Anda di halaman 1dari 19

STUDI KASUS PRAKTEK RUMAH SAKIT

“TUBERKULOSIS”

Dosen Pengampu : Lucia Vita ID., M.Sc., Apt

Disusun oleh:
Trininda Burhan 1820364077
Venindya Khoriunnisa 1820364079

PROGRAM PROFESI APOTEKER XXXVI


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis termasuk basil gram positif, berbentuk batang,
dinding selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin (wax) yang sulitditembus
zat kimia. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada pewarnaan,
hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis. Sehingga disebut sebagai Basil
Tahan Asam (BTA). Dalam jaringan tubuh, kuman dapat dormant (tertidur sampai beberapa
tahun).
B. Etiologi dan Patogenesis
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Secara klinis, TB dapat
terjadi melalui infeksi primer dan paska primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terkena
kuman TB untuk pertama kalinya. Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam
alveoli (gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini disebabkan oleh kuman TB yang
berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru. Waktu terjadinya infeksi hingga
pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu.
C. Klasifikasi Penyakit

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan parenchym paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi dalam:

1) Tuberkulosis Paru BTA Positif.


- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis aktif.
2) Tuberkulosis Paru BTA Negatif
- Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
- TB Paru BTA Negatif Rontgen Positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
- rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya
proses "far advanced" atau millier), dan/atau keadaan umum penderita buruk.
D. Tipe Penderita
- Kasus Baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
- Kambuh (Relaps) adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
- Pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di
suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita
pindahan tersebut harus membawa surat rujukan / pindah.
- Lalai (Pengobatan setelah default/drop-out) adalah penderita yang sudah
berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang
kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.
- Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau
lebih; atau penderita dengan hasil BTA negatif Rontgen positif menjadi BTA
positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan.
- Kronis adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori 2.
E. Tanda dan Gejala Klinis
Gejala TB pada orang dewasa umumnya penderita mengalami batuk dan berdahak
terus-menerus selama 3 minggu atau lebih, batuk darah atau pernah batuk darah. Adapun
gejala-gejala lain dari TB pada orang dewasa adalah sesak nafas dan nyeri dada, badan
lemah, nafsu makan dan berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat
malam, walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
F. Diagnosis
 Pemeriksaan sputum atau dahak secara mikroskopis.
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS
BTA hasilnya positif. Apabila hanya 1 spesimen yang positif maka perlu
dilanjutkan dengan rontgen dada atau pemeriksaan SPS diulang.
 Uji tuberkulin
Uji ini dilakukan dengan cara Mantoux (penyuntikan dengan cara intra kutan) Bila
uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi TB dan kemungkinan ada TB
aktif pada anak. Namun, uji tuberkulin dapat negatif pada anak TB berat dengan
anergi (malnutrisi, penyakit sangat berat, pemberian imunosupresif, dan lain-lain).
 Reaksi cepat BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa
kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut telah terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis.
 Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi
Pemeriksaan BTA secara mikroskopis lansung pada anak biasanya dilakukan dari
bilasan lambung karena dahak sulit didapat pada anak. Pemeriksaan serologis
seperti ELISA, PAP, Mycodot dan lain-lain, masih memerlukan penelitian lebih
lanjut untuk pemakaian dalam klinis praktis.
G. Terapi Pengobatan
1. Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahap
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
2. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
H. Regimen Pengobatan
Menurut Kemenkes RI Tahun 2014 tentang “Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis”
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Kategori 2 : 2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Kategori anak : 2 (HRZ)4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR
A. KATEGORI-1 (2HRZE/4H3R3)
Obat ini diberikan untuk:
- Penderita baru TB Terkonfirmasi bakteriologis
- Penderita baru TB Paru terdiagnosis klinis
- Penderita TB Ekstra Paru
B. KATEGORI -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)
Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA(+) yang sebelumnya pernah diobati,
yaitu:
- Penderita kambuh (relaps)
- Penderita gagal (failure) pada penggobatan dengan panduan OAT Kategori 1
sebelumnya
- Penderita dengan pengobatan setelah lalai atau diobati kembali setelah putus
beobat (lost to follow-up)
I. Pengobatan Tuberkulosis pada Keadaan Khusus
1. Wanita hamil
Pada prinsipnya paduan pengobatan TB pada wanita hamil tidak berbeda
dengan pengobatan TB pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk wanita
hamil, kecuali streptomisin karena dapat menembus barier placenta dan dapat
menyebabkan permanent ototoxic terhadap janin dengan akibat terjadinya
gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada janin tersebut.
2. Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya paduan pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda
dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu
menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan
OAT secara adekuat. Pengobatan pencegahan dengan INH dapat diberikan
kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya selama 6 bulan. BCG
diberikan setelah pengobatan pencegahan.
3. Wanita penderita TB pengguna kontrasepsi.
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB,
susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut.
Seorang wanita penderita TB seyogyanya mengggunakan kontrasepsi
nonhormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50
mcg).
4. Penderita TB dengan infeksi HIV/AIDS
Prosedur pengobatan TB pada penderita dengan infeksi HIV/AIDS adalah
sama seperti penderita TB lainnya.
5. Penderita TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada penderita TB dengan hepatitis akut dan atau klinis
ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada
keadaan dimana pengobatan TB sangat diperlukan dapat diberikan SE selama
3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan RH selama 6
bulan, bila hepatitisnya tidak menyembuh seharus dilanjutkan sampai 12
bulan.
6. Penderita TB dengan penyakit hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati
sebelum pengobatan TB. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali
OAT harus dihentikan. Pirazinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan obat
yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE atau 9RE.
7. Penderita TB dengan gangguan ginjal
Isoniazid, Rifampisin dan Pirazinamid dapat diberikan dengan dosis normal
pada penderita-penderita dengan gangguan ginjal. Hindari penggunaan
Streptomisin dan Etambutol kecuali dapat dilakukan pengawasan fungsi ginjal
dan dengan dosis diturunkan atau interval pemberian yang lebih jarang.
Paduan OAT yang paling aman untuk penderita dengan gangguan ginjal
adalah 2RHZ/6HR.
8. Penderita TB dengan Diabetes Melitus
Diabetesnya harus dikontrol. Perlu diperhatikan bahwa penggunaan
Rifampisin akan mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea)
sehingga dosisnya perlu ditingkatkan. Hati-hati dengan penggunaan
etambutol, karena mempunyai komplikasi terhadap mata.
J. Efek Samping OAT
BAB II
STUDI KASUS
KASUS 1. TBC
Data pasien :
Nama : bapak W
Usia : 50 tahun
Alamat : Jln jagatraya 70
Pekerjaan : swasta
BB/TB : 38 kg/ 160 cm
Tanggal masuk RS : 5 Agustus 2014
RIWAYAT MASUK RS
Pasien diantar keluarganya karena mengalami demam sudah 5 hari, mual dan muntah, batuk
terus menerus dan sesak nafas. Saat ini merasa lemah tungkai bawah, sakit dan nyeri bila
berjalan, betis sering terasa kesemutan. Penglihatan juga kabur. Saat ini pasien sedang
menjalani pengobatan TBC dengan OAT KDT kategori 2
RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU
Pasien pernah menjalani pengobatan tuberculosis dan dinyatakan sembuh namun saat
ini kambuh dan mendapat pengobatan dengan paket Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kategori
2, pengobatan telah berjalan 1 bulan.
Pasien menderita DM tipe 2 sejak 3 tahun yll, obat yang dipakai adalah insulin. Pasien
juga memiliki riwayat epilepsy, dan HIV dengan CD4 sat ini 400, namun belum memulai
pengobatan dengan ART.
Diagnose :
TB Paru, BTA +, ( default ) disertai DM tipe 2, HIV +
Suspect neuropaty perifer
Pemeriksaan Lab
DATA LAB NILAI NORMAL HASIL KET.
HB 13 - 18 g/dL 8 mg/dL Rendah
GDS <140-200 mg/dL 100 mg/dL Normal
GD 2 Jpp < 140 mg/dL 150 mg/dL Normal
SGPT 5-35 U/L 400 mg/dL
SGOT 5 – 35 U/L 350 mg/dL
3
AL 3200 – 10.000/mm 20.000 sel/mm3 Tinggi
Tanda Vital : RR = 30 x/menit, TD 140/90 mmHg
Pengobatan tanggal 5-7 agustus 2013

