LAPORAN
PRAKTIKUM HIDRAULIKA
Oleh :
Gina Rosalina 25-2014-025
Sintasari Nurdianti Dewi 25-2014-026
Rhezaldy Pradestama Putra 25-2014-029
Fatika Sari Fernanda A. 25-2014-031
Nadya Almira Rachman 25-2014-032
Muhammad Rizki K. 25-2014-033
Refki Rachmawan 25-2014-034
Mahesa Filiceldi 25-2014-037
Wili Wiliana 25-2014-038
Rio Andi suhandi 25-2014-041
Dinar Elsa 25-2014-043
Ali Ramadhan 25-2015-013
Asisten :
Resti Sucilestari
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN
PRAKTIKUM HIDRAULIKA
Laporan praktikum telah diterima dan disahkan untuk memenuhi syarat dalam
menempuh mata kuliah Hidraulika
Menyetujui,
Asisten Pembimbing
Resti Sucilestari
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah kami panjatkan puji syukur atas Allah SWT, Yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat melaksanakan
praktikum dan menyelesaikan laporan praktikum ini dalam waktu yang telah
ditetapkan. Praktikum ini merupakan salah satu syarat dari mata kuliah yang
wajib diikuti oleh Mahasiswa Fakultas Teknologi Nasional jurusan Teknik
Lingkungan.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Bekalang praktikum
Tujuan dari dilakukan praktikum ini adalah untuk menguji secara nyata
apa saja yang di peroleh dalam teori dan memenuhi salah satu syarat kelulusan
untuk mata kuliah Mekanika Fluida, dimana praktikum ini memiliki peranan yang
sangat besar terhadap kelulusan di mata kuliah Mekanika Fluida. Dengan
melakukan praktikum ini, diharapkan para mahasiswa sudah memiliki
pengalaman menggunakan alat-alat yang nantinya akan mereka gunakan saat
bekerja.
5. Dimensi Pipa
6. Debit Aliran
7. Garis Energi
8. Jenis Aliran
a. Bab Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang praktikum, maksud dan tujuan
praktikum, ruang lingkup, rumusan masalah, dan sistematika
penyusunan laporan ini.
b. BAB 1 Pengukuran Laju Aliran Volumetrik
Bab ini membahas tentang teori, peralatan yang digunakan, prosedur
pengujian, perhitungan, dan lain-lain tentang pengukuran lajur aliran
volumetrik.
1.1 Maksud :
1.2 Tujuan :
1. Hydraulics Bench.
2. Stop Watch.
3. Air.
1.6 Data :
Bukaan ke 1
Bukaan ke 2
Bukaan ke 3
Bukaan ke 4
Bukaan ke 1, pengukuran 2
1.8 Kesimpulan :
2.1 Maksud :
2.2 Tujuan :
Tekanan diaplikasikan pada pemberat yang ditempatkan di atas suatu pen penahan
berat atau beban. Yang mana terhubung ke piston berisi minyak dalam sistem
pipa, sedemikian hingga manometer akan menunjukkan tekanan tertentu.
F = m.g
g = 9,81
2.6 Data :
KR’01
KR’02
KR’01
KR’02
2.8 Kesimpulan :
Gina Rosalina (25-2014-025) : Dead weight piston gauge merupakan alat
untuk memproduksi dan mengukur tekanan.
Sintasari Nurdianti Dewi (25-2014-026) : Semakin besar benda yang
diberikan semakin besar M manometer.
Rhezaldy Pradestama P (25-2014-029) : Perbedaan perhitungan KR’01
dan KR’02 terdapat pada Mmano dan Mtimbangnya.
Fatika S F A (25-2014-031) : Hanya percobaan ke 1 yang mendapatkan
nilai KR’01 (%) tidak error yaitu (-4.002) sedangkan yang lainnya terjadi
error karena melebihi nilai batas akurasi yaitu ± 1 %.
Nadya Almira Rachman (25-2014-032) : Tekanan yang diberikan oleh
beban piston menunjukkan tekanan pada manometer dengan selisih yang
semakin besar setiap penambahan pada beban piston.
Muhammad Rizki Kurniawan (25-2014-033) : Tekanan yang diberikan
oleh beban piston menunjukkan perubahan tekanan dan selisih hasil pada
tekanan aktual dan tekanan manometer.
Refki Rachmawan (25-2014-034) : Semakin besar suatu gaya atau massa,
maka semakin besar pula tekanannya.
Mahesa Filiceldi (25-2014-037) : jika massa dan gaya semakin kecil,
maka tekanan semakin kecil pula sebab tekanan dengan massa atau gaya
berbanding lurus.
3.1 Maksud :
1. Menghitung tekanan hidrostatik.
2. Menentukan pusat tekanan.
3.2 Tujuan :
1. Mahasiswa dapat menggunakan alat Hydrostatic Pressure Apparatus.
2. Mahasiswa dapat menghitung tekanan hidrostatik.
3. Mahasiswa dapat menentukan pusat tekanan.
2. Pipet Air.
Tekanan Hidrostatik dari suatu zat cair adalah phyd dan dihitung dari
phyd = p. G . t
Dimana,
3.6 Data :
Tabel 3.1. Hasil dari pengukuran dari Hydrostatic Preassure Apparatus dengan
angle yang berbeda
Angle α (0°)
Momen Akibat Beban Momen Akibat Air
0,18 0,18
0,27 0,28
0,45 0,46
0,63 0,65
0,99 1,01
1,44 1,45
Angle α (20°)
Momen Akibat Beban Momen Akibat Beban
0,18 0,18
0,27 0,29
0,45 0,48
0,63 0,66
0,99 1,04
1,44 1,48
Dalam praktikum kali ini kami yaitu tekanan hidrostatis kami melakukan
praktikum dengan menggunakan alat hydrolic pressure Apparatus. Ketika
melakukan untuk mengukur kesetimbangan momen akibat air dan momen akibat
beban, pada perhitungan pertama momen akibat beban = momen akibat air yaitu
0,18 sedangkan pada perhitungan selanjutnya momen akibat beban dan momen
akibat air memiliki selisih 0,01-0,05 . hal tersebut terjadi karena mungkin kurang
ketelitian ketika membaca alat atau terjadi salah perhitungan di awalnya. Berikut
contoh hasil perhitungannya :
=0
ID = 200
FD = Pc Aact
= = 2720803500 = = 2720,8035
Untuk =
ID = 200 . 96 = 168
Untuk =0
3.8 Kesimpulan :
Gina Rosalina (25-2014-025) : Makin besar nilai s (water level) maka
hasil perhitungan dari e, Pc, A, dan Fp juga akan makin besar.
Semakin besar nilai timbangan maka water level pun akan semakin besar,
apabila water level s semakin besar, maka nilai ID semakin kecil.
Sintasari Nurdianti Dewi (25-2014-026) : Gaya yang dilakukan beban ( )
yang dipengaruhi oleh besarnya tekanan dan luas bidangnya itu sendiri.
Rhezaldy Pradestama P (25-2014-029) : Semakin besar luas bidang dan
tekanan yang diberikan semakin besar pula gaya yang ada. Tekanan pun
dipengaruhi oleh besarnya gaya gravitasi juga rapat jenis cairan yang
dimasukkan serta tinggi air terhadap permukaan air.
Fatika S F A (25-2014-031) : Dari data analisis tersebut dapat kita
simpulkan bahwa semakin tinggi water level juga gaya yang dilakukan
beban semakin tekanan yang diperlukan agar terjadi kesetimbangan antara
dan
4.1 Maksud :
4.2 Tujuan :
Zm = xs .cot
Xs = mh x / ( m + mh + mv ) = 0.055 x
Zs = mv z + ( m + mh ) . zg / ( m + mh + mv ) = 5.364 + 0.156 z
dxs / d = xs /
4.6 Data :
Pengukuran 1
Tabel 4.1. Hasil pengukuran dengan Zm dengan sudut atau angle yang berbeda.
Pengukuran ke-1
X = 1 cm Xs = 0.055
Z zs zm Kondisi
Pengamat
an
3 1o 5.832 2.475 0.055 Stabil
6 1.5o 6.3 3.097 0.0366 Stabil
9 2.5o 6.768 3.7509 0.022 Stabil
12 5.5o 7.236 4.3832 0.01 Stabil
15 16o 7.704 4.7533 0.0034375 Stabil
18 28o 8.172 4.8375 0.0019642 Stabil
zs = 5.364 + 0.156 z
0.156 z = 2.5675
z = 2.5675/0.156
z = 16.4583 cm
Pengukuran 2
Tabel 4.2. Hasil pengukuran dengan Zm dengan sudut atau angle yang
berbeda(Lanjutan).
