Anda di halaman 1dari 21

0

PERANCANGAN MESIN PEMBUATAN KOMPOS SECARA OTOMATIS


(AUTOMATIC COMPOSTER) BERSKALA RUMAH TANGGA

diajukan untuk memenuhi tugas Matakuliah Rancangan Mesin dan Peralatan


Pertanian

Oleh:
Kelompok M3 (Mojokerto-Madiun-Medan) Kelas TEP-A
1. Elfry Purba NIM 141710201034
2. Mohammad Ihya Ulum M. NIM 151710201004
3. Mario Dwi Adrianto NIM 151710201030
4. Farid Lukman Hakim NIM 151710201052

JURUSAN TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam beberapa dekade terakhir telah banyak terjadi penumpukan limbah


sampah organik maupun anorganik terutama dari sektor rumah tangga.
Penumpukan limbah sampah ini banyak menyebabkan terjadinya pencemaran
lingkungan, seperti pencemaran tanah dan pencemaran perairan. Salah satu limbah
sampah sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga, yaitu limbah sampak organik.
Sampah organik merupakan jenis sampah yang mudah diuraikan yang berasal
dari sampah sayuran dan buah-buahan, dedaunan, kotoran hewan, dan lain-lain.

Salah satu cara untuk mengurangi limbah organik dalam sektor rumah
tangga ini yaitu dengan menjadikannya pupuk organik (kompos). Kompos adalah
hasil penguraian parsia/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang
dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam
kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Sudiana,
Tanpa tahun). Proses pembuatan kompos sering disebut dengan pengomposan.
Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara
biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik
sebagai sumber energi.

Proses pembuatan kompos dari limbah bahan organik di sektor rumah


tangga dinilai masih relatif rendah. Hal ini dikarenakan kesadaran yang masih
kurang dari manusianya sendiri dan masih sedikitnya alat dan mesin pendukung.
Salah satu cara mengurangi limbah bahan organik di sektor rumah tangga yaitu
dengan merancang sebuah alat yang dapat mengolah limbah organik menjadi
kompos. Mesin ini nantinya diharapkan dapat mengurangi jumlah sampah organik
yang ada di sektor rumah tangga, sehingga pencemaran linkungan dapat
dikurangi.
2

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penulisan makalah mengenai perancangan mesin


pembuatan kompos secara otomatis (Automatic Composter) berskala rumah
tangga ini, yaitu :

1. Apa definisi dari pupuk kompos ?

2. Bagaimana proses pembuatan pupuk kompos ?

3. Bagaimana perancangan mesin pembuatan kompos secara otomatis


(Automatic Composter) berskala rumah tangga ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah mengenai perancangan mesin pembuatan kompos


secara otomatis (Automatic Composter) berskala rumah tangga ini, yaitu :

1. Mengetahui dan memahami masalah pupuk kompos yang terbuat dari limbah
sampah organik rumah tangga.

2. Mengetahui proses pembuatan pupuk kompos dari limbah sampah organik


rumah tangga.

3. Mengetahui mengenai perancangan mesin pembuatan kompos secara


otomatis (Automatic Composter) berskala rumah tangga ini.

1.4 Manfaat

Manfaat yang diperoleh setelah penulisan makalah ini, yaitu :

1. Dapat mengetahui dan memahami masalah pupuk kompos yang terbuat dari
limbah sampah organik rumah tangga.

2. Dapat mengetahui proses pembuatan pupuk kompos dari limbah sampah


organik rumah tangga.

3. Dapat mengetahui mengenai perancangan mesin pembuatan kompos secara


otomatis (Automatic Composter) berskala rumah tangga ini.
3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pupuk Kompos

Kompos merupakan jenis pupuk yang terjadi karena proses penghancuran


oleh alam atas bahan-bahan organik, terutama daun, tumbuh-tumbuhan seperti
jerami, kacang-kacangan, sampah dan lain-lain. Pengomposan atau dekomposisi
merupakan peruraian dan pemantapan bahan-bahan organik secara biologi dalam
temperatur yang tinggi dengan hasil akhir bahan yang bagus untuk digunakan ke
tanah tanpa merugikan lingkungan. Dengan kata lain terjadi perubahan fisik
semula menjadi fisik yang baru. Perubahan itu terjadi karena adanya kegiatan
jasad renik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Agustina, 2007).

