiloto juga partikel kecil serbuk. Tujuan pembuatan ekstrak
mengandung flavonoid, alkana, keton, aldehid, seduh adalah untuk mempercepat penyajian,

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 65


dapat mengakomodasi dosis besar, dan soxhlet dan ditambahkan dengan pelarut dan
memperbaiki rasa dari ekstrak sambiloto. batu didih.Kemudian dipanaskanhingga pelarut
Keuntungan ekstrak seduh antara lain: terlihat pekat. Ekstrak etanol yang diperoleh,
1. Memudahkan masyarakat terutama anak- diuapkan sampai diperoleh ekstrak kental
anak maupun orang dewasa yang sulit dengan menggunakan rotary evaporator dengan
meminum obat, baik dalam bentuk tablet, pil, suhu 500C. Hasil evaporator dikisatkan diatas
ataupun kapsul penangas air sampai diperoleh ekstrak yang
2. Lebih mudah terdispersi (lebih mudah larut) lebih kental dengan bobot yang konstan.
3. Lebih stabil dibanding sediaan cair
4. Lebih mudah dalam pengaturan dosis.(5) 2.4. Standardisasi Ekstrak
Standardisasi ekstrak sambiloto
2. METODE dilakukan dengan menetapkan beberapa
Penelitian dilakukan di Laboratorium parameter, yaitu :
Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas
Padjadjaran, Sumedang. Penelitian dilakukan 1. Ekstrak Cair
mulai September hingga November 2012. Bahan A. Penetapan pH
yang digunakan antara lain: simplisia sambiloto Penetapan pH dilakukan dengan
(Andrographis paniculata), amilum, pulvis gummi mencelupkan kertas indikator pH universal
arabicum, natrium CMC, propil paraben, talkum, ke dalam ekstrak cair.
dan sukrosa. B. Pola Dinamolisis
C. Pola KLT
2.1. Formulasi
Berdasarkan jurnal penelitian Sambiloto 2. Ekstrak Kental
memiliki aktivitas hepatoprotektor pada tikus A. Rendemen Ekstrak
(6)
yang berbobot 200 g pada dosis 500mg/KgBB. Rendemen ekstrak ditetapkan dengan
Dosis tersebut setara dengan 5,4 g ekstrak pada rumus:
manusia, dengan dosis yang cukup besar Rendemen (%) = X 100 %
tersebut sehingga untuk mempermudah
dimana: BE = Berat Ekstrak Kental
penggunaan maka dibuat dalam sediaan ekstrak
BS = Berat Simplisia
seduh.
B. Organoleptik Ekstrak
Pemeriksaan organoleptik ekstrak kental
2.2. Pengumpulan Bahan
dilakukan menggunakan pancaindera yang
Bahan simplisia yang digunakan berasal
meliputi pemeriksaan bentuk, warna, bau, dan
dari inventaris Laboratorium Fitokimia Fakultas
rasa.
Farmasi Universitas Padjadjaran.
C. Penetapan Bobot Jenis
Ditimbang piknometer dengan volume
2.3. Ekstraksi
tertentu dalam keadaan kosong. Kemudian
Metode ekstraksi yang digunakan adalah
piknometer diisi penuh dengan air dan ditimbang,
soxhletasi, dengan menggunakan pelarut etanol
sehingga kerapatan air dapat ditetapkan.
95%. Sejumlah simplisia dimasukan dalam alat
Kemudian, piknometer dikosongkan dan diisi

66 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


penuh dengan ekstrak, lalu ditimbang, sehingga Kemudian didiamkan selama 18 jam dan
kerapatan ekstrak dapat ditetapkan. Bobot jenis disaring. Filtrat air sebanyak 20ml diuapkan
ditetapkan dengan rumus : dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah
BJ (ekstrak) = ditara.Residu dipanaskan pada suhu 105˚C
hingga bobot tetap.Kadar sari larut dihitung
Dimana : KE = Kerapatan Ekstrak
dalam persen terhadap ekstrak awal.
KA = Kerapatan Air
G. Kadar Sari larut Etanol
D. Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 2 gram, lalu
Penetapan kadar air ditetapkan dengan
dimaserasi dengan etanol 95% selama kurang
cara distilasi toluen. Sebanyak 2 gram ekstrak
lebih 24 jam menggunakan labu bersumbat
kental ditimbang dengan seksama lalu dibungkus
sambil dikocok berkali-kali selama 6 jam
dengan aluminium foil, kemudian dimasukkan ke
pertama. Kemudian dibiarkan selama 18 jam dan
dalam labu alas bundar dan ditambahkan toluena
disaring cepat menghindarkan penguapan etanol.
100 ml. Alat distilasi dipasang. Labu dipanaskan
Filtrat sebanyak 20 ml diuapkan dalam cawan
hati – hati hingga toluen mendidih. Tabung
dangkal berdasar rata yang telah ditara. Residu
penerima dibiarkan mendingin sampai
dipanaskan pada suhu 105˚C hingga bobot tetap.
temperatur kamar. Pemanasan distilasi diatur
Kadar sari larut etanol dihitung dalam persen
sampai kira-kira 4 tetes toluene jatuh dari
terhadap ekstrak awal.
kondensor setiap detiknya. Destilasi dilakukan
sampai semua air menguap dan air dalam
2.5 Pola Kromatografi Lapis Tipis
penampung tidak bertambah lagi (lebih kurang
Sediaan dilarutkan dalam etanol 95%.
selama 1 jam). Setelah lapisan air dan toluena
Disiapkan plat silika gel dan ditentukan jarak
memisah sempurna, volume air dibaca dan
tempuhnya. Kemudian ditotolkan sediaan yang
dihitung kadar air dalam persen terhadap berat
sudah dilarutkan dengan etanol tersebut diatas
ekstrak semula.
plat silika gel. Eluen yang digunakan terdiri dari
E. Kadar Minyak Atsiri
etil asetat, kloroform dan metanol dengan
Labu alas bulat 1 L dihubungkan dengan
perbandingan 0,66 : 8,9 : 0,44. Setelah eluen
pendingin dan buret berskala.Ekstrak kental
jenuh, maka silika gel yang telah ditotolkan
ditimbang sebanyak 100 gram, dimasukkan
larutan sediaan tersebut dimasukkan ke dalam
dalam labu kemudian ditambahkan 200 mL air
eluen. Ditunggu hingga senyawa yang tertarik
suling. Labu dipanaskan menggunakan
tersebut naik hingga batas. Dihitung nilai Rf nya
penangas udara, sehingga penyulingan
dan dilihat bercak pada sinar UV 254nm dan
berlangsung dengan lambat tetapi teratur.
366nm.
Setelah penyulingan selesai, dibiarkan kurang
lebih 15 menit, volume minyak atsiri pada buret
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
dicatat. Kadar minyak atsiri dihitung dalam % v/b.
3.1. Formulasi
F. Kadar Sari larut Air
Formulasi sediaan ekstrak seduh
Ekstrak ditimbang sebanyak 2 gram, lalu
sambiloto dilakukan berdasarkan studi pustaka
dimaserasi dalam botol tertutup berisi air-
yang menunjukkan bahwa zat andrographolid
kloroform selama kurang lebih 24 jam. Sambil
yang terkandung dalam daun sambiloto
sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama.

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 67


merupakan bahan aktif yang berkhasiat salah propilparaben 2-8 kali lebih efektif sebagai
satunya sebagai hepatoprotektor. penghambat pertumbuhan bakteri disbanding
Formula umum : paraben jenis lain, selain itu propel paraben
 Untuk dosis 1 hari pemberian: 5,4 gram mudah larut dalam air, yang akan menjadi pelarut
 Untuk pembuatan 1 sachet: dari sediaan ekstrak seduh ini.
R/ Ekstrak Sambiloto 2,7g Amilum digunakan selain sebagai pengisi
NaCMC 1% juga sebagai zat pengikat yang membantu
Gom Arab 2% proses pengeringan ekstrak, karena ekstrak yang
PropilParaben 0.05% digunakan masih berupa ekstrak kental. Amilum
Amilum 30% akan mengikat air dari ekstrak, amilum juga akan
Sukrosa 40% meningkatkan daya kohesi dan adhesi dari
Sediaan dibuat menjadi 2 sachet, bahan-bahan lain, sehingga akhirnya diperoleh
masing-masing sachet memiliki berat bersih 9,64 serbuk yang halus dan kering, serta tidak akan
g. Dengan aturan pakai sehari dua kali satu menjadi lengket dan basah. Karena ekstrak
sachet. sambiloto memiliki rasa yang sangat pahit, maka
Ekstrak seduh merupakan bentuk perlu penambahan pemanis, pemanis yang
sediaan farmasi yang berupa suspensi kering, digunakan adalah sukrosa sebanyak 40% dari
maka Na-CMC dan gom arab perlu digunakan total sediaan.
sebagai suspending agent, sehingga ketika
ekstrak tersebut diseduh dengan air hangat maka 3.2. Standardisasi Ekstrak
akan segera terdispersi dan tidak membentuk 1. Ekstrak Cair
gumpalan. Digunakannya dua jenis suspending A. Penetapan pH
agent yang berbeda dikarenakan mekanisme pH yang diperoleh untuk ekstrak sambiloto
kerjanya yang berbeda, gom arab akan ini adalah 6.
mempengaruhi viskositas dari ekstrak seduh B. Pola Dinamolisis
sehingga membuatnya mengental, sementara
Na-CMC mendispersikan partikelnya sehingga
tidak terbentuk gumpalan.
Propil paraben digunakan sebagai
pengawet, yang bekerja sebagai bakteriostatik,
atau menghambat pertumbuhan bakteri.
Digunakannya propilparaben ialah karena
Gambar 2. Pola dinamolisis

Tabel 1. Pola kromatografi lapis tipis ekstrak cair


No. Rf Pengamatan
Bercak Sinar tampak UV254 nm UV366 nm Pereaksi
1. 0,15 Tak berwarna Ungu Coklat -
2. 0,45 Tak berwarna Ungu Ungu -

68 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


2. Ekstrak Kental
Tabel 2. Standardisasi Ekstrak Kental
No. Penetapan Ekstrak Kental Hasil
1. Rendemen
Berat simplisia 230 gram
Berat ekstrak kental 9,95 gram
Rendemen 9,95/230 x 100% = 4,33 % b/b
2. Pemeriksaan Organoleptis
Bentuk Ekstrak Kental
Warna Hijau Tua
Rasa Pahit
Bau Bau khas sambiloto
3. Penetapan Bobot Jenis
Berat piknometer kosong 11,71 gram
Berat pikometer + air 21,33 gram
Berat air 9,62 gram
Volume piknometer 10 ml
Kerapatan air 0,962 g/ml
Berat piknometer + ekstrak 19,55 gram
Berat ekstrak 7,84 gram
Kerapatan ekstrak 0,784 g/ml
Bobot jenis eksttrak 0,815
4. Penetapan Kadar Air
Berat ekstrak uji 2 gram
Volume air 0,4 ml
Kadar air 20% v/b
5. Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Berat ekstrak uji 500 gram
Volume minyak atsiri 0 ml
Kadar minyak atsiri 0 % v/b
6. Penetapan Kadar Sari Larut Air
Berat cawan 115,71 gram
Berat cawan + sari 115,77 gram
Berat sari 0,06 gram
Kadar sari larut air 6 % v/b
7. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
Berat cawan 133,54 gram
Berat cawan + sari 133,71 gram
Berat sari 0,17 gram
Kadar sari larut etanol 17 % b/b

Pada tabel 2 standardisasi ekstrak didapatkan pengisi ekstrak seduh karena dapat mengikat air
kadar air yang masih cukup tinggi 20% v/b hal ini dan mengeringkan sediaan.
merupakan alasan dipilihnya amilum sebagai zat

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 69


Tabel 3. Pola KLT sediaan dan KLT Ekstrak
Rf Pengamatan
Sinar UV254 nm UV366 nm Pereaksi
tampak
0,056 - Ungu Kuning -
0,27 - Ungu - -
Ekstrak 0,34 - - Biru -
0,61 Kuning - Kuning -
0,8 Hijau - Merah -
0,87 Biru - Merah -
0,044 - Ungu Kuning -
Sediaan 0,278 - Ungu - -
0,3 - - Biru -
0,53 - Kuning - -

366 nm 254 nm
Gambar 3. Pola KLT sediaan dan ekstrak.

Kromatogram pada tabel 3 dan gambar 3 seberapa besar khasiat yang dimiliki sediaan
dari ekstrak dan sediaan memiliki perbedaan sebagai hepatoprotektor.
jumlah dan Rf bercak yang disebabkan oleh
NaCMC dan gom arab yang kuat mengikat zat DAFTAR PUSTAKA
aktif sehingga tidak terbawa oleh pelarut. [1] Prapanza, I & Marianto, L. A. Khasiat dan
Manfaat Sambiloto. Agromedia Pustaka.
Jakarta. 2003.
4. SIMPULAN [2] Utami, P.Tanaman Obat untuk Mengatasi
Rematik dan Asam Urat. Agromedia
Simplisia sambiloto diekstraksi
Pustaka. Jakarta.2003.
menggunakan metode soxhlet dan dibuat ekstrak [3] Suryo, J. Herbal Penyembuh Wasir dan
Kanker Prostat. Bentang Pustaka.
kental yang dibuat menjadi sediaan dengan
Yogyakarta. 2010.
bentuk serbuk seduh, dengan tambahan amilum, [4] Wahyuni, Sri. Pengaruh Daun Sambiloto
(Andrographis Paniculata, Nees) Terhadap
sukrosa, propil paraben sebagai pengawet,
Kadar SGPT dan SGOT Tikus Putih.
natrium CMC dan gom arab. Jurnal Gamma Universitas Muhamadiyah
Malang. Jurnal Gamma, 2005. (1): 1.
[5] Chaerunnisa, Anis Yohana, dkk.
5. SARAN Farmasetika Dasar. Widya Padjadjaran.
Bandung. 2009.
Dari hasil penelitian ini disarankan untuk
dilanjutkan pengujian aktivitas sediaan dan

70 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


PREPARASI, KARAKTERISASI, DAN UJI EFEKTIVITAS
Penelitian LOTION FITOSOM EKSTRAK PEGAGAN (Centella
asiatica) PADA MENCIT (Mus musculus) Balb/c MODEL
DERMATITIS KONTAK IRITAN

Oktavia Rahayu A1*, Pipit Sulistiyani1, Zulkarnaen1, Putri Fitri


Alfiantya2, Edwina Narulita Sari3
1
Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya
2
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya
3
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya
*Corresponding author’s email : oktavia.rahayu_adianingsih@rocketmail.com

ABSTRAK

Dermatitis Kontak Iritan (DKI) merupakan penyakit kulit yang sering terjadi akibat paparan zat iritan
yang menginduksi inflamasi kulit tanpa melibatkan produksi antibodi. Pendekatan terapeutik DKI
hanya berupa pemberian kortikosteroid topikal atau sistemik, yang tentunya dapat memberikan efek
samping dalam jangka panjang seperti atrofi kulit. Salah satu tanaman herbal di Indonesia, yaitu
pegagan (Centella asiatica) mengandung glikosida saponin triterpenoid yang mempunyai efek
sebagai antiinflamasi. Pada penelitian ini telah dilakukan pengujian efek ekstrak dan fitosom ekstrak
herba pegagan dalam bentuk sediaan lotion terhadap DKI pada mencit model dermatitis kontak iritan.
Fitosom ekstrak dibuat sebagai model drug delivery system untuk meningkatkan efek terapi ekstrak
pegagan. Ekstrak dan fitosom ekstrak dikarakterisasi dengan menggunakan spektroskopi FT-IR, LC-
MS/MS, dan SEM. Penelitian ini bertujuan menguji efektivitas sediaan lotion fitosom ekstrak pegagan
(L2) yang dibandingkan dengan lotion ekstrak pegagan tanpa diformulasikan dalam bentuk fitosom
(L1) sebagai penatalaksanaan dermatitis kontak iritan. Simplisia herba pegagan diekstraksi secara
maserasi dengan pelarut etanol selama 24 jam dengan re-maserasi 3 kali. Dermatitis kontak iritan
diinduksi dengan sodium lauril sulfat (SLS) yang diaplikasikan sehari sekali selama 3 minggu pada
kulit dorsal mencit Balb/c. Mencit dikelompokkan menjadi 6 kelompok: kontrol negatif, kontrol positif,
kelompok perlakuan preventif (L1, L2) dan kelompok perlakuan kuratif (L1,L2). Perubahan patologi
dievaluasi menggunakan pewarnaan H & E. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa rentang diameter
fitosom antara 1,39-2,06 μm.Spektrum FT-IR menunjukkan fitosom memiliki pola serapan dengan
jenis ikatan O-H, C-H, C-O, dan C=C. Hasil spektogram menunjukkan adanya asiatikosida dengan
berat molekul m/z 957,00 yang dikalkulasikan untuk m/z 468,30; m/z 469,54; dan m/z 470,89.
Asiatikosida yang terkandung pada setiap gram ekstrak adalah 3,02% dan pada fitosom adalah
0,342%. Uji mutu farmasetik yang dilakukan adalah tipe emulsi berupa m/a dan pH 5. Uji ANOVA
menunjukkan bahwa pemberian kedua jenis lotion secara bermakna menurunkan jumlah leukosit dan
spongiosit pada jaringan kulit (p=0,00). Kesimpulan penelitian adalah bahwa pemberian lotion fitosom
ektrak pegagan dapat digunakan untuk alternatif penatalaksanaan dermatitis kontak iritan, baik
sebagai preventif maupun kuratif, serta menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan lotion
yang mengandung ekstrak saja.

Kata kunci: fitosom, lotion, DKI, preparasi, karakterisasi, Centella asiatica

ABSTRACT

Irritant contact dermatitis (ICD) is among the most common skin disorders in human that induce skin
inflammation without the production of specific antibodies. The most common therapeutic approach for
these disorders currently relies upon the systemic or topical aplication of corticosteroids. Although
these medications generally improve clinical symptoms, systemic and/or local side effects can occur
with prolonged used. A herbal drug such as Centella asiatica (in Indonesia is known as pegagan)
containing triterpenoid saponins which acts as anti inflammatory. In this research the effectiveness of
extract and phytosome of pegagan extract in form of lotion agains ICD in mice has been caried out.
Phytosome of extract acted as a model of drug delivery system to increase its therapeutic effects.
Extract and phytosome were characterized by using FT-IR, LC-MS/MS spectroscopy and SEM.
However, no study has been conducted to investigate Centella asiatica as anti inflammatory of mice

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 71


with irritant contact dermatitis models. Centella asiatica extract-phytosome serves as novel drug
delivery system consisting of microscopic vesicle that enhanced the therapeutic effect of plant
extracts. Whether topical application of these herbal extracts display preventive and/or therapeutic
effects on irritant contact dermatitis, thereby avoiding the potential side effects of conventional drug.
The aim of research is to formulate Centella asiatica extract-phytosome and to characterize this
formulation. Also to formulate lotion containing Centella asiatica extract-phytosome and determine
whether this lotion exerts preventive and/or therapeutic effects on ICD mice models. We also compare
the effect of lotion containing Centella asiatica extract-phytosome and lotion containing Centella
asiatica extract only. Centella asiatica extract-phytosome was formulated by mechanical dispersion
method. Complex formation was confirmed by carrying out SEM, LC-MS/MS and FT-IR analysis.
Irritant contact dermatitis was established by topical sodium lauryl sulphate (SLS) as irritant. SLS was
applied once daily for 3 weeks on the dorsal skin of hairless mice. The patological changes induced by
irritant were evaluated using H&E staining. SEM showed Centella asiatica extract-phytosome
diameter range of 1,39-2,06 μm. Asiaticoside as the marker compound with antiinflammatory
properties was follows m/z 957,4 as parent mass with 468.30 m/z, 459.54 m/z, 470.89 m/z as product
ion. Our results demostrate that this lotion of Centella asiatica extract-phytosome exhibits both
therapeutic and preventive effects in chronic irritant contact dermatitis. Lotion containing Centella
asiatica extract-phytosome also results better effication in ICD than lotion containing Centella asiatica
extract only. These results suggest that this lotion of Centella asiatica extract-phytosome could
provide an alternative regimen for the prevention and treatment on irritant contact dermatitis.

