Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Semua jamur merupakan organisme eukariotik, dan tiap sel jamur memiliki
setidaknya satu nukleus dan membran nukleus, retikulum endoplasma, mitokondria, dan
aparatus sekretorik. Kebanyakan jamur merupakan aerob obligat atau fakultatif. Jamur
bersifat kemotropis, menyekres ienzim yang mendegradasi beragam substrat organik menjadi
nutrien-nutrien, mampu larut yang kemudian diserap secara pasif atau dibawa ke dalam sel
dengan transpor aktif.
Infeksi jamur disebut mikosis. Kebanyakan jamur patogen bersifat eksogenik, habitat
alamiahnya adalah air, tanah dan debris organik.Mikosis dengan insiden tertinggi
adalah kandidiasisdan dermatofitosis disebabkan oleh jamur yang merupakan bagian dari
flora mikroba normal atau sudah sangat beradaptasi untuk bertahan dalam pejamu manusia
(Jawetz, dkk 2012).
Candida albicans merupakan flora normal pada beberapa area tubuh manusia serta
memiliki sifat opportunis sehingga apabila kondisi mendukung,akan dapatberubah menjadi
patogen (Ramali dan Werdani,2001).

2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Candida albicans ?
2. Bagaimana morfologi Candida albicans ?
3. Bagaimana metabolism Candida albicans ?
4. Bagaimana epidemiologi Candida albicans ?
5. Bagaimana patogenitas Candida albicans ?
6. Bagaimana infeksi Candida albicans ?
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Candida albicans


Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh
dalam 2 bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi
blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Candida
albicans dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik
pada pH antara 4,5 6,5. JamurCandida albicans dapat tumbuh dalam perbenihan pada suhu
280 C 370 C.
Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus
memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok
blastospora berbentuk bulat atau lonjong di sekitar septum (Tjampakasari, 2008).
Jamur Candida albicans dapat dibiakkan pada berbagai media pertumbuhan antara
lain pada PDA (Potatto Dextrose Agar), agar tajin (Rice Cream Agar), agar dengan 0,1%
glukosa, SDA (Sabaroud Dextrose Agar) dan CMA (Corn Meal Agar).
Pada media SDA atau Glucose Yeast Extract Peptone Water, Candida
albicansberbentuk bulat atau oval yang biasa disebut dengan bentuk khamir dengan ukuran
3,5 6 6 10 m. Koloni bewarna krem, agak mengkilat dan halus. Pada media CMA dapat
membentukClamydospora(Jawetz, 2012).

2. Morfologi
Candida albicans secara mikroskopis berbentuk oval dengan ukuran 2 5 3 6 m.
Biasanya dijumpai Clamidospora yang tidak ditemukan pada spesies Candida yang lain dan
merupakan pembeda pada spesies tersebut hanya Candida albicans yang mampu
menghasilkanClamydospora yaitu spora yang dibentuk karena hifa, pada tempat-tempat
tertentu membesar,membulat, dan dinding menebal, letaknya di terminal lateral.(Jawetz,
2012).
Spesies Candida albicans memiliki 2 jenis morfologi, yaitu bentuk seperti khamir dan
bentuk hifa.Selain itu, fenotipe atau penampakan mikroorganisme ini juga dapat berubah dari
warna putih dan rata menjadi kerut tidak beraturan, berbentuk bintang, lingkaran, bentuk
seperti topi dan tidak tembus cahaya.Jamur ini memiliki kemampuan untuk menempel pada
sel inang dan melakukan kolonisasi.

Gambar1.1 : Jamur Candida albicans (Jawetz, dkk 2012).

Klasifikasi dari Candida albicans adalah sebagai berikut :


Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Subphylum : Saccharomycotina
Class : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans(Jawetz, 2012).
3. Metabolisme Candida albicans
Candida albicans dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya
akan lebih baik pada pH antara 4,5 - 6,5. Jamur ini dapat tumbuh dalam perbenihan pada
suhu 280C-370C. Candida albicans membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon
dan sumber energi untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat
diperoleh dari karbohidrat.Jamur ini merupakan organisme anaerob fakultatif yang mampu
melakukan metabolisme sel, baik dalam suasana anaerob maupun aerob.Proses akhir
fermentasi anaerob menghasilkan persediaan bahan bakar yang diperlukan untuk proses
oksidasi dan pernafasan. Pada proses asimilasi, karbohidrat dipakai oleh Candida
albicans sebagai sumber karbon maupun sumber energi untuk melakukan pertumbuhan
sel(Tjampakasari, 2006).
Candida albicans dapat dibedakan dari spesies lain berdasarkan kemampuannya
melakukan proses fermentasi dan asimilasi. Pada kedua proses ini dibutuhkan karbohidrat
sebagai sumber karbon. Pada proses asimilasikarbohidrat dipakai oleh Candida
albicanssebagai sumber karbon maupun sumber energi untuk melakukan pertumbuhan sel.
Pada proses fermentasi, jamur ini menunjukkan hasil terbentuknya gas dan asam pada
glukosa dan maltosa, terbentuknya asam pada sukrosa dan tidak terbentuknya asam dan gas
pada laktosa(Tjampakasari, 2006).
4. Patogenitas
Berbagai faktor virulensi terlibat dalam patogenesis Candida albicans.Peran kunci
dimainkan oleh dinding sel dan protein yang disekresikan.Permukaan sel Candida
albicansadalah titik kontak pertama dengan hospes, dan berperan penting dalam adhesi,
kolonisasi, dan imunomodulasi.
Dinding sel Candida albicans merupakan sebuah struktur elastis yang menyediakan
perlindungan fisik dan dukungan osmotik, serta menentukan bentuk sel. Dinding sel adalah
mediator utama interaksi antara sel jamur dan substrat hospes. Interaksi ini mengakibatkan
terjadinya proses adhesi ke jaringan hospes dan diperkirakan sebagai salah satu faktor
virulensi penting dalam perkembangannya menjadi organisme patogen (Bates dan Rosa,
2006).
Mekanisme adhesi ke jaringan hospes merupakan kombinasi dari mekanisme
spesifik dan non-spesifik. Mekanisme spesifik meliputi interaksi ligan-reseptor, sedangkan
mekanisme non-spesifik meliputi agregasi,gaya elektrostatik, dan hidrofobisitas permukaan
sel. Interaksi non-spesifik merupakan mekanisme utama tetapi bersifat reversibel. Sifat ini
akan menjadiirreversibel jika terjadi mekanisme spesifik dalam proses adhesi yang
mengakibatkan dinding sel Candida albicans berinteraksi dengan reseptor atau ligan dari sel
hospes (Tjampakasari, 2006).
Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa mannan, mannoprotein, atau
polisakarida merupakan substrat penting yang memperantarai proses adhesi ini.
Mannoprotein mempunyai sifat imunosupresif sehingga mempertinggi pertahanan jamur
terhadap imunitas hospes.Candida albicans tidak hanya menempel, namun juga melakukan
penetrasi ke dalam mukosa. Enzim-enzim yang berperan sebagai faktor virulensi adalah
enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase, lipase dan fosfolipase. Enzim proteinase aspartil
membantu Candida albicans pada tahap awal invasi jaringan untuk menembus lapisan
mukokutan yang berkeratin. Adapula faktor-faktor lain yang mempengaruhi
diantaranya hidrofobisitas permukaan sel, perubahan fenotipCandida albicans, pH, dan
suhu(Tjampakasari, 2006).
Hidrofobisitas permukaan sel berperan penting pada patogenesis jamur oportunistik
Candida albicans. Permukaan sel hidrofobik, dibandingkan dengan
sel hidrofilik,menunjukkan perlekatan yang lebih besar pada epitel, sel endotel, dan protein
matriks ekstraselular. Permukaan sel hidrofobik ini akan menjadi lebih resisten terhadap sel
fagosit. Sehingga semakin hidrofobik permukaan sel, maka Candida albicans akan semakin
mudah melekat pada jaringan hospes (Pereira dan Tatiana, 2008).
Faktor virulensi lainnya adalah sifat dimorfik Candida albicans, bahkan sebagian
peneliti menyatakan sifatnya yang polimorfik.Dua bentuk utama Candida albicans adalah
bentuk ragi dan bentuk pseudohifa yang juga disebut sebagai miselium. Dalam keadaan
patogen,Candida albicans lebih banyak ditemukan dalam bentuk miselium atau filamen
dibandingkan bentuk spora. Bentuk hifa mempunyai virulensi yang lebih tinggi dibandingkan
bentuk spora karena ukuran yang lebih besar sehingga sulit untuk difagositosis oleh sel
makrofag (Pereira dan Tatiana, 2008).
5. Epidemiologi
Jamur ragi termasuk spesies Candida albicans yang merupakan flora komensal
normal pada manusia dapat ditemukan pula pada saluran gastrointestinal (mulut sampai
anus).Pada vagina sekitar 13 % kebanyakan Candida albicans dan Candida glabrata. Isolasi
spesiesCandida komensal oral berkisar pada 30 60 % ditemukan pada orang dewasa sehat
(Sari, K 2013).
Di Jerman ditemukan penyebab yang berbeda-beda pada diaper dermatitis pada 46
laki-laki dan perempuan. Pada 38 pasien menunjukkan penyebab yang spesifik, 63 % dengan
kandidiasis, 16 % dengan dermatitis iritan, 11 % dengan ekzema, dan 11 % dengan psoriasis.
Dari pasien tersebut, 37 orang diterapi dan 73 % dirawat 8 minggu setelah terapi (Sari, K
2013).

Di Argentina,dianalisa 2073 sampel kulit, rambut, kuku, dan membran mukosa oral
didapatkan 1817 pasien yang datang ke bagian mirkobiologi dari laboratorium sentral Dr.
J.M. Cullen Hospital dari September 1999 sampai dengan September 2003. Sampel tersebut
diteliti dan diidentifikasi berdasarkan lokalisasi dan tipe lesi. Dari total sampel, 55,6 % adalah
positif, 63 % terkena pada wanita dan 37 % terkena pada laki-laki (Sari, K 2013).
Di Jepang, dilaporkan bahwa kutaneus kandidiasis terdapat pada 755 kasus (1 %) dari
72.660 pasien yang keluar dari rumah sakit. Intertrigo347 kasusmerupakan manifestasi
kliniskandidiasis paling sering, erosi interdigitalis terjadi pada 103 kasus, diaper
kandidiasistercatat 102 kasus.Sedangkan di Bombay, India diperiksa 150 pasien dengan
kandidiasis kutaneus. Kerokan kulit diuji dengan KOH 10 % dan dikultur pada media
SDA.Insiden tersering adalah intertrigo 75 kasus, vulvovaginitis 19 kasus, dan paronikia 17
kasus. Sedangkan jamur yang diisolasi didapatkan Candida albicans 136 kasus, Candida
tropicalis12 kasus, danCandida guillermondi 2 kasus. Dan Diabetes Mellitus menjadi faktor
predisposisi pada 22 orang pasien (Sari, K 2013).
6. Infeksi Candida albicans
Kandidiasis oral merupakan salah satu penyakit pada rongga mulut berupa lesi merah dan
lesi putih yang disebabkan oleh jamur jenis Candida sp, dimanaCandida albicans merupakan
jenis jamur yang menjadi penyebab utama. Kandidiasis oral pertama sekali dikenalkan oleh
Hipocrates pada tahun 377 SM, yang melaporkan adanya lesi oral yang kemungkinan disebabkan
oleh genus Candida. Terdapat 150 jenis jamur dalam famili Deutromycetes, dan tujuh diantaranya
(C.albicans, C. tropicalis, C. parapsilosi, C. krusei, C. kefyr, C. glabrata, dan C. guilliermondii )
dapat menjadi patogen, dan C. albicansmerupakan jamur terbanyak yang terisolasi dari tubuh
manusia sebagai flora normal dan penyebab infeksi oportunistik. Terdapat sekitar 30-
40% Candida albicans pada rongga mulut orang dewasa sehat, 45% pada neonatus, 45-65% pada
anak-anak sehat, 50-65% pada pasien yang memakai gigi palsu lepasan, 65-88% pada orang yang
mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang, 90% pada pasien leukemia akut yang menjalani
kemoterapi, dan 95% pada pasien HIV/AIDS.
Pada orang yang sehat, Candida albicans umumnya tidak menyebabkan masalah apapun
dalam rongga mulut. Namun karena berbagai faktor, jamur tersebut dapat tumbuh secara
berlebihan dan menginfeksi rongga mulut. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Patogenitas jamur
Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksiCandida adalah
adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa, dan produksi enzim ekstraseluler. Adhesi
merupakan proses melekatnya sel Candida ke dinding sel epitel host.Perubahan bentuk dari ragi
ke hifa diketahui berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan Candida terhadap
sel host. Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyc proteinase juga sering
dihubungkan dengan patogenitas Candida albicans.
b. Faktor Host
Faktor host dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lokal dan faktor sistemik.
Termasuk faktor lokal adalah adanya gangguan fungsi kelenjar ludah yang dapat menurunkan
jumlah saliva. Saliva penting dalam mencegah timbulnya kandidiasis oral karena efek pembilasan
dan antimikrobial protein yang terkandung dalam saliva dapat mencegah pertumbuhan berlebih
dari Candida, itu sebabnya kandidiasis oral dapat terjadi pada kondisi Sjogren syndrome,
radioterapi kepala dan leher, dan obat-obatan yang dapat mengurangi sekresi saliva. Selain
dikarenakan faktor lokal, kandidiasis juga dapat dihubungkan dengan keadaan sistemik, yaitu usia
dan penyakit sistemik seperti diabetes, kondisi imunodefisiensi seperti HIV, keganasan seperti
leukemia, defisiensi nutrisi, dan pemakaian obat-obatan seperti antibiotik spektrum luas dalam
jangka waktu lama, kortikosteroid, dan kemoterapi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi Candida albicans di rongga mulut, adalah :
1. Saliva
Gigi tiruan yang dipasang di dalam rongga mulut akan berkontak dengan saliva dan
membentuk lapisan organik tipis yang disebut pelikel yang mengandung protein yang dapat
mengikat mikroorganisme Candida albicans sehingga melekat pada permukaan gigitiruan dan
menyebabkan saliva pada pemakai gigi tiruan tidak dapat mengalir dengan baik sehingga
perlekatan mikroorganisme pada mukosa semakin besar.
2. pH
Candida albicans adalah spesies Candida yang paling banyak ditemukan dalam rongga
mulut normal rata-rata 45% yaitu pada dorsum lidah, mukosa dan permukaan gigi yang ditutupi
plak.Jumlah Candida albicans pada pH yang normal (7,2-7,5) adalah kurang dari 100 koloni atau
300-500 organisme permilimeter saliva. Pemakaian gigi tiruan dapat menyebabkan pH antara
permukaan gigi tiruan yang berkontak dengan mukosa bersifat lebih asam (pH 5,0-5,5), sehingga
dapat meningkakan pertumbuhan Candida albicans dalam rongga mulut.
3. Adhesi
Mekanisme perlekatan Candida albicans melibatkan interaksi antara sel
liganCandida dan sel reseptor inang. Reseptor ligan Candida albicans adalah mannoprotein.
4. Mannoprotein
Dinding sel Candida albicans terdiri atas mannan polisakarida, glukan dan kitin. Mannan
dan mannoprotein merupakan lapisan terluar dinding sel Candida albicans dengan persentasi
15,2-22,9%, protein 6-25%, lipid 1-7% dan kitin kira-kira 0,6-9% (Abu-Elteen KH, 2005).
5. Hidrofobik Permukaan Sel
Hidrofobik permukaan sel Candida albicans melibatkan perlekatan blastospora pada sel
epitel rongga mulut. Hidrofobik sel Candida albicans berikatan dengan jaringan rongga mulut
yang merupakan sel hidrofilik.
6. Bakteri Rongga Mulut
Bakteri rongga mulut seperti Streptococcus sanguis, Streptococcus
gordinii,Streptococcus anginosus akan mendukung kolonisasi dan proliferasi Candida albicans di
rongga mulut.
7. Hifa
Bentuk hifa Candida albicans dihubungkan dengan perlekatannya pada sel epitel rongga
mulut. Germ tube Candida albicans akan meningkatkan perlekatan ke sel mukosa, hal ini
merupakan mekanisme virulensi spesies Candida. Beberapa faktor yang mengatur perubahan
bentuk blastospora Candida albicans ke bentuk hifa diantaranya temperatur 37-40 C, pH media
pertumbuhan 6,5-7, dan media pertumbuhan (Abu-Elteen KH, 2005).
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam
2 bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan
menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu.
Berbagai faktor virulensi terlibat dalam patogenesis Candida albicans.Peran kunci
dimainkan oleh dinding sel dan protein yang disekresikan.Permukaan sel Candida albicans adalah
titik kontak pertama dengan hospes, dan berperan penting dalam adhesi, kolonisasi, dan
imunomodulasi.
Jamur ragi termasuk spesies Candida albicans yang merupakan flora komensal normal
pada manusia dapat ditemukan pula pada saluran gastrointestinal (mulut sampai anus).
DAFTAR PUSTAKA

Bates S, Rosa JM. (2007). Candida albicans Iff11, A secreted protein required for cell wall structure
and virulence. J Infect and Immun.; 75(6): 2922- 2928.
Budiarto, E. (2003). Metodologi Penelitian Kedokteran Sebuah Pengantar.EGC. Jakarta.
Budiman, C, (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Jawetz, Melnick, & Adelberg / Geo F. Brooks.(2012). Mikrobiologi Kedokteran EGC. Jakarta.
Hasdianah.(2012). Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak-anak dengan Solusi
Herbal.Nuha Medika. Yogyakarta.
Kuswadji. (2002). Kandidiosis di dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI. pp: 103-106.
Atun.(2010). Diabetes Mellitus Memahami, Mencegah, dan Merawat Penderita Penyakit
Gula. Kreasi Wacana. Bantul.
Novitasari, R. (2012). Diabetes Mellitus. Nuha Medika. Yogyakarta.
Pereira-Cenci dan Tatiana, et al. (2008).Development ofCandida-associated dentureStomatitis new
insights.J Appl Oral Sci.; 16(2): 86-94.
Ramali L.M dan Werdani S. (2001).Kandidiasis Kutan dan Mukokutan. Dalam:Dermatomikosis
Superficialis. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp: 55-65.

Anda mungkin juga menyukai