Anda di halaman 1dari 20

REVIEW JURNAL ILMIAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran Tematik Integratif

Dosen Pengampu: Dr. Christina Ismaniati, M.Pd

Disusun Oleh:

1. Alfansi Rouf Noor NIM 18712254005


2. Nur Fitriyadi NIM 18712254006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah Review Jurnal Ilmiah Nasional dan Internasional
dengan tema pokok Tematik Integratif. Makalah ini ditulis sebagai tugas kelompok
dalam mata kuliah Pembelajaran Tematik Integratif.

Makalah ini berisi tentang Review terhadap dua jurnal. Review yang kami
lakukan berupa resume dan analisis sesuai kaidah ilmiah. Kami berharap, review ini
dapat menambah pengetahuan kami terhadap sebuah hasil penelitian yang tertuang
dalam jurnal.

Kami menyadari dalam penulisan review ini masih terdapat beberapa


kekurangan. Oleh sebab itu, saran perbaikan sangat kami harapkan demi
kesempurnaan tugas selanjutnya.

Yogyakarta, Oktober 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................... i


Kata Pengantar ................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................. iii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
BAB II. RINGKASAN JURNAL ...................................................................... 2
A. Identitas Jurnal ....................................................................................... 2
B. Ringkasan Jurnal .................................................................................... 3
1. Jurnal Ilmiah ke-1............................................................................. 3
2. Jurnal Ilmiah ke-2 ............................................................................ 5
BAB III. PEMBAHASAN ................................................................................. 7
A. Jurnal Ilmiah ke-1 ................................................................................... 7
B. Jurnal Ilmiah ke-2 .................................................................................. 10
BAB IV. PENUTUP .......................................................................................... 13
A. Kesimpulan ............................................................................................ 13
1. Jurnal Ilmiah ke-1............................................................................. 13
2. Jurnal Ilmiah ke-2 ............................................................................ 14
B. Saran ....................................................................................................... 16
1. Jurnal Ilmiah ke-1............................................................................. 16
2. Jurnal Ilmiah ke-2 ............................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 17
Lampiran 1. Jurnal Nasional
Lampiran 2. Jurnal Internasional

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Dunia pendidikan adalah dunia yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Manusia yang selalu diiringi pendidikan, kehidupannya akan selalu berkembang ke
arah yang lebih baik. Tidak ada zaman yang tidak berkembang, tidak ada kehidupan
manusia yang tidak bergerak, dan tidak ada manusia pun yang hidup dalam stagnasi
peradaban. Semuanya itu bermuara pada pendidikan karena pendidikan adalah
pencetak peradaban manusia.
Dinamika perkembangan pendidikan akan selalu berubah seiring dengan
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi di masyarakat.
Untuk mengikuti perkembangan pendidikan yang begitu cepat, pemerintah
berusaha untuk menyesuaikan perkembangan itu melalui perbaikan dan
penyempurnaan kurikulum di sekolah-sekolah. Pembenahan kurikulum baru tahun
2013 berbasis sains dan tidak lagi banyak menghafal. Kurikulum untuk tingkat
Sekolah Dasar akan mengalami banyak perubahan dibanding tingkat SMP dan
SMA/SMK. Salah satu ciri Kurikulum 2013 khususnya untuk anak SD bersifat
Tematik Integratif.
Terkait pembelajaran tematik, sudah banyak jurnal ilmiah yang membahas,
mulai dari sintaks pembelajaran, model pembelajaran, hingga variasi pendekatan
yang digunakan. Jurnal-jurnal tersebut berbasis pada hasil penelitian yang dapat
dipertanggungjawabkan. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan
data maupun informasi kepada khalayak secara umum, khususnya pada dunia
pendidikan. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mencoba melakukan resume
dan analisis terhadap beberapa jurnal. Adapun jurnal yang kami resume dan analisis
kaitannya dengan pembelajaran tematik integratif. Kami berharap, kegiatan resume
dan analisis, yang dalam kajian ilmiah sering disebut dengan review ini dapat
memberikan tambahan penjelasan pada jurnal tersebut.