Keywords: phytosome, lotion, ICD, preparation, characterization, Centella asiatica

1. PENDAHULUAN terhadap zat iritan yang terjadi melalui dua


Dermatitis Kontak (DK) adalah reaksi mekanisme, yaitu kerusakan fungsi sawar kulit
peradangan kulit yang ditandai dengan akibat zat iritan dan terjadi pelepasan mediator
spongiosis di epidermis dan mempunyai inflamasi pada sel epidermis. DKI dapat
prevalensi terbesar dari tipe dermatitis lainnya. disebabkan oleh zat-zat yang bersifat iritan
Kurangnya pengetahuan dan kesadaran seperti pelarut, minyak pelumas, asam, dan
masyarakat mengenai DK serta meningkatnya alkali.(2) Pada studi epidemiologi Indonesia
penggunaan bahan-bahan kimia dalam dinyatakan bahwa DKI memiliki prevalensi lebih
kehidupan sehari-hari menyebabkan besar dari DKA, yaitu sebesar 80%.(3) Besar
meningkatnya insidensi penyakit ini. Dari data kemungkinan bahwa DKI akan timbul pada orang
kunjungan pasien baru di RS Dr. Pirngadi yang pernah menderita dermatitis atopik (DA),
Medan, selama tahun 2000 terdapat 3.897 yaitu suatu reaksi hipersensitivitas akibat
pasien baru di poliklinik alergi dengan 1193 paparan benda asing karena riwayat atopik juga
pasien (30,61%) dengan diagnosis dermatitis merupakan salah satu faktor predisposisi dari
(4)
kontak. Dari bulan Januari hingga Juni 2001 DKI. Upaya pencegahan yang sering dilakukan
terdapat 2.122 pasien alergi dengan 645 pasien dirasa masih mempunyai banyak kekurangan.
(30,40%) menderita DK. Kasus DK sebenarnya Misalnya saja penggunaan sarung tangan saat
diperkirakan sekitar 10-50 kali lipat dari data bekerja. Penggunaan sarung tangan dapat
statistik yang terlihat karena adanya kasus yang menyebabkan kelembaban yang berlebih
(1)
tidak dilaporkan. sehingga menyebabkan zat kimia berbahaya
Secara medis, dermatitis kontak terbagi semakin mudah berinteraksi dengan kulit.
menjadi dua, yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) Sedangkan barrier cream hanya digunakan
(5,6)
dan dermatitis kontak alergik (DKA). DKI sebagai perlindungan. Ditinjau dari segi terapi,
merupakan respons imunologi nonspesifik kulit penggunaan obat antiinflamasi golongan

72 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


kortikosteroid sebagai terapi DKI dalam jangka daripada liposom sehingga biovailabilitas dan
waktu yang lama dapat menyebabkan efek efikasinya pun meningkat.(13)
(7,8)
samping terhadap kulit. Dewasa ini sangat banyak produk kosmetik
Pegagan atau memiliki nama latin yang dikembangkan sebagai cosmeceutical
Centella asiatica merupakan tanaman yang dengan pengembangan DDS seperti liposom
banyak ditemukan di Indonesia, secara yang bertujuan untuk meningkatkan penetrasi
ethnomedicine pegagan sering digunakan untuk obat ke dalam kulit. Berdasarkan data-data yang
pengobatan berbagai macam penyakit, yaitu ada, kami mencoba untuk memberikan alternatif
sebagai wound healing, antiinflamasi, antipiretik, penatalaksanaan DKI yang lebih efektif, yaitu
diuretik, dan lainnya. Pegagan memiliki perpaduan upaya preventif sekaligus kuratif
kandungan glikosida saponin triterpenoid yang dengan membuat suatu rancangan formulasi
berperan dalam proses inflamasi, yaitu sediaan lotion anti DKI dari ekstrak pegagan
asiatikosida, asiatic acid, madecasid, dan sebagai zat aktif yang diformulasikan dalam
(9,10)
madecassoside. bentuk fitosom untuk optimalisasi DDS sehingga
Drug delivery system (DDS) didefinisikan diharapkan model penggunaan fitosom ekstrak
sebagai formulasi atau alat untuk membantu pegagan dalam sediaan lotion mampu menjadi
proses pemberian obat ke dalam tubuh dan salah satu modalitas penatalaksanaan DKI
meningkatkan efikasi dan keamanannya melalui berbasis alam.
pengendalian laju, waktu, dan tempat pelepasan
obat di dalam tubuh. Salah satu aplikasi dari drug 2. METODE
targetting adalah sistem partikulat, yaitu berupa 2.1. Alat dan Bahan
(11)
mikrosphere, nanopartikel, dan liposom. Bahan-bahan yang digunakan dalam
Fitosom adalah suatu teknologi terbaru dalam penelitian ini adalah simplisia herba pegagan
formulasi obat herbal yang saat ini (Centella asiatica) didapatkan dari Balai Materia
dikembangkan untuk memperbaiki Medika Batu Jawa Timur, asiatikosida sebagai
farmakokinetika bahan aktif obat herbal. Fitosom internal standard didapatkan dari Sigma Aldrich
merupakan pengembangan dari produk herbal Singapura, etanol 70%, soy lecithin, gom arab,
konvensional dengan mengikat komponen parafin cair, gliserin, setil alkohol, butylated
ekstrak tanaman herbal dengan fosfatidilkolin hydroxytoluene (BHT), metilparaben,
(fosfolipid) sehingga dapat dihasilkan produk propilparaben, air bebas CO2, sodium lauril sulfat
yang mempunyai tingkat absorbsi yang lebih baik (SLS) 0,25%, eter, larutan Harris Hemaktosilin,
dibandingkan dengan ekstrak herbal dan larutan Eosin (HE), alumunium foil.
(12)
konvensional. Berbeda dengan liposom, pada Alat-alat yang digunakan adalah
fitosom bagian polar dari bagian lipofilik maserator, rotary evaporator, cawan porselen,
berinteraksi melalui ikatan hidrogen dengan batang pengaduk, spatula, gelas beaker, mortir
kepala polar fosfolipid sehingga obat akan dan stamper, penangas air, vacuum drying,
terdistribusi merata di kepala fosfatidilkolin yang fourier transform infrared (FT-IR), liquid
bersifat lipofil. Sedangkan pada liposom tidak chromatography - mass spectra / mass spectra
terjadi interaksi demikian. Perbedaan inilah yang (LC-MS/MS), scanning electron microscopy
menyebabkan absorbsi fitosom lebih baik (SEM).

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 73


disaring dan dilakukan penghilangan pelarut
2.2. Subjek / Hewan coba menggunakan rotary evaporator hingga
0
Subjek penelitian ini adalah model didapatkan ekstrak kental dengan suhu 40 C.
mencit balb/c, berusia 6-8 minggu, berat badan Penghilangan kandungan air menggunakan
berkisar 25-35 gram. Perawatan dan vacuum drying dilakukan selama 30 menit
pemeliharaan mencit dilakukan di Laboratorium dengan suhu tidak lebih dari 400C.
Farmakokinetika Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya. 2.5. Preparasi Fitosom
Penelitian ini menggunakan desain Fitosom ekstrak pegagan dipreparasi
eksperimen murni di laboratorium secara in vivo menggunakan evaporasi pelarut. 5 gram soy
menggunakan rancangan randomized post test lecithin dilarutkan ke dalam 5 ml etanol 70%
only controlled group design. Terdapat 6 pada gelas beaker dan letakkan diatas magnetic
kelompok penelitian dimana setiap kelompok stirrer pada suhu 40oC selama 30 menit (v =
terdiri atas 4 ekor mencit. Kelompok 1 1500 rpm). Ekstrak pegagan ditambahkan
merupakan kelompok kontrol negatif (mencit setetes demi setetes ke dalam gelas beaker yang
sehat tanpa diberi perlakuan), kelompok 2 adalah mengandung soy lecithin dan dibiarkan selama 5
kelompok kontrol positif (mencit yang diinduksi jam. Pelarut dihilangkan menggunakan vacuum
SLS 0,25% sebagai hewan model dermatitis pada suhu 40oC menggunakan rotary evaporator.
kontak iritan), kelompok 3 adalah kelompok
mencit yang diinduksi dengan SLS 0,25% dan 2.6. Karakterisasi Fitosom Esktrak Pegagan
diberikan L1, kelompok 4 adalah kelompok 1. Identifikasi gugus fungsi
mencit yang diberi L1 kemudian diinduksi dengan Spektra ekstrak, lecithin dan fitosom
SLS 0,25%, kelompok 5 adalah kelompok mencit ekstrak pegagan ditentukan menggunakan FT-IR
yang diinduksi SLS 0,25% dan diberikan L2, dan Shimadu di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas
kelompok 6 merupakan kelompok mencit yang Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
diberi L2 kemudian diinduksi dengan SLS 0,25%. Universitas Brawijaya.

2.3. Pemeliharaan hewan coba 2. Uji kualitatif dan kuantitatif asiatikosida


Mencit balb/c dipelihara dan diberikan Ekstrak dan fitosom dikarakterisasi
minumsn secara ad libitum di kandang yang menggunakan LC-MS/MS (UHPLC: Acella tipe
terbuat dari bak plastik dengan tutup kandang 1250, hypersil gold colomn, thermo scientific;
dari anyaman kawat. MS-MS: TSQ quantum access max, triple
quadropole) di Laboratorium Kimia Politeknik
2.4. Ekstraksi Negeri Malang.
Setiap 400 gram serbuk simplisia
pegagan ditambahkan dengan 2 liter etanol 70% 3. Visualisasi partikel
dan diaduk selama 30 menit pada awal Bentuk dan ukuran partikel divisualisasi
perendaman menggunakan overhead stirrer. menggunakan SEM di Laboratorium Sentral Ilmu
Campuran dalam maserator disimpan selama Hayati, Universitas Brawijaya Malang.
1x24 jam dengan re-maserasi 2 kali. Setelah itu

74 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


2.7. Formulasi Sediaan Lotion kelompok preventif, sebelum diinduksi
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan menggunakan SLS diberikan lotion terlebih
dua lotion sesuai dengan formula pada Tabel 2.1. dahulu sebelumnya, dan untuk kelompok kuratif,
Gom arab ditaburkan ke dalam mortar SLS diberikan setiap hari selama tiga minggu
yang berisi air, dibiarkan mengembang dan terlebih dahulu.
digerus ad homogen. Parafin cair dimasukkan,
diaduk hingga campuran membentuk korpus 2.9. Pengecekan Jumlah Leukosit dan
emulsi (gom:air:parafin=1:2:3). Gliserin kemudian Spongiosa
dimasukan ke dalam korpus emulsi dan digerus 1. Pembuatan Preparat Jaringan Epidermis
ad homogen. Kemudian dimasukkan BHT dan Kulit
setil alkohol yang sudah dilelehkan sebelumnya, Potong jaringan sekitar 1cmx1cm.
diaduk ad homogen. Metilparaben dan Jaringan difiksasi mengunakan formalin 10%
propilparaben ditambahkan sebelum fitosom dan selama 24 jam, dicuci dengan air mengalir
dihomogenasi menggunakan stirrer. Kemudian selama 15 menit, dan dimasukkan ke dalam
dilakukan uji mutu farmasetik lotion yang meliputi kapsul embedding. Proses dilanjutkan dengan
uji organoleptik, tipe emulsi, pH, dan dehidrasi, clearing, dan impregnansi, ditanam ke
homogenitas. dalam paraffin blok.

Tabel 2.1 Formula Lotion 2. Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE)


Lotion 1 (L1) Lotion 2 (L2) Sampel jaringan kulit yang telah diiris
Ekstrak pegagan 5% Fitosom ekstrak diletakkan di atas gelas objek, direhidrasi dengan
pegagan 5% alkohol bertingkat. Tetesi dengan Harris
Gom arab 20% Gom arab 20% Hematoksilin, cuci dengan alkohol bertingkat.
Parafin cair 30% Parafin cair 30% Tetesi dengan Eosin, cuci dengan alkohol
Setil alkohol 10% Setil alkohol 10% bertingkat, bilas dengan aquades, keringkan.
Gliserin 15% Gliserin 15% Kemudian bilas dengan air mengalir, keringkan.
Metilparaben 0,18% Metilparaben 0,18% Tetesi dengan emelian dan tutup dengan
Propil paraben 0,9% Propil paraben 0,9% coverslip
BHT 0,1% BHT 0,1%
Aquadest ad 100% Aquadest ad 100% 3. Pemeriksaan histopalogi
Slide kulit hasil pengecatan HE diperiksa
2.8. Induksi Dermatitis Kontak Iritan dan menggunakan Mikroskop Olympus Photo Slide
Pemberian Sediaan Lotion BX51 dengan kamera DP71 12 Megapixel.

Induksi DKI dengan SLS 0,25%


dilakukan setiap hari selama 3 minggu pada 2.10. Analisis Data

bagian dorsal mencit yang sudah dibersihkan Hasil pengukuran mencit kontrol dan
bulunya dengan ukuran 1cmx1cm. Untuk perlakuan dianalisa secara statistik dengan
kelompok kontrol positif, pemberian SLS dengan menggunakan program IBM SPSS

dilakukan setiap hari selama tiga minggu tanpa Statistics 20 dengan tingkat signifikansi 0,05 (p =

perlakuan tambahan. Sedangkan untuk seluruh 0,05). Langkah-langkah uji hipotesis komparatif

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 75


dan korelatif adalah uji normalitas data, uji ekstrak etanol positif mengandung saponin dan
homogenitas varian, uji One-way ANOVA, dan tanin. Ektrak kemudian difomulasikan dalam
(14)
Post hoc test. bentuk fitosom dan dilakukan karakterisasi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Identifikasi gugus fungsi


3.1. Karakterisasi Fitosom Ekstrak Pegagan Sampel yang dianalisis dengan
Pegagan mengandung senyawa saponin spektrofotometer FTIR adalah ekstrak, lecithin,
triterpenoid yang mempunyai efek antiinflamasi, dan fitosom yang merupakan campuran
yaitu asiatikosida, sehingga ekstrak ini dapat keduanya. Perubahan gugus fungsi ekstrak,
dimanfaatkan dalam pengobatan DKI. Hal ini lecithin, dan fitosom dapat dilihat pada Gambar
ditunjang dengan penggunaannya secara 3.1 dan Tabel 3.2.
empiris, yaitu untuk pengobatan ezcema dan Hasil analisis FT-IR fitosom dapat dilihat
(15)
wound healing. Namun, salah satu bahwa telah terjadi perubahan pola spektrum
karakterisitik senyawa dapat menembus serapan IR dari ekstrak menjadi fitosom yaitu
membran kulit adalah memiliki koefisien partisi terjadi pergeseran bilangan gelombang dari
yang tinggi atau lipofilik, sedangkan komponen 3413,77 cm-1 ke 3392,55 cm-1; 2931,60 cm-1 ke
kimia yang terkandung dalam ekstrak pegagan 2925,81 cm-1; 1689,10 cm-1 ke 1743,53 cm-1;
cenderung bersifat polar, terutama asiatikosida 1647,10 cm-1 ke 1633,59 cm-1; 1519,80 cm-1 ke
karena mengandung gugus gula yang bersifat 1515,94 cm-1; 1452,30 cm-1 ke 1415,65 cm-1;
polar. Untuk itu, diperlukan modifikasi kepolaran 1373,22 cm-1 ke 1377,08 cm-1; 1269,07 cm-1 ke
dari ekstrak untuk meningkatkan absorbsinya ke 1232,43 cm-1; 1054,99 cm-1 ke 1058,85; 864,05
dalam kulit, dengan memformulasikannya dalam cm-1 ke 923,84 cm-1; 804,26 cm-1 ke 802,33 cm-1;
bentuk fitosom. Untuk meningkatkan stabilitas dan 777,26 cm-1 ke 719,40 cm-1. Kemudian,
dan akseptabilitas dari fitosom tersebut, fitosom terbentuk serapan baru pada bilangan
diformulasikan dalam sediaan lotion. gelombang 3392,55 yang merupakan vibrasi N-H
Dari 400 gram serbuk simplisia pegagan ulur dan 3010,67 yang merupakan vibrasi ulur
didapatkan ekstrak kental seberat 72,8 gram. alkena karbon primer.
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa

Gambar 3.1. Perbandingan spektra IR antara ekstrak, lecithin, dan fitosom

76 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


Tabel 3.2. Interpretasi spektra IR
Ikatan Jenis vibrasi Bilangan gelombang (cm-1)
Ekstrak Lecithin Fitosom
-O-H Ulur 3413,77 3313,48 3392,55
3338,55
-N-H Ulur - 3313,48 3392,55

I Ulur 2931,60 2925,81 2925,81


-C-H 2854,45 2854,45
I
I Ulur - 3008,75 3010,67
=C-H
I Ulur 1689,10 1743,53 1743,53
-C=O
I I Ulur 1647,10 1650,95 1633,59
-C=C- 1620,09
I I Ulur 1519,80 1527,52 1515,94
-C=C-
C-H Tekuk 1452,30 1463,87 1460,01
1411,80 1377,08 1415,65
1373,22 1377,08
C-N Ulur 1269,07 1226,64 1232,43
C-O Ulur 1054,99 1064,63 1143,71
1058,85
C-H Tekuk 864,05 921,99 923,84
804,26 869,84 802,33
777,26 829,33 719,40

2. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Senyawa terhadap muatan. Hasil spektogram LC-MS/MS
Asiatikosida ekstrak dan fitosom (Gambar 3.2) menunjukkan
LC-MS/MS memberikan informasi lebih adanya asiatikosida dengan berat molekul m/z
terstruktur sehingga identifikasi senyawa secara 957,00 yang dikalkulasikan untuk m/z 468,30;
kualitatif lebih spesifik dibandingkan HPLC m/z 469,54; dan m/z 470,89. Linearitas variasi
karena pada LC-MS/MS tidak hanya waktu standar asiatikosida 250 ppb sampai 1250 ppb
2
retensi yang diamati, tetapi juga pemisahan ion versus luas area kromatogram memberikan R =
suatu senyawa.(16) Uji konfirmasi pada LC- 0,9905 dengan persamaan regresi Y = 114,86x-
MS/MS dilakukan untuk mengetahui fragmentasi 3834,4. Hasil uji kuantitatif menunjukkan bahwa
ion asiatikosida untuk memperkuat identifikasi setiap 1 gram ekstrak pegagan mengandung
kualitatif dengan melihat perbandingan massa 3,02% asiatikosida dan setiap 1 gram fitosom
mengandung 0,342% asiatikosida.