X = 2 cm Xs = 0.4125 cm
Z zs zm Kondisi
Pengamatan
3 3o 5.832 29.52 0.137 Stabil
6 4.5o 6.3 31.95 0.091 Stabil
9 6.5o 6.768 33.51 0.063 Stabil
12 10o 7.236 34.76 0.041 Stabil
15 17o 7.704 35.73 0.024 Stabil
18 28o 8.172 36.28 0.014 Stabil
zs = 5.364 + 0.156 z
0.156 z = 2.5378
z = 2.5378/0.156
z = 16.2680 cm
Pengukuran 3
Tabel 4.1. Hasil pengukuran dengan Zm dengan sudut atau angle yang
berbeda(Lanjutan).
X = 3 cm Xs = 0.165 cm
Z zs zm Kondisi
Pengamatan
3 5o 5.832 2.096 0.033 Stabil
6 6o 6.3 1.745 0.0275 Stabil
9 8o 6.768 1.306 0.020 Stabil
12 13.5o 7.236 0.766 0.012 Stabil
15 22o 7.704 0.458 0.007 Stabil
18 29o 8.172 0.366 0.005 Stabil
zs = 5.364 + 0.156 z
0.156 z = 4.1074
z = 4.1074/0.156
z = 26.3230 cm
LANGKAH PERHITUNGAN
Pengukuran 1
X = 1 cm = 0.01 m
Xs = 0.055
1, = 0.055
2, = 0.0366
3, = 0.022
4 , = 0.01
5 , = 0.0034375
6 , = 0.0019642
Pengukuran 2
X = 2 cm = 0.02 m
Xs = 0.11
1, = 0.137
2, = 0.091
3, = 0.063
4, = 0.041
5, = 0.024
6, = 0.014
Pengukuran 3
X = 4.5 cm = 0.045 m
Xs = 0.055 (4.5) = 0.2475 cm
1, = 0.033
2, = 0.0275
3, = 0.020
4, = 0.012
5, = 0.007
6, = 0.005
4.7 AnalisaData :
Pengukuran I
= 5.832 cm
4.8 Kesimpulan :
4.8.1 Gina Rosalina (25-2014-025) : Apabila jarak metacentrum di atas titik pusat
berat, maka benda stabil karena ada gaya apung yang menimbulkan momen yang
berusaha untuk mengembalikan benda pada kedudukan semula dan stabil.
4.8.2 Sintasari Nurdianti Dewi (25-2014-026) : Jika nilai Zm lebih dari nol maka
benda tersebut stabil, sebaliknya jika kurang dari nol maka benda tersebut tidak
stabil.
4.8.4 Fatika SFA (25-2014-031) : Sudut atau angel berpengaruh pada tinggi
metacentrum yang apabila semakin besar sudutnya maka semakin kecil tinggi
metacentrum (Zm).
4.8.5 Nadya Almira R (25-2014-032) : Pada stabilitas benda terapung , stabil jika
Zm > 0, dan tidak stabil jika Zm < 0.
4.8.9 Wili Wiliana (25-2014-038) : Gaya hidrostatik pada arah horizontal akan
sama besar dan saling meniadakan.
4.8.10 Rio Andi Suhandi (25-2014-041) : Semakin jauh jarak antara titik
metacentrum dengan titik berat benda maka benda semakin tidak stabil.
4.8.11 Dinar Elsa (25-2014-043) :Gaya hidrostatik yang bekerja pada permukaan
dasar benda merupakan gaya apung.
5.1 Maksud :
Untuk mengetahui penggunaan alat ukur jangka sorong dan mengetahui dimensi
pipa.
5.2 Tujuan :
1. Pita Ukur.
2. Jangka Sorong.
5.4 ProsedurPelaksanaan
5.5 Data :
Segmen Tinggi
Hulu 115,31
3 115,56
3e 114,37
3d 112,99
3c 112,99
3b 112,96
3a 112,25
Hilir 112,3
R = = = 0.0127 m
5.7 Kesimpulan :
5.7.5. Nadya Almira R (25-2014-032) : untuk mengetahui dimensi pipa, kita harus
bisa menggunakan jangka sorong yang tepat.
