Lkzo05 48 PDF
Lkzo05 48 PDF
Balai Penelitian Veteriner, Jl RE. Martadinata No. 30, P.O. Box 151, Bogor 16114
ABSTRAK
Candida albicans adalah fungi patogen oportunistik yang menyebabkan berbagai penyakit pada manusia
seperti sariawan, lesi pada kulit, vulvavaginitis, candiduria dan gastrointestinal candidiasis. Mekanisme
infeksi C. albicans sangat komplek termasuk adhesi dan invasi, perubahan morfologi dari bentuk sel khamir
ke bentuk filamen (hifa), pembentukan biofilm dan penghindaran dari sel-sel imunitas inang. Kemampuan C.
albicans untuk melekat pada sel inang merupakan faktor penting pada tahap permulaan kolonisasi dan
infeksi. Perubahan fenotip menjadi bentuk filamen memungkinkan C. albicans untuk melakukan penetrasi ke
epithelium dan berperanan dalam infeksi dan penyebaran C. albicans pada sel inang. C. albicans juga dapat
membentuk biofilm yang dipercaya terlibat dalam penyerangan sel inang dan berhubungan dengan resistansi
terhadap antifungi. Dengan memahami mekanisme infeksi C. albicans akan membantu memperbaiki
diagnosis laboratorium dan terapi terhadap C. albicans.
Kata kunci: Mekanisme, candida albicans, infeksi
304
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
filamen diketahui berhubungan dengan sel C. albicans terdiri dari enam lapisan dari
patogenitas dan proses penyerangan Candida luar ke dalam adalah fibrillar layer,
terhadap sel inang yang diikuti pembentukan mannoprotein, β-glucan, β-glucan-chitin,
lapisan biofilm sebagai salah satu cara Candida mannoprotein dan membran plasma.
spp untuk mempertahankan diri dari obat-obat Perlekatan lapisan dinding sel dengan sel inang
antifungi. Produksi enzim hidrolitik terjadi karena mekanisme kombinasi spesifik
ektraseluler seperti aspartyl proteinase juga (interaksi antara ligand dan reseptor) dan non-
sering dihubungkan dengan patogenitas C. spesifik (kutub elektrostatik dan ikatan van der
albicans (NAGLIK et al., 2004). walls) yang kemudian menyebabkan serangan
C. albicans ke berbagai jenis permukaan
jaringan (COTTER dan KAVANAGH, 2000).
BIOLOGI C. ALBICANS
Faktor lain yang mempengaruhi interaksi C.
albicans dengan sel inang adalah hidrofobisitas
C. albicans dapat tumbuh pada suhu 37oC
pada awal perlekatan. Diduga protein pada
dalam kondisi aerob atau anaerob. Pada
dinding sel terlibat dalam perubahan
kondisi anaerob, C. albicans mempunyai
hidrofobisitas permukaan sel dengan
waktu generasi yang lebih panjang yaitu 248
melepaskan glukanase digestion dalam jumlah
menit diandingkan dengan kondisi
tertentu (SINGLETON, et al., 2001). Interaksi sel
pertumbuhan aerob yang hanya 98 menit.
C. albicans dengan sel inang (cel-cel
Walaupun C. albicans tumbuh baik pada media
interaction) juga melibatkan fisikomekanik,
padat tetapi kecepatan pertumbuhan lebih
fisikokimia dan enzimatik materi mikroba serta
tinggi pada media cair dengan digoyang pada
interaksi mikro yang mengarah pada kolonisasi
suhu 37oC. Pertumbuhan juga lebih cepat pada
dan infeksi seperti perubahan medan magnet
kondisi asam dibandingkan dengan pH normal
pada permukaan sel yang berinteraksi yang
atau alkali (BISWAS dan CHAFFIN, 2005).
menyebabkan sel-sel saling melekat
Pada media Sabaroud dextrose agar atau
(Rajasingham et al., 1989; EMERSON dan
glucose-yeast extract- peptone water C.