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 77


3. Visualisasi Partikel
Scanning Electron Microscopy (SEM)
digunakan untuk mengetahui bentuk dan ukuran
dari partikel fitosom. Dari hasil analisis,
didapatkan fitosom berbentuk spheric dengan
diameter 1,39-2,06 μm (Gambar 3.3).

3.2. Uji Mutu Farmasetik Sediaan Lotion


Dilakukan optimasi formulasi lotion
dengan perbedaan konsentrasi setil alkohol
Gambar 3.3. Visualisasi bentuk dan ukuran
sebagai stiffening agent, yaitu 5% dan 10%. Dari
partikel fitosom
optimasi yang dilakukan, maka digunakan
formula lotion dengan konsentrasi setil alkohol Dari uji organoleptik, didapatkan bau
sebesar 10%. Kemudian dilakukan formulasi lotion berupa bau khas pegagan dan berwarna
lotion dan uji mutu farmasetik yang meliputi uji coklat muda. pH lotion harus sesuai dengan pH
organoleptik, tipe emulsi, pH dan homogenitas. kulit, yaitu 4,7–5 untuk meminimalisasi iritasi
yang kemungkinan timbul.(17) Pada studi
preformulasi, dinyatakan bahwa eksipien-
eksipien yang digunakan dalam formulasi lotion
ini bersifat non iritan. Hal ini didukung dengan
pH akhir lotion yang sesuai dengan pH kulit,
yaitu 5. Sedangkan tipe emulsi lotion adalah
minyak dalam air (m/a), sesuai dengan
spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya, dimana
tipe m/a dapat meningkatkan hidrasi karena
kandungan air lebih tinggi dibandingkan tipe a/m
sehingga dapat meningkatkan kelembaban dari
kulit. Kulit yang lembab memungkinkan
percepatan penyembuhan dermatitis kontak
iritan, dan juga dapat meminimalisasi efek iritasi
(18)
yang timbul jika terpapar zat iritan.
Konsistensi lotion sudah sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan dan lotion terbukti
tersebar merata jika dioleskan (homogen).

3.3. Pengaruh Pemberian Lotion sebagai


Gambar 3.2. Kromatogram LC dan
Penatalaksanaan DKI
fragmentasi spektra MS/MS
Pemeriksaan histopatologi preparat kulit
meliputi perhitungan jumlah sel leukosit yang
merupakan marker terjadinya inflamasi dan

78 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


identifikasi spongiosa yang merupakan keduanya dapat digunakan sebagai manajemen
karakteristik dari dermatitis kontak iritan. Pada terapi preventif untuk DKI. Namun demikian,
pengecatan H & E dan menggunakan program kelompok preventif L2 dengan kelompok kontrol
Scan Dot Slide OlyVIA dapat dihitung jumlah negatif memiliki nilai signifikansi yang lebih besar
leukosit dan spongiosit dalam kulit mencit jika dibandingkan dengan kelompok preventif L1
(Gambar 3.4). dengan kelompok kontrol negatif. Apabila
dibandingan antara kelompok kuratif L1 dan
kelompok kuratif L2 dengan kelompok kontrol
negatif, kelompok kuratif L2 mempunyai nilai
signifikansi yang lebih besar dibandingkan
dengan kelompok kuratif L1. Kelompok kuratif L1
menunjukkan nilai p=.000 sedangkan kelompok
kuratif L2 menunjukkan nilai p=.578. Hal ini
menunjukkan bahwa lotion L2 menunjukkan efek

Gambar 3.4. Pemeriksaan histopatologi penyembuhan kulit mencit lebih cepat


preparat kulit dengan dibandingkan dengan lotion L1.
pewarnaan H&E: (A) Kontrol
Negatif (B) Kontrol Positif, (C) Dari data spongiosit antara kelompok
Kuratif L1, (D) Preventif L1, (E) kontrol negatif dan preventif L1 didapatkan nilai
Kuratif L2 dan (F) Preventif L2
p=.069. Pada kelompok kontrol negatif dengan
preventif L2 didapatkan nilai p=.116. Kelompok
Uji ANOVA didapatkan nilai p=0,00
(p<0,05) antar kelompok (Gambar 3.5). Pada preventif L1 dan L2 menunjukkan nilai p yang
tidak signifikan, hal ini menunjukkan kelompok
kelompok preventif L1, preventif L2, kuratif L1
dan kuratif L2 jika dibandingkan dengan kontrol preventif L1 dan L2 memiliki perbadaan jumlah

positif menunjukkan hasil yang signifikan yaitu spongiosit yang tidak bermakna. Pada kelompok
preventif L1 dan L2 didapatkan nilai p=.781.
0.000. Sedangkan jika dibandingkan dengan
kontrol negative menunjukkan nilai tidak Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik makna
klinis bahwa kedua lotion L2 dapat digunakan
signifikan atau p>0.05 hanya kuratif L1 p< 0.05.
sebagai alternatif terapi preventif untuk DKI.
sehingga lotion dapat digunakan sebagai
penatalaksanaan dermatitis kontak iritan. Sementara itu jika dibandingkan antara
kelompok kontrol negatif dengan kelompok

3.4. Efektivitas L’ADERMA dalam Optimasi kuratif L1 didapatkan nilai p=.017. Pada

Drug Delivery System Penatalaksanaan kelompok kontrol negatif dengan kuratif L2

Dermatitis Kontak Iritan didapatkan nilai p=.999. Hal ini menunjukkan

Perbandingan jumlah leukosit antara bahwa kelompok kuratif L2 memiliki tingkat


kesembuhan yang lebih baik jika dibandingkan
kelompok preventif L1 dan kelompok preventif
L2 menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan kelompok kuratif L1.

dengan nilai p=.724. Hal ini menunjukkan bahwa

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 79


Gambar 3.5. Grafik Jumlah Leukosit dan Spongiosit di setiap kelompok perlakuan.

4. SIMPULAN [2] Hicks, Shari P., Kirsty J. Swindells.,


Maritza A. Middelkamp-Hup., Martine A.
Fitosom ekstrak pegagan mempunyai
Sifakis., Ernesto Gonza´lez., Salvador
diameter 39-2,06 μm. Uji mutu farmasetik yang Gonza´lez. Confocal Histopathology of
Irritant Contact Dermatitis in Vivo and The
dilakukan adalah tipe emulsi m/a dan pH 5.
Impact of Skin Color (Black vs White).
Kedua lotion digunakan untuk penatalaksanaan 2003. J Am Acad Dermatol : Vol. 48 (5) :
727-34.
dermatitis kontak iritan. Lotion yang mengandung
[3] Soebaryo, Retno Widowati. Prediksi Klinis
bahan aktif fitosom ekstrak pegagan mempunyai Dermatitis Kontak-Tangan pada Pekerja
dengan Kondisi Diatesis Atopi-Kulit.
efek terapi lebih baik dibandingkan lotion yang
Disertasi. Jakarta : Program Pasca
mengandung bahan aktif ekstrak saja. Sarjana Universitas Indonesia. 2001.
[4] Indriani, Fitria. Pengaruh Riwayat Atopik
terhadap Timbulnya Dermatitis Kontak
5. SARAN Iritan di Perusahaan Batik Putra Laweyan
Surakarta. Skripsi. Surakarta: Universitas
Perlu dilakukan optimasi stabilitas fitosom
Negeri Surakarta. 2010.
dan lotion. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut [5] English J.S.C. Current Consept of Irritant
Contact Dermatitis. Occupt Environ Med,
terkait efek samping yang ditimbulkan pada kulit
Vol. 61: 722-726. 2012.
mengenai penggunaan lotion dalam jangka [6] Gűnter, K dan LOFFLER H. Prevention of
Irritant Contact Dermatitis among Health
panjang.
Care Worker by Using Evidence-Based
Hand Hygiene: A Review. Industial Health.
2007. (45) : 645-652. 65-465
6. UCAPAN TERIMA KASIH
[7] Katzung, Bertram, G. Farmakologi Dasar
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dan Klinik. Edisi Bahasa Indonesia.
Jakarta : Salemba. 2001.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas
[8] Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke
dukungan finansial dalam Program Kreativitas GR, Weels BG., Posey LM.
Pharmacotherapy : A Pathophysiologic
Mahasiswa bidang Penelitian 2013, serta kepada
Approach, 7thEd. New York: The
Universitas Brawijaya atas dukungan fasilitas McGraw-Hill Companies, Inc. 2008.
[9] European Medicine Agency. Assesment
yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Report of Centella asiatica (L.) Urban,
Herba. London. 2012.
[10] Somchit MN., Sulaiman MR., Zuraini A.,
DAFTAR PUSTAKA
Samsudin L., Israf DA., Moin S.
[1] Sumantri, M.A., Tertanti TF, Sriwahyuni Antinociceptive and Antiinflammatory
TM. Dermatitis kontak. Swamedikasi (4) : Effects of Centella. IndianJ Pharmacol,
5-17. 2009. 2004. vol 36 (6): 377-380.

80 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


[11] Li X and Jasti BR. Design of Controlled [15] World Health Organization. WHO
Release Drug Delivery Systems. New Monographs on Selected Medicinal Plants
York: McGrawHill. 2006. Volume 1. Geneva. 1999.
[12] Sharma S and Roy RK. Phytosome: an [16] Turnipseed SB, Andersen WC, Karbiwnyk
Emerging Technology. International CM, Madson MR and Miller KE. Multi-
Journal of Pharma Research and class, multi-residue liquid
Technology, 2010. Vol.2(s):1-7 chromatography/tandem mass
[13] Acharya, NS., Prihar G.V., Nacharya SR. spectrometry screening and confirmation
Phytosome : Novel Approach for delivery methods for drug residues in milk. Rapid
Herbal Extract with Improve Bioavailability. Communications in Mass Spectrometry,
International Journal of Pharmaceutical 2008.Vol.22 (10): 1467–1480.
Science. 2011. Vol:2(1): 144-160. [17] Lambers H., Bloem P., Finkel. Natural Skin
[14] Dahlan, M. Sopiyudin. Seri Statistik: Surface pH is on Average Below 5, Which
Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan; is beneficial for its resident. Pubmed. 2006.
Uji Hipotesis dengan Menggunakan SPSS Vol 28(5) : 359-370
Program 12 Jam. Jakarta: Arkans. 2004. [18] Mayo Clinic Staff. Dermatitis. Mayoclinic.
Hal. 4-26; 90-101. 2012. Diakses tanggal 2 februari pukul
7.30 WIB

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 81


ACTIVITY TEST OF LUMBRICUS RUBELLUS PROTEIN
Penelitian ISOLATE ON BACILLUS SUBTILIS WITH AGAR
DIFUSSION METHOD

V. Noviani1*, T. Terrawati1, F. D. Anggraini1, S. E. Suherman1, M. A.


1
Taufik
1
Faculty of Pharmacy, Padjadjaran University
*Corresponding author’s email : vero_chacha@yahoo.com

ABSTRAK

Secara empiris, cacing Lumbricus rubellus sering digunakan sebagai obat tradisional tambahan untuk
membantu pengobatan penyakit tifus. Lumbricus rubellus dipercaya dapat membunuh bakteri
berdasarkan protein yang dikandungnya. Penelitian dilakukan untuk mengetahui kerentanan bakteri
Bacillus substilis terhadap isolat protein Lumbricus rubellus. Percobaan ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh fraksi protein cacing terhadap zona hambat yang ditimbulkan (sehingga
diambillah fraksi dengan nilai absorbansi tertinggi) yaitu 0,527, 0,643, and 0,434 (nilai absorbansi
berbanding lurus dengan konsentrasi protein cacing). Metode yang digunakan adalah difusi agar
dengan melihat zona inhibisi (zona bening) yang terbentuk sebagai suatu tanda timbulnya efek dan
dilakukan pembandingan terhadap baku pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zona
inhibisi tidak terbentuk yang menunjukkan bahwa isolat protein cacing belum memberi efek terhadap
bakteri Bacillus subtilis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa isolat protein cacing kurang tepat untuk
digunakan dengan konsentrasi rendah. Konsentrasi isolat protein cacing perlu ditingkatkan untuk
mendapatkan titik penghambatan terutama dalam hal menimbulkan efek bagi tubuh.

Kata kunci: isolat protein, nilai absorbansi, zona inhibisi, Lumbricus rubellus, Bacillus subtilis

ABSTRACT

Empirically, worms Lumbricus rubellus used as an auxiliary drug of typhoid that believed could kill
bacteria with their protein. Observation was used to acknowledge the susceptibility of Bacillus subtilis
toward Lumbricus rubellus worm protein isolate. This practice tried to test the suceptibility of
Lumbricus rubellus toward protein isolate which was got through protein isolation based on different
absorbances (higher absorbance of all fraction), those absorbances are 0,527, 0,643, and 0,434
(absorbance value is comparable with concentration). The method which used was agar diffusion to
test the inhibition zone as meaning gave effect at all fraction, and those fractions were compared with
standard protein isolates. The result showed that the inhibition zones were not formed, it showed that
the worm protein isolate did not give effect to the bactery. This discovery suggested that this worm
protein isolate is not proper to used, moreover the concentration of this isolate needs to be increased
in order to get the inhibition point. This work increases our understanding of the inhibition method.

Keywords: proten isolate, absorbance value, inhibition zone, Lumbricus rubellus, Bacillus subtilis

82 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


1. INTRODUCTION Recentrifugated at 1000 rpm in 2 minutes. The
In this experiment, dried Lumbricus pellet was washed with m9 buffer.
rubellus was subjected to protein extraction and Sephadex g 100 which had been used
then the protein results, tyrosine and tryptophan, for gel filtration chromatography, was made in
was tested to Bacillus subtilis. The process was such prosedure. Sephadex g 100 powder was
performed with m9 buffer, sucrose solution, expanded in plenty tris HCl buffer untuil it formed
nematode solubilization buffer, tris HCl buffer, gel.
isolation of nematode protein, sephadex g100, NSB 7 ml solubilized the pellet and put in
and minimum inhibition concentration test. microwave. The solution was added with
M9 buffer is used in this experiment and protease inhibitors 2 l and protein dye 10 l then
acts as solvent. Potassium dihydrogen was heated in 7 minutes. The warm solution was
phosphate 3 g, was mixed with sodium hydrogen centrifugated in 5 minutes at 6000 rpm.
phosphate 6 g, sodium chloride 5 g, and 1 ml Supernatan was taken and centrifugated in 5
magnesium phosphate 1 m. Then, aqua destillata minutes. Supernatan was decanted from its
was added to the solution and stirred them till sediment.
homogeneous and put in 4°C. Sucrose solution Afterwards the supernatan was
then being made from 35 g sucrose was mixed purificated with gel filtration chromatografy
with aqua destillata till 100 ml in volumetric flask method. The column was filled up with gel till 10
and storaged in 4°C. cm while tris HCl buffer was added continuosly.
As a buffer, nematode solubilization Then added the supernatan 500 l while
buffer (NSB) was used. Etanolamin 30 l was continuosly added the buffer on it. After the gel
mixed with 40 l edta 0,5 m, 100l pmsf 0,1 m, colored, collect 2 ml each fraction in 20 vials.
ditiotreitol 50 l 1 m, and 100 l inhibitor All fractions were tested with
protease. Then aqua destillata was added till 10 spectrofotometry uv-vis, in 260 nm and 280 nm
ml. Tris HCl buffer also a buffer that been used in wavelength. Then the fraction which had
this experiment. Tris powder was weighed till absorbance on 0,2-0,8 were tested in disc
0,151 gram and aqua destillata was added till diffusion method. Made 6 reservoirs in the solid
100 ml. Then added HCl 1 n until its ph reached mixture mha with Bacillus subtilis bacteria
6,8. After the ph reached, added aqua destillata suspension in petri dish. Each reservoir was filled
until its volume was 200 ml. with chloramphenicol 10 mg/ml, nematode
Nematode protein isolation took place protein extract, ethanol 5% as a blanco, and 3
next. Nematode powder was weighed till 1 g and fraction with the highest absorbance, are 0,5. All
added m9 buffer as much as nematode buffer. of them added within 25 l. After that, the petri
Then it was centrifugated in 2 minutes at 1000 dish was incubated in 18-24 hours and observed
rpm. Next the buffer was changed with a new one the clear zone.
and recentrifugated. Buffer was decanted. After
that, added sucrose solution 4°C to it and 2. MATERIAL AND METHODS
centrifugated in 5 minutes and nematode 2.1. Isolation of Worm Protein
removed to a new centrifugation tube and added Isolation of worm protein was done by
water to solubilize the sucrose residu. washing used sucrose and taking worm proteins.

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 83


Process of washing began with the powder in the suspense, was poured into the flask filtration and
capsule weighed as much as 1 gram. Worm gas removed from the gel to remove trapped air.
powder put into centrifuge tubes and added with Gel buffer volume (swelling buffer) and
7 ml of glucose solution. Closed centrifuge tubes development time depends on the type of gel.
and then centrifuged at 1000 rpm (~200 g) for 5 Dried gel buffer should be added gradually with
minutes. After the separation, sucrose solution in stirring suspense slowly using stir bar.
centrifuge tube removed. The water added as Suspended a gel matrix back twice in the volume
many as 7 ml and centrifuged again at 1000 of bed.
(~200 g) rpm for 2 minutes. Water in centrifuge Placed in a vertical column on the stand.
tubes removed and added 7 ml of m9 buffer three End capped column using a cotton swab that has
times alternately centrifuged at 2000 rpm for 2 been dampened by tris HCl buffer. Gel
minutes. Leave some fluid removed and let the suspension was poured into a column with the
worm pellet in the tube. appropriate volume to fill a column with the
Protein worms was taked by added perfect height to form fields are required.
nematode solubilization buffer (NSB) to the worm Carefully added 1 cm tris HCl buffer solution
pellet. Nematode solubilization buffer (NSB) were above the gel layer. Protein samples inserted
made by mixing 56 ml of 0.25 m edta, 21 ml with care as much as 50 ml in the buffer solution.
ethanolamine, 20μl 10x protease inhibitor and Tris HCl buffer was added slowly through the
6.223 ml distilled water ad. Tube was closed and column wall. The addition of buffer should be
put into the microwave for 25 seconds at high maintained not run out and done continuously so
temperatures. Added 5 ml and 20 ml dye protein that the columns are not dry and cracked. Faucet
protease inhibitors into the tube. Tube is heated is opened and made shelters column fractions in
above the boiling water bath for 7 minutes. a bottle vial up to 20 fractions. Each fraction was
Lysate was taken and put in a new tube and then measured by using hplc absorbance detector at a
centrifuged for 5 minutes. The lysate was wavelength of 260 nm and 280 nm and
centrifuged back if supernatant and pellet not determined the three fractions with the highest
separated perfectly. Supernatant was transferred absorbance.
to a new tube using a micropipette. Precipitate
was removed and the supernatant saved in 2.3. UV-VIS Spectrophotometry
centrifuge tube. Three fractions had highest absorbance
identifying using uv-vis spectrophotometry to
2.2. Gel Filtration Chromatography determine the content of the protein contained.
Gel filtration chromatography began with
weight as much as 1 gram matrix gel sephadex 2.4. Test Activity Against Microbial Protein
g-100. Gel matrix was developed in buffer fg a Three fractions had highest absorbance
day before used in order to inflate the gel matrix were diluted or concentrated to have a 0.5 nm
perfectly. After the gel expanded, the gel particles absorbance. Mha media poured into the petri
which not inflate perfectly was decanted. Gel that dish and added to 750 ml bacterial culture of
has been expanding, suspended again in buffer escherichia coli, shaken until homogeneous and
fg with the same volume to create thick allowed to solidify. The base of the dish is divided

84 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


into six equal zones. Each zone perforated using After worm supernatant has been
the perforator. Chloramphenicol, blank form of acquired, continued by purity process with gel
ethanol, extract worms and three fractions of 50 filtration chromatography. The principle of this
ml put into the reservoir using a micropipette. method was protein separation based on its size.
Petri dish wrapped and incubated at 370C for 18- It meant that small size endured in gel matrix and
24 hours. Inhibition zone formed after incubation needed longer elution. Meanwhile bigger size
was observed. passed gel matrix quickly. Gel matrix was
sephadex g-100, had fractionation range about
3. RESULT AND DISCUSSION 4000-100000. Buffer solution, tris HCl (ph 6.8) as
The protein does not produce inhibitory an eluent in this method. When sample was put
diameter of the test bacteria. It can be concluded into column, there was something had to notice,
that the protein in this concentration and one of them was sample had to put into column
absorbance could not have activity against through the wall of column to prevent disruption
Bacillus subtilis. of gel matrix.
This study used a capsule of extract The result of this process was 20 vials of
Lumbricus rubellus worm in dust. Worm was fractions had been collected. This result was
washed by m9 solution and sucrose solution. M9 expecting as a worm protein, especially pure
solution was a solution contained kh2po4, tyrosine and tryptophan. All of the fractions, then
na2hpo4, nacl, and mgso4. The used of this analyzed by hplc detector to get the value of
solution was to cut and clean the worm. While, absorbance. The measurement was done by two
sucrose solution as a substance that gave kinds of uv wavelength, on 260 nm and 280 nm.
hypertonic environment so that content of the It was because the protein was no color and had
worn could be emerged (osmosis). Process of amine groups. Absorbance on 260 nm was
worm’s washing with sentrifugation and the result bigger than 280 nm because the principle was
was a brown worm pellet. Then process of isolate bigger wavelength had smaller absorbance. It
worm protein used a nematode solubilization caused by white ray in each wavelength could be
buffer, protein coloring 2x, and 2µl 100x protease selected more detail in the prism. Big absorbance
inhibitor which could inhibit scattering of protein indicated there was still much protein in the
to peptides or their monomers. Worm protein was fractions, and the other hand, small absorbance
isolated by heating at the “high” temperature, was indicated there were few proteins. For the
sentrifugation, and cooling. When heating zero absorbance (transmittance 100 %) showed
process, worm protein would be denatured and that there was no protein anymore. It could be
out of the cell, when sentifugation process, the explained below:
unwanted components would be lost. As well as A = -log t = log 1/t
cooling process, worm protein would be A: absorbance
renaturated again. The results of all process were T: transmittance
4.25 ml green-brown worm supernatant. Absorbance that taken in this study was
three highest value (Table 1).