1
BAB II
RINGKASAN JURNAL

A. Identitas Jurnal
1. Jurnal Ilmiah ke-1
Judul Artikel : Meningkatkan Pemahaman Matematis
Melalui Pendekatan Tematik dengan RME
Penulis Artikel : Andi Permana Sutisna
Nama Jurnal : Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016)

Nomor/Volume : 1/1
Edisi(bulan/tahun) : 2016
ISSN : e-ISSN 2540-9174
http://dx.doi.org/10.23819/pi.v1i1.2929
Penerbit : Program Studi PGSD Kelas UPI Kampus
Sumedang
Halaman : 1-10
Kategori Jurnal Ilmiah Jurnal Ilmiah Nasional Terakreditasi
Jurnal Ilmiah Internasional
Reviewer : Alfansi Rouf Noor
Nur Fitriyadi

2. Jurnal Ilmiah ke-2


Judul Artikel : Learning about Problem Based Learning:
Student Teachers Integrating
Technology, Pedagogy and Content
Knowledge
Penulis Artikel : Hyo-Jeong So
Bosung Kim
Nama Jurnal : Australian Journal of Educational
Technology (AJET)
Nomor/Volume : 1/25
Edisi : 2009
ISSN : ISSN 1449-5554

2
Penerbit : Australian Journal of Educational
Technology (AJET)
Halaman : 101-116
Kategori Jurnal Ilmiah Jurnal Ilmiah Nasional Terakreditasi
Jurnal Ilmiah Internasional
Reviewer : Alfansi Rouf Noor
Nur Fitriyadi

B. Ringkasan Jurnal
1. Jurnal Ilmiah ke-1
Pada tahun 2014, sempat booming diskusi masalah sama atau bedanya
makna antara 4 × 6 dan 6 × 4. Diskusi tersebut muncul karena adanya
seorang kakak yang mengunggah hasil tugas matematika adiknya dengan
mempertanyakan kesalahan penyelesaian tugas dari operasi 4 × 6 = 4 + 4 +
4 + 4 + 4 + 4 = 24. Secara sepintas hal ini terlihat benar dan hanya masalah
sederhana, namun hal ini justru memicu adanya perdebatan banyak orang.
Perdebatan tersebut muncul karena konsep matematika dalam pembelajaran
yang tidak dikaitkan atau dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran yang keliru tersebut mengakibatkan siswa menjadi kurang
memahami konsep dalam matematika, terlebih dalam hal aplikasi. Hal ini
akan sangat berpengaruh pada kemampuan pemahaman dan komunikasi
matematis siswa.
Kemampuan pemahaman matematis adalah salah satu tujuan penting
dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang
diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu
dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi
pelajaran itu sendiri. Sementara kemampuan komunikasi matematis dapat
diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam menyampaikan sesuatu
yang diketahuinya melalui bentuk lisan maupun tulisan. Oleh karena itu,
kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis perlu ditingkatkan
untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika.

3
Penelitian Fauziyyah (2015), Sari (2015), Nurhayati (2010), Hayati
(2009), dan Johar (2007) menunjukkan adanya peningkatan kemampuan
pemahaman matematis melalui pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan realistic mathematics education (RME). Pendekatan RME
adalah pembelajaran matematika yang memanfaatkan aktivitas siswa dalam
realitas dan lingkungannya untuk mentransformasi masalah dalam
kehidupan sehari-harinya ke dalam simbol dan model pemecahan masalah
matematika.
Berdasarkan pada teori, hasil penelitian relevan, dan kurikulum yang
berlaku, maka akan dilakukan pembelajaran yang memanfaatkan aktivitas
siswa dan lingkungannya untuk menjembatani masalah kehidupan sehari-
hari ke dalam simbol dan model pemecahan masalah matematika yang
sesuai dengan kurikulum untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan
komunikasi matematis siswa. Dengan demikian, peneliti memiliki konsep
untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pendekatan realistic
mathematics education (RME) terhadap kemampuan pemahaman matematis
pada materi perkalian kelas rendah.
Metode eksperimen menjadi metode yang digunakan dalam penelitian
ini. Penelitian ini dilakukan pada dua kelas, kelas pertama menggunakan
perlakuan pendekatan tematik dan kelompok kedua menggunakan perlakuan
pendekatan tematik yang diintegrasikan dengan pendekatan RME.
Tujuannya untuk melihat pengaruh penggunaan pendekatan tematik dan
tematik dengan RME dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan
komunikasi matematis pada materi perkalian kelas rendah.