Bahan organik yang dapat digunakan sebagai kompos dapat berasal dari
limbah hasil pertanian dan non pertanian (limbah kota dan limbah industri).
Limbah hasil dari pertanian antara lain berupa sisa tanaman (jerami dan
brangkasan),sisa hasil pertanian (sekam, dedak padi, kulit kacang tanah, ampas
tebu,dan belotong). Limbah kota atau sampah organik kota biasanya dikumpulkan
dari pasar atau sampah rumah tangga dari daerah pemukiman serta taman-taman
kota (Harizena, 2012).

2.2 Proses Pembuatan Pupuk Kompos

Proses pengomposan atau membuat kompos adalah proses biologis karena


selama proses tersebut berlangsung, sejumlah jasad hidup yang disebut mikroba,
seperti bakteri dan jamur, berperan aktif (Sulistyorini,2005). Dijelaskan lebih
lanjut agar peranan mikroba di dalam pengolahan bahan baku menjadi kompos
berjalan secara baik, persyaratan-persyaratan berikut harus dipenuhi :

1. Kadar air bahan baku : daun-daun yang masih segar atau tidak kering,
kadar airnya memenuhi syarat sebagai bahan baku. Dengan begitu, daun
yang sudah kering, yang kadar airnya juga akan berkurang, tidak
memenuhi syarat. Hal tersebut harus diperhatikan karena banyak
pengaruhnya terhadap kegiatan mikroba dalam mengolah bahan baku
4

menjadi kompos. Seandainya sudah kering, bahan baku tersebut harus


diberi air secukupnya agar menjadi lembab.

2. Bandingan sumber C (Karbon) dengan N (zat lemas) bahan : bandingan ini


umumnya disebut rasio/bandingan C/N. dengan bandingan tersebut proses
pengomposan berjalan baik dengan menghasilkan kompos bernilai baik
pula, paling tinggi 30, yang artinya kandungan sumber C berbanding
dengan kandungan sumber = 30 : 1. Sebagai contoh, kalau menggunakan
jerami sebagai bahan baku kompos, nilai rasio C/N-nya berkisar 15 25,
jadi terlalu rendah. Karena itu, bahan baku tersebut harus dicampur dengan
benar agar nilai rasio C/N-nya berkisar 30. Misalnya, lima bagian sampah
yang terdiri atas daun-daunan dari pekarangan dicampur dengan dua
bagian kotoran kandang, akan mencapai nilai rasio C/N mendekati 30, atau
lima bagian sampah tersebut dicampur dengan lumpur selokan (lebih kotor
akan lebih baik) sebanyak tiga bagian, juga akan mencapai rasio C/N
sekitar 30. Sementara itu, untuk jerami, lima bagian jerami harus ditambah
dengan tiga bagian kotoran kandang, atau kalau tidak ada dengan empat
bagian Lumpur selokan sehingga nilai rasio C/N-nya akan mendekati 30.

Pengomposan bahan organik secara aerobik merupakan suatu proses


humifikasi bahan organik tidak-stabil (rasio C/N >25) menjadi bahan organik
stabil yang dicirikan oleh pelepasan panas dan gas dari substrat yang
dikomposkan (Sulistyorini,2005). Lamanya waktu pengomposan bervariasi dari
dua sampai tujuh minggu, bergantung pada teknik pengomposan dan jenis
mikroba dekomposer yang digunakan (Sulistyorini,2005). Tingkat kematangan
(derajat humifikasi) dan kestabilan kompos (terkait dengan aktivitas mikroba)
menentukan mutu kompos yang ditunjukkan oleh berbagai perubahan sifat fisik,
kimia, dan biologi substrat kompos.Pada kompos yang belum matang, proses
dekomposisi bahan organik masih terus berlangsung yang dapat menciptakan
suasana anaerobik di lingkungan perakaran (penggunaan oksigen oleh mikroba)
dan kahat N (imobilisasi N oleh mikroba), sehingga menghambat pertumbuhan
tanaman.Pengomposan yang tidak sempurna juga kerap menghasilkan senyawa
5

fitotoksin seperti fenolat yang dalam banyak kasus menghambat pertumbuhan


bibit tanaman (Sulistyorini, 2005) atau menjadi tempat transien bagi mikroba
patogen. Untuk menghindari hal ini, sosialisasi tentang teknik pembuatan kompos
yang tepat dan penggunaan mikroba dekomposer yang sesuai perlu terus
diupayakan sebagai langkah strategis dalam meningkatkan mutu kompos.Selain
itu, tingkat kemudahan pembuatan kompos dan aplikasi mikroba dekomposer
dengan biaya yang relatif murah tidak bisa diabaikan sebagai faktor penentu bagi
petani menggunakan mikroba dekomposer.

Menurut Unus (Sulistyorini, 2005) banyak faktor yang mempengaruhi


proses pembuatan kompos, baik biotik maupun abiotik. Faktor -faktor tersebut
antara lain:

a. Pemisahan bahan: bahan-bahan yang sekiranya lambat atau sukar untuk


didegradasi/diurai, harus dipisahkan/diduakan, baik yang berbentuk
logam, batu, maupun plastik. Bahkan, bahan-bahan tertentu yang bersifat
toksik serta dapat menghambat pertumbuhan mikroba, harus benar-benar
dibebaskan dari dalam timbunan bahan, misalnya residu pestisida.

b. Bentuk bahan : semakin kecil dan homogen bentuk bahan, semakin cepat
dan baik pula proses pengomposan. Karena dengan bentuk bahan yang
lebih kecil dan homagen, lebih luas permukaan bahan yang dapat dijadikan
substrat bagi aktivitas mikroba.Selain itu, bentuk bahan berpengaruh pula
terhadap kelancaran difusi oksigen yang diperlukan serta pengeluaran CO2
yang dihasilkan.

c. Nutrien : untuk aktivitas mikroba di dalam tumpukan sampah memerlukan


sumber nutrien Karbohidrat, misalnya antara 20% 40% yang digunakan
akan diasimilasikan menjadi komponen sel dan CO2, kalau bandingan
sumber nitrogen dan sumber Karbohidrat yang terdapat di dalamnya (C/N-
rasio) = 10 : 1. Untuk proses pengomposan nilai optimum adalah 25 : 1,
sedangkan maksimum 10 : 1
6

d. Kadar air bahan tergantung kepada bentuk dan jen is bahan, misalnya,
kadar air optimum di dalam pengomposan bernilai antara 50 70,
terutama selama proses fasa pertama. Kadang-kadang dalam keadaan
tertentu, kadar air bahan bisa bernilai sampai 85%, misalnya pada jerami.

Disamping persyaratan di atas, masih diperlukan pula persyaratan lain


yang pada pokoknya bertujuan untuk mempercepat proses serta menghasilkan
kompos dengan nilai yang baik, antara lain, homogenitas (pengerjaan yang
dilakukan agar bahan yang dikomposkan selalu dalam keadaan homogen), aerasi
(suplai oksigen yang baik agar proses dekomposisi untuk bahan-bahan yang
memerlukan), dan penambahan starter (preparat mikroba) kompos dapat pula
dilakukan, misalnya untuk jerami. Agar proses pengomposan bisa berjalan secara
optimum, maka kondisi saat proses harus diperhatikan.

Tabel 1. Kondisi Optimum Proses Pengomposan

Parameter Nilai

C/N -rasio bahan 30-35:1

C/P- rasio bahan 75-150:1

Bentuk / ukuran materi 1,3-3,3 cm untuk proses pabrik

3,3-7,6 cm untuk proses biasa sederhana

Kadar air bahan 50-60%

Aerasi 0,6-1,8m3udara/hari/Kg bahan selalu proses

termofilik,

Tempratur maksimum 550C

Secara teknis, transformasi bahan organik tidak-stabil menjadi bahan


organik stabil (kompos matang) ditandai oleh pembentukan panas dan produksi
CO2. Selama proses pengomposan, komposisi populasi mikroba berubah dari
tahap mesofilik (suhu 20-40oC) ke tahap termofilik (suhu bisa mencapai 80oC),
dan terakhir tahap stabilisasi atau pendinginan. Mikroba mesofilik memulai
7

dekomposisi substrat mudah hancur seperti protein, gula, dan pati yang
selanjutnya digantikan oleh mikroba termofilik yang secara cepat merombak
substrat organik.Pada tahap akhir stabilisasi, jumlah populasi mikroba meningkat.
Panas yang timbul selama fase termofilik mampu membunuh mikroba patogen
(>55oC) dan benih gulma (>62oC) sehingga kompos matang sering dipakai
sebagai media pembibitan tanam. Penggunaan kompos matang mampu
menstimulasi perkembangan mikroba dan menghindari bibit dari serangan
patogen tular tanah (Husen dan Irawan, 2008).

Kompos mengalami tiga tahap proses pengomposan yaitu pada tahap


pertama yaitu tahap penghangatan (tahap mesofilik), mikroorganisme hadir dalam
bahan kompos secara cepat dan temperatur meningkat. Mikroorganisme mesofilik
hidup pada temperatur 10-45oC dan bertugas memperkecil ukuran partikel bahan
organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mempercepat proses
pengomposan. Pada tahap kedua yaitu tahap termofilik, mikroorganisme
termofilik hadir dalam tumpukan bahan kompos.Mikroorganisme termofilik hidup
pada tempratur 45-60oC dan bertugas mengkonsumsi karbohidrat dan protein
sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat. Mikroorganisme ini
berupa Actinomycetes dan jamur termofilik.Sebagian dari Actinomycetes mampu
merombak selulosa dan hemiselulosa. Kemudian proses dekomposisi mulai
melambat dan temperatur puncak dicapai. Setelah temperatur puncak terlewati,
tumpukan mencapai kestabilan, dimana bahan lebih mudah terdekomposisikan.
Tahap ketiga yaitu tahap pendinginan dan pematangan. Pada tahap ini, jumlah
mikroorganisme termofilik berkurang karena bahan makanan bagi
mikroorganisme ini juga berkurang, hal ini mengakibatkan organisme mesofilik
mulai beraktivitas kembali. Organisme mesofilik tersebut akanmerombak selulosa
dan hemiselulosa yang tersisa dari proses sebelumnya menjadi gula yang lebih
sederhana, tetapi kemampuanya tidak sebaik organism termofilik. Bahan yang
telah didekomposisi menurun jumlahnya dan panas yang dilepaskan relatif kecil
(Djuarnani dkk.,2005).
8

Proses pembuatan kompos tergantung pada kerja mikroorganisme yang


memerlukan sumber karbon untuk mendapatkan energi dan bahan bagi sel-sel
baru, bersama dengan pasokan nitrogen untuk protein sel. Nitrogen merupakan
unsur hara paling penting. Perbandingan karbon dan nitrogen (C/N) berkisar
antara 25-35 : 1. Jika perbandingan jauh lebih tinggi, proses metabolisme
membutuhkan waktu lama sebelum karbon dioksidasi menjadi karbon dioksida,
sedangkan jika perbandingan lebih kecil, maka nitrogen yang merupakan
komponen penting pada kompos akan dibebaskan sebagai amonia (Djuarnani
dkk.,2005).

Ukuran partikel berperan dalam pergerakan oksigen ke dalam tumpukan


kompos (melalui pengaruh porositas), akses mikroorganisme dan enzim untuk
substrat. Partikel ukuran besar mendifusikan oksigen akibat rata-rata pori besar.
Namun, partikel yang lebih besar juga meminimalkan permukaan spesifik dari
substrat, yang merupakan rasio luas permukaan dengan volume, sehingga
sebagian besar substrat tidak terakses pada mikroorganisme atau enzim mereka.
Pengomposan yang efisien membutuhkan akses terhadap oksigen dan nutrien di
partikel (Djuarnani dkk.,2005).

Sistem pengomposan bertujuan untuk mempertahankan kondisi aerob


selama proses. Pengomposan pada kondisi aerob meningkatkan laju dekomposisi,
sehingga terjadi peningkatan temperatur. Apabila aerasi tidak terhambat, maka
tidak dihasilkan bau tidak sedap. Menurut Outerbridge (1991) tidak adanya udara
(kondisi anaerobik) akan menimbulkan perkembangbiakan berbagai macam
mikroorganisme yang menyebabkan pengawetan keasaman dan pembusukan
tumpukan yang menimbulkan bau busuk. Aerasi diperoleh melalui gerakan alami
dari udara ke dalam tumpukan kompos, dengan membolak-balik (Djuarnani
dkk.,2005).

Kelembaban merupakan faktor utama dalam pengomposan aerob.


Kelembaban dibawah 20 % menyebabkan pengomposan terhenti. Jika
kelembaban diatas 55 %, air akan mulai mengisi ruang antara bahan,
9

menyebabkan pengurangan jumlah oksigen dan terbentuk kondisi anaerob,


sehingga temperatur menurun dan menimbulkan bau tidak sedap (Djuarnani
dkk.,2005).

PH digunakan untuk mengevaluasi hasil metabolisme mikroorganisme di


lingkungan. pH kompos bervariasi dengan waktu selama proses pengomposan dan
digunakan sebagai indikator dekomposisi dalam massa kompos. pH awal bahan
pengomposan sekitar 5,0 sampai 7,0. Setelah tiga hari pengomposan, pH menurun
menjadi 5,0 atau kurang karena hasil penguraiannya adalah asam organik
sederhana dan kemudian meningkat sekitar 8,5 sebagai akibat sisa dari proses
aerob (protein diuraikan dan amonia dilepaskan) (Djuarnani dkk.,2005).

2.3 Otomasi Pembuatan Kompos

Sistem kontrol adalah sebuah komponen yang saling berhubungan/


dihubungkan sedemikian sehingga mampu memerintah, mengarahkan, atau
mengatur dirinya sendiri atau sistem/proses yang lain. Kontrol automatic atau
yang dikenal dengan sistem pengendalian otomatis (automatic control system)
merupakan level ke 2 dalam hirarki sistem otomasi. Dalam sistem otomasi
kegiatan pengontrolan dan monitoring yang biasa dilakukan manusia bisa
digantikan perannya dengan menerapkan prinsip otomasi. Kegiatan kontrol yang
dilakukan secara berulang-ulang, kekurang presisi-an manusia dalam membaca
data, serta resiko yang mungkin timbul dari sistem yang dikontrol semakin
menguatkan kedudukan alat/mesin untuk melakukan pengontrolan secara otomatis
(Wicaksono, 2009).
Pengendalian otomatis (automatic control) dan piranti-piranti pengontrol
otomatis dalam perkembangannya merupakan suatu disiplin ilmu sendiri yang
disebut control engineering, control system engineering. Dengan berkembangnya
teknologi komputer dan jaringan dimana konsep sistem otomasi dapat
diwujudkan, ditambah dengan suatu kecerdasan melalui program yang
ditanamkan dalam sistem tersebut , maka akan semakin meringankan tugas-tugas
manusia. Derajat otomasi yang makin tinggi akan mengurangi peranan dan
10

meringankan tugas-tugas manusia dalam pengontrolan suatu proses (Wicaksono,


2009).
Beberapa contoh sistem pengaturan proses-proses pada industri modern seperti:
1. Sebagai pengontrol tekanan
2. Sebagai pengontrol temperature
3. Sebgai pengontrol kelembaban
4. Sistem aliran dalam proses industri
Dalam hal ini sitem otomasi diterapkan dalam proses pembuatan kompos
organik yang menggunakan sebuah mikro kontroler yaitu arduino uno.
Mikrokontroler dipadukan dengan sensor suhu dan kelembaban sehingga besar
suhu dan kelembaban yang merupakan faktor berpengaruh dalam kualitas pupuk
kompos bisa dioptimalkan.
11

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Perancangan Mesin Pembuatan Kompos Otomatis

Proses perancangan mesin pembuatan kompos secara otomatis (Automatic


Composter) berskala rumah tangga dilakukan di Laboratorium Alat dan Mesin
Pertanian-Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Jember. Waktu pelaksanaan perancangan mesin ini yaitu selama Matakuliah
RMPP (Rancangan Mesin dan Peralatan Pertanian)

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam perancangan mesin pembuatan kompos
secara otomatis (Automatic Composter) berskala rumah tangga, yaitu :

3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam perancangan mesin ini, yaitu :
1. Gunting pemotong seng
2. Meteran
3. Solder listrik
4. Las listrik
5. Laptop

3.2.2 Bahan
Bahan yang digunaka dalam perancangan mesin ini, yaitu :
1. Seng
2. Satu set Arduino
3. Dinamo

3.3 Langkah Kerja

Langkah kerja dalam perancangan mesin pembuatan kompos secara


otomatis (Automatic Composter) berskala rumah tangga ini terbagi menjadi dua
12

yaitu langkah kerja pembuatan prototipe mesin dan langkah kerja proses
pengomposan dengan mesin yang telah dibuat sebelumnya.

3.3.1 Langkah Kerja Perancangan Prototipe Mesin

Langkah kerja pada proses pembuatan prototipe mesin ini, yaitu.

Gambar 3.1 Flowchart Perancangan Prototipe Mesin


13

3.3.2 Langkah Kerja Proses Pengomposan dengan Mesin Pembuat Kompos

Langkah kerja proses pengomposan dengan mesin ini yaitu, sebagai berikut.
14

Gambar 3.2 Flowchart Proses Pengomposan dengan Mesin Pembuat Kompos


15

BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Inovasi Pada Mesin Pembuat Kompos Otomatis (Automatic Composter)


Berskala Rumah Tangga

Mesin pembuatan kompos secara otomatis ini digunakan untuk


mempermudah proses pengomposan. Dengan menggunakan mesin pengompos ini
dapat dengan mudah dan cepat dalam mendaptkan pupuk kompos, terutama di
sektor rumah tangga. Mesin ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
dengan mesin sejenis yang dijual dipasaran. Mesin ini telah dilengkapi dengan
sensor suhu dan pH. Sensor suhu dan pH ini diprogram dengan menggunakan alat
arduino yang telah dihubungkan dengan perangkat PC atau laptop.

Pemberian sensor ini bertujuan untuk mengatur suhu dan pH saat proses
pengomposan. Hal ini dikarenakan suhu menjadi salah faktor terpentik dalam
proses pengomposan. Suhu yang optimum saat proses pengomposan akan
mempercepat proses pengomposan itu sendiri. Selain itu mesin di juga didesan
fleksibel, artinya mesin ini mudah dipindah-pidahkan karena dilengkapi dengan
roda pada bagian bawah mesin.

4.2 Mesin Pembuatan Kompos Secara Otomatis (Automatic Composter)


Berskala Rumah Tangga

4.2.1 Spesifikasi Mesin Pembuatan Kompos Secara Otomatis (Automatic


Composter) Berskala Rumah Tangga

Spesifikasi dari mesin pembuatan kompos secara otomatis (Automatic Composter)


berskala rumah tangga ini, yaitu.

1. Material : Mild Steel (Baja Ringan)

2. Dimensi mesin : 150 x 70 x 120 cm

3. Kapasitas mesin : 100-300 kg/proses

4. Pengerak : Three Phase Electric Motor


16

5. Power Mesin : 16 HP

6. Berat mesin : 100 kg (tanpa pengerak)

7. Material pisau : Baja dikeraskan

8. Material pengaduk : Baja

9. Pengontrol : Arduino Uno

10. Sensor : Sensor suhu, sensor kelembaban dan pH

4.2.2 Desain Mesin Pembuatan Kompos Secara Otomatis (Automatic


Composter) Berskala Rumah Tangga

Mesin pengompos ini didesain seefisien mungkin sehingga dapat


mempermudah penggunaan dan pengoperasiannya. Mesin ini juga telah
dilengkapi sengan sensor suhu, kelembaban, dan pH. Berikut desain dari mesin
pembuatan kompos secara otomatis (Automatic Composter) berskala rumah
tangga.

(a)
17

(b)

Gambar 4.1 (a) Desain Mesin Secara Keseluruhan, (b) Desain Bagian Dalam Mesin

Bagian-bagian dari mesin pembuatan kompos secara otomatis (Automatic


Composter) berskala rumah tangga, yaitu sebagai berikut.

Tabel 4.1 Bagian-bagian dan Fungsipembuatan kompos secara otomatis


(Automatic Composter) berskala rumah tangga

Bagian-bagian
NO Fungsi
Mesin
1 Hopper Sebagai lubang masukan dari sampah organik
2 Alat pencacah Untuk mencacah sampah organik menjadi
bagian yang lebih kecil. Alat pencacah ini
terbuat dari baja yang di keraskan.
3 Pintu masukkan dan Sebagai pintu untuk memasukkan aktivator dan
Pengeluarkan sebagai pintu untuk mengambil kompos yang
telah jadi
4 Alat pengaduk Untuk mengaduk sampah organik yang telah
dicacah dengan aktivator dan sekam padi atau
gergaji kayu. Alat ini tebuat dari bahan baja
yang telah dilapisi, sehingga tidak terjadi
pengkaratan.
5 Mesin kontrol Sebagai alat kontol suhu, kelembaban, dan pH
18

saat pengomposan
6 Lubang pembuangan Sebagai lubang untuk mengeluarkan air apabila
jumlah air berlebih saat pengomposan
7 Roda Untuk mempermudah pemindahan mesin dari
tempat satu ke tempat lainnya