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 85


Table 1. Absorbance value from the fractions 5. SUGGESTION
This discovery suggested that this
Absorbance Lumbricus rubellus protein isolate is not proper to
Fraction
260 nm 280nm used, moreover the concentration of this isolate
1 0.597 0.527 needs to be increased in order to get the
3 0.788 0.643 inhibition point.

21 0.295 0.233
6. ACKNOWLEDGEMENT

4. CONCLUSION We would like to thank all who have

This worm protein isolation process helped completing this study in the planning,

begins with the extraction. The extraction process implementating, until writing this article.

ends with a centrifugation. Supernatant was 4.25


ml of brownish green solution. The supernatans DAFTAR PUSTAKA

are stored into a test tube and kept in ice to [1] Cho, j.h., c.b. Park, y.g. Yoon dan s.c. Kim.
1998. Lumbricin i, a novel proline-rich
prevent protein damage. Next is fractionation antimicrobial peptide from the earthworm:
process. Fractionation performed using the gel purification, cdna cloning and molecular
characterization. Biochim. Biophys. Acta.
filtration chromatography method by filtering 1408 (1): 67–76.
proteins by spesific gel which is then passed by [2] Madigan m, martinko j. Brock biology of
microorganisms (11th ed.). Prentice hall.
tris-HCl buffer solution and then stored in a vial 2005.
per 5 ml (20 vials). Then, absorbance value of [3] Young, v.r. Protein and amino acids. In:
present knowledge in nutrition. 8th edition.
the fractions were measured with high Bowman ba and russel rm (eds).
performance liquid chromatography detector. International life sciences institute,
washington dc. Chapter 5, pp. 43-58. 2001.
Absorbance was measured at two kind of
wavelengths, on 260 and 280 nm. After that,
activity testing of the protein was obtained
against the bacteria Bacillus subtilis. However, it
turns out that the protein does not produce
inhibitory diameter of the test bacteria. It can be
concluded that the protein does not have activity
against the bacteria Bacillus subtilis.

86 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


AKTIVITAS INHIBISI Pseudomonas aeruginosa OLEH
Penelitian PROTEIN CACING TANAH DENGAN METODE DIFUSI
CAKRAM
Susanti1*, Fitri Devi M1, Zila Khuzaimah1, Intan WS1, Ika S1, Riska R1
1
Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
*Corresponding author’s email: zhang.susanti@yahoo.co.id

ABSTRAK

Bagi sejumlah orang, cacing tanah merupakan binatang yang menjijikan. Namun, dibalik tubuhnya
yang panjang dan kurus tersimpan berjuta-juta manfaat. Cacing tanah terkenal sebagai penggembur
tanah, makanan burung, dan digunakan sebagai umpan memancing. Ternyata hewan ini juga
bermanfaat bagi dunia medis dan kesehatan. Orang-orang biasanya menggunakannya untuk
pengobatan tifus, diare, sirkulasi darah, pencernaan, antipiretik, dan menjaga kesehatan kulit. Orang-
orang mengonsumsinya dalam bentuk kapsul yang mengandung bubuk kering cacing tanah. Cacing
tanah merupakan sumber protein yang baik. Pseudomonas aeruginosa merupakan suatu bakteri gram
negatif, dan berbentuk batang. Pseudomonas aeruginosa biasanya menginfeksi saluran paru, saluran
kencing, luka bakar, luka, dan juga menyebabkan infeksi darah lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh fraksi protein cacing tanah dalam penghambatan aktivitas Pseudomonas
aeruginosa. Protein diisolasi dari kapsul cacing tanah. Protein berwarna kemudian dimurnikan dengan
kromatografi kolom.Absorbansi dari 21 fraksi yang dikumpulkan diukur dengan detektor
spektrofotometri UV. Tiga fraksi dengan absorbansi tertinggi digunakan untuk uji inhibisi pertumbuhan
bakteri dengan metode difusi cakram. Fraksi-fraksi ini dapat menghambat pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa dengan diameter zona hambat sebesar 1,1 cm; 1,2 cm , dan 1,175 cm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein cacing tanah dapat menghambat pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa.

Kata kunci: cacing tanah, inhibisi, Pseudomonas aeruginosa, difusi cakram

ABSTRACT

For some earthworms are disgusting animals. However, behind the long and slimy body is apparently
saved a million benefits. Earthworms are known as bulking soil, bird food, and used as fishing bait. It
turns out that the animal is also beneficial in the medical world and health. People usually use it for
treatment of typhus, diarrhea, blood circulation, digestion, antipyretic, and maintain healthy skin.
People consume it in capsules containing dried earthworm powder. Earthworms are good sources of
protein. Pseudomonas aeruginosa is a gram-negative, and rod-shaped bacterium. Pseudomonas
aeruginosa typically infects the pulmonary tract, urinary tract, burns, wounds, and also causes
other blood infections. The research was aimed to study the effect of earthworm protein fraction in
inhibition of Pseudomonas aeruginosa activity. Protein was isolated from earthworm capsules. The
colored protein was then purified by column chromatography. The absorbance of 21-collected
fractions were measured by UV-spectrophotometry detector. Three fractions with highest absorbance
were used for bacterial growth inhibition test. The disk-diffusion method was used. These fractions can
inhibit the growth of Pseudomonas aeruginosa with the inhibition zone diameters are 1,1 cm; 1,2 cm;
and 1,175 cm. The results indicated that earthworm protein can inhibit the growth of Pseudomonas
aeruginosa.

Keywords: Earthworm protein, inhibition, Pseudomonas aeruginosa, disk diffusion

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 87


1. PENDAHULUAN sentrifugator, beaker glass, oven, waterbath,
Cacing tanah termasuk hewan tingkat corong buchner, klem dan statif, kolom, vial,
rendah karena tidak mempunyai tulang belakang detektor spektrofotometri UV, spiritus, cawan
(invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas petri, pipet, mikropipet, perforator, inkubator,
Oligochaeta. Famili terpenting dari kelas ini penggaris. Bahan-bahan yang digunakan dalam
(1)
adalah Megascilicidae dan Lumbricidae. penelitian ini adalah serbuk cacing tanah yang
Bagi sebagian orang, cacing tanah masih dikeluarkan dari kapsul cacing tanah, aquadest,
dianggap sebagai makhluk yang menjijikkan sukrosa, larutan dapar M9, Nematode
dikarenakan bentuknya, sehingga tidak jarang Solubilization Buffer (NSB), protein marker 2X,
cacing masih dipandang sebelah mata. Namun inhibitor protease, larutan dapar Tris, Sephadex,
terlepas dari hal tersebut, cacing ternyata masih kapas, nutrien agar, kloramfenikol, ekstrak cacing
dicari oleh sebagian orang untuk dimanfaatkan. tanah dan etanol.
Menurut sumber, kandungan protein yang dimiliki
cacing tanah sangatlah tinggi, yakni mencapai 2.2 Sukrosa pencuci cacing
58-78 % dari bobot kering. Selain protein, cacing Serbuk cacing tanah dikeluarkan dari
tanah juga mengandung abu, serat dan lemak dalam kapsul dan ditimbang 1 gram. Kemudian,
tidak jenuh. Selain itu, cacing tanah mengandung ditambahkan sukrosa dan disentrifugasi segera
auxin yang merupakan hormon perangsang pada 1000 rpm selama 5 menit. Lalu, segera
(1)
tumbuh untuk tanaman. dikeluarkan dari permukaan cairan ke tabung
Manfaat dari cacing adalah sebagai sentrifugasi baru. Air ditambahkan segera untuk
Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk melarutkan sisa sukrosa, dan disentrifugasi
penyembuhan penyakit. Secara tradisional dengan kecepatan 1000 rpm (~200 G) selama 2
cacing tanah dipercaya dapat meredakan menit. Pellet cacing direndam dalam sedikit
demam, menurunkan tekanan darah, larutan dapar M9. Larutan dapar M9 digunakan
menyembuhkan bronkitis, reumatik sendi, sakit untuk memindahkan cacing ke tabung sentrifuga
(2)
gigi dan tipus. baru. Kemudian, pellet dicuci 3 kali dengan M9
Mengenai kandungan protein dalam (secara bergantian, lakukan sentrifugasi 2000
cacing tanah, dimana cacing tanah memiliki rpm selama 2 menit dan ganti M9). Cairan
kadar protein yang cukup tinggi. Maka cacing dibuang dan pellet cacing dibiarkan dalam
berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai tabung.
antimikroba sehingga dilakukan pengujian
kebenaran tentang cacing tanah terhadap 2.3 Pengambilan protein cacing
mikroba yang diujikan pada bakteri Nematode Solubilization Buffer (NSB)
Pseudomonas aeruginosa. ditambahkan dengan volume yang sama dengan
volume pellet cacing. Kemudian dipanaskan
0
2. METODE dalam oven pada suhu 90 C selama 1 menit.
2.1 Alat dan Bahan Setelah itu, 2 µL protein marker 2X dan 20 µL
Alat-alat yang digunakan dalam inhibitor protease ditambahkan kedalamnya. Lalu
penelitian ini adalah timbangan analitik, tabung dipindahkan ke dalam tabung sentrifugasi baru
reaksi, rak tabung reaksi, tabung sentrifugasi, dan dipanaskan pada waterbath. Setelah itu,

88 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm Setelah itu, 750 µl suspensi bakteri
selama 5 menit. Kemudian, lisat diambil. Pseudomonas aeruginosa diinokulasikan ke
dalam masing-masing cawan petri dan disebar
2.4 Pemurnian protein merata. Setelah gel memadat, perforator
Sephadex ditimbang sebanyak 1 gram digunakan untuk membuat 1 reservoir pada
dan dilarutkan dalam 30 ml larutan dapar Tris. masing-masing area cawan petri.Lalu, masing-
Gel dikembangkan dan disaring dengan corong masing reservoir diisi dengan 50 µL zat uji
buchner. Larutan dapar tris ditambahkan lagi dan (ekstrak cacing tanah, kloramfenikol, sampel
gel disuspensikan. Kemudian, kolom diletakkan blanko berupa etanol, fraksi 1, fraksi 2, dan fraksi
vertikal pada statif dan disumbat dengan sedikit 3) sesuai label. Cawan-cawan petri ini kemudian
0
kapas yang sudah dicelupkan dalam larutan diinkubasi pada 37 C selama 24 jam.Setelah itu,
dapar Tris. Sedikit larutan dapar Tris dimasukkan cawan-cawan petri tersebut dikeluarkan dari
ke dalam kolom dan kecepatan aliran dari kolom inkubator dan diukur diameter zona inhibisinya.
dicoba. Bila kecepatan alirnya sudah sesuai, gel
dimasukkan ke dalam kolom dan dibiarkan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
hingga gel tidak turun lagi sampai suatu batas Dari hasil kromatografi filtrasi gel
yang tetap dan Tris berada 1 cm di atas gel diperoleh 20 fraksi dan masing-masing fraksi
tersebut. Lalu supernatan cacing dimasukkan ke sebanyak 2 mL, absorbansi dari masing-masing
dalam kolom. Eluat ditampung dalam vial fraksi diukur menggunakan spektrofotometri UV-
terkalibrasi masing-masing 2 ml hingga 20 vial. vis. Hasil absorbansi ditampilkan pada tabel 1.
Kemudian, kapas dikeluarkan dan dicuci dengan
merendamnya dalam larutan dapar Tris dan 1,5
ditampung 2 mL di vial ke 21. Lalu, eluat dalam a
b 1
masing-masing vial diukur absorbansinya dengan s
detektor spektrofotometri UV pada λ= 260 nm o 0,5
dan λ=280 nm. r
b 0
a 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21
2.5 Uji kerentanan Pseudomonas aeruginosa n -0,5
No Vial
menggunakan difusi cakram s
i
Cawan petri dibagi menjadi 6 area sama absorbansi 260 nm
besar dan dilabeli. Ada 2 cawan petri yang absorbansi 280 nm
digunakan dalam penelitian ini.20 ml nutrien agar
Gambar 1. Grafik Nomor Vial Terhadap Absorbansi
dituang ke dalam masing-masing cawan petri.

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 89


Tabel 1. Absorbansi Eluat Cacing

Nomor Absorbansi
Vial λ260 nm λ280 nm
1 0,533 0,520
2 0,321 0,263
3 0,431 0,415
4 0,445 0,436
5 0,341 0,295
6 0,352 0,301
7 0,255 0,156
8 0,632 0,472
9 1,072 0,760
10 0,714 0,517
11 0,519 0,410
12 0,180 0,219
13 0,097 0,077
14 0,057 0,042
15 0,004 -0,011
16 0,009 -0,004
17 -0,019 -0,033
18 -0,008 -0,020
19 -0,028 -0,041
20 -0,013 -0,025
21 0,018 -0,005

Cawan petri 1 sebelum inkubasi Cawan petri 1 setelah inkubasi

Cawan petri 2 sebelum inkubasi Cawan petri 2 setelah inkubasi


Gambar 2. Perbandingan cawan petri 1 dan 2 sebelum dan setelah inkubasi

90 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


Uji kerentanan terhadap bakteri Pseudomonas kisaran netral, dapar tris biasanya digunakan di
aeruginosa dengan metodedifusi cakram dengan laboratorium biologi.
menggunakan 6 larutan uji yang berbeda yaitu Lisis sel adalah langkah pertama dari
antibiotik, ekstrak cacing, 3 fraksi sampel, dan ekstraksi DNA. Hal ini dilakukan dengan dapar
blanko berupa etanol. Berdasarkan pengamatan tris dan mengandung EDTA (ethylene diamine
dari kedua cawan tersebut dimana cawan I dan tetraacetic acid). EDTA mengikat kation bivalen
cawan II menunjukkan adanya zona hambat seperti kalsium dan magnesium. Karena ion-ion
yang ditunjukkan pada tabel 2. ini membantu menjaga integritas membran sel,
menghilangkan ion–ion tersebut dengan EDTA
3.1 Pembuatan Dapar Tris akan mendestabilisasikan membran. Dapar Tris
Tris, atau tris (hydroxymethyl) adalah komponen utama, peran utamanya
aminomethane, merupakan penyangga biologis adalah untuk menjaga pH dapar stabil pada titik,
yang umum, yang digunakan selama proses biasanya 8,0. Selain itu, tris mungkin berinteraksi
ekstraksi DNA. Selama ekstraksi dari sejumlah dengan LPS (lipopolisakarida) di membran,
sumber, DNA adalah pH sensitif. Selama lisis sel, sehingga mengacaukan membran lebih lanjut.
penghilangan komponen seluler yang tidak Pertama timbang sebanyak 1,2114 gram
diinginkan dan pengendapan, tris digunakan tris kemudian dilarutkan dalam 100 ml air. Tris
untuk mempertahankan pH yang stabil. Selain bersifat hidroskopik, tidak mudah larut dalam air,
itu, tris memainkan peran yang sangat penting dan tersedia dalam kemurnian tinggi. Ini tidak
dalam lisis sel. Karena pH dapat mempengaruhi mengendapkan garam kalsium, stabil dalam
dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor seluler, larutan pada suhu kamar selama berbulan-bulan,
mempertahankan pH yang stabil sangat penting dan tampaknya tidak menghambat banyak
bagi eksperimental ilmu pengetahuan. Dapar sistem enzim. Setelah dilarutkan dalam 100 ml
biologis, seperti tris, penting karena dapat air, kemudian diatur hingga pH 6,8. Karena pH
mempertahankan pH yang stabil meskipun awal dapar tris adalah 10, sehingga larutan HCl
efeknya dapat menggeser pH Tris ditambahkan sampai pH 6,8. Setelah
(hydroxymethyl) aminomethane, dengan pKa 8.1, mendapatkan pH 6,8, air ditambahkan hingga
dapar yang efektif antara pH 7 dan 9. Karena volumenya 200 mL.

