PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan
angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara
berkembang termasuk Indonesia. Hasil Riskesdas 2013, prevalensi gagal
jantung berdasar wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13
persen, dan yang terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 0,3 persen.
Prevalensi gagal jantung berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi DI
Yogyakarta (0,25%), disusul Jawa Timur (0,19%), dan Jawa Tengah
(0,18%). Prevalensi gagal jantung berdasarkan diagnosis dan gejala tertinggi
di Nusa Tenggara Timur (0,8%), diikuti Sulawesi Tengah (0,7%), sementara
Sulawesi Selatan dan Papua sebesar 0,5 persen. Sedangkan, prevalensi gagal
jantung untuk provinsi Kalimantan Selatan sebesar 0,3 persen.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, prevalensi penyakit gagal jantung
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur 65 – 74
tahun (0,5%) untuk yang terdiagnosis dokter, menurun sedikit pada umur =
75 tahun (0,4%), tetapi untuk yang terdiagnosis dokter atau gejala tertinggi
pada umur = 75 tahun (1,1%). Untuk yang didiagnosis dokter prevalensi lebih
tinggi pada perempuan (0,2%) dibanding laki-laki (0,1%), berdasar
didiagnosis dokter atau gejala prevalensi sama banyaknya antara laki-laki dan
perempuan (0,3%). Prevalensi yang didiagnosis dokter serta yang didiagnosis
dokter atau gejala lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah.
Prevalensi yang didiagnosis dokter lebih tinggi di perkotaan dan dengan
kuintil indeks kepemilikan tinggi. Untuk yang terdiagnosis dokter atau gejala
sama banyak antara perkotaan dan perdesaan.
Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak mampu
memompakan cukup darah untuk memenuhi kebutuhan O2 untuk
1
metabolisme tubuh serta kebutuhan nutrisi, sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan antara suplai dan demand O2 miokard (RSCM, 2008).
Gagal Jantung/Payah Jantung (fungsi jantung lemah) adalah
ketidakmampuan jantung memompa darah yang cukup ke seluruh tubuh
yang ditandai dengan sesak nafas pada saat beraktifitas dan/atau saat tidur
terlentang tanpa bantal, dan/atau tungkai bawah membengkak. Didefinisikan
sebagai penyakit gagal jantung jika pernah didiagnosis menderita penyakit
gagal jantung (decompensatio cordis) oleh dokter atau belum pernah
didiagnosis menderita penyakit gagal jantung tetapi mengalami
gejala/riwayat: sesak napas pada saat aktifitas dan sesak napas saat tidur
terlentang tanpa bantal dan kapasitas aktivitas fisik menurun/mudah lelah dan
tungkai bawah bengkak (Riskesdas, 2013).
Dalam makalah ini kami membahas CHF pada lansia disertai
penanganan dan asuhan keperawatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Congestive Heart Failure (CHF)?
2. Bagaimana Anatomi Fisiologi Jantung?
3. Apa saja etiologi CHF?
4. Apa saja klasifikasi CHF?
5. Bagaimana manifestasi klinis CHF?
6. Bagaimana patofisiologi CHF?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang CHF?
8. Bagaimana penatalaksanaan CHF?
9. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi dari CHF?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah patofisiologi dan untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari
penyakit CHF.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
selama diastol. Hal ini menyebabkan volume diastolik-akhir ventrikel secara
progresif bertambah (Corwin, 2000).
4
1) Atrium kanan
Dinding atrium kanan memiliki struktur yang tipis, dan
memiliki tekanan yang rendah. Sebelum memasuki
atrium kanan, darah melewati dua vena yang bermuara
ke atrium kanan yaitu vena kava superior (membawa
darah dari bagian tubuh atas dan ekstremitas atas) serta
vena kava inferior (membawa darah dari ekstremitas
bawah dan organ abdomen). Setelah melalui atrium
kanan kemudian melewati katup tricuspid darah
menuju ventrikel kanan pada saat fase relaksasi otot
jantung (diastole).
2) Atrium kiri
Dinding atrium kiri sedikit lebih tebal dibanding
atrium kanan. Darah yang telah teroksigenisasi
melewati 4 buah vena pulmonal memasuki atrium kiri
pada bagian dinding belakang. Selanjutnya darah akan
memasuki ventrikel kiri melewati katup mitral pada
saat fase relaksasi otot jantung (diastole). Fungsi dari
atrium kiri adalah sebagai ruang penerima darah yang
telah teroksigenisasi dari paru-paru.
b. Ventrikel
Fungsi ventrikel secara umum adalah memompakan
darah ke sistem sirkulasi sistemik dan pulmonal.
Ventrikel kiri mempunyai ketebalan tiga kali dari yang
kanan, sesuai dengan kerja jantung yang lebih berat.
1) Ventrikel kanan
Tebal dinding luarnya 4-5 mm dengan bertekanan
rendah. Darah mengalir menuju arteri pulmonal
melewati katup pulmonal, pada fase kontraksi/sistolik.
Fungsi dari ventrikel kanan adalah memompa darah
5
menuju paru-paru, kemudian atrium kiri dan ke sistem
pulmonal.
2) Ventrikel kiri
Ventrikel kiri memiliki otot yang besar. Tekanan pada
ventrikel kiri sangat tinggi, darah keluar dari ventrikel
melalui katup aorta yang berada tepat pada belakang
ventrikel kiri. Fungsi dari ventrikel kiri adalah
mengalirkan darah menuju seluruh bagian tubuh, untuk
selanjutnya kembali ke atrium kanan.
C. Etiologi
Menurut Baradero, dkk (2008) penyebab kegagalan
jantung kongestif dibagi atas dua kelompok, yaitu:
1. Gangguan yang langsung merusak jantung, seperti infark
miokardium, miokarditis, fibrosis miokardium, dan
aneurisma ventrikular
2. Gangguan yang mengakibatkan kelebihan beban ventrikel.
Kelebihan beban ventrikel dibagi atas:
a. Preload adalah volume darah ventrikel pada akhir
diastole. Kontraksi jantung menjadi kurang efektif
apabila volume ventrikel sudah melampaui batasnya.
Meningkatnya preload dapat diakibatkan oleh
regurgitasi aorta atau mitral, terlalu cepat pemberian
cairan infs terutama pada pasien lansia dan anak kecil.
b. Afterload adalah kekuatan yang harus dikeluarkan
jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh (sistem
sirkulasi). Meningkatnya afterload dapat diakibatkan
oleh stenosis aorta, stenosis pulmonal, hipertensi
sistemis, dan hipertensi pulmonal. Penyakit jantung
hipertensif adalah perubahan pada jantung sebagai
akibat dari hipertensi yang berlangsung terus-menerus
6
dan meningkatnya afterload. Jantung membesar sebagai
kompensasi terhadap beban pada jantung. Apabila
hipertensi tidak teratasi, kegagalan jantung dapat terjadi.
D. Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung atau
berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA.
7
maksimal jika melakukan aktivitas fisik maka
(refrakter)
gejala akan meningkat.
E. Manifestasi Klinis
8
hormone renin,
aldosterone dan ADH.
4. Peningkatan retensi
garam dan air.
5. Peningkatan volume
cairan ekstraseluler.
9
7. Kegagalan Ventrikel Kanan versus Ventrikel Kiri
Kegagalan ventrikel kiri adalah merupakan frekuensi tersering dari dua
contoh kegagalan jantung dimana hanya satu sisi jantung yang
dipengaruhi. Secara tipikal disebabkan oleh penyakit hipertensi, Corony
Artery Disease (CAD), dan penyakit katup jantung sisi kiri (mitral dan
aorta). Kongesti pulmoner dan edema paru biasanya merupakan gejala
segera (onset) dari gagal jantung kiri.
Gagal jantung sering disebabkan oleh gagal jantung kiri, gangguan katup
trikuspidalis atau pulmonal. Hipertensi pulmoner juga mendukung
berkembangnya kegagalan jantung kanan, peningkatan kongesti atau
bendungan vena sistemik, dan edema perifer.
Gagal Jantung Kiri Gagal Jantung Kanan
1. Volume dan tekanan ventrikel kiri 1. Volume vena sistemik meningkat.
serta atrium kiri meningkat. 2. Volume dalam organ/sel meningkat.
2. Volume vena pulmonal meningkat. 3. Hati membesar.
3. Edema paru. 4. Limpa membesar.
4. Curah jantung menurun sehingga 5. Dependen edema.
perfusi jaringan menurun. 6. Hormone retensi air dan Na+
5. Darah ke ginjal dan kelenjar meningkat sehingga reabsorbsi
menurun. meningkat.
7. Volume cairan ekstrasel meningkat.
6. Volume darah ke paru menurun. 8. Volume darah total meningkat.
10
Gallop’s.
8. Oliguria atau anuria.
9. Pulsus alternans.
F. Patofisiologi
Penurunan tekanan darah dirasakan oleh baroreseptor. Sebagian besar
respons refleks yang ditentukan oleh pengaktifan baroreseptor sceara
bermakna memperparah perkembangan gagal jantung. Hal ini terjadi karena
respons-respons refleks tersebut menyebabkan peningkatan pengisian
ventrikel (preload) atau semakin menurunkan volume sekuncup dengan
meningkatkan afterload yang harus dilawan oleh kerja pompa ventrikel.
Peningkatan preload dan afterload menyebabkan peningkatan beban kerja
dan kebutuhan oksigen jantung. Apabila kebutuhan oksigen yang meningkat
tersebut tidak dapat terpenuhi, maka serat-serat otot menjadi semakin
hipoksik sehingga kontraktilitas berkurang. Siklus perburukan gagal jantung
terus berulang.
Karena refleks-refleks tersebut terus menyebabkan peningkatan
pengisian dan peregangan jantung dan/atau afterload, maka tekanan darah
terus berada dibawah normal, sehingga refleks-refleks tersebut tetap
dipertahankan dan ditingkatkan. Gagal jantung akan berlanjut kecuali apabila
siklus pengisian berlebihan, penurunan volume sekuncup, dan penurunan
tekanan darah dapat ditangani.
G. Pathway
11
Peningkatan volume darah sisa (EDV/Preload)
12
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Corwin (2000), perangkat diagnostik pada pasien dengan gagal
jantung adalah sebagai berikut:
1. Dapat terdengar bunyi jantung ketiga
2. Identifikasi radiologis adanya kongesti paru dan pembesaran ventrikel
dapat mengindikasikan gagal jantung
3. Identifikasi pembesaran ventrikel dengan magnetic resonance imaging
(MRI) atau ultrasonografi dapat mengindikasikan adanya gagal jantung
4. Pengukuran tekanan diastolik-akhir ventrikel dengan sebuah kateter yang
dimasukkan ke dalam arteri pulmonaris (mencerminkan tekanan ventrikel
kiri) atau ke dalam vena kava (mencerminkan tekanan ventrikel kanan)
dapat mendiagnosis gagal jantung. Tekanan ventrikel kiri biasanya
mencerminkan volume ventrikel kiri.
5. Ekokardiografi dapat memperlihatkan dilatasi abnormal ruang-ruang
jantung dan kelainan kontraktilitas
6. Pengukuran BNP serum (dan sedikit meluas, ANP) memberi informasi
keparahan dan perkembangan penyakit. Kadar normal bervariasi sesuai
usia (nilai dasar meningkat sesuai usia) dan jenis kelamin (meningkat
pada wanita daripada pria), sehingga usia dan jenis kelamin pasien harus
dipertimbangkan saat mengevaluasi hasil pengukuran
Menurut Nurarif dan Hardhi (2015), pemeriksaan penunjang pada gagal
jantung adalah sebagai berikut:
1. Elektro kardiogram (EKG)
Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia,
distrimia, takikardi, fibrilasi atrial.
2. Uji stress
Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk menentukan
kemungkinan iskemia atau infark yang terjadi sebelumnya.
3. Ekokardiografi
13
a. Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik
dan kelainan regional, model M paling sering dipakai dan ditayangkan
bersama EKG).
b. Ekokardiografi dua dimensi (CT-scan).
c. Ekokardiografi Doppler (memberikan pencitraan dan pendekatan
transesofageal terhadap jantung).
4. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau
insufisiensi.
5. Radiografi dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah
abnormal.
6. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif
akut menjadi kronis.
8. Analisa gas darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratori ringan (dini)
atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
9. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin
Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik
BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
10. Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid sebagai
pre pencetus gagal jantung.
14
I. Penatalaksanaan
Menurut Corwin (2000), penatalaksaan gagal jantung adalah sebagai
berikut:
1. Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan jantung
2. Diberikan diuretik untuk menurunkan volume plasma sehingga aliran
balik vena dan peregangan terhadap serat-serat otot jantung berkembang
3. Diberikan Digoxin (digitalis) untuk meningkatkan kontraktilitas. Digoxin
bekerja secara langsung pada serat-serat otot jantung untuk
meningkatkan kekuatan setiap kontraksi tanpa bergantung pada panjang
serat otot. Hal ini akan menyebabkan peningkatan curah jantung
sehingga volume dan peregangan ruang ventrikel berkurang
4. Diberikan penghambat enzim pengubah angiotensin (inhibitor ACE)
untuk menurunkan pembentukan angiotensin II. Hal ini mengurangi
afterload (TPR) dan volume plasma (preload). Nitrat juga diberikan
untuk mengurangi afterload dan preload.
Menurut Baradero, dkk (2008) tindakan medis untuk gagal jantung
kongestif adalah sebagai berikut:
1. Terapi digitalis. Terapi digitalis adalah pengobatan utama untuk
kegagalan jantung kongestif karena sangat efektif untuk memperbaiki
fungsi miokardium, obat ini memperkuat kontraksi otot-otot jantung.
Dengan demikian curah jantung dapat meningkat dan supali darah ada
ginjal juga membaik. Digitalis juga dapat mengurangi kecepatan denyut
jantung sehingga sempat berelaksasi dan mengisi darah yang cukup.
Biasanya dokter memberi digitalis dalam dosis yang tinggi dalam waktu
yang singkat (digitalizing atau loading). Pasien harus diamati dengan
ketat terhadap tanda-tanda toksisitas digitalis. Obat pilihan untuk
kegagalan jantung kongestif adalah digoksin (Lanoxin).
2. Terapi diuretik. Terapi diuretik bukan pengganti dari terapi digitalis.
Terapi digitalis mempunyai efek langsung pada miokardium. Diuretik
diberikan hanya apabila tanda-tanda kegagalan tidak membaik setelah
digitalis dan pengurangan natrium diberikan. Tujuan terapi diuretik
15
adalah mengurangi beban jantung dengan mengurangi volume cairan,
dan dapat mengurangi preload. Obat diuretik pilih untuk kegagalan
jantung adalah Thiasides. Obat ini dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan elektrolit sehingga perlu dipantau kimia darahnya.
3. Obat-obat lain. Vasodilator diberikan untuk mengurangi afterload
dengan mengurangi tahanan terhadap pengosongan ventrikel. Obat-obat
yang sering dipakai adalah:
a. Apresoline, Minipres
b. Penyekat saluran kalsium karena mempunyai vasodilasi, seperti
Nifedine
c. Kaptopril (Capoten) adalah obat antihipertensi yang juga mempunyai
efek vasodilasi serta dapat menekan keluarnya aldosteron
Selain terapi di atas, pasien diberi terapi oksigen, diet rendah garam, dan
pembatasan aktivitas dan istirahat baring selama serangan akut,
kemudian aktivitas diseimbangkan dengan istirahat.
J. Komplikasi
Menurut RSCM 2010, komplikasi dari gagal jantung adalah sebagai berikut:
1. Aritmia
Dapat terjadi karena respon terhadap peningkatan katekolamin da iskemi
miokard. Iskemi atrial yang lama dapat menimbulkan atrial fibrilasi (AF).
2. Angina dan infark miokard
Terjadi akibat peningkatan kerja otot jantung yang iskemi, atau akibbat
dari penurunan perfusi arteri koroner yang disebabkan penurunan tekanan
sistemik.
3. Syok kardiogenik
Terjadi akibat penurunan cardiac output.
4. Renal failure
Terjadi akibat penurunan alira darah ke ginjal.
5. Pembentukan emboli
Terjadi akibat bendungan dan statis vena.
16
6. Hepatomegali
Akibat dari bendungan vena kava inferior.
7. Komplikasi pengobatan :
a. Hypovolume
b. Hypokalemia
c. Intoksikasi digitalis
d. Arithmia
e. Infark miokard
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan
sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan
peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak
untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku
dan menebal. Jantung hanya mampu mempompa darah untuk waktu yang
singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa
dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menaha air
dan garam.
B. Saran
Sangat diharapkan agar terhindar dari penyakit gagal jantung
kongestif ini dilakukan dengan menghindari penyebab dari penyakit ini
misalnya menjaga gaya hidup yang sehat terutama pada makanan yang
dikonsumsi diharapkan tidak yang melihat enaknya saja tetapi juga
mempertimbangkan gizi yang terkandung dalam makanan tersebut.
18
DAFTAR PUSTAKA
Herman, Rahmatina Bustami. 2010. Buku Ajar Fisiologi Jantung. Jakarta: EGC.
19