1. OAT -kdt: 2RHZES/1RHZE/5RHE


2. Hp Pro kapsul 1x1
3. Ranitidine injeksi 2x1 iv
4. Metoclopramide injeksi iv 2x10 mg
5. Humulin R inj 20 unit im/ hari
6. Infus RL 20tpm

Perkembangan penyakit : batuk terus menerus, sesak nafas


5 /8/13 dan dada sakit, nyeri pada organ-
organ perifer, nyeri sendi, mual
dan muntah, disertai jaundice. RR
=30 x/menit, TD 140/90 mmHg,
suhu 37.9 C
GDS= 100 mg/Dl
6/8/13 batuk terus menerus, sesak nafas
dan dada sakit, nyeri pada organ-
organ perifer, nyeri sendi, mual
dan muntah, disertai jaundice. RR
=28 x/menit, TD 135/90 mmHg,
suhu 38 C
7/8/13 batuk terus menerus, sesak nafas
dan dada sakit, nyeri pada organ-
organ perifer, nyeri sendi,
jaundice berkurang
pasien mengalami konvulsi.
RR 29x/menit, TD 120/90 mmHg,
suhu 37 C
FORM DATA BASE PASIEN

Nama : Bapak W No. RM :


TTL : 50 tahun Dokter yg merawat :
Jenis kelamin : laki-laki
BB/TB : 38 kg/ 160 cm
Alamat : Jln Jagatraya 70
Ras :
Pekerjaan : Swasta
Sosial :
Riwayat masuk RS : TBC dengan OAT KDT kategori 2
Riwayat Penyakit terdahulu :
TBC dengan OAT KDT kategori 2, pasien menderita DM tipe 2 sejak 3 tahun yang lalu.
Pasien juga memiliki riwayat epilepsy, dan HIV dengan CD4 saat ini 400
Riwayat social :

Kegiatan
Pola makan/ diet
- Vegetarian tidak
Merokok tidak
Meminum Alkohol tidak
Meminum Obat Herbal tidak
Riwayat alergi : tidak ada
Keluhan/Tanda umum
Tanggal Subyektif Obyektif
5 /8/13 batuk terus menerus, Nilai Nilai normal Keterangan
sesak nafas dan RR = 30 x/menit Tinggi
dada sakit, nyeri TD 140/90 mmHg Tinggi
pada organ-organ Suhu 37.9 C Tinggi
perifer, nyeri sendi, GDS= 100 mg/Dl Normal
mual dan muntah, SGPT = 400 mg/dL Tinggi
disertai jaundice. SGOT = 350 mg/dL Tinggi
6/8/13 batuk terus menerus, RR = 28 x/menit Tinggi
sesak nafas dan TD 135/90 mmHg Tinggi
dada sakit, nyeri Suhu 38 C Tinggi
pada organ-organ
perifer, nyeri sendi,
mual dan muntah,
disertai jaundice.
7/8/13 batuk terus menerus, RR = 29x/menit Tinggi
sesak nafas dan TD 120/90 mmHg Normal
dada sakit, nyeri suhu 37 C Normal
pada organ-organ
perifer, nyeri sendi,
jaundice berkurang,
pasien mengalami
konvulsi (kejang)