CAMESANO, 2004).
albicans berbentuk bulat atau oval yang biasa
Menurut HOSTETER (1994) ada tiga macam
disebut dengan bentuk khamir dengan ukuran
interaksi yang mungkin terjadi antara sel
(3,5-6) x (6-10) µm. Koloni berwarna krem, Candida dan sel epitel inang yaitu interaksi
agak mengkilat dan halus. Pada media corn- protein-protein (i) interaksi lectin-like (ii) dan
meal agar dapat membentuk clamydospora dan interaksi yang belum diketahui (iii). Interaksi
lebih mudah dibedakan melalui bentuk protein-protein terjadi ketika protein pada
pseudomycelium (bentuk filamen). Pada permukaan C. albicans mengenali ligand
pseudomycelium terdapat kumpulan protein atau peptida pada sel epitelium atau
blastospora yang bisa terdapat pada bagian endothelium. Interaksi lectin-like adalah
terminal atau intercalary (LODDER, 1970). interaksi ketika protein pada permukaan C.
Kemampunan C. albicans untuk tumbuh albicans mengenali karbohidrat pada sel
baik pada suhu 37oC memungkinkannya untuk epitelium atau endothelium. Interaksi yang
tumbuh pada sel hewan dan manusia. ketiga adalah ketika komponen C. albicans
Sedangkan bentuknya yang dapat berubah, menyerang ligand permukaan epitelium atau
bentuk khamir dan filamen, sangat berperan endothelium tetapi komponen dan
dalam proses infeksi ke tubuh inang mekanismenya belum diketahui dengan pasti.
Mekanisme perlekatan sendiri sangat
ADHESI DAN INVASI dipengaruhi oleh keadaan sel tempat dinding
sel C. albicans melekat (misalnya sel
Tahap pertama dalam proses infeksi ke epitelium), mekanisme invasi ke dalam mukosa
tubuh hewan atau manusia adalah perlekatan dan sel epitelium serta reaksi adhesi tertentu
(adhesi). Kemampuan melekat pada sel inang yang mempengaruhi kolonisasi dan patogenitas
merupakan tahap penting dalam kolonisasi dan C. albicans (KENNEDY, 1990).
penyerangan (invasi) ke sel inang. Bagian Perlekatan dan kontak fisik antara C.
pertama dari C. albicans yang berinteraksi albicans dan sel inang selanjutnya
dengan sel inang adalah dinding sel. Dinding mengaktivasi mitogen activated protein kinase
305
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
306
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
diinfeksi dengan C. albicans wild-type sementara isolat yang rentan tidak mampu
(SANGLARD et al., 1997). membentuk hifa (HA and WHITE, 1999).
SAP 4, SAP 5 bersama SAP 6 kemudian Hasil analis siklus sel menunjukkan bahwa
menginduksi transkripsi SAP 2 yang fase hifa infektif pada C. albicans berbeda
memainkan peranan penting dalam dengan pembentukan pseudohifa.
pertumbuhan C. albicans yang optimal. SAP 2 Pembentukan pseudohifa pada Candida dan
diekspresikan bersama-sama dengan SAP 1 Saccharomyces melibatkan pembelahan sel
terdeteksi selama invasi awal terhadap stratus induk yang seimbang, sebaliknya selama
corneum oleh C. albicans (SANGLARD et al., pertumbuhan germ tube C. albicans,
1997; SCHALLER et al., 2000). Lebih dalam sitoplasma terbagi tidak merata selama
lagi, penetrasi lapisan corneal ditandai dengan sitokinesis. Septin juga tidak berada dekat
penambahan ekspresi SAP 6 dan SAP 8 yang nukleus mitotik seperti pada pembelahan sel
ditandai dengan pembentukan germ tube dan pada umumnya tetapi pada plasma yang
pertumbuhan lebih lanjut dari hifa pada strata kemudian membentuk struktur filamen yang
granulosum dan basal (SCHALLER et al., 2000). panjang (MARTIN et al., 2005). Septin adalah
protein yang merupakan elemen sitoskeletal
yang mengatur membran dan penting dalam
PERUBAHAN MORFOLOGI morfogenesis C. albicans. Septin mutan pada
studi in-vitro menunjukkan sedikit gangguan
Salah satu penanda invasi C. albicans pada pembentukan hifa dan hifa yang terbentuk
adalah perubahan khamir ke dalam bentuk hifa tidak mampu menembus agar (WARENDA et
(filamen). Perubahan bentuk khamir ke hifa al., 2003).