Tabel 2. Diameter zona inhibisi dari 6 larutan uji dalam cm


Cawan F1 F2 F3 Antibiotik Ekstrak Sampel
petri cacing Blanko
I 1,1 1,1 1,1 3,3 2,0 -
1,1 1,2 1,3 3,0 2,5 -
ẋ 1,1 1,15 1,2 3,15 2,25 -
II 1,1 1,3 1,2 2,9 2,1 -
1,1 1,2 1,1 2,8 2,1 -
ẋ 1,1 1,25 1,15 2,85 2,1 -

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 91


3.2 Isolasi protein cacing Fraksi yang diambil memiliki absorbansi 0,632,
Bubuk cacing dicuci dengan larutan 1,072, dan 0,714.
sukrosa karena tonisitas larutan sukrosa sama
dengan tonisitas cacing sehingga protein tidak 3.4 Uji kerentanan Pseudomonas aeruginosa
rusak, kemudian disentrifugasi selama 5 menit menggunakan difusi cakram
pada 1000 rpm, maka dihasilkan pemisahan. Uji kerentanan terhadap Pseudomonas
Lapisan atas adalah cairan, lapisan bawah aeruginosa menggunakan difusi cakram. Dibuat
berupa padatan. Lapisan atas dicuci, sedangkan sebanyak 6 lubang pada media, satu lubang
lapisan padat dipindahkan ke dalam tabung baru, untuk antibiotik kloramfenikol, satu untuk ekstrak
tambahkan air dan kemudian disentrifugasi cacing , satu untuk blanko yaitu etanol, dan tiga
kembali untuk menghilangkan sisa sukrosa. lubang untuk tiga fraksi yang telah ditentukan
Kemudian disentrifugasi selama 2 menit pada sebelumnya. Pengujian dilakukan duplo dan
2000 rpm. Setelah itu, cacing dicuci dengan diinkubasi pada suhu 37o C selama 18-24 jam .
larutan M9, disentrifugasi kembali selama 2 menit Dari pengamatan setelah inkubasi, hasil
pada 2000 rpm. Sentrifugasi dilakukan sebanyak rata-rata diameter zona inhibisi yang diperoleh
3 kali. dari fraksi 1, 2, dan 3 pada media dalam cawan
pertama berturut-turut adalah 1,1 cm, 1,15 cm ,
3.3 Pemurnian protein dengan kromatografi dan 1,2 cm, sedangkan antibiotik kloramfenikol
filtrasi gel memiliki diameter zona inhibisi sebesar 3,15 cm,
Dari hasil kromatografi filtrasi gel dan ekstrak cacing memberikan diameter zona
menggunakan fase diam sephadex G100 dan inhibisi sebesar 2.25. Dalam cawan kedua,
dapar tris, sampel protein cacing dimasukkan diperoleh zona hambatan untukfraksi 1, 2, 3,
dan dielusi hingga memperoleh 20 vial fraksi kloramfenikol, ekstrak cacing berturut-turut
dengan setiap penampungan sebanyak 2 mL. adalah 1,1 cm, 1,25 cm, 1,15 cm, 2,85 cm, dan
Fraksi ke 21 diperoleh dari hasil pencucian kapas 2.1 cm. Sedangkan blanko tidak memberikan
penyumbat kolom yang ditampung sebanyak 2 zona inhibisi pada pengujian yang dilakukan.
mL. Semua eluat diukur absorbansinya dengan Dari hasil yang diperoleh diketahui
menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada bahwa bakteri pertumbuhan Pseudomonas
panjang gelombang 260 dan 280 nm. aeruginosa dapat dihambat oleh antibiotik
Hasil dari pengukuran absorbansi kloramfenikol , fraksi 1 , fraksi 2 dan fraksi 3 serta
menunjukkan data absorbansi berentang dari - ekstrak cacing yang ditandai dengan adanya
0,005 hingga 1,072. Hasil ini tidak memenuhi zona inhibisi. Kloramfenikol dapat menghambat
hukum Lambert-Beer (0,2-0,8). Dalam proses bakteri Pseudomonas aeruginosa karena sifat
elusi, hasil eluat ke-1 hingga 12 memiliki kloramfenikol adalah bakterisida yang berarti
absorbansi dalam rentang 0,2-0,8, sedangkan dapat membunuh gram positif dan gram negatif
hasil eluat ke-13 sampai 20 memiliki absorbansi (termasuk sebagian besar strain MRSA), serta
kurang dari 0,2. Berdasarkan grafik absorbansi, anaerob. Dari pengamatan hasil pemurnian dari
diambil tiga titik tertinggi untuk menguji fraksi protein dapat disimpulkan bahwa protein
kerentanan terhadap Pseudomonas aeruginosa. cacing menginhibisi aktivitas terhadap
Pseudomonas aeruginosa.

92 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


4. SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA
Tiga fraksi protein cacing tanah dengan [1] Budiarti, Cacing Tanah, Jakarta: Penebar
Swadaya; 1992.
absorbansi tertinggi dapat menginhibisi aktivitas
[2] Sayuti, Fahri., Pedoman Praktis Budidaya
Pseudomonas aeruginosa yang ditunjukkan Cacing Tanah, Bandung: Pusat Latihan Dan
Pengembangan; 1999.
dengan diameter zona inhibisi dari F1, F2, F3
berturut-turut 1,1 cm, 1,2 cm, dan 1,175 cm.

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 93


Advertorial PEMANFAATAN LIMBAH KULIT BUAH MANGGIS
(Garcinia mangostana L.) DALAM SEDIAAN MASKER
PEEL OFF SEBAGAI ANTIOKSIDAN
1* 1 1
Sri Rahayu Evrilia , Hana Nopia , Sri Yannika
1
Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
*Corresponding author’s email: evrilia27@gmail.com

ABSTRAK

Pengembangan sediaan masker peel-off berbasis kulit buah manggis sangat berpotensi untuk
dikembangkan di Indonesia sebagai salah satu negara penghasil manggis yang cukup besar di dunia.
Masalah utama dari antioksidan berbasis kulit buah manggis ini adalah stabilitas penyimpanannya
yang rendah. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu produk dengan stabilitas yang lebih baik
namun tidak mengurangi manfaat kulit buah manggis, salah satunya adalah dengan
mengembangkannya menjadi formulasi sediaan masker peel-off. Tujuan dari penulisan gagasan ini
adalah untuk memberikan perspektif nilai tambah dari kulit buah manggis sebagai antioksidan yang
dapat menangkal radikal bebas sehingga dapat dimanfaatkan untuk mencegah penuaan dini. Metode
penulisan berdasarkan analisis sintesis yang memanfaatkan pustaka dari berbagai sumber pustaka.
Gagasan yang diajukan berisi sistem pemecahan masalah limbah kulit buah manggis sehingga dapat
diaplikasikan dalam formulasi sediaan masker peel-off yang digunakan untuk menghambat penuaan
dini yang disebabkan oleh radikal bebas dari sinar UV. Trend masyarakat yang lebih memilih back to
nature ataupun healthy lifestyle turut mendukung terjadinya peningkatan permintaan pasar akan
antioksidan dalam formulasi masker peel-off. Maka dari itu penulis memberikan sebuah solusi nyata
untuk memanfaatkan potensi besar dari antioksidan yang dihasilkan dari kulit buah manggis kedalam
formulasi sediaan masker peel-off yang diharapkan dapat memberikan efek yang positif bagi
kesehatan masyarakat.

Kata kunci : antioksidan, kulit buah manggis, masker peel off.

ABSTRACT

A peel-off mask preparations with mangosteen rind as bases has the potential to be developed in
Indonesia as one of the mangosteen-producing countries in the world. The main problems of
mangosteen peel-based antioxidants are low storage stability. Therefore, it’s necessary to develop a
product with better stability but doesn’t reduce the benefits of mangosteen rind, one of which is to
develop it into a dosage formulation peel-off mask. The purpose of this idea is to provide value-added
perspective of mangosteen rind as an antioxidant that can counteract free radicals and is used to
prevent premature aging. The writing method based on analytical synthesis that utilizes a library of
literature sources. This idea is to solve the problem of waste containing mangosteen rind that can be
applied in a peel-off mask formulation that prevent premature aging caused by free radicals from UV
rays. Trend of the people who prefer back to nature or healthy lifestyle contributed to the increased
market demand for antioxidants in the peel-off mask formulations. Thus the authors provide a real
solution to harness the great potential of antioxidants produced from mangosteen rind into dosage
formulations peel-off mask that is expected to provide positive effect on public health.

Keywords : antioxidants, mangosteen rind, peel-off mask.

94 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


1. PENDAHULUAN kendaraan bermotor, asap rokok, air yang
Peningkatan prevalensi penyakit terpolusi, radiasi sinar ultraviolet dan makanan
(3)
degeneratif di Indonesia, memotivasi para yang mengandung lemak tak jenuh.
peneliti pangan dan gizi Indonesia untuk Kandungan kimia kulit manggis adalah
mengeksplorasi senyawa-senyawa antioksidan xanton, mangostin, garsinon, flavonoid dan
yang berasal dari sumber alami. Tingginya tannin. Menurut hasil penelitian kulit buah
biodiversity kekayaan alam dan bahan-bahan manggis memiliki aktivitas HIV tipe I, antibakteri,
indigenous yang dianugrahkan oleh Tuhan antioksidan dan anti metastasis pada kanker
kepada bangsa Indonesia, merupakan potensi usus.(4)
yang sangat berharga dan bermanfaat untuk Berdasarkan kandungan dan khasiat
(1)
kesehatan masyarakatnya . tersebut, kulit buah manggis berpotensi untuk
Manggis (Garcinia mangostana L.) dikembangkan menjadi suatu sediaan kosmetik
Merupakan salah satu buah tropika unggulan salah satunya dalam bentuk masker gel. Masker
nasional Indonesia dan menjadi primadona gel merupakan masker yang praktis, setelah
penghasil devisa negara. Produksi manggis kering masker tersebut dapat langsung diangkat
tahun 2007 mencapai 112.722 ton. Namun, mutu (biasa dikenal dengan sebutan masker peel-off).
buah manggis yang dihasilkan sebagian besar Zat aktif pada masker dapat lebih lama
masih rendah. Buah manggis pada umumnya berinteraksi dengan kulit wajah. Manfaat masker
dikonsumsi daging buahnya sedangkan kulitnya gel antara lain dapat mengangkat sel kulit mati
yang mencakup ¾ bagian dibuang. Hal ini sangat agar kulit bersih dan segar, mengembalikan
disayangkan karena peningkatan nilai ekonomis kelembutan kulit, dan dengan pemakaian teratur
buah manggis dapat dilakukan dengan dapat mengurangi kerutan halus pada kulit
memanfaatkan kulitnya. Penelitian-penelitian wajah.(5)
fitokimia sebelumnya menyatakan bahwa kulit Melihat permasalahan limbah kulit buah
buah manggis (KBM) dapat menjadi salah satu manggis ini diperlukan berbagai solusi yang tepat
sumber xanthone yang merupakan senyawa untuk memecahkan dan meminimalisir
flavanoid dengan berbagai manfaat. Beberapa permasalahan tersebut dengan tidak
penelitian membuktikan bahwa tingkat kematian memindahkan masalah atau menimbulkan
dari penyakit jantung koroner berbanding terbalik masalah baru. Salah satu solusi yang dapat
terhadap konsumsi senyawa flavonoid. Senyawa- dilakukan ialah dengan memanfaatkan kulit buah
senyawa flavonoid juga dapat mencegah stroke, manggis ini sebagai formulasi sediaan masker
menghambat pertumbuhan sel tumor, bersifat peel-off dengan memafaatkan antioksidan
anti-inflammatory, antiviral, dan memiliki aktivitas didalamnya. Mengingat radikal bebas tersebar di
(2)
antimikroba. lingkungan tempat kita hidup, misalnya udara
Menjadi tua memang tak bisa dihindari, yang terpolusi oleh asap kendaraan bermotor,
tetapi memperlambat timbulnya penuaan dapat asap rokok, air yang terpolusi, radiasi sinar
diusahakan mulai sekarang. Radikal bebas ultraviolet dari sinar matahari dan makanan yang
merupakan salah satu penyebab utama penuaan mengandung lemak tak jenuh. Oleh karena itu,
yang banyak tersebar di lingkungan tempat kita diharapkan dengan adanya gagasan
hidup, misalnya udara yang terpolusi oleh asap pemanfaatan antioksidan dari kulit buah manggis

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 95


sebagai sediaan masker peel-off ini dapat 2.2 Antioksidan
memperlambat timbulnya penuaan sehingga Antioksidan didefinisikan sebagai
dapat memberikan efek yang positif bagi senyawa yang dapat menunda, memperlambat,
(7)
kesehatan masyarakat. dan mencegah proses oksidasi lipid. Sumber-
sumber antioksidan dapat dikelompokkan
2. PEMBAHASAN menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik
2.1 Kulit Buah Manggis (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa
Kajian terkini melalui sains telah reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan
membuktikan khasiat dan kelebihan kulit buah hasil ekstraksi bahan alami). Beberapa contoh
manggis dengan penemuan sejenis bahan aktif antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaanya
di dalam buah manggis yang dikenal sebagai untuk makanan dan penggunaannya telah sering
xanthone. Xanthone ialah suatu bahan kimia aktif digunakan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil
dengan strukturnya yang terdiri dari 3 cincin dan hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil
ini menjadikannya sangat stabil dalam keadaan hidoksi quinon (TBHQ) dan tokoferol.
panas atau dingin. Terdapat lebih dari 200 jenis Antioksidan-antioksidan tersebut merupakan
bahan xanthone di alam tetapi lebih dari 40 jenis antioksidan alami yang telah diproduksi secara
xanthone terdapat dalam kulit buah manggis dan sintetis untuk tujuan komersial. Antioksidan alami
ini merupakan kandungan yang terbanyak. di dalam makanan dapat berasal dari (a)
Sebuah riset membuktikan, xanthone di kulit senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu
manggis terbentuk sejak buah berumur satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa
buan setelah bunga mekar. Pada umur satu antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi
bulan, kadar xanthone di kulit manggis sebesar selama proses pengolahan, (c) senyawa
14,67 mg/g dan berturut-turut meningkat sesuai antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan
umur buah : 2 bulan (16,21 mg/g), 3 bulan (15,47 ditambahkan ke makanan sebagai bahan
(7)
mg/g) dan 4 bulan (15,68 mg/g). Bahkan kadar tambahan pangan.
xanthone justru meningkat menjadi 34,36 mg/g
jika buah disimpan hingga 4 minggu setelah 2.3 Radikal Bebas
(6)
dipetik. Radikal bebas merupakan suatu molekul
Kulit manggis yang mengandung yang relatif tidak stabil dengan atom yang pada
xanthone sebagai antioksidan sangat dibutuhkan orbit terluarnya memiliki satu atau lebih elektron
dalam tubuh sebagai penyeimbang prooxidant yang tidak berpasangan. Karena kehilangan
(reducing radicals, oxidizing radicals, pasangannya itu, molekul menjadi tidak stabil
carboncentered, sinar UV, metal, dll) yang ada di dan radikal. Supaya stabil molekul ini selalu
lingkungan manusia. Kandungan xanthone ini berusaha mencari pasangan elektronnya, yaitu
juga lebih banyak dibandingkan xanthone yang dengan cara merebut elektron dari molekul lain
terkandung pada buah manggis. Selain sebagai secara membabi buta. Karena itulah dia disebut
(7)
antioksidan, di dalam kulit manggis juga radikal bebas.
terkandung berbagai zat yang bermanfaat untuk
(6)
kesehatan serta kecantikan. .

96 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


2.4 Mekanisme Antioksidan Menghambat segar, mengembalikan kelembutan kulit, dan
Radikal Bebas dengan pemakaian teratur dapat mengurangi
(5)
Mekanisme kerja antioksidan memiliki kerutan halus pada kulit wajah.
dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi Bahan-bahan pembentuk gel yang biasa
utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi digunakan meliputi gom-gom alam (tragakan,
atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang karagenan, pectin, agar, dan asam alginat),
mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut bahan semisintetik (metilselulosa, hidroksi etil
sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat selulosa, dan hidroksipropilmetil selulosa), dan
memberikan atom hidrogen secara cepat ke polimer sintetik (carbopol, plivinil alkohol,
radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke polietilen-polioksipropilen, dan gelatin). Poliviniol
bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal alkohol digunakan untuk bahan pembentuk gel
antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih yang cepat kering, memberikan lapisan yang
stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua kuat dan plastik, kontak yang baik dan untuk
merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu pengobatan, memberikan perlindungahn pada
memperlambat laju autooksidasi dengan kulit dengan tampilan yang baik.(8)
berbagai mekanisme diluar mekanisme
pemutusan rantai autooksidasi dengan 2.6 Masker Peel Off Kulit Buah Manggis
pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih Salah satu langkah yang
direkomendasikan untuk menambah variasi
2.5 Masker Peel Off dalam pemanfaatan antioksidan dalam buah
Masker peel off merupakan salah satu manggis ini yaitu gagasan untuk
jenis sediaan masker yang praktis dan mudah menggaplikasikan kulit buah manggis sebagai
saat penggunaannya, selain itu sediaan masker sediaan masker peel-off.
ini telah diaplikasikan untuk anti penuaan dini.
Masker peel off terbuat dari bahan karet, seperti 1. Ekstraksi kulit buah manggis
polivinil alkohol atau damar vinil asetat. Masker Serbuk simplisia kulit buah manggis
peel off biasanya dalam bentuk gel atau pasta ditimbang sebanyak 500 gram kemudian
yang dioleskan ke kulit muka. Setelah alkohol ditempatkan ke dalam maserator yang bagian
yang terkandung dalam masker menguap, dasarnya telah dilapisi kapas, kemudian ke
terbentuklah lapisan film yang tipis dan dalam maserator dimasukkan pelarut metanol –
transparan pada kulit muka. Setelah berkontak air dengan perbandingan 9 : 1 sebanyak 600 ml.
selama 15–30 menit, lapisan tersebut diangkat Proses maserasi tersebut didiamkan selama 24
(8)
dari permukaan kulit dengan cara dikelupas. jam, sambil sesekali dilakukan pengadukan.
Masker gel merupakan masker yang Setelah 24 jam maserat dikeluarkan dan
praktis, setelah kering masker tersebut dapat ditampung. Kemudian dilakukan remaserasi
langsung diangkat (biasa dikenal dengan dengan menggunakan pelarut metanol - air
sebutan masker pell off). Zat aktif pada masker dengan perbandingan 9 : 1, selama 24 jam
dapat lebih lama berinteraksi dengan kulit wajah. sambil sesekali dilakukan pengadukan. Setelah
Manfaat masker gel antara lain dapat 24 jam maserat dikeluarkan dan ditampung.
mengangkat sel kulit mati agar kulit bersih dan Kemudian ke dalam maserator dimasukkan

