TME 345
PRAKTIKUM MEKANIKA TEKNIK
Nama :
NIM :
Kelompok :
Diketahui oleh :
i
Daftar Isi
ii
Daftar Nama Asisten
Laboratorium Mekanika Eksperimental
Semester Genap 2019/2020
iii
TATA TERTIB LABORATORIUM
PRODI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIKA ATMA JAYA
A. Kehadiran Praktikum
1. Praktikum dilakukan pada waktu yang telah ditentukan dan praktikan Wajib hadir tepat
pada waktunya.
2. Praktikan yang terlambat lebih dari 10 menit dianggap tidak hadir, dan mendapatkan
nilai nol pada Modul tersebut, meskipun praktikan tetap diizinkan untuk mengikuti
praktikum terjadwal.
3. Praktikan wajib memakai:
a. Pakaian yang rapi (kemeja) dan jas laboratorium
b. Menggunakan sepatu tertutup
c. Bagi praktikan pria: rambut pendek dan rapi
d. Bagi praktikan wanita berambut panjang: ikat rapi
4. Praktikan wajib mengisi daftar hadir.
5. Praktikan yang berhalangan hadir karena sakit/izin, wajib mengurus surat keterangan
dokter/izin melalui Sekretariat Prodi Teknik Mesin, untuk dapat diberikan praktikum
pengganti. Waktu praktikum pengganti akan ditentukan kemudian. Jika ternyata surat
keterangan dokter/izin tersebut tidak benar maka praktikum terjadwal dinyatakan
Gagal dan mendapat nilai 0 untuk modul yang bersangkutan.
6. Surat izin karena sakit dan Formulir izin diberikan selambatnya seminggu setelah
ketidakhadiran praktikan, jika melebihi batas yang ditentukan maka dianggap tidak
mengikuti praktikum terjadwal.
7. Surat izin yang bukan dikarenakan sakit dan Formulir izin diberikan selambatnya
seminggu sebelum ketidakhadiran praktikan, jika melebihi batas yang ditentukan maka
dianggap tidak mengikuti praktikum terjadwal.
8. Praktikan yang tidak mengikuti praktikum sebanyak 2 kali atau tidak mengumpulkan
laporan sebanyak 2 kali dinyatakan gagal untuk keseluruhan praktikum pada semester
tersebut (nilai E).
iv
B. Selama Praktikum
v
C. Laporan Praktikum
4 cm 3 cm
3 cm
4. Apabila praktikan melakukan tindak kecurangan dalam pembuatan laporan, maka
akan dianggap bahwa praktikan tersebut tidak mengikuti praktikum atau tidak
mengumpulkan laporan.
5. Apabila praktikan melakukan tindak kecurangan 1 kali, mencontek laporan, maka
laporan tersebut dinyatakan NOL untuk modul yang bersangkutan. Apabila
ditemukan kecurangan sebanyak 2 kali, maka praktikan akan dianggap GAGAL, baik
yang melakukan kecurangan maupun yang memberi contekan (nilai akhir E).
Pengumuman pelanggaran akan diberitahukan langsung pada saat praktikum
berlangsung, setelah pengumpulan laporan.
vi
6. Laporan praktikum dikumpulkan dalam bentuk softcopy (format PDF) dan Wajib
dikirim ke email Lab (email:lab.mekanikaeksperimental.uaj@gmail.com) paling
lambat satu minggu setelah praktikum. Laporan praktikum dikumpulkan dengan
format: Modul_Nama_NIM. Contoh: Modul 1_Subagyo_2018041036. Untuk
Laporan dan Lembar Data (Asli dan Valid) Wajib dikumpulkan selain berupa
softcopy, juga wajib dikumpulkan berupa hardcopy paling lambat satu minggu
setelah praktikum.
7. Keterlambatan pengumpulan Laporan akan dikenakan sanksi pengurangan nilai
laporan:
Telat (hari) Pengurangan Nilai
1 hari 10 %
2 hari 15 %
3 hari 20 %
2. Sesuai dengan Capaian Pembelajaran mata kuliah Praktikum yang lebih difokuskan
pada kegiatan praktik/unjuk kerja, maka di dalam bobot penilaian Laporan, UTS dan
vii
UAS harus terdapat nilai praktik/unjuk kerja. Bobot nilai praktik/unjuk kerja ini harus
lebih besar atau minimal sama dengan bobot nilai teori atau tes/kompetensi tertulis
(misal: pre-test tertulis, penulisan Laporan, UTS/UAS tertulis).
3. Detail bobot penilaian Laporan, UTS dan UAS dapat dibuat oleh masing-masing
Laboratorium dengan tetap mengindahkan Tata Tertib No.D-1 dan D-2, dan tidak
bertentangan dengan peraturan umum yang dibuat oleh Prodi Teknik Mesin.
Detail Bobot nilai Praktikum TME 345 adalah sebagai berikut:
viii
RUBRIK PENILAIAN UAS PRAKTIK
ix
MODUL 1
DASAR PENGUKURAN REGANGAN
I. TUJUAN
Mengetahui penggunaan strain gauge pada sistem uji tarik, sistem torsi dan sistem
bending.
Membandingkan hasil regangan secara teoretis dengan hasil eksperimental pada
setiap pengujian.
Sistem elektrikal akan berubah saat terjadi deformasi, sehingga regangan dapat
diukur melalui cara ini. Strain gauge mengukur regangan dengan cara mengukur
perubahan tegangan listrik yang terjadi akibat deformasi.
a. Hukum Hooke
Pada hampir semua logam, di tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan
antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang
1
bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva
pertambahan panjang terhadap beban mengikuti aturan Hooke yaitu rasio tegangan
(stress) dan regangan (strain) adalah konstan.
σ=𝐹 (1.1)
𝐹
A = x.z
2
F = Gaya tarikan (N)
A = Luas penampang (m2)
x = Panjang (m)
z = Lebar (m)
𝐹
ε𝐹 =
𝐹0 (1.2)
ΔL = Pertambahan panjang (m)
L0 = Panjang awal benda (m)
Tegangan didefinisikan dengan besarnya modulus elastisitas dikali dengan
regangan. Definisi tersebut sesuai dengan Hukum Hooke yang ditunjukkan pada
Persamaan 1.3.
σ=εE (1.3)
ε = Regangan
E = Modulus Elastisitas (N/m2)
σ = Tegangan (Pa)
Pada pengujian puntir, gaya yang timbul pada penampang merupakan gaya
yang tegak lurus dengan sumbu dari suatu benda tersebut, sehingga muncul tegangan
dan regangan geser pada setiap posisi benda yang diuji. Tegangan dan regangan
geser dapat diketahui dengan menggunakan Persamaan 1.4 dan Persamaan 1.5.
𝐹𝐹
τ= (1.4)
2
𝐹
(1.5)
𝐹
γ=
𝐹
T adalah torsi yang diberikan pada benda, nilainya dapat ditentukan
menggunakan Persamaan 1.6.
T = F.L (1.6)
τ = Tegangan geser puntir (Pa)
T = Torsi (Nm)
D = Diameter (m)
J = Momen inersia polar (m4)
F = Gaya (N)
L = Panjang lengan beban (m)
G = Modulus geser (N/m2)
3
γ = Regangan geser
Hubungan antara regangan geser dengan regangan dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 1.7.
ε=𝐹 (1.7)
2
Pada pengujian bending, spesimen mengalami gaya tekan dan tarik pada
permukaan yang berbeda dari pusat massa benda tersebut, dapat dicari nilai dari
tegangan tarik atau tekan yang terjadi dapat menggunakan Persamaan 1.8, dan
regangan dapat ditemukan dengan menggunakan Persamaan 1.3.
𝐹.𝐹
σ= (1.8)
𝐹𝐹
Arah regangan
lateral
Pada Gambar 1.4. dapat dilihat bahwa rasio regangan melintang suatu
material terhadap regangan memanjang (menurut arah gaya yang diberikan). Rasio
regangan tersebut disebut Rasio Poisson. Rasio Poisson adalah perbandingan
regangan arah lateral (tegak lurus gaya) dengan arah aksial (sejajar gaya) dari
pemberian gaya. Rasio Poisson ditemukan oleh Simeon Poisson, seorang
matematikawan asal Perancis. Secara matematis, Rasio Poisson ditulis dengan rumus
yang sesuai dengan Persamaan 1.10.
𝐹𝐹
υ=− (1.10)
𝐹𝐹
υ = Rasio poisson
εx = Regangan arah lateral
4
εy = Regangan arah aksial
Untuk kebanyakan logam, regangan yang searah dengan tegangannya, tiga
kali lebih besar dan polaritas berlawanan dengan regangan yang diukur pada sudut
yang benar untuk penerapan tegangan, sehingga besar rasio Poisson untuk logam
umumnya 0,3.
b. Uji torsi
1. 1 unit strain gauge display
2. 4 Bridge Completion Resisitors
3. Connector Lead Ass
4. Lengan torsi
5. Gantungan pemberat
6. 50 buah pemberat 10 g
c. Uji bending
1. 1 unit strain gauge display
2. 4 Bridge Completion Resisitors
3. Connector Lead Ass
4. Batang Kantilever
5. Gantungan Pemberat
6. 50 buah pemberat 10 g
5
IV. PROSEDUR PERCOBAAN
*Pada percobaan ini praktikan dilarang menyentuh sensor pada alat percobaan!
a. Uji Tarik
1. Rangkai kabel penghubung secara full bridge dengan posisi kabel biru berlawanan
dengan kabel kuning dan kabel hijau berlawanan dengan kabel merah. Setting
nilai active arm ke N dan gauge factor ke 2,11.
2. Kemudian pasang benda uji yang diinginkan (baja, tembaga, aluminium, dan
kuningan) ke alat uji, lalu setting strain gauge display pada titik nol ketika sudah
stabil.
3. Pasang beban sebesar 1 kg. Setelah itu, catat besar regangan dan tegangan yang
tercatat.
4. Lakukan eksperimen tersebut dengan menambahkan beban sebesar 1 kg sampai
dengan total maksimal beban sebesar 10 kg.
5. Bila sudah, lakukan prosedur 2-4 dengan bahan benda uji yang lain.
b. Uji torsi
1. Rangkai kabel penghubung secara full bridge dengan posisi kabel merah
berlawanan dengan kabel hijau dan kabel biru berlawanan dengan kabel kuning.
Setting nilai active arm sebesar 4 dan gauge factor sebesar 2,05.
2. Kemudian ketika sudah stabil, alat di-setting pada titik nol.
3. Pasang beban sebesar 50 g. Setelah itu, catat besar regangan dan tegangan yang
tercatat.
4. Lakukan eksperimen tersebut dengan menambahkan beban sebesar 50 g sampai
dengan total maksimal beban sebesar 500 g.
c. Uji bending
1. Rangkai kabel penghubung secara full bridge dengan posisi kabel merah
berlawanan dengan kabel biru dan kabel kuning berlawanan dengan kabel hijau.
Setting nilai active arm sebesar 4 dan gauge factor sebesar 2,16.
2. Kemudian ketika sudah stabil, alat di-setting titik nol.
3. Pasang beban sebesar 50 g. Setelah itu, catat besar regangan dan tegangan yang
tercatat.
6
4. Lakukan eksperimen tersebut dengan menambahkan beban sebesar 50 g sampai
dengan total maksimal beban sebesar 500 g.
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Keil, S., (2017). Technology and Practical Use of Strain Gages. Ernst & Sohn:
Berlin.
[2] Callister, W.D., (2001). Fundamentals of Materials. John Wiley & Sons: New
York.
[3] Clifford, M., (2009). Introduction to Mechanical Engineering. Hodder Education:
London.
7
MODUL 2
PERCOBAAN DEFLEKSI PADA BATANG KANTILEVER
I. TUJUAN
Menentukan besar defleksi yang dihasilkan pada batang kantilever.
Membandingkan hasil defleksi pada setiap material.
Membandingkan hasil defleksi perhitungan secara teoretis dengan hasil eksperimen.
Pada percobaan kali ini, jenis tumpuan yang akan digunakan adalah tumpuan
jepit dengan batang kantilever seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.2. Batang
kantilever adalah batang yang salah satu ujungnya dijepit dan pada ujung lainnya adalah
ujung bebas (tanpa ada tumpuan).
8
cara memisahkan semua gaya yang diberikan pada batang. Setelah dipisahkan, defleksi
yang dihasilkan oleh masing-masing gaya dihitung satu per satu. Defleksi total dari
batang tersebut adalah jumlah dari defleksi masing-masing gaya. Metode ini cocok
digunakan untuk menghitung defleksi pada batang dengan banyak pembebanan.
Persamaan-persamaan yang dihasilkan dari metode superposisi dinyatakan pada
Gambar 2.3.
Rumus yang digunakan untuk menghitung defleksi dan momen inersia pada
penampang batang ditunjukkan pada Persamaan 2.1 dan Persamaan 2.2.
FL3
(2.1)
3EI
𝛿 = Defleksi pada batang (m)
F = Gaya beban (N)
L = Panjang batang (m)
E = Modulus elastisitas (N/m2)
9
bh3
I z (2.2)
12
I = Momen inersia batang (m4)
b = Lebar batang (m)
h = Tebal batang (m)
10
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Beer, F. P., Johnston, E. R. & DeWolf, J. T., (2015). Mechanics of Materials. Edisi
7. McGraw-Hill Education: New York.
[2] , (2011). Beam Apparatus. TecQuipment: Nottingham.
11
MODUL 3
UJI TEKUK PADA STRUKTUR KOLOM
I. TUJUAN
Menunjukkan terjadinya fenomena tekuk yang terjadi pada struktur berbentuk kolom
dengan jenis tumpuan dan material yang berbeda.
Mencari nilai gaya tekuk dengan rumus Euler.
Apabila gaya P yang bekerja pada suatu kolom relatif kecil, maka kolom pada
Gambar 3.1 akan stabil dalam arah aksial (sejajar dengan sumbu batang). Hal ini berarti
bahwa jika ujung B didorong ke samping oleh suatu gaya lateral (gaya tegak lurus
terhadap sumbu batang), maka batang akan kembali ke bentuk semula atau dengan kata
lain batang akan lurus kembali setelah gaya lateral dihilangkan. Sebaliknya, jika gaya
12
tekan P diperbesar sampai suatu nilai tertentu, maka batang dapat menjadi stabil netral.
Keadaan stabil netral yaitu keadaan dimana pada saat batang didorong kesalah satu arah,
maka batang akan tetap berada pada posisi tersebut walaupun gaya lateral telah
dihilangkan. Fenomena tersebut dinyatakan sebagai kejadian tekuk atau buckling.
Sedangkan gaya yang menyebabkan tepat terjadinya peristiwa tekuk disebut beban atau
gaya kritis, Pcr.
Dengan demikian beban kritis adalah batas gaya aksial tekan yang dapat diterima
oleh suatu struktur kolom agar tidak terjadi fenomena tekuk pada kolom. Beberapa
keadaan yang menyatakan perbandingan antara besar gaya tekan yang bekerja P
terhadap besar beban kritis Pcr, sebagai berikut:
Jika P<Pcr, maka batang dikatakan stabil, yaitu jika ujung batang B didorong ke
samping lalu dilepaskan, maka batang akan kembali ke posisi semula.
Jika P = Pcr, maka batang disebut dalam keadaan stabil netral, artinya jika ujung
batang B didorong dengan gaya lateral yang relatif kecil, maka kedudukan batang
akan tetap pada posisi tersebut walaupun gaya lateral tadi dihilangkan.
Jika P>Pcr, maka batang dikatakan dalam keadaan labil, artinya jika ujung bebas
batang B didorong sedikit ke samping maka lendutan akan bertambah terus sehingga
menjadi sangat besar.
Besarnya beban kritis untuk beberapa macam tumpuan dapat dianalisis secara
matematis seperti contoh di atas sehingga dihasilkan rumus Euler untuk beberapa
macam tumpuan seperti Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jenis-Jenis Tumpuan [2]
13
Pcr = Beban kritis (N)
E = Modulus Young (N/m2)
I = Momen inersia (m4)
L = Panjang batang (m)
Le = Panjang efektif batang (m)
Panjang efektif adalah panjang batang yang mengalami lendutan atau mengalami
peristiwa buckling
14
6. Berikan pembebanan secara perlahan dengan memutar spindle hingga terjadi
tekukan pada batang spesimen. Pengukuran besar defleksi yang diakibatkan oleh
tekukan dan besar gaya yang menyebabkan defleksi tersebut dilihat dengan
menggunakan dial gauge.
7. Perhatikan dan catat data-data yang ditunjukkan oleh instrumen pengukuran (besar
defleksi benda uji, tekanan yang ditunjukkan oleh pressure gauge).
8. Hentikan pemberian pembebanan apabila pengukuran angka pada pressure gauge
dalam keadaan tetap (tidak berubah atau setelah pressure gauge memperlihatkan
angka tertinggi dan kemudian turun kembali).
9. Lepaskan benda uji setelah selesai mendapatkan data pengujian dengan memutar
spindle dan membuka tumpuan.
10. Lakukan pengujian lainnya dengan tumpuan yang berbeda dan panjang dan material
yang berbeda pula.
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Beer, F. P., Johnston, E. R. & DeWolf, J. T., (2015). Mechanics of Materials. Edisi
7. McGraw-Hill Education: New York.
[2] Gere, J.M., (2009). Mechanics of Materials. Edisi 7. Cengage Learning: Canada.
[3] -. (2011). Buckling Behaviour of Bars. Gunt: Hamburg.
15
MODUL 4
PENGUJIAN BENDING PADA BATANG PROFIL PENAMPANG T
I. TUJUAN
Mengetahui tegangan akibat momen lentur pada pada batang profil T.
Mengetahui persamaan momen inersia pada batang profil T.
Gambar 4.1 Contoh Diagram Gaya Geser dan Diagram Momen Lentur [1]
Saat material diberi beban pada daerah elastis, maka akan timbul tegangan pada
penampang melintang sebagai akibat dari momen lentur.
a) Momen Lentur
Momen lentur adalah gaya yang bekerja pada benda yang menyebabkan
lenturan terhadap benda. Pada batang kantilever, akan terjadi momen lentur apabila
batang tersebut diberi gaya pada jarak tertentu seperti yang ditunjukkan Gambar 4.2.
16
Gambar 4.2 Batang Kantilver Diberi Gaya [2]
b) Momen Inersia
Rumus momen inersia pada batang seperti pada Gambar 4.3 dapat diperoleh
menggunakan teorema sumbu sejajar seperti pada Persamaan 4.2.
Iz = Iz1 + Iz2
Iz = (IG1 + A1 d12) + (IG2 + A2 d22) (4.2)
17
A2 = Luas penampang luasan 2 (m2)
d2 = Jarak pusat massa luasan 2 ke pusat massa keseluruhan benda (m)
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Craig, Jr., R.R., (2000). Mechanics of Materials. Edisi 2, John Wiley & Sons: New
York.
[2] Gere, J.M., and Timoshenko, S.P., (1984). Mechanics of Materials, Edisi 3, PWS-
Kent Publishing Company: Boston.
18
MODUL 5
PENGUJIAN PUNTIR PADA POROS PEJAL
I. TUJUAN
Menentukan tegangan geser maksimum pada suatu material.
Membandingkan nilai tegangan geser secara eksperimen dan secara teoretis serta
pengaruhnya terhadap sifat mekanik material.
Mengetahui besar sudut puntir yang dihasilkan pada setiap material.
Menentukan nilai modulus geser pada setiap material secara eksperimen dan secara
teoretis.
19
penampang lingkaran karena bentuk penampang ini sederhana dan mudah diukur.
Spesimen tersebut hanya dikenai beban puntiran pada salah satu ujungnya karena dua
pembebanan akan memberikan ketidakkonstanan sudut puntir yang diperoleh dari
pengukuran.
20
Pengukuran yang dilakukan pada uji puntir adalah momen puntir dan sudut
puntir. Pengukuran ini kemudian dikonversikan menjadi sebuah grafik momen puntir
terhadap sudut puntir (dalam radian).
Dari Persamaan 5.1 dan Persamaan 5.2, nilai modulus geser (G) pada sebuah
material dapat ditentukan menggunakan Persamaan 5.4.
G (5.4)
Kemudian dari Persamaan 5.4 dapat dijabarkan menjadi Persamaan 5.5.
32.T .r.L
G (5.5)
..D 4
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Craig, Jr., R.R., (2000). Mechanics of Materials. Edisi 2, John Wiley & Sons: New
York.
21
MODUL 6
PERCOBAAN GETARAN BEBAS DAN PAKSA SATU DERAJAT
KEBEBASAN
I. TUJUAN
Memahami prinsip getaran bebas suatu sistem.
Membandingkan nilai frekuensi natural secara teoritik dan secara eksperimental.
Memahami fenomena resonansi dan pengaruhnya terhadap suatu benda kerja.
Mengamati fenomena resonansi dengan variasi koefisien redaman yang berbeda-
beda.
Memahami hubungan antara amplitudo dan frekuensi eksitasi yang dipengaruhi oleh
variasi koefisien redaman yang berbeda-beda.
22
Getaran Paksa
Getaran paksa adalah getaran yang terjadi akibat adanya pemberian gaya dari luar
secara terus-menerus.
23
δ = Pengurangan logaritmik
ζ = Koefisien redaman
x1 = Amplitudo 1
x2 = Amplitudo 2
Jika pada beam seperti pada Gambar 6.2 ditarik sedikit dari posisi
kesetimbangannya, maka persamaan kesetimbangan momennya dapat dihitung dengan
rumus :
∑ 𝐹𝐹 = 0 (6.3)
𝐹𝐹 . 𝐹̈ + 𝐹𝐹 .𝐹 = 0 (6.4)
𝐹 . 𝐹2
. 𝐹̈ + 𝐹 . 𝐹 .𝐹 . 𝐹 = 0 (6.5)
3
2
𝐹̈ + 3 . 𝐹 . 𝐹 . 𝐹 = 0 (6.5)
𝐹 . 𝐹2
24
Dari persamaan gerak harmonik tersebut kita dapat menentukan frekuensi
natural dari beam yaitu :
2 3 . 𝐹 . 𝐹2
𝐹𝐹 = 𝐹 . 𝐹2
(6.6)
1 3 . 𝐹 . 𝐹2
𝐹𝐹 = .√ (6.7)
2. 𝐹 . 𝐹2
𝐹
Jika pada beam terdapat redaman seperti Gambar 6.3, maka terdapat dua
frekuensi yaitu frekuensi natural dan frekuensi natural teredam. Frekuensi natural akan
selalu tetap dan frekuensi natural teredam besarnya bergantung pada frekuensi natural
dan koefisien redamannya.
𝐹𝐹 = 𝐹𝐹 . √1 − 𝐹2 (6.8)
𝐹 .𝐹2
𝐹= (6.9)
2 .𝐹𝐹 .𝐹𝐹
Keterangan :
Mo = Momen di titik O (Nm)
𝐹𝐹 = Momen inersia batang (m4)
𝐹 = Sudut simpangan getaran (o)
Fc = Gaya pegas (N)
a = Jarak tumpuan beam dengan pegas (m)
25
c = Konstanta pegas (N/m)
m = Massa batang (kg)
L = Panjang total batang (m)
ωn = Frekuensi natural angular (Hz)
fn = Frekuensi natural (Hz)
ωd = Frekuensi peredam (Hz)
𝐹 = Derajat redaman
𝐹 = Konstanta redaman (Ns/m)
𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 = 5 Ns/ m
𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 = 15 Ns/ m
𝐹 = Jarak tumpuan batang dengan peredam (m)
26
Jika frekuensi rangsangan sama dengan salah satu frekuensi natural sistem, maka
akan didapat keadaan resonansi dan akan mengakibatkan getaran yang sangat besar.
Resonansi merupakan peristiwa yang sangat dihindari dalam dunia teknik, karena
apabila terjadi resonansi timbul getaran yang sangat besar sehingga akan mengakibatkan
kerusakan pada komponen tersebut. Oleh karena itu, perhitungan dan pencegahan
fenomena resonansi merupakan tugas penting dalam dunia rekayasa teknik.
27
Percobaan getaran dengan redaman
1. Aturlah posisi pemasangan batang dan pegas sesuai dengan skema yang
digambarkan pada Gambar 6.6, dimana a merupakan jarak dari tumpuan ke pegas
dan b adalah jarak tumpuan ke redaman.
2. Pastikan batang sejajar dengan menggunakan waterpass untuk mengetahui
kesejajaran batang.
3. Setelah alat yang akan digunakan untuk percobaan terpasang seperti yang terlihat
pada Gambar 6.6, mulailah melakukan percobaan dengan menarik batang dan
dilepaskan hingga mengalami osilasi dan dicatat dengan menggunakan kertas
teledestos yang digerakkan oleh motor penggerak.
28
3. Lakukan penambahan frekuensi eksitasi sebesar 2 Hz untuk setiap pertambahan
sampai frekuensi eksitasi mencapai 6 Hz, catat perubahan amplitudo yang terjadi
setiap penambahan frekuensi dilakukan.
4. Ketika mencapai 6 Hz, ubah pertambahan frekuensi eksitasi menjadi 1 Hz dan
untuk setiap penambahan catat perubahan amplitudo yang terjadi.
5. Ketika mencapai 8 Hz, ubah pertambahan frekuensi eksitasi menjadi 0,2 Hz – 0,5
Hz dan catat perubahan amplitudo yang terjadi.
6. Ketika besar getaran mulai menurun, ubah pertambahan frekuensi eksitasi menjadi
1 Hz – 2 Hz dan catat perubahan amplitudo yang terjadi.
7. Frekuensi eksitasi terakhir sebesar 20 Hz.
8. Lakukan langkah 2 – 7 untuk kondisi yang berbeda, yaitu adanya redaman dengan
koefisien redaman yang berbeda-beda.
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Thomson, W.T., (1990). Theory of Vibration with Application. Prentice Hall: New
Jersey.
[2] -. (2011). Free and Forced Vibration Apparatus. Gunt: Hamburg.
29
MODUL 7
PERCOBAAN BEJANA TEKAN SILINDER BERDINDING TIPIS
I. TUJUAN
Membuktikan rumus tegangan dan regangan pada dinding bejana tekan silinder secara
eksperimen dan teoretis.
Mengukur regangan pada bejana tekan menggunakan strain gauge.
Menentukan tegangan dan regangan pada silinder terbuka dan silinder tertutup.
Menentukan hubungan antara perubahan diameter bejana silinder dengan besar
tegangan dan regangan yang terjadi.
Menentukan tegangan dan regangan utama pada dinding bejana tekan.
30
Sebuah bejana dinyatakan sebagai bejana berdinding tipis jika tebal diameter
dalam (d) lebih besar dibandingkan dengan 10 kali tebal dinding (s). Dalam percobaan
ini, untuk diameter rata-rata ditentukan menggunakan Persamaan 7.1.
da +di
d= (7.1)
2
d = Diameter rata-rata pada bejana (mm)
da = Diameter luar (mm)
di = Diameter dalam (mm)
Pada komponen dinding tipis, tegangan dan regangan yang melewati ketebalan
dinding diasumsikan konstan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.2. Pada
percobaan ini, tegangan pada arah radial diabaikan, sehingga tegangan yang akan
dianalisis merupakan tegangan tangensial dan aksial.
31
Gambar 7.4 Tegangan Aksial / Longitudinal Stress [2]
yang merupakan luas penampang pada berjana dan d.π.s merupakan cincin area pada
permukaan depan dinding, sehingga tegangan aksial (σa) dihitung dengan Persamaan
7.5. Sedangkan, untuk menghitung tegangan sirkumferensial (σt), persamaan yang
digunakan sama seperti berjana terbuka yang tercantum pada Persamaan 7.3.
d
σa = p i (7.5)
4.s
32
Tegangan sirkumferensial besarnya tepat dua kali dari tegangan aksial. Hal ini
menjelaskan tentang fenomena bejana lebih rentan mengalami kebocoran pada arah
longitudinal. Pada bejana yang di bawah tekanan luar tinggi, tekanan dalam perlu
digantikan dengan tekanan luar yang berlawanan arah seperti pada Persamaan 7.6.
pi = - pa (7.6)
Dalam hal ini, bejana tekan berdinding tipis dibawah tekanan luar memiliki
kegagalan yang disebabkan oleh indentasi dan pada prosesnya, dinding pada bejana
bergantung pada sebuah tegangan tekan yang tiba-tiba dapat mengalami kegagalan.
e. Hubungan Transformasional
Arah pada regangan utama tidak dapat diketahui secara langsung, tegangan
utama harus ditentukan terlebih dahulu dari regangan yang terukur dalam beberapa
arah. Menentukan arah transformasi pada tegangan dan regangan merupakan hal yang
rumit. Namun hal tersebut dapat dibantu dengan menggunakan rumus serta diikuti
dengan perhitungan singkat dari Lingkaran Mohr.
33
Untuk transformasi regangan yang berasal dari sebuah sistem sumbu utama
pada beberapa sistem koordinat x,y yang dirotasikan oleh sudut α seperti pada Gambar
7.3, dapat dirumuskan dengan Persamaan 7.9 dan Persamaan 7.10.
𝐹 = 1{ (𝐹 +𝐹 ) + (𝐹 −𝐹 ). cos 2𝐹} (7.9)
𝐹 2 1 2 1 2
f. Lingkaran Mohr
Transformasi regangan divisualisasikan melalui perubahan bentuk grafik dari
lingkaran Mohr pada Gambar 7.5. Sudut selipan (γ) terletak di atas regangan ε. Ini
terlihat selipan dan regangan berpindah pada sebuah lingkaran yang berada pada arah
transformasi. Diameter lingkaran akan berubah sesuai dengan besarnya perubahan
antara 2 regangan utama ε1,2.
Dari lingkaran Mohr regangan, regangan untuk beberapa arah sudut (α) dapat
dengan cepat diketahui. Tercantum pada sudut rotasi lingkaran Mohr yang digunakan
pada arah yang belawanan dan merangkap.Lingkaran Mohr dapat juga untuk
meletakkan tegangan normal (σ) dan tegangan geser (τ) seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 7.6.
34
Gambar 7.6 Skema Lingkaran Mohr pada Tegangan [1]
𝐹1,2 =
𝐹𝐹+𝐹𝐹
± √2 √(𝐹 − 𝐹 )2 + (𝐹 − 𝐹 )2 (7.16)
2 2 𝐹 𝐹 𝐹 𝐹
1 𝐹𝐹−2𝐹𝐹+
𝐹 = 𝐹𝐹𝐹 tan (7.17)
𝐹𝐹
2 𝐹𝐹−𝐹𝐹
35
III. PERALATANPERCOBAAN
1. Bejana tekan
2. Amplifier
3. Strain gauge
4. Pompa hidrolik
b. Silinder tertutup:
1. Longgarkan knop pada tabung minyak hidrolik, untuk menurunkan tekanan minyak
hingga manometer menunjukkan 0 bar. Menurunkan tekanan dilakukan dengan
perlahan, jangan terlalu cepat mengendurkan knop tabung minyak hidrolik.
2. Pilih keadaan tertutup/close pada software G.U.N.T.
3. Longgarkan knop pada bejana sampai habis, kemudian putar kembali knop bejana
dengan posisi setengah putaran.
36
4. Kencangkan knop pada tabung minyak hidrolik.
5. Lakukan tare pada software G.U.N.T untuk kalibrasi sehingga pengambilan data
dapat dilakukan dengan baik
6. Gunakan pompa hidrolik untuk menaikkan tekanan pada minyak secara bertahap
hingga 20 bar dengan kelipatan 5 bar.
7. Setelah itu catat data praktikum yang ditampilkan pada software G.U.N.T pada
lembar data.
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] ---------. (2011). Stress and Strain Analysis On A Thin-Walled Cylinder. Gunt:
Hamburg.
[2] L,E Brownell. (1979). Process Equipment Vessel Design. Princeton, New Jersey
37
MODUL 8
UJI FATIGUE
I. TUJUAN
Mengetahui siklus lelah pada setiap material.
Mengetahui cara penggunaan kurva Wohler pada setiap material.
Membandingkan sifat lelah pada setiap material.
38
Gambar 8.1 Jenis Beban Dinamik: (a) Reversed stress, (b) Repeated stress, (c)
Random stress [1]
Tiga faktor utama penyebab terjadinya fatigue pada sebuah material adalah:
a. Tegangan maksimum (S) bernilai tinggi
b. Variasi tegangan
c. Siklus tegangan (N) yang besar
Selain itu juga terdapat banyak variabel lainnya seperti konsentrasi tegangan,
temperatur, pembebanan yang berlebihan, struktur metalurgi, tegangan sisa, dan tegangan
kombinasi.
Untuk mengetahui fatigue limit pada suatu jenis material dapat diketahui dengan
kurva Wohler (S-N), yaitu kurva tegangan (S) terhadap banyaknya siklus yang terjadi (N)
yang ditunjukkan pada Gambar 8.2.
39
Gambar 8.2 Gambar Kurva Wohler [1]
40
7. Tekan tombol zero pada unit kontrol dan instrumentasi sambil menahan posisi
gimbal sejajar driveshaft.
8. Gunakan kunci pas untuk mengencangkan chuck dan memastikan ujung dari
spesimen berada di ujung self-aligning bearing, jika tidak jarak beban akan salah.
Kemudian kencangkan baut kecil pada gimbal untuk menahan posisi self-aligning
bearing. (jangan terlalu kencang).
9. Pastikan speed control pada unit kontrol dan instrumentasi pada posisi minimum.
10. Pasang safety guard.
11. Pindahkan beban sepanjang load arm dengan memilih beban yang sesuai dengan
material spesimen.
12. Angkat loading armsecara perlahan agar display unit kontrol menunjukkan nilai nol
kemudian menekan tombol start, lalu tingkatkan kecepatan secara perlahan hingga
cycle rate bernilai 60 Hz (+/- 1 Hz).
13. Lepaskan loading arm dan biarkan motor berputar.
14. Ketika spesimen rusak/ patah, catat cycle count.
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Callister, W.D., (2001). Fundamentals of Materials. John Wiley & Sons: New
York.
41
MODUL 9
WIND TUNNEL
I. TUJUAN
Menentukan koefisien lift dan koefisien drag dari berbagai model uji.
Mengetahui pengaruh kecepatan terhadap koefisien lift dan koefisien drag.
Mengetahui pengaruh angle of attack terhadap koefisien lift dan koefisien drag.
Memahami cara kerja dan penggunaan wind tunnel.
Lift (gaya angkat) merupakan gaya yang dihasilkan akibat adanya perbedaan
kecepatan antara benda dengan fluida. Lift memiliki arah tegak lurus arah kecepatan
fluida yang melewati benda tersebut. Nilai dari koefisien lift dari suatu benda dapat
ditentukan melalui Persamaan 9.2.
𝐹 0,5
𝐹𝐹 = (9.2)
𝐹 𝐹2𝐹
D = Drag (N)
L = Lift (N)
CD = Koefisien drag
CL = Koefisien lift
ρ = Densitas udara (kg/m3)
V = Kecepatan aliran udara (m/s)
A = Luas frontal area (m2)
42
𝐹 = 𝐹ℎ𝐹𝐹𝐹 dari 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹
𝐹 = 𝐹𝐹𝐹𝐹 dari 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹
Luas ini disesuaikan dengan model yang diuji, Persamaan 9.3 untuk model uji sphere dan
dimpled sphere,sedangkan Persamaan 9.4 digunakan untuk model uji airfoil
Wind Tunnel
Wind tunnel (terowongan angin) merupakan suatu perangkat eksperimen yang
digunakan untuk mempelajari fenomena aerodinamika. Klasifikasi wind tunnel menurut
kecepatannya berdasarkan bilangan Mach, M, adalah sebagai berikut [2]:
Subsonic M ≤ 0,3
Transonic M ≤ 1,3
Supersonic M≤5
Hypersonic M>5
Jenis wind tunnel yang akan digunakan dalam percobaan ini adalah AF1300
subsonic wind tunnel yang memiliki kecepatan udara maksimum sebesar 36 m/s.
Settling Contraction
Diffuser Chamber Zone
Fan
Test
Section
Gambar 9.1 Wind Tunnel AF1300 [3]
Cara kerja:
Fan akan berputar menarik udara masuk ke dalam test section melalui contraction
zone dan settling chamber, sehingga model uji dalam test section akan mengalami gaya
aerodinamika. Contraction zone memiliki bentuk menyerupai corong, fungsinya adalah
untuk meningkatkan kecepatan aliran udara yang masuk. Settling chamber dilengkapi
43
dengan struktur honeycomb yang berfungsi untuk mengurangi turbulensi aliran dan
menyeragamkannya sebelum masuk ke dalam test section.
2 × ∆𝐹 × 9,81
𝐹=√
𝐹𝐹𝐹𝐹
𝐹𝐹
V = Kecepatan udara
𝐹P = Tekanan dinamik (mmH2O)
ρudara = Densitas udara
3. Ujilah 3 model uji dengan variasi kecepatan tersebut (wajib: model a (sphere) dan
model b (dimpled sphere)).
4. Ukur drag dan lift dari tiap model uji yang ditentukan, catat pada lembar data.
44
5. Ukur drag dan lift dari dummy stem, catat pada lembar data.
45