Disusun Oleh:
dr. Antonius Setyo Wibowo
Pembimbing:
Dr. Galuh Ajeng Hendrasti
Puskesmas Cebongan
Program Internsip Dokter Indonesia Kota Salatiga
Periode Agustus 2018 – November 2018
HALAMAN PENGESAHAN
Topik:
JUMANTIK
Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internsip sekaligus sebagai
bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia
di Puskesmas Cebongan
Mengetahui,
Dokter Internsip, Dokter Pendamping
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Juru Pemantau Jentik (jumantik) merupakan warga masyarakat setempat yang dilatih untuk
memeriksa keberadaan jentik di tempat-tempat penampungan air. Jumantik merupakan salah
satu bentuk gerakan atau partisipasi aktif dari masyarakat dalam menanggulangi penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) yang sampai saat ini masih belum dapat diberantas tuntas.
Dengan adanya jumantik yang aktif diharapkan dapat menurunkan angka kasus DBD melalui
kegiatan pemeriksaan jentik yang berulang-ulang, pelaksanaan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN), serta penyuluhan kepada masyarakat. Dengan adanya pemberdayaan
masyarakat melalui jumantik, diharapkan masyarakat dapat secara bersama-sama mencegah
dan menanggulangi penyakit DBD secara mandiri yakni dari, oleh, dan untuk masyarakat
(Depkes RI, 2010: 3).
Jumlah penderita penyakit DBD dari tahun ke tahun cenderung meningkat dan
penyebarannya semakin luas. Berdasarkan data Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
(P2B2), jumlah kasus DBD di Indonesia tahun 2010 ada 150.000 kasus. Pada tahun 2010
jumlah kematian akibat DBD di Indonesia sekitar 1.317 orang. Indonesia menduduki urutan
tertinggi kasus DBD di Association of South East Asian Nations (ASEAN). Potensi penyebaran
DBD di antara negara- 2 negara anggota ASEAN cukup tinggi karena banyak wisatawan keluar
masuk dari satu negara ke negara lain (Kompas, 19 Februari 2011)
B. PERMASALAHAN
Masih banyak orang masih belum memahami bahwa hal terpenting dalam pencegahan demam
berdarah adalah memperhatikan kesehatan lingkungan sekitar yang ada, misalnya dengan
mengendalikan pertumbuhan jentik sampai ke nilai nol.
C. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
Cara yang paling mudah untuk mensosialisakan gerakan bebas jentik adalah evalusi secara
langsung dari rumah ke rumah dan mengajarkan masyarakat cara untuk menghitung jentik.
D. PELAKSANAAN
Setelah dilakukan pelatihan maka warga masyarakat diberikan stiker untuk mengontrol jumlah
jentik yang ada di rumah dan dilakukan evaluasi tiap bulan secara berkala oleh kader jumantik
yang sudah dilatih oleh petugas puskesmas guna menanggulangi dan mencegah terjadinya
penyakit demam berdarah dan meningkatkan adanya kesadaran terhadap kesehatan lingkungan
sekitar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7. Pencegahan
Untuk memantapkaan upaya penanggulangan penyakit DBD tahun yang
akan datang, pengelola DBD di Puskesmas, Kota, dan Provinsi perlu menganalisis
data kasus DBD tahun sebelumnya. Berdasarkan data kasus DBD 3 atau 5 tahun
terakhir akan dapat diperoleh informasi kapan kasus DBD di suatu wilayah akan
mulai meningkat dan kapan puncak kasus terjadi sehingga upaya penanggulangan
sebelum musim penularan dapat dilakukan sebaik-baiknya (Hadinegoro et al.,
2002).
a. Penanggulangan fokus
Semua kasus DBD ditindak lanjuti dengan penyelidikan
epidemiologis, yaitu kunjungan ke rumah kasus DBD dan rumah sekitarnya
dalam radius 100 meter, serta di sekolah jika kasus DBD adalah anak sekolah.
Kegiatan penyelidikan epidemiologis dilakukan oleh Puskesmas, dan
kegiatannya meliputi: pencarian kasus/tersangka DBD lainnya dan
pemeriksaan jentik nyamuk yang menjurus kepada KLB DBD, penyelidikan
epidemiologis ini dimaksudkan pula untuk mengetahui adanya kemungkinan
penularan lebih lanjut sehingga perlu dilakukan penyemprotan insektisida
(Hadinegoro et al., 2002).
Penyemprotan insektisida dilakukan jika ditemukan penderita atau
tersangka penderita DBD lain atau sekurang-kurangnya 3 penderita panas
tanpa sebab jelas dan ada jentik nyamuk di lokasi tersebut. Penyemprotan
dilakukan 2 siklus dengan interval 1 minggu. Penyemprotan insektisida ini
harus diikuti dengan penyuluhan dan gerakan PSN DBD oleh masyarakat
(Hadinegoro et al., 2002).
b. Pemberantasan vektor intensif
Fogging fokus
Dalam keadaan krisis ekonomi sekarang ini, dana terbatas maka
kegiatan fogging hanya dilakukan bila hasil penyelidikan epidemiologis
telah memenuhi kriteria (Hadinegoro et al., 2002).
Abatisasi
Dilaksanakan di desa/kelurahan endemis terutama di sekolah dan
tempat umum. Semua tempat penampungan air di rumah dan bangunan
yang ditemukan jentik nyamuk ditaburi dengan bubuk abate sesuai dengan
dosis 1 sendok makan peres (10 gram) abate untuk 100 liter air (Hadinegoro
et al., 2002).
Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat dalam PSN DBD (gerakan 3M)
Penggerakan masyarakat dalam PSN DBD dilakukan dengan kerja
sama lintas sektor yang dikoordinasikan oleh kepala wilayah/daerah
setempat melalui wadah Pokjanal/Pokja DBD. Kegiatan ini dilakukan
selama 1 bulan, pada saat sebelum perkiraan peningkatan jumlah kasus
yang ditentukan berdasarkan data kasus bulanan DBD dalam 3–5 tahun
terakhir (Hadinegoro et al., 2002).
Penyuluhan kepada masyarakat
Penyuluhan tentang penyakit DBD dan pencegahannya melalui
media massa, sekolah, tempat ibadah, kader PKK dan kelompok
masyarakat yang lainnya. Kegiatan ini dilakukan setiap saat pada beberapa
kesempatan (Hadinegoro et al., 2002).
Sekarang, yang sedang giat digalakkan adalah gerakan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (Tim Pembina UKS Pusat, 1993). Secara rinci Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu :
Fisik
Cara ini dilakukan dengan gerakan 3M (seperti telah tersebut di atas), yaitu
dengan menguras bak mandi, WC, menutup tempat penampungan air seperti
tempayan, drum, dll, serta mengubur atau menyingkirkan barang bekas
seperti kaleng bekas, ban bekas, dan sebagainya. Pengurasan TPA perlu
dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali sebab daur
hidup nyamuk Aedes aegypti adalah 7 - 10 hari.
Biologi
Dengan cara memelihara ikan pemakan jentik nyamuk (ikan kepala timah,
ikan gupi, ikan nila merah, dll).
Kimia
Cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan racun
pembasmi jentik (larvasida) yang dikenal dengan abatisasi . Larvasida yang
biasa digunakan adalah temphos. Formulasi temphos yung digunakan adalah
berbentuk butiran pasir (sand granules). Dosis yang digunakan I ppm atau
10 gram (kurang lebih 1 sendok makan) untuk setiap 100 liter air. Abatisasi
dengan temphos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Racun pembasmi jentik
ini aman meskipun digunakan ditempat penampungan air (TPA) yang aimya
jernih untuk mencuci atau air minum sehari-hari. Selain itu dapat digunakan
pula racun pembasmi jentik yang lain seperti : Bacillus thuringiensis var
israeiensis (Bti) atau Altosid golongan insect growth regulator.
c. Pemantauan jentik berkala (PJB)
Pemantauan jentik berkala dilakukan setiap 3 bulan di rumah dan
tempat-tempat umum. Untuk pemantauan jentik berkala di rumah dilakukan
pemeriksaan sebanyak 100 rumah sampel untuk setiap desa/kelurahan. Hasil
PJB ini diinformasikan pihak kesehatan kepada kepala wilayah/daerah
setempat sebagai evaluasi dan dasar penggerakkan masyarakat dalam PSN
DBD. Diharapkan angka bebas jentik (ABJ) setiap kelurahan / desa dapat
mencapai > 95% akan dapat menekan penyebaran penyakit DBD. Selain itu
juga dilakukan pemeriksaan jentik pada semua rumah sakit dan puskesmas.
Sedangkan untuk sekolah dan tempat umum lainnya dilakukan secara
sampling bila tidak dapat diperiksa seluruhnya (Hadinegoro et al., 2002).
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah
dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan “3M Plus”,
yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus
seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan
kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,
menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala,
dll (Thomas Suroso dkk, 2003).
LAMPIRAN
FOTO KEGIATAN
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, F. 2005. Sikap Manusia dan Pengaturanny aedisi ke 2. Yogyakarta: Pustaka Keluarga
Badan Pusat Statistik (BPS). 2003. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-
2003
Boyle, J.T., 2000. Diare Kronis. In : Behrman, Kliegman & Alvin, Nelson, ed. Ilmu
Kesehatan Anak Vol.2 Edisi 15. Jakarta : EGC, 1354-1361
Depkes. RI, Ditjen P3M 1981, "Demam Berdarah Diagnosa dan Pengelolaan Penderita
Depkes RI, 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi
Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta
Depkes RI, 2003, Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue, Ditjen PPM & PLP, Jakarta.
Depkes, 2004 Kebijaksanaan Program P2DBD dan Situasi Terkini DBD di Indonesia
Depkes RI. 2006. Pedoman Pelatihan Pembinaan PHBS di Rumah Tangga. Pusat Promosi
Kesehatan Depkes RI. Jakarta
Depkes RI, 2007. Pedoman Strategi KIE Keluarga Sadar Gizi (KADARZI). Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
Depkes RI, 2008. Pedoman Pengelolaan Promosi Kesehatan : Dalam Pencapaian PHBS.
Jakarta
DinKes, 2009. Perbaikan Gizi Masyarakat. Pemda Kabupaten Luwu Utara. Available from:
http://www.luwuutara.go.id/index.php?option=com_content&task=view&i
d=784&Itemid=229
Direktorat Jenderal PPM dan PLP Departemen Kesehatan RI dan Indonesia, Pedoman Teknis
Penilaian Rumah sehat. Jakarta,2002.
Hurlock, E. B. (1993). Perkembangan Anak Jilid 2. Terjemahan oleh Thandrasa. Jakarta: PT.
Erlangga
Juffrie, M., et al, 2010. Buku Ajar Gastroenterologi - Hepatologi Jilid 1. Jakarta : Balai
Penerbit IDAI.
Notoatmodjo, s, 2005, Promosi kesehatan teori dan Aplikasi, Jakarta : PT Rineka Cipta
Simadibrata, M., Daldiyono. 2006. Diare Akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 408-413
Suraatmaja, S., 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta : Sagung Seto.
Thomas Suroso. 2003. Pencegahan Dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue Dan
Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Diterbitkan atas kerjasama Word Health
Organization Dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Undang Undang Republik Indonesia No. : 4 Tahun 1992, Tentang Perumahan dan
Pemukiman