KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Petunjuk Praktikum
Unit Operasi Proses II.
Praktikum Unit Operasi Proses II merupakan pelengkap dari mata kuliah yang
terdapat pada semester 5 dan 6 oleh jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Indonesia. Adapun penyusunan buku petunjuk praktikum ini dimaksudkan untuk membantu
mahasiswa agar lebih mudah mendalami materi praktikum yang akan dilaksanakan.
Selanjutnya kami sampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak
yang telah membantu penyusunan buku ini, serta kami sampaikan pula penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada pemakai dan pembaca yang cukup berbaik hati menyampaikan
kritik dan saran bagi perbaikan.
Akhirnya kami berharap semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Kenny Lischer
Tim Penyusun :
1. Dr. Ir. Sukirno, M.Eng.
2. Kenny Lischer, S.T.
3. Novita Handayani
4. Ellen Dawitri
5. Yoga Tamala
6. Andika Jaya Rosul
7. Bintang Mahaputra
8. Rizqi Fadhli Syahra, S.T.
9. Fandy Label Honggono
10. Wisnu Wardana
11. Alif Kurniaputera Artanto
Teknik Kimia ii
Praktikum UOP II UNIT OPERASI PROSES II (ENCH600020)
DAFTAR ISI
MODUL PRAKTIKUM.......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM.........................................................................................................iv
FORMAT PENULISAN LAPORAN PRAKTIKUM......................................................................vi
1. Kegiatan praktikum UOP II terdiri dari tes awal (oleh pembimbing), praktikum
pembuatan laporan praktikum dan ujian akhir
2. Sebelum tes awal, praktikan harus mempelajari bahan-bahan yang akan
dipraktikumkan
3. Untuk setiap modul praktikum, sebelum praktikan melaksanakan praktikum
diwajibkan menghadap dosen pembimbing untuk mendapatkan surat penugasan dari
dosen yang bersangkutan (akan diadakan diskusi dan tes awal sebelum mendapatkan
persetujuan dari pembimbing)
4. Praktikan tidak dibenarkan mengikuti praktikum sebelum mendapatkan surat
penugasan yang ditanda tangani pembimbing (formulir dapat diambil pada petugas
laboratorium UOP II)
5. Setiap anggota kelompok diwajibkan menyediakan buku jurnal yang dipegang oleh
kelompok praktikan
6. Kepada setiap anggota kelompok yang akan praktikum, jumlah anggota kelompok
tersebut harus lengkap. Apabila salah satu anggota berhalangan hadir, maka anggota
kelompok terseut dianggap gugur/tidak lulus dalam percobaan modul tersebut, kecuali
ada alasan kuat.
7. Praktikan harus hadir 10 menit sebelum praktikum dimulai dan tidak diperkenankan
keluar Lab/pulang, kecuali atas izin asisten.
8. Praktikan wajib menandatangani daftar hadir yang telah disediakan
9. Selama percobaan berlangsung praktikan tidak diperbolehkan melakukan tindakan-
tindakan yang dapat mengganggu praktikan lain dan/atau tindakan-tindakan yang
dapat mengundang bahaya/resiko
10. Data percobaan ditulis dalam formulir yang telah disediakan (rangkap 2), 1 lembar
diserahkan kepada asisten setelah percobaan selesai
11. Jika mengalami kesulitan dengan peralatan atau menemui kejanggalan-kejanggalan
laporkan pada asisten atau dosen pembimbing
12. Setiap kerusakan alat yang disebabkan kelalaian, diwajibkan untuk mengganti
13. Peminjaman semua jenis peralatan, praktikan diwajibkan mengisi formulir
peminjaman
14. Setelah praktikum selesai, praktikan harus membersihkan kembali peralatan yang
dipergunakan, menyerahkan data-data pada asisten dan menandatangani daftar hadir
15. Laporan akhir diserahkan paling lambat pada hari yang sesuai dengan jadwal
penyerahan laporan terlampir. Laporan diserahkan ke dosen pembimbing atau dosen
pembimbing modul praktikum yang lain apabila dosen pembimbing modul yang
bersangkutan tidak hadir. Keterlambatan 1 (satu) hari dalam penyerahan laporan akan
mengakibatkan pemotongan nilai laporan sebesar 10%.
16. Tidak diperkenankan memanipulasi data/mengkopi data milik kelompok orang lain
17. Pelanggaran terhadap butir 9 dan 16 menyebabkan seluruh nilai UOP II gugur
18. Semua kegiatan dan penilaian praktikum UOP II harus selesai pada semester yang
bersangkutan dan tidak diadakan kegiatan susulan pada semester berikutnya.
Teknik Kimia iv
Praktikum UOP II UNIT OPERASI PROSES II (ENCH600020)
Penilaian :
1. Hasil tes awal dengan dosesn pembimbing 20%
2. Pelaksanaan praktikum (dinilai oleh asisten) 20%
3. Laporan praktikum 30%
4. Ujian akhir 30%
Sanksi :
Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh praktikan kepada tata tertib di atas dapat
dikenakan sanksi sebagai berikut,
1. Praktikan modul yang bersangkutan dibatalkan dan ditunda pada waktu yang lain
2. Praktikum modul yang berangkutan dibatalkan dan tidak diberi nilai
3. Seluruh praktikum UOP II dianggap gugur dan tidak diberi nilai
4. Seluruh praktikum UOP II dianggap gugur dan mahasiswa yang bersangkutan tidak
diperkenankan mengikuti praktikum UOP pada periode berikutnya.
1.
Teknik Kimia v
Praktikum UOP II UNIT OPERASI PROSES II (ENCH600020)
1. Setiap kelompok praktikan hanya diwajibkan membuat satu (1) buah laporan akhir
2. Laporan akhir diketik pada kertas A4 dengan jarak 1,5 spasi
3. Laporan harus dijilid rapi dengan sampul warna biru tua
4. Laporan berisi :
Bab I : Pendahuluan yang berisi teori dan tujuan percobaan dan segala sesuatu
yang menyangkut pengetahuan tentang proses & operasi yang
dipraktikumkan
Bab II : Teori
Bab III : Prosedur dan data eksperimen
Bab IV : Hasil dan Pembahasan
Bab V : Kesimpulan
Daftar Pustaka
Lampiran : yang berisi jawaban pertanyaan/tugas data-data literatur atau contoh
perhitungan
Teknik Kimia vi
Praktikum UOP II UNIT OPERASI PROSES II (ENCH600020)
I. TUJUAN
II. TEORI
Harga koefisien perpindahan massa bergantung kepada komponen fasa yang ditinjau,
kecepatan aliran kedua fasa, waktu kontak antar kedua fasa, serta keadaan system itu sendiri.
Karakteristik perpindahan massa pada keadaan laminar akan berbeda dengan perpindahan
massa pada keadaan turbulen.
Meskipun dalam percobaan Wetted Wall Column ini tidak ditujukan untuk pemisahan
komponen, tetapi cukup dapat digunakan untuk menerangkan mekanisme perpindahan massa
serta untuk memahami karakteristik perpindahan massa secara umum.
Bila ditinjau komponen A bergerak di dalam suatu larutan, maka laju pindah massa A
dalam arah z per-satuan luas (flux A0) disefinisikan sebagai berikut:
∂ CA ∂C A
J A=−D AB =−CD AB
∂z ∂z
(1)
Persamaan diatas biasa disebut sebagai Hukum ’Fick pertama’. Hukum Fick Pertama
didasarkan adanya pemahaman mengenai gradien konsentrasi antara dua titik akibat
terjadinya difusi molekular (molecular diffusion), yang dapat didefinisikan sebagai proses
perpindahan atau gerakan molekul-molekul secara individual yang terjadi secara acak. DAB
disebut sebagai difusifitas zat A melalui zat B. Jika komponen A dan komponen B bergerak,
maka perpindahan massa harus didefinisikan terhadap suatu posisi yang tertentu, berkas
aliran komponen A disebut NA dan berkas B berharga negatif dan disebut NB. Sehingga
berkas aliran total menjadi:
N = NA + NB (2)
Persamaan ini menunjukkan gerakan berkas molar komponen A yang merupakan jumlah
cA
resultan berkas molar total (molar total flux) yang memiliki fraksi A sebesar xA = c dan
pergerakan komponen A yang dihasilkan dari difusi JA. Persamaan2 dapat ditulis ulang
sebagai berikut :
cA dx A
N A= ( N A + N B )−cD AB
c dz (3)
Persamaan diatas disebut sebagai hukum ’Fick kedua’. Pada persamaan Hukum Fick
kedua mekanisme perpindahan massa konveksi mulai diperhitungkan karena fluida
mengalami pergerakan sehingga mempengaruhi proses difusi. Untuk gas ideal berlaku :
P c Ac PA
c=
R .T
, P A=x A . P , dan
c
=( )( )
P ,
maka persamaan 3 dapat diturunkan sebagai berikut :
PA D AB dP A
N A= ( N A + N B )−
P R .T dz (4)
Pada suatu perpindahan massa WWC, laju perpindahan massa pada lokasi tertentu dapat
dihitung dengan mengintegrasikan persamaan di atas dengan menganggap NA=0 (tidak ada
perpindahan massa udara ke air).
Proses difusi dalam percobaan ini berlangsung pada daerah antar muka (interface)
antara aliran udara dan aliran air. Aliran air yang menyusuri dinding kolom diusahakan
membentuk lapisan tipis atau film yang kemudian akan kontak dengan aliran udara yang
mengalir di tengah kolom.
Perpindahan massa sangat dipengaruhi dengan waktu kontak antara aliran air dan
udara, selain itu banyak dipengaruhi oleh faktor lain seperti keadaan aliran air yang laminer
atau turbulen. Pada percobaan ini divariasikan pula aliran udara dengan merubah laju alirnya
Teknik Kimia ix
Praktikum UOP II UNIT OPERASI PROSES II (ENCH600020)
dan variasi laju air dari laminer, transisi, dan turbulen. Hasil perpindahan massa yang terjadi
diukur melalui humiditas (kelembaban) udara yang telah melakukan kontak dengan air.
D AB PT
NA=− P Ai −P A 1 )
RT z . P BM ( (5)
z2 P
D AB Ai dP A
N A ∫ dz =− ∫
RT P A !
z 1
(1− PP ) A
(6)
D AB . P
N A= ( P −P )=k G ( P Ai −P A 1 )
RT ( z 1 −zi )P BM Ai A 1 (7)
P BM −PBL P AL −P Ai
PBM = =
P BL P−P AL
dengan
ln
( )
PBi
ln
[ ( P−P Ai) ] (8)
Persamaan 5 dapat ditulis ulang dengan berdasarkan satuan konstanta perpindahan
massa, seperti NA = ky (yAi-yA1) = kG (PAi-PA1) = kc (cAi – cA1). Dengan ky, kG, kc adalah
koefisien perpindahan massa lokal dengan satuan yang sesuai.
Perpindahan massa terjadi sepanjang kolom seperti terlihat pada gambar2 dibawah,
maka berkas molar NA dapat dituliskan sebagai berikut:
NA = ky,av (yAi-yA1)M = kG,av (PAi-PA1)M (9)
ky,av dankG,av adalah koefisien perpindahan massa rata-rata
Dengan :
( y AI − y AO )−( y AI − y AL )
( y Ai − y A 1 ) M =
( y Ai − y AO )
ln
[ ( y AI − y AL ) ] = beda konsentrasi logaritmik
(10)
Teknik Kimia x
Praktikum UOP II UNIT OPERASI PROSES II (ENCH600020)
Air YAL
x + dx
L + dL G + dG
y + dy
dz
L G
x y
Udara YA0
Gambar 2. Mekanisme perpindahan massa pada kolom
Teknik Kimia xi
Praktikum UOP II UNIT OPERASI PROSES II (ENCH600020)
G. dy
∫k =∫ dA
G P(1− y )( y i − y )
G
,
diasumsikan k G . P dan yi konstan, maka :
kG . P yi− y A 0 1− y AL
G
=
1
∫ dy
=
1
( 1− yi ) ( 1− y )( y i− y ) ( 1− y i )
ln
[( y i− y AL )( 1− y AO )] (11)
ρ.v .d.
Re = μ (14)
μ
Sc=
ρ . D AB (15)
Sherwood number merupakan bilangan tak berdimensi yang menggambarkan
besarnya kemampuan terjadinya perpindahan massa melalui mekanisme difusi. Besar
kecilnya bilangan Sherwood menunjukkan fenomena perpindahan massa yang terjadi (dalam
hal ini antara air dan udara).
Terkadang bilangan Sherwood merupakan gabungan dari bilangan tak berdimensi
lainnya melalui suatu konstanta tertentu sebagai penghubung yaitu gabungan dari bilangan
Reynold dan bilangan Schmidt. Korelasinya dapat dilihat pada persamaan 12
Bilangan Sherwood merupakan bilangan yang paling berperan dalam penentuan
karakteristik fluida yang diteliti. Apakah suatu fluida alir bersifat turbulen, transisi atau
laminer dapat diketahui dari bilangan Reynold. Sedangkan bilangan Schmidt merupakan
bilangan yang menghubungkan karakteristik fluida yang mengalir dengan kemampuan
dipandang sebagai besaran pengganti konsentrasi dalam fenomena difusi. Adapun absolut
humidity adalah rasio massa uap dan massa gas, dan dalam Wetted Wall Column adalah
sebagai rasio massa uap air dengan massa udara kering.
Penentuan fraksi mol air dalam udara kering dilakukan dengan membagi humidity
dengan berat molekul air dan udaranya.
( H i/ M A )
Y A 1=
( H i / M A +1/ M B ) (16)
Dimana A = air, B = udara, dan Hi = kelembaban
Dapat terlihat bahwa humidity realtif dari udara kering hádala nol. Ini terjadi karena
pada udara kering tidak mengandung udara kering sehingga humidity relatifnya hádala nol
persen.
Humidity absolut udara keluar lebih besar karena dengan dikontakkannya udara
dengan air sebelum udara keluar, otomatis, kandungan air dalam udara setelah pengontakkan
akan lebih besar. Adapun humidity interface memiliki kecenderungan lebih kecil dari udara
keluar, hal ini karena humidity interface sangat dipengaruhi temperatur udara bula dalam
permukaan kontak, sedangkan temperatur bula udara merupakan temperatur rata-rata dari
udara masuk dan udara keluar.
Laju alir udara dan air yang berbeda seharusnya mempengaruhi kelembaban absolut
udara, namun dalam percobaan ini ternyata harga kelembaabn udara relatif sama untuk setiap
laju alir, hal ini dikarenakan temperatur udara masuk dan keluar pada laja alir yang relatif
sama.
Laju alir yang rendah memungkinkan terjadinya kontak yang besar sehingga tentunya
transfer massa antara air ke udara menjadi besar yang ditunjukkan oleh besarnya humidity
absolut. Namur meski demikian peran laju alir tetap berpengaruh. Sehingga humidity absolut
akan bernilai optimum pada saat laja alir udara dan air minimum.
konsentrasi dari fluida yang dikontakkan maka koefisien perpindahan massanya disimbolkan
dengan kc (untuk gas) dan kL (untuk liquid). Bila transfer massa dipengaruhi oleh fraksi mol
konstituen yang berkontakkan maka disimbolkan dengan ky (gas) atau kL (liquid).
Dalam percobaan ini koefisien perpindahan massa disimbolkan dengan kG karena
transfer massa diakibatkan oleh beda tekanan (Δp) antara air dan udara. Seharusnya semakin
kecil laju alir air akan memperbesar kontak harga k G. Hal ini terjadi karena pada laju alir yang
kecil akan memperbesar kontak antara air dan udara yang mempermudah transfer massa
antara keduanya sehingga koefisien transfer massanya pun besar.
Secara eksperimental penentuan dan pengukuran harga koefisien transfer massa dapat
dilakukan dengan metode :
a. Transfer massa eksternal, seperti difusi partikel keluar pipa atau silinder.
b. Pengukuran laju dissolution solid pada berbagai laju alir liquid untuk mengukur
koefisien transfer massa liquid dalam aliran turbulen.
c. Wetted Wall Column.
d. Eksperimen yang dibuat dalam peralatan mass transfer aktual, seperti packed column.
Teknik Kimia xv
Praktikum UOP II UNIT OPERASI PROSES II (ENCH600020)
III. PROSEDUR
I. ALAT DAN BAHAN
Alat
Alat yang digunakan seperti figure diatas namun bedanya pada alat di lab ialah tidak
ada alat heater dan pengontrolnya. Adapun alat-alat lain yang digunakan ialah sbb :
- Kompresor : berfungsi untuk mengalirkan udara ke dalam sistem
- Termometer: berfungsi untuk mencatat temperatur udara masukan, temperature
udara keluaran baik dry maupun wet.
- Relative Humidity Display : berfungsi sebagai pencatat nilai humidity
- Kolom udara: berfungsi sebagai tempat terjadinya proses kontak antara air dan
udara
- Sumber air: berasal dari lab POT yang dialirkan ke alat melalui selang kecil
Material
- Air
- Udara
5. Ulangi percobaan dengan mengubah laju alir sebanyak dua kali yaitu untuk
aliran transisi dan turbulen, masing-masing dengan perubahan laju alir udara
sebanyak enam kali. Lalu mencatat semua data yang diperlukan seperti pada
poin empat.
III. LAPORAN
- Hitung Bilangan Reynold untuk membuktikan jenis aliran air, apakah turbulen,
transisi, atau laminer.
- Hitung koefisien perpindahan massa
- Hitung Bilangan Sherwood, Reynold, Schmidt
- Hitung konstanta K, a, dan b dalam hubungannya dengan Bilangan Sherwood,
Reynold, Schmidt
IV. PERTANYAAN
- Hitung Bilangan Reynold untuk membuktikan jenis aliran air, apakah turbulen,
transisi, atau laminer.
- Hitung koefisien perpindahan massa
- Hitung Bilangan Sherwood, Reynold, Schmidt
- Hitung konstanta K, a, dan b dalam hubungannya dengan Bilangan Sherwood,
Reynold, Schmidt
IV.
I. TUJUAN
Untuk mengetahui dan memahami proses pengontrolan laju alir dari suatu sistem
sederhana dengan melihat berbagai harga yang dikontrol, masukan, dan juga
pengaturan konstanta-konstanta PID.
II. TEORI
Di dalam suatu sistem apa saja, termasuk sistem tubuh manusia dan makhluk
hidup lainnya, diperlukan adanya sebuah pengontrol. Dengan adanya pengontrol, suatu
sistem bisa berjalan dengan baik dan semestinya.Aktivitas industri, sama seperti sistem-
sistem lainnya, juga membutuhkan pengontrol. Variabel-variabel yang dikontrol pada
industri diantaranya adalah tekanan, temperatur, laju alir, komposisi produk, ketinggian
cairan, dan sebagainya.Laju Alir merupakan salah satu variabel yang paling penting
untuk dikontrol.
Sistem kontrol otomatis terdiri dari suatu sistem yang akan dikontrol dan alat
kontrol untuk mengontrol sistem tersebut. Dalam hal ini kestabilan suatu sistem adalah
faktor yang sangat penting pada sistem kontrol pada saat melaksanakan tugasnya.
Pengontrolan proses menangani sistem yang akan dikontrol agar mempunyai
kemampuan untuk menjadi stabil dengan otomatis, sehingga hasil pengontrolannya
akan selalu berada pada kondisi stabil. Dengan demikian kondisi stabil perlu dihasilkan
terlebih dahulu, baru kemudian dapat dilakukan berbagai percobaan sesuai dengan
kondisi yang diinginkan.
Secara umum, terdapat tujuh tujuan utama dari kontrol proses, yakni: (1)
keamanan dan keselamatan kerja (safety); (2) perlindungan lingkungan
(environmentalprotection); (3) perlindungan alat (equipment protection); (4) operasi
yang mulus dan laju produksi yang tinggi (smooth operation and production rate); (5)
kualitas produk (product quality); (6) keuntungan (profit); (7) monitoring dan
diagnosis.
Biasanya, pada sebuah industri sudah terdapat peralatan kontrol sehingga tinggal
karakteristik dinamis dan statis dari suatu proses perlu untuk dibuat agar pengontrolan
laju alir dapat dilakukan. Karena karakteristik respon dinamis dari perubahan laju alir
Teknik Kimia xx
Praktikum UOP II UNIT OPERASI PROSES II (ENCH600020)
memiliki hubungan terhadap waktu dan faktor-faktor lainnya, maka pengaturan laju alir
tidak bisa dilakukan secara sederhana (ON-OFF Control), melainkan harus dengan
algoritma tertentu, misalnya PID (Proportional, Integral, Derivative).
Berikut ini adalah beberapa persamaan yang digunakan dalam perhitungan
percobaan:
1. Menentukan Gain/Penguatan pada karakteristik static
perubahan kecil dari laju aliran
K= (1)
perubahan kecil daribukaan katup
2. Menghitung persentasi Gain (K) pada karakteristik step respons
α
K= (2)
β
Dimana:
lebar variasi output (variabel yang dikontrol)
α= (3)
maximum lebar variasi ( skala penuh dari variabel yang dikontrol)
lebar variasi input (variabel yang dimanipulasikan)
β= (4)
maximum lebar variasi (skala penuh dari variabel yang dikontrol)
3. Menentukan konstanta waktu (T) dan “dead time” (L)
Diasumsikan bahwa sistem kontrol adalah orde satu dengan suatu dead time
atau time lag. Konstanta waktu dinyatakan sebagai waktu yang dibutuhkan dari mulai
keluaran terlihat sampai mencapai 63.2% dari keluaran. Time lag adalah waktu yang
diperlukan dari masukkan sampai keluarnya keluaran pada rekorder.
s
T
v (5)
Dengan L’ = jarak pada grafik antara titik awal dan mulainya respon
s = jarak keluaran terlihat sampai mencapai 63.2% lebar keluaran
v = kecepatan kertas = 0.1666 mm/s
L= dead time
T= waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 63.2% dari awal respon
4. Menentukan fungsi transfer
Pada sistem yang digunakan pada praktikum ini diasumsikan proses berjalan
dengan orde satu dengan adanya dead time. Jika dibuatkan fungsi matematikanya
menjadi ,
K − Ls
G(s)= e
1+Ts
(6)
L = dead time
T = respons keluaran setelah mencapai 63,2% dari keluaran
R = respons speed (= A/T (% menit))
A = variabel yang dikontrol, yang ditimbulkan oleh step respons, dinyatakan dalam %
∆p = lebar variasi dari masukan (variabel yang dimanipulasikan), dinyatakan dalam %
A &∆p dinyatakan sebagai α dan β.
Jadi : A = α × 100%
B = β × 100%
Konstanta PID dapat diperoleh dengan memakai RL dan ∆p, sebagaimana tabel
dibawah ini :
PB Ti Td
P action 100×RL/∆p - -
PI action 111×RL/∆p 3,3 L -
III. PROSEDUR
A. ALAT DAN BAHAN
Alat
1. Flow Meter
2. Orifice Flow Transmitter
3. Recorder
4. Controller
5. Control Valve
6. Pompa Air
7. Tangki Penyedia Air (Reservoir)
Bahan
1. Air
B. PROSEDUR PERCOBAAN
C. LAPORAN
DAFTAR PUSTAKA
Koppel, Lowell B et all. 1965. Process Systems Analysis and Control. Mc Graw Hill
Book Co. Ltd. New York.
Ogata, Katsuhiko. 1985. Automatic Control Technique. Penerbit Erlangga.
Patranis D. 1981.Principles of Process Control. Tata Mc Graw Hill Publishing Co
Ltd. New Delhi.
Unknown. 1987. Practical Exercise Manual For Model Plant For Measurement.
Ogawa Seiki Co Ltd. Tokyo.
I. TUJUAN
Mengamati berbagai respons yang terjadi (perubahan tekanan ataupun valve) jika
suatu sistem pengaturan tekanan mendapatkan berbagai macam masukan.
Mengamati karakteristik dari masing-masing perangkat pengontrol itu sendiri
(karakteristik valve, controller, optimasi konstanta-konstanta pengontrol, dan lain-
lain).
II. TEORI
temperatur line fuel gas secara manual, proses variabelnya adalah suhu. Lalu operator
membandingkan apakah hasil pengukuran tersebut sesuai dengan apa yang
diinginkan. Besar proses variabel yang diinginkan tadi disebut desired set point.
Perbedaan antara process variabel dan desired set point disebut error.
Dalam sistem kontrol suhu di atas dapat dirumuskan secara matematis:
Error = Set Point – Process Variabel
Process variabel bisa lebih besar atau bisa juga lebih kecil daripada desired set point.
Oleh karena itu error bisa diartikan negatif dan juga bisa positif.
Biasanya, pada sebuah industri sudah terdapat peralatan kontrol sehingga
tinggal karakteristik dinamis dan statis dari suatu proses perlu untuk dibuat agar
pengontrolan laju alir dapat dilakukan. Karena karakteristik respon dinamis dari
perubahan laju alir memiliki hubungan terhadap waktu dan faktor-faktor lainnya,
maka pengaturan laju alir tidak bisa dilakukan secara sederhana (ON-OFF Control),
melainkan harus dengan algoritma tertentu, misalnya PID (Proportional, Integral,
Derivative).
Berikut ini adalah beberapa persamaan yang digunakan dalam perhitungan
percobaan:
6. Menentukan Gain/Penguatan pada karakteristik static
perubahan kecil dari laju aliran
K= (1)
perubahan kecil daribukaan katup
7. Menghitung persentasi Gain (K) pada karakteristik step respons
α
K= (2)
β
Dimana:
lebar variasi output (variabel yang dikontrol)
α= (3)
maximum lebar variasi ( skala penuh dari variabel yang dikontrol)
lebar variasi input (variabel yang dimanipulasikan)
β= (4)
maximum lebar variasi (skala penuh dari variabel yang dikontrol)
8. Menentukan konstanta waktu (T) dan “dead time” (L)
Diasumsikan bahwa sistem kontrol adalah orde satu dengan suatu dead time
atau time lag. Konstanta waktu dinyatakan sebagai waktu yang dibutuhkan dari mulai
keluaran terlihat sampai mencapai 63.2% dari keluaran. Time lag adalah waktu yang
diperlukan dari masukkan sampai keluarnya keluaran pada rekorder.
s
T
v (5)
Dengan L’ = jarak pada grafik antara titik awal dan mulainya respon
s = jarak keluaran terlihat sampai mencapai 63.2% lebar keluaran
v = kecepatan kertas = 0.1666 mm/s
L= dead time
T= waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 63.2% dari awal respon
9. Menentukan fungsi transfer
Pada sistem yang digunakan pada praktikum ini diasumsikan proses berjalan
dengan orde satu dengan adanya dead time. Jika dibuatkan fungsi matematikanya
menjadi ,
K − Ls
G(s)= e
1+Ts
(6)
L = dead time
III.PROSEDUR
A. ALAT DAN BAHAN
Alat
1. Recorder
2. Controller
3. Control Valve
4. Compressor
B. PROSEDUR PERCOBAAN
Sisa air (jika ada) dibuang dari tangki ukur (bejana tekan) dengan jalan membuka
valve no 3.
Tutuplah valve 1 dan 3, serta buka stop valve 2.
Flow meter dibuka dengan membuka katup jarum (needle valve) sedikit.
“On” kan power supply untuk instrumen.
Udara dialirkan dengan menghidupkan kompressor.
Atur supply tekanan udara untuk instrumen 1.4 kg/cm2g.
Set controller pada posisi manual dan buka valve pengontrol tekanan sekitar 50%.
Tekanan sekunder untuk memasok tangki ukur diatur sehingga tekanannya0.7
kg/cm2.
Flow meter diatur dengan menggunakan katup jarum hingga recorder mencatat
tekanan 0.3 kg/cm2.
Tujuan Percobaan:
Mengamati/mencatat perubahan harga yang dikontrol terhadap perubahan variabel
pada pengontrol (controller)
Prosedur:
b.2.1Karakteristik Statik
Lakukan persiapan
Set controller ke posisi automatis –A (dalam hal ini controller harus diset pada
harga optimum PID tidak diketahui, controller harus diset pada posisi manual).
Berturut-turut set controller pada tekanan 0.2 ; 0.3 dan 0.4 kg/cm 2. Masing-masing
baca harga output controlnya ( dalam hal ini adalah bukaan valve pengatur
tekanan , dalam %) hingga mencapai harga yang stabil. Jika controller diset pada
manual, pengontrolan tekanan tangki dilakukan secara manual.
Mengubah laju alir dengan menggunakan katup jarum, ulangi percobaan di atas.
Catat hasilnya sebagai berikut :
Tekanan tangki : 0.2 : 0.3 : 0.4
Output control (%) : : :
Laporan
1. Cari nilai K!
2. Buat grafik hubungan antara PV, MV dengan SV
b.2.2 Karakteristik Step Respons dengan Variabel yang Dimanipulasi sebagai Masukan
Lakukan persiapan
Set controller pada posisi manual, set tekanan tangki 0.3 kg/cm2 secara manual dan
setelah stabil baca harga output control dari controller atau dari “entry data unit”
Ubah output control secara tiba-tiba dengan menekan tombol MV (untuk control
manual) yang berada pada controller.
Catat perubahan yang terjadi hingga mencapai kesetimbangan lagi. Baca harga
output control dari controller.
Laporan:
1. Cari nilai K!
2. Cari persamaan FOPDT!
b.3 Karakteristik Sistem Pengontrolan
Tujuan Percobaan:
Mengamati/mencatat perubahan harga yang dikontrol dengan menggunakan
pengesetan sebagai input sehingga didapatkan suatu “step response” atau “frequency
response”.
Prosedur:
b.3.1Karakteristik step respons yang Diset sebagai Masukan
Lakukan persiapan
Set controller ke automatis (controller harus diset pada harga optimum)
Set controller pada harga 0.3 kg/cm2
Setelah stabil, ubah pengesetan controller pada harga 0.4 kg/cm2.
Catat hasil perubahan tekanan yang terjadi hingga mencapai kesetimbangan
Bahas hasilnya : atenuasi, overshoot, dan setting time
Sebelum mengubah pengesetan secara tiba-tiba sebagaimana disebutkan di (d), ubah
harga PID controller dengan berbagai variasi, dan ikuti prosedur yang sama
sebagaimana di atas.
Laporan:
1. Buat grafik hubungan antara laju alir dengan PV
b.3.2Metoda Pengaturan Optimum Ziegler Nichols
Metode ini digunakan untuk menentukan harga pengaturan optimum didasarkan pada
data cycling dari sistem. Caranya:
Set “Integral Time” ke harga maksimum (Ti)
Set “Derivative Time” ke harga minimum (Td)
Secara perlahan-lahan kurangi “Proportional Band” sampai mulai terjadi cycling yang
ditunjukkan pada recorder. Harga ini dibagikan terhadap angka 100 maka hasilnya
disebut sebagai sensitifitas optimum (Ku)
Hitung juga periode cycling dengan menggunakan stopwatch
Hitung konstanta PID dengan menggunakan tabel di bawah ini:
Kp TI TD
P action 0.5 Ku - -
PI action 0.45 Ku 0.83 Tu -
PID action 0.6 Ku 0.5 Tu 0.125 Tu
Laporan:
Catat nilai-nilai P, Ti, dan Td yang dihasilkan pada percobaan ini
DAFTAR PUSTAKA
Koppel, Lowell B et all. 1965. Process Systems Analysis and Control. Mc Graw Hill
Book Co. Ltd. New York.
Ogata, Katsuhiko. 1985. Automatic Control Technique. Penerbit Erlangga.
Patranis D. 1981.Principles of Process Control. Tata Mc Graw Hill Publishing Co
Ltd. New Delhi.
Unknown. 1987. Practical Exercise Manual For Model Plant For Measurement.
Ogawa Seiki Co Ltd. Tokyo.
MODUL ABSORBSI
I. TUJUAN
II. TEORI
II.1 Percobaan 1
Perubahan tekanan dalam kolom kering bisa dianggap sebagai fungsi dari laju alir
udara yang memenuhi persamaan garis linear dengan memplot data-data yang didapat
kedalam grafik log-log.
II.2 Percobaan 2
Perubahan tekanan bisa dianggap sebagai fungsi dari laju alir udara untuk laju alir air
yang berbeda sepanjang kolom absorbsi.
II.3 Percobaan 3
a) Kandungan CO2 dalam gas sampel
V2
fraksi volume CO2= ( )
V1 i
(1)
V2
Jika jumlah CO2 yang terabsorbsi dalam liter/detik dinyatakan sebagai F a , maka:
Fi Y i −F o Y o =F a (8)
( F 2+ F 3 ) Y i−[ F 2 + ( F3 −Fa ) ] Y o=F a (9)
Jumlah CO2 yang terabsorbsi adalah:
( Y 1−Y 0 ) ( ( F 2 + F3 ) ) ( Y 1−Y 0 )
F a= = xtotalalirangasmasuk (10)
1−Y o 1−Y o
Note: liter/detik bisa dikonversi menjadi gmol/detik dengan cara berikut:
Fa tekanan rata−rata kolom mmHg 273
G a= × × (11)
22.42 760 mmHg temperatur kolomrata−rata( K )
II.4 Percobaan 4
a) Jumlah CO2 bebas dalam sampel air dihitung dengan menggunakan
persamaanCO2 bebas (mol/liter) = Cdi = (VB dari S5 × 0,027 M) / volume sampel,
solubilitas dari CO2 dalam air adalah fungsi dari temperatur. Keakuratan dari
metode titrimetrik ini berkisar 10%.
b) Jumlah CO2 yang diserap pada jangka waktu tertentu ( misal 30 menit)
[ Cd ( t=40 )−Cdi( t=10) ] xVt (12)
lajurata−rata= gmol /detik
30 x 60
[ Cdi−Cd 0 ] gmol
lajuabsorpsi=F 1 (15)
detik
II.5 Percobaan 5
Absorbsi CO2 dari campuran dengan udara pada NaOH memiliki karakteristik reaksi
sebagai berikut.
CO2 + 2NaOH → Na2CO3 + H2O
Pada kondisi yang dipilih untuk melangsungkan percobaan, jumlah CO 2 yang terpisah
dari aliran udara dapat diestimasi menggunakan jumlah NaOH dan Na2CO3 pada
sampel cair, karena hampir tidak ada CO2 bebas yang tersisa tidak bereaksi pada
cairan.Dalam menggunakan analisis titrasi, asam pertama kali digunakan untuk
menetralkan NaOH dan pada waktu yang sama mengubah semua natrium karbonat
menjadi bikarbonat. Konsentrasi total karbonat dapat diketahui sehingga jumlah CO 2
terabsorb dapat dihitung. Untuk sampel inlet (valve S5) dan outlet (valve S4),
perhitungan konsentrasi NaOH dan Na2CO3 sebagai berikut.
T 2 −T 1
C Na CO = × 0,2 M ×0,5 (17)
2 3
50
Perhitungan jumlah NaOH pada larutan sampel sebagai berikut.
F1
G NaOH = × [ ( C NaOH )i−( C NaOH ) o ](18)
2
Perhitungan jumlah Na2CO3 yang terbentuk adalah sebagai berikut.
F1
G Na CO = × C −C (19)
2 3
2 [ ( Na CO ) o ( Na CO )i ]
2 3 2 3
II.6 Percobaan 6
Pada kondisi tunak, perpindahan gas dari aliran gas akan sama dengan gas yang
berpindah ke larutan.
L1 dan L0 merupakan laju volumetrik larutan yang masuk dan keluar dari
kolom
Gi dan Go merupakan laju alir molal gas yang masuk dan keluar dari kolom
Yi dan Yo merupakan fraksi mol CO2 yang masuk dan keluar dari kolom
Jumlah CO2 yang hilang dari aliran gas (dengan asumsi bahwa udara tidak terlarut
sama sekali pada larutan) adalah sebagai berikut.
= Gi – Go (g.mol/s) (20)
Dari percobaan 4, jumlah CO2 yang hilang dari aliran gas sama dengan jumlah ion
karbonat yang terbentuk
= Lo.CNo – Li.CNi (g.mol/s) (21)
Pada percobaan ini, aliran larutan masuk sama dengan larutan keluar (L o = Li), tetapi
aliran gas tidak sama karena pemisahan CO2 dan pressure drop yang terjadi di
sepanjang kolom.Go dapat dihitung dari neraca molar sebagai berikut.
Go (1 – Yo) = Gi (1 – Yi) (22)
Gi dapat dihitung dari fakta bahwa 1 gram mol sama dengan 22,42 L pada temperatur
273 K dan tekanan 760 mmHg.
F2 + F 3 760+columnpressuredrop 273
Gi= × × (23)
22.42 760 columntemperature ( K )
Sedangkan nilai Yi dan Yo diestimasi seperti yang dilakukan pada percobaan 3.
III. PROSEDUR
A. ALAT DAN BAHAN
Teknik Kimia xl
Praktikum UOP II UNIT OPERASI PROSES II (ENCH600020)
Alat
1. Kolom Absorpsi
2. Tangki air
3. Tangki CO2
4. Labu Erlenmeyer
5. Pipet tetes
6. Titrator
7. Labu ukur 1 liter sebagai wadah larutan HCl dan NaOH.
8. Stopwatch
9. Gelas ukur
Bahan
1. Larutan HCl 0.2 M yang dibuat sendiri dengan menggunakan prinsip
pengenceran.
2. Larutan BaCl 5% wt
3. Larutan NaOH 0.027 M
4. Phenolptalein (pp)
5. MO (Metil Orange)
6. Air (H2O).
7. Gas CO2
B. PROSEDUR PERCOBAAN
Menguji hubungan antara P sebagai fungsi dari laju alir udara untuk variasi
laju alir air.
Prosedur Percobaan
1. Mengisi tangki (bak) air hingga ¾ penuh (30 liter).
2. Menyalakan pompa air dan set C1 untuk memberikan aliran air sebesar 3
liter/menit.
3. Setelah 30 detik, tutup C1 dan mematikan pompa dan biarkan air turun selama
5 menit.
4. Mengukur P udara pada kolom basah sebagai fungsi dari laju alir udara.
5. Mengukur P udara pada kolom sebagai fungsi dari laju alir udara pada variasi
laju alir air.
4. Buka pressure regulating valve pada silinder CO2 dan atur valve C3 hingga
terbaca di flowmeter F3 sebesar 1 ½ dari aliran yang terbaca pada F2.
5. Setelah 15 menit sistem telah berjalan secara tunak, ambil sampel gas secara
simultan dari S1 dan S2.
6. Analisa sampel sesuai dengan gambar 6.
2. Nyalakan pompa cairan dan atur aliran melalui kolom dengan menggunakan
valve C1 hingga terbaca 6 L/min pada flowmeter F1 dengan kontrol gas valve
C2 dan C3 tertutup.
3. Nyalakan kompressor dan atur valve C2 untuk memperoleh aliran udara
sebesar 10% skala penuh pada flowmeter F2.
4. Buka pressure regulating valve pada silinder CO2 dan atur valve C3 hingga
terbaca di flowmeter F3 sebesar 1 ½ dari aliran yang terbaca pada F2.
5. Setelah 15 menit sistem telah berjalan secara tunak, ambil sampel dalam 10
menit interval secara simultan dari S4 dan S5. Ambil 150 ml sampel pada waktu
tertentu yang diketahui. Analisis sampel sesuai prosedur selanjutnya.
6. Ambil 100 ml sampel cair masing-masing dari sistem (S4 dan S5).
7. Tambahkan 5-10 tetes indikator phenolphthalein pada sampel. Jika sampel
berubah menjadi pink maka tidak terdapat CO2 bebas. Jika sampel tetap tak
berwarna maka titrasi dengan larutan standar alkali. Aduk perlahan hingga
warna pink tetap ada selama 30 detik. Perubahan warna ini adalah titik akhir
titrasi.
1. Isi tangki reservoir di dasar kolom dengan larutan 1 M larutan NaOH standar
hingga sepertiga penuh. Gunakan sarung tangan dan kacamata pengaman
ketika melakukan persiapan ini.
2. Nyalakan pompa cairan dan atur aliran larutan NaOH melalui kolom dengan
menggunakan valve C1 hingga terbaca 3 L/min pada flowmeter F1.
3. Nyalakan kompressor dan atur valve C2 untuk memperoleh aliran udara
sebesar 30 L/min yang terbaca pada flowmeter F2.
4. Buka pressure regulating valve pada silinder CO2 dan atur valve C3 untuk
memperoleh aliran sebesar 3 L/min yang terbaca pada flowmeter F3.
5. Setelah 15 menit sistem telah berjalan secara tunak, ambil 100 ml sampel
larutan setiap interval waktu 10 menit secara simultan dari S4 dan S5.
6. Analisa sampel sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan dengan prosedur
selanjutnya.
7. Ambil 100 ml sampel cair dari sistem (S4 dan S5), kemudian bagi dua sampel,
masing-masing 50 ml pada gelas beaker yang berbeda.
8. Gelas beaker 1: Tambahkan setetes indikator phenolphthalein pada sampel dan
titrasi hingga warna pink menghilang dengan menggunakan larutan HCl
standar. Catat volume HCl yang digunakan sebagai T 1. Tambahkan setetes
indikator methyl orange dan lanjutkan titrasi hingga end point tercapai. Catat
volume total HCl yang ditambahkan sebagai T2.
9. Gelas beaker 2: Tambahkan BaCl2 10% lebih banyak dari jumlah (T2-T1) ke
dalam sampel dan kocok hingga terdistribusi merata. Larutan ini akan
mengendapkan semua karbonat menjadi barium karbonat. Kemudian
tambahkan dua tetes indikator phenolphthalein dan titrasi dengan
menggunakan larutan HCl hingga tercapai end point. Catat volume HCl yang
digunakan sebagai T3.
b.6. Percobaan 6.Absorbsi CO2 dalam larutan NaOH pada packed bed
menggunakan analisis mass balance
Tujuan Percobaan
Membuktikan bahwa jumlah CO2 yang hilang dari udara sama dengan jumlah
CO2 yang diabsorbsi oleh aliran larutan NaOH.
Prosedur Percobaan
Prosedur yang samaharus diikutisepertiuntuk percobaan5, kecuali
bahwasampelgasdiinlet dan outlet, seperti yang dijelaskan dalamPercobaan3,
harusdiambiljuga.Seiringkomposisicairansecara
perlahanberubahkarenapenyerapanCO2progresifyang terjadi, kondisi
tunakhanyadapat didekatidengan mengambilsampel sedekat mungkin satu
sama laindalam waktubersamaan. Dengan demikian, setelah5menitcairan
dangas bersirkulasilajuyang telah ditetapkan, ambil,
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Petunjuk Praktikum: proses & Operasi Teknik II. Departemen Gas &
Petrokimia Fakultas Teknik: Depok.
I. TUJUAN
Untuk dapat menggunakan persamaan dasar perpindahan massa untuk diaplikasikan
pada pengukuran koefisien difusi.
II. TEORI
Akibat penguapan yang terjadi, maka jumlah cairan A dalam tabung akan
berkurang. Laju pengurangan cairan A dalam tabung adalah sama dengan fluks
NA dikalikan luas area penampang tabung.
ρA dz
N A . A= A
BM A dt (2)
Dengan menggabungkan persamaan (12) dan (13) menghasilkan :
ρA M D AB . P T
= P −P
BM A dt R .T . L . P MB ( A 1 A 2 ) (3)
Mengintegrasikan :
ρA z D AB . PT t
PBM =
( )
ln
PB2
Teknik Kimia l
Praktikum UOP II UNIT OPERASI PROSES II (ENCH600020)
Jumlah mol yang telah berdifusi selama selang waktu dt melalui N pipa
kapiler adalah:
−D . π . d 2 c A 1−c A 2
VtangkiX.dcA = 4 [
L ]∑ dt . N
(10)
dc A −π . d 2 c A 1 −c A 2
Vtangki dt = 4 [ L
N ] (11)
Jika k = CM.CA, dan dianggap CA2<<CA1 maka:
4 .V tan gki L dk
D= π . d 2 .C M . C A dt (12)
Keterangan :
Vtangki = volume tangki
L = panjang pipa kapiler
N = jumlah pipa kapiler
Teknik Kimia li
Praktikum UOP II UNIT OPERASI PROSES II (ENCH600020)
III. PROSEDUR
A. ALAT DAN BAHAN
Alat
1. Pipa kapiler berbentuk T
2. Waterbath dengan heater
3. Termometer
4. Thermostat
5. Pompa
6. Alat ukur
7. Sel difusi
8. Konduktometer
9. Pengaduk
Bahan
1. Aseton
2. Larutan KCl
B. PROSEDUR PERCOBAAN
Laporan
1. Dari data yang diperoleh buatlah grafik L2−Lo2 Vs t
2. Hitunglah harga DAB untuk beberapa temperature.
Prosedur Percobaan
1. Mengisi sel difusi dengan KCl 1 M.
2. Membersihkan cairan yang berlebih pada luar sel difusi.
3. Menutup permukaan sel difusi dengan kertas saringan.
4. Menempatkan sel difusi ke dalam tangki, kemudian mengatur
kedudukan sel horizontal dan n 5mm di bawah garis tangki.
5. Mengisi tangki dengan aquades, mula-mula pembacaan adalah sekitar
10 μS (apabila tidak, berarti airnya kurang baik).
6. Memasang konduktometer.
7. Menyalakan pengaduk agar konsentrasi merata.
8. Mencatat konduktifitas setiap interval 3 menit dalam waktu 60 menit.
9. Mengulangi langkah 1-7 untuk konsentrasi KCl 2M.
Laporan
1. Dari data yang diperoleh buatlah grafik K vs t
2. Hitunglah harga D.
C. LAPORAN
Teknik Kimia lv
Praktikum UOP II UNIT OPERASI PROSES II (ENCH600020)
2. Turunkan persamaan (1) dan jelaskan asumsi apa yang diambil dalam
penurunan rumus tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Geankoplis, Christie J. 1993. Transport Processes andUnit Operations (3rd Edition). New
York.
I. TUJUAN
Dapat menghitung neraca energi evaporator untuk sirkulasi alami dan paksa
Membandingkan keekonomisan untuk sirkulasi alamiah dan paksa
Mengetahui pengaruh laju evaporasi dengan variasi perbedaan suhu sistem dengan
steam.
Mengetahui pengaruh laju evaporasi dengan variasi tekanan sistem
II. TEORI
Evaporasi merupakan salah satu proses perpindahan panas yang cukup penting dan banyak
terjadi di industri. Dalam proses evaporasi, uap dari larutan yang mendidih dipindahkan dan akan
menyisakan larutan yang lebih pekat. Pada banyak kasus, unit operasi evaporasi lebih ditujukan
kepada proses penghilangan air dari larutan encer. Contoh umum proses evaporasi adalah larutan
gula, sodium klorida, sodium hidroksida, gliserol, susu, dan lain-lain.
Sifat fisis dan kimia dari larutan yang akan dikonsentrasikan dan uap yang akan dipindahkan,
sangat berpengaruh pada jenis evaporator yang digunakan, dan pada tekanan dan temperatur proses.
Beberapa faktor yang mempengaruhi metode proses yang digunakan, antara lain:
2.2.1 Konsentrasi cairan
Pada umumnya, larutan yang diumpankan pada evaporator adalah larutan encer, sehingga
memiliki viskositas yang rendah. Selain itu juga memiliki koefisien transfer panas yang relatif
tinggi. Dari evaporasi akan menghasilkan larutan yang sangat pekat dan cukup viskos, yang
menyebabkan penurunan koefisien transfer panas dengan signifikan. Sirkulasi yang cukup sangat
diperlukan untuk mencegah penurunan koefisien transfer panas menjadi sangat rendah.
2.2.2 Kelarutan
Larutan dipanaskan dan konsentrasi zat terlarut pun akan meningkat, sehingga batas
kelarutan bahan dalam larutan akan mungkin terlampaui dan akan terbentuk kristal. Hal ini
menunjukkan batas konsentrasi maksimum dalam larutan yang dapat diperoleh dengan proses
evaporasi. Kelarutan merupakan fungsi temperatur dan pada banyak kasus, kelarutan garam
dalam air akan meningkat seiring dengan kenaikan temperatur.
2.2.3 Sensitivitas temperatur bahan
Pada banyak produk, seperti makanan, sangat sensitif terhadap temperatur dan
terdegradasi pada temperatur yang sangat tinggi atau setelah melalui pemanasan yang cukup
lama. Jumlah yang terdegradasi merupakan fungsi temperatur dan waktu.
Pada beberapa material yang terbuat dari larutan kaustik, larutan makanan seperti susu
skim, dan sejumlah larutan asam lemak, akan membentuk busa atau buih selama proses
pendidihan. Busa ini bersama uap akan keluar dari evaporator.
2.2.5 Tekanan dan temperatur
Titik didih larutan sangat berhubungan dengan tekanan sistem. Jika tekanan operasi
evaporator lebih tinggi, maka titik didihnya juga akan lebih tinggi. Untuk menjaga agar
temperatur tetap rendah pada material yang sangat sensitif, maka perlu dioperasikan pada tekanan
di bawah 1 atm atau pada kondisi vakum.
Sejumlah larutan akan menimbulkan material pada yang terdeposit pada permukaan
pemanas yang disebut sebagai kerak. Kerak terbentuk dari dekomposisi produk atau penurunan
kelarutan. Oleh karena itu, evaporator harus dibersihkan secara berkala dan material penyusunnya
juga penting untuk diperhatikan untuk meminimalisasi terjadinya korosi.
Proses Batch
Awal mula, cairan dipanaskan oleh steam coil atau jaket. Tahap akhir pelarut teruapkan
sampai tercapai nilai konsentrasi yang dinginkan, dan pendinginan dipengaruhi oleh pemindahan
panas kesekeliling dan permukaan di permukaan bebas. Larutan mendingin perlahan-lahan
dan berbentuk kristal-kristal yang besar yang berada di coil. Daya larut hampir tidak tergantung
pada temperatur, bentuk kristal pada permukaan cairan dan kristal berada disana karena adanya
gaya tegangan permukaan sampai kristal-kristal kelebihan berat lalu jatuh kedasar permukaan.
Contoh salting evaporator.
Proses Kontinu
Proses kontinu dibagi menjadi dua tipe, yaitu linear dan stired.
- Tipe linear adalah larutan mengalir sepanjang pipa dengan sangat sedikit pencampuran
secara longitudinal. Contoh pada Swenson-Walker crystalizer, Wulff-Bock crystalizer.
- Tipe stirred adalah keadaan yang seragam. Contoh Oslo crystalizer.
2.3.2 Evaporasi dan Pengeringan
Evaporasi biasanya digunakan untuk memisahkan campuran cairan menjadi produk cair
(concentrate or thick liquor) dan uap air dari produknya, walaupun dalam kasus-kasus tertentu
seperti water treating dan desalinisasi, uap dihasilkan sebagai produk yang di inginkan bukan
thuck liquor.
Evaporasi hampirsama dengan pengeringan dalam hal penghilangan zat yang mudah
menguap, bedanya dalam hal produknya yaitu cairan yang dihasilkan. Evaporasi tidak sama
dengan dengan pengeringan. Dalam evaporasi, sisa penguapan adalah zat cair dan kadang-kadang
zat cair yang sangat viskos sedangkan dalam pengeringan sisa penguapan adalah dalam bentuk zat
padat.
1. Drum dryer
Jika larutan mengalir menuju pemanas drum yang berputar perlahan-lahan,
sehingga terjadi penguapan dan padatan dapat diperoleh dalam bentuk kering. Padatan
biasanya berhubungan dengan logam panas antara 6 – 15 s, juga koefisien perpindahan
panas antara 1-2 kW/m2.K. Pada pengeringan, temperatur material harus dijaga serendah
mungkin dengan menggunakan pengering vakum.
2. Spray dryer
Air dapat diuapkan dari larutan atau suspensi padatan dengan menyemprotkan
campuran kedalam vessel yang dilewati gas panas.
Dalam proses evaporasi, kalor ditambahkan ke larutan untuk menguapkan pelarut yang pada
umumnya adalah air. Kalor yang ada berupa uap kondensasi seperti steam pada satu sisi permukaan
logam dengan cairan pengevaporasi di sisi lainnya. Jenis peralatan yang digunakan terutama
tergantung pada susunan permukaan transfer panas. Berikut ini beberapa jenis umum evaporator:
2.4.1 Open kettle atau pan
Jenis ini memiliki bentuk yang paling sederhana, terdiri dari panci terbuka dimana cairan
dididihkan. Kalor disediakan oleh steam kondensasi dalam jaket atau coil yang dibenamkan
dalam cairan. Evaporator jenis ini cukup murah dan mudah dioperasikan, namun tidak ekonomis.
2.4.2 Evaporator pipa horizontal sirkulasi alami
Pipa pemanas horizontal mirip dengan kumpulan pipa pada heat exchanger. Steam
memasuki pipa, tempat akan terkondensasi. Selanjutnya uap kondensat meninggalkan pipa.
Cairan yang mendidih akan menyelimuti pipa. Uap meninggalkan permukaan cairan, melewati
sejumlah deentraining device seperti baffle untuk mencegah terangkatnya tetes-tetes cairan dan
keluar lewat bagian atas. Evaporator jenis ini relatif murah dan digunakan untuk cairan non-
viscous yang memiliki koefisien transfer panas yang tinggi dan cairan yang tidak menimbulkan
kerak. Karena sirkulasi cairan yang buruk, maka alat ini tidak sesuai untuk cairan viskos. Pada
beberapa kasus, evaporator ini dioperasikan secara kontinu, dimana umpan masuk dengan laju
konstan dan konsentrat meninggalkan evaporator juga dengan laju yang konstan.
Teknik Kimia lx
Praktikum UOP II UNIT OPERASI PROSES II (ENCH600020)
Evaporator film-aduk sangat efektif dengan produk viskos yang peka-panas, seperti
gelatin, lateks karet, antibiotika, dan sari buah. Kelemahannya ialah biayanya yang tinggi, adanya
bagian-bagian dalam yang bergerak, yang mungkin memerlukan perawatan dan pemeliharaan dan
kapasitas setiap unitnya kecil, jauh di bawah kapasitas evaporator bertabung banyak.
Pada single-effect evaporator, umpan masuk pada Tf dan steam jenuh pada suhu T S masuk
ke bagian heat exchanger. Steam yang terkondensasi keluar sebagai kondensat (tetesan). Karena
larutan dalam evaporator dianggap tercampur sempurna, maka produk konsentrat dan larutan
dalam evaporator memiliki komposisi yang sama dan temperatur T 1 yang merupakan titik didih
larutan. Suhu uap juga sama dengan T 1 karena berada pada kesetimbangan dengan larutan yang
mendidih. Tekanan adalah P1 yang merupakan tekanan uap larutan pada T1.
Jika larutan yang dievaporasikan dianggap encer seperti air, maka 1 kg steam akan
mengevaporasikan sekitar 1 kg uap. Ini akan terjadi jika umpan yang masuk memiliki temperatur
Tf mendekati titik didih. Konsep dari koefisien transfer panas keseluruhan digunakan dalam
perhitungan laju transfer panas pada evaporator. Persamaan umumnya dapat ditulis sebagai
berikut:
q = U A T = U A (Ts – T1)
dimana q adalah laju adalah laju transfer panas dalam W (btu/hr), U adalah koefisien transfer
panas keseluruhan dalam W/m2.K (btu/hr.ft2.K), A adalah luas transfer panas dalam m 2 (ft2), Ts
adalah suhu steam dalam K, dan T1 adalah titik didih cairan dalam K.
Evaporator efek tunggal biasa digunakan pada saat dibutuhkan kapasitas operasi yang
relatif kecil dan harga steam yang relatif murah jika dibandingkan dengan biaya evaporator. Pada
kapasitas operasi yang lebih besar, penggunaan lebih dari satu efek akan mengurang biaya steam.
Lihat gambar 5. Gambar itu menunjukkan tiga buah evaporator sirkulasi alamiah tabung
panjang yang saling dihubungkan untuk mendapatkan sistem efek tiga. Uap dari satu efek
berfungsi sebagai medium pemanas bagi efek berikutnya. Efek pertama berfungsi sebagai tempat
pengumpanan uap mentah di mana tekanan ruang uap cairannya maksimum. Sedangkan tekanan
ruang uap cairan minimum terdapat pada efek terakhir. Tekanan di setiap efek lebih rendah dari
tekanan efek tempat menerima uap dan lebih tinggi dari tekanan efek tempat memberikan uap.
Setiap efek beroperasi sebagai evaporator efek tunggal dan masing-masing mempunyai beda suhu
melintas permukaan pemanasan yang berkaitan dengan penurunan tekanan di dalam efek itu.
Pada gambar 5 terlihat umpan encer masuk pada efek pertama dan dipekatkan
sedikit.Cairan lalu mengalir ke efek kedua untuk dipekatkan lagi, dan mengalir lagi ke efek ketiga
untuk pemekatan akhir.Kemudian cairan pekat ini dipompa keluar dari efek ketiga.Pada keadaan
stedi, laju aliran dan laju penguapan diatur sehingga tidak ada penumpukan atau pengurangan
pelarut maupun zat terlarut.
Gambar 5. Evaporator efek tiga : (I, II, III, efek petama, kedua, ketiga; F1, F2, F3, katup kendali umpan atau
cairan; S1, katup uap; ps, p1, p2, p3, tekanan; Ts, T1, T2, T3, suhu.
Konsentrasi cairan pekat hanya dapat diubah dengan mengubah laju aliran umpan.Jika
cairan pekat terlalu encer, maka laju umpan efek pertama dikurangi. Jika cairan pekat terlalu
tinggi konsentrasinya, maka laju umpan ditambah. Konsentrasi cairan pekat yang keluar akan
mencapai keadaan stedi pada tingkat yang diinginkan. Permukaan pemanasan pada efek pertama
akan mengalirkan kalor yang jumlahnya berdasarkan persamaan:
q1 = A1 U1T1
Jika dianggap bahwa semua kalor muncul sebagai kalor laten di dalam uap yang keluar
dari efek pertama, maka pada keadaan stedi seluruh kalor yang digunakan untuk membuat uap
pada efek pertama harus diserahkan lagi ketika uap ini dikondensasi pada efek kedua. Kalor yang
ditransmisi pada efek kedua, diberikan pada persamaan:
q2 = A2 U2T2
Jadi, penurunan suhu dalam masing-masing efek berganda adalah berbanding terbalik dengan
koefisien perpindahan kalornya.
Cara Pengumpanan
Gambar 6. Pola aliran zat cair dalam evaporator efek berganda : (a) umpan maju; (b) umpan
mundur; (c) umpan campuran; (d) umpan paralel
- Metode umpan campuran (mixed feed)
Zat cair encer masuk ke efek antara, mengalir ke ujung deret, lalu dipompakan
kembali ke efek pertama untuk pemekatan akhir. Dengan metode ini, sebagian dari
pompa yang digunakan pada umpan mundur tidak digunakan lagi. Pelaksanaan operasi
akhir masih dapat dilakukan pada suhu tertinggi (gambar 6c).
Anggap luas permukaan setiap efek adalah A ft2, dan koefisien menyeluruh U sama
pada tiap efek, maka persamaan di atas menjadi :
dimana T adalah penurunan suhu total antara uap pemanas dalam efek pertama dengan uap
cairan dalam efek terakhir.
Misal ada evaporator efek tunggal yang luas permukaannya A beroperasi pada
penurunan suhu total yang sama. Jika koefisien menyeluruhnya sama dengan koefisien
menyeluruh di setiap efek dalam evaporator efek tiga itu, maka laju perpindahan kalor dalam
efek tunggal itu :
qT = U A T
Persamaan ini sama dengan persamaan pada evaporator berganda. Kapasitas efek berganda
tidak akan lebih besar daripada efek tunggal jika nilai koefisien menyeluruhnya dan luas
permukaan tiap-tiap efek sama dengan yang dimiliki oleh efek tunggal, sebanyak apapun
jumlah efeknya. Kenaikan titik didih akan cenderung membuat kapasitas evaporator efek
berganda lebih kecil dari efek tunggal yang sebanding. Koefisien rata-rata untuk evaporator
efek tiga akan lebih besar dari koefisien pada efek tunggal.
III. PROSEDUR
A. ALAT DAN BAHAN
Climbing film evaporator
B. PROSEDUR PERCOBAAN
Persiapan
Mengosongkan tangki kondensat (L2 dan L3) dan memastikan bahwa sumber listrik, steam,
dan air pendingin telah tersedia.
Valve terbuka : V1, V4, V6, V8, C1, C4
Valve tertutup : V2, V3, V5, V7, C5, C6, C7, C9
Start Up
Sirkulasi alamiah
Mengikuti prosedur persiapan dan start-up seperti di atas. Lalu membuka C5 sehingga
mendapatkan hasil yang diinginkan pada F3.
Sirkulasi paksa
I. TUJUAN
II. TEORI
ANALISA REAKTAN DAN PRODUK DENGAN TITRASI PADA REAKSI
SAPONIFIKASI
Reaksi yang dipilih untuk percobaan adalah reaksi yang aman untuk dilakukan, mudah untuk
dipantau dalam hal menganalisis produk dan mudah untuk didokumentasikan.Reaksi ini
adalah saponifikasi dari etilasetat dengan natrium hidoksida. Yang dimaksud dengan reaksi
saponifikasi adalah reaksi antara ethyl asetat dan NaOH menurut reaksi sebagai berikut :
Secara teoritis :
COH = Cet-O-Av
Hubungan Persamaan :
1 X OH V
. =kτ τ = ( Space Time)
COH 1−X OH Vo
b c d
A+ B → C+ D
a a a
Yang menyatakan perbandingan mol yang terjadi ketika 1 mol A dijadikan basis dalam reaksi
ini.
Untuk mengetahui sejauh mana suatu reaksi berlangsung ketika sejumlah A direaksikan,
digunakan istilah konversi. Konversi dari A (XA) menyatakan banyaknya mol senyawa A
yang bereaksi ketika sejumlah A direaksikan dalam sebuah system. Hal ini dapat dituliskan :
1. Pulse Input
∆N
=E(t ) ∆ t
N0
2. Percobaan step tracer
d C (t)
E ( t )= [ ]step
dt C 0
−dc
=k 1 c
dt
Dimana dc/dt adalah different rate expression, sedangkan k1 adalah konstanta laju
reaksi atau dituliskan :
Laju = k[A][B]
3. Orde Reaksi
Penentuan orde reaksi secara percobaan :
Metode Integrasi
Pada metode ini penentuan orde dilakukan dengan mencocokkan persamaan laju
reaksi dengan data hasil percobaan.
Kekurangan: adanya reaksi samping dan reaksi kebalikan yang dapat
mempengaruhi hasil percobaan.
Tabel 12.1 Persamaan laju reaksi dan konstanta laju reaksi untuk reaksi-reaksi dengan ord e
yang umum ditemui.
III. PROSEDUR
A. ALAT DAN BAHAN
Percobaan 1 :
Peralatan :
Bahan :
- Phenolphtalein
- Larutan Ethyl Asetat (EtOAc)
- Larutan NaOH
- Larutan HCl
- Air
Percobaan 2
Alat :
- Tubular Flow Reaktor
- Stopwatch
- Beaker Glass
- Tabung Ukur
- Labu Erlenmeyer
- Pipet
Bahan :
- Phenolphtalein
- Larutan Ethyl Asetat (EtOAc)
- NaOH
- Larutan HCl
- Air
Percobaan 3
Alat :
Bahan :
- Soda Kaustik
- Phenolphtalein
- Larutan Ethyl Asetat (EtOAc)
- Larutan NaOH
- Larutan HCl
- Air
Percobaan 4
Alat :
- Tabung Ukur
- Labu Erlenmeyer
- Pipet
Bahan :
- Soda Kaustik
- Phenolphtalin
- Larutan Ethyl Alcohol
- Larutan NaOH
- Larutan HCl
- Air
Percobaan 5
Alat :
Bahan :
- Soda Kaustik
- Phenolphtalein
- Larutan Ethyl Alcohol
- Larutan NaOH
- Larutan HCl
- Air
B. PROSEDUR PERCOBAAN
Percobaan 1: Analisa Reaktan dan Produk dengan Titrasi pada Reaksi
Saponifikasi
1. Membuat larutan untuk campuran reaktan, yaitu :
0.1 M 1
250 x mol.wt x x
1000 densitas
0.1 M 1
=250 x 88 x x = 2.5 ml BM EtOAc
1000 0.89
2. Mencampur campuran reaktan dalam labu Erlenmeyer berukuran 1 liter dan ditutup
dengan tutup pengaman (stopper), kemudian biarkan selama 1jam.
3. Mengambil sampel sebanyak 10 ml dari campuran tersebut dan tempatkan dalam labu
terpisah untuk dititrasi.
4. Larutkan sampel dengan 10ml larutan 0.1M HCl
5. Titrasi sampel tersebut dengan 0.1M NaOH hingga titik akhir dicapai. Catat volume
yang terpakai untuk mentitrasi.
3. Nyalakan kedua pompa. Sesuaikan laju alir hingga 0.1 liter/menit untuk tiap
umpan dan periksa produk keluar ke tempat pembuangan yang seharusnya.
4. Setelah 20-30 menit saat reaktor telah mencapai stabil, catat :
Laju alir larutan NaOH dan EtOAc
Temperatur keluaran T, dalam 0C
5. Ambil 10ml larutan keluaran reaktor dan NaOH dari suatu inlet, analisa
konsentrasi soda kaustik-nya dengan titrasi menggunakan HCl. Catat volume HCl
yang terpakai.
C. LAPORAN
D. PERTANYAAN
DAFTAR PUSTAKA
MODUL pH CONTROL
I. TUJUAN
II. TEORI
Sistem Pengendalian
Secara umum system pengendalian digolongkan menjadi dua
yaitu pengendalian loop terbuka dan pengendalian loop tertutup.
Sistem pengendalian loop terbuka pengendaliannya bersifat tidak
tergantung pada keluaran namun pada loop tertutup keluaran
digunakan sebagai feedback untuk memperbaiki input sehingga
sistem yang lebih stabil dapat tercapai.
(a)
(b)
Gambar 2.1Sistem pengendalian pH, (a) Loop Terbuka dan (b) Loop Tertutup
Metode II
Metode II dilakukan sebagai berikut dan diilustrasikan pada Gambar 2.3.
1. Menghitung KP
2. Menghitung τ dengan persamaan:
τ =1,5(t 63 %−t 28 %)
dimana t63% adalahwaktu yang diperlukan untuk mencapai 63% respon maksimum
dan t28% adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai 28% respon maksimum.
3. Menentukan dead time(θ) dengan persamaan:
θ=t 28 % −τ
Gambar 2.2 Penentuan Konstanta gain (Kp), Dead time (θ), dan Konstanta waktu (τ)
dengan Metode I FOPDT
Gambar 2.3 Penentuan Konstanta gain (Kp), Dead time (θ), dan Konstanta waktu (τ)
dengan Metode II FOPDT
PID Controller
PID Controller merupakan salah satu jenis pengatur yang banyak digunakan. Selain itu
sistem ini mudah digabungkan dengan metoda pengaturan yang lain seperti Fuzzy dan
Robust, sehingga akan menjadi suatu sistem pengatur yang semakin baik.
Proportional Controller
Proportional-Derivative Controller
Proportional-Integral Controller
KP s+K I
H (s )=
s3 +10 s 2 +(20+ K P ) s+ K I
Integral Controller memiliki karakteristik menguraangi rise time,
menambah overshoot dan setling time, serta menghilangkan steady
state error (karakteristik ini tidak dimiliki oleh jenis yang lain).
P dan I Controller memiliki karakteristik yang sama dalam hal
rise time dan overshoot. Oleh karena itu, nilai Kp harus dikurangi
untuk menghindari overshoot yang berlebihan. Nilai Ki diambil lebih
besar dari Kp, karena diinginkan untuk meniadakan steady state
error. Jika Kp > Ki, maka steady state errornya tidak dapat
dihilangkan.
Proportional-Integral-Derivative Controller
Bagian akhir dari simulasi ini adalah PID Controller, yang memiliki
transfer function untuk sistem di atas adalah :
2
K D s + K P s+ K I
s 3 +( 10+ K D ) s2 +( 20+ K P ) s + K I
Derivative
a1 θ b1
K c=
K τ( );
τ
τi= ;
a2+ b2 (θ /τ)
III.PROSEDUR
A. ALAT DAN BAHAN
Instrumentasi:
1. Sensor
pHE51 : Elemen sensor pH, dibenamkan dalam wadah
pengukur W53.
3. Kontrol
Satu unit panel controller pHIC51/CIC51 disusun dengan
sebuah PID dan dua buah ON/OFF controller, pHIC51 (PID),
PHIC511 (ON/OFF) dan CIC51 (ON/OFF), sebagai berikut:
Pengontrol pH – Keasaman/Kebasahan
a. pHIC: Pengontrol pH, PID
Dengan keluaran 4-20 mA untuk mengatur laju alir
pompa pengukur P51.
b. pHIC511: Pengontrol pH, ON/OFF
Membuka control valve pHCV51 untuk pengeluaran
ketika pH pada wadah pengukur W53 berada pada
rentang pH yang diijinkan 6,0-8,5 (atau berapa saja
setpoint).
B. PROSEDUR PERCOBAAN
Teknik Kimia xc
Praktikum UOP II UNIT OPERASI PROSES II (ENCH600020)
C. LAPORAN
DAFTAR PUSTAKA
Marlin, Thomas E. 2000.Process Control: Designing Processes and
Control Systems for Dynamic Performance 2nd Edition. New York:
McGraw-Hill Companies.
Smith, Carlos A dan Corripio, Armando B. 1985.Principles and Practice
of Automatic Process Control.John Wiley & Sons.
D. E Seborg, T. F. Edgar, D. A. Mellichamp. 1989. Process Dynamics
and Control. John Wiley & Sons.
I. Tujuan Percobaan
Mahasiswa dapat menentukan kondisi variabel-variabel proses operasi pengeringan
yang diperlukan untuk melakukan operasi pengeringan optimum.
Mahasiswa mampu menggunakan Psychrometric Chart.
Mahasiswa mampu memprediksi laju pengeringan suatu padatan basah dalam suatu
persamaan empiris.
Untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel, variasi temperatur, dan variasi laju alir
udara terhadap laju pengeringan.
.
II. Teori
Konsep perpindahan massa dapat diterapkan dalam pengeringan (drying). Dalam
percobaan ini pengeringan akan dilakukan untuk mengeringkan suatu umpan solid/butiran
padat berupa pasir dengan berbagai ukuran menggunakan unit operasi yang dinamakan
tray dryer. Tray dryer adalah alat pengering yang dirancang untuk pengeringan bahan
yang membutuhkan wadah/pan. Pada alat ini terdapat tray-tray yang digunakan sebagai
tempat umpan yang dikeringkan. Proses pengeringan dilakukan pada tray kedua dari atas.
Pengeringan dilakukan dengan mengalirkan udara yang dipanaskan dengan heater dan
kemudian mengalir ke arah tray-tray umpan. Udara panas inilah yang akan menguapkan
air yang terkandung dalam umpan hingga kering.
Pengeringan (drying) adalah salah satu proses penting dalam industri. Contoh industri
yang mengaplikasikan proses ini, yaitu industri semen, farmasi, dan susu. Pada proses ini
terjadi perpindahan massa (mass transfer) dan perpindahan kalor (heat transfer) antara
udara pengering dengan bahan padat yang akan dikeringkan. Perbedaan pengeringan dan
evaporasi adalah pada pengeringan, pemisahan air (yang relatif sedikit) dari bahan
padatan, sedangkan pada evaporasi (penguapan), pemisahan air (yang relatif lebih banyak)
dari suatu larutan.
Persamaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Menghitung kandungan air:
Wi−Wst
Xi=
Ws
(1)
dengan
Xi = kandungan air dalam pasir (gram air/gr padatan kering)
Wst = berat pasir kering dengan tray (g)
Wi = berat pasir dalam tray selama pengamatan (g)
Ws = padatan kering (g)
ΔW 1 |W i −W i−1| 1
R i= =
Δt A s |t i −ti−1| A s (2)
dengan,
Ri = laju pengeringan (g H2O / menit.cm2)
As = luas permukaan pengeringan (cm2)
t = waktu pengamatan (menit)
A s = 20,3 cm x 30 cm =609 cm2
m vi A H (3)
dengan,
m = laju penguapan (g/s)
vi = kecepatan rata-rata udara pengering (cm/s)
= densitas udara (g/cm3)
m m
P RT
M (4)
III. Prosedur
a. Alat dan Bahan
1. Alat
Timbangan
Tray Drier
Anemometer
2. Bahan
Air
Pasir
b. Percobaan
b.1 Kurva Pengeringan
Tujuan Percobaan
Menentukan kurva pengeringan berdasarkan laju pengeringan.
Prosedur Percobaan
1. Mengisi keempat tray dengan pasir basah (bahan non porous granular solid)
dengan tebal kira-kira 10 mm. Timbang dulu berat pasir kering sebelum
dijenuhkan dengan air dalam gelas kimia, juga drain dulu air bebasnya, dan
catat berat bahan basahnya.
2. Mengatur pengontrol kecepatan udara pengering pada posisi di tengah dan
pemanas pada posisi maksimum.
3. Mencatat berat pasir setiap interval waktu, selama operasi pengeringan.
4. Membuat tabel sebagai berikut
Berat bahan kering (Wo) :
Waktu (menit) :
Berat bahan bersih :
Kandungan air :
Laju pengeringan :
5. Membuat kurva
a. Kandungan air vs waktu
b. Kandungan air vs Laju pengeringan
Laporan
1. Tentukan jumlah kandungan air yang hilang, laju pengeringan, serta laju
penguapan dengan menggunakan persamaa (1), (2), dan (3)!
2. Buatlah grafik waktu vs Xi, laju penguapan vx kandungan air, serta laju
pengeringan vs kandungan air!
Tujuan Percobaan
Mengamati pengaruh ukuran partikel terhadap laju pengeringan
Prosedur Percobaan
1. Mengayak/menyaring pasir unutk memperoleh 3 ukuran partikel yang
Laporan
1. Lakukan langkah-langkah perhitungan yang sama dengan b1 untuk setiap
ukuran partikel dan bandingkan!
Laporan
1. Lakukan langkah-langkah perhitungan yang sama dengan b1!
2. Buatlah grafik perbandingan kandungan air, perbandingan laju pengeringan,
dan laju penguapan untuk setiap laju alir!
Laporan
1. Lakukan langkah-langkah perhitungan yang sama dengan b1!
2. Buatlah grafik perbandingan kandungan air, perbandingan laju pengeringan,
dan laju penguapan untuk setiap temperatur!
Daftar Pustaka
Anonim. “BAB VIII. PENGERINGAN BAHAN PANGAN”.
http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Teknik Pengolahan Pangan/bab8.php.
(diunduh 10 April 2011).
Hasibuan, Rosdanelli. 2004. Mekanisme Pengeringan. USU Digital Library.