Anda di halaman 1dari 41

PENGOLAHAN LIMBAH PABRIK

LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL

OLEH :

Ni Putu Rada Kurniawati (1431010067)

Enik Eliyawati (1431010068)

M. Muntaha (1431010084)

PROGAM STUDI TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

SURABAYA

2017
1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah pengolahan limbah pabrik tentang limbah industri tekstil.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah pengolahan limbah pabrik
tentang limbah industri tekstil dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Surabaya, Oktober 2016

Penyusun

2
ABSTRAK

Salah satu dampak negatif dari industri tekstil adalah limbah cairnya.
Senyawa-senyawa kimia yang umumnya ada di dalam air limbah industri tekstil
adalah senyawa organik. Senyawa organik ini umumnya adalah senyawa azo yaitu
zat warna yang digunakan pada pencelupan dan pewarnaan tekstil. Kadar senyawa
organik yang ada dalam suatu perairan dapat diukur dengan parameter Chemical
Oxygen Demand (COD) atau dengan parameter Biochemical Oxygen Demand
(BOD). Sedangkan untuk melihat kepekatan wama maka dapat dilakukan
pengukuran intensitas warna. Salah satu penanggulangan limbah tekstil adalah
dengan penggunaan lumpur aktif. Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses
pertumbuhan mikroba tersuspensi. Proses ini pada dasarnya merupakan
pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O,
NH4. dan sel biomassa baru. Proses ini menggunakan udara yang disalurkan
melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba
membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan. Kemampuan
bakteri dalam membentuk flok menentukan keberhasilan pengolahan limbah
secara biologi, karena akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah.
Lumpur aktif dicirikan oleh beberapa parameter, antara lain, Indeks Volume
Lumpur dan Stirred Sludge Volume Index.

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia mengandalkan sektor


industri. Industri yang diandalkan salah satunya adalah industri tekstil. Sejarah
pertekstilan Indonesia dapat dikatakan dimulai dari industri rumahan tahun 1929
dimulai dari sub-sektor pertenunan (weaving) dan perajutan (knitting) dengan
menggunakan alat Textile Inrichting Bandung (TIB) Gethouw atau yang dikenal
dengan nama Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang diciptakan oleh
Daalennoord pada tahun 1926 dengan produknya berupa tekstil tradisional seperti
sarung, kain panjang, lurik, stagen (sabuk), dan selendang. Penggunaan ATBM
mulai tergeser oleh Alat Tenun Mesin (ATM) yang pertama kali digunakan pada
tahun 1939 di Majalaya-Jawa Barat, dimana di daerah tersebut mendapat pasokan
listrik pada tahun 1935. Dan sejak itu industri TPT Indonesia mulai memasuki era
teknologi dengan menggunakan ATM.

Dalam proses industri pastilah selalu menghasilkan limbah. Pengelolaan


limbah cair dalam proses produksi dimaksudkan untuk meminimalkan limbah
yang terjadi, volume limbah minimal dengan konsentrasi dan toksisitas yang juga
minimal. Sedangkan pengelolaan limbah cair setelah proses produksi
dimaksudkan untuk menghilangkan atau menurunkan kadar bahan pencemar yang
terkandung didalamnya sehingga limbah cair tersebut memenuhi syarat untuk
dapat dibuang. Dengan demikian dalam pengolahan limbah cair untuk
mendapatkan hasil yang efektif dan efisien perlu dilakukan langkah-langkah
pengelolaan yang dilaksanakan secara terpadu dengan dimulai dengan upaya
minimisasi limbah (waste minimization), pengolahan limbah (waste treatment),
hingga pembuangan limbah produksi (disposal).

Untuk menjamin terpeliharanya sumber daya air dari pembuangan limbah


industri, pemerintah dalam hal ini Menteri Negara KLH telah menetapkan baku

4
mutu limbah cair bagi kegiatan yang sudah beroperasi yang dituangkan dalam
Keputusan Menteri Negara KLH Nomor: Kep-03/KLH/ II/1991. Agar dapat
memenuhi baku mutu, limbah cair harus diolah dan pengolahan limbah tersebut
memerlukan biaya investasi dan biaya operasi yang tidak sedikit. Maka
pengolahan limbah cair harus dilakukan secara cermat dan terpadu di dalam
proses produksi dan setelah proses produksi agar pengendalian berlangsung
dengan efektif dan efisien.

Proses industri tekstil sendiri menghasilkan limbah cair. Limbah tekstil


merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian, proses
penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan,
pencetakan dan proses penyempurnaan. Proses penyempurnaan kapas menghasil
kan limbah yang lebih banyak dan lebih kuat dari pada limbah dari proses
penyempurnaan bahan sistesis.

Gabungan air limbah pabrik tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750


mg/l padatan tersuspensi dan 500 mg/l BOD. Perbandingan COD : BOD adalah
dalam kisaran 1,5 : 1 sampai 3 : 1. Pabrik serat alam menghasilkan beban yang
lebih besar. Beban tiap ton produk lebih besar untuk operasi kecil dibandingkan
dengan operasi modern yang besar, berkisar dari 25 kg BOD/ton produk sampai
100 kg BOD/ton. Informasi tentang banyaknya limbah produksi kecil batik
tradisional belum ditemukan.

1.2 Rumusan Masalah

Makalah ini membahas tentang cara pengelolaan limbah cair dari hasil
pengolahan tekstil. Limbah tekstil sendiri berhubungan dengan pencemaran udara,
air, dan tanah. Namun di sini kami lebih memfokuskan tentang pengolahan limbah
cairnya.

5
1.3 Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai pada pembuatan makalah ini adalah :

1. Dapat mengetahui pengertian dari limbah tekstil.

2. Dapat mengetahui sumber limbah industri tersebut.

3. Dapat mengetahui jenis dan penggolongan limbah industri tekstil.

4. Dapat mengetahui karakteristik limbah industri tekstil.

5. Dapat mengetahui metode pengolahan limbah industri tekstil.

1.4 Manfaat

Manfaat dari makalah ini adalah :

1. Memberikan penjelasan bahaya akan limbah cair industri tekstil.

2. Menyadarkan masayarakat akan pentingnya kesadaran lingkungan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tekstil

Tekstil adalah bahan yang berasal dari serat yang diolah menjadi benang
atau kain sebagai bahan untuk pembuatan busana dan berbagai produk kerajinan
lainnya. Dari pengertian tekstil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
bahan/produk tekstil meliputi produk serat, benang, kain, pakaian dan berbagai
jenis benda yang terbuat dari serat. Pada umumnya bahan tekstil dikelompokkan
menurut jenisnya sebagai berikut:

1. Berdasar jenis produk/bentuknya: serat staple, serat filamen, benang, kain,


produk jadi (pakaian / produk kerajinan dll)
2. Berdasar jenis bahannya: serat alam, serat sintetis, serat campuran

3. Berdasarkan jenis warna/motifnya: putih, berwarna, bermotif/bergambar

4. Berdasarkan jenis kontruksinya: tenun, rajut, renda, kempa. benang


tunggal, benang gintir

Masalah pencemaran semakin menarik perhatian masyarakat, dalam kurun


waktu beberapa tahun terakhir ini. Hal ini dapat kita lihat dengan semakin
banyaknya kasus-kasus pencemaran yang terungkap ke permukaan.Perkembangan
industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas
lingkungan. Penanganan masalah pencemaran menjadi sangat penting dilakukan
dalam kaitannya dengan pembangunan berwawasan lingkungan terutama harus
diimbangi dengan teknologi pengendalian pencemaran yang tepat guna.

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim,
disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air

7
kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya
(grey water). Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak
dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau
secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa
anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia,
sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan
yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses


pengkanjian, proses penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan,
merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan. Proses
penyempurnaan kapas menghasil kan limbah yang lebih banyak dan lebih kuat
dari pada limbah dari proses penyempurnaan bahan sistesis.

Gabungan air limbah pabrik tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750


mg/l padatan tersuspensi dan 500 mg/l BOD. Perbandingan COD : BOD adalah
dalam kisaran 1,5 : 1 sampai 3 : 1. Pabrik serat alam menghasilkan beban yang
lebih besar.Beban tiap ton produk lebih besar untuk operasi kecil dibandingkan
dengan operasi modern yang besar, berkisar dari 25 kg BOD/ton produk sampai
100 kg BOD/ton.Informasi tentang banyaknya limbah produksi kecil batik
tradisional belum ditemukan.

2.2. Proses Pembuatan Tekstil

Serat buatan dan serat alam (kapas) diubah menjadi barang jadi tekstil
dengan menggunakan serangkaian proses. Serat kapas dibersihkan sebelum
disatukan menjadi benang. Pemintalan mengubah serat menjadi benang. Sebelum
proses penenunan atau perajutan, benang buatan maupun kapas dikanji agar serat
menjadi kuat dan kaku. Zat kanji yang lazim digunakan adalah pati, perekat
gelatin, getah, polivinil alkohol (PVA) dan karboksimetil selulosa (CMC).
Penenunan, perajutan, pengikatan dan laminasi merupakan proses kering.

8
Sesudah penenunan serat dihilangkan kanjinya dengan asam (untuk pati)
atau hanya air (untuk PVA atau CMC). Penghilangan kanji pada kapas dapat
memakai enzim. Sering pada waktu yang sama dengan pengkanjian, digunakan
pengikisan (pemasakan) dengan larutan alkali panas untuk menghilangkan
kotoran dari kain kapas. Kapas juga dapat dimerserisasi dengan perendaman
dalam natrium hidroksida, dilanjutkan pembilasan dengan air atau asam untuk
meningkatkan kekuatannya.

Penggelantangan dengan natrium hipoklorit, peroksida atau asam perasetat


dan asam borat akan memutihkan kain yang dipersiapkan untuk pewarnaan. Kapas
memerlukan pengelantangan yang lebih ekstensif daripada kain buatan (seperti
pendidihan dengan soda abu dan peroksida).

Pewarnaan serat, benang dan kain dapat dilakukan dalam tong atau dengan
memakai proses kontinyu, tetapi kebanyakan pewarnaan tekstil sesudah ditenun.
Di Indonesia denim biru (kapas) dicat dengan zat warna. Kain dibilas diantara
kegiatan pemberian warna. Pencetakan memberikan warna dengan pola tertentu
pada kain diatas rol atau kasa.

Karakteristik utama dari limbah industri tekstil adalah tingginya


kandungan zat warna sintetik, yang apabila dibuang ke lingkungan tentunya akan
membahayakan ekosistem perairan. Zat warna ini memiliki struktur kimia yang
berupa gugus kromofor dan terbuat dari beraneka bahan sintetis, yang
membuatnya resisten terhadap degradasi saat nantinya sudah memasuki perairan.
Meningkatnya kekeruhan air karena adanya polusi zat warna, nantinya akan
menghalangi masuknya cahaya matahari ke dasar perairan dan mengganggu
keseimbangan proses fotosintesis, ditambah lagi adanya efek mutagenik dan
karsinogen dari zat warna tersebut, membuatnya menjadi masalah yang serius.

Limbah cair industri tekstil dapat diamati dengan mudah, karena limbah
cairnya memiliki warna yang pekat.Warna ini berasal dari sisa-sisa zat warna yang
merupakan suatu senyawa kompleks aromatik yang biasanya sukar untuk

9
diuraikan oleh mikroba.Beberapa penelitian mengenai perombakan zat warna dari
limbah cair industri tekstil secara anerobik dilaporkan telah berhasil mengurangi
warna, khususnya zat warna azo ini umumnya resistan untuk dioksidasi oleh
mikoorganisme aerobik.

Jenis yang paling banyak digunakan saat ini adalah zat warna reaktif dan
zat warna dispersi.Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil dewasa ini adalah
serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan poliakrilat.Bahan tekstil sintetik
ini, terutama serat poliester, kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat warna
dispersi.Demikian juga untuk zat warna reaktif yang dapat mewarnai bahan kapas
dengan baik.

Zat warna dapat digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu zat


warna alam dan zat warna sintetik. Van Croft menggolongkan zat warna
berdasarkan pemakaiannya, misalnya zat warna yang langsung dapat mewarnai
serat disebutnya sebagai zat warna substantif dan zat warna yang memerlukan zat-
zat pembantu supaya dapat mewarnai serat disebut zat reaktif. Kemudian Henneck
membagi zat warna menjadi dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya,
yakni zat warna monogenetik apabila memberikan hanya satu warna dan zat
warna poligenatik apabila dapat memberikan beberapa warna. Penggolongan zat
warna yang lebih umum dikenal adalah berdasarkan konstitusi (struktur molekul)
dan berdasarkan aplikasi (cara pewarnaannya) pada bahan, misalnya didalam
pencelupan dan pencapan bahan tekstil, kulit, kertas dan bahan-bahan lain.

2.3 Pemilihan Serat

Pengetahuan tentang jenis dan sifat serat tekstil merupakan modal dasar
bagi mereka yang akan terjun di Industri tekstil dan fashion Pengetahuan tentang
jenis dan sifat serat tekstil sangat diperlukan untuk mengenali, memilih,
memproduksi, menggunakan dan merawat berbagai produk tekstil seperti serat,
benang, kain, pakaian dan tekstil lenan rumah tangga lainnya. Karakteristik dan
sifat bahan tekstil sangat ditentukan oleh karakteristik dan sifat serat

10
penyusunnya. Disamping itu sifat-sifat bahan tekstil juga dipengaruhi oleh proses
pengolahannya sperti dari serat dipintal menjadi benang, dari benang ditenun
menjadi kain kemudian dilakukan proses penyempurnaan hingga menjadi produk
jadi. Oleh karena itu untuk memahami lebih jauh tentang bahan tekstil diperlukan
pengetahuan tentang karakteristik dan sifat berbagai jenis serat dan teknik
pengolahannya menjadi bahan tekstil.

Karakteristik dan sifat serat juga sangat menentukan proses pengolahannya


baik dari sisi penmilihan peralatan , prosedur pengerjaan maupun jenis zat-zat
kimia yang digunakan. Selama proses pengolahan tekstil sifat-sifat dasar serat
tidak akan hilang. Proses pengolahan tekstil hanya ditujukan untuk memperbaiki,
meningkatkan, menambah dan mengoptimalkan sifat dasar serat tersebut sehingga
menjadi bahan tekstil berkualitas sesuai tujuan pemakaiannya.

Tidak semua jenis serat dapat diproses menjadi produk tekstil. Untuk dapat
diolah menjadi produk tekstil maka serat harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut

1. Perbandingan panjang dan lebar yang besar


2. Kekuatan yang cukup
3. Fleksibilitas tinggi
4. Kemampuan Mulur dan elastis
5. Cukup keriting agar memiliki daya kohesi antar serat
6. Memiliki daya serap terhadap air
7. Tahan terhadap sinar dan panas
8. Tidak rusak dalam
pencucian
9. Tersedia dalam jumlah
besar
10. Tahan terhadap zat
kimia tertentu

11
2.4 Sumber dan Jenis Limbah

Limbah tekstil merupakan limbah cair dominan yang dihasilkan industri


tekstil karena terjadi proses pemberian warna (dyeing) yang di samping
memerlukan bahan kimia juga memerlukan air sebagai media pelarut. Industri
tekstil merupakan suatu industri yang bergerak dibidang garmen dengan mengolah
kapas atau serat sintetik menjadi kain melalui tahapan proses : Spinning
(Pemintalan) dan Weaving (Penenunan). Limbah industri tekstil tergolong limbah
cair dari proses pewarnaan yang merupakan senyawa kimia sintetis, mempunyai
kekuatan pencemar yang kuat. Bahan pewarna tersebut telah terbukti mampu
mencemari lingkungan. Zat warna tekstil merupakan semua zat warna yang
mempunyai kemampuan untuk diserap oleh serat tekstil dan mudah dihilangkan
warna (kromofor) dan gugus yang dapat mengadakan ikatan dengan serat tekstil
(auksokrom).

Larutan penghilang kanji biasanya langsung dibuang dan ini mengandung


zat kimia pengkanji dan penghilang kanji pati, PVA, CMC, enzim, asam.
Penghilangan kanji biasanya memberi kan BOD paling banyak dibanding dengan
proses-proses lain. Pemasakan dan merserisasi kapas serta pemucatan semua kain
adalah sumber limbah cair yang penting, yang menghasilkan asam, basa, COD,

12
BOD, padatan tersuspensi dan zat-zat kimia. Proses-proses ini menghasilkan
limbah cair dengan volume besar, pH yang sangat bervariasi dan beban
pencemaran yang tergantung pada proses dan zat kimia yang digunakan.
Pewarnaan dan pembilasan menghasilkan air limbah yang berwarna dengan COD
tinggi dan bahan-bahan lain dari zat warna yang dipakai, seperti fenol dan logam.
Di Indonesia zat warna berdasar logam (krom) tidak banyak dipakai.

Jenis Limbah yang dihasilkan pada industri tekstil :

1. Logam berat terutama As, Cd, Cr, Pb, Cu, Zn.


2. Hidrokarbon terhalogenasi (dari proses dressing dan finishing)

3. Pigmen, zat warna dan pelarut organic

4. Tensioactive (surfactant)

2.5 Jenis dan Penggolongan Limbah Industri Tekstil

Kualitas limbah menunjukkan spesifikasi limbah yang diukur dari jumlah


kandungan bahan pencemar di dalam limbah.Kandungan pencemar di dalam
limbah terdiri dari berbagai parameter.Semakin kecil jumlah parameter dan
semakin kecil konsentrasinya, hal ini menunjukkan semakin kecil peluang untuk
terjadinya pencemaran lingkungan.

Menurut Kristanto (2002) beberapa kemungkinan yang akan terjadi akibat


masuknya limbah ke dalam lingkungan :

1. Lingkungan tidak mendapatkan pengaruh yang berarti. Hal ini disebabkan


karena volume limbah kecil, parameter pencemar yang terdapat dalam
limbah sedikit dengan konsentrasi yang kecil.
2. Ada pengaruh perubahan, tetapi tidak mengakibatkan pencemaran

3. Memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran.

13
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah :

a) Volume limbah
b) Kandungan bahan pencemar

c) Frekuensi pembuangan limbah

Berdasarkan karakteristiknya limbah industri dapat dibagi menjadi empat bagian


yaitu:

1. Limbah cair biasanya dikenal sebagai entitas pencemar air. Komponen


pencemaran air pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan
buangan organik, dan bahan buangan anorganik.
2. Limbah padat.

3. Limbah gas dan partikel

Melalui banyaknya proses yang dilakukan maka limbah yang dihasilkan


pun berbeda. Hasil dari proses pewarnaannya tergantung pada pewarna yang
digunakan misalnya zat warna indigo ( C12H10 N12 O12 ) dan sulfur. Limbah –
limbah itu dialirkan ke kolam-kolam pengendapan dan selanjutnya dialirkan ke
sungai. Agar air limbah tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap lingkungan
perairan maka diperlukan suatu teknik pengolahan yang diarahkan agar kriteria
yang ditetapkan dalam baku mutu air limbah industri dapat terpenuhi. Baku mutu
merupakan spesifikasi dari jumlah bahan pencemar yang perbolehkan dibuang ke
lingkungan dan ini merupakan langkah penting dalam usaha mengendalikan
pencemaran dan melestarikan lingkungan.

Salah satu pencemar organik yang bersifat non biodegradable adalah zat
warna tekstil.Zat warna tekstil umumnya dibuat dari senyawa azo dan turunannya
dari gugus benzen.Diketahui bahwa gugus benzen sangat sulit didegradasi,
kalaupun dimungkinkan dibutuhkan waktu yang lama. Senyawa azo bila terlalu
lama berada di lingkungan, akan menjadi sumber penyakit karena sifatnya

14
karsinogenik dan mutagenik. Karena itu perlu dicari alternatif efektif untuk
menguraikan limbah tersebut.Zat warna ini berasal dari sisa – sisa zat warna yang
tak larut dan juga dari kotoran yang berasal dari serat alam.Warna selain
mengganggu keindahan, beberapa juga dapat bersifat racun dan sukar
dihilangkan.Beberapa penelitian tentang biodegradasi zat warna khususnya zat
warna azo.

Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan
kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan
serat.zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah
senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya,
fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung
nitrogen.

2.6 Penggolongan Zat Warna

Zat warna dapat digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu zat


warna alam dan zat warna sintetik.Van Croft menggolongkan zat warna
berdasarkan pemakaiannya, misalnya zat warna yang langsung dapat mewarnai
serat disebutnya sebagai zat warna substantif dan zat warna yang memerlukan zat-
zat pembantu supaya dapat mewarnai serat disebut zat reaktif.Kemudian Henneck
membagi zat warna menjadi dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya,
yakni zat warna monogenetik apabila memberikan hanya satu warna dan zat
warna poligenatik apabila dapat memberikan beberapa warna. Penggolongan zat
warna yang lebih umum dikenal adalah berdasarkan konstitusi (struktur molekul)
dan berdasarkan aplikasi (cara pewarnaannya) pada bahan, misalnya didalam
pencelupan dan pencapan bahan tekstil, kulit, kertas dan bahan-bahan lain.

Penggolongan zat warna menurut “Colours Index” volume 3, yang


terutama menggolongkan atas dasar sistem kromofor yang berbeda misalnya zat
warna Azo, Antrakuinon, Ftalosia, Nitroso, Indigo, Benzodifuran, Okazin,

15
Polimetil, Di- dan Tri-Aril Karbonium, Poliksilik, Aromatik Karbonil,
Quionftalen, Sulfer, Nitro, Nitrosol dan lain-lain.

Zat warna Azo merupakan jenis zat warna sistetis yang cukup penting. Lebih dari
50% zat warna dalam daftar Color Index adalah jenis zat warna azo. Zat warna
azo mempunyai sistem kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang berikatan dengan
gugus aromatik. Lingkungan zat warna azo sangat luas, dari warna kuning, merah,
jingga, biru AL (Navy Blue), violet dan hitam, hanya warna hijau yang sangat
terbatas.

Penggolongan lain yang biasa digunakan terutama pada proses pencelupan


dan pencapan pada industri tekstil adalah penggolongan berdasarkan aplikasi (cara
pewarnaan). Zat warna tersebut dapat digolongkan sebagai zat warna asam, basa,
direk, dispersi, pigmen, reaktif, solven, belerang , bejana dan lain-lain.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa tiap-tiap jenis zat warna mempunyai
kegunaan tertentu dan sifat-sifatnya tertentu pula. Pemilihan zat warna yang akan
dipakai bergantung pada bermacam faktor antara lain : jenis serat yang akan
diwarnai, macam wana yang dipilih dan warna-warna yang tersedia, tahan
lunturnya dan peralatan produksi yang tersedia.

Jenis yang paling banyak digunakan saat ini adalah zat warna reaktif dan
zat warna dispersi.Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil dewasa ini adalah
serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan poliakrilat.Bahan tekstil sintetik
ini, terutama serat poliester, kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat warna
dispersi.Demikian juga untuk zat warna reaktif yang dapat mewarnai bahan kapas
dengan baik.

2.7 Zat Warna Reaktif

Dalam daftar “Color Index” golongan zat warna yang terbesar jumlahnya adalah
zat warna azo, dan dari zat warna yang berkromofor azo ini yang paling banyak

16
adalah zat warna reaktif zat warna reaktif ini banyak digunakan dalam proses
pencelupan bahan tekstil.

Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo dan


antrakuinon dengan berat molekul relatif kecil.Daya serap terhadap serat tidak
besar.Sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat mudah
dihilangkan.Gugus-gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan
ketahanan lat wama terhadap asam atau basa.Gugus-gugus reaktif merupakan
bagian-bagian dari zat warna yang mudah lepas.Dengan lepasnya gugus reaktif
ini, zat warna menjadi mudah bereaksi dengan serat kain.Pada umumnya agar
reaksi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan penambahan alkali atau asam
sehingga mencapai pH tertentu.

Disamping terjadinya reaksi antara zat warna dengan serat membentuk


ikatan primer kovalen yang merupakan ikatan pseudo ester atau eter, molekul air
pun dapat juga mengadakan reaksi hidrolisa dengan molekul zat warna, dengan
memberikan komponen zat warna yang tidak reaktif lagi. Reaksi hidrolisa tersebut
akan bertambah cepat dengan kenaikan temperatur.

Selulosa mempunyai gugus alkohol primer dan sekunder yang keduanya


mampu mengadakan reaksi dengan zat warna reaktif.Tetapi kecepatan reaktif
alkohol primer jauh lebih tinggi daripada alkohol sekunder.Mekanisme reaksi
pada umumnya dapat digambarkan sebagai penyerapan unsur positif pada zat
warna reaktif terhadap gugus hidroksil pada selulosa yang terionisasi.Agar dapat
bereaksi zat warna memerlukan penambahan alkali yang berguna untuk mengatur
suasana yang cocok untuk bereaksi, mendorong pembentukan ion selulosa dan
menetralkan asam-asam hasil reaksi.

17
2.8 Karakteristik Air Limbah Industri Tekstil

Karakteristik air limbah dapat dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Karakteristik Fisika

Karakteristik fisika ini terdiri daribeberapa parameter, diantaranya :

a. Total Solid (TS)


Merupakan padatan didalam air yangterdiri dari bahan organik
maupunanorganik yang larut, mengendap, atau tersuspensi dalam air.

b. Total Suspended Solid (TSS)


Merupakan jumlah berat dalam mg/lkering lumpur yang ada didalam air limbah
setelah mengalamipenyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron.

c. Warna.
Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan
menigkatnya kondisi anaerob, warna limbah berubah dari yang abu–abu
menjadi kehitaman.

d. Kekeruhan
Kekeuhan disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat organik
maupun anorganik.

e. Temperatur
Merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan efeknya terhadap reaksi
kimia, laju reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai
aktivitas sehari – hari.

18
f. Bau
Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi atau
penambahan substansi pada limbah. Pengendalian bau sangat penting karena
terkait dengan masalah estetika.

2. Karateristik Kimi

a. Biological Oxygen Demand (BOD)


Menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup
untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan–bahan buangan di dalam air.

b. Chemical Oxygen Demand (COD)


Merupakan jumlah kebutuhan oksigen dalam air untuk proses reaksi secara
kimia guna menguraikan unsur pencemar yang ada. COD dinyatakan dalam
ppm (part per milion) atau ml O2/ liter.(Alaerts dan Santika, 1984).

c. Dissolved Oxygen (DO)


DO adalah kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk respirasi aerob
mikroorganisme. DO di dalam air sangat tergantung pada temperature dan
salinitas.

d. Ammonia (NH3)
Ammonia adalah penyebab iritasi dan korosi, meningkatkan pertumbuhan
mikroorganisme dan mengganggu proses desinfeksi dengan chlor (Soemirat,
1994). Ammonia terdapat dalam larutan dan dapat berupa senyawa ion
ammonium atau ammonia.tergantung pada pH larutan.

19
e.Sulfida
Sulfat direduksi menjadi sulfida dalam sludge digester dan dapat mengganggu
proses pengolahan limbah secara biologi jika konsentrasinya melebihi 200
mg/L. Gas H2S bersifat korosif terhadap pipa dan dapat merusak mesin.

f. Fenol
Fenol mudah masuk lewat kulit.Keracunan kronis menimbulkan gejala gastero
intestinal, sulit menelan, dan hipersalivasi, kerusakan ginjal dan hati, serta dapat
menimbulkan kematian).

g. Derajat keasaman (pH)


pH dapat mempengaruhi kehidupan biologi dalam air. Bila terlalu rendah atau
terlalu tinggi dapat mematikan kehidupan mikroorganisme.Ph normal untuk
kehidupan air adalah 6–8.

h. Logam Berat
Logam berat bila konsentrasinya berlebih dapat bersifat toksik sehingga
diperlukan pengukuran dan pengolahan limbah yang mengandung logam berat.

Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia yang dalam skala
tertentu membantu kinerja metabolisme tubuh dan mempunyai potensi racun jika
memiliki konsentrasi yang terlalu tinggi. Berdasarkan sifat racunnya logam berat
dapat dibagi menjadi 3 golongan :

1. Sangat beracun, dapat mengakibatkan kematian atau gangguan kesehatan yang


tidak pulih dalam jangka waktu singkat, logam tersebut antara lain : Pb,Hg,
Cd, Cr, As, Sb, Ti dan U.

20
2. Moderat, mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang dapat pulih maupun
yang tidak dapat pulih dalam jangka waktu yang relatif lama, logam tersebut
antara lain : Ba, Be, Au, Li, Mn, Sc, Te, Va, Co dan Rb.

3. Kurang beracun, namun dalam jumlah yang besar logam ini dapat
menimbulkan gangguan kesehatan antara lain :Bi, Fe, Mg, Ni, Ag, Ti dan Zn .

3. Karakteristik Biologi

Karakteristik biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air


yangdikonsumsi sebagai air minum dan air bersih.Parameter yang biasa
digunakan adalah banyaknya mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah.

Penentuan kualitas biologi ditentukan oleh kehadiran mikroorganisme


terlarut dalam air seperti kandungan bakteri, algae, cacing, serta
plankton.penentuan kualitas mikroorganisme dilatarbelakangi dasar pemikiran
bahwa air tersebut tidak akan membahayakan kesehatan. Dalam konteks ini maka
penentuan kualitas biologi air didasarkan pada analisis kehadiran mikroorganisme
indikator pencemaran.

Menurut Sunu (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis


mikroorganisme yang terdapat di dalam air yaitu :

1. Sumber air
Jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air dipengaruhi oleh sumber
seperti air hujan, air permukaan, air tanah, air laut dan sebagainya.

2. Komponen nutrien dalam air


Secara alamiah air mengandung mineral-mineral yang cukup untuk
kehidupan mikroorganisme yang dibutuhkan oleh spesies mikroorganisme
tertentu.

21
3. Komponen beracun
Terdapat di dalam air akan mempengaruhi jumlah dan jenis
mikroorganisme yang terdapat di dalam air. Sebagai contoh asam-asam
organik dan anorganik, khlorin dapat membunuh mikroorganisme dan
kehidupan lainnya di dalam air.

4. Organisme air
Adanya organisme di dalam air dapat mempengaruhi jumlah dan jenis
mikroorganisme air, seperti protozoa dan plankton dapat membunuh
bakteri.

5. Faktor fisik
Faktor fisik seperti suhu, pH, tekanan osmotik, tekanan hidrostatik, aerasi,
dan penetrasi sinar matahari dapat mempengaruhi jumlah dan jenis
mikroorganisme yang terapat di dalam air.

Meningkatnya jumlah industri tekstil selain dapat meningkatkan


perekonomian akan tetapi juga memiliki dampak negatif dan membahayakan
lingkungan. Efek negative dari industri tekstil salah satu adalah air limbahnya
yang mengandung zat organic yang tinggi dari hasil pencelupan dan apabila
dibuang langsung ke lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat
memperburuk kualitas badan air, karena zat warna ini akan sulit didegradasi
secara alami di badan air.

Kualitas air yang baik sangat mendukung kehidupan organisme air.


Mikroorganisme air seperti plankton selain sebagai indikator pencemaran suatu
perairan juga mempunyai peranan penting dalam lingkungan aquatik yaitu sebagai
dasar piramida makanan bagi organisme lain yang hidup di perairan. Plankton

22
merupakan makanan alami bagi organisme perairan seperti bentik dan ikan
(Sachlan, 1982).Plankton dan ikan membentuk rantai penghubung yang penting
antara produsen dan konsumen. Ikan dan organisme air lainnya akan hidup
dengan baik bila kondisi perairan mendukung. Sebagai bioindikator dari limbah
ini adalah adanya organisme biologi yaitu ikan lele, bawal, braskap, tanaman air,
cacing, algae, dan bakteri.

Di sekitar pabrik pada umumya sungai digunakan untuk tempat


pembuangan limbah, tanpa instalasi pengolahan limbah terlebih dahulu, selain itu
kadang para penduduk membuang sampahnya langsung ke sungai. Limbah dari
industri tekstil yang dibuang ke sungai sudah mengalami proses pengolahan
limbah terlebih dahulu. Dengan pengolahan tersebut limbah tekstil yang dibuang
ke sungai di duga dapat mengurangi bahan pencemar.

Pengoperasian unit pengolahan limbah memegang peranan yang penting.


Pengoperasian yang kurang benar akan menyebabkan limbah yang terproses
masih memiliki nilai parameter diatas ambang batas yang
ditentukan.Pengoperasian yang tidak sistematis dan tidak berpedoman, akan
cenderung menyebabkan ketidakefisien yang pada akhirnya akan menyebabkan
biaya pengolahan yang tinggi.

Indikator bahwa air telah tercemar adalah adanya perubahan air yang dapat
diamati, yaitu adanya perubahan suhu air, adanya perubahan pH, adanya
perubahan warna, bau, rasa serta timbulnya endapan (Suriawiria, 1996). Menurut
Odum (1993), pencemaran air merupakan suatu peristiwa penambahan suatu zat
tertentu yang berasal dari limbah proses industri dan domestik yang dapat
mengolah kualitas alami dari air tersebut yang juga akan mengganggu kehidupan
hidrobiota sungai. Menurut Undang-Undang RI No.4 Tahun 1982 tentang
ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup Bab 1, pasal 1 pencemaran
lingkungan adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi dan atau berubahnya
tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas

23
lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Pemeriksaan perairan yang menerima buangan air limbah, merupakan suatu
keharusan. Hal ini berguna untuk mengevaluasi masalah kesehatan yang mungkin
timbul misalnya bahan beracun ke dalam baku mutu air

2.9 Metode Pengolahan Limbah Industri Tekstil

Berdasarkan karakteristik limbah, proses pengolahan dapat digolongkan


menjadi tiga bagian, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi. Proses ini tidak dapat
berjalan secara sendiri-sendiri, tetapi kadang-kadang harus dilaksanakan secara
kombinatif. Pemisahan proses menurut karakteristik limbah sebenarnya untuk
memudahkan pengidentifikasian peralatan.
a. Proses Fisik
Perlakuan terhadap air limbah dengan cara fisika, yaitu proses pengolahan
secara mekanis dengan atau tanpa penambahan bahan kimia. Proses-proses
tersebut di antaranya adalah : penyaringan, penghancuran, perataan air,
penggumpalan, sedimentasi, pengapungan, Filtrasi,

b. Proses Kimia
Proses secara kimia menggunakan bahan kimia untuk mengurangi
konsentrasi zat pencemar di dalam limbah. Kegiatan yang termasuk dalam
proses kimia di antaranya adalah pengendapan, klorinasi, oksidasi dan
reduksi, netralisasi, ion exchanger dan desinfektansia.

c. Proses Biologi
Proses pengolahan limbah secara biologi adalah memanfaatkan
mikroorganisme (ganggang, bakteri, protozoa) untuk mengurangi senyawa
organik dalam air limbah menjadi senyawa yang sederhana dan dengan
demikian mudah mengambilnya.

24
Proses ini dilakukan jika proses fisika atau kimia atau gabungan kedua
proses tersebut tidak memuaskan. Proses biologi membutuhkan zat organik
sehingga kadar oksigen semakin lama semakin sedikit. Pada proses kimia
zattersebut diendapkan dengan menambahkan bahan koagulan dan kemudian
endapannya diambil. Pengoperasian proses biologis dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu operasi tanpa udara dan operasi dengan udara. Digunakannya
mikroorganisme untuk menguraikan atau mengubah senyawa organik, maka
dibutuhkan suatu kondisi lingkungan yang baik.Pertumbuhan dan perkembangan
harus memenuhi persyaratan hidup, misalnya penyebaran, suhu, pH air limbah
dan sebagainya. Adanya perubahan dalam lingkungan hidupnya akan
mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Ada golongan
mikroorganisme tertentu yang rentan terhadap perubahan komponen lingkungan,
dan ada pula yang dapat dengan cepat melakukan adaptasi dengan kondisi yang
baru.Oleh karena itu kondisi lingkungan amat penting artinya dalam pengendalian
kegiatan mikroorganisme dalam air limbah.

Pada umumnya pengolahan limbah tekstil ini dilakukan dengan cara


koagulasi danfiltrasi.Adsorpsi memiliki pengertian sebagai peristiwa penyerapan /
pengayaan (enrichment) suatu komponen di daerah antar fasa. Dengan adanya
penelitian sebelumnya mengenai penyerapan zat warna tekstil menggunakan
jerami padi maka diharapkan jerami padi yang dibuat menjadi adsorben juga
efektif untuk menurunkan kadar zat organik dalam limbah tekstil. Fenomena
adsorpsi sendiri merupakan pengaruh dari gaya kohesi seperti ikatan valensi dan
gaya tarik Van der Waals. Molekul-molekul tersebut saling mengikat kesemua
arah sehingga dicapai sutau titik keseimbangan (equilibrium). Akan tetapi molekul
lapisan terluar suatu zat padat mempunyai gaya tarik yang tidak diimbangi oleh
molekul lainnya seperti zat cair dan gas sehingga permukaan zat padat dapat
menangkap molekul fluida yang berdekatan. Fenomena ini dikenal dengan istilah
adsorpsi pada permukaan adsorben.

25
Terdapat dua metoda adsorpsi, yaitu adsorpsi secara fisik dan adsorpsi
secara kimia. Kedua metoda ini terjadi ketika molekul dalam fase cair melekat
pada permukaan padat sebagai gaya tarik menarik pada permukaan zat padat
(adsorben) untuk mengatasi energy kinetic molekul pencemar pada fase cair
(adsorbat). Adsorpsi secara fisik terjadi jika molekul adsorbat terikat secara fisik
pada molekul adsorben yang diakibatkan oleh perbedaan energy atau gaya Van der
Waals. Adsorpsi ini akan membentuk lapisan-lapisan. Jumlah lapisan sebanding
dengan konsentrasi pencemar.Hal ini berarti dengan semakin tinggi konsentrasi
pencemar dalam larutan menyebabkan meningkatnya lapisan molekul. Proses
adsorpsi fisik ini bersifat reversible dan reversibilitasnya tergantung pada
kekuatan tarik menarik anatara molekul adsorbat dengan molekul adsorben.

Adsorpsi secara kimia terjadi jika senyawa kimia dihasilkan dari reaksi
antar molekul adsorbat dan molekul adsorben. Proses ini membentuk lapisan
molekul yang tebal dan bersifat irreversible. Untuk membentuk senyawa kimia
diperlukan energy dan energy juga diperlukan untuk membalikan proses ini,
sehingga proses adsorpsi kimia ini bersifat irreversible.

Terdapat beberapa parameter khusus yang mempengaruhi proses adsorpsi


dari senyawa organik, tergantung dari beberapa karakteristik senyawa organic
tersebut, diantaranya :
 Konsentrasi
 Berat molekul
 Struktur molekul
 Tingkat kepolaran molekul
 Temperatur
 pH

Kecepatan adsorpsi merupakan hal yang terpenting dalam penentuan


kapasitas adsorpsi suatu senyawa. Kecepatan untuk mencapai titik keseimbangan
(equilibrium) tergantung pada beberapa faktor diatas, akan tetapi faktor yang

26
paling berpengaruh dalam penentuan kecepatan adsorpsi adalah lamanya waktu
kontak antara adsorben dengan sorbatnya.
Pengolahan limbah cair industri tekstil dapat dilakukan secara kimia,
fisika, biologi ataupun gabungan dari ketiganya.Pengolahan secara kimia
dilakukan dengan koagulasi, flokulasi dan netralisasi. Proses koagulasi dan
flokulasi dilakukan dengan penambahan koagulan dan flokulan untuk
menstabilkan partikel-partikel koloid dan padatan tersuspensi membentuk
gumpalan yang dapat mengendap oleh gaya gravitasi. Proses gabungan secara
kimia dan fisika seperti pengolahan limbah cair secara kimia (koagulasi) yang
diikuti pengendapan lumpur atau dengan cara oksidasi menggunakan ozon.
Pengolahan limbah cair secara fisika dapat dilakukan dengan cara
adsorpsi, filtrasi dan sedimentasi. Adsorpsi dilakukan dengan penambahan
adsorban, karbon aktif atau sejenisnya. Filtrasi merupakan proses pemisahan
padat-cair melalui suatu alat penyaring (filter). Sedimentasi merupakan proses
pemisahan padat-cair dengan cara mengendapkan partikel tersuspensi dengan
adanya gaya gravitasi.
Pengolahan limbah cair secara biologi adalah pemanfaatan aktivitas
mikroorganisme menguraikan bahan-bahan organik yang terkandung dalam air
limbah. Dari ketiga cara pengolahan diatas masing-masing mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Pengolahan limbah cair secara kimia akan menghasilkan lumpur
dalam jumlah yang besar, sehingga menimbulkan masalah baru untuk penanganan
lumpurnya. Oksidasi menggunakan ozon selain biaya tinggi juga tidak efektif
untuk mereduksi sulfur yang ada di dalam limbah. Penggunaan karbon aktif dalam
pengolahan limbah yang mengandung zat warna menghasilkan persen penurunan
zat warna tinggi, tetapi harga karbon aktif relatif mahal dan juga akan menambah
ongkos peralatan untuk regenerasi karbon aktif tersebut.
Proses pengolahan limbah cair secara biologi adalah salah satu alternatif
pengolahan yang sederhana dan ekonomis. Pada proses ini tidak diperlukan bahan
kimia seperti pada proses koagulasi sehingga biaya operasinya relatif lebih
rendah. Pengolahan limbah cair secara biologi ini dapat dikategorikan pada
pengolahan limbah secara anaerobik dan aerobik atau kombinasi keduanya.

27
Namun sampai sekarang ini pengolahan dengan sistem lumpur aktif tidak efisien
untuk menghilangkan warna dari efluen industri tekstil.bahwa penghilangan
warna dari antrakuinon dan azo pada sistem ini sangat kecil. Meskipun penelitian
yang lain menunjukkan bahwa mikroorganisme aerobik strain tertentu dapat
beradaptasi untuk mendegradasikan zat warna azo sederhana.
Jamur juga dapat digunakan untuk mengolah limbah industry tekstil.
Jamur lapuk putih memproduksi enzim-enzim pendegradasi lignin yang non-
spesifik, yang dapat mendegradasi berbagai jenis zat pengotor organik, termasuk
zat warna tekstil. Enzim-enzim yang diproduksi oleh jamur lapuk putih
mengkatalis penguraian zat warna tekstil menggunakan mekanisme pembentukan
radikal bebas. Metode ini sangatlah murah apabila ditinjau dari kelayakan
ekonominya, dan yang paling penting, molekul zat warna dalam limbah dapat
direduksi secara efektif menjadi komponen yang tidak berbahaya, bukannya
malah turut memproduksi bahan kimia yang berbahaya atau zat padat yang
menimbulkan permasalahan pembuangan lebih lanjut. Karena seperti yang teman-
teman ketahui enzim merupakan protein, yang di alam dapat dengan mudah
diuraikan menjadi asam amino.

2.10 Degradasi Zat Warna

Tekstil dengan Sistem Anaerobik Limbah cair industri tekstil dari proses
pewarnaan mengandung warna yang cukup pekat. Zat warna ini berasal dari sisa-
sisa zat warna yang tak larut dan juga dari kotoran yang berasal dari serat
alam.Warna selain mengganggu keindahan, mungkin juga bersifat racun dan sukar
dihilangkan.
Perombakan zat warna ini berawal dari penemuan hasil metabolisme
hewan mamalia yang diberi makanan campuran zat warna azo.Zat warna azo yang
masuk ke dalam pencernaan hewan ini direduksi oleh mikroflora yang berada di
dalam saluran pencernaan pada kandisi anaerobik.Ikatan azo yang direduksi ini
menghasilkan produk samping (intermediat) yaitu turunan amino azo benzen yang
dikhawatirkan karsinagen. Meyer (1981) menjelaskan bahwa reduksi azo

28
dikatalisa aleh enzim azo reduktase di dalam liver sama dengan reduksi aza aleh
mikroorganisme yang ada di dalam pencemaan pada kandisi anaerobik. Dari hasil
penelitian-penelitian inilah berkembang penelitian lanjutan perombakan zat warna
secara anaerobik.Selanjutnya biadegradasi zat warna dengan kandisi anaerobik ini
cukup patensial untuk merombak zat warna tekstil.
Perlakuan secara anaerobik pada dasarnya sebagai pengalahan
pendahuluan untuk limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi dan sukar
untuk didegradasi. Pada proses anaerobik terjadi pemutusan molekul-molekul
yang sangat kompleks menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana, sehingga
mudah terbiadegradasi oleh proses aerobik menjadi CO2, H2O, NH3 dan
Biomassa.

2.11 Mekanisme Perombakan Zat

Tesktil pada Kondisi Anaerobik Proses penghilangan warna pada


campuran azo terdiri dari dua tahapan.Tahap pertama reaksi yang terjadi tidak
stabil, karena masih ada molekul oksigen dalam media, yang dinyatakan sebagai
persaingan dari oksida (zat warna dan oksiogen) pada saat respisasi. Pada kondisi
oksidasi zat warna akan kembali ke bentuk semula. Setelah molekul oksigen yang
ada dalam media habis maka proses perombakan zat warna akan stabil

R1-N=N-R2 + 2e- + 2H+ R1-NH-NH-R2…………(2.1.)

R1-NH-NH-R2 + 2e- + 2H+ R1-NH2 + R2-NH2…… .(2.2.)

dimana R1 dan R2 adalah substitusi dari residu fenil dan naphtol.


Reduksi azo secara enzimatis dikatalisa oleh suatu enzim yang disebut azo
reduktase.Enzim ini sensitif terhadap oksigen, sehingga aktivitas maksimum
diperoleh pada kondisi anaerobik. Hasil penelitian ini masih kurang jelas apakah
azoreduktase secara langsung mengkatalisa transfer elektron akhir ke campuran
zat. Reduksi azo terjadi bersama dengan terbentuknya flavin yang tereduksi secara
enzimatik, tetapi transfer elektron akhir terjadi secara non enzimatik.

29
Mekanisme dasar pemutusan ikatan azo terjadi bersamaan dengan
reoksidasi dari nukleotida yang dibangkitkan secara enzimatis.Selama nukleotida
direduksi dari sistem pengangkutan elektron, zat warna berperan sebagai
oksidator. Elektron yang dilepas oleh nukleotida yang mengalami oksidasi akan
diterima oleh campuran azo (aseptor elektron akhir) melalui FAD (Flavin Adenin
Dinucleotida) sehingga zat warna dapat direduksi menjadi amina-amina yang
bersesuaian. Flavoprotein mengkatalisa pembentukan flavin-flavin tereduksi
dengan regenerasi dari Nikotinamida Adenin Dinucleotida fosfat (NADPH).

Sistem pengolahan limbah tekstil dengan sistem pengolah limbah lumpur aktif
dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1. PROSES PRIMER

a. Penyaringan Kasar
Air limbah dari proses pencelupan dan pembilasan dibuang melalui
saluran pembuangan terbuka menuju pengolahan air limbah. Saluran
tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni saluran air berwarna dan
asaluran air tidak berwarna. Untuk mencegah agar sisa-sisa benang atau
kain dalam air limbah terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring
dengan menggunakan saringan kasar berdiameter 50 mm dan 20 mm.

b. Penghilangan Warna
Limbah cair berwarna yang bersal dari proses pencelupan setelah melewati
tahap penyaringan ditampung dalam dua bak penampungan, masing-
masing berkapasitas 64 m3 dan 48 m3. Air tersebut kemudian dipompakan
ke dalam tangki koagulasi pertama (volume 3,1 m2) yang terdiri atas tiga
buah tangki, yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan koagulasi FeSO4
(Fero Sulfat) konsentrasinya 600-700 ppm untuk peningkatan warna.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki kedua dengan ditambahkan
kapur (lime) konsentrasinya 150-300 ppm, gunanya untuk menaikkan pH
yang turun setelah penambahan FeSO4. Dari tangki kedua, limbah

30
dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki tersebut
ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5-0,2 ppm, sehingga akan terbentuk
gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses pengendapan.
Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara
padatan hasil pengikatan warna dengan cairan secara gravitasi dalam
tangki sedimentasi. Meskipun air hasil proses penghilangan warna ini
sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bias
langsung dibuang ke perairan.

c. Ekualisasi
Bak ekualisasi disebut juga bak air minum yang memiliki volume 650 m3
menampung dua sember pembuangan yaitu limbah cair tidak berwarna
dan air yang berasal dari mesin pengepres lumpur.Kedua sumber
pembuangan mengeluarkan air dengan karakteristi yang berbeda. Oleh
karena itu, untuk memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber
ini diaduk dengan menggunakan blower hingga mempunyai karakteristik
yang sama yaitu pH 7 dan suhunya 32oC. Sebelum kontak dengan system
lumpur aktif, terlebih dahulu air melewati saringan halus dan cooling
water, karena untuk proses aerasi memerlukan suhu 32oc. Untuk
mengalirkan air dari bak ekualisasi ke bak aerasi digunakan dua buah
submerble pump atau pompa celup (Q= 60 m3/jam).

d. Saringan halus
Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk memisahkan
padatan dan larutan sehingga air limbah yang akan diolah bebas dari
polutan kasar berupa sisa-sisa serat benang yang masih terbawa.

31
e. Cooling Tower
Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya mempunyai suhu antara
35-40˚C. Sehingga memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhu
yang bertujuan mengoptimalkan kerja bakteri dalam system lumpur sktif.
Karena suhu yang diinginkan adlah berkisar 29-30˚C.

2. PROSES SEKUNDER

a. Proses Biologi
Kontak bakteri dengan limbah lembih merata serta tidak terjadi
pengendapan lumpur seperti layaknya yang terjadi pada bak persegi
panjang.Kapasitas dari ketiga bak aerasi adalah 2175 m3.Pada masing-
masing bak aerasi ini terdapat separator yang mutlak diperlukan untuk
memasok oksigen ke dalam air bagi kehidupan bakteri. Parameter yang
diukur dalam bak aerasi ini dengan system lumpur aktif adlah DO, MLSS
dan suhu. Dari pengalaman yang telah dijalani, parameter-parameter
tersebut dijaga sehingga penguraian polutan yang terdapat dalam limbah
dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri. Oksigen terlarut yang
diperlukan berkisar 0,5-2,5 ppm. MLSS berkisar 4000-6000 mg/l dan suhu
berkisar 29-30 ˚C.

b. proses sedimentasi
Bak sedimentasi II mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya dan
bagian bawahnya berbentuk kronis yang dilengkapi dengan
pengaduk.Desain ini dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran
endapan dari dasar bak. Pada bak sedimentasi ini akan terjadi setting
lumpur yang berasal dari bak aerasi dan endapan lumpur ini harus segera
dikembalikan lagi ke bak aerasi karena kondisi pada bak sedimentasi
hamper mendekati anaerob.

32
3. PROSES TERSIER

Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia yaitu Aluminium Sulfat.
Polimer dan antifoam ; untuk mengurangi padatan tersuspensi yang masih
terdapat dalam air. Tahap lanjutan ini diperlukan untuk memperoleh kualitas air
yang lebih baik sebelum air tersebut dibuang ke perairan.
Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya ditampung dalam bak
interdiet (volume 2 m3 ) yang dilengkapi dengan alat yang disebut inverter untuk
mengukur level air, kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi dengan
mengguanakan pompa sentrifugal. Pada tangki koagulasi ditambahkan aluminium
sulfat dan polimer sehingga terbentuk flok yang mudah mengendap. Selain kedua
bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah yang berasal dari pengolahan air
baku yang bertujuan menambah partikel padatan tersuspensi untuk memudahkan
terbentuknya flok.

Proses atau tahap penanganan limbah meliputi :

1. Langkah pertama untuk memperkecil beban pencemaran dari operasi tekstil


adalah program pengelolaan air yang efektif dalam pabrik, menggunakan :
a. Pengukur dan pengatur laju alir
b. Pengendalian permukaan cairan untuk mengurangi tumpahan
c. Pemeliharaan alat dan pengendalian kebocoran
d. Pengurangan pemakaian air masing-masing proses
e. Otomatisasi proses atau pengendalian proses operasi secara cermat
f. Penggunaan kembali alir limbah proses yang satu untuk penambahan
(make-up) dalam proses lain (misalnya limbah merserisasi untuk membuat
penangas pemasakan atau penggelantangan)
g. Proses kontinyu lebih baik dari pada proses batch (tidak kontinyu)
h. Pembilasan dengan aliran berlawanan

33
2. Penggantian dan pengurangan pemakaian zat kimia dalam proses harus
diperiksa pula :
a. Penggantian kanji dengan kanji buatan untuk mengurangi BOD
b. Penggelantangan dengan peroksi da menghasilkan limbah yang kadarnya
kurang kuat daripada penggelantangan pemasakan hipoklorit
c. Penggantian zat-zat pendispersi, pengemulsi dan perata yang
menghasilkan BOD tinggi dengan yang BOD-nya lebih rendah.

3. Zat pewarna yang sedang dipakai akan menentukan sifat dan kadar limbah
proses pewarnaan. Pewarna dengan dasar pelarut harus diganti pewarna
dengan dasar air untuk mengurangi banyaknya fenol dalam limbah. Bila
digunakan pewarna yang mengandung logam seperti krom, mungkin
diperlukan reduksi kimia dan pengendapan dalam pengolahan limbahnya.
Proses penghilangan logam menghasilkan lumpur yang sukar diolah dan sukar
dibuang. Pewarnaan dengan permukaan kain yang terbuka dapat mengurangi
jumlah kehilangan pewarna yang tidak berarti.

4. Pengolahan limbah cair dilakukan apabila limbah pabrik mengandung zat


warna, maka aliran limbah dari proses pencelupan harus dipisahkan dan diolah
tersendiri. Limbah operasi pencelupan dapat diolah dengan efektif untuk
menghilangkan logam dan warna, jika menggunakan flokulasi kimia,
koagulasi dan penjernihan (dengan tawas, garam feri atau poli-elektrolit).
Limbah dari pengolahan kimia dapat dicampur dengan semua aliran limbah
yang lain untuk dilanjutkan ke pengolahan biologi.

Jika pabrik menggunakan pewarnaan secara terbatas dan menggunakan


pewarna tanpa krom atau logam lain, maka gabungan limbah sering diolah dengan
pengolahan biologi saja, sesudah penetralan dan ekualisasi. Cara-cara biologi
yang telah terbukti efektif ialah laguna aerob, parit oksidasi dan lumpur
aktif.Sistem dengan laju alir rendah dan penggunaan energi yang rendah lebih
disukai karena biaya operasi dan pemeliharaan lebih rendah. Kolom percik adalah

34
cara yang murah akan tetapi efisiensi untuk menghilangkan BOD dan COD sangat
rendah, diperlukan lagi pengolahan kimia atau pengolahan fisik untuk
memperbaiki daya kerjanya.

Untuk memperoleh BOD, COD, padatan tersuspensi, warna dan parameter


lain dengan kadar yang sangat rendah, telah digunakan pengolahan yang lebih
unggul yaitu dengan menggunakan karbon aktif, saringan pasir, penukar ion dan
penjernihan kimia.

Pemanfaatan limbah industry tekstil dapat berupa:


1. Industri tekstil tidak banyak menghasilkan banyak limbah padat. Lumpur yang
dihasilkan pengolahan limbah secara kimia adalah sumber utama limbah pada
pabrik tekstil. Limbah lain yang mungkin perlu ditangani adalah sisa kain, sisa
minyak dan lateks. Alternatif pemanfaatan sisa kain adalah dapat digunakan
sebagai bahan tas kain yang terdiri dari potongan kain-kain yang tidak
terpakai, dapat juga digunakan sebagai isi bantal dan boneka sebagai
pengganti dakron.
2. Lumpur dari pengolahan fisik atau kimia harus dihilangkan airnya dengan
saringan plat atau saringan sabuk (belt filter). Jika pewarna yang dipakai tidak
mengandung krom atau logam lain, lumpur dapat ditebarkan diatas tanah.

35
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada umumnya pengolahan air limbah industri tekstil memerlukan tahap-


tahap pengolahan sebagai berikut
1. Pemisahan padatan kasar yaitu sisa serat dan padatan kasar lainnya
2. Segregrasi, hal ini dilakukan apabila air limbah dari suatu proses tertentu
mempuyai sifat yang spesifik, mempunyai beban pencemaran yang sangat
tinggi dibandingkan dengan air limbah dari proses lainnya, atau bersifat racun
(toxic), sehingga apabila digabungkan akan memberatkan atau menyulitkan
proses pengolahan.
3. Ekualisasi untuk menghomogenkan konsentrasi zat pencemar, temperatur dan
sebagainya, serta untuk menyamakan laju alir/debit atau menghindari
/mengurangi fluktuasi laju alir.
4. Penghilangan /penurunan atau penghancuran bahan organik terdispersi.
5. Penghilagan bahan organik dan anorganik terlarut.
Tahap 1, 2 dan 3 merupakan Pre-treatment. Tahap ini tidak- banyak
memberikan efek penurunan COD, BOD, tetapi lebih banyak ditujukan untuk
membantu kelancaran dan meningkatkan efektifitas tahap pengolahan selanjutnya.
Pengelolaan limbah cair dalam proses produksi dimaksudkan untuk
meminimalkan (minimisasi) limbah yang terjadi, volume limbah minimal dencan
konsentrasi dan toksisitas yang juga minimal. Pengelolaan limbah cair setelah
proses produksi dimaksudkan untuk menghilangkan atau menurunkan kadar
bahan pencemar yang terkandung didalamnya hingga limbah cair memenuhi
syarat untuk dapat dibuang (memenuhi baku mutu yang ditetapkan). Dengan
demikian dalam pengelolaan limbah cair untuk mendapatkan hasil yang efektif
dan efisien perlu dilakukan langkah-langkah pengelolaan yang dilaksanakan
secara terpadu dengan dimulai dengan upaya minimisasi limbah, pengolahan
limbah, hingga pembuangan limbah (disposal). Cara pengolahan limbah cair yang
saat ini telah dilakukan olch pabrik tekstil yang paling banyak adalah cara kimia
yaitu dengan koagulasi menggunakan bahan kimia. Bahan kimia yang banyak

36
digunakan adalah ferosulfat, kapur, alum, PAC dan polielektrolit. Pada cara ini,
koagulan digunakan untuk menggumpalkan bahan-bahan yang ada dalam air
limbah menjadi flok yang mudah untuk dipisahkan yaitu dengan cara diendapkan,
diapungkan dan disarig. Pada beberapa pabrik cara ini dilanjutkan dengan
melewatkan air limbah melalui Zeolit (suatu batuan alam) dan arang aktif (karbon
aktif). Cara koagulasi umumnya berhasil menurunkan kadar bahan organik
(COD,BOD) sebanyak, 40-70 % Zeolit dapat menurunkan COD 10-40%, dan
karbon aktif dapat menurunkan COD 10-60 %.
Zat warna tekstil merupakan suatu senyawa organik yang akan
memberikan nilai COD dan BOD. Penghilangan zat warna dari air limbah tekstil
akan menurunkan COD dan BOD air limbah tersebut. Sebagai contoh dari basil
percobaan di laboratorium, air limbah tekstil yang mengandung beberapa zat
warna reaktif sebanyak 225 mg/L mempunyai COD 534 mg/L dan BOD 99 mg/L,
setelah dikoagulasi dengan penambahan larutan Fero (Fe 2+) 500 ma/L dan kapur
(Ca2+) 250 mg/L air limbah tinggal mengandung zat warna 0,17 mg/L dengan
COD 261 mg/L dan BOD 69 mg/L.
Kelemahan dari cara ini dihasilkannya lumpur kimia (sludge) yang cukup
banyak dan diperlukan pencelolaan sludge lebih lanjut. Pengelolaan sludge yang
saat ini dilakukan yaitu dengan mengeringkan sludge pada drying bed lalu
dimasukkan ke dalam karung. Beberapa pabrik telah mengunakan alat pengerin
lumpur yaitu filter press atau belt press yang akan megeluarkan air yang
terkandung dalam lumpur tersebut.
Cara lain yang mulai banyak dilakukan adalah cara biologi, yaitu
memanfaatkan aktifitas mikroba biologi untuk menghancurkan bahan-baban yang
ada dalam air limbah menjadi bahan yang, mudah dipisahkan atau yang, memberi
efek pencemaran rendah . Cara biologi yang banyak dilakukan adalah cara aerobik
metode lumpur aktif. Dengan cara tersebut air limbah dengan lumpur aktif yang,
megandung mikroba diaerasi (untuk memasukkan oksigen) hingga terjadi
dekomposisi sebagai berikut :
Organik + O2—-> CO2 + H20 + Energi

37
Cara lumpur aktif yang telah dilakukan dapat menurunkan COD, BOD 30
– 70 %, bergantung pada karakteristik air limbah yang, diolah dan kondisiproses
lumpur aktif yang dilakukan.
Beberapa pabrik tekstil terutama pabrik dencan skala besar telah
melakukan pengolahan dengan gabungan cara kimia (koagulasi), cara fisik
(penyerapan) dan cara biologi (lumpur aktif).

38
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Pengolahan air limbah pada umumnya dilakukan dengan menggunakan


metode Biologi. Metode ini merupakan metode yang paling efektif dibandingkan
dengan metode Kimia dan Fisika. Proses pengolahan limbah dengan metode
Biologi adalah metode yang memanfaatkan mikroorganisme sebagai katalis untuk
menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah. Mikroorganisme
sendiri selain menguraikan dan menghilangkan kandungan material, juga
menjadikan material yang terurai tadi sebagai tempat berkembang biaknya.
Metode pengolahan lumpur aktif (activated sludge) adalah merupakan proses
pengolahan air limbah yang memanfaatkan proses mikroorganisme tersebut.
Dewasa ini metode lumpur aktif merupakan metode pengolahan air limbah
yang paling banyak dipergunakan, termasuk di Indonesia, hal ini mengingat
metode lumpur aktif dapat dipergunakan untuk mengolah air limbah dari berbagai
jenis industri seperti industri pangan, pulp, kertas, tekstil, bahan kimia dan obat-
obatan. Namun, dalam pelaksanaannya metode lumpur aktif banyak mengalami
kendala, di antaranya :
1. Diperlukan areal instalasi pengolahan limbah yang luas, mengingat proses
lumpur aktif berlangsung dalam waktu yang lama, bisa berhari-hari.
2. Timbulnya limbah baru, di mana terjadi kelebihan endapan lumpur dari
pertumbuhan mikroorganisme yang kemudian menjadi limbah baru yang
memerlukan proses lanjutan.
Areal instalasi yang luas berarti dana investasi cukup besar, akibatnya
pemanfaatan teknologi lumpur aktif menjadi tidak efisien di Indonesia, ditambah
lagi dengan proses operasional yang rumit mengingat proses lumpur aktif
memerlukan pengawasan yang cukup ketat seperti kondisi suhu dan bulking
control proses endapan. Limbah baru merupakan masalah utama dari penerapan
metode lumpur aktif ini. Limbah yang berasal dari kelebihan endapan lumpur

39
hasil proses lumpur aktif memerlukan penanganan khusus. Limbah ini selain
mengandung berbagai jenis mikroorganisme juga mengandung berbagai jenis
senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Pengolahan
limbah endapan lumpur ini sendiri memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Sedikitnya 50 persen dari biaya pengolahan air limbah dapat tersedot untuk
mengatasi limbah endapan lumpur yang terjadi. Akibatnya, kebanyakan di
Indonesia limbah endapan lumpur ini biasanya langsung dibuang ke sungai atau
ditimbun di TPA (tempat pembuangan akhir) bersama dengan sampah lainnya.

4.2 Saran

Penulis menyadari bahwa hasil makalah ini yang membahas tentang


limbah industri tekstil belum lengkap dan masih jauh dari pengharapan. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan ilmu dan literatur yang penulis miliki pada saat
ini. Penulis sangat mengharapkan kritikan terutama dari pembaca dan teman-
teman. Adanya kritikan yang membangun yang bisa melengkapi makalah ini di
masa mendatang. Hanya kepada Allah Swt. Semua ini diserahkan, semoga selalu
diberikan petunjuk dan ridha-Nya setiap saat kepada kita semua. Amin Yarabbal
Alamin.

40
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. http://batikyogya.wordpress.com/category/teknologi-tekstil/
Diakses tanggal : 23 Maret 2010
Anonim,http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/tugas-kuliah
lainnya/ipal-limbah-tekstil
Diakses tanggal : 23 Maret 2010
Anonim.http://shantybio.transdigit.com/?Biology__Dasar_Pengolahan_Limbah:
PENGOLAHAN_DAN_PEMANFAATAN_LIMB AH_TEKSTIL
Diakses tanggal : 23 Maret 2010
Anonim. http://permimalang.wordpress.com/
Diakses tanggal : 25 Maret 2010
Anonim. http://smk3ae.wordpress.com
Diakses tanggal : 25 Maret 2010
Anonim. http://www.wattpad.com/
Diakses tanggal : 25 Maret 2010

41

Anda mungkin juga menyukai