Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II


“LEACHING”

GRUP H

1. ATHA MARDHI MAULANA (21031010221)


2. SYAIBA QURROTUL AINI (21031010222)

TANGGAL PERCOBAAN :
28 NOVEMBER 2023

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK &SAINS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM
OPERASI TEKNIK KIMIA II

“LEACHING”

GRUP H

1. ATHA MARDHI MAULANA 21031010221


2. SYAIBA QURROTUL AINI 21031010222

Telah diperiksa dan disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

IR. NANA DYAH SISWATI, M.KES


NIP. 19600422 198703 2 001
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkat
dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Resmi Operasi Teknik
Kimia II ini dengan judul “Leaching”.
Laporan Resmi ini merupakan salah satu tugas mata kuliah praktikum Operasi
Teknik Kimia II yang diberikan pada semester V. Laporan ini disusun berdasarkan
pengamatan, perhitungan dan dilengkapi dengan teori dari literatur serta petunjuk
asisten pembimbing yang dilaksanakan pada tanggal 28 November 2023 di
Laboratorium Operasi Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional
“VETERAN” Jawa Timur. Laporan hasil praktikum ini tidak dapat tersusun
sedemikian rupa tanpa bantuan baik sarana, prasarana, pemikiran, kritik dan saran.
Oleh karena itu, tidak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Ir. Nana Dyah Siswati, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Praktikum
Modul Leaching
2. Seluruh Asisten Laboratorium yang membantu dalam pelaksanaan praktikum
3. Rekan–rekan mahasiswa yang membantu dalam memberikan
masukanmasukan dalam praktikum.
Kami sangat menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak
kekurangan. Maka dari itu, kami selalu mengharapkan kritik dan saran, seluruh
asisten laboratorium yang turut membantu dalam kesempurnaan laporan ini. Sehingga
penyusun berharap penyusun mengharapkan semua laporan praktikum yang telah
disusun ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Teknik khususnya jurusan
Teknik Kimia.

Surabaya, 28 November 2023

Penyusun
LABORATORIUM TEKNIK KIMIA Nama : ATHA MARDHI M
FAKULTAS TEKNIK NPM/Semester : 21031010221/V
UPN “VETERAN” JATIM Romb./Group : GANJIL/H
Praktikum : OPERASI TEKNIK KIMIA II NPM/Teman Praktek : 21031010222/SYAIBA
Percobaan : LEACHING QURROTUL AINI
Tanggal : 28 NOVEMBER 2023
Pembimbing : IR.NANA DYAH SISWATI, M.KES

LAPORAN RESMI

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Proses industri kimia tidak terlepas dari peristiwa pemisahan komponen antar
senyawa di dalamnya. Ekstraksi merupakan salah satu metode yang pemanfaatanya
banyak digunakn di industri kimia. Pemisahan dengan metode ekstraksi terjadi atas
kemampuan suatu larutan yang dapat larut dengan nilai yang berbeda-beda. Ekstraksi
memiliki jenis metode yang berbeda, salah satunya leaching. Leaching merupakan
ekstraksi yang dilakukan pada bahan padat-cair. Leaching banyak ditemukan pada
industri kimia salah satunya industry pertambangan. Leaching digunakan untuk
memurnikan senyawa yang tidak murni di alam, contoh senyawa yang dimurnikan
yakni nikel dan timah. Aplikasi lain dapat ditemukan juga pada ekstraksi minyak
wijen yang digunakan sebagai bahan baku minyak dan campuran solar. Pentingnya
aplikasi leaching pada dunia industri menjadi salah satu alasan dilakukannya
percobaan leaching agar dapat memahami konsep dan penerapannya pada industry
kimia.

I.2 Tujuan

1. Untuk persen recovery pada proses ekstraksi padat-cair (leaching)


2. Untuk mengetahui hubungan lama waktu ekstaksi dengan jumlah massa
komponen dari bahan padat yang terekstrak
3. Untuk menghitung jumlah stage pada proses leaching

I.3 Manfaat
1. Praktikkan dapat memahami konsep dari proses ekstraksi padat cair
(leaching)
2. Praktikkan dapat memahami factor yang mempengaruhi percobaan
3. Praktikkan dapat memahami penerapan leaching pada industry kimia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Secara Umum

Metode leaching adalah salah satu teknik yang digunakan dalam kimia dan
proses pemisahan untuk mengisolasi atau menghilangkan unsur padat atau cair dari
suatu substansi dengan bantuan pelarut. Teknik ini dapat dibagi menjadi dua kategori
utama, yaitu leaching padatan atau yang sering disebut sebagai solid extraction, serta
ekstraksi cair atau liquid extraction. Leaching padatan (solid extraction) digunakan
ketika kita perlu memisahkan zat terlarut yang terkandung dalam suatu bahan padat.
Proses ini melibatkan pencampuran bahan padat dengan pelarut yang sesuai, yang
kemudian akan melarutkan zat terlarut tersebut dan memungkinkan pemisahan dari
bahan padat lainnya. Hasil dari proses ini adalah larutan yang mengandung zat
terlarut yang kita inginkan. Sementara itu, ekstraksi cair (liquid extraction) digunakan
ketika kita perlu memisahkan dua larutan yang dapat bercampur. Dalam metode ini,
dua larutan yang akan dipisahkan dicampurkan dengan pelarut yang dapat melarutkan
salah satu dari kedua larutan tersebut. Pelarut ini bertindak sebagai perantara yang
memungkinkan pemisahan komponen-komponen larutan tersebut. Setelah proses
ekstraksi, kita dapat memisahkan larutan tersebut, dan pelarut yang telah
mengandung komponen yang diinginkan akan berada dalam bentuk terpisah
(McCabe, 1993).

II.1.1 Pengertian ekstraksi padat-cair

Proses pemisahan dimana solute dipisahkan dari padatan pembawanya


menggunakan solvent cair disebut dengan ekstraksi padat-cair. Pada ekstraksi padat-
cair, untuk memperoleh larutan solute dalam solvent (ekstrak) bahan padat
dikontakkan dengan cairan pelarut (solvent) yang bisa melarutkan zat-zat yang akan
diambil (solute). Pada ekstraksi ini prinsip pemisahan didasarkan pada kemampuan
atau daya larut solute dalam solvent. Dengan demikian solvent yang digunakan harus
mampu menarik komponen solute dari sampel secara maksimal. Perpindahan massa
solute dari padatan ke cairan melalui dua tahapan, yaitu difusi dari bagian dalam
padatan ke permukaan dan massa yang berpindah dari permukaan padatan ke cairan.
Jadi, ekstraksi padat-cair merupkan proses perpindahan secara difusi analit dalam
sampel yang berwujud padat kedalam pelarutnya (Margono, 2022).

II.1.2 Mekanisme ekstraksi padat-cair

Mekanisme ekstraksi padat-cair dimulai dengan adsorpsi pelarut oleh


permukaan sampel, diikuti difusi pelarut ke dalam sampel dan pelarutan analit oleh
pelarut (interaksi analit dengan pelarut). Selanjutnya terjadi difusi analit-pelarut ke
permukaan sampel dan desorpsi analit-pelarut dari permukaan sampel kedalam
pelarut. Perpindahan analit-pelarut ke permukaan sampel berlangsung sangat cepat
ketika terjadi kontak antar sampel dengan pelarut. Kecepatan difusi analit-pelarut ke
permukaan sampel merupakan tahapan yang mengontrol keseluruhan proses ekstraksi
ini. Kecepatan difusi ini bergantung pada beberap faktor yaitu, temperatur, luas
permukan, jenis pelarut, perbandingan analit dengan pelarut, kecepatan dan lama
pengadukan. Ada beberapa hal agar kondisi optimum ekstraksi dapat tercapai,
diantaranya, kemampuan atau daya larut analit dalam pelarut harus tinggi, pelarut
yang digunakan harus selektif, konsentrasi analit dalam sampel harus cukup tinggi,
tersedia metode untuk memisahkan kembali analit dari pelarut pengekstraksi.

II.1.3 Macam-macam Metode ekstraksi padat-cair

Macam metode ekstraksi padat-cair diantaranya yaitu :

1. Maserasi

Jenis ekstraksi padat-cair yang paling sederhana salah satunya adalah


maserasi. Proses ekstraksi dilakukan dengan merendam sampel pada suhu kamar
menggunakan pelarut yang sesuai sehingga dapat melarutkan analit dalam sampel.
Sampel direndam selama 3-5 hari sambal diaduk sesekali untuk mempercepat
pelarutan analit. Kelebihan ekstraksi maserasiyaitu alat dan cara yang digunakan
sangat sederhana, dapat digunakan untuk analit baik yang tahan panas maupun tidak.
Kekurangannya yaitu menggunakan pelarut yang banyak sehinga boros pelarut.

2. Perkolasi
Perkolasi merupakan salah satu jenis ekstraksi padat-cair yang dilakukan
dengan jalan mengalirkan pelarut secara perlahan-lahan pada sampel dalam suatu
percolator. Pada ekstraksi jenis ini, pelarut ditambahkan secara terus menerus,
sehingga proses ekstraksi selalu dilakukan dengan pelarut yang baru. Pola
penambahan pelarut yang dilakukan adalah menggunakan pola penetesan pelarut dari
bejana terpisah disesuaikan dengan jumlah pelarut yang keluar atau dilakukan dengan
penambahan pelarut dalam jumlah besar secara berkala. Proses ekstraksi dilakukan
hingga analit dalam sampel terekstraksi secara sempurna. Untuk memastikan semua
analit telah terekstraksi dengan sempurna dapat dilakukan uji dengan kromatografi
lapis tipis (KLT) atau spektrofotometri UV.

3. Sokletasi

Sokhletasi adalah salah satu jenis ekstraksi menggunakan alat sokhlet. Prinsipnya
adalah ekstraksi dilakukan secara terus menerus menggunakan pelarut yang relative
sedikit. Bila ekstraksi telah selesai maka pelarut dapat diuapkan sehingga akan
diperoleh ekstrak. Biasanya pelarut yang digunakan adalah pelarut yang mudah
menguap atau mempunyai titik didih yang rendah. Peralatan yang digunakan dalam
sokhletasi terdiri dri kondensor, sokhlet, labu distilat bulat dan pemanas.

(Leba,2017)

II.1.4 Pemilihan jenis pelarut

Keberhasilan proses ekstraksi sangat bergantung pada pemilihan pelarut yang


tepat. Kriteria penting dalam pemilihan pelarut mencakup harga, Batasan toksikologi,
ketersediaan, selektivitas zat terlarut, sifat fisik (kelarutan dalam air, berat jenis,
viskositas, titik didih, dan bahaya operasional ( mudah terbakar, mudah menguap).
Dalam memilih pelarut hal-hal yang harus dipertimbangkan, diantaranya :

1. Selektivitas

Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen


lainnya dari bahan yang diekstrak. Dalam hal ini, larutan ekstrak yang diperoleh
harus dibersihkan yaitu dengan mengekstraksi larutan tersebut dengan pelarut
kedua.

2. Kelarutan

Pelarut harus mempunyai kemampuan untuk melarutkan solut sesempurna


mungkin. Kelarutan solute terhadap pelarut yang tinggi akan mengurangi jumlah
penggunaan pelarut, sehingga menghindarkan terlalu besarnya perbandingan
antara pelarut dan padatan.

3. Kerapatan

Perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan solute akan memudahkan
pemisahan keduanya.

4. Aktivitas kimia pelarut

Pelarut harus bahan kimia yang stabil dan inert terhadap komponen lainnya
didalam sistem.

5. Titik didih

Pada proses ekstraksi biasanya pelarut dan solute dipisahkan dengan cara
penguapan, distilasi atau rektifikasi. Oleh karena itu titik didih kedua bahan tidak
boleh terlalu dekat. Dari segi ekonomi akan menguntungkan bila titik didih
pelarut tidak terlalu tinggi.

6. Viskositas pelarut

Pelarut harus mampu berdifusi ke dalam maupun ke luar dari padatan agar
bisa mengalami kontak dengan seluruh solut. Oleh karena itu, viskositas pelarut
harus rendah agar dapat masuk dan keluar secara mudah dari padatan.

7. Rasio pelarut

Rasio pelarut yang dipakai terhadap padatan harus sesuai dengan kelarutan zat
terlarut atau solut pada pelarut. Semakin kecil kelarutan solute terhadap pelarut,
semakin besar pula perbandingan pelarut terhadap padatan, begitu juga
sebaliknya. Dengan demikian perbandingan solute dan pelarut yang tepat akan
mampu memberikan hasil ekstraksi yang diharapkan.

(Nasir,2009)

II.1.5 Kesetimbangan dalam leaching

Kesetimbangan dalam leaching tercapai Ketika zat terlarutnya larut,


diasumsikan terdapat pelarut yang cukup sehingga semua zat terlarut dalam padatan
yang masuk bisa dilarutkan kedalam cairan. Oleh karena itu, semua zat terlarut larut
sempurna pada tahap pertama. Juga diasumsikan bahwa padatan tidak dapat larut, dan
tidak ada adsorpsi zat terlarut oleh padatan dalam leaching. Artinya larutan dalam
fasa cair yang meninggalkan suatu tahapan sama dengan larutan yang tetap Bersama
matriks padat dalam slurry yang mengendap yang meninggalkan tahapan tersebut.
Dalam Pengendapan satu tahap, tidak mungkin untuk memisahkan seluruh cairan dari
padatan. Padatan yang meninggalkan tahapan selalu mengandung sejumlah cairan
yang mengandung zat terlarut. Aliran padat-cair ini disebut aliran bawah. Akibatnya,
konsentrasi minyak atau zat terlarut dalam cairan luapan sama dengan konsentrasi zat
terlarut dalam larutan cair yang menyertai aliran slurry atau aliran bawah. Jadi, pada
plot xy garis kesetimbangan berada pada garis 45° (Geankoplis, 1993)

II.1.6 Pembuatan stage

Stage pada leaching dapat ditentukan jumlahnya dengan menggunakan grafis


diagram segitiga ataupun segiempat. Cara memperoleh grafik tersebut adalah dengan
menentukan campuran result, titik sigma, disetiap tahap setelah grafik garis overflow
dan underflow ditempatkan. Grafik garis overflow dan underflow diperoleh dengan
persamaan pada tiap Sistem. Tidak adanya perpindahan massa antara aliran bawah
dan atas menandai bahwa kesetimbangan telah dicapai. Stage pada ekstraksi terdapat
dua macam yaitu, single stage dan multi stage. Ekstraksi single stage adalah ekstraksi
satu tahap dimana feed dan solvent dicampur sehingga tercapai kesetimbangan dan
diperoleh ekstrak yang di inginkan. Sedangkan, ekstraksi multistage adalah ekstraksi
dimana keadaan sistem harus diubah hingga mencapai kesetimbangan baru,
karenanya perlu dilakukan kontak berulang (Wiley, 2016).

II.1.7 Stage ideal

Stage Ideal atau disebut juga perfect plate adalah hasil perhitungan seperti
theoritical stage. Dengan memiliki nilai stage ideal, maka efisiensi stage dapat
digunakan untuk memperoleh. stage aktual, Stage Ideal dapat didefinisikan fase uap
yang keluar dan juga fase liquid pada stage equilibrium. Dalam ekstraksi, perolehan
stage dimulai pada pengontakkan 2 fase sampai terjadi perpindahan atau transfer
massa sehingga dapat dipisahkan. Terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi ke efektifan stage yaitu desain dari peralatan ekstraksi, kesetimbangan
dan sifat fisika fase. Metode neraca massa, Perhitungan stage ideal dapat dihitung
dengan neraca energi, dan kesetimbangan fasa. Efisiensi stage merupakan
perbandingan stage aktual dan ideal (Crockett, 1986).

II.1.8 Aplikasi

Aplikasi dari proses ekstraksi padat-cair atau leaching telah banyak digunakan
di berbagai industri. Salah satunya industri minyak ikan, Minyak ikan diekstraksi
dengan menggunakan alat sentrifugal extractor. Pelarut organik akan memisahkan
minyak ikan dari tubuh ikan. Minyak Ikan tersebut larut dalam heksana, methanol
dan kloroform. Pada Industri kimia farmasi, ekstraksi digunakan untuk mengambil
senyawa aktif dari tanaman atau bahan lain. Selain itu, ekstraksi padat cair juga
dimanfaatkan di industri minyak kelapa dari sari kelapa umumnya menggunakan oil
extractor (Poole, 2020).
II.2 Faktor yang Mempengaruhi Proses Leaching

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi padat-cair


adalah antara lain sebagai berikut :

1. Temperatur operasi

Semakin tinggi temperatur operasi, maka laju pelarutan zat terlarut oleh
pelarut akan semakin meningkat. Temperatur pada proses ekstraksi umumnya
dibawah 100°C.

2. Waktu ekstraksi

Semakin lama waktu ekstraksi maka semakin banyak kontak yang terjadi
antara pelarut dengan bahan baku dan menghasilkan hasil ekstraksi yang optimum

3. Ukuran, bentuk, dan kondisi partikel padatan

Semakin kecil suatu ukuran partikel, maka semakin luas permukaan kontak
antara partikel dan pelarut semakin besar. Hal ini akan mempengaruhi waktu
ekstraksi yang semakin singkat

(Banus, 1988)
II.3 Sifat Bahan

II.3.1 N - Heksana

a. Sifat Fisika
1. Bentuk : cairan
2. Warna : tidak berwarna
3. Densitas : 0,6548 gram/ml
4. Titik Didih : 69°C
5. Titik Lebur : -94°C
6. Viskositas : 0,00326 gr/cm.s
b. Sifat Kimia
1. Rumus Molekul : CH3(CH2)4 CH3
2. Berat Molekul : 86,17 gram/mol

(Perry, 2019 “Hexane”)

c. Fungsi

Sebagai pelarut dalam percobaan leaching.

II.3.2 Wijen

a. Sifat Fisika
1. Bentuk : Padat
2. Warna : Putih
3. Bau : Tidak berbau
b. Sifat Kimia
1. Kadar minyak : 35-63%
2. Kadar protein : 19-25%
3. Kadar serat kasar : 7-8%
4. Kadar zat besi : 9.5 mg/100 gr
(Utama, 2010)
c. Fungsi
Sebagai bahan uji dalam percobaan Leaching
II.4 Hipotesis

Pada percobaan ekstraksi padat-cair (leaching), semakin lama waktu ekstraksi


dan dilakukan pada waktu optimum, maka komponen minyak wijen yang dihasilkan
akan semakin banyak, begitu pula untuk luas permukaan bahan yang akan diekstrak,
semakin besar luas permukaannya maka minyak wijen yang dihasilkan juga semakin
besar.
II.5 K3

Keselamatan kerja adalah segala upaya atau pemikiran yang dituJukan untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan fisik jasmani maupun rohani tenaga kerja
bagian yang mendapat perhatian khusus, Oleh karena itu, dilakukan usaha-usaha
pencegahan yang bertujuan untuk menghindar dan menimbulkan terjadinya
kecelakaan kerja serta untuk meningkatkan produktivitas dan keuntungan bagi
perusahaan Berikut adalah k3 untuk proses leaching:

1. Pemberian label dan spesifikasi bahannya


2. Pengecekan secara berkala oleh petugas k3
3. Disediakan jalan diantara plant-plant yang berguna untuk kelancaran
transportaci para pekerja serta memudahkan pengendalian Pada saat keadaan
darurat (misal kebakaran)
4. Disediakan hydrant pada plant (unit) untuk menanggulangi atau pencegahan
awal pada saat terjadi (kebakaran atau peledakan).
5. Memasang alarm pada plant (unit) sebagai tanda peringatan awal adanya
keadaan darurat.
6. Disediakan pintu dan tangga daratat yang dapat digunakan sewaktu-waktu
pada saat terjadi keadaan darurat

(Patel, 2019)
BAB III

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

III.1 Bahan

1. N-heksan
2. Wijen

III.2 Alat

1. Neraca Analitik
2. Beaker Glass
3. Kertas Saring
4. Piknometer
5. Gelas Ukur
6. Kaca Arloji
7. Pipet Tetes
8. Viskometer Ostwald
9. Batang Pengaduk
10. Erlenmeyer
11. Corong Kaca
12. Magnetic Stirrer

Gambar III.1 Rangkaian alat percobaan Leaching

Keterangan :
1. Beaker glass
2. Magnetic Stirrer

III.3 Diagram alir

Menyiapkan 19 gram biji wijen, kemudian dihaluskan hingga ukuran tertentu.


Lakukan proses screening dengan ukuran yang ditentukan. Masukkan bubuk wijen
yang telah discreening dalam beaker glass, kemudian tambah dengan pelarut n-
heksane pada volume 180 ml. Tutup beaker glass agar tidak terjadi penguapan.
Lakukan ekstraksi dengan variabel tertentu, Pisahkan pelarut dan minyak yang
terekstrak, kemudian keringkan endapan yang didapat. Tentukan volume minyak
yang diperoleh dari wijen.

Gambar III.2 Diagram alir percobaan leaching


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1 Pengamatan Densitas dan Viskositas Hasil Ekstrak

t massa massa minyak volume densitas


massa visko filtrat
(menit bahan yang terekstrak filtrat filtrat
filtrat (gr) (gr/cm s)
) (gr) (gr) (ml) (gr/ml)
0,0093867
20 14,2501 4,7499 160 0,61322 98,1152
3
40 13,2352 5,7648 93 0,63237 58,81041 0,0115558
0,0135173
60 12,9805 6,0195 52 0,67807 35,25964
6

Tabel 2 Perhitungan Garis Underflow

DATA UNDERFLOW
t Pembuatan Kurva Underflow
(meni A/ (A+S)/ (A+B+S) S/ A/
A/B S/B
t) (A+S) B /B (A+B+S) (A+B+S)
0,1286 0,8606 0,1106 0,7499
10 1,860654 0,403062 0,059492
17 54 95 59
0,0642 4,1568 0,2669 3,8898
20 5,156808 0,754321 0,051761
13 08 21 88
0,0378 6,6864 0,2532 6,4331
30 7,686411 0,836946 0,032954
82 11 96 15

Tabel 3 Perhitungan % Recovery

% RECOVERY
T massa minyak awal (gr) minyak terekstrak (gr) % recovery
1
7,372 4,7499 64,43163321
0
2
7,372 5,7648 78,19858926
0
3
7,372 6,0195 81,65355399
0
IV. Pembahasan

Massa Minyak yang Terekstrak

Hubungan Waktu Ekstraksi (Menit) dengan


Minyak yang Terekstrak (gram)
(gram)

7
6
f(x) = 0.06348 x + 4.2418
5 R² = 0.893248728841202
4
3
2
1
0
5 10 15 20 25 30 35

Waktu Ekstraksi (Menit)

Gambar IV.1 Hubungan antara Waktu Ekstraksi (Menit) dengan Massa Minyak yang
Terekstrak (gram)

Berdasarkan grafik IV.1 menjukkan hubungan antara waktu ekstraksi dengan


massa minyak yang terekstrak. Percobaan dilakukan pada interval waktu masing-
masing selama 20 menit, 40 menit, dan 60 menit. Massa minyak yang dihasilkan
secara berurutan adalah 4,7499 gram, 5,7648 gram, dan 6,0195 gram. Dari data
tersebut, terlihat bahwa hubungan antara waktu ekstraksi dan jumlah minyak yang
diekstraksi berbanding lurus. Semakin lama waktu ekstraksi, maka semakin banyak
minyak wijen yang diekstraksi ke dalam pelarut n-heksana. Hal ini sudah sesuai
dengan teori yang ada. Menurut Yuniwati (2019) menyatakan bahwa peningkatan
waktu ekstraksi akan menyebabkan pemanasan yang lebih lama, yang dapat
memperpanjang kontak antara padatan dan pelarut, sehingga meningkatkan jumlah
sel yang rusak dan bahan aktif yang larut. Proses ini akan berlanjut hingga mencapai
keseimbangan antara konsentrasi senyawa dalam wijen dan pelarut.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan data hasil percobaan Leaching yang telah diperoleh, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil percobaan Leaching diperoleh persen recovery pada menit


ke-20 sebesar 64,4316% ; pada menit ke-40 sebesar 78,1985% dan pada menit
ke-60 sebesar 81,6535%.
2. Hubungan antara lama waktu ekstaksi dengan jumlah massa komponen dari
bahan padat yang terekstrak adalah berbanding lurus. Semakin lama waktu
ekstraksi yang dilakukan maka massa minyak dari bahan yang terekstraksi
juga akan semakin banyak.
3. Jumlah stage yang dibutuhkan dalam proses ekstraksi padat-cair berbahan
wijen yaitu sebanyak 3 stage.

V.2 Saran

1. Sebaiknya praktikan menggiling bahan hingga mencapai ukuran yang telah


ditetapkan, guna memastikan hasil ekstraksi yang optimal.
2. Sebaiknya praktikan menutup wadah gelas saat melakukan pengadukan dan
pemanasan dengan magnetic stirrer untuk mengurangi risiko penguapan pada
pelarut n-heksana.
3. Sebaiknya praktikan memperhatikan dengan baik waktu maupun suhu ketika
mengoven bahan, agar tidak menyebabkan kerusakan pada bahan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Crockett, J.C. (1977), Advance in Chromatography, : Marcell Dekker Inc, Amerika.

Geankoplis, C.J. (1993), Transport Processes and Separation Process Principles


fourth edition, Prentice Hall, Boston.

Leba, M. (2017). Ekstraksi dan Real Kromatografi. Sleman :Deepublish

Margono,dkk (2022). Aneka Sumber Pewarna Alami. Klaten : Lakeisha

McCabe,W. (1993). Unit Operation of Chemical Engineering Seventh Edition.


NewYork : MC Graw Hill Companies

Nasir, S, et al (2009). Ekstraksi Dedak Padi menjadi Minyak Mentah Dedak Padi
(Crude Rice Bran Oil) dengan Pelarut N-Hexane dan Ethanol. Jurnal Teknik
Kimia, 16(1)

Patel, K, et al (2019). Review of Extraction Techniques. Internasional Journal of


Advanced Research in Chemical Science,6(3),6-13.

Perry, R H 2019. Perry's Chemical Engineering Handbook 8th Edition. Singapore:


Mc Graw Hill Companies

Poole, C.F.(2020). Liquid Phase Extraction, Amsterdam : Elsevier

Utama, H.K (2010), Kajian Karakteristik Kimia dan Sensoris Bumbu Masak
Berbahan Baku Bungkil Wijen dengan Variasi Lama Fermentasi Serta Suhu
Pengeringan, Semarang : Universitas Sebelas Maret

Yuniwati, M, et al (2019). Pengaruh Waktu, Suhu dan Kecepatan Pengadukan


Terhadap Pengambilan Tannin dari Pinag. Jurnal Teknologi, 12(2),109-115
LAMPIRAN I

Hasil Pengamatan

Massa bahan mula-mula (L0) = 19 gram

Volume pelarut (V0) = 180 ml

Kadar minyak dibahan mula-mula (X0) = 0,388

Suhu ekstraksi = 40°C

Viskositas minyak = 0,9813 gr/cm.s

Viskositas n-heksane = 0,0087 gr/cm.s

1. Densitas pelarut (n-heksane)


Berat piknometer kosong = 18,1830 gr
Berat piknometer isi = 25,2470 gr
( Berat piknometer isi−Berat piknometer kosong )
ρ=
volume piknometer
(25 , 2470 gr−18,1830 gr )
ρ=
10 ml
ρ=0 ,7064 gr /ml
2. Densitas filtrat pada menit ke-20
Berat piknometer isi = 24,3152 gr
( Berat piknometer isi−Berat piknometer kosong )
ρ=
volume piknometer
( 24,3152 gr−18,1830 gr )
ρ=
10 ml
ρ=0,6132 gr /ml
3. Viskositas campuran
ρcampuran . t
μ= campuran
× μair
ρair .t air

0,6132 gr × 0 , 43 s
μ= × 0,00899 gr/cm.s = 0.0093 gr/cm.s
0,997 gr ×0,2533 s
4. Massa campuran
m=ρ campuran . v campuran
gr
m=0,6132 ×160 ml
ml
m=98,1152 gr
LAMPIRAN II

Gambar 1. Menimbang wijen Gambar 2. Menyaring residu


sebanyak 19 gram dari filtrat

Gambar 3. Mengukur volume Gambar 4. Menimbang berat


filtrat piknometer isi filtrat

Gambar 5. Menimbang berat


bahan setelah dikeringkan

Anda mungkin juga menyukai