5.7.7. Refki Rachmawan (25-2014-034) : diameter luar dan diameter dalam pipa
dapat mempengaruhi terhadap karakteristik debit aliran.
5.7.9. Wili Wiliana (25-2014-038) : semakin kecil diameter pipa semakin cepat
laju aliran pipa tersebut.
5.7.10. Rio Andi Suhandi (25-2014-041) : pizometer adalah bentuk sederhana dari
manometer dimana tekanan cairan yang diukur dapat dilihat secara langsung pada
ketinggian cairan tersebut didalam tabung.
6.1 Maksud :
6.2 Tujuan :
Ambang ukur Thompson merupakan salah satu ambang ukur yang ada.
Bentuk ambang ukur menyerupai huruf “V” dengan sudutnya sebesar 90°.
Persamaan Thompson yang dipergunakan adalah :
α = 90°
Jumlah zat cair yang mengalir melalui tampang lintang aliran tiap satu
satuan waktu disebut debit aliran (Q). Debit aliran biasanya diukur dalam
volume zat cair tiap satuan waktu, sehingga satuannya adalah meter kubik per
detik (m3/s) atau satuan lain (liter/detik, liter/menit, dan sebagainya). Didalam
zat cair ideal, dimana tidak terjadi gesekan, kecepatan aliran v adalah sama
disetiap titik pada tampak lintang. Apabila tampang aliran tegak lurus pada
arah aliran adalah A, maka debit aliran diberikan oleh bentuk berikut :
Apabila zat cair tidak kompresibel mengalir secara kontinyu melalui pipa
atau saluran terbuka, dengan tampang aliran konstan maupun tidak konstan,
maka volume zat cair yang lewat tiap satuan waktu adalah sama disetiap
penampang. Keadaan ini disebut dengan Hukum Kontinuitas aliran zat cair.
6.6 Data :
Q= V/dt
= 1,028 x 10-4/2,34
= 4,393 x 10-4
C= Q/ Δ h 5/2
= 1,398
Toleransi C=
= 0,572 %
6.8 Kesimpulan :
6.8.2. Sintasari Nurdianti Dewi (25-2014-026) : besar kecil nilai debit aliran,
dapat diketahui dengan melihat volume dan waktu. Dan dapat menentukan
koefisien ambang Thompson.
6.8.4. Fatika SFA (25-2014-031) : debit dipengaruhi oleh besar volume air dan
waktu.
6.8.8. Mahesa Filiceldi (25-2014-037) : Debit aliran dapat dijadikan sebuah alat
untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan
potensi sumber daya air permukaan yang ada.
6.8.11. Dinar Elsa (25-2014-043) : Besar kecilnya nilai koefisien ambang ukur
Thompson, dipengaruhi oleh nilai delta h. Semakin kecil nilai delta h maka
semakin besar nilai koefisiennya, begitu pula sebaliknya.
7.1 Maksud :
Untuk mengetahui besarnya garis energi serta besarnya kehilangan energi yang
terjadi pada sistem perpipaan.
7.2 Tujuan :
1. Piezometer.
2. Data-data yang ada.
3. Hasil perhitungan sebelumnya.
Garis Energi
Garis Energi adalah pernyataan grafis dari energi tiap bagian energi total
terhadap suatu data yang dipilih sebagai suatu harga linier dalam meter fluida,
dapat digambarkan pada tiap bagian yang mewakilinya dan garis yang diperoleh
dengan cara tersebut akan miring dalam arah aliran.
Hukum Bernoulli
+ + = + + +
p/ = tinggi tekan
Persamaan Chezy
V=C.
C = koefisien Chezy
Persamaan Darcy-Weishbach
V = kecepatan aliran
7.5 Data :
Segmen I C λ ΔH
3A 0,017 0,0109 659877,115 4559,39
3B 0,1977 4,83 x 10-4 336063852,1 130985,52
3C 1,43 x 10-4 0,147 3628,12 20,978
3D 1,37 x 10-4 0,799 122,807 0,34
3E 1,027 x 10-4 8,317 1,13 1,407 x 10-5
3 5,691 x 10-5 26,3 0,0113 3,354 x 10-6
Segmen 3A
v= = = 0,021 m/s
0,02265)=-224,5118m
∆H = 0,0995 – 0 = 0,0995 m
I = ∆H/L = 0.0995/5,85 = 0.017
C= = = 0,0109
λ= = = 659877,115
∆H = = = 4559,39 m
7.6 Kesimpulan :
7.6.1. Gina Rosalina (25-2014-025) : kehilangan energy dipengaruhi oleh
kecepatan aliran, koefisien, gravitasi, dan dimensi pipa.
7.6.2. Sintasari Nurdianti Dewi (25-2014-026) : kecepatan bisa didapat dari
perbandingan debit dan luas.
7.6.3. Rhezaldy Pradestama P. (25-2014-029) : untuk dapat menentukan besar
kecilnya suatu garis energy kita dapat membandingkan antara diameter
pipa dengan kecepatan aliran.
7.6.4. Fatika SFA (25-2014-031) : dengan menggunakan persamaan darci
weisbach kita dapat mengetahui besarnya kehilangan energy.
7.6.5. Nadya Almira R (25-2014-032) : menurut persamaan Darcy-Weishbach
8.1 Maksud :
8.2 Tujuan :
6. Thermometer.
Keterangan Gambar :
Aliran viskositas dapat dibedakan menjadi 2 tipe yaitu aliran laminer dan
aliran turbulen. Dari percobaan Osborne Reynolds dapat disimpulkan bahwa
aliran laminer pada kecepatan kecil, pencampuran tidak terjadi dan partikel -
partikel zat cair bergerak dalam lapisan - lapisanyang sejajar,dan menggelincir
terhadap lapisan di samppingnya. Sedangkan aliran turbulen bahwa kecepatan
lebih besar, warna menyebar pada seluruh penampangnya pipadan terlihat bahwa
percampurandaripartikel-partikel zat cair terjadi. Reynoldsmenunjukkan bahwa
aliran dapat diklasifikasikan berdasarkan suatu angka tertentu. Angka tersebut
diturunkan dengan membagi kecepatan aliran di dalam pipa dengan angka
Reynolds. Angka Reynolds mempunyai bentuk berikut ini :
Re = (v×D) / ν
D = 1 cm = 0.01 m
Praktikum Mekanika Fluida – Teknik Lingkungan 54
LABORATORIUM MEKANIKA FLUIDA
FTSP – JURUSAN TEKNIK SIPIL
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
JL. PHH. Mustofa No.23 Bandung – 40124 Telp.022 – 7272215 ext. 134
ν= 9,9×10-7 m2/s
Keterangan :
1. Isi
tabung
tinta
dengan
tinta
yang
sudah
8.6 Data :
Q = v/t
Q = 3 x 10-5 / 1.4
Q = 2,14 × 10-5
V = Q/A
V = 0,2725 m/s
Re = (V × D) / ν
Praktikum Mekanika Fluida – Teknik Lingkungan 56
LABORATORIUM MEKANIKA FLUIDA
FTSP – JURUSAN TEKNIK SIPIL
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
JL. PHH. Mustofa No.23 Bandung – 40124 Telp.022 – 7272215 ext. 134
Re = 2752,525
8.8 Kesimpulan :
8.8.1. Gina Rosalina (25-2014-025) : suatu jenis aliran dipengaruhi oleh debit air.
8.8.2. Sintasari Nurdianti Dewi (25-2014-026) : apabila debit kecil maka termasuk
laminar, jika debit sedang maka critical, sedangkan saat debit tinggi hal itu
menunjukkan turbulen.
8.8.4. Fatika SFA (25-2014-031) : kecepatan aliran dan diameter aliran termasuk
dalam rumus untuk mencari bilangan Reynolds.
8.8.8. Mahesa Filiceldi (25-2014-037) : apabila bilangan Reynolds lebih dari 2300
maka termasuk jenis aliran turbulen.
8.8.9. Wili Wiliana (25-2014-038) : Kecepatan aliran dan diameter pipa dapat
menentukan jenis aliran karena kecepatan aliran dan diameter aliran termasuk
8.8.10. Rio Andi Suhandi (25-2014-041) : Penggunaan alat osborne, reynolds kita
dapat mengetahui aliran laminer dan turbulen dan yang menyebabkan
terbentuknya gaya gaya geser antara dua elemen zat cair disebabkan oleh
kekentalan zat cair tersebut.