sangat dipengaruhi oleh lingkungan mikro sel Pada pembelahan germ tube C. albicans sel
inang yang terdeteksi oleh C. albicans selama apikal mewarisi lebih banyak sitoplasma dan
proses invasi (BROWN dan GOW, 1999). sel-sel sub-apikal mempunyai nukleus tetapi
Kemampuan untuk berubah morfologi tervakuolasi. Sebagai akibatnya sel apikal terus
merupakan faktor penting dalam menentukan tumbuh dan membelah sementara sub-apikal
infeksi dan penyebaran C. albicans pada tetap dalam siklus sel tersebut sampai mampu
jaringan inang. Mutan Saccharomyces untuk melakukan regenerasi sitoplasma yang
cerevisiae dan C. albicans yang tidak patogen cukup untuk siklus sel (GOW, 1997). Perbedaan
tidak dapat membentuk hifa dan menginvasi bentuk hifa tersebut mungkin menjadi faktor
sel endothelium sementara C. albicans yang pertumbuhan invasi C. albicans in-vivo.
patogen dapat membentuk germ tube dan hifa Perkembangan hifa dilakukan beberapa gen
intraseluler (JONG et al., 2001). Bentuk khamir dan protein sebagai hasil ekspresi. Pengaturan
membuat C. albicans lebih mudah melakukan tersebut dapat berupa pengaturan positif dan
penyebaran daripada bentuk hifa sementara negatif. Pengaturan positif diperantarai oleh
bentuk hifa memudahkan C. albicans multiple signaling pathway termasuk signaling
melakukan penetrasi ke tubuh inang pathway dari mitogen-activated protein (Map-
(SHERWOOD et al., 1992; LO et al., 1997). kinase), cAMP dan pH (BROWN dan GOW,
Bentuk hifa terdiri dari bagian–bagian yang 1999; ERNST, 2000). Penggaturan negatif
dipisahkan oleh septa. Hifa C. albicans dilakukan oleh oleh gen CaNrg 1 yang berisi
mempunyai kepekaan untuk menyentuh zinc-finger yang merupakan pengatur
sehingga akan tumbuh sepanjang lekukan atau transkripsi yang conserved dari fungi sampai
lubang yang ada di sekitarnya (sifat manusia (MUNIR, et al., 2001). Pengaturan
thigmotropisme). Sifat ini yang mungkin perubahan morfologi C. albicans dari bentuk
membantu dalam proses infiltrasi pada khamir ke hifa oleh CaNrg1 dapat merupakan
permukaan epitel selama invasi jaringan. Hifa pengaturan langsung maupun tak langsung.
juga bersifat aerotropik dan dapat membentuk Pengaturan langsung dengan menekan fungsi
helix apabila mengenai permukaan yang keras. gen spesifik hifa (hypha-specific genes)
Kemampuan pembentukan hifa juga sehingga pertumbuhan hifa terhambat.
berhubungan dengan resistensi. Isolat yang Pengaturan tidak langsung dengan down-
resisten tetap dapat membentuk hifa dalam regulating Map-kinase signaling pathway.
lingkungan yang mengandung antifungi CaNrg1 berikatan dengan Nrg response
307
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
element (NRE) dan Tup1p. Ikatan ini abnormal pada media padat maupun cair.
mengaktifkan gen CEK1 yang mengkode Map- Penelitian secara in-vivo menggunakan mencit
kinase yang kemudian mengaktifkan juga menunjukkan adanya penurunan virulensi
pertumbuhan hifa (BROWN dan GOW, 1999; C albicans. C albicans juga lebih sensitive
ERNST, 2000). terhadap aktivitas litik makrofag (RICHARD et
Enzim yang terlibat dalam morfogenesis al., 2002).
dari khamir ke bentuk hifa diantaranya adalah Sementara itu, glycoprotein glucosyl-
Ras dan Rho-type GTP ase yang diketahui transferase sebagai pengatur sensor retikulum
sebagai salah satu enzim yang mengatur proses endoplasma dan pengatur folding glicoprotein
morfologi pada sel eukaryote termasuk secara tidak langsung juga berperanan dalam
stabilitas polaritas, proliferasi sel dan morfogenesis terutama dalam proses
pertumbuhan sebagi respon rangsangan pembentukan dinding sel. Gen yang mengatur
ekstraseluler. Ras-like GTPase (Rsr1p) dan ekspresi glycoprotein glucosyltransferase
GTPase activating protein (Bud2p) C. adalah KRE5. Mutan KRE5 mengalami
albicans yang terletak pada korteks sel waktu reduksi 1,6-glucan dan mannoprotein serta
awal pembelahan sel berfungsi sebagai penentu peningkatan kitin dan 1,3-glucan dibandingkan
letak sel anakan dan penentu percabangan sel dengan C. albicans normal. Strain mutan pada
hifa. Rsr1p dan Bud2p pada C. albicans juga akhirnya tidak mampu membentuk hifa
penting dalam morfogenesis. Kekurangan meskipun ditambah serum yang berfungsi
Rsr1p atau Bud2p menyebabkan bentuk sebagai penginduksi pembentukan hifa
blastospora dan hifa menjadi abnormal dan (HERRERO, 2004).
tidak mampu melakukan penetrasi ke agar. Hifa C. albicans melakukan penetrasi ke
Abnormalitas tersebut berhubungan dengan sel mencit dengan kecepatan 2 mikron per jam.
abnormalitas dari polarisasi aktin, Penetrasi penuh pada epitel selama 24-48 jam.
ketidakstabilan letak polarisome ujung hifa dan Penetrasi pada membran mukosa manusia
letak cincin septin yang tidak semestinya. berlangsung antara 22 sampai 59 jam. Dengan
Rsr1p berfungsi menstabilkan polaritas axis memperhitungkan ketebalan sel manusia
pada satu fokus sehingga memastikan sel pada seharusnya penetrasi bisa berlangsung lebih
bentuk yang normal dan fokus pada satu arah cepat. Data tersebut menunjukkan betapa
pertumbuhan. Selain itu Rsr1p diduga juga pentingnya mekanisme pertahanan sel dan
berfungsi sbagai mediator penting dari signal jaringan yang dapat memperlambat penetrasi.
ekstraseluler selama proses invasi ke sel inang Pertahanan tersebut yang juga mungkin
(HAUSAUER et al., 2005). menyebabkan fungi normal yang biasa terdapat
Ras juga mengatur ekspresi cAMP dan pada pemukaan epitel seperti fungi komensal
komponen penginduksi hifa (Map-kinase) yang terhalang untuk menginvasi jaringan inang dan
juga penting dalam polaritas morfologi. Delesi penyebaran lesi mikotik menjadi lebih lambat
pada gen RAS menyebabkan kerusakan (BYKOV, 1990; BYKOV, 1991).
morfogenesis dengan sekresi cAMP dan
ekspresi berlebih Map-kinase. Kerusakan
morfologis tersebut pada akhirnya dapat PEMBENTUKAN BIOFILM
menurunkan patogenitas C. albicans pada
tikus model (LEBERER et al., 2001). Kemampuan suatu mikroorganisme untuk
Morfogenesis juga dipengaruhi oleh mempengaruhi lingkungannya diantaranya
glycosylphosphatidylinositol (gpi)-anchored tergantung pada kemampuannya untuk
protein yang juga terlibat dalam integritas membentuk suatu komunitas. C. albicans
dinding sel dan cel-cel interaction. Gpi-anchor membentuk komunitasnya dengan membentuk
terutama diperlukan dalam pembentukan hifa ikatan koloni yang disebut biofilm (NABILE
penuh dan sebagai penentu sensitivitas dan MITCHELL, 2005). Menurut MUKHERJEE et
terhadap sel pertahanan tubuh inang. Pada al., 2005) biofilm merupakan koloni mikroba
media padat, mutant tidak mampu nelakukan (biasanya penyebab suatu penyakit) yang
perubahan morfologi dari khamir ke hifa tetapi membentuk matrik polimer organik yang dapat
membentuk chlamydospora. Morfologi digunakan sebagai penanda pertumbuhan
kembali normal pada media cair tetapi budding mikroba. Biofilm tersebut dapat berfungsi
308
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
309
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
310
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
311
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
ERNST JF. 2000. Transcription factors in Candida KUJATH P, ROSENFELDT M, ESNAASHARI H, SCHEELE
albicans-environmental control of J and BOUCHARD R. 2005. Fungal infections in
morphogenesis. Microbiology. 146: 1763- patients with necrotizing pancreatitis: risk
1774. factors, incidence, therapy,. Mycoses 48 suppl
1: 36-40.
GRANER BL, FLENNIKEN ML, DAVIS DA,
MITCHELLAP and CUTLER JE. 2005. Yeast wall KUMAMOTO CA. 2005. A contact-activated kinase
protein 1 of C. albicans. Microbiology. signals C. albicans invasive growth and
151(Pt5); 1631-44. biofilm development. Proc Natl Acad Sci
USA. 102(15): 5576-81.