4
2. Jurnal Ilmiah ke-2
Karena kita telah akrab dengan teknologi, ada peningkatan minat
untuk mengintegrasi teknologi ke dalam pembelajaran. Namun, banyak guru
di sekolah masih enggan menggunakan teknologi untuk belajar dan
mengajar. Salah satu alasan dari fenomena ini adalah bahwa guru memiliki
sangat sedikit pengetahuan tentang integrasi teknologi yang efektif, bahkan
setelah menyelesaikan kursus tentang teknologi instruksional. Fokus mereka
kebanyakan hanya pada masalah pengetahuan konten (apa yang diajarkan)
dan pengetahuan pedagogi (cara mengajar). Untuk mengajarkan biologi,
misalnya, seseorang harus memiliki pengetahuan konten tentang beberapa
topik yang dibahas dalam kurikulum biologi dan pengetahuan pedagogis
tentang teori dan metode yang berkaitan dengan pembelajaran, penilaian,
dan manajemen kelas.
Mengetahui bagaimana menggunakan teknologi untuk penggunaan
pribadi berbeda dengan mengetahui bagaimana menggunakan teknologi
untuk tujuan pembelajaran. Sebagai contoh, meskipun guru memiliki
kepercayaan diri yang tinggi dengan teknologi untuk penggunaan pribadi,
itu tidak berarti bahwa mereka mampu menggunakan teknologi sebagai
guru. Kebanyakan guru hanya mengenal model teknologi daripada model
teknologi terintegrasi, yang berarti cara-cara konstruktif dari menggunakan
teknologi untuk belajar siswa. Studi-studi sebelumnya menunjukkan bahwa
guru perlu mengembangkan pengetahuan dan kemampuan teknologi,
menjadi pembelajaran tentang bagaimana teknologi dapat digunakan untuk
berbagai bentuk representasi materi pelajaran.
Fenomena yang disebutkan di atas pada integrasi teknologi dapat
menunjukkan bahwa guru belum siap secara memadai untuk menanamkan
pengetahuan konten pedagogi menggunakan teknologi. Ini juga dapat
menyiratkan telah ada penekanan besar pada apa yang guru perlu pelajari
tentang berbagai alat teknologi, tetapi pendekatan ini belum berhasil dalam
mempersiapkan guru untuk mengintegrasikan alat teknologi ke dalam
pengajaran dan pembelajaran. Untuk lebih memperhatikan masalah ini, pada
integrasi teknologi pengajaran dalam pendidikan guru, penting untuk
5
memahami kerangka baru pengetahuan guru: technological pedagogical
content knowledge (TPCK). TPCK didasarkan pada pendapat bahwa
penerapan teknologi secara pedagogis membutuhkan guru untuk
mengintegrasikan pengetahuan mereka tentang konten, pedagogi, dan
teknologi, daripada memikirkannya sebagai domain pengetahuan yang
terpisah. Konsep TPCK menekankan interaksi kompleks di antara ketiga
elemen ini.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kesulitan
yang dirasakan dan kekhawatiran yang dihadapi student teacher (a student
who is studying to be a teacherand who, as part of the training, observes
classroom instruction or does closely supervised teaching in an elementary
or secondary school), yang selanjutnya kami sebut guru magang, ketika
menerapkan pengetahuan mereka pada teknologi, pedagogi, dan konten
untuk merancang pelajaran teknologi terintegrasi. Desain pelajaran
kolaborasi digunakan sebagai metode untuk menyelidiki TPCK guru
magang. Tujuan utama dari pendekatan kolaborasi adalah untuk membantu
guru magang terlibat dalam proses pembuatan hubungan yang erat antara
konten, pedagogi, dan teknologi. Pengetahuan pedagogis yang teliti dalam
penelitian ini adalah problem based learning (PBL). Fokus utama dari
desain pembelajaran kolaborasi ini adalah untuk merancang paket PBL
dengan integrasi berbagai information and communication technology
(ICT). Pengetahuan konten termasuk bahasa Inggris, matematika, dan sains
merupakan subjek pengajaran guru magang.
Sembilan puluh tujuh guru magang dalam penelitian ini terlibat
dalam proyek desain pelajaran kolaboratif. Mereka menerapkan
pengetahuan pedagogis tentang PBL untuk merancang pelajaran terintegrasi
teknologi dalam pengajaran. Untuk menyelesaikan tugas ini, para guru
magang bekerja berpasangan selama kurang lebih empat minggu.