9.1 Maksud :
9.2 Tujuan :
Jenis aliran
Aliran viskos dapat dibedakan menjadi 2 tipe yaitu aliran laminer dan
aliran turbulen. Dalam aliran laminer, partikel-partikel zat cair bergerak teratur
mengikuti lintasan yang saling sejajar. Aliran ini terjadi apabila kecepatan kecil
atau kekentalan besar. Pada aliran turbulen, gerak partikel-partikel zat cair tidak
teratur. Aliran ini terjadi apabila kecepatan besar dan kekentalan zat cair kecil.
Re = = atau Re =
9.5 Data :
9.9 x 10-7
3A-hilir 0.0190 0,021 405,1515 laminer
Re = = = 7953,535
9.7 Kesimpulan :
10.1 Maksud :
10.2 Tujuan :
Kekasaran Permukaan
Konsep adanya sub lapis laminer di dalam lapis batas pada aliran turbulen
dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku kekasaran permukaan. Apabila
permukaan bidang batas dibesarkan, akan terlihat bahwa permukaan tersebut tidak
halus. Tinggi efektif ketidakteraturan permukaan yang membentuk keakasaran
disebut dengan tinggi kekasaran k. Perbandingan antara tinggi kekasaran dan jari-
jari hidraulis (k/R) atau diameter pipa (k/D) disebut kekasaran relatif.
Persamaan Prandtl
ν = kekentalan kinematic (m ) 2
Hidraulik Kasar
C = 18 log
Hidraulik Licin
C = 18 log
10.5 Data :
10,929
3E 0,155 0.929 K > 6. δ Hidraulik Kasar
10,929 K/δ < δ
3 0,155 0.929 0 ∞ Teknik Kasar
<4. K
k=
10.7 Kesimpulan :
11.1 TUJUAN :
Peluap merupakan suatu bukaan pada salah satu sisi kolam atau tangki yang
berfungsi untuk mengukur debit yang dari bulu. Debit diukur berdasarkan tinggi
energi (head H), yaitu muka air yang diukur dari puncak peluap (tinggi peluapan).
Berdasarkan ketebalaannya, peluap ada 2 macam, peluang ambang tipis (t < 0,5
H) dan peluap ambang tebal (t > 0,66 H). Brdasarkan muka air di hilir, peluap ada
2 macam yaitu peluap terendam dan peluap terjunan. Peluap disebut terenggang
jika muka air di hilir melebihi puncak peluap sedangkan pada peluap terjunan,
muka air di hilir lebih rendah dari puncak peluap. Merupakan bentuknya peluap
dibedakan menjadi peluap segitiga, segiempat, dan trapesium. Ambang thompson
merupakan peluap ambang tipis berbentuk segitiga. Debit yang mengalir melalui
peluap segitiga dihitung dengan rumus :
Q=
Q = C.tg(
Q=C.
Kurva lengkung debit sangat berguna untuk perencanaan bangunan air, terutama
jika harus merencanakan suatau bangunan air pada daerah tertentu yang belum
ada bangunan air disekitarnya. Debit yang diketahui, diperlukan untuk mendinensi
saluran, tampungan dan menentukan muka air maksimal suatu bangunan air.
1. Baca tinggi muka air awal pada ambang thompson dan hulu bendung.
2. Alirkan air kedalam flume, atur bukaan pintu dihulu untuk mendapatkan
variasi nilai debitnya.
3. Baca tinggi muka air awal pada ambang thompson dan hulu bendung
setiap perubahan nilai debit dihulu.
4. Lakukan pengukuran secara berulang dengan debit yang bervariasi agar
diperoleh data lengkung debit.