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 97


pelarut metanol – air dengan perbandingan 1 : 1, pipet sehingga menghasilkan Filtrat B kemudian
didiamkan selama 24 jam sambil sesekali ditempatkan di dalam cawan penguap hingga
dilakukan pengadukan. Setelah 24 jam maserat kering. Untuk pengujian senyawa monoterpenoid
dikeluarkan dan ditampung. Seluruh hasil dan seskuiterpenoid diteteskan larutan vanillin
penampungan pelarut dicampurkan untuk 10% dalam H2SO4 pekat melalui pinggir cawan,
kemudian dilakukan proses pemekatan ekstrak sedangkan untuk pengujian senyawa steroid dan
dengan menggunakan alat rotari evaporator. triterpenoid dengan cara diteteskannya larutan
pereaksi Liebermann Burchard.
2. Penapisan fitokimia
A. Uji alkaloid 3. Uji DPPH
Pengujian senyawa alkaloid dilakukan DPPH atau 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil
dengan cara simplisia yang telah digerus (α,α-difenil-βpikrilhidrazil) merupakan suatu
dibasakan dengan 10 ml amonia 10%, radikal bebas yang stabil dan tidak membentuk
ditambahkan 5 ml kloroform sambil digerus kuat, dimer akibat delokalisasi dari elektron bebas
dan lapisan kloroform disaring dengan pipet yang pada seluruh molekul. Delokalisasi elektron
disumbat dengan kapas. Filtrat dimasukkan ke bebas ini juga mengakibatkan terbentuknya
dalam tabung reaksi, ditambahkan ke dalamnya warna ungu pada larutan DPPH sehingga bisa
HCl 2 N, dan dikocok kuat sehingga terbentuk 2 diukur absorbansinya pada panjang gelombang
lapisan. Lapisan asam dipipet dan dibagi menjadi sekitar 520 nm. Ketika larutan DPPH dicampur
3 bagian, pada tabung reaksi pertama dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom
ditambahkan pereaksi Mayer, tabung reaksi hidrogen, maka warna ungu dari larutan akan
kedua ditambahkan pereaksi Dragendorff, dan hilang seiring dengan tereduksinya DPPH. Uji
tabung reaksi yang ketiga digunakan sebagai aktivitas antioksidan dengan menggunakan
blanko. metode ini berdasarkan dari hilangnya warna
B. Uji flavonoid ungu akibat tereduksinya DPPH oleh antioksidan.
Pengujian senyawa flavonoid dilakukan Intensitas warna dari larutan uji diukur melalui
dengan cara menambahkan air panas ke dalam spektrofotometri UV-Vis pada panjang
simplisia yang telah digerus, dipanaskan, dan gelombang sekitar 520nm. Hasil dari uji ini
disaring. Filtrat yang didapat tersebut diinterpretasikan sebagai EC50, yaitu jumlah
ditambahkan serbuk Mg, larutan HCl 2 N, dan antioksidan yang diperlukan untuk menurunkan
amilalkohol. Tabung reaksi dikocok kuat dan konsentrasi awal DPPH sebesar 50%
didiamkan sehingga memisah.
C. Uji monoterpenoid, seskuiterpenoid, 4. Rancangan Formulasi
steroid, dan triterpenoid Masker peel off ekstrak kulit buah
Pengujian senyawa monoterpenoid, manggis (Garcinia mangostana L.) diformulasi
seskuiterpenoid, steroid, dan triterpenoid dapat tiap 60 gram (Tabel 1).
dilakukan secara bersamaan. Caranya dengan
menggerus simplisia dengan eter kemudian di-

98 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


Tabel 1. Formulasi masker peel off kulit buah manggis

Bahan Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5


(%) (%) (%) (%) (%)
Ekstrak kulit manggis * * * * *
Veegum 10 10 10 10 10
Asam Stearat 5 5 5 5 5
Propylenglycol 10 10 10 10 10
Triethanolamin 2 2 2 2 2
Propil paraben 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
Metil Paraben 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18
Alpa tokoferol 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001
Olive oil 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Cetyl alcohol 2 2 2 2 2
Perfume 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Aquadest ad100 ad100 ad100 ad100 ad100
Keterangan : * konsentrasi tergantung uji DPPH

5. Pembuatan masker peel off (stress condition) yang bertujuan untuk


Fase air yaitu aquadest, ekstrak kulit mempercepat proses peruraian dari bahan-
buah manggis, metyl paraben, veegum, bahan dan untuk mempersingkat waktu
triethanolamin, propil paraben, alpha tokoferol, pengujian. Masker gel diuji kestabilannya dengan
dan cetyl alcohol. Fase minyak yaitu asam mensiklus antara dua temperatur yaitu 5°C dan
stearat, olive oil, dan propilenglycol. 35°C selama 10 siklus, masing-masing siklus
Pembuatan masker peel off dilakukan berdurasi 12 jam.
dengan memanaskan terlebih dulu aquadest 1. Pengamatan Organoleptis
o
sampai suhu 50 C. Tambahkan ekstrak kulit Pengamatan organoleptis dilakukan untuk
buah manggis, metyl paraben, veegum, mengetahui ada tidaknya perubahan warna
triethanolamin, propel paraben, alpha tokoferol, dan bau yang terjadi selama kondisi
cetyl alkohol (Fase air). Campuran minyak dipaksakan.
terdiri dari asam stearat, olive oil, propilenglycol 2. Viskositas
o
yang dilelehkan pada suhu 60-70 C. Setelah Selain pengamatan organoleptis juga
fase minyak tercampur semua, tambahkan dilakukan pengukuran viskositas dengan
campuran fase air sedikit demi sedikit hingga menggunakan Viskometer Brookfield. Alat ini
semua tertuang kemudian dinginkan. memiliki keuntungan antara lain mudah
digunakan dan sampel uji bisa mudah
6. Evaluasi sediaan masker peel off ditampung. Koefisien keseragaman untuk
Evaluasi kestabilan sediaan gel sebelum pengukuran viskositas menunjukkan hasil
dan setelah penyimpanan dipercepat dilakukan yang sangat signifikan.
untuk menentukan kestabilan gel secara fisik 3. Nilai Yield
karena evaluasi tersebut merupakan salah satu Sediaan masker gel menunjukkan tipe aliran
uji atau tolak ukur untuk mendeteksi Non-Newton yaitu plastis dimana semua
ketidakstabilan dari sediaan. Pengujian ini kurva formula tidak dapat melalui sumbu
dilakukan dengan metode kondisi dipaksakan tekanan geser dan ketiganya memiliki nilai

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 99


yield, dimana nilai yield adalah besarnya gaya 3. SIMPULAN
atau tekanan geser yang harus dilampaui Berdasarkan kandungan dan khasiat,
agar suatu system dapat mengalir. Nilai yield kulit buah manggis berpotensi dikembangkan
dan viskositas saling berhubungan karena menjadi sediaan kosmetik dalam bentuk masker
semakin tinggu viskositas, maka nilai yield masker peel off. Zat aktif pada masker dapat
semakin besar. lebih lama berinteraksi dengan kulit wajah.
4. pH Manfaat masker peel off antara lain dapat
Sediaaan masker gel di uji pH untuk mengangkat sel kulit mati agar kulit bersih dan
mengetahui sama tidaknya dengan pH kulit, segar, mengembalikan kelembutan kulit, dan
sehingga sediaan dapat digunakan. dengan pemakaian teratur dapat mengurangi
5. Uji iritasi kerutan halus pada kulit wajah.
Sediaan masker peel off di uji iritasi pada kulit
kelinci apakah menyebabkan iritasi atau tidak 4. SARAN
sebelum digunakan ke manusia. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang pemanfaatan kulit buah manggis
7. Pengujian Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (Garcinia mangostana L.) sebagai antioksidan
Kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan yang potensial dan optimasi formulasi masker
dengan fasa diam silica gel GF245 dan fasa peel off dari kulit buah manggis (Garcinia
gerak kombinasi pelarut dengan perbandingan mangostana L.) sebagai antioksidan.
yang cocok. Pelat silica gel GF 254 disiapkan
dengan ukuran 10x1 cm untuk 1 kali totolan, DAFTAR PUSTAKA
kemudian ekstrak cair ditutulkan pada garis awal [1] Hanif, Sekilas Mengenal Radikal Bebas dan
Bahayanya, http://www.smallcrab.com
dengan menggunakan pipa kapiler, biarkan
(diakses 24 Februari 2013), 2001.
beberapa saat hingga pelarutnya menguap. Pelat [2] Shadine, M., Mengenal Penyakit Hipertensi,
Diabetes, Stroke dan Serangan Jantung,
silica kemudian dimasukkan ke dalam eluen yang
Cetakan I, Penerbit Keenbooks, Jakarta,
sebelumnya telah dijenuhkan dengan cairan Hal. 57, 2010.
[3] Fransworth, N.R., Biologycal and
pengembang, dengan perbandingan 6:4 (n-
Phytochemical Screening of Plants.Journal
hexan : etil asetat). Proses kromatografi of Pharmaceutical Science, Reheis
Chemical Company, Chicago, Pages 262-
dihentikan sampai cairan pengembang berada di
264, 1996.
garis depan, kemudian angkat pelat biarkan [4] Flick, E.W., Cosmetic and Toiletry
Formulations edisi 7, Noyes Publication,
sampai kering. Amati pola kromatografi di bawah
New York, 1999.
lampu UV 254 dan 366 nm, kemudian hitung Rf [5] Balsam M.S and Edward Sagarin,
Cosmetics Science and Technology, Willey-
pada setiap bercak yang teramati, sebelumnya
Interscience, USA, 1972.
disemprotkan terlebih dahulu penampang bercak [6] Sunarjo, Garcinia Mangostana,
http://www.pusatherbal.web.id/ (diakses 8
asam sulfat 10% dalam methanol dan didapatkan
Maret 2013), 2008.
rentang RF 0,2-0,3. [7] Draelos, Z.D. Cosmetic dermatology
products and procedures. John Wiley &
Sons. Singapore. 2010.
[8] Ansel, H.C. Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi, UI Press, Jakarta. 1989.

100 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


POTENSI EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava
Advertorial Linn) SEBAGAI OBAT KUMUR UNTUK PENGOBATAN
KARIES GIGI
1 1
Farah Naufal Kartiwa* , Bella Fikka Gamila
1
Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
*Corresponding author’s email: farahkartiwa@ymail.com

ABSTRAK

Karies gigi merupakan permasalahan mulut dan gigi yang sering dijumpai di masyarakat. Saat ini
pengembangan penggunaan tanaman sebagai pengobatan tradisional telah memberikan inovasi
untuk mengatasi karies gigi. Salah satu tanaman yang berpotensi adalah daun jambu biji. Penelitian
menunjukkan bahwa daun jambu biji memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri penyebab karies
gigi Staphylococcus mutans. Ekstrak daun jambu biji terbukti dapat menghambat dan membunuh
Staphylococcus mutans pada konsentrasi masing-masing 2% dan 3,5%. Studi pustaka ini akan
membahas tentang sifat antibakteri dari ekstrak daun jambu biji dan melihat potensinya dalam bentuk
sediaan obat kumur yang digunakan untuk mengobati karies gigi.

Kata kunci: ekstrak daun jambu biji, karies, obat kumur

ABSTRACT

Dental caries is a mouth and teeth problems that often found in the community.The current
development of the use of plants as traditional medicine has been providing innovations to address
dental caries. One of the plants that potentially is guava leaves. Research has shown that guava leaf
as antimicrobial acivity against Streptococcus mutans bacteria cause dental caries. Guava leaf extract
proved to inhibit and kill Streptococcus mutans on each 2% and 3,5% concentration. This review
focused on antibacterial properties of guava leaf extract and its potential in the form of a mouthwash
used to treat dental caries.

Keyword: guava leaf extract, caries, mouthwash

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 101


1. PENDAHULUAN aktivitas antimikroba(6). Penelitian yang dilakukan
Karies gigi merupakan penyakit gigi dan oleh Jayakumari, et. al. (2012), menunjukkan
mulut yang sering terjadi. Di Indonesia karies gigi bahwa pemberian ekstrak daun jambu biji
merupakan penyakit endemik dengan prevalensi (Psidium guajava Linn.) memiliki aktivitas
dan derajat keparahan yang cukup tinggi.(1) antimikroba terhadap bakteri penyebab karies
(7)
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga gigi Staphylococcus mutans.
(SKRT) tahun 2004, tingkat prevalensi karies di Pemanfaatan ekstrak daun jambu biji
Indonesia adalah 90,05% dari jumlah penduduk sebagai pengobatan karies gigi dapat
(2)
Indonesia. Selain itu, Riset Kesehatan Dasar diaplikasikan ke dalam salah satu bentuk sediaan
(Riskesdas) tahun 2007 menyebutkan bahwa farmasi, yaitu obat kumur. Penggunaan sediaan
prevalensi karies aktif di Indonesia mencapai obat kumur yang relatif mudah, praktis, dan
(3)
46,5%. mudah dijangkau oleh masyarakat dapat menjadi
Karies gigi merupakan penyakit infeksi nilai tambah bagi ekstrak daun jambu biji sebagai
yang disebabkan oleh demineralisasi email dan pengobatan karies gigi yang efektif. Oleh karena
dentin yang erat hubungannya dengan konsumsi itu, tinjauan pustaka ini bertujuan untuk mengkaji
makanan yang bersifat kariogenik. Karies gigi sifat antibakteri dari ekstrak daun jambu biji
terjadi akibat peran dari bakteri yang terdapat dalam menghambat Streptococcus mutans serta
pada mulut yang disebut Streptococcus potensi pengolahannya menjadi sediaan obat
(3)
mutans. Telah banyak penelitian yang kumur.
membuktikan adanya korelasi positif antara
jumlah bakteriStreptococcus mutans pada plak 2. PEMBAHASAN
(4)
gigi dengan prevalensi karies gigi. 2.1 Karies Gigi
Penggunaan tanaman sebagai Karies gigi adalah penyakit infeksi dan
pengobatan tradisional telah dilakukan oleh merupakan suatu proses demineralisasi yang
masyarakat Indonesia sejak dulu. Salah satu progresif pada jaringan keras permukaan
(8)
tanaman yang diduga memberikan khasiat mahkota dan akar gigi. Faktor utama yang
melawan karies gigi adalah daun jambu biji. menyebabkan terjadinya karies gigi adalah host
Jambu biji (Psidium guajava Linn.) (gigi dan saliva), substrat (makanan),
dikenal dengan nama jambu klutuk termasuk mikroorganisme penyebab karies dan waktu.
dalam family Myrtaceae, berasal dari Brazil, Karies gigi hanya akan terbentuk apabila terjadi
(10)
Amerika Tengah dan tersebar hampir di seluruh interaksi antara keempat faktor berikut.
negara Asia. Jambu biji merupakan salah satu Mekanisme terjadinya karies gigi dimulai
produk hortikultura yang termasuk komoditas dengan adanya plak di permukaan gigi. Sukrosa
(5)
internasional. (gula) dari sisa makanan akan diproses oleh
Penelitian tentang ekstrak daun jambu bakteri yang menempel pada plak gigi menjadi
biji telah banyak dilakukan. Dari penelitian- asam laktat. Asam ini akan menurunkan pH
penelitian tersebut disebutkan bahwa ekstrak mulut menjadi kritis (5,5). Penurunan pH yang
daun jambu biji memiliki aktivitas farmakologis, berulang-ulang dalam waktu tertentu akan
antara lain sebagai anti-inflamasi, anti-diare, mengakibatkan demineralisasi email yang
antioksidan, antimutagenik dan juga memiliki

102 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


berlanjut menjadi karies di permukaan gigi lalu Streptococcus mutans bersifat
meluas ke arah pulpa.(11) asidourikartinya dapat hidup di lingkungan asam
Karies sering dimulai pada pit dan fisur, dan sekaligus bersifat asidogenik yang dapat
(7)
interproksimal gigi, dan bagian servikal gigi. menghasilkan asam. Metabolisme bakteri ini
Karies dimulai dari lapisan enamel atau meningkat pada pH yang sangat rendah,
sementum, dan menyebar ke dalam lapisan gigi. sedangkan bakteri akan melambat
Perkembangan karies dimulai dengan tanda- metabolismenya apabila berada dalam suasana
tanda dini seperti bercak putih (white spot) dan yang asam. Hal ini terjadi karena adanya sistem
demineralisasi opak pada permukaan gigi. Hal ini daya proton yang digunakan untuk transport
disebabkan karena terjadi pelepasan ion kalsium nutrisi yang menembus dinding sel pada
dan fosfat dari prisma enamel. Pada keadaan ini lingkungan dengan pH yang rendah dan kadar
permukaan gigi masih terlihat utuh, namun glukosa tinggi, yang diatur oleh kandungan ion
terlihat garis putih di bagian servikal vestibulum hidrogen yang meningkat pada keadaan asam.
dan palatal gigi insisivus. White spot ini Streptococcus mutans mampu menurunkan atau
ditemukan pada area yang mudah tertimbun plak mempertahankan pH rongga mulut pada
seperti permukaan gigi incisivus maksila, area pit suasana asam yang akan menyebabkan kondisi
dan fissur serta dibawah kontak point diantara ini semakin menguntungkan untuk metabolisme
gigi geligi. Pada tahapan ini, lesi yang terbentuk itu sendiri dan tidak menguntungkan bagi spesies
masih bersifat reversibel dan dapat diatasi lain yang hidup pada waktu bersamaan.(14)
dengan penjagaan oral hygiene yang baik, Streptococcus mutans dapat
aplikasi fluor, dan perubahan diet. Tahapan memfermentasi karbohidrat yang menempel
seterusnya turut melibatkan lapisan dentin pada permukaan gigi menggunakan enzim
karena permukaan enamel telah mengalami glucosyltransferase untuk menghasilkan
destruksi. Dentin tersingkap dan kelihatan adhesive glucan. Bakteri dan adhesive glucan
kekuningan dan lunak apabila diekskavasi Pada akan melekat pada pelikel di permukaan gigi
tahapan ini juga akan menunjukkan molar yang disebut sebagai plak gigi. Selain adhesive
maksila mengalami lesi permulaan pada bagian glucan, senyawa lain yang dihasilkan dari
(12)
servikal, proksimal, dan oklusal. fermentasi karbohidrat oleh Streptococcus
mutans adalah asam laktat. Asam ini akan
2.2 Streptococcus mutans menyebabkan demineralisasi permukaan enamel
(15,16,17)
Beberapa penelitian melaporkan bahwa gigi dan membentuk karies.
bakteri Streptococcus mutans merupakan agen
penyebab karies yang paling sering ditemukan. 2.3 Penatalaksanaan Karies Gigi
Streptococcus mutans merupakan flora normal di Penatalaksanaan karies gigi dapat
dalam rongga mulut. Bakteri ini termasuk dalam dilakukan melalui proses identifikasi faktor risiko,
jenis cocci gram positif yang nonmotil (tidak pencegahan karies berdasarkan faktor risiko, dan
bergerak), mempunyai diameter 0,5-2.0 m, restorasi gigi yang telah mengalami
(18)
berpasang-pasangan, berantai pendek, sedang kerusakan.
(13)
dan panjang serta non kapsul.