RIWAYAT PENYAKT DAN PENGOBATAN


NAMA PENYAKIT TANGGAL/TAHUN NAMA OBAT
TB Paru, jaundice, 5 /8/13 - 7/8/13 1. OAT -kdt: 2RHZES/1RHZE/5RHE
DM tipe 2 2. Hp Pro kapsul 1x1
3. Ranitidine injeksi 2x1 iv
4. Metoclopramide injeksi iv 2x10 mg
5. Humulin R inj 20 unit im/ hari
6. Infus RL 20tpm
OBAT YANG DIGUNAKAN SAAT INI

Rute Outcome
No Nama Obat Indikasi Obat Dosis Interaksi Obat ESO
Pemberian Terapi
1 Rifampisin Terapi TBC Tidak ada nafsu makan, Membunuh
mual, sakit perut. bakteri
150 mg PO - Bercak merah pada kulit dg Mycobacterium
atau tanpa gatal, syok, tuberculosis
purpuea, gagal ginjal akut

2 Isoniazid Terapi TBC Rifampisin dapat Neuropati perifer, psikosis Membunuh


Meningkatkan toksik, gangguan fungsi hati bakteri
75 mg PO
hepatotoksisitas dari Mycobacterium
INH tuberculosis
3 Pirazinamide Terapi TBC hepatotoksisitas, mual, Membunuh
muntah, anemia bakteri
sideroblastik, nyeri Sendi, Mycobacterium
400 mg PO -
Bercak merah pada kulit dg tuberculosis
atau tanpa gatal, ikterus

4 Ethambutol Terapi TBC Gangguan penglihatan, Membunuh


mual, muntah bakteri
275 mg PO -
Mycobacterium
tuberculosis
5 Streptomisin Terapi TBC Gangguan pendengaran dan Membunuh
Injeksi (vial)
keseimbangan, Bercak bakteri
streptomisin IV -
merah pada kulit dg atau Mycobacterium
750 mg
tanpa gatal, bingung dan tuberculosis
mual muntah
6 Hp Pro Memperbaiki fungsi Menurunkan
hati 1x1 PO - - SGOT
SGPT
7 Ranitidine injeksi Tukak lambung, tukak Sakit kepala, Konstipasi, Mual, muntah
duodenum, refluks Nyeri , Kemerahan pada berkurang
2x1 iv IV -
esofagitis, gastritis lokasi injekasi

8 Metoclopramid Mual dan muntah ekstrapiramidal Mengantuk, Mual, muntah


lemah, lelah, gelisah, berkurang
2x10 mg iv IV -
konstipasi, diare, mulut kering,
urtikaria
9 Humulin R DM tipe 2 hipoglikemia, reaksi alergi Menurunkan
20 U im/ hari lokal & menyeluruh, kadar gula darah
IM -
leukopenia

10 Infus RL Mengganti cairan Memelihara


- keseimbangan
20tpm IV -
elektrolit cairan
tubuh
Problem medik : TB dengan komplikasi DM dan HIV
Subyektif Objektif Terapi Analisis / Asassement DRP Plan Monitoring
TB
Batuk terus BTA + OAT KDT kategori 2 - Pasien kambuh dan pasien telah Terapi - OAT KDT Kategori 2 : - Penggunaan
menerus, RR mendapat pengobatan dengan sudah tepat 3 Tablet 4KDT + 750 mg OAT
sesak nafas 30x/menit OAT KDT kategori 2 yang telah streptomisin injeksi selama - Efek
dan dada berjalan selama 1 bulan tetapi 56 hari (pasien telah samping
sakit hasil BTA + menggunakan selama 30 OAT
diberikan OAT kategori 2 hari/satu bulan sehingga - SGOT
dilanjutkan sampai 26 hari - SGPT
kedepan) - BTA
- RR
DM Tipe 2
- GDS = 100 Humulin R 20 U/hari Pengontrolan kadar gula pasien Terapi Melanjutkan Humulin R GDS dan
mg/dL sudah tepat 20 U/Hari GDP 2 jpp
GD 2 Jpp =
150 mg/Dl
HIV
- CD 400 Belum menggunakan Pasien menderita TB dengan Indikasi - Meneruskan pengobatan TB -kepatuhan
ART memiliki riwayat HIV tanpa terapi dengan OAT Kategori-2 jika pengobatan
Keterangan : TB sudah dapat ditoleransi , dan efek
Niai CD setelah itu diberi pengobatan samping
<200 : Mulai ART begitu ART (dianjurkan diberikan
pengobatan TB paling cepat 2 minggu dan
200-350 : mulai ART setelah paling lambat 8 minggu)
OAT fase intensif selesai - AB cotrimoksazole
> 350 : tunda ART sampai DO : 960mg sehari sekali
pengobatan TB selesai sebagai pencegahan adanya
infeksi lainnya
(selama penggobatan TB)
Problem medik : Suspect neuropaty perifer
Subyektif Objektif Terapi Analisis / Asassement DRP Plan Monitoring
Nyeri organ - - Suspect neuropaty perifer Indikasi belum - Diberikan vitamin B6 Efek samping
perifer, disebabkan karena efek samping diterapi dosis 100 mg perhari
Dan dari OAT INH dan nyeri sendi - Diberikan NSAID
Nyeri sendi yang disebabkan karena Ibu profen dosis 400 mg
pirazinamid Sehari 2 kali

