Anda di halaman 1dari 7

TAMRINAT: Jurnal Pembelajaran dan Pengajaran, Vol. 1, No.

1, Juni 2020
Agustini, Problematika Guru IPA..

Problematika Guru IPA Terpadu Kelas VII SMPN 9 Mataram

Agustini1

Abstrak
Guru yang menjadi pusat dari proses belajar mengajar di kelas seharusnya memiliki kompetensi
yang baik. Sedangkan sekolah seharusnya menyediakan fasilitas pembelajaran yang memadai.
Namun kedua komponen tersebut pada lembaga pendidikan belum terpenuhi secara baik. Hal
inilah yang menjadi problem bagi guru IPA terpadu di SMPN 9 Mataram. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif melalui observasi, wawancara dan studi
dokumentasi. Hasil yang diperoleh selama penelitian menunjukkan terdapat tujuh problem yang
dihadapi guru IPA terpadu di SMPN 9 Mataram yang dapat dibagi menjadi 4 aaspek utama yaitu
aspek guru, peserta didik, fasilitas pendukung, dan metode pembelajaran.

Kata Kunci : Problematika, IPA Terpadu, Guru

Pendahuluan
Sekolah menengah pertama SMP/MTs memiliki mata pelajaran yang disebut IPA terpadu.
Mata pelajaran ini dinilai memiliki banyak keunggulan karena mampu melihat permasalahan dari
berbagai sisi disiplin ilmu. Peserta didik dapat melihat hubungan yang bermakna antar konsep
sekaligus meningkatkan kecakapan berfikir mereka. dalam pembelajaran IPA Terpadu, peserta
didik dihadapkan pada gagasan yang lebih luas dan dalam, mengacu pada realitas empiris sehingga
memudahkan pemahaman konsep, mampu menciptakan striktur kognitif yang menjembatani
pengetahuan awal dengan pengalaman belajar yang terkait. Namun, pembelajaran tersebut masih
sulit untuk diterapkan secara optimal. Berbagai macam kendala ditengarai sebagai faktor penyebab
kurang optimalnya pembelajaran IPA terpadu di sekolah. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian
lebih lanjut dari berbagai aspek diantaranya aspek peserta didik, guru yang tidak memiliki linearitas
keilmuan, aplikasi metode pembelajaran, serta fasilitas pendukung pembelajaran.
Permendiknas No 22 tahun 2006 menyatakan bahwa subtansi mata pelajaran IPA pada
sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah adalah IPA terpadu. Sedangkan Konferensi
UNESCO di Canberra menyatakan bahwa masalah implementasi IPA terpadu di Indonesia
diantaranya: Guru ipa terpadu masih kurang, Guru yang mengajar tidak linier dengan bidang
keilmuan, Layanan guru tidak epektif, Beberapa guru tidak terbiasa dengan laboratorium, Pasilitas

1
SMPN 9 Mataram
54
TAMRINAT: Jurnal Pembelajaran dan Pengajaran, Vol. 1, No. 1, Juni 2020
Agustini, Problematika Guru IPA..

yang kurang memadai, Kebijakan resmi tentang pendidikan dasar dan menengah belum berafiliasi
terhadap rekomendasi Unesco.
Berbagai problematika tersebut juga ditengarai dialami oleh guru IPA Terpadu di SMPN 9
Mataram. Tulisan ini mengalisis secara kualitatif-deskriptif permasalahan-permasalahan yang
dialami oleh guru IPA terpadu di lingkup SMPN 9 Mataram, yang data-datanya diambil dari proses
belajar mengajar pada tahun pelajaran 2019/2020.
IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses
ilmiah, dibangun atas dasar sikap ilmiah, dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah. Ilmu
pengetahuan ini tersusun atas tiga komponen utama yaitu konsep, prinsip, dan teori yang berlaku
umum (Trianto, 2010). Ilmu ini bersifat empiris, berupa kumpulan data hasil observasi dan
eksperimen (Anonim, 2007). Pembelajaran IPA ditujukan untuk membangun pengetahuan peserta
didik melalui alur kerja yang sistematis, memiliki sikap ilmiah, mampu bekerjasama dalam
kelompok, serta belajar berinteraksi dan berkomunikasi. Untuk tercapainya hal tersebut maka
dibutuhkan pendidik (guru) IPA Terpadu yang profesional.
Guru sebagai pendidik sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 14 tahun 2015 memiliki
peran sebagai agen pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Guru IPA terpadu dituntut memiliki kemampuan yang berkaitan dengan konten (isi) materi IPA
maupun cara pembelajaran IPA. Shulman (1986) dalam Abell, et al. (2009) menyatakan bahwa
dalam mengajar sains tidak cukup hanya dengan menguasai materi akan tetapi juga cara
mengajarkannya. Untuk bisa mentransformasi pengetahuan, guru IPA terpadu juga dituntut
memiliki pengetahuan mengenai peserta didik, kurikulum, strategi instruksional dan kemampuan
penilaian yang menyeluruh (Septiana, et al., 2018).
Guru IPA yang profesional akan menghasilkan peserta didik yang berkualitas.
Profesionalitas tersebut terlihat dalam melaksanakan tugas-tugasnya yang antara lain ditunjukkan
dalam penguasaan materi, metode, maupun pengenalan diri. Pendidik yang profesional akan
senantiasa terus-menerus dan berkesinambungan mengembangkan kompetensi diri serta mencari
tahu bagaimana seharusnya peserta didik belajar. Pendidik harus mampu menemukan masalah dan
mencari solusi bersama peserta didik agar pembelajaran IPA menjadi ideal baik dari sisi
keterlaksanaan proses pembelajaran maupun output perubahan perilaku peserta didik maupun
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari (Kunandar, 2011; Sagala, 2011).

55
TAMRINAT: Jurnal Pembelajaran dan Pengajaran, Vol. 1, No. 1, Juni 2020
Agustini, Problematika Guru IPA..

Metode Penelitian
Penelitian ini masuk kedalam jenis penelitian kualitatif-deskriptif, yaitu yang menghasilkan
data deskriptif dalam bentuk narasi kata-kata yang tertulis atau ucapan perkataan dan prilaku yang
dapat diamati secara empiris (Moleong, 2002). Problematika permasalahan-permasalahan yang
dialami oleh guru IPA terpadu di lingkup SMPN 9 Mataram merupakan masalah pendidikan yang
empiris, sehingga perlu analisis kualitatif deskriptif.
Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh melalui observasi,
wawancara studi dokumentasi dan diskusi terfokus atau FGD. Bentuk lain data kualitatif adalah
gambar yang diperoleh melalui pemotretan atau rekaman video. Hal ini merupakan bentuk data
kualitatif yang nantinya dianalisis. Adapun sumber data dari penelitian ini adalah data yang diambil
dari objek kajian dan responden serta data dokumentasi dari permasalahan yang ada.
Adapun tekhnik dan instrumen pengumpulan data adalah dengan cara observasi, yakni
pengamtan lansung pengamatan yang dilakukan secara sengaja mengenai fenomena sosial dengan
gejala-gejala kemudian dilakukan pencatatan (Subagyo, 1997). Dalam hal ini adalah terkait dengan
problema pendidikan IPA terpadu di SMPN 9 Mataram. Kemudian dengan metode wawancara,
yakni dialog antara peneliti dan responden (Sugiyono, 2009). Tekhnik ini digunakn untuk
mengetahui permasalahan apa saja yang dihadapi oleh guru IPA terpadu di SMPN 9 Mataram.
Selanjutnya adalah metode dokumentasi yaitu rekaman keadaan atau peristiwa yang ada pada objek
kajian, yang berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Sedangkan tekhnik analisis data penelitian kulitatif adalah dilakukan secara intraktif dan
berlangsung secara terus-menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, yang
mencakup beberapa komponen, yakni: reduksi data, penyajian data, verifikasi dan penyimpulan
data.

Hasil dan Pembahasan


Dari hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi, masalah-masalah yang dihadapi
guru IPA terpadu di SMPN 9 Mataram, mencakup beberapa aspek, diantaranya:
1. Kurangnya penguasaan materi. Hal ini disebabkan oleh ketidak sesuan bidang keilmua guru IPA
terpadu. Guru dengan latar belakang keilmuan biologi akan mengalami kesulitan ketika
mengajarkan materi tentang fisika dan kimia. Kesulitan tersebut antara lain dalah aspek
penguasaan materi dan juga pemilihan metode yang sesuai untuk masing-masing materi.
Sehingga terdapat kecendrungan untuk materi di luar bidang keilmuan guru IPA terpada
cendrung menjadi teksbook dan kurang mampu mengembangkan maupun mengintegrasikan
56
TAMRINAT: Jurnal Pembelajaran dan Pengajaran, Vol. 1, No. 1, Juni 2020
Agustini, Problematika Guru IPA..

materi.Sementara secara teoritis, suksesnya suatu pendidikan dalam proses belajar mengajar,
salah satunya ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengajar. Kemampuan terseut mencakup
berbagai aspek, yakni, penguasaan terhadap materi yang diajarkan, kedisiplinan, dan penguasaan
terhadap metode.
2. Kurangnya penguasaan metode mengajar. Guru IPA terpadu di SMPN 9 Mataram tahun
pelajaran 2019/2020 hanya menggunakan metode ceramah dan praktek di laboratorium. Padahal
metode mengajar menjadi hal yang signifikan untuk mencapai kesuksesan pendidikan.
Kesuksesan ini terlihat dari mutu pendidikan yang dicapai oleh sekolah. Siswa tidak hanya
menguasai secara teoritis tapi juga implementasinya dalam kehidupan nyata adalah hal yang
utama. Dalam segala aktifitas, metode memaenkan peranan yang penting untuk menunjang
suksesnya suatu pekerjaan. Metode sebagai mekanisme, langkah-langkah, cara atau sistem dalam
melakukan pekerjaan. Dalam dunia pendidikan, terdapat banyak metode yang bisa digunakan,
demi tercapainya pengajaran yang epektif dan konprehensif. Kata metode secara etimologis
berasal dari bahasa Yunani, gabungan dari kata meta yang bermakna “melalui” dan kata hodos
yang bermakna “jalan yang dilalui”. Dalam setiap konsep yang dikemas dalam semua
pendidikan, metode pendidikan adalah alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan. Di dalam kamus besar bahasa Indonesia metode diartikan sebagai “cara yang teratur
dan terpikir baik untuk mencapai maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya, atau juga
dapat diartikan sebagai cara kerja yang sistemik untuk memudahkan dalam pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai suatu tujuan yang ditentukan.
3. Kurangnya Buku Bacaan di perpustakaan. Buku di perpustakaan SMPN 9 Mataram masih
tergolong sedikit, sehingga siswa menjadi kurang bacaan. Sementara dalam pasal 4 ayat 5
Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa
Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung
bagi segenap warga masyarakat. Dalam hal ini orientasi pendidikan yang dikembangkan oleh
pemerintah kaitannya dengan sistem pendidikan nasional adalah menumbuhkan intensitas
kesadaran akan pentingnya kultur membaca, menulis, berhitung di kalangan masyarakat sebagai
upaya peningkatan kualitas intelektual dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara yang
tercerdaskan. Salah satu upaya strategis yang semestinya dilakukan oleh pemerintah dan
stakeholders terkait adalah dengan mengoptimalkan keberadaan perpustakaan sebagai pusat
stimulator untuk mewujudkan tujuan tersebut. Namun Dengan diberlakukannya Undang-undang
No 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan. Keberadaan dari perpustakaan menjadi sangat penting
dalam menopang keberlangsungan sistem pendidikan yang ada. Undang-undang tersebut
57
TAMRINAT: Jurnal Pembelajaran dan Pengajaran, Vol. 1, No. 1, Juni 2020
Agustini, Problematika Guru IPA..

menjadi payung hukum bagi segala aktifitas kinerja perpustakaan dan seluruh elemen pendukung
kegiatannya, meliputi pustakawan, gedung, koleksi, dan pemustaka. Sebagaimana diamanatkan
dalam pasal 3 dikatakan bahwa perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian,
pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.
Perpustakaan jika mengacu pada arti tradisional, merupakan tempat koleksi buku dan majalah.
Walaupun perpustakaan dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, namun
perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan
oleh sebuah kota atau institusi, dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu
membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri. Perpustakaan dapat juga diartikan sebagai
kumpulan informasi mengenai ilmu pengetahuan dan ibadah yang merupakan kebutuhan hakiki
manusia. Oleh karena itu perpustakaan