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 103


Identifikasi faktor risiko karies dapat serta standar uji siprofloksasin 5 µl/disc
dibedakan menjadi karies risiko rendah, karies dijenuhkan ke dalam paper disc berdiameter 6
risiko sedang, dan karies risiko tinggi. Dalam mm. Paper disc ditanam pada media nutrien
proses pencegahan, terdapat beberapa faktor agar yang telah dicampur dengan bakteri uji,
yang harus dicegah, yaitu diet, kebersihan mulut, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada 37oC.
flour, dan fisur silen. Pada tahap akhir Zona hambat di sekitar paper disc diamati untuk
penatalaksanaan karies adalah restorasi gigi. menunjukkan ada tidaknya pertumbuhan
Restorasi diperlukan jika permukaan gigi menjadi mikroba. Dari hasil pengamatan diketahui zona
berlubang. Bahan yang biasa dipakai untuk hambat ekstrak daun jambu biji terhadap
(21)
restorasi gigi adalah semen glass ionomer. Streptococcus mutans adalah sebagai berikut:
Semen tersebut berfungsi dengan baik sebagai
bahan tambal untuk gigi sulung maupun Tabel 1. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Jambu
(18) Biji Terhadap Streptococcus mutans
permanen. Menggunakan Meode Disc Difussion

S. Treatment Concentration Zone of


2.4 Daun Jambu Biji No (µg/ml) Inhibition
Daun jambu biji memiliki kandungan (in mm)
minyak esensial dengan kandungan utama α- for S.
Mutans
pinene, β-pinene, limonene, mentol, terpenil
25 10.5
asetat, isopropil alkohol, longisilen, karyofilen 1 ME 50 14
oksida, β-copanene, farnesene, humulene, 75 16
100 17.5
selinene, cardinene, dan curcumene. Selain itu,
25 11.5
daun jambu biji juga diketahui mengandung 2 EAF 50 17.5
asam triterpen dan flavonoid, serta avicularin dan 75 20
3-L-4-piranosid yang memiliki aktivitas antibakteri 100 20.5
25 12
yang kuat dengan merusak struktur membran 4 IF 50 16
selnya.(20) 75 18
Jayakumari et. al. (2012) melakukan 100 19.5
5 Standard 25 25
pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak daun
jambu biji. Bakteri yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Streptococcus mutans,
yang merupakan agen penyebab karies gigi.
Pengujian aktivitas antibakteri
dilakukan dengan menggunakan metode disc
diffusion serta penentuan minimum inhibitory Gambar 1. Zona Hambat Ekstrak Daun Jambu Biji
Terhadap Streptococcus mutans
concentration (MIC). Bakteri induk Streptococcus Menggunakan Meode Disc Difussion
mutans diinkubasi dalam nutrient broth selama
24 jam pada 37 C.
o (21) dengan :

Pada metode disc difussion, bahan uji ME – Ekstrak Metanol Daun Jambu Biji;

berupa ekstrak metanol daun jambu biji dan EAF – Fraksi Bioaktif Daun Jambu Biji;

fraksinya (konsentrasi 50 µl/disc dan 100 µl/disc) IF – Fraksi Flavonoid Daun Jambu Biji

104 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


Selain penelitian yang dilakukan oleh Obat kumur memiliki berbagai komposisi
Jayakumari et. al. (2012), aktivitas antibakteri bahan aktif sesuai tujuan penggunannya masing-
ekstrak daun jambu biji terhadap Streptococcus masing. Salah satu bahan aktif yang umum
mutans juga diuji oleh Hermawan (2012) dengan terdapat di dalam obat kumur yaitu bahan
menentukan nilai kadar hambat minimum (KHM) antibakteri yang memiliki fungsi mengurangi
dan kadar bunuh minimal (KBM). Pada pengujian jumlah mikroorganisme dalam rongga mulut(24).
KHM dan KBM, konsentrasi ekstrak daun jambu Sedangkan bahan inaktif dalam suatu obat
biji yang digunakan adalah 1,5%, 2%, 2,5%, 3% kumur diantaranya adalah air sebagai penyusun
(7)
dan 3,5% dari konsentrasi indukan 10%. Kadar terbesar volume larutan; alcohol; pemanis seperti
Hambat Minimal (KHM) ditentukan dengan gliserol, sorbitol, karamel, dan sakarin; zat
menggunakan metode dilusi tabung. Hasil uji pemberi rasa (flavouring agent); humektan; zat
(24,25,26,27)
dilusi tabung menunjukkan bahwa KHM pada pengemulsi; serta bahan pewarna.
konsentrasi 2%, karena pada konsentrasi Pada sediaan obat kumur, bahan yang
tersebut tampak jernih. Sedangkan pada berperan penting adalah humektan dan
konsentrasi yang lebih kecil 1,5% tidak surfaktan. Humektan berfungsi agar zat aktif
ditemukan adanya efek penghambatan. Pada dalam sediaan obat kumur tidak menguap
konsentrasi 2%, 2,5%, 3%, dan 3,5% terdapat sehingga membantu memperpanjang waktu
efek penghambatan pertumbuhan bakteri karena kontak zat aktif pada gigi serta memperbaiki
(7)
hasil uji dilusi tabung tampak jernih. Kadar stabilitas bahan dalam jangka waktu lama.(28)
Bunuh Minimal (KBM) ditentukan dengan Selain itu, humektan juga menjaga kelembutan
streaking masing-masing konsentrasi pada obat kumur dan mencegah terjadinya
media Brain Heart Infusion agar (BHIA) yang pengerasan. Bahan-bahan yang digunakan
kemudian diinkubasikan selama 24 jam pada sebagai humektan dalam obat kumur antara lain
o
suhu 37 C. Dari hasil penghitungan koloni yang sorbitol, propilenglikol, dan gliserol.(29)Selain itu,
tumbuh didapatkan KBM ekstrak daun jambu biji gliserin yang dapat berperan sebagai bahan
(7)
sebesar 3,5%. pelarut dan pengatur kekentalan juga sering
digunakan sebagai humektan dalam sediaan
2.5 Obat Kumur obat kumur.(30)
Obat kumur adalah cairan yang Surfaktan dalam sediaan obat kumur
digunakan untuk membilas rongga mulut, selain memberikan produk akhir yang jernih juga
mengandung zat antiseptik, memberikan rasa berfungsi membantu pengangkatan plak dan
segar, digunakan untuk membersihkan mulut dan sisa-sisa makanan dari gigi. Surfaktan yang
gigi serta memiliki efek terapeutik dengan merupakan agen pembusa juga dapat
menghilangkan infeksi atau mencegah karies menurunkan tegangan permukaan sehingga
(22)
gigi. Obat kumur memeiliki kelebihan yaitu memungkinkan pembersihan sampai ke sela-sela
kemampuannya menjangkau tempat yang paling gigi. Interaksi surfaktan dan kotoran gigi yang
(23)
sulit dibersihkan dengan sikat gigi. membentuk misel juga membantu pencegahan
pembentukan plak gigi.(31,32)

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 105


2.6 Potensi Penggunaan Obat Kumur dengan pada konsentrasi hingga 30%. Selain itu, gliserin
Bahan Aktif Ekstrak Daun Jambu Biji juga berfungsi meningkatkan kelarutan (co-
Secara umum, komposisi obat kumur solvent) bahan aktif dalam obat kumur.(31,35)
ekstrak daun jambu biji terdiri dari aquadest, Bahan pemanis yang sering digunakan dalam
pelarut, surfaktan, humektan, pemanis, pemberi sediaan obat kumur di antaranya Na sakarin dan
rasa, pewarna, dan zat aktif. Jumlah aquadest sorbitol. Keduanya memiliki tingkat kemanisan
dalam sediaan obat kumur ini akan yang lebih tinggi dari sukrosa, tetapi sorbitol
mempengaruhi volume akhir serta viskositas obat memiliki kelebihan sebagai humektan disamping
(31)
kumur. pemberi rasa manis.(36)
Sebagai pelarut dalam obat kumur Bahan tambahan lainnya dalam obat
digunakan etanol 70%. Etanol digunakan untuk kumur yaitu zat pewarna, misalnya sandalwood
melarutkan zat pemberi rasa dan dapat atau bahan pewarna sintetik yang diklasifikasikan
memberikan efek menyegarkan ketika dalam Colour Index (CI) oleh Society of Dyers
penggunaan obat kumur. Selain itu, etanol juga and Colourist; pemberi rasa, yang paling sering
dapat berfungsi sebagai co-solventyang dapat digunakan yaitu mentol; serta pengawet,
meningkatkan kelarutan zat aktif dalam misalnya asam benzoat. Selain itu, untuk
pembawanya yaitu aquadest, tetapi, penggunaan mengatur pH sediaan juga ditambahkan buffer
co-solvent ini dibatasi dengan alasan toksisitas. Na fosfat (Na2HPO4).(36)
Konsentrasi maksimal etanol 70% dalam obat Formula sederhana obat kumur dapat
.(31,33)
kumur umumnya sebesar 15% ditunjukkan dalam tabel berikut:(31)
Surfaktan digunakan dalam formulasi
obat kumur karena dapat menurunkan tegangan Tabel 2. Formulasi Sediaan Obat Kumur Ekstrak
Daun Jambu Biji
permukaan cairan sehingga membantu proses
pembersihan rongga mulut. Surfaktan juga dapat Komposisi Konsentrasi (%)
meningkatkan kelarutan zat aktif dalam obat Ekstrak daun jambu biji 0,25
kumur dengan cara membentuk misel. Jika zat Etanol 70 % 6
aktif bersifat hidrofil atau larut dalam air, molekul Na sakarin 0,15
zat aktif akan berada di dalam misel, sementara Mentol q.s.
jika zat aktif tidak larut dalam air, molekulnya Gliserin 10
akan berada pada permukaan misel. Mekanisme Pewarna FD & C Blue
ini kemudian akan menghasilkan larutan obat q.s.
no.1, CI 42090
(31,33)
kumur yang bening. Salah satu surfaktan Na fosfat 0,15
yang umum digunakan dalam sediaan obat Na lauril sulfat 1
kumur yaitu Na lauril sulfat yang oleh The Asam benzoat 0,05
International Journal of Toxicology disarankan Aquadest Ad 100 ml
penggunaannya tidak lebih dari 1% untuk tujuan
(34)
keamanan. Formulasi obat kumur ekstrak daun
Sebagai humektan dalam sediaan obat jambu biji secara sederhana dapat dilakukan
kumur, yang umum digunakan antara lain dengan mencampurkan terlebih dahulu ekstrak
gliserin.(31) Sebagai humektan, gliserin digunakan daun jambu biji, gliserin, dan Na lauril sulfat yang

106 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


masing-masing telah dilarutkan dalam aquadest. Kecamatan Kawangkoan Utara. Jurnal e-
GiGi (eG) 2013; Vol. 1; No. 1: 59-68.
Mentol yang telah dilarutkan di dalam etanol lalu
[5] Parimin SP. Jambu Biji: Budi Daya dan
ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam Ragam Pemanfaatannya. Jakarta:
Penebar Swadaya; 2007.
campuran pertama sambil diaduk. Selanjutnya,
[6] Prabu, G.R., Gnanamani, A., Sadulla, S.J.
Na sakarin, Na fosfat, dan pewarna ditambahkan Guajaverin: A Plant Flavonoid as Potential
Antiplaque Agent Against Streptococcus
ke dalam campuran dan diaduk hingga homogen.
mutans. J Journal of Applied Microbiology
Larutan yang dihasilkan kemudian disaring 2006; 101: 487-495.
(31) [7] Hermawan R. Uji Aktivitas Ekstrak Daun
sebelum akhirnya dikemas.
Jambu Biji (Psidium guajava Linn.) sebagai
Antimikroba Terhadap Bakteri Penyebab
Karies Streptococcus mutans Secara In
3. SIMPULAN
Vitro [Skripsi]. Malang: Universitas
Daun jambu biji (Psidium guajava) dapat Brawijaya; 2012.
[8] Angela A. Pencegahan Primer pada Anak
digunakan dalam pengobatan karies gigi karena
yang Berisiko Karies Tinggi. Maj. Ked.
kemampuannya dalam menghambat Gigi. (Dent. J.) 2005; Vol. 38; No. 3: 130–
134.
pertumbuhan bakteri penyebab karies
[9] Dukic OL, Juric H, Dukic W, Glavina D.
Streptococcus mutans. Daun jambu biji memiliki Factors Predisposing to Early Childhood
Caries (ECC) in Children of Pre-School
kandungan avicularin dan 3-L-4-piranosid yang
Age in The City of Zagreb [Dissertation].
memiliki aktivitas antibakteri yang kuat. Adanya Zagreb (Croatia): School of Dental
Medicine, University of Zagreb; 2001.
sifat antibakteri ini memungkinkan ekstrak daun
[10] Brogårdh-Roth S, K Stjernqvist, L Matsson,
jambu biji untuk digunakan sebagai zat aktif G Klingberg. Parental Perspectives on
Preterm Children’s Oral Health Behaviour
dalam suatu sediaan obat kumur.
and Experience of Dental Care During
Preschool and Early School Years. Int J
Paediatr Dent 2009: 243–250.
4. SARAN
[11] Mohamad, Salman Salim Bin. Karies Gigi
1. Diperlukan optimasi dan penelitian lebih Pada Anak Usia 20-40 Bulan Dengan
Kelahiran Prematur Di RSU DR. Pirngadi
lanjut formulasi obat kumur.
Medan [Skripsi]. Medan: Universitas
2. Dilakukan penelitian untuk menguji Sumatera Utara; 2011.
[12] Marsh PD, Martin MV. Oral Microbiology.
toksisitas sediaan agar penggunaannya
5th Ed. New York: Elsevier; 2009.
secara klinis dapat dipertanggungjawabkan. [13] Gronroos L. General Bacteriology Aspects
of Mutans Streptococci Disseratation
Mannaheimintie [Review of literature].
DAFTAR PUSTAKA Helsinki: University of Helsinki; 2000.
[14] Fujiwara T. Etiology and clinical symptoms
[1] Metaliri, M. Efek Antibakteri Infusum Kulit
of dental caries. Foods Food Ingredients J
Anggur (Vitis Vinifera) Varietas
2005; 210; 4.
Probolinggo Biru terhadap Strepiococcus
[15] Taubman M. Imagine: A World Without
mutans Asal Saliva In Vitro[Skripsi],
Cavities. Massachusetts Society Med Res
Jakarta: Universitas Indonesia; 2007.
2007: 1-3.
[2] Depkes RI. Survei Kesehatan Nasional:
[16] Anne AS. Indeks DEF-T dan DMF-T
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
Masyarakat Desa Cipondoh dan Desa
2004. Volume 3. Jakarta: Badan
Mekarsari Kecamatan Tirtamulya
Litbangkes; 2005.
Kabupaten Karawang. Jurnal Kedokteran
[3] Badan Penelitian dan Pengembangan
Gigi Unpad 2008: 1-4.
Kesehatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan
[17] Sasmita dan Pertiwi. Identifikasi,
Dasar (Riskesdas) Nasional 2007,
Pencegahan, dan Restorasi sebagai
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Penatalaksanaan Karies Gigi pada Anak.
Indonesia; 2008.
[Tinjauan Pustaka]. Bandung: Universitas
[4] Worotitjan, Mintjelungan, dan Gunawan.
Padjadjaran; 2009.
Pengalaman Karies Gigi serta PolaMakan
pada Anak Sekolah Dasar di Desa Kiawa

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 107


[18] Vargas AD, Soto HM, Gonzalez HVA, [29] Mitsui, T. New Cosmetic Science. Tokyo:
Engleman EM, Martinez GA. Kinetics of Elsevier; 1997.
Accumulation and Distribution of [30] Shanebrook, A.C. Formulations and Use of
Flavonoids in Guav a (Psidium Surfactantc in Toothpastes; 2004 [cited
guajava). Mexico: Agrociencia; 2006. March 15 2014]. Available from:
[19] Jayamukari, J. Anbu, V. Ravichandiran, S. http://www.eng.buffalo.edu/courses/spring
Nithya, Asheini Anjana, and D. Sudharani. 04/ce457_527/Adam.pdf
Evaluation of Toothace Activity of [31] Pharmpress. Oral Pharmaceutical
Methanolic Extract and Its Various Fraction Solution; 2008 [cited March 15 2014].
from The Leaves Psidium Guajava Linn. Available from: http://www.pharmpress.
[20] Akande OO, Alada ARA, Aderinokun GA, com/files/docs/ft_pharm_dosage_sample.p
et al. Efficacy of different brands of df
mouthwash rinses on oral bacterial loud [32] Bailey, T. SLS Free; 2014 [cited March 15
count in healthy adults. African Journal of 2014]. Available from:
Biomedical Research. 2004; 7: 125-6 https://www.slsfree.net
[21] Claffey, N. Essential oil Mouthwash: A Key [33] Rowe, R.C., Paul J.S., Marian E.Q.
Component in Oral Health Management. J. Handbook of Pharmaceutical Excipients.
Clin Periodontal 2003; 30 (suppl.5): 22-24. Washington D.C.: The Pharmaceutical
[22] Waksman Foundation for Microbiology. Press, 2009.
The antebacterial action of mouthwash; [34] Storehagen, S., Nanna O. og S.M.
2013 [cited March 15 2014]. Available Dentrifices and Mouthwashes Ingredients
from: http://www.waksman-foundation.org/ and Their Use, 2003 [cited March 15
labs/rochester/mouthwash.htm 2014]. Available from: https://www.duo.
[23] Amtha, R. Kelainan Mukosa Mulut Akibat uio.no/bitstream/handle/10852/33076/Stor
Penggunaan Obat Kumur. M I Kedokteran ehagen_Ose_Midha.pdf?sequence=1
Gigi FKG Usakti 1997; 35: 71-7 [35] Widodo, D. E. Peranan kumur-kumur
[24] Sudiono, J. Pengaruh Pemakaian Obat dalam Perawatan Periodontal. Jakarta:
kumur Senyawa Fenol Terhadap Kumpulan Naskah Ceramah Ilmiah
Gambaran SEM Epitel Mukosa Bukal Kongres Nasional XIV PDGI, 1980: 140-
Mulut Tikus. M I Kedokteran Gigi FKG 144.
Usakti 1999; 38: 70-5. [36] Fernandes, M. R. V. Et al. Assesssment of
[25] Harris, N.O., Christen A.G. Preventive Antioxidant Activity of Spray Dried Extracct
Primary Dentistry 2nd edition. California: of Psidium guajava Leaves by DPPH and
Appleton and Lange, 1987. Chemiluminescence Inhbition in Human
[26] Jackson, E.B. Sugar Confectionary Neutrophils; 2014 [cited May 5 2014].
Manufacture 2nd edition. Cambridge: Available from: http://www.hindawi.com/
Cambridge University Press; 1995. journals/bmri/2014/382891/
[27] Cawson, R.A & Spector, R.C. Clinical [37] Maryati. Derajat Keasaman (Ph) Saliva
Pharmacology in Dentistry. 4th ed. pada Rongga Mulut Berkaries dan Tidak
Churchill Livingstone; 1987. Berkaries; 2008 [cited May 5 2014].
[28] Fauzi, Y. Kelapa Sawit: Budidaya Available from: http://repository.usu.ac.id/
Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis handle/123456789/796
Usaha dan Pemasaran Edisi Revisi 44.
Jakarta: Penebar Swadaya; 2002.

108 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


Tinjauan POTENSI OKSITOSIN SEBAGAI PEPTIDA TERAPETIK
ANTIOBESITAS DAN ANTIDIABETES
Pustaka 1*
Dewi Okta Briana , Oktavia Rahayu A
1

1
Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya
*Corresponding author’s email: dewiobriana@gmail.com

ABSTRAK

Beberapa tahun terakhir, peptida banyak dikembangkan sebagai terapi untuk obesitas. Dalam
artikel ini, kami telah mengkaji potensi dan efikasi dari oksitosin (OXT) pada terapi obesitas dan
diabetes melitus tipe 2. Berdasarkan pada studi hewan coba dan beberapa studi yang telah
dilakukan pada manusia, OXT memiliki efek terapetik sebagai antiobesitas dan antidiabetes
melitus tipe 2 dengan mengontrol berat badan, meningkatkan sekresi insulin, meningkatkan
sensitivitas reseptor insulin, dan menurunkan perlemakan hati, sehingga OXT sangat potensial
untuk dikembangkan sebagai peptida terapetik obesitas dan diabetes melitus tipe 2. Penelitian
lebih lanjut mengenai studi pada manusia perlu dikembangkan untuk mendapatkan dosis optimal
dan menentukan durasi terapi dengan OXT pada pasien obesitas dan diabetes melitus tipe 2.

Kata kunci: OXT, obesitas, diabetes, peptida, hormon

ABSTRACT

Recently, peptide has being developed to treat obesity. In this article we have reviewed the
potency and efficacy of oxytocin (OXT) on obesity and type 2 diabetes mellitus. Based on animal
models and some human studies, OXT exhibited therapeutic effects on obesity and type 2 diabetes
mellitus type 2 by improving weight control, increasing the secretion of insulin, increasing the
sensitivity of insulin receptor, and lowering fatty liver. In conclusion, OXT is potential peptide for
being developed as therapeutic peptides for obesity. Further investigations as human clinical
studies are needed to obtain the optimum dose and duration of treatment with OXT in obese and
type 2 diabetes mellitus patients.

Keywords: OXT, obesity, diabetes, peptide, hormone

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 109


1. PENDAHULUAN kebingungan. Sedangkan terapi farmakologi lain
Obesitas merupakan sebuah kondisi yang sering digunakan seperti Orlistat bekerja
yang disebabkan oleh beragam etiologi yang dengan cara yang berbeda dari beberapa
dapat berhubungan dengan konsekuensi terkait antiobesitas yang telah disebutkan, yaitu dengan
dengan kondisi kesehatan dan fungsi tubuh. melakukan penghambatan terhadap penyerapan
Prevalensi obesitas telah meningkat sebanyak lemak di usus.(3)
dua kali lipat sejak tahun 1980. Pada tahun 2008, Obesitas dapat menyebabkan beberapa
lebih dari 1,4 juta orang dewasa, yang berusia 20 komplikasi serius seperti diabetes melitus,
tahun atau lebih mengalami kondisi overweight. hipertensi, dislipidemia, penyakit jantung,
Dari jumlah tersebut, lebih dari 200 juta pria dan penyakit serebrovaskuler, penyakit pernapasan,
(4)
hampir 300 juta wanita mengalami obesitas. 35% osteoartritis, penyakit ginjal kronik, dan kanker.
dewasa berusia lebih dari 19 tahun mengalami Dewasa ini, tidak sedikit para peneliti dan dokter
overweight pada 2008, dan 11% mengalami berlomba-lomba untuk menemukan terapi yang
obesitas. 65% populasi dunia hidup di negara tepat bagi kondisi obesitas. Dan saat ini yang
dimana kondisi overweight dan obesitas menjadi paling sering dikembangkan adalah oksitosin
penyebab kematian melebihi kondisi (OXT) dengan menginduksi mekanisme periferal
(1)
underweight. dan sentral, menggunakan serangkaian efek
Menurut National Heart, Lung, and Blood metabolik yang menguntungkan.(5)
Institute (NHLBI),(2) overweight didefinisikan Dalam studi ini, kami bertujuan untuk
sebagai rentang indeks massa tubuh (IMT) 25 – mengulas potensi dan efikasi oksitosin sebagai
29,9 kg/m2, dan derajat yang lebih tinggi, yaitu salah satu pendekatan terapi untuk obesitas,
obesitas, didefinisikan sebagai rentang IMT dengan mengkaji beberapa jurnal artikel yang
dalam tiga kelas, obesitas kelas pertama 30 – menyajikan data hasil penelitian preklinik
2 2
34,9 kg/m , kelas kedua 35 – 39,9 kg/m , dan maupun riset biomolekuler.
2
kelas ketiga ≥40 kg/m .
Beberapa terapi farmakologis telah 2. PEMBAHASAN
dikembangkan untuk mengatasi obesitas yaitu 2.1 Regulasi Hipotalamik dan Endogen
diantaranya dengan pemberian penggantian Pusat perintah komunikasi antara otak
leptin, antagonis prolaktin, topiramat, agonis dan tubuh adalah hipotalamus. Hipotalamus
satietin, agonis kolesistokinin (CCK), dan agonis mengatur seluruh sistem homeostatik termasuk
amylin. Sebagian besar dari terapi tersebut ritme sirkadian, tidur, suhu tubuh, regulasi stres,
diketahui dapat mempengaruhi sistem perilaku seksual, dan keseimbangan air.
serotonergik dengan menghambat re-uptake atau Hipotalamus juga meregulasi asupan makanan.
menstimulasi pelepasan serotonin dengan efek Dua daerah kunci pada regulasi asupan
samping yang mungkin muncul berupa hipertensi makanan terletak di daerah infundibular dari
pulmonari. Bahkan obat antiobesitas yang telah hipotalamus, yaitu arcuate nucleus (ARC) dan
disetujui oleh Food and Drugs Administration area perifornical. Di dua area ini terjadi beragam
(FDA) seperti sibutramin juga memiliki efek interaksi dari neuropeptida yang berbeda-beda.
samping potensial berupa hipertensi, pusing, Dalam hal tersebut, neuropeptida yang berperan
penglihatan terganggu, amnesia, dan penting dalam regulasi asupan makanan yaitu

110 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


neuropeptida Y (NPY), agouti-related protein dan menghambat traktus gastrointestinal. Sistem
(AGRP), alpha-melanocyte-stimulating hormone menurunkan kadar glukosa serum melalui
(alpha-MSH), cocaine-amphetamine-regulated aktivasi MCH dan orexin, dan menghambat
(3)
transcript (CART, yang juga dapat diaktivasi oleh neuron CRH dan TRH.
obat), melanocyte-concetrating hormone (MCH), Sistem regulasi hipotalamik menerima
dan orexin. Pengendalian di hipotalamus ini timbal balik dari perifer. Sebagai bagian dari
menerima timbal balik dari periferal melalui regulasi jangka pendek dari asupan makanan,
neuropeptida seperti leptin, ghrelin, dan ghrelin disekresikan oleh dinding lambung ketika
(3)
kolesistokinin (CCK). lambung dalam keadaan kosong. Peptida ini
Asupan makanan diregulasi oleh arcuate kemudian menembus sawar darah otak (blood
nucleus hipotalamus dengan dua sistem brain barrier/ BBB) dan menstimulasi neuron
neuronal kompetitif. Sistem pertama yang NPY/AGRP pada arcuate nucleus. Hal ini akan
melibatkan neuropeptida NPY dan AGRP akan mengindukasi sensasi lapar yang berhubungan
menstimulasi asupan makanan, sedangkan dengan kadar ghrelin. Ketika dinding lambung
sistem kedua yang melibatkan α-MSH dan CART melebar ketika ada asupan makanan, maka usus
akan menekan kebutuhan asupan makanan. halus akan merilis kolesistokinin (CCK), yang
Masing-masing sistem akan saling menghambat beraksi pada ujung saraf sensori vagal, setelah
satu sama lain. Neuron MSH/CART sangat sinyal ditransduksikan ke nukleus NTS, maka
sensitif terhadap glukosa dan menjadi aktif ketika neuron NPY/AGRP akan dihambat, yang
jumlah glukosa dalam sirkulasi dalam rentang berakhir pada pembatasan asupan makanan.(3)
normal, sehingga inhibisi dari NPY/AGRP terjadi
dan nafsu makan dapat ditekan. Sebaliknya, jika 2.2 Mekanisme obesitas
kadar glukosa dalam sirkulasi menurun, maka Regulasi asupan makanan yang masuk
neuron NPY/AGRP akan mengaktifkan sejumlah ke dalam tubuh berpusat pada hipotalamus dan
neuron lain di area perifornical hipotalamus mendapat timbal balik dari perifer melalui
melalui reseptor MC4 (reseptor α-MSH, tipe 4). neuronal maupun humoral, jika terjadi gangguan
Sel ini akan mengekspresikan MCH dan orexin, pada salah satu tahap regulasi tersebut, maka
(3)
menuju ke area pusat yaitu solitary tract (nucleus berat badan berlebih (overweight) dapat terjadi.
tractus solitarius/NTS) di batang otak untuk Selain kecacatan pada sistem leptin, yang mana
meregulasi asupan makanan. Mekanisme ini sangat jarang ditemukan, sejumlah mutasi
akan menghasilkan stimulasi dorsal vagal patogenik dalam gen yang terlibat dalam regulasi
nucleus dan aktivasi subsekuen dari traktus asupan makanan telah ditemukan. Beberapa
gastrointestinal. Pada waktu yang sama, pada penelitian melaporkan penemuan mutasi pada
nukleus paraventrikular di hipotalamus, grup gen untuk reseptor MC4 yang mana pada
neuron lain akan dihambat sehingga beberapa kasus dapat menyebabkan obesitas
(6)
menyebabkan aktivasi CRH dan ACTH yang parah dengan hiperinsulinemia. Studi lain juga
(7)
akan meningkatkan laju metabolisme basal menunjukkan bahwa mutasi pada gen POMC
melalui TRH dan TSH, dan menurunkan asupan dan reseptor ghrelin dapat menyebabkan
(8)
makanan melalui aktivasi sistem saraf simpatis obesitas pada anak.

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 111


2.3 Oksitosin insulin dan memperbaiki berat badan.(10) Selain
Oksitosin (OXT) merupakan hormon itu, OXT juga dapat menurunkan asupan
neurohipofisial yang berperan penting dalam makanan, berat badan, massa lemak viseral, dan
proses kelahiran dan menyusui pada mamalia ukuran adiposit dengan pemberian secara infus
melalui aksi periferalnya. Penelitian baru-baru ini dengan minipumps secara subkutan yang
mendokumentasikan peran OXT dalam sistem diimplan selama 13 hari pada tikus DIO ( Diet
saraf pusat (SSP), termasuk dalam pemeliharaan Induced Obesed), OXT juga memperbaiki lemak
maternal, aspek sosial, dan peningkatan liver dan intoleransi glukosa tanpa
pembelajaran dan memori. Selain itu, peran mempengaruhi tekanan darah yang normal pada
fisiologis OXT dalam metabolisme energi juga tikus DIO, sehingga OXT dianggap sebagai
(9)
telah dilaporkan. OXT diproduksi oleh neuron terapi baru bagi penderita hiperfagia.
hipotalamus dan berupa neuropeptida yang Berikut data hasil penelitian yang
tersusun atas sembilan asam amino, dirilis menunjukkan OXT mampu menurunkan berat
secara lokal di otak atau sistemik melalui terminal badan pada DIO dibandingkan kontrol dan OXT
akson di pituitari posterior. OXT adalah peptida mampu menurunkan asupan makanan pada DIO
katabolik dan anorektik, OXT dapat dibandingkan dengan kontrol (Gambar 2.1):
menghasilkan salah satu atau kedua efek
tersebut bergantung pada rute dan periode
pemberian OXT.(9)
OXT bertindak sebagai satiety hormone
atau hormon yang bertugas memberikan timbal
balik berupa rasa kenyang pada hewan karena
keduanya bekerja secara perifer dan sentral
untuk mengurangi nafsu makan. Selain itu,
makanan dan agen yang menginduksi anoreksia,
seperti kolesistokinin (CCK), menyebabkan
sekresi OXT dari hipofisis dan kemudian
mengurangi asupan makanan. Hal ini
menunjukkan bahwa baik rasa mual dan kenyang
mengaktifkan hipotalamus oksitonergik jalur yang
mengontrol penghambatan pencernaan. OXT
baik yang diberikan secara intraperitoneal atau
intraserebroventrikular, dapat mengurangi
asupan makanan dan menunda rasa lapar.(3)

2.4 Mekanisme Kerja OXT sebagai


Antiobesitas dan Antidiabetes
Oksitosin (OXT) mampu bertindak
sebagai agen antidiabetes dengan menurunkan Gambar 2.1 Injeksi OXT subkutan menurunkan
9
asupan makanan dan berat badan
intoleransi glukosa melalui peningkatan sekresi

112 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


Injeksi intraperitonial dari OXT dapat metabolik, dan penyakit kardiovaskuler, serta
menekan asupan makanan dan menginduksi dapat meningkatkan risiko sirosis dan kanker
(13)
ekspresi c-Fos di hipotalamus dan batang otak. hati. Penghambatan akumulasi lemak hepar
Tiga jalur yang diperkirakan menjadi mekanisme berkontribusi mencegah terjadinya penyakit
kerja OXT sebagai antiobesitas dan antidiabetes, tersebut. Mekanisme OXT bekerja pada hati
yaitu OXT yang diinjeksikan menginduksi telah dilaporkan bahwa OXT secara langsung
(14)
anoreksia, jalur BBB ke jalur arcuate nucleus mempengaruhi sintesis glikogen di hepatosit
(ARC) dan jalur vagal aferen. Jalur ARC dan OXT juga menimbulkan regulasi sentral dari
dipertimbangkan sebagai pusat pertama yang metabolisme kolesterol hepatik, sehingga dapat
mempengaruhi sinyal perifer, termasuk hormon disimpulkan bahwa OXT bekerja dengan efek
yang berpenetrasi melalui BBB. Hasil penelitian langsung dan tak langsung yang dimediasi oleh
(15)
menunjukkan setelah injeksi intraperitonial OXT, sistem saraf pusat.
terjadi ekspresi c-Fos pada nucleus tractus
solitarius (NTS). Hasil penelitian yang
menunjukkan adanya ekspresi c-Fos ini pada
ARC setelah injeksi intraperitonial OXT
menunjukkan bahwa injeksi OXT ip
menyebabkan anoreksia sebagian dengan
mengaktivasi neuron anorektik di ARC, termasuk
neuron POMC.(9) Injeksi ip OXT juga menginduksi
ekspresi c-Fos di NTS dimana ujung saraf vagal
berakhir sehingga saraf aferen vagal dapat
menjadi jalur alternatif bagi OXT periferal.(11)
Sebelumnya, telah diketahui bahwa injeksi
periferal dari kolesistokinin juga dapat
menginduksi ekspresi c-Fos pada NTS, area
postrema (AP), locus coerulus (LC),
paraventrikular nukleus (PVN), bagian dari otak
yang juga diaktivasi oleh injeksi OXT perifer
sehingga diperkirakan bahwa injeksi periferal (5)
Gambar 2.2 Efek Metabolik Oksitosin (OXT)
OXT dapat menginduksi anoreksia melalui BBB-
(12)
ARC dan atau melalui jalur saraf aferen vagal.
3. SIMPULAN
OXT mampu menurunkan massa lemak
OXT memiliki efek terapetik sebagai
dengan berbagai mekanisme termasuk aksi
antiobesitas dan antidiabetes melitus tipe 2
anorektik sentral, aktivasi saraf simpatik yang
dengan mengontrol berat badan, meningkatkan
dimediasi sentral, dan efek periferal pada
sekresi insulin, meningkatkan sensitivitas
adiposit. OXT juga memperbaiki kadar lemak
reseptor insulin, dan menurunkan perlemakan
hepar. Lemak hepar merusak metabolisme
hati sehingga OXT sangat potensial untuk
glukosa dan lemak sehingga akan meningkatkan
dikembangkan sebagai peptida terapetik obesitas
risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2, sindroma
dan diabetes melitus tipe 2.

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 113


4. SARAN red hair pigmentation caused by POMC
mutations in humans. Nature Genetics; 19:
Perlunya dikembangkan penelitian lebih
155–7.
lanjut mengenai studi pada manusia sehingga [8] Baessler A, Hasinoff MJ, and Fischer M.
2005. Genetic linkage and association of the
didapatkan dosis yang optimal dan durasi terapi
growth hormone secretagogue receptor
dengan OXT pada pasien obesitas dan diabetes (ghrelin receptor) gene in human obesity.
Diabetes ; 54: 259–67.
melitus tipe 2.
[9] Maejima Y1, Iwasaki Y, Yamahara Y,
Kodaira M, Sedbazar U, and Yada T. 2005.
Peripheral oxytocin treatment ameliorates
DAFTAR PUSTAKA
obesity by reducing food intake and visceral
[1] WHO. Obesity and Overweight Facts Sheet. fat mass. Aging (Albany NY). 2011
March, 2013. Available from Dec;3(12):1169-77.
http://www.who.int/mediacentre/factssheets/f [10] Zhang H, Wu C, Chen Q, Chen X, and Xu Z.
s311/en/ 2013. Treatment of Obesity and Diabetes
[2] NHLBI. 2000. The Practical Guide Using Oxytocin or Analogs in Patients and
Identification, Evaluation, and Treatment of Mouse Models. PloSONE 8(5): e61477.
Overweight and Obesity in Adults. NIH doi:10.1371/journal.pone.0061477.
Publication Number 00-4084. [11] Schwartz GJ. 2006. Integrative capacity of
[3] Görtzen, Angelika and Rüdiger W. Veh. the caudal brainstem in the control of food
Obesity – an Introduction to Molecular intake. Phil Trans R Soc B; 361: 1275‐1280.
Mechanisms. Dtsch Arztebl 2007; 104(17): A [12] South EH, Ritter RC. 1988. Capsaicin
1166–71. application to central or peripheral vagal
[4] Malnick, S.D.H. and H. Knobler. The medical fibers attenuates CCK satiety. Peptides; 9:
complications of obesity. Q J Med 2006; 601‐612.
99:565–579. doi:10.1093/qjmed/hc l085 [13] Monteiro R, and Azevedo I. 2010. Chronic
[5] Deblon N, Veyrat-Durebex C, Bourgoin L, inflammation in obesity and the metabolic
Caillon A, Bussier A., and Petrosino S. 2011. syndrome. Mediators Inflamm; 2010: pii:
Mechanisms of the anti-obesity effects of 289645.
oxytocin in diet-induced obese rats. PLoS [14] Ariño J, Bosch F, Gómez‐Foix AM, and
One, Vol. 6 (9):p.e25565. DOI : 10.1371/ Guinovart JJ. 1989. Oxytocin inactivates
journal.pone.0025565. and phosphorylates rat hepatocyte
[6] Farooqi IS, Yeo GSH, and Keogh JM. 2000. glycogen synthase. Biochem J; 261: 827‐
Dominant and recessive inheritance of 830.
morbid obesity associated with melanocortin [15] Vanpatten S, Karkanias GB, Rossetti L,
4 receptor deficiency. J Clin Invest; 106: and Cohen DE. 2004.
271–9. Intracerebroventricular leptin regulates
[7] Krude H, Biebermann H, Luck W, Horn R, hepatic cholesterol metabolism. Biochem J;
Brabant G, and Grüters A. 1998. Severe 379: 229‐233.
early-onset obesity, adrenal insufficiency and

114 B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014


Indeks
Antioksidan 94-100

Bacillus subtilis 82, 83, 85-87

Cacing tanah 87-89, 93


Centella asiatica 71-73

Diabetes 109, 110, 112-114


Difusi cakram 87, 89, 91, 92
DKI 71-73, 75, 76, 78, 79

Ekstrak daun jambu biji 101, 102, 104-107

Fitosom 71, 73-78, 80


Formulasi ekstrak seduh 64

Hepatoprotektor 64, 66, 68, 70


Hormon 109, 111-113

Inhibisi 87, 89, 91-93


Isolat protein 82

Karakterisasi 71, 74, 76


Karies 101-105, 107
Kulit buah manggis 94-100

Lotion 71-73, 75, 76, 78-80


Lumbricus rubellus 82, 83, 85, 86

Masker peel off 94, 97-100

Nilai absorbansi 82

Obat kumur 101, 102, 105-107


Obesitas 109-114
OXT 109, 110, 112-114

Peptida 109-113
Preparasi 71, 74
Pseudomonas aeruginosa 87-89, 91-93

Sambiloto 64-69

Zona inhibisi 82, 85

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014 115


www.bimkes.org

Organized by: Supported by:


IKATAN SENAT
MAHASISWA FARMASI
SELURUH INDONESIA
UNIVERSITAS DIREKTORAT JENDERAL
PADJADJARAN PENDIDIKAN TINGGI

Anda mungkin juga menyukai