Problem medik : Anemia


Subyektif Objektif Terapi Analisis / Asassement DRP Plan Monitoring
- Hb: 8 mg/dl - Penurunan Hb dapat disebabakan Indikasi belum - Diberikan suplemen Kadar HB
karena adanya infeksi. Hal ini diterapi penambah darah
terlihat dari adanya peningkatan Contoh : Normal
pada AL Sangobion 14-18mg/dl
Sehari 1-2 capsule

Problem medic : pasien mengalami konvulsi (kejang)


Subyektif Objektif Terapi Analisis / Asassement DRP Plan Monitoring
- - - Pasien memiliki riwayat kejang / Indikasi belum Lorazepam Kekambuhan
konvulsi sebelumnya diterapi 3.6 mg IV perlahan selama
2-5 menit
Problem medic lain : BB Pasien sangat kurus
Subyektif Objektif Terapi Analisis / Asassement DRP Plan Monitoring
- BB : 38 Kg - Pasien menderita HIV dan TB Indikasi belum Nutrisi : Berat badan
TB : 160 Cm ini merupakan salah satu factor diterapi NGT dan parenteral
BMI : 38 kg : 1,62 BB pasien sangat kurus.
: 13,67
Normal : 18-25
IMPLEMENTASI
1. Terapi Farmakologi
- OAT KDT Kategori 2 : dilanjutkan
- Humulin 20U/Hari : dilanjutkan
- Cotrimoksazole
Do : 960mg sehari sekali selama penggobatan TB (OAT)
- Vit B6
Do : 100mg/hari
- Ibu profen
Do : 400mg sehari 2 x 1 tab
- Sangobion
Do : sehari 1-2 capsule
- Lorazepam
Do : 3.6 mg IV selama 2-5 menit
(saat pasien kejang)
- Hp pro capsule
Do : sehari 1 x 1
- Ranitidin injeksi
Do : 2 x 1 secara IV
- Infus RL
Do : 20tpm
- Nutrisi : NGT dan parenteral
2. Terapi Non farmakologi
- Pemberian motivasi dan semangat pasien
- Istirahat yang cukup
- Makan bergizi
- Dll
FOLLOW UP
1. Kepatuhan pasien
2. Efek samping obat (OAT, dllnya)
3. Monitoring data Lab (SGOT,SGPT, GDP,GDS, HB, BTA, AL dll)
4. Monitoring BB pasien
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis. Jakarta: Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

Kemenkes RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta : Direktorat


Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

DiPiro JT, Wells BG Schwinghammer TL, DiPiro CV. 2015. Pharmacotherapy


Handbook.Ninth Edit. Inggris: McGraw-Hill Education Companies.

Sukandar EY, Andrajati R, Sigit JI, Adnyana I., Setiadi AP, Kusnanda. 2008. ISO
Farmakoterapi. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai