Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN FINAL PRAKTIKUM

OPERASI TEKNIK KIMIA I


PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA

MODUL: NERACA MASSA PADA ABSORBER

Dosen Pembimbing : Nurfatihayati, S.T., M.T


Pranata Lab Pendidikan : Zulfikar, S.T
Asisten Praktikum : Fira Nabilah Ardi

Disusun Oleh:
Kelompok VI Kelas B

No Nama NIM
1 Muhammad Ariq Falah 2207036502
2 Alfino Farhan Dwiputra 2207036503
3 Indah Rahcmita 2207036508
4 Zahwa Eldys Syawitri 2207026087

LABORATORIUM TEKNIK
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2023
Lembar Kendali Penyusunan Laporan Praktikum OTK I
Modul: Neraca Massa pada Absorber
Semester Ganjil Tahun Ajaran 2023/2024

Kelompok/Kelas : VI

Nama Praktikan : 1. Muhammad Ariq Falah


2. Alfino Farhan Dwiputra
3. Indah Rahcmita
4. Zahwa Eldys Syawitri

Tgl Praktikum : 20 Oktober 2023

Dosen Pembimbing : Nurfatihayati, S.T., M.T

Asisten Praktikum : Fira Nabilah Ardi

No Tanggal Materi Keterangan Paraf


Lembar Pengesahan Laporan Praktikum

Laboratorium Operasi Teknik Kimia I

NeracaMassa Pada Absorber

Dosen Pengampu Praktikum dengan ini menyatakanbahwa :Kelomopok VI

1. Muhammad Ariq Falah 2207036502


2. Alfino Farhan Dwiputra 2207036503
3. Indah Rachmita 2207036508
4. Zahwa Eldys Syawitri 2207026087

1. Telah melakukan perbaikan-perbaikan yang disarankan oleh dosen


pengampu/asistem praktikum.
2. Telah menyelesaikan laporan lengkap praktikum neraca massa pada absorber
dari praktikum Laboratorium Operasi Teknik Kimia I yang disetujui
olehdosen pengampu/ asisten praktikum.

Catatan Tambahan :

Pekanbaru,10 November 2023

Dosen Pengampu

Nurfatihayati,ST.,MT.
NIP.19760907 200604 2 002
ABSTRAK
Dalam praktikum neraca massa pada absorber, kami melakukan serangkaian
eksperimen untuk menyelidiki hubungan antara laju aliran udara, konsentrasi awal CO2,
dan fraksi mol CO2 dalam larutan air. Dengan melakukan variasi parameter tersebut, kami
dapat memahami dengan lebih mendalam bagaimana perubahan dalam laju aliran udara
dan kandungan awal CO2 memiliki dampak yang signifikan pada hasil akhir dari proses
penyerapan, yaitu fraksi mol CO2 yang berhasil terlarut dalam air. Hasil eksperimen ini
memberikan wawasan yang sangat relevan dan penting dalam konteks pengendalian
emisi gas rumah kaca dan pemurnian gas. Selain itu, praktikum ini juga membantu
meningkatkan kemampuan analisis neraca massa, yang merupakan keterampilan esensial
dalam dunia rekayasa kimia dan industri, serta memiliki aplikasi luas dalam penelitian
ilmiah dan pengembangan proses industri. Kesimpulannya, praktikum ini memberikan
pemahaman yang mendalam tentang konsep neraca massa dalam konteks absorber dan
relevansinya dalam dunia nyata, serta menawarkan pandangan yang kaya akan aplikasi
dan implikasi di berbagai bidang ilmu dan industri.

Kata kunci : Absorpsi, neraca massa, absorber, penyerapan, pemurnian gas, analisis
neraca massa, rekayasa kimia, penelitian ilmiah.

i
DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................... 5
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
1.2. Tujuan Percobaan ................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 3
2.1. Pengertian Absorpsi ............................................................................................................... 3
2.2. Kolom Absorpsi ..................................................................................................................... 5
2.3. Struktur dalam absorber ......................................................................................................... 7
2.4. Prinsip Kerja Kolom Absorbsi ............................................................................................... 8
2.5. Laju Absorbsi ......................................................................................................................... 9
2.6. Teori Dua Tahanan ............................................................................................................... 10
2.7. Prinsip Kerja Kolom Absorbsi ............................................................................................. 11
2.8. Analisa Hempl (Hempl Analysis) ......................................................................................... 11
2.9. Packing ................................................................................................................................. 12
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM ............................................................................... 13
3.1. Alat ....................................................................................................................................... 13
3.2. Bahan.................................................................................................................................... 13
3.3. Prosedur Percobaan .............................................................................................................. 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................... 15
4.1. Hasil ..................................................................................................................................... 15
4.2. Pembahasan .......................................................................................................................... 15
BAB V PENUTUP ..................................................................................................................... 21
5.1. Kesimpulan .......................................................................................................................... 21
5.1. Saran ..................................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 22
LAMPIRAN A PERHITUNGAN
LAMPIRAN B DOKUMENTASI

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya,
kami dapat menyelesaikan laporan praktikum ini tepat pada waktunya. Laporan
Praktikum OTK I dengan modul neraca massa pada absorber ini dibuat sebagai laporan
akhir setelah kelompok IV melaksanakan praktikum modul neraca massa pada absorber.
Laporan praktikum ini tidak akan terealisasi tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis juga tidak lupa untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Ibu Nurfatihayati, S.T., M.T selaku dosen pembimbing praktikum untuk modul neraca
massa pada absorber dan Kak Fira Nabilah Ardi, selaku asisten laboratorium praktikum
untuk modul ini. Dan pihak –pihak lain yang turut membantu kami, baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian laporan praktikum ini.
Kami juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
laporan praktikum ini. Oleh sebab itu, kami memohon maaf apabila terjadi kesalahan
teknis maupun non teknis di dalam laporan praktikum ini. Kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan pada penulisan berikutnya. Akhir
kata, dibalik semua kekurangan yang ada, kami tetap berharap bahwa laporan praktikum
ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak untuk memperkaya wawasan mengenai manfaat
serta mekanisme kerja dari alat absorber ini. Terima kasih atas perhatiannya.

Pekanbaru, 10 November 2023

Penulis

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Absorber adalah salah satu unit operasi yang umum digunakan dalam industri kimia
dan proses-proses terkait, terutama dalam pemisahan komponen-komponen tertentu dari
campuran gas. Proses absorpsi adalah fenomena transfer massa yang mendasari
penyerapan satu atau beberapa komponen dari fase gas ke dalam fase cairan. Fenomena
ini memiliki aplikasi yang luas dalam industri, seperti pemurnian gas alam, penghilangan
polutan dari udara, dan produksi bahan kimia tertentu (Brown, 1950)
Pemahaman yang baik tentang proses absorpsi adalah kunci untuk meningkatkan
efisiensi dan kinerja dalam berbagai aplikasi industri. Oleh karena itu, laporan praktikum
ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dasar tentang neraca massa dalam konteks
proses absorpsi. Neraca massa adalah salah satu prinsip dasar dalam ilmu proses yang
digunakan untuk memahami, menganalisis, dan mengoptimalkan aliran massa komponen
dalam sistem tertentu. Praktikum ini akan fokus pada pengukuran neraca massa dalam
suatu sistem absorber yang sederhana. Sistem ini akan terdiri dari fase gas yang
mengandung komponen yang akan diabsorbsi dan fase cairan yang bertindak sebagai
agen penyerap. Dalam eksperimen ini, kita akan memahami bagaimana neraca massa
digunakan untuk mengukur efisiensi penyerapan komponen tertentu dari fase gas ke
dalam fase cairan (Brown, 1950)
Melalui eksperimen ini, mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan pemahaman
yang lebih baik tentang neraca massa dalam konteks aplikasi absorber, memahami cara
mengukur dan menganalisis perubahan massa komponen dalam sistem tersebut, serta
mengasah keterampilan praktis dalam penggunaan alat dan teknik laboratorium. Selain
itu, laporan ini juga akan memberikan wawasan tentang potensi penggunaan sistem
absorber dalam aplikasi industri yang lebih luas, seperti pemurnian gas, penghilangan
polutan dari udara, dan proses-proses terkait lainnya. Dengan demikian, pemahaman
neraca massa pada absorber adalah langkah awal yang penting dalam mempersiapkan
mahasiswa untuk berkarir dalam bidang industri kimia dan proses terkait.

1
2

Proses absorpsi perpasis pelarut alkanolamina ini telah diadopsi sebagai modul baku
dalam banyak simulator proses komarsial dengan menerapkan model kesetimbangan
yang berbeda beda. Untuk fase uap /gas dapat digunakan persaama keadaan soave Redlich
Kwong (SRK) atau Peng Robinson (PR). Sedangkan di fase cair digunakan model–model
koefisien aktifitas seperti model Kent-Eisenberg, LiMather, dan Electrolyte Non Random
Two Liquid (NRTL). Penelitian awal dalam bentuk simulasi terhadap proses absorpsi
CO2 ini diperlukan untuk membentuk prediksi, merancang dan mengevaluasi proses
sesunggunya. Didalam simulasi ini diperlukan model yang dapat mempersentasikan
kesetimbangan CO2 dalam pelarut alkanolamina, baik pada alkanolamina tunggal,
maupun pada campuran alkanolamona dengan promotor /activator. Makalah ini
memaparkan hasil kajian dalam menentukan model koefisien aktifitas yang dapat
mempresentasikan kesetimbangan uap – cair CO2 pada pelarut alkanolamina. Kajian
dilakukan dengan mengevaluasikan keabsahan rentang kondisi opersi dan tingkat akurasi
perhitungan kesetimbangan yang di hasilkan dari simulator proses komersial bila
dibandingkan dengan hasil percobaan.

1.2. Tujuan Percobaan


Adapun tujuan dari pratikum ini yaitu :
1. Menjelaskan konsep perpindahan massa antar fasa, yaitu fasa gas dan cair.
2. Menjelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi laju perpindahan massa antar fasa.
3. Menghitung atau menganalisa sampel dan hasil proses absorpsi.
4. Menghitung neraca massa pada absorber untuk proses penyerapan (absorber) gas
CO2 ke dalam air yang mengalir ke bawah kolom menggunakan alat analisa gas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Absorpsi
Absorpsi adalah proses di mana komponen tertentu dari fase gas diambil atau
diserap oleh fase cairan yang mengalir. Dalam konteks eksperimen ini, absorpsi
terjadi ketika komponen yang akan diukur, seperti gas CO2, berpindah dari fase gas
ke dalam fase cairan (biasanya air) yang mengalir melalui kolom absorber. Proses ini
dapat diukur dan dianalisis dengan menggunakan prinsip-prinsip neraca massa untuk
menghitung berapa banyak komponen yang telah diserap oleh fase cairan dan sejauh
mana proses absorpsi efisien. Dengan kata lain, absorpsi adalah proses transfer massa
yang diukur dalam eksperimen neraca massa pada absorber, dan konsep ini membantu
kita memahami perubahan konsentrasi komponen dalam fase gas dan fase cairan serta
bagaimana neraca massa digunakan untuk memahami proses ini.
Absorpsi adalah suatu proses pemisahan dengan cara mengontakkan campuran
gas dengan cairan sebagai penyerapnya. Ada dua macam proses absorbsi yaitu :
a. Absorpsi fisika yaitu absorbsi dimana gas terlarut dalam cairan penyerap
tidak disertai dengan reaksi kimia. Contoh absorpsi ini adalah absorbsi gas
H2S dengan air, metanol, propilen, dan karbonat. Penyerapan terjadi karena
adanya interaksi fisik, difusi gas ke dalam air, atau pelarutan gas ke fase cair.
Contoh absorpsi fisika adalah oleh karbon aktif. Karbon aktif merupakan
senyawa karbon yang diaktifkan dengan cara membuat pori pada struktur
karbon tersebut. Aktivasi karbon aktif pada temperatur yang tinggi
menghasilkan struktur berpori dan luas permukaan absorbsi yang besar.
b. Absorpsi kimia yaitu absorpsi dimana gas terlarut didalam larutan penyerap
disertai dengan adanya reaksi kimia. Contoh absorpsi ini dengan adanya
larutan NaOH, K2CO3, dan sebagainya. Aplikasi dari absorpsi kimia dapat
dijumpai di proses penyerapan gas CO2 pada pabrik amoniak. Penggunaan
absorbsi kimia pada fase kering sering digunakan untuk mengeluarkan zat
terlarut secara lebih sempurna dari campuran gasnya. Keuntungan absorpsi
kimia adalah meningkatnya koefisien perpindahan massa gas, perubahan ini
disebabkan makin besarnya luas efektif permukaan. Absorpsi kimia
berlangsung di daerah yang hampir stagnan disamping penangkapan
dinamik. Contoh absorbsi kimia adalah Ion exchange.

3
4

Perbedaan absorpsi fisika dan kimia dapat dilihat pada Tabel 1.1

Tabel 1.1 Perbedaan Absorpsi Fisika dan Absorpsi Kimia


Absorpsi fisika Absorpsi kimia
Molekul terikat pada absorben oleh Molekul terikat pada absorben oleh
gaya Van der Walls ikatan kimia

Mempunyai entalpi reaksi -4 sampai - Mempunyai entalpi reaksi -40


40 kJ/mol
sampai 800kJ/mol
Dapat membentuk lapisan multilayer Membentuk lapisan Monolayer
Absorpsi hanya terjadi pada suhu Absorpsi dapat terjadi pada suhu
dibawah titik didih adsorbat Tinggi
Jumlah absorpsi pada permukaan Jumlah absorpsi pada permukaan
merupakan fungsi absorbat merupakan karakteristik adsorben
dan adsorbat
Tidak melibatkan energi aktivasi Melibatan energi aktivasi tertentu
Tertentu
Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik

Absorben yaitu cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorpsi pada
permukaannya, baik secara fisika maupun secara reaksi kimia. Absorben sering juga
disebut sebagai cairan pencuci. Persyaratan pemilihan absorben :
1. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang sebesar mungkin
(kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil).
2. Selektif
3. Memiliki tekanan uap yang rendah
4. Tidak korosif.
5. Mempunyai viskositas yang rendah
6. Stabil secara termis.
7. Murah
5

Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben yaitu air (untuk gas-
gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan cairan) natrium
hidroksida (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti asam) dan asamsulfat (untuk
gas-gas yang dapat bereaksi seperti basa).
2.2. Kolom Absorpsi
Kolom absorpsi merupakan suatu kolom atau tabung tempat terjadinya proses
pengabsorbsi (penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di kolom/tabung
tersebut. Proses ini dilakukan dengan melewatkan zat yang terkontaminasi oleh
komponen lain dan zat tersebut dilewatkan ke kolom ini dimana terdapat fase cair dari
komponen tersebut. Diantara jenis-jenis absorbenin antara lain, arang aktif, bentonit,
dan zeolit.
1. Arang aktif
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon,
dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu
tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara
didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya
terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang selain digunakan sebagai bahan bakar,
juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas
permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang
tersebut dilakukan aktifasi dengan aktif faktor bahan-bahan kimia ataupun dengan
pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami
perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang
aktif. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa.
Kimia tertentu atau sifat absorbsinya selektif, tergantung pada besar atau
volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 25-
1000% terhadap berat arang aktif. Arang aktif dibagi atas 2 tipe, yaitu arang aktif
sebagai pemucat dan sebagai penyerap uap. Arang aktif sebgai pemucat, biasanya
berbentuk powder yang sangat halus, diameter pori mencapai 1000 Å, digunakan
dalam fase cair, berfungsi untuk memindahkan zat-zat penganggu yangmenyebabkan
warna dan bau yang tidak diharapkan, membebaskan pelarut dari zat-zat penganggu
dan kegunaan lain yaitu pada industri kimia dan industri baru.
6

Arang aktif sebagai penyerap uap, biasanya berbentuk granular atau pellet yang
sangat keras diameter pori berkisar antara 10-200 Å, tipe pori lebih halus, digunakan
dalam rase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut, katalis, pemisahan dan
pemurnian gas. Diperoleh dari tempurung kelapa, tulang, batu bataatau bahan baku
yang mempunyai bahan baku yang mempunyai struktur keras.
2. Zeolit
Mineral zeolit bukan merupakan mineral tunggal, melainkan sekelompok
mineral yang terdiri dari beberapa jenis unsur. Secara umum mineral zeolit adalah
senyawa alumino silikat hidrat dengan logam alkali tanah. Ikatan ion Al-Si-O adalah
pembentuk struktur kristal, sedangkan logam alkali adalah kation yang mudah
tertukar. Jumlah molekul air menunjukkan jumlah pori-pori atau volume ruang hampa
yang akan terbentuk bila unit sel kristal zeolit tersebut dipanaskan. Penggunaan zeolit
cukup banyak, misalnya untuk industri kertas, karet, plastik, agregat ringan, semen
puzolan, pupuk, pencegah polusi, pembuatan gas asam, tapal gigi, mineral penunjuk
eksplorasi, pembuatan batubara, pemurnian gas alam, industri oksigen, industri
petrokimia. Dalam keadaan normal maka ruang hampa dalam kristal zeolit terisi oleh
molekul air bebas yang membentuk bulatan di sekitas kation. Bila kristal tersebut
dipanaskan selama beberapa jam, biasanya pada temperatur 250-900℃ , maka
kristal zeolit yang bersnagkutan berfungsi menyerap gas atau cairan. Daya serap
(absorbansi) zeolit tergantung dari jumlah ruang hampa dan luas permukaan. Biasanya
mineral zeolit mempunyai luas permukaan beberapa ratus meter persegi untuk setiap
gram berat. Beberapa jenis mineral zeolit mampu menyerap gas sebanyak 30% dari
beratnya dalam keadaan kering. Pengeringan zeolit biasanya dilakukan dalam ruang
hampa dengan menggunakan gas atau udara kering nitrogen atau methana dengan
maksud mengurangi tekanan uap ari terhadap zeolit itu sendiri.
7

3. Bentonit
Bentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung monmorillonit dalam
dunia perdagangan dan termasuk kelompok dioktohedral. Penamaan jenis lempung
tergantung dari penemu atau peneliti, misal ahli geologi, mineralogi, mineral industri
dan lain-lain. Bentonit dapat dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan kandungan alu-
munium silikat hydrous, yaitu activated clay dan fuller's Earth. Activated clay adalah
lempung yang kurang memiliki daya pemucat, tetapi daya pemucatnya dapat
ditingkatkan melalui pengolahan tertentu. Sementara itu, fuller's earth digunakan di
dalam fulling atau pembersih bahan wool dari lemak. Sifat bentonit sebagai absorben
adalah :
a. Mempunyai surface area yang besar (fisika)
b. Bersifat asam yang padat (kimia)
c. Bersifat penukar-ion (kimia)
d. Bersifat katalis (kimia)
2.3 Struktur dalam absorber
Adapun struktur yang didapat dalam absorber dapat dibagi 3 yaitu:
1. Bagian atas adalah Spray untuk megubah gas input menjadi fase cair.
2. Bagian tengah adalah packed tower untuk memperluas permukaan sentuh
sehingga mudah untuk diabsorbsi.
3. Bagian bawah adalah Input gas sebagai tempat masuknya gas ke dalam reaktor.

Gambar 1.1 Alat Absorpsi Secara Skematis


8

2.4 Prinsip Kerja Kolom Absorbsi


1. Kolom reaktor adalah sebuah kolom, dimana ada zat yang berbeda fase mengalir
berlawanan arah yang dapat menyebabkan komponen kimia ditransfer dari satu
fase cairan ke fase lainnya, terjadi reaktor pada setiap reaktor kimia. Proses ini
dapat berupa absorbsi gas, destilasi, pelarutan yang terjadi pada semua reaksi
kimia.
2. Campuran gas yang merupakan keluaran dari reaktor diumpankan kebawah
menara absorber. Didalam absorber terjadi kontak antar dua fasa yaitu fasa gas
dan fasa cair mengakibatkan perpindahan massa difusional dalam umpan gas dari
bawah menara ke dalam pelarut air sprayer yang diumpankan dari bagian atas
menara. Peristiwa reaktor ini terjadi pada sebuah kolom yang berisi packing
dengan dua tingkat.
Keluaran dari absorber pada tingkat I mengandung larutan dari gas yang
dimasukkan.

Gambar 1.2 Prinsip Kerja Kolom Absorpsi


Proses pengolahan kembali pelarut dalam proses kolom absorber
1. Konfigurasi reaktor akan berbeda dan disesuaikan dengan sifat alami dari pelarut
yang digunakan.
2. Aspek Thermodynamic (suhu dekomposisi dari pelarut), volalitas pelarut, dan
aspek kimia/fisika seperti korosivitas, viskositas, toxisitas, jugatermasuk biaya,
semuanya akan diperhitungkan ketika memilih pelarut untuk spesifik sesuai
dengan proses yang akan dilakukan.
3. Ketika volalitas pelarut sangat rendah, contohnya pelarut tidak muncul pada aliran
gas, proses untuk meregenerasinya cukup sederhana yakni dengan
memanaskannya.
9

2.5 Laju Absorbsi


Di dalam merancang suatu menara absorbsi, nilai koefisien perpindahan massa
merupakan besaran yang sangat penting. Penurunan korelasi nilai Kga berdasarkan pada
absorbsi fisik. Dengan adanya nilai Kga dapat ditentukan besaran-besaran lainnya seperti:
a. Kecepatan perpindahan massa
Kecepatan perpindahan massa dapat dihitung setelah konsentrasi gas yang
berkesinambungan dengan fase cairnya diketahui. Dalam hal ini gas harus berdifusi
ke aliran cairan tiap satuan waktu.
b. Waktu operasi
Jika nilai Kga diketahui maka kecepatan perpindahan massanya dapat juga
ditentukan sehingga waktu operasi bisa dihitung pula.
c. Ukuran alat dan bahan
Untuk mengetahui dimensi alat dan besarnya biaya pembuatan alat tersebut, dapat
diturunkan dari persamaan yaitu Rumus untuk menentukan nilai Kga dapat
didasarkan pada absorbsi fisik dengan menganggap bahwa kurva kesetimbangan
berurutan pada selang waktu tertentu dimana perpindahan massa berlangsung.
Kecepatan perpindahan massa dapat ditentukan berdasarkan persamaan yang
diturunkan oleh Maxwell dan Stefan dimana Persamaan tersebut merupakan
persamaan untuk difusi gas dalam keadaan tetap di komponen A melalui B yang
tidak bergerak dan gas berdifusi dalam tubuh gas ke permukaan batas gas-cair. Dari
persamaan tersebut dapat digunakan untuk mencari korelasi Kga, Apabila volume
cairan diabaikan, maka Neraca massa A pada fasecair di sepanjang elemen volume
A Δz, menghasilkan persamaan : Neraca massa A pada fase gas pada elemen volum
yang sama menghasilkan persamaan Pada absorbsi CO2 dengan larutan NaOH
menjadi :
CO2 (g) + 2NaOH (l) → Na2CO3 (l) + H2O.
Jika laju reaksi pembentukan Na2CO3 jauh lebih besar dibandingkan laju difusi
CO2 kedalam larutan NaOH, maka konsentrasi CO2 pada batas film cairan dengan bahan
utama cairan adalah nol. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi CO2 yang sangat cepat
selama reaksi di sepanjang film. Pada reaksi instan (sangat cepat) bilangan Ha, maka
konsentrasi reaktan akan habis pada posisi X*<L, hal ini berakibat [A]2 = 0. Letak X*
adalah suatu tempat dimana fluks A dari antar muka dan B dari bagian utama cairan
berada pada perbandingan materi stokiometri.
10

2.6 Teori Dua Tahanan


Pada umumnya, campuran gas yang masuk kedalam kolom absorpsi terdiri atas
komponen yang dapat diserap dan gas inert (sukar bereaksi), sedangkan cairan yang
digunakan bersifat tidak melarut dalam fasa gas. Perpindahan massa solut dari gas menuju
cairan terjadi dalam tiga langkah perpindahan. Diawali dengan transfer massa dari badan
utama gas ke suatu fase antarmuka. Selanjutnya transfer massa melalui bidang antarmuka
ke fase kedua, dan terakhir transfer massa dari antarmuka ke badan utama cairan. Dari
gambar dibawah ini dapat dilihat bahwa pada kondisi awal, konsentrasi A dalam badan
utama gas adalah yAG fraksi mol. Ketika mulai terjadi kontak dengan cairan, konsentrasi
A di daerah interface menurun hingga yAi dan pada cairan (liquid) terjadi penurunan
konsentrasi A, dari xAi pada interface menjadi xAL dalam badan utama cairan. Dan sebagai
syarat terjadinya perpindahanmassa, konsentrasi awal yAG dan xAL tidak berada dalam
keadaan setimbang.

Gambar 1.3 Teori Lapisan Dua Film


Perpindahan massa solut A dari gas ke cairan akan terjadi bila terdapat cukup
kekuatan gerak (driving force) dari satu fasa ke fasa yang lain yang dikenal dengan nama
koefisien perpindahan massa (mass transfer coefficient). Laju perpindahan massa ini juga
bergantung pada luas permukaan kontak antar fasa. Menurut Whitman dan Lewis, pada
saat terjadi perpindahan massa antar fase, tahanan terhadap perpindahan tersebut hanya
ada pada badan utama masing- masing fase. Sedangkan pada daerah antarmuka yang
membatasi kedua fase tidak terdapat tahanan sama sekali sehingga konsentarasi yAi dan
xAi merupakan harga kesetimbangan yang diperoleh dari data kurva kesetimbangan dari
sistem dua fasa tersebut.
11

2.7 Prinsip Kerja Kolom Absorbsi


Menurut Brown (1950), berikut merupakan prinsip kerja dari kolom absorbsi :
Kolom absorpsi adalah sebuah kolom, dimana ada zat yang berbeda fase mengalir
berlawanan arah yang dapat menyebabkan komponenkimia ditransfer dari satu fase cairan
ke fase lainnya, terjadi hampir Campuran gas yang merupakan keluaran dari reactor
diumpankan kebawah menara absorber. Didalam absorber terjadi kontak antar dua fasa
yaitu fasa gas dan fasa cair mengakibatkan perpindahan massa difusional dalam umpan
gas dari bawah menara kedalam larutan NaOH yang diumpankan dari bagian atas menara.
Di dalam merancang suatu menara absorbsi, harga koefisien perpindahan massa
merupakan besaran yang sangat penting. Penurunan korelasi harga Kga berdasarkan pada
absorbsi fisik. Menurut Perry (1984), dengan adanya harga Kga dapat ditentukan besaran-
besaran lainnya seperti:
a. Kecepatan perpindahan massa
Kecepatan perpindahan massa dapat dihitung setelah konsentrasi gas yang
berkesinambungan dengan fase cairnya diketahui. Dalam hal ini gas harus
berdifusi ke aliran cairan tiapsatuan waktu.
b. Waktu operasi
Jika harga Kga diketahui maka kecepatan perpindahan massanya dapat juga
ditentukan sehingga waktu operasi bisa dihitung pula.
2.8 Analisa Hempl (Hempl Analysis)
Dalam skala laboratorium, peralatan kolom absorpsi gas biasanya sudah
dilengkapi dengan peralatan analisa sampel gas (hempl Analysis) mapun analisa cairan
(titrasi). Perangkat peralatan analisa gas Hempl berisi larutan NaOH yang reaksinya
dengan CO2
CO2 + 2NaOH → Na 2 CO3 + H 2 O
Dimana jumlah CO2 yang diserap sebanding dengan pertambahan volume
larutan dalam peralatan analisa tersebut. Dalam proses ini, CO2 dalam sampel gas akan
bereaksi dengan larutan NaOH, membentuk natrium karbonat (Na2CO3) dan air (H2O).
Kuantitas CO2 yang diserap oleh larutan NaOH akan sebanding dengan pertambahan
volume larutan dalam peralatan analisa tersebut. Dengan demikian, analisa Hempl
memungkinkan untuk mengukur konsentrasi CO2 dalam sampel gas dengan mengukur
perubahan volume larutan NaOH terjadi selama reaksi berlangsung.
12

2.9 Packing
Di dalam absorber terdapat packing yang memberikan kontak yang bagus antar
kedua fasa sehingga luas permukaan menjadi maksimum. Beragam jenis packing telah
dikembangkan untuk memperluas daerah dan efisiensi kontak gas-cairan. Ukuran packing
yang umum digunakan adalah 3-75 mm. Bahan yang digunakan dipilih berdasarkan sifat
inert terhadap komponen gas maupun cairan solven dan pertimbangan ekonomis, antara
lain tanah liat, porselin, grafit dan plastik. Packing yang baik biasanya memenuhi 60-90%
dari volume kolom (Tim Penyusun, 2015).
Ada 3 jenis packing :
1. Raschig Ring: Raschig ring adalah jenis pengisi yang memiliki bentuk cincin
atau tabung dengan dinding tebal. Mereka digunakan dalam kolom distilasi dan
kolom absorber untuk memfasilitasi kontak antara fase gas dan fase cairan,
sehingga memungkinkan pemisahan atau penyerapan yang efisien.
2. Berl Saddle: Berl saddle adalah jenis pengisi yang memiliki bentuk seperti
setengah cincin dengan lekukan pada permukaan. Lekukan-lekukan ini
membantu meningkatkan permukaan kontak dan mengoptimalkan transfer
massa antara fase gas dan fase cairan.
3. Pall Ring: Pall ring adalah pengisi yang memiliki bentuk seperti cincin dengan
beberapa lapisan kecil dinding berongga yang melingkari permukaan pengisi.
Struktur ini dirancang untuk mengoptimalkan distribusi aliran cairan dan gas,
sehingga meningkatkan efisiensi transfer massa.

Gambar 1.2 Macam-Macam Packing


13

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah
1. Absorber yang di lengkapi dengan tabung gas CO2,
2. Pengatur tekanan untuk menyalurkan CO2.
3. Labu ukur,
4. Botol semprot,
5. Dan gelas kimia.
3.2 Bahan
Bahan-bahan yang dibutuhkan yaitu:
1. Udara
2. Gas karbon dioksida
3. Air
4. Larutan NaOH 1N.
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Pembuatan Larutan NaOH
1. Kristal NaOH sebanyak 40 gr telah ditimbang.
2. Kristal NaOH tersebut telah dilarutkan dengan aquadest hingga larut.
3. Kristal NaOH yang sudah larut telah dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml
dan ditambahkan aquadest sampai tanda batas, kemudian diguncangkan agar
NaOH larut dalam aquadest secara merata.
3.3.2 Pelaksanaan Percobaan
Langkah-langkah pelaksanaan percobaan sebagai berikut :
1. NaOH 1N telah dimasukkan ke dalam Hempel Analysis hingga batas 0 mL,
dan posisi valve telah diperhatikan.
2. Valve telah dikembalikan ke posisi semula ke arah piston, kemudian alat
telah dihidupkan.
3. Arah valve telah diatur sehingga hanya CO2 yang masuk melalui valve S1
menuju piston.
4. Flowmeter air telah diatur dengan kecepatan 4 L/menit, sementara
kecepatan udara adalah 40 L/menit
14

5. Saluran pengambilan sampel telah dibersihkan dari sisa gas dengan cara
menarik piston untuk menghisap saluran tersebut dan
mendorong/mengeluarkannya ke atmosfer (menggunakan saluran pada
tabung penyerap atau tabung bola yang terisolasi) sebanyak 3 kali.
6. Tabung gas CO2 telah dihidupkan, kemudian flowmeter CO2 telah diatur
dengan kecepatan 3 L/menit.
7. Piston telah diisi dengan sampel gas dengan cara menarik piston perlahan-
lahan sampai tabung terisi sekitar 30 mL. Setelah itu, tunggu selama 2 menit.
8. Piston telah ditekan secara perlahan sehingga semua gas berpindah ke tabung
bola. Kemudian piston ditarik kembali ke posisi semula, dan kenaikan volume
NaOH yang didapat telah dicatat. Langkah ini dilakukan sebanyak 3 kali.
9. Percobaan telah diulangi dengan laju alir air 5 L/menit dan 6 L/menit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran CO2

Run F1 F2 F3 V1 V2 (mL)

(L/Menit) (L/Menit) (L/Menit) (mL) S1 S2 S3


3 1,6 2,0 2,7
1 4 100 3 30 0,7 1,5 2,6
5 0,2 1,6 1,7
3 3,0 1,6 1,2
2 4 100 4 30 0,6 0,5 0,4
5 0,5 2,2 0,2

4.2 Pembahasan
Neraca massa merupakan konsep dasar dalam rekayasa kimia yang memiliki
peran krusial dalam analisis proses absorber. Dalam konteks absorber, neraca massa
digunakan untuk memahami dan mengelola perpindahan massa gas ke dalam larutan
penyerap. Keseimbangan antara laju masuk dan laju keluar gas, disertai pemahaman yang
baik tentang reaksi kimia yang mungkin terjadi, menjadi kunci dalam menjaga efisiensi
proses penyerapan. Seperti yang dikemukakan oleh Seader (1998), "Neraca massa adalah
dasar dari setiap analisis proses. Tanpa pemahaman yang baik tentang neraca massa, tidak
mungkin untuk merancang atau mengoptimalkan proses absorpsi dengan efisien." Oleh
karena itu, neraca massa memainkan peran sentral dalam merancang dan mengelola
proses absorber untuk mencapai tujuan tertentu, seperti pengurangan emisi gas yang
diinginkan.
Dalam penerapan neraca massa pada absorber, fokus utama adalah menjaga
keseimbangan antara laju masuk dan laju keluar gas, memperhitungkan kemungkinan
adanya reaksi kimia selama proses. Analisis ini memberikan landasan yang kokoh untuk
merancang dan mengoptimalkan proses absorpsi agar sesuai dengan tujuan tertentu,
seperti mengurangi emisi gas CO2 dalam industri. Proses ini tidak hanya relevan secara
teknis tetapi juga memiliki dampak besar pada keberlanjutan lingkungan. Oleh karena itu,
pemahaman mendalam tentang neraca massa pada absorber tidak hanya menjadi alat
penting dalam pengembangan proses industri, tetapi juga dalam upaya menuju praktik
industri yang lebih berkelanjutan (Seader, 1998).

15
16

4.2.1 Hubungan Kurva pada S1, S2, S3 Terhadap Volume Laju Alir
4.2.1.1 Jumlah CO2 Yang Terserap Pada Bagian Bawah (S1)
Kurva Hubungan S1 Terhadap Volume Laju Alir
0,25
0,2
f3/(f2+f1)
3 L/menit
0,15 4 L/menit
V2/V1

v2/vi
0,1
0,05
0
0,0634 0,0625 0,0615 0,0983 0,0967 0,0952
F3/(F2+F1)

Gambar 4.1 Kurva Perbandingan Nilai Fraksi CO2 dari Flowmeter dan Fraksi
CO2 dari analisa Hempl pada Valve S1

Berdasarkan Gambar 4.1 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara fraksi
mol dan fraksi volume CO2 yang terserap dengan kecepatan aliran air. Variasi fraksi mol
CO2 pada berbagai kecepatan aliran air disebabkan oleh perbedaan dalam faktor F3, yang
pada gilirannya menghasilkan variasi fraksi mol CO2. Dengan demikian, besarnya fraksi
mol CO2 dipengaruhi oleh kecepatan aliran udara dan bukan kecepatan aliran air. Oleh
karena itu, perbedaan besarnya kecepatan aliran udara dan CO2 secara langsung
memengaruhi fraksi mol CO2 dihasilkan. Jadi, semakin tinggi kecepatan aliran udara
yang diterapkan, semakin besar fraksi mol CO2 yang akan terlarut dalam larutan (Solen,
2010).
Selain itu, observasi terhadap Gambar 4.1 juga memberikan indikasi bahwa variasi
fraksi volume CO2 yang terserap dapat dikaitkan dengan kecepatan aliran air. Penurunan
fraksi volume CO2 yang terserap pada kecepatan aliran air yang lebih tinggi mungkin
menunjukkan adanya keseimbangan yang kompleks antara interaksi antara gas CO2 dan
larutan air. Faktor F3 yang berubah dapat memengaruhi kapasitas penyerapan CO2 dalam
larutan, dan peningkatan kecepatan aliran air dapat memodifikasi distribusi CO2 di antara
fase gas dan fase larutan. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam terhadap faktor
ini penting dalam merancang sistem absorber yang efisien untuk pemisahan CO2 dari
campuran gas. Dengan analisis tersebut menggambarkan kompleksitas hubungan antara
kecepatan aliran air, fraksi mol CO2, dan fraksi volume CO2 (Solen, 2010).
17

4.2.1.2 Jumlah CO2 Yang Terserap Pada Bagian Tengah (S2)

Kurva Hubungan S2 Terhadap Volume Laju Alir


0,09
0,08
0,07
0,06
0,05 f3/(f2+f1)
3 L/menit
V2/V1

0,04 4 L/menit
0,03 v2/v1
0,02
0,01
0
0,0292 0,0289 0,0287 0,039 0,0386 0,0382
F3/(F2+F1)

Gambar 4.2 Kurva Perbandingan Nilai Fraksi CO2 dari Flowmeter dan Fraksi
CO2 dari analisa Hempl pada Valve S2

Analisis Gambar 4.2 mengungkapkan sebuah hubungan yang signifikan antara


fraksi mol CO2 dan fraksi volume yang terlarut dalam konteks variasi kecepatan aliran
air. Terlihat bahwa perubahan dalam laju aliran air mengakibatkan perubahan yang nyata
dalam fraksi mol CO2 yang berhasil terlarut dalam larutan air. Hal ini dapat dijelaskan
oleh variasi parameter F3 yang cenderung bervariasi seiring perubahan laju aliran air.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa besarnya fraksi mol CO2 sangat dipengaruhi
oleh dua faktor utama, yaitu kecepatan aliran udara dan kandungan awal CO2 dalam
larutan, sedangkan dampak dari perubahan kecepatan aliran air itu sendiri terlihat sebagai
faktor yang lebih kurang signifikan.
Sebagai hasilnya, semakin tinggi kecepatan aliran udara yang diterapkan dalam
proses, semakin tinggi juga fraksi mol CO2 yang berhasil terlarut dalam larutan air. Hal
ini, pada gilirannya, menghasilkan peningkatan fraksi volume CO2 yang terlarut dalam
larutan tersebut, menciptakan pemahaman yang lebih mendalam tentang peran krusial
kecepatan aliran udara dan kandungan awal CO2 dalam mengatur efisiensi proses
absorpsi gas CO2 dalam lingkungan kimia. Perbandingan antara kecepatan aliran udara
dan fraksi mol CO2 yang terlarut memberikan perspektif yang signifikan terhadap aspek
kinetika dalam proses penyerapan. Menunjukkan bahwa kecepatan aliran udara yang
tinggi dapat meningkatkan laju absorpsi gas CO2, ini dapat menjadi dasar untuk
pengembangan strategi peningkatan performa sistem absorber. (Solen, 2010).
18

4.2.1.3 Jumlah CO2 Yang Terserap Pada Bagian Atas (S3)

Kurva Hubungan S3 Terhadap Volume Laju Alir


0,18
0,16
0,14
0,12
V2/V1

0,1 F3/(f2+f1)
3 L/menit
0,08 4 L/menit
V2/V1
0,06
0,04
0,02
0
0,0634 0,0625 0,0615 0,0983 0,0967 0,0952
F3/(F2+F1)

Gambar 4.3 Kurva Perbandingan Nilai Fraksi CO2 dari Flowmeter dan Fraksi
CO2 dari analisa Hempl pada Valve S3

Hasil eksperimen menunjukkan bahwa fraksi mol CO2 dalam larutan NaOH
dan fraksi volume CO2 yang terserap oleh larutan ini meningkat seiring dengan
peningkatan kecepatan aliran air. Hal ini menunjukkan adanya korelasi positif antara
laju alir air dan kemampuan larutan NaOH untuk menyerap CO2. Hal ini mungkin
disebabkan oleh perbedaan dalam parameter F3 yang memengaruhi reaksi penyerapan
CO2 oleh larutan NaOH. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kecepatan aliran
udara yang diterapkan, semakin efisien penyerapan CO2 oleh larutan NaOH, yang
pada akhirnya menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam fraksi mol CO2 yang
terlarut dalam larutan air (Solen, 2010).
Ini menggaris bawahi pentingnya mengoptimalkan laju aliran air dalam
konteks proses penyerapan CO2, karena laju alir yang tepat dapat meningkatkan
efisiensi penyerapan dan fraksi mol CO2 yang diinginkan dalam sistem. Selain itu,
temuan ini memberikan wawasan tentang peran yang dimainkan oleh faktor-faktor
seperti laju alir air dalam proses penyerapan gas. Secara keseluruhan, hasil analisis ini
menyoroti pentingnya mengoptimalkan laju aliran air dalam konteks proses
penyerapan CO2. Menentukan laju aliran yang tepat tidak hanya dapat meningkatkan
efisiensi penyerapan, tetapi juga memiliki dampak langsung pada fraksi mol CO2 yang
dihasilkan dalam sistem. Hasil analisis ini memberikan pandangan tentang interaksi
kompleks dalam proses penyerapan CO2, juga landasan bagi pengembangan teknologi
yang lebih efisien dan berkelanjutan dalam mengelola emisi gas CO2 (Solen, 2010).
19

4.2.2 Hubungan Kurva Pada S1, S2, S3 Terhadap Gas CO2 Yang Terabsorpsi
4.2.2.1 Gas CO2 Yang Terabsorpsi Pada Bagian Bawah (S1)
Prosedur pengambilan sampel di atas kolom dalam percobaan neraca massa pada
absorber dimulai dengan mengatur valve yang mengatur aliran gas S1 ke piston,
sementara valve yang mengarahkan aliran gas ke perangkat S2 dan S3 pengambilan
sampel ditutup. Setelah sampel diambil, pengiriman gas ke perangkat pengambilan
sampel harus dihentikan dengan menutup valve yang relevan dan mengalihkan aliran gas
kembali ke kolom jika perlu. (Bird, R.B. 1960).

CO2 Terabsopsi Dengan Laju Alir Pada S1


5
4,5
4
Absobsi CO2

3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
1 2 3
Laju Alir Air

Grafik 4.4 Kurva CO2 Terabsopsi Dengan Laju Alir Air Pada S1

4.2.2.2 Gas CO2 Yang Terabsorpsi Pada Bagian Tengah (S2)


Prosedur pengambilan sampel dikolom tengah melibatkan pengaturan valve
dengan cermat untuk mengendalikan aliran gas CO2 yang memasuki kolom absorber.
Valve S2, yang terletak pada jalur aliran gas CO2, diatur sedemikian rupa untuk membuka
aliran gas yang akan ditarik ke perangkat pengambilan sampel. Aliran gas yang diarahkan
oleh valve S2 selanjutnya mengalir menuju piston. Piston memiliki peran penting dalam
proses ini karena mengatur laju aliran gas CO2 ke dalam kolom absorber. Dengan
pengaturan yang tepat dari valve dan piston, pengambilan sampel di atas kolom tengah
dapat dilakukan dengan presisi. (Bird, R.B. 1960).
20

CO2 Terabsopsi Dengan Laju Alir Pada S2


2,5

2
Absobsi CO2
1,5

0,5

0
1 2 3
Laju Alir Air

Grafik 4.5 Kurva CO2 Terabsopsi Dengan Laju Alir Air Pada S2

4.2.2.3 Gas CO2 Yang Terabsorpsi Pada Bagian Atas (S3)


Langkah pengambilan sampel di kolom bawah melibatkan serangkaian prosedur
yang sangat terorganisir. Salah satunya adalah pengaturan valve dengan sangat teliti
untuk mengendalikan aliran gas CO2 yang memasuki kolom absorber. Valve S3, yang
terletak di jalur aliran gas CO2, diatur sedemikian rupa sehingga membuka aliran gas yang
akan ditarik ke perangkat pengambilan sampel. Gas CO2 yang diarahkan oleh valve S3
selanjutnya mengalir menuju piston, yang memiliki peran sentral dalam proses ini. Piston
memungkinkan pengaturan yang sangat tepat terhadap laju aliran gas CO2 ke dalam kolom
absorber. (Bird, R.B. 1960).

CO2 Terabsopsi Dengan Laju Alir Pada S3


3
2,5
Absobsi CO2

2
1,5
1
0,5
0
1 2 3
Laju Alir Air

Grafik 4.6 Kurva CO2 Terabsopsi Dengan Laju Alir Air Pada S3
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pada percobaan neraca massa pada absorber dapat disimpulkan bahwa :
1. Absorbsi merupakan salah satu proses pemisahan dengan cara mengontakkan
campuran gas dengan cairan sebagai penyerapnya.
2. Semakin besar kecepatan aliran air maka akan semakin sedikit gas CO 2 yang
terserap.
3. Semakin lama waktu penyerapan, jumlah gas CO2 yang terserap semakin banyak.
Hal ini terjadi karena air lebih lama bereaksi dengan CO2 sehingga CO2 yang
terserap juga banyak.
5.1 Saran
Pada percobaan neraca massa pada absorber disarankan :
1. Selalu periksa tekanan gas yang masuk kedalam kolom absorber, karena tekanan
gas sangat berpengaruh pada penyerapan CO2
2. Saat pergantian katub, perhatikan dengan baik alur yang akan dilewati
sampel,karena pada alat kolom absorpsi, ada banyak katub untuk mengatur
jalannya sampel menuju piston.
3. Agar mendapat hasil CO2 yang diserap lebih banyak gunakan laju alir air yang
lebih lambat

21
DAFTAR PUSTAKA
Akmal. 2017. Studi Absorpsi CO2 Dalam Larutan MDEA-TEA Dengan Katalis.
PZ.Undergraduate thesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Ardhiany,S. 2018. Proses Absorpsi Gas CO2 Dalam Biogas Menggunakan Alat Absorber
Tipe Packing Dengan Analisa Pengaruh Laju Alir Absorben NaOH. Palembang:
Politeknik Akamigas Palembang.
Bird, R.B., Stewart, W.E., and Lightfoot, E.N. (1960). Transport Phenomena. New York:
John Wiley and Sons.
Brown, G.G.(1950). ” Unit Operation ” . New York: John Willey & Sons inc.
Solen, K.A. and Harb, J.N. (2010). "Introduction to Chemical Engineering: Tools for
Today and Tomorrow" (Edisi ke-5). Wiley.
Ludwi G, Ernest, E. ( 1979). “Appliend Process for Chemical and Petrochemical
Plants” (2nd ed). Houston Texas : Gulf Publising Company.
Perry, RH. (1984). “Chemical Enginering Hand Book” (6th ed). Singapore : McGraw-
Hill book. Co.
Seader, J.D. (1998). “Separation Process Principles”. New York: John Wiley.
MC.Cabe, W.L,Smith,JC, Harriot,P. (1985). “Unit Operation of Chemical
Engineering” (4th ed). New York : Mc.Graw-Hill.
Irianty, R.S, dkk . (2023). “Penuntun Praktikum Operasi Teknik Kimia I”. Pekanbaru:
Laboratorium Dasar-dasar Proses Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas
Teknik Kimia Universitas Riau.
Treybal, Robert E. 1981. Mass Transfer Operations, 3th edition. Mc Graw Hill
Inc.New york.

22
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

A.1 Analisa Sampel

Diketahui : 𝑉2 𝑉 )0-n
2
Yi=Y3= ( )i Y0- =(
n 𝑉
𝑉1 1

Neraca Massa Komponen CO2 :

[COn]in-[COn]out = [COn]absorben [F2+F3]Y3-[F2+(F3-Fan-3)]Y0-n


= Fan-3
[F2+F3]Y3-[F2+F3]Y0-n = Fan-3-[Fan-3]Y0-n

[F2+F3](Y3-Y0-n) = Fan-3-(1-Y0-n)
(𝑌3−𝑌0−𝑛)
Fan-3 = ×[F2+F3]
(1−𝑌0−𝑛)

Tabel A.1 Perhitungan Data S1


Flowmeter Perhitungan Yi
F1 (H2O) F2 (Udara) F3 (CO2) F3/(F2+F3) V2/V1
(L/Min) (L/Min) (L/Min)
3 100 3 0,0291 0,013
4 100 3 0,0291 0,026
5 100 3 0,0291 0,02
3 100 4 0,0384 0,036
4 100 4 0,0384 0,016
5 100 4 0,0384 0,006

Tabel A.2 Perhitungan Data S2


Flowmeter Perhitungan Yi
F1 (H2O) F2 (Udara) F3 (CO2) F3/(F2+F3) V2/V1
(L/Min) (L/Min) (L/Min)
3 100 3 0,0291 0,02
4 100 3 0,0291 0,013
5 100 3 0,0291 0,026
3 100 4 0,0384 0,04
4 100 4 0,0384 0,043
5 100 4 0,0384 0,04

23
24

Tabel A.3 Perhitungan Data S3


Flowmeter Perhitungan Yi
F1 (H2O) F2 (Udara) F3 (CO2) F3/(F2+F3) V2/V1
(L/Min) (L/Min) (L/Min)
3 100 3 0,0291 0,05
4 100 3 0,0291 0,026
5 100 3 0,0291 0,006
3 100 4 0,0384 0,01
4 100 4 0,0384 0,04
5 100 4 0,0384 0,036

A.2 Perhitungan CO2 Terabsorpsi pada Kolom


Fraksi CO2 dari kolom S3 pada F1= 3 L/menit F3=3 L/menit
𝑉2 1,5
Y3= ( )3 = = 0,05
𝑣1 30
Fraksi CO2 dari kolom S1 pada F1= 3 L/menit F3=3L/menit
𝑉2 0,4
Y0- ( 0−𝑛 = = 0,013
30
n=
)
𝑣1

Sehingga CO2 yang terabsorpsi pada kolom 1 adalah


(𝑌3−𝑌0−𝑛)
Fa1-3 = ×[F2+F3]
(1−𝑌0−𝑛)
(0,05−0,013)
Fa1-3 = ×[100+3]
(1−0,013)
Fa1-3 = 2,867L/menit

Tabel A.4 Data CO2 yang Terabsorpsi pada Kolom S1


F1 (H2O) F2(Udara) F3 (CO2) Gas dari Gas dari CO2
(L/Min) (L/Min) (L/Min) Sampel S1 Sampel S3 Terabsorpsi
(Y0-n) (Y3) (L/Min)
3 100 3 0,013 0,05 3,8612
4 100 3 0,026 0,026 0
5 100 3 0,02 0,006 -1,4714
3 100 4 0,036 0,01 -2,7780
4 100 4 0,016 0,04 2,5121
5 100 4 0,006 0,036 3,1086
25

Tabel A.5 Data CO2 yang Terabsorpsi pada Kolom S2


F1 (H2O) F2(Udara) F3 (CO2) Gas dari Gas dari CO2
(L/Min) (L/Min) (L/Min) Sampel S2 Sampel S3 Terabsorpsi
(Y0-n) (Y3) (L/Min)
3 100 3 0,02 0,05 3,1530
4 100 3 0,013 0,026 1,3566
5 100 3 0,026 0,006 -2,1149
3 100 4 0,04 0,01 -3,2187
4 100 4 0,043 0,04 -0,3228
5 100 4 0,04 0,036 -0,4291

Tabel A.6 Data CO2 yang Terabsorpsi pada Kolom S3


F1 (H2O) F2(Udara) F3 (CO2) Gas dari Gas dari CO2
(L/Min) (L/Min) (L/Min) Sampel S3 Sampel S3 Terabsorpsi
(Y0-n) (Y3) (L/Min)
3 100 3 0,05 0,05 0
4 100 3 0,026 0,026 0
5 100 3 0,006 0,006 0
3 100 4 0,01 0,01 0
4 100 4 0,04 0,04 0
5 100 4 0,036 0,036 0
26

LAMPIRAN B
DOKUMENTASI

Gambar B.1 Alat Neraca Absorber Gambar B.2 Kondisi Valve S1

Gambar B.3 Kondisi Valve S2 Gambar B.4 Kondisi Valve S3


27

Data Hasil Percobaan Praktikum


Operasi Teknik Kimia I
Semester Ganjil TA 2022/2023

Judul praktikum : Neraca Massa pada Absorber


Dosen pembimbing : Nurfatihayati, S.T., M.T
Hari, tanggal : Jumat, 20 Oktober 20223
Kelompok : V Kelas B
Praktikan : 1. Muhammad Ariq Falah 2207036502
2. Alfino Farhan Dwiputra 2207036503
3. Indah Rachmita 2207036508
4. Zahwa Eldys Syawitri 2207026087

Run F1 F2 F3 V1 V2
(mL)
(L/Menit) (L/Menit) (L/Menit) (mL) S1 S2 S3
3 1,6 2,0 2,7
1 4 10 3 30 0,7 1,5 2,6
5 0 0,2 1,6 1,7
3 3,0 1,6 1,2
2 4 10 4 30 0,6 0,5 0,4
5 0 0,5 2,2 0,2

Keterangan: F1 = Kecepatan aliran air (liter/menit)


F2 = Kecepatan aliran udara (liter/menit)
F3 = Kecepatan aliran CO2 (liter/menit)
V1= Volume gas pada tabung piston (ml)
V2= Volume gas CO2 yang terabsorpsi (ml)
S1 = Valve pada bagian bawah
S2 = Valve pada bagian tengah
S3 = Valve pada bagian atas

Mengetahui:
Asisten Praktikum, Praktikan:

1. Muhammad Ariq Falah (2207036502)


2. Alfino Farhan Dwiputra (2207036503)
3. Indah Rachmita (2207036508)
Fira Nabilah Ardi 4. Zahwa Eldys Syawitri (2207026087)

Anda mungkin juga menyukai