11.5 DATA
15 14,33 37,85 23,52 3729,134 26,84 36,25 9,41 20,061 0,926 10,336 1,2074
16 14,33 29,34 15,01 1213,295 26,84 32,45 5,61 9,234 0,552 6,162 1,2073
17 14,33 21,16 7,33 202,197 26,84 28,9 2,06 3,015 0,436 2,496 1,5291
18 14,33 21,04 6,71 162,114 26,84 28,4 1,56 1,354 0,153 1,713 1,2078
19 14,33 18,99 4,66 65,159 26,84 28,15 1,31 1,042 0,128 1,438 1,2085
20 14,33 17,57 3,24 26,264 26,84 27,5 0,66 0,372 0,064 0,724 1,2077
Ambang Thompson:
Δh = hakhir – hawal
Δh = 16,24 – 14,33
Δh = 1,91
Q = c.Δ
= 1,38. 1,915/2
C = 1,39
Udik Bendung :
Δh = hakhir – hawal
Δh = 26,84-27,3= 0,46
Q=
= 1,39x0,5x0,46 5/2 = 0,2168
= 0,9422
V2/2g
= 0,9422/2x9,8= 0,0481
= 0,2168/ (0,5x0,50813/2)
= 1,1972
11.6.2. Sintasari Nurdianti Dewi (25-2014-026) : jika semakin rendah luapan air
maka waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan air sebanyak 1 liter akan
semakin lama. Hal ini disebabkan karena antara tinggi luapan dengan
waktu berbanding terbalik.
11.6.4. Fatika SFA (25-2014-031) : Aliran peluap memiki ketebalan yaitu ambang
tipis (t>0,5 H) dan ambang tebal (t>0,66 H)
11.6.5. Nadya Almira R (25-2014-032) : Pada aliran melalui lubang atau peluap,
tinggi energy bisa tetap atau berubah karena adanya aliran keluar. Peluap
11.6.8. Mahesa Filiceldi (25-2014-037) : Pada lubang besar, apabila sisi atas dari
lubang tersebut berada di ataspermukaan air di dalam tangki, maka bukaan
tersebut dikenal dengan peluap.
11.6.10. Rio Andi Suhandi (25-2014-041) : Dari percobaan ini dapat diketahui
bahwa Pada aliran zat cair melalui lubang terjadi kehilangan tenaga
menyebabkan beberapa parameter aliran akan lebih kecil dibanding pada
aliran zat cair ideal yang dapat ditunjukkan oleh beberapa koefisien, yaitu
koefisien kontraksi, kecepatan, dan debit.
11.6.11. Dinar Elsa (25-2014-043) : Peluap ini berfungsi sebagai alat ukur debit
aliran dan banyak digunakan sebagaipada jaringan irigasi.
11.6.12. Ali Ramadhan (25-2015-013) : Dari praktikum ini dapat diketahui bahwa
aliran dalam peluap ambang batas tipis sangat dipengaruhi oleh
kedalaman air dan waktu.
12.1 TUJUAN :
Mampu mengukur kecepatan alirah arah vertikal dan transversal
menggunakan alat ukur current meter dan menghitung kecepetan rerata
aliran
Mampu menggambarkan profil distribusi kecepatan
Mampu menghitung koefisien koreksi momentun dan koefisien koreksi
kinetis
Kecepatan aliran pada setiap penampang saluran terbuka mempunyai bentuk atau
profil berupa kurva distribusi kecepatan. Profil distribusi kecepatan pada saluran
terbuka ada 2 macam yaitu distribusi kecepatan arah vertikal diperoleh dengan
melakukan pengukuran kecepatan pada beberapa titik di sepanjang kedalaman air
sedangkan distribusi kecepatan arah transversal diperoleh dengen membagi lebar
saluran menjadi beberapa titik dan melakukan pengukuran kecepatan secara
vertikal pada titik-titik tersebut kemudian dibuat kurva dengan menghubungkan
titik-titik kecepatan pada kedalaman yang sama.
Kecepatan rerata suatu aliran dapat diperoleh dengan merata-rata kecepatan dari 1,
2, dan 3 titik pengukuran saja, sebagaimana ditulis pada persamaan berikut :
6. Meteran
12.5 DATA
V = = = 0,393 m/s
KECEPATAN RATA-RATA
Perhitungan Kecepatan
Perhitungan titik I
Pengukuran titik 1
=
= 0.1
= = 293
Pengukuran titik 2
=
= 0.5(0.2+0.1)
= 0.15
= = 61.832
Pengukuran titik 3
= 0.125
= = 68.193
12.6 KESIMPULAN
12.6.4. Fatika SFA (25-2014-031) : Pada distribusi kecepatan terdapat dua saluran
terbuka yaitu distribusi kecepatan secara vertikal dan distribusi kecepatan
secara transversal.
12.6.10. Rio Andi Suhandi (25-2014-041) : Semakin tinggi rpm maka semakin
tinggi pula kecepatannya.
PENUTUP