48564529-PENGELOLAAN-LIMBAH-TEKSTIL Makalah
48564529-PENGELOLAAN-LIMBAH-TEKSTIL Makalah
OLEH :
M. Muntaha (1431010084)
FAKULTAS TEKNIK
SURABAYA
2017
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah pengolahan limbah pabrik tentang limbah industri tekstil.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah pengolahan limbah pabrik
tentang limbah industri tekstil dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
Penyusun
2
ABSTRAK
Salah satu dampak negatif dari industri tekstil adalah limbah cairnya.
Senyawa-senyawa kimia yang umumnya ada di dalam air limbah industri tekstil
adalah senyawa organik. Senyawa organik ini umumnya adalah senyawa azo yaitu
zat warna yang digunakan pada pencelupan dan pewarnaan tekstil. Kadar senyawa
organik yang ada dalam suatu perairan dapat diukur dengan parameter Chemical
Oxygen Demand (COD) atau dengan parameter Biochemical Oxygen Demand
(BOD). Sedangkan untuk melihat kepekatan wama maka dapat dilakukan
pengukuran intensitas warna. Salah satu penanggulangan limbah tekstil adalah
dengan penggunaan lumpur aktif. Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses
pertumbuhan mikroba tersuspensi. Proses ini pada dasarnya merupakan
pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O,
NH4. dan sel biomassa baru. Proses ini menggunakan udara yang disalurkan
melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba
membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan. Kemampuan
bakteri dalam membentuk flok menentukan keberhasilan pengolahan limbah
secara biologi, karena akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah.
Lumpur aktif dicirikan oleh beberapa parameter, antara lain, Indeks Volume
Lumpur dan Stirred Sludge Volume Index.
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
mutu limbah cair bagi kegiatan yang sudah beroperasi yang dituangkan dalam
Keputusan Menteri Negara KLH Nomor: Kep-03/KLH/ II/1991. Agar dapat
memenuhi baku mutu, limbah cair harus diolah dan pengolahan limbah tersebut
memerlukan biaya investasi dan biaya operasi yang tidak sedikit. Maka
pengolahan limbah cair harus dilakukan secara cermat dan terpadu di dalam
proses produksi dan setelah proses produksi agar pengendalian berlangsung
dengan efektif dan efisien.
Makalah ini membahas tentang cara pengelolaan limbah cair dari hasil
pengolahan tekstil. Limbah tekstil sendiri berhubungan dengan pencemaran udara,
air, dan tanah. Namun di sini kami lebih memfokuskan tentang pengolahan limbah
cairnya.
5
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai pada pembuatan makalah ini adalah :
1.4 Manfaat
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tekstil
Tekstil adalah bahan yang berasal dari serat yang diolah menjadi benang
atau kain sebagai bahan untuk pembuatan busana dan berbagai produk kerajinan
lainnya. Dari pengertian tekstil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
bahan/produk tekstil meliputi produk serat, benang, kain, pakaian dan berbagai
jenis benda yang terbuat dari serat. Pada umumnya bahan tekstil dikelompokkan
menurut jenisnya sebagai berikut:
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim,
disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air
7
kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya
(grey water). Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak
dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau
secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa
anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia,
sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan
yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Serat buatan dan serat alam (kapas) diubah menjadi barang jadi tekstil
dengan menggunakan serangkaian proses. Serat kapas dibersihkan sebelum
disatukan menjadi benang. Pemintalan mengubah serat menjadi benang. Sebelum
proses penenunan atau perajutan, benang buatan maupun kapas dikanji agar serat
menjadi kuat dan kaku. Zat kanji yang lazim digunakan adalah pati, perekat
gelatin, getah, polivinil alkohol (PVA) dan karboksimetil selulosa (CMC).
Penenunan, perajutan, pengikatan dan laminasi merupakan proses kering.
8
Sesudah penenunan serat dihilangkan kanjinya dengan asam (untuk pati)
atau hanya air (untuk PVA atau CMC). Penghilangan kanji pada kapas dapat
memakai enzim. Sering pada waktu yang sama dengan pengkanjian, digunakan
pengikisan (pemasakan) dengan larutan alkali panas untuk menghilangkan
kotoran dari kain kapas. Kapas juga dapat dimerserisasi dengan perendaman
dalam natrium hidroksida, dilanjutkan pembilasan dengan air atau asam untuk
meningkatkan kekuatannya.
Pewarnaan serat, benang dan kain dapat dilakukan dalam tong atau dengan
memakai proses kontinyu, tetapi kebanyakan pewarnaan tekstil sesudah ditenun.
Di Indonesia denim biru (kapas) dicat dengan zat warna. Kain dibilas diantara
kegiatan pemberian warna. Pencetakan memberikan warna dengan pola tertentu
pada kain diatas rol atau kasa.
Limbah cair industri tekstil dapat diamati dengan mudah, karena limbah
cairnya memiliki warna yang pekat.Warna ini berasal dari sisa-sisa zat warna yang
merupakan suatu senyawa kompleks aromatik yang biasanya sukar untuk
9
diuraikan oleh mikroba.Beberapa penelitian mengenai perombakan zat warna dari
limbah cair industri tekstil secara anerobik dilaporkan telah berhasil mengurangi
warna, khususnya zat warna azo ini umumnya resistan untuk dioksidasi oleh
mikoorganisme aerobik.
Jenis yang paling banyak digunakan saat ini adalah zat warna reaktif dan
zat warna dispersi.Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil dewasa ini adalah
serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan poliakrilat.Bahan tekstil sintetik
ini, terutama serat poliester, kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat warna
dispersi.Demikian juga untuk zat warna reaktif yang dapat mewarnai bahan kapas
dengan baik.
Pengetahuan tentang jenis dan sifat serat tekstil merupakan modal dasar
bagi mereka yang akan terjun di Industri tekstil dan fashion Pengetahuan tentang
jenis dan sifat serat tekstil sangat diperlukan untuk mengenali, memilih,
memproduksi, menggunakan dan merawat berbagai produk tekstil seperti serat,
benang, kain, pakaian dan tekstil lenan rumah tangga lainnya. Karakteristik dan
sifat bahan tekstil sangat ditentukan oleh karakteristik dan sifat serat
10
penyusunnya. Disamping itu sifat-sifat bahan tekstil juga dipengaruhi oleh proses
pengolahannya sperti dari serat dipintal menjadi benang, dari benang ditenun
menjadi kain kemudian dilakukan proses penyempurnaan hingga menjadi produk
jadi. Oleh karena itu untuk memahami lebih jauh tentang bahan tekstil diperlukan
pengetahuan tentang karakteristik dan sifat berbagai jenis serat dan teknik
pengolahannya menjadi bahan tekstil.
Tidak semua jenis serat dapat diproses menjadi produk tekstil. Untuk dapat
diolah menjadi produk tekstil maka serat harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut
11
2.4 Sumber dan Jenis Limbah
12
BOD, padatan tersuspensi dan zat-zat kimia. Proses-proses ini menghasilkan
limbah cair dengan volume besar, pH yang sangat bervariasi dan beban
pencemaran yang tergantung pada proses dan zat kimia yang digunakan.
Pewarnaan dan pembilasan menghasilkan air limbah yang berwarna dengan COD
tinggi dan bahan-bahan lain dari zat warna yang dipakai, seperti fenol dan logam.
Di Indonesia zat warna berdasar logam (krom) tidak banyak dipakai.
4. Tensioactive (surfactant)
13
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah :
a) Volume limbah
b) Kandungan bahan pencemar
Salah satu pencemar organik yang bersifat non biodegradable adalah zat
warna tekstil.Zat warna tekstil umumnya dibuat dari senyawa azo dan turunannya
dari gugus benzen.Diketahui bahwa gugus benzen sangat sulit didegradasi,
kalaupun dimungkinkan dibutuhkan waktu yang lama. Senyawa azo bila terlalu
lama berada di lingkungan, akan menjadi sumber penyakit karena sifatnya
14
karsinogenik dan mutagenik. Karena itu perlu dicari alternatif efektif untuk
menguraikan limbah tersebut.Zat warna ini berasal dari sisa – sisa zat warna yang
tak larut dan juga dari kotoran yang berasal dari serat alam.Warna selain
mengganggu keindahan, beberapa juga dapat bersifat racun dan sukar
dihilangkan.Beberapa penelitian tentang biodegradasi zat warna khususnya zat
warna azo.
Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan
kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan
serat.zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah
senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya,
fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung
nitrogen.
15
Polimetil, Di- dan Tri-Aril Karbonium, Poliksilik, Aromatik Karbonil,
Quionftalen, Sulfer, Nitro, Nitrosol dan lain-lain.
Zat warna Azo merupakan jenis zat warna sistetis yang cukup penting. Lebih dari
50% zat warna dalam daftar Color Index adalah jenis zat warna azo. Zat warna
azo mempunyai sistem kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang berikatan dengan
gugus aromatik. Lingkungan zat warna azo sangat luas, dari warna kuning, merah,
jingga, biru AL (Navy Blue), violet dan hitam, hanya warna hijau yang sangat
terbatas.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa tiap-tiap jenis zat warna mempunyai
kegunaan tertentu dan sifat-sifatnya tertentu pula. Pemilihan zat warna yang akan
dipakai bergantung pada bermacam faktor antara lain : jenis serat yang akan
diwarnai, macam wana yang dipilih dan warna-warna yang tersedia, tahan
lunturnya dan peralatan produksi yang tersedia.
Jenis yang paling banyak digunakan saat ini adalah zat warna reaktif dan
zat warna dispersi.Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil dewasa ini adalah
serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan poliakrilat.Bahan tekstil sintetik
ini, terutama serat poliester, kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat warna
dispersi.Demikian juga untuk zat warna reaktif yang dapat mewarnai bahan kapas
dengan baik.
Dalam daftar “Color Index” golongan zat warna yang terbesar jumlahnya adalah
zat warna azo, dan dari zat warna yang berkromofor azo ini yang paling banyak
16
adalah zat warna reaktif zat warna reaktif ini banyak digunakan dalam proses
pencelupan bahan tekstil.
17
2.8 Karakteristik Air Limbah Industri Tekstil
1. Karakteristik Fisika
c. Warna.
Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan
menigkatnya kondisi anaerob, warna limbah berubah dari yang abu–abu
menjadi kehitaman.
d. Kekeruhan
Kekeuhan disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat organik
maupun anorganik.
e. Temperatur
Merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan efeknya terhadap reaksi
kimia, laju reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai
aktivitas sehari – hari.
18
f. Bau
Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi atau
penambahan substansi pada limbah. Pengendalian bau sangat penting karena
terkait dengan masalah estetika.
2. Karateristik Kimi
d. Ammonia (NH3)
Ammonia adalah penyebab iritasi dan korosi, meningkatkan pertumbuhan
mikroorganisme dan mengganggu proses desinfeksi dengan chlor (Soemirat,
1994). Ammonia terdapat dalam larutan dan dapat berupa senyawa ion
ammonium atau ammonia.tergantung pada pH larutan.
19
e.Sulfida
Sulfat direduksi menjadi sulfida dalam sludge digester dan dapat mengganggu
proses pengolahan limbah secara biologi jika konsentrasinya melebihi 200
mg/L. Gas H2S bersifat korosif terhadap pipa dan dapat merusak mesin.
f. Fenol
Fenol mudah masuk lewat kulit.Keracunan kronis menimbulkan gejala gastero
intestinal, sulit menelan, dan hipersalivasi, kerusakan ginjal dan hati, serta dapat
menimbulkan kematian).
h. Logam Berat
Logam berat bila konsentrasinya berlebih dapat bersifat toksik sehingga
diperlukan pengukuran dan pengolahan limbah yang mengandung logam berat.
Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia yang dalam skala
tertentu membantu kinerja metabolisme tubuh dan mempunyai potensi racun jika
memiliki konsentrasi yang terlalu tinggi. Berdasarkan sifat racunnya logam berat
dapat dibagi menjadi 3 golongan :
20
2. Moderat, mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang dapat pulih maupun
yang tidak dapat pulih dalam jangka waktu yang relatif lama, logam tersebut
antara lain : Ba, Be, Au, Li, Mn, Sc, Te, Va, Co dan Rb.
3. Kurang beracun, namun dalam jumlah yang besar logam ini dapat
menimbulkan gangguan kesehatan antara lain :Bi, Fe, Mg, Ni, Ag, Ti dan Zn .
3. Karakteristik Biologi
1. Sumber air
Jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air dipengaruhi oleh sumber
seperti air hujan, air permukaan, air tanah, air laut dan sebagainya.
21
3. Komponen beracun
Terdapat di dalam air akan mempengaruhi jumlah dan jenis
mikroorganisme yang terdapat di dalam air. Sebagai contoh asam-asam
organik dan anorganik, khlorin dapat membunuh mikroorganisme dan
kehidupan lainnya di dalam air.
4. Organisme air
Adanya organisme di dalam air dapat mempengaruhi jumlah dan jenis
mikroorganisme air, seperti protozoa dan plankton dapat membunuh
bakteri.
5. Faktor fisik
Faktor fisik seperti suhu, pH, tekanan osmotik, tekanan hidrostatik, aerasi,
dan penetrasi sinar matahari dapat mempengaruhi jumlah dan jenis
mikroorganisme yang terapat di dalam air.
22
merupakan makanan alami bagi organisme perairan seperti bentik dan ikan
(Sachlan, 1982).Plankton dan ikan membentuk rantai penghubung yang penting
antara produsen dan konsumen. Ikan dan organisme air lainnya akan hidup
dengan baik bila kondisi perairan mendukung. Sebagai bioindikator dari limbah
ini adalah adanya organisme biologi yaitu ikan lele, bawal, braskap, tanaman air,
cacing, algae, dan bakteri.
Indikator bahwa air telah tercemar adalah adanya perubahan air yang dapat
diamati, yaitu adanya perubahan suhu air, adanya perubahan pH, adanya
perubahan warna, bau, rasa serta timbulnya endapan (Suriawiria, 1996). Menurut
Odum (1993), pencemaran air merupakan suatu peristiwa penambahan suatu zat
tertentu yang berasal dari limbah proses industri dan domestik yang dapat
mengolah kualitas alami dari air tersebut yang juga akan mengganggu kehidupan
hidrobiota sungai. Menurut Undang-Undang RI No.4 Tahun 1982 tentang
ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup Bab 1, pasal 1 pencemaran
lingkungan adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi dan atau berubahnya
tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas
23
lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Pemeriksaan perairan yang menerima buangan air limbah, merupakan suatu
keharusan. Hal ini berguna untuk mengevaluasi masalah kesehatan yang mungkin
timbul misalnya bahan beracun ke dalam baku mutu air
b. Proses Kimia
Proses secara kimia menggunakan bahan kimia untuk mengurangi
konsentrasi zat pencemar di dalam limbah. Kegiatan yang termasuk dalam
proses kimia di antaranya adalah pengendapan, klorinasi, oksidasi dan
reduksi, netralisasi, ion exchanger dan desinfektansia.
c. Proses Biologi
Proses pengolahan limbah secara biologi adalah memanfaatkan
mikroorganisme (ganggang, bakteri, protozoa) untuk mengurangi senyawa
organik dalam air limbah menjadi senyawa yang sederhana dan dengan
demikian mudah mengambilnya.
24
Proses ini dilakukan jika proses fisika atau kimia atau gabungan kedua
proses tersebut tidak memuaskan. Proses biologi membutuhkan zat organik
sehingga kadar oksigen semakin lama semakin sedikit. Pada proses kimia
zattersebut diendapkan dengan menambahkan bahan koagulan dan kemudian
endapannya diambil. Pengoperasian proses biologis dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu operasi tanpa udara dan operasi dengan udara. Digunakannya
mikroorganisme untuk menguraikan atau mengubah senyawa organik, maka
dibutuhkan suatu kondisi lingkungan yang baik.Pertumbuhan dan perkembangan
harus memenuhi persyaratan hidup, misalnya penyebaran, suhu, pH air limbah
dan sebagainya. Adanya perubahan dalam lingkungan hidupnya akan
mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Ada golongan
mikroorganisme tertentu yang rentan terhadap perubahan komponen lingkungan,
dan ada pula yang dapat dengan cepat melakukan adaptasi dengan kondisi yang
baru.Oleh karena itu kondisi lingkungan amat penting artinya dalam pengendalian
kegiatan mikroorganisme dalam air limbah.
25
Terdapat dua metoda adsorpsi, yaitu adsorpsi secara fisik dan adsorpsi
secara kimia. Kedua metoda ini terjadi ketika molekul dalam fase cair melekat
pada permukaan padat sebagai gaya tarik menarik pada permukaan zat padat
(adsorben) untuk mengatasi energy kinetic molekul pencemar pada fase cair
(adsorbat). Adsorpsi secara fisik terjadi jika molekul adsorbat terikat secara fisik
pada molekul adsorben yang diakibatkan oleh perbedaan energy atau gaya Van der
Waals. Adsorpsi ini akan membentuk lapisan-lapisan. Jumlah lapisan sebanding
dengan konsentrasi pencemar.Hal ini berarti dengan semakin tinggi konsentrasi
pencemar dalam larutan menyebabkan meningkatnya lapisan molekul. Proses
adsorpsi fisik ini bersifat reversible dan reversibilitasnya tergantung pada
kekuatan tarik menarik anatara molekul adsorbat dengan molekul adsorben.
Adsorpsi secara kimia terjadi jika senyawa kimia dihasilkan dari reaksi
antar molekul adsorbat dan molekul adsorben. Proses ini membentuk lapisan
molekul yang tebal dan bersifat irreversible. Untuk membentuk senyawa kimia
diperlukan energy dan energy juga diperlukan untuk membalikan proses ini,
sehingga proses adsorpsi kimia ini bersifat irreversible.
26
paling berpengaruh dalam penentuan kecepatan adsorpsi adalah lamanya waktu
kontak antara adsorben dengan sorbatnya.
Pengolahan limbah cair industri tekstil dapat dilakukan secara kimia,
fisika, biologi ataupun gabungan dari ketiganya.Pengolahan secara kimia
dilakukan dengan koagulasi, flokulasi dan netralisasi. Proses koagulasi dan
flokulasi dilakukan dengan penambahan koagulan dan flokulan untuk
menstabilkan partikel-partikel koloid dan padatan tersuspensi membentuk
gumpalan yang dapat mengendap oleh gaya gravitasi. Proses gabungan secara
kimia dan fisika seperti pengolahan limbah cair secara kimia (koagulasi) yang
diikuti pengendapan lumpur atau dengan cara oksidasi menggunakan ozon.
Pengolahan limbah cair secara fisika dapat dilakukan dengan cara
adsorpsi, filtrasi dan sedimentasi. Adsorpsi dilakukan dengan penambahan
adsorban, karbon aktif atau sejenisnya. Filtrasi merupakan proses pemisahan
padat-cair melalui suatu alat penyaring (filter). Sedimentasi merupakan proses
pemisahan padat-cair dengan cara mengendapkan partikel tersuspensi dengan
adanya gaya gravitasi.
Pengolahan limbah cair secara biologi adalah pemanfaatan aktivitas
mikroorganisme menguraikan bahan-bahan organik yang terkandung dalam air
limbah. Dari ketiga cara pengolahan diatas masing-masing mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Pengolahan limbah cair secara kimia akan menghasilkan lumpur
dalam jumlah yang besar, sehingga menimbulkan masalah baru untuk penanganan
lumpurnya. Oksidasi menggunakan ozon selain biaya tinggi juga tidak efektif
untuk mereduksi sulfur yang ada di dalam limbah. Penggunaan karbon aktif dalam
pengolahan limbah yang mengandung zat warna menghasilkan persen penurunan
zat warna tinggi, tetapi harga karbon aktif relatif mahal dan juga akan menambah
ongkos peralatan untuk regenerasi karbon aktif tersebut.
Proses pengolahan limbah cair secara biologi adalah salah satu alternatif
pengolahan yang sederhana dan ekonomis. Pada proses ini tidak diperlukan bahan
kimia seperti pada proses koagulasi sehingga biaya operasinya relatif lebih
rendah. Pengolahan limbah cair secara biologi ini dapat dikategorikan pada
pengolahan limbah secara anaerobik dan aerobik atau kombinasi keduanya.
27
Namun sampai sekarang ini pengolahan dengan sistem lumpur aktif tidak efisien
untuk menghilangkan warna dari efluen industri tekstil.bahwa penghilangan
warna dari antrakuinon dan azo pada sistem ini sangat kecil. Meskipun penelitian
yang lain menunjukkan bahwa mikroorganisme aerobik strain tertentu dapat
beradaptasi untuk mendegradasikan zat warna azo sederhana.
Jamur juga dapat digunakan untuk mengolah limbah industry tekstil.
Jamur lapuk putih memproduksi enzim-enzim pendegradasi lignin yang non-
spesifik, yang dapat mendegradasi berbagai jenis zat pengotor organik, termasuk
zat warna tekstil. Enzim-enzim yang diproduksi oleh jamur lapuk putih
mengkatalis penguraian zat warna tekstil menggunakan mekanisme pembentukan
radikal bebas. Metode ini sangatlah murah apabila ditinjau dari kelayakan
ekonominya, dan yang paling penting, molekul zat warna dalam limbah dapat
direduksi secara efektif menjadi komponen yang tidak berbahaya, bukannya
malah turut memproduksi bahan kimia yang berbahaya atau zat padat yang
menimbulkan permasalahan pembuangan lebih lanjut. Karena seperti yang teman-
teman ketahui enzim merupakan protein, yang di alam dapat dengan mudah
diuraikan menjadi asam amino.
Tekstil dengan Sistem Anaerobik Limbah cair industri tekstil dari proses
pewarnaan mengandung warna yang cukup pekat. Zat warna ini berasal dari sisa-
sisa zat warna yang tak larut dan juga dari kotoran yang berasal dari serat
alam.Warna selain mengganggu keindahan, mungkin juga bersifat racun dan sukar
dihilangkan.
Perombakan zat warna ini berawal dari penemuan hasil metabolisme
hewan mamalia yang diberi makanan campuran zat warna azo.Zat warna azo yang
masuk ke dalam pencernaan hewan ini direduksi oleh mikroflora yang berada di
dalam saluran pencernaan pada kandisi anaerobik.Ikatan azo yang direduksi ini
menghasilkan produk samping (intermediat) yaitu turunan amino azo benzen yang
dikhawatirkan karsinagen. Meyer (1981) menjelaskan bahwa reduksi azo
28
dikatalisa aleh enzim azo reduktase di dalam liver sama dengan reduksi aza aleh
mikroorganisme yang ada di dalam pencemaan pada kandisi anaerobik. Dari hasil
penelitian-penelitian inilah berkembang penelitian lanjutan perombakan zat warna
secara anaerobik.Selanjutnya biadegradasi zat warna dengan kandisi anaerobik ini
cukup patensial untuk merombak zat warna tekstil.
Perlakuan secara anaerobik pada dasarnya sebagai pengalahan
pendahuluan untuk limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi dan sukar
untuk didegradasi. Pada proses anaerobik terjadi pemutusan molekul-molekul
yang sangat kompleks menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana, sehingga
mudah terbiadegradasi oleh proses aerobik menjadi CO2, H2O, NH3 dan
Biomassa.
29
Mekanisme dasar pemutusan ikatan azo terjadi bersamaan dengan
reoksidasi dari nukleotida yang dibangkitkan secara enzimatis.Selama nukleotida
direduksi dari sistem pengangkutan elektron, zat warna berperan sebagai
oksidator. Elektron yang dilepas oleh nukleotida yang mengalami oksidasi akan
diterima oleh campuran azo (aseptor elektron akhir) melalui FAD (Flavin Adenin
Dinucleotida) sehingga zat warna dapat direduksi menjadi amina-amina yang
bersesuaian. Flavoprotein mengkatalisa pembentukan flavin-flavin tereduksi
dengan regenerasi dari Nikotinamida Adenin Dinucleotida fosfat (NADPH).
Sistem pengolahan limbah tekstil dengan sistem pengolah limbah lumpur aktif
dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1. PROSES PRIMER
a. Penyaringan Kasar
Air limbah dari proses pencelupan dan pembilasan dibuang melalui
saluran pembuangan terbuka menuju pengolahan air limbah. Saluran
tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni saluran air berwarna dan
asaluran air tidak berwarna. Untuk mencegah agar sisa-sisa benang atau
kain dalam air limbah terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring
dengan menggunakan saringan kasar berdiameter 50 mm dan 20 mm.
b. Penghilangan Warna
Limbah cair berwarna yang bersal dari proses pencelupan setelah melewati
tahap penyaringan ditampung dalam dua bak penampungan, masing-
masing berkapasitas 64 m3 dan 48 m3. Air tersebut kemudian dipompakan
ke dalam tangki koagulasi pertama (volume 3,1 m2) yang terdiri atas tiga
buah tangki, yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan koagulasi FeSO4
(Fero Sulfat) konsentrasinya 600-700 ppm untuk peningkatan warna.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki kedua dengan ditambahkan
kapur (lime) konsentrasinya 150-300 ppm, gunanya untuk menaikkan pH
yang turun setelah penambahan FeSO4. Dari tangki kedua, limbah
30
dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki tersebut
ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5-0,2 ppm, sehingga akan terbentuk
gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses pengendapan.
Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara
padatan hasil pengikatan warna dengan cairan secara gravitasi dalam
tangki sedimentasi. Meskipun air hasil proses penghilangan warna ini
sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bias
langsung dibuang ke perairan.
c. Ekualisasi
Bak ekualisasi disebut juga bak air minum yang memiliki volume 650 m3
menampung dua sember pembuangan yaitu limbah cair tidak berwarna
dan air yang berasal dari mesin pengepres lumpur.Kedua sumber
pembuangan mengeluarkan air dengan karakteristi yang berbeda. Oleh
karena itu, untuk memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber
ini diaduk dengan menggunakan blower hingga mempunyai karakteristik
yang sama yaitu pH 7 dan suhunya 32oC. Sebelum kontak dengan system
lumpur aktif, terlebih dahulu air melewati saringan halus dan cooling
water, karena untuk proses aerasi memerlukan suhu 32oc. Untuk
mengalirkan air dari bak ekualisasi ke bak aerasi digunakan dua buah
submerble pump atau pompa celup (Q= 60 m3/jam).
d. Saringan halus
Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk memisahkan
padatan dan larutan sehingga air limbah yang akan diolah bebas dari
polutan kasar berupa sisa-sisa serat benang yang masih terbawa.
31
e. Cooling Tower
Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya mempunyai suhu antara
35-40˚C. Sehingga memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhu
yang bertujuan mengoptimalkan kerja bakteri dalam system lumpur sktif.
Karena suhu yang diinginkan adlah berkisar 29-30˚C.
2. PROSES SEKUNDER
a. Proses Biologi
Kontak bakteri dengan limbah lembih merata serta tidak terjadi
pengendapan lumpur seperti layaknya yang terjadi pada bak persegi
panjang.Kapasitas dari ketiga bak aerasi adalah 2175 m3.Pada masing-
masing bak aerasi ini terdapat separator yang mutlak diperlukan untuk
memasok oksigen ke dalam air bagi kehidupan bakteri. Parameter yang
diukur dalam bak aerasi ini dengan system lumpur aktif adlah DO, MLSS
dan suhu. Dari pengalaman yang telah dijalani, parameter-parameter
tersebut dijaga sehingga penguraian polutan yang terdapat dalam limbah
dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri. Oksigen terlarut yang
diperlukan berkisar 0,5-2,5 ppm. MLSS berkisar 4000-6000 mg/l dan suhu
berkisar 29-30 ˚C.
b. proses sedimentasi
Bak sedimentasi II mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya dan
bagian bawahnya berbentuk kronis yang dilengkapi dengan
pengaduk.Desain ini dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran
endapan dari dasar bak. Pada bak sedimentasi ini akan terjadi setting
lumpur yang berasal dari bak aerasi dan endapan lumpur ini harus segera
dikembalikan lagi ke bak aerasi karena kondisi pada bak sedimentasi
hamper mendekati anaerob.
32
3. PROSES TERSIER
Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia yaitu Aluminium Sulfat.
Polimer dan antifoam ; untuk mengurangi padatan tersuspensi yang masih
terdapat dalam air. Tahap lanjutan ini diperlukan untuk memperoleh kualitas air
yang lebih baik sebelum air tersebut dibuang ke perairan.
Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya ditampung dalam bak
interdiet (volume 2 m3 ) yang dilengkapi dengan alat yang disebut inverter untuk
mengukur level air, kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi dengan
mengguanakan pompa sentrifugal. Pada tangki koagulasi ditambahkan aluminium
sulfat dan polimer sehingga terbentuk flok yang mudah mengendap. Selain kedua
bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah yang berasal dari pengolahan air
baku yang bertujuan menambah partikel padatan tersuspensi untuk memudahkan
terbentuknya flok.
33
2. Penggantian dan pengurangan pemakaian zat kimia dalam proses harus
diperiksa pula :
a. Penggantian kanji dengan kanji buatan untuk mengurangi BOD
b. Penggelantangan dengan peroksi da menghasilkan limbah yang kadarnya
kurang kuat daripada penggelantangan pemasakan hipoklorit
c. Penggantian zat-zat pendispersi, pengemulsi dan perata yang
menghasilkan BOD tinggi dengan yang BOD-nya lebih rendah.
3. Zat pewarna yang sedang dipakai akan menentukan sifat dan kadar limbah
proses pewarnaan. Pewarna dengan dasar pelarut harus diganti pewarna
dengan dasar air untuk mengurangi banyaknya fenol dalam limbah. Bila
digunakan pewarna yang mengandung logam seperti krom, mungkin
diperlukan reduksi kimia dan pengendapan dalam pengolahan limbahnya.
Proses penghilangan logam menghasilkan lumpur yang sukar diolah dan sukar
dibuang. Pewarnaan dengan permukaan kain yang terbuka dapat mengurangi
jumlah kehilangan pewarna yang tidak berarti.
34
cara yang murah akan tetapi efisiensi untuk menghilangkan BOD dan COD sangat
rendah, diperlukan lagi pengolahan kimia atau pengolahan fisik untuk
memperbaiki daya kerjanya.
35
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
36
digunakan adalah ferosulfat, kapur, alum, PAC dan polielektrolit. Pada cara ini,
koagulan digunakan untuk menggumpalkan bahan-bahan yang ada dalam air
limbah menjadi flok yang mudah untuk dipisahkan yaitu dengan cara diendapkan,
diapungkan dan disarig. Pada beberapa pabrik cara ini dilanjutkan dengan
melewatkan air limbah melalui Zeolit (suatu batuan alam) dan arang aktif (karbon
aktif). Cara koagulasi umumnya berhasil menurunkan kadar bahan organik
(COD,BOD) sebanyak, 40-70 % Zeolit dapat menurunkan COD 10-40%, dan
karbon aktif dapat menurunkan COD 10-60 %.
Zat warna tekstil merupakan suatu senyawa organik yang akan
memberikan nilai COD dan BOD. Penghilangan zat warna dari air limbah tekstil
akan menurunkan COD dan BOD air limbah tersebut. Sebagai contoh dari basil
percobaan di laboratorium, air limbah tekstil yang mengandung beberapa zat
warna reaktif sebanyak 225 mg/L mempunyai COD 534 mg/L dan BOD 99 mg/L,
setelah dikoagulasi dengan penambahan larutan Fero (Fe 2+) 500 ma/L dan kapur
(Ca2+) 250 mg/L air limbah tinggal mengandung zat warna 0,17 mg/L dengan
COD 261 mg/L dan BOD 69 mg/L.
Kelemahan dari cara ini dihasilkannya lumpur kimia (sludge) yang cukup
banyak dan diperlukan pencelolaan sludge lebih lanjut. Pengelolaan sludge yang
saat ini dilakukan yaitu dengan mengeringkan sludge pada drying bed lalu
dimasukkan ke dalam karung. Beberapa pabrik telah mengunakan alat pengerin
lumpur yaitu filter press atau belt press yang akan megeluarkan air yang
terkandung dalam lumpur tersebut.
Cara lain yang mulai banyak dilakukan adalah cara biologi, yaitu
memanfaatkan aktifitas mikroba biologi untuk menghancurkan bahan-baban yang
ada dalam air limbah menjadi bahan yang, mudah dipisahkan atau yang, memberi
efek pencemaran rendah . Cara biologi yang banyak dilakukan adalah cara aerobik
metode lumpur aktif. Dengan cara tersebut air limbah dengan lumpur aktif yang,
megandung mikroba diaerasi (untuk memasukkan oksigen) hingga terjadi
dekomposisi sebagai berikut :
Organik + O2—-> CO2 + H20 + Energi
37
Cara lumpur aktif yang telah dilakukan dapat menurunkan COD, BOD 30
– 70 %, bergantung pada karakteristik air limbah yang, diolah dan kondisiproses
lumpur aktif yang dilakukan.
Beberapa pabrik tekstil terutama pabrik dencan skala besar telah
melakukan pengolahan dengan gabungan cara kimia (koagulasi), cara fisik
(penyerapan) dan cara biologi (lumpur aktif).
38
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
39
hasil proses lumpur aktif memerlukan penanganan khusus. Limbah ini selain
mengandung berbagai jenis mikroorganisme juga mengandung berbagai jenis
senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Pengolahan
limbah endapan lumpur ini sendiri memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Sedikitnya 50 persen dari biaya pengolahan air limbah dapat tersedot untuk
mengatasi limbah endapan lumpur yang terjadi. Akibatnya, kebanyakan di
Indonesia limbah endapan lumpur ini biasanya langsung dibuang ke sungai atau
ditimbun di TPA (tempat pembuangan akhir) bersama dengan sampah lainnya.
4.2 Saran
40
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. http://batikyogya.wordpress.com/category/teknologi-tekstil/
Diakses tanggal : 23 Maret 2010
Anonim,http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/tugas-kuliah
lainnya/ipal-limbah-tekstil
Diakses tanggal : 23 Maret 2010
Anonim.http://shantybio.transdigit.com/?Biology__Dasar_Pengolahan_Limbah:
PENGOLAHAN_DAN_PEMANFAATAN_LIMB AH_TEKSTIL
Diakses tanggal : 23 Maret 2010
Anonim. http://permimalang.wordpress.com/
Diakses tanggal : 25 Maret 2010
Anonim. http://smk3ae.wordpress.com
Diakses tanggal : 25 Maret 2010
Anonim. http://www.wattpad.com/
Diakses tanggal : 25 Maret 2010
41