GOW NA. 1997. Germ tube growth of C. albicans.
Curr Top Med Mycol. 8(1-2): 43-55. KUMAMOTO CA and VINCES MD. 2004. Alternative
Candida albicans lifestyles: growth on the
HA KC and WHITE TC. 1999. Effect of azole surfaces. Annu Rev Microbiol (Epub Ehead of
antifungal drugs on the transtition from yeast print).
cells to hyphae in susceptible and resistant
isolates of the pathogenic yeast C. albicans. KENNEDY MJ. 1990. Models for studying the role of
Antimicrob Agents Chemoter. 43(4):763-8. fungal attachment in colonizationand
pathogenesis. Mycopathologia. 109(2): 123-
HAUSAUER DL, GERAMI-NEJAD M, KISTLER- 37.
ANDERSON C and GALE. 2005. Hyphal
guidance and invasive growth in Candida KOBAYASHI CC, DE FERNANDES OF, MIRANDA KC,
albicans require the Ras-like GTPase Rsr1p DE SONSA ED, and SILVA MDO R. 2004.
and its GTPase-activating protein Bud2p. Candiduria in hospital patients: a study
Eukaryote Cell. 4(7): 1273-86. prospective. Mycopathologia. 158(1): 49-52.
HERRERO AB, MAGNELLI P, MANSOUR MK, LEVITZ KUMAMOTO CA and VINCES MD. 2004. alternative C.
SM, BUSSEY H and ABEIJON C. 2004. KRE5 albicans lifestyles:growth on surfaces. Annu
gene null mutant strains of Candida albicans Rev Microbiol. (Epub ahead of print).
are virulent and have altered cell wall
composition and hypha formation properties. LEBERER E, HAREUS D, DIGNARD D, JOHNSON L,
Eukaryote cell. 3(6): 1423-32. USHINSKY S, THOMAS DY and SCHROPPEL K.
2001. RAS link cellular morphogenesis to
HOSTETTER, 1994. Adhesin and ligand envolved in virulence by regulation of the MAP kinase and
the interaction of Candida spp. with epithelil CAMP signaling pathways in the pathogenic
and endothelial surfaces. Clin Microbiol Rev. fungus candida albicans. Mol Microbiol.
7(1):29-42. 42(3): 673-87.
IBATA-OMBETA S, IDZIOREK T, TRINEL PA, POULAIN LO HJ, KOHLER JR, DIDOMENICO B, LOEBENBERG D,
D and JOUAULT T. 2003. role of CACCIAPUOTI A and FINK GR. 1997.
phospholipomannan in C. albicans escape Nonfilamenteus C. albicans mutants are
from macrophages and induction cell avirulent. Cell. 90: 939-49.
apoptosis through regulation of
badphosphorilation. Ann N Y Acad Sci. 1010: LODDER J. 1970. The yeast. A taxonomic study.
573-6. Nort-Holland Publishing Company. Pp: 914-
19.
JAVATILAKE JA, SAMARAYANAKE YH and
SAMARAYANAKE LP. 2005. An ultrastructural MARTIN SW, DOUGLAS LM and KONOPKA JB. 2005.
and a cytochemical study of candidal invasion Cell cycle dynamics and quorum sensing in
ofreconstituted human oral epithelium. J Oral Candida albicans chlamydospores are distict
Pathol Med. 34(4): 240-6. from budding and hyphal growth. Eukaryote
cell. 4(7): 1191-202.
JONG AY, STINS MF, HUANG SH, CHEN SH and KIM
KS. 2001. Transversal of Candida albicans MEURMAN JH. 2005. Probiotics: do they have a role
across human blood-brain barrier in-vitro. in oral medicine and dentistry. Eur J Oral Sci.
Infect Immun. 69(7): 4536-44. 113(3): 188-96.
JONG AY, CHEN SH, STINS MF, KIM KS, TUAN TL and MUKHERJEE PK and CHANDRA J. 2004. Candida
HUANG SH. 2003. Binding of C. albicans biofilm resistance. Drug Resist Updat. 7(4-5):
enolase to plamin (ogen) resultsin enhanced 301-9.
invasion oh human brain microvascular MUKHERJEE PK, ZHOU G, MUNYON R and
endothelial cells. J Med Microbiol. 52(Pt8): GHANNOUM MA. 2005. Candida biofilm: a
615-22.
312
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
313