6
BAB III
PEMBAHASAN

A. Jurnal Ilmiah ke-1


Berdasarkan hasil tes awal kelas tematik dengan RME, kemampuan
pemahaman matematis siswa di kelas tematik dengan RME cukup baik jika
dibandingkan dengan kelas tematik. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai rata-
rata pretes kemampuan pemahaman kelas tematik dengan RME, yaitu 62,04.
Meskipun hasilnya lebih baik dibandingkan kelas tematik, namun perlu juga
diteliti peningkatnnya setelah mendapatkan perlakuan dengan pendekatan
tematik dengan RME. Pembelajaran di kelas tematik dengan RME dilakukan
sebanyak tiga kali pertemuan dengan alokasi waktu masing-masing 4 × 35
menit. Hasil pretes menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman siswa
mengenai perkalian tidak bermasalah dalam hal perhitungan, namun
bermasalah dalam hal pengubahan konsep perkalian menjadi penjumlahan
berulang dan begitupun sebaliknya, serta kekeliruan dalam memahami maksud
soal cerita tentang perkalian.
Pada pertemuan pertama, kemampuan pemahaman matematis siswa
pada materi perkalian dikenalkan dengan menyajikan masalah kontekstual
yang dikemas dengan mengaitkan cara menghitung jumlah kaki hewan (kuda)
yang berada dalam suatu kandang sebanyak 5 ekor. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Gravemeijer (dalam Tarigan, 2006) bahwa masalah konteks
nyata merupakan bagian inti dan dijadikan starting point dalam pembelajaran
matematika. Dari permasalahan tersebut muncul berbagai penyelesaian
masalah yang dikemukakan oleh siswa. Spekulasi jawaban tersebut beragam.
Semua spekulasi pemahaman terhadap masalah tersebut di data di papan tulis,
kemudian siswa yang memberikan jawaban diberikan kesempatan untuk
mengungkapkan alasan terhadap spekulasinya tersebut. Kegiatan diskusi
tersebut menyebabkan siswa sangat aktif dalam pembelajaran, meskipun pada
awalnya sulit juga untuk mengemukakan pendapat.

7
Untuk mengatasi permasalah siswa yang sulit dalam mengubah bentuk
penjumlahan ke bentuk perkalian dan memahami soal cerita, maka diberikan
LKS berbentuk soal cerita yang membahas tentang masalah tersebut.
Freudenthal (Permana, dalam Maulana, 2009b) berpendapat bahwa daripada
menghafal algoritma dan rumus-rumus sebaiknya siswa menemukan kembali
konsep matematika secara berarti dan menggunakan pengetahuan mereka
sebagai basis untuk mengerti konsep matematika. Dalam hal ini, LKS sebagai
alat untuk menemukan kembali konsep matematika secara berarti yang sesuai
dengan pengalaman siswa. Selain itu LKS juga merupakan alat agar siswa
dapat mengonstruksi pengetahuan matematika yang dalam RME dikenal
dengan guided reinvention (Tarigan, 2006).
Kegiatan selanjutnya yaitu mengomunikasikan dengan memaparkan
jawaban kelompoknya di depan kelas. Pada pertemuan pertama, siswa
cenderung menolak untuk maju ke depan, namun pada pertemuan berikutnya
terlihat antusias yang lebih untuk maju ke depan bahkan dalam satu kelompok
menawarkan diri untuk ditunjuk maju ke depan. Semakin banyak pendapat dan
gagasan yang dikemukakan oleh siswa, maka terkumpul beragam ide untuk
bahan representasi siswa dalam mengonstruksi pemahamannya.
Kegiatan pada pertemuan kedua hampir sama dengan pertemuan kedua,
hanya berbeda pada tujuan pembelajaran dan konsep perkalian yang dikaitkan
dengan tumbuhan. Sementara pada pertemuan ketiga, terdapat tahapan RME
hanya pada materi komutatif perkalian, sedangkan sebagian besar
pembelajaran dilaksanakan dalam bentuk permainan. Jadi hampir setiap
pertemuan pada kelas tematik dengan RME menggunakan LKS yang secara
keseluruhan berjalan dengan lancar.
Melalui LKS dan diskusi yang berjalan lancar, maka semua tahapan
dalam kegiatan pembelajaran tematik dengan RME, mulai dari penyelesaian
masalah, penalaran, komunikasi, kepercayaan diri, dan representasi dapat
dilaksanakan dengan baik. Keberhasailan kegiatan RME juga dapat dilihat dari
peningkatan aktivitas siswa pada pertemuan pertama (81%) hingga pertemuan
terakhir (92%). Begitupun dengan hasil tes akhir kemampuan pemahaman
matematis siswa sebesar 72,22, yang tes awalnya hanya sebesar 62,04. Hal ini
8
diperkuat pula dengan uji beda beda rata-rata uji-t yang menunjukkan bahwa
hasil uji beda rata-rata nilai awal dan akhir kelas tematik dengan RME
memiliki Sig. 2 tailed sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa signifikansi
0,000 kurang dari batas kritis penelitian 0,05 sehingga keputusan hipotesis
adalah menerima H1. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran tematik dengan RME dapat meningkatkan kemampuan
pemahaman matematis siswa pada materi perkalian kelas rendah secara
signifikan.
Pendekatan tematik dengan RME lebih baik secara signifikan daripada
yang menggunakan pendekatan tematik dengan RME. Hal ini sesuai dengan
kelebihan dari pendekatan RME, yaitu pembelajaran matematika realistik
dimulai dari masalah yang real sehingga siswa dapat terlibat dalam proses
pembelajaran secara bermakna (Tarigan, 2006). Sebagaimana Ausubel (dalam
Nias, 2012) berpendapat bahwa apa yang terjadi di sekitar siswa maupun
pengetahuan yang dimiliki siswa merupakan bahan berharga untuk dijadikan
sebagai permasalahan kontekstual yang menjadi titik tolak aktivitas berpikir
siswa.
Permasalahan yang demikian lebih bermakna bagi siswa karena masih
berada dalam jangkauan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya.
Sementara pendekatan tematik meskipun sama-sama berpusat pada siswa dan
bersifat kontekstual, namun pada tahapan pembelajaran tidak selalu dimulai
dengan penyajian masalah bagi siswa. Sebab dengan permasalahan yang
disajikan diawal pembelajaran, maka siswa akan terlatih untuk berpikir.
Sebagaimana menurut Tarigan (2006, hlm. 92), “Mengajar adalah mengajak
berpikir siswa sehingga melalui kemampuan berpikir akan terbentuk siswa
yang cerdas dan mampu memecahkan setiap persoalan yang dihadapinya.
Dengan demikian, cukup meyakinkan bahwa pendekatan tematik dengan RME
sangat cocok untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis
sehingga pendekatan tematik dengan RME lebih baik daripada pembelajaran
tematik dalam meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa kelas II
pada materi perkalian.

9
B. Jurnal Ilmiah ke-2
Hasil observasi pembelajaran dianalisis untuk mengetahui bagaimana
guru magang menerapkan pengetahuan mereka tentang pedagogi, konten, dan
teknologi ke dalam sebuah desain. Statistik deskriptif untuk desain paket
pembelajaran oleh 49 pasang guru magang menunjukkan nilai rata-rata pada
desain pedagogi mereka adalah 3,19 (SD = 0,37), dan skor rata-rata pada
desain teknologi mereka adalah 3,27 (SD = 0,47). Untuk skor total desain
teknologi, ada perbedaan yang signifikan antara pendidikan dasar (M = 15,54,
SD = .43) dan jurusan pendidikan menengah (M = 17.22, SD = .49), F (1, 47) =
6.90, p & lt; .05. Namun, tidak ada perbedaan kelompok yang ditemukan untuk
desain pedagogis. Meskipun skor rata-rata pada desain pedagogis dan desain
teknologi sangat mirip antarkelompok, skor rata-rata pada setiap kriteria
bervariasi. Peserta menerima nilai rata-rata terendah pada ketiga kriteria ini: 1)
penggabungan TIK (M = 2.82, SD = .67), 2) keterampilan dan tugas proses (M
= 2.86, SD = .50), dan 3) perancah dan pendukung bahan (M = 3,00, SD = .61).
Secara keseluruhan, hasil dari analisis mengungkapkan kurangnya
pemahaman guru magang di tiga bidang utama:
1. Integrasi teknologi untuk lebih mendukung PBL siswa (kriteria evaluasi:
penggabungan ICT)
2. Desain tugas (kriteria evaluasi: keterampilan proses/tugas)
3. Peran guru sebagai fasilitator (kriteria evaluasi: perancah/materi
pendukung)
Guru magang cenderung menggunakan teknologi sebagai media
penyampaian belaka daripada alat instruksional yang mendukung kegiatan
kognitif. Misalnya, pelajaran PBL hanya terdiri atas presentasi pernyataan
masalah dan sumber daya internet. Beberapa kelompok hanya membutuhkan
keterampilan berpikir tingkat rendah yang mengarah ke satu solusi tunggal,
daripada masalah dengan beberapa solusi dan keterampilan berpikir tingkat
tinggi. Akhirnya, kurangnya pemahaman tentang peran guru membingungkan
guru-guru magang tentang berapa banyak dan apa jenis strategi pemecahan
masalah yang mereka butuhkan untuk ditanamkan dalam pelajaran.

10
Data survei menunjukkan bahwa guru magang memiliki pemahaman
teoritis yang baik tentang PBL sebagai pendekatan pedagogis yang
menyeluruh, tetapi mereka mengalami masalah ketika menerapkan PBL untuk
merancang pembelajaran. Peserta telah mampu mengidentifikasi karakteristik
utama PBL seperti tugas otentik, pembelajaran kolaboratif, pembelajaran yang
berpusat pada siswa, dan guru sebagai fasilitator. Selain itu, guru magang
merasa bahwa PBL memberikan keuntungan kepada siswa termasuk
pembelajaran mandiri, pemikiran metakognitif dan kritis, keterampilan
pemecahan masalah, keterampilan belajar kolaboratif, dan transfer ke masalah
kehidupan nyata.
Karena PBL didorong oleh masalah, peserta merasa bahwa
menciptakan masalah otentik yang berarti di bidang konten mereka adalah
tugas yang paling sulit. Mereka yang menunjukkan mengalami kesulitan
menyatakan bahwa mereka tidak yakin tentang (a) bagaimana membuat
masalah menarik, otentik, dan tidak terstruktur, dan (b) komponen apa yang
harus merupakan pernyataan masalah.
Tingkat kemampuan personal yang berhubungan dengan TIK adalah
bidang lain yang dianggap oleh guru magang sebagai tantangan. Merekalah
yang paling ditantang dalam mengintegrasikan alat dan sumber daya TIK
karena masih kurangnya kemampuan menggunakan alat TIK. Beberapa guru
magang harus belajar program perangkat lunak baru karena mereka tidak
memiliki pengalaman atau pengalaman sebelumnya.
Analisis terhadap survei menunjukkan bahwa peserta merasakan
sejumlah keuntungan menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat
pada siswa, yang konsisten dengan pemahaman mereka tentang PBL sebagai
pedagogi konstruktivis. Meskipun demikian, guru magang juga merasakan
beberapa keterbatasan dalam menerapkan pendekatan yang berpusat pada
siswa tersebut saat mengintegrasikan dengan ICT. Keterbatasan waktu adalah
hal yang paling utama. Guru magang menyatakan bahwa merancang dan
menerapkan pelajaran PBL memakan waktu yang lama. Sejumlah guru magang
juga merasa bahwa PBL mungkin tidak sesuai untuk siswa berprestasi rendah

11
karena tugas membutuhkan keterampilan pemecahan masalah urutan yang
lebih tinggi.

12
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Jurnal Ilmiah ke-1
Pendekatan tematik dapat meningkatkan kemampuan pemahaman
matematis pada materi perkalian kelas rendah secara signifikan. Adapun
pembelajaran yang dilakukan bersifat kontekstual dengan tema lingkungan
yang membuat siswa mampu menemukan sendiri pengetahuannya
sehingga kegiatan pembelajaran lebih bermakna dan dapat dipahami oleh
siswa. Sementara kinerja guru yang baik sekali membuat karakteristik
pembelajaran tematik dapat terlaksana. Begitupun respon siswa yang
menganggap pendekatan tematik menyenangkan sehingga dapat
menumbuhkan minat, partisipasi, dan kerjasama siswa yang berakibat pada
aktivitas siswa dengan interpretasi baik sekali.
Pendekatan tematik dengan RME lebih baik dalam meningkatkan
kemampuan pemahaman matematis dibandingkan pendekatan tematik
pada materi perkalian kelas rendah. Pembelajaran tematik maupun tematik
dengan RME sama-sama berpusat pada siswa. Hanya saja RME
menghendaki adanya penyajian masalah terlebih dahulu dalam
pembelajaran. Permasalahan yang demikian lebih bermakna bagi siswa
karena masih berada dalam jangkauan pengetahuan yang telah dimiliki
siswa sebelumnya. Sementara pendekatan tematik meskipun sama-sama
berpusat pada siswa dan bersifat kontekstual, namun pada tahapan
pembelajaran tidak selalu dimulai dengan penyajian masalah bagi siswa.
Sebab dengan permasalahan yang disajikan diawal pembelajaran, maka
siswa akan terlatih untuk berpikir. Selain itu, hasil uji beda ratarata gain
menunjukkan pembelajaran tematik dengan RME lebih baik secara
signifikan daripada pembelajaran tematik dalam meningkatkan
kemampuan pemahaman matematis siswa pada materi perkalian kelas
rendah.

13
Siswa merespon positif kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan tematik dan tematik dengan RME. Respon
tersebut didapat dari kegiatan wawancara dengan perwakilan siswa di
setiap kelasnya. Respon positif tersebut muncul karena pembelajaran di
kelas tematik maupun kelas tematik dengan RME samasama
menyenangkan dan menyajikan pembelajaran yang sesuai dengan
kehidupan nyata dan sesuai dengan pengalaman siswa.

2. Jurnal Ilmiah ke-2


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji persepsi guru
magang tentang Technological pedagogical content knowledge (TPCK)
dan kesulitan kognitif mereka dalam menerapkan TPCK ke dalam desain
pelajaran yang sebenarnya. Peserta terlibat dalam proyek pempelajaran
kolaboratif di mana mereka merancang pelajaran berdasarkan pemahaman
mereka tentang problem based learning (PBL) dan integrasi information
and communication technology (ICT). Tujuan utama dari proyek desain ini
adalah untuk membantu siswa membuat hubungan erat antara konten,
pedagogi, dan teknologi. Data survei dianalisis untuk mengidentifikasi
pemahaman, persepsi, dan penerapan peserta dari TPCK.
Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa guru
magang memiliki pemahaman yang baik tentang pedagogis PBL, namun
mereka mengalami beberapa kesulitan menerapkan pengetahuan mereka
dalam merancang pelajaran berbasis teknologi yang berbasis PBL. Area
yang dianggap sangat menantang dan sulit oleh guru magang antara lain
menghasilkan masalah yang otentik untuk topik konten yang dipilih,
menemukan dan mengintegrasikan alat dan sumber daya TIK yang relevan
untuk sasaran siswa dan kegiatan pembelajaran, dan merancang tugas
dengan keseimbangan antara bimbingan guru dan kemandirian siswa.
Selain itu, penelitian ini mengamati perbedaan antara pemahaman
pedagogis PBL dan desain pembelajaran PBL yang sebenarnya dengan
komponen ICT. Guru-guru magang dalam penelitian ini mampu
memahami pentingnya PBL dan integrasi TIK, dan bagaimana pedagogi
14
terpusat siswa dapat membantu siswa belajar keterampilan dengan lebih
baik. Namun, desain pelajaran yang sebenarnya menunjukkan bahwa guru
magang tidak mampu menerjemahkan keyakinan dan pengetahuan mereka
untuk membuat paket pelajaran yang pedagogis yang sehat dengan
integrasi komponen ICT.
Ada kemungkinan bahwa guru magang dalam penelitian ini tidak
memiliki cukup kemampuan tentang pengajaran dengan teknologi untuk
pembelajaran berbasis masalah kepada siswa mereka. Studi tentang guru
ahli dan pemula memberikan beberapa wawasan tentang kurangnya TPCK
guru magang ini. Penelitian ini menemukan bahwa peserta memiliki
pengetahuan konten pedagogis yang dangkal tentang integrasi teknologi
sebagaimana terungkap dalam komentar mereka tentang sulitnya
menemukan alat dan sumber daya TIK yang relevan dan penggunaan TIK
sebagai alat dalam perancangan pelajaran.
Berdasarkan temuan tersebut, kami dapat menjelaskan beberapa
implikasi untuk praktik dalam pendidikan guru. Sifat TPCK sangat
kompleks, membutuhkan teknologi, pedagogi, dan pengetahuan konten
sebagai bagian pengetahuan yang terintegrasi. Untuk mengintegrasikan
konten, pedagogis, dan pengetahuan teknologi, guru magang harus terus
menerus belajar dengan praktik pengajaran yang terbaru dan inovatif.

15
B. Saran
1. Jurnal Ilmiah ke-1

Berdasarkan evaluasi, refleksi dan temuan penelitian yang ada


jurnal, maka saran yang tepat menurut kami antara lain:
a. siswa hendaknya senantiasa diberi kesempatan untuk ikut terlibat

secara aktif dalam pembelajaran.

b. pembelajaran hendaknya tidak terlepas dari pengalaman siswa

sehari-hari.

c. penerapan pendekatan tematik dengan rme dapat dijadikan

sebagai alternatif dalam pembelajaran matematika, terutama

untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

2. Jurnal Ilmiah ke-2


Cara-cara yang dapat membantu guru magang mengintegrasikan
konten pengetahuan, pedagogik, dan pengetahuan teknologi antara lain:
a. merancang serangkaian modul terintegrasi;

b. memberikan guru-guru magang praktik-praktik umpan balik

formatif dan refleksi epistemologis terkait dengan pengalaman

mereka untuk belajar dan mengajar;

c. menyajikan berbagai contoh pembelajaran terintegrasi teknologi

dengan dampaknya pada pembelajaran siswa.

16
DAFTAR PUSTAKA

Sutisna, Andi Permana., Herman Subarjah., dan Maulana.2016. Meningkatkan


Pemahaman Matematis Melalui Pendekatan Tematik Dengan RME. Jurnal
Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1
Hyo-Jeong So, Bosung Kim. 2009. Learning about Problem Based Learning:
Student Teachers Integrating Technology, Pedagogy and Content Knowledge.
Australia: Australian Journal of Educational Technology (AJET)

17

Anda mungkin juga menyukai