4.3 Mekanisme Pengomposan dengan Menggunakan Mesin Pembuat


Kompos Otomatis

Mekanisme pembuaan kompos dari limbah organik rumah tangga dimulai


dari penyiapan bahan-bahan seperti sampah organik (sayur-mayur, buah-buahan,
dedaunan, dan lain-lain), sekam atau serbuk gergaji, EM4, gula secukupnya, dan
air. Setelah itu mulai menyalakan mesin pengompos otomatis, proses penyalaan
ini dengan menekan tombol power tujuannya yaituuntuk menghubungkan mesin
dengan sumber listrik dan menyalakan sensor dan display. Dilain sisi juga
dilakukan proses pencampuran aktifator yang terbuat dari EM4, gula secukupnya,
dan air.

Setelah itu dilakukan proses pecacahan atau perajangan dari bahan-bahan


sampah organik. Setelah dicacah kemudian sampah organik tadi dicampur dengan
sekam padi atau gergaji kayu, dan aktivator. Pencampuran ini dilakukan dengan
membuka bagian atas dari mesin. Kemudia bahan-bahan pendukung tdi
dimasukkan. Setelah itu secara otomatis alat pengaduk yang terdapat dibagian
dalam mesin bekerja. Proses pengadukan dilakukan kurang lebis selama 10 menit.
Setelah itu alat pengaduk akan mati, dan bahan-bahan tadi didiamkan selama
kurang lebih 1-2 minggu. Mesin ini secara otomatis akan mengatur suhu dan pH,
serta kelembaban saat proses pengomposan, agar didapatkan pupuk kompos yang
diinginkan. Mesin ini juga akan secara otomatis mengaktifkan alat pengaduk
apabila dibutuhkan. Setelah waktu yang ditentukan, kompos yang telah jadi dapat
diambil dari dalam mesin.
19

BAB 5. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penulisan makalah mengenai perancangan mesin pembuatan


kompos secara otomatis (Automatic Composter) berskala rumah tangga ini, yaitu.

1. Kompos merupakan jenis pupuk yang terjadi karena proses penghancuran


oleh alam atas bahan-bahan organik, terutama daun, tumbuh-tumbuhan
seperti jerami, kacang-kacangan, sampah dan lain-lain.

2. Proses pengomposan atau membuat kompos adalah proses biologis karena


selama proses tersebut berlangsung, sejumlah jasad hidup yang disebut
mikroba, seperti bakteri dan jamur, berperan aktif.

3. Mesin pembuatan kompos secara otomatis (Automatic Composter) berskala


rumah tangga ini di desain dari baja ringan yang kemudian telah dilengkapi
dengan sensor suhu, kelembaban, dan pH.
20

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, C. 2007. Pengaruh Pemberian Kompos Terhadap Beberapa Sifat


Fisik Entisol Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L) [Skripsi].
Malang: Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.

Harizena, I. N. D. 2012. Pengaruh Jenis dan Dosis MOL terhadap


Kualitas Kompos Sampah Rumah Tangga [Skripsi]. Denpasar :
Konsentrasi Ilmu Tanah dan Lingkungan Jurusan Agroekoteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.

Sulistyorini, L. 2005. Pengelolaan Sampah Dengan Cara Menjadikannya


Kompos. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. II, NO. 1, Juli 2005 : 77
84.

Husen, E. dan Irawan, 2010. Efektivitas dan Efisiensi Mikroba Dekomposer


Komersial dan Lokal dalam Pembuatan Kompos
Jerami. http://balittanah.litbang.pertanian.go.id [24 Oktober 2017].

Djuarnani, N. dkk. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta : PT. Agro
Media Pustaka.

Wicaksono, handy. 2009. Teori, Pemrograman dan Aplikasi dalam Otomasi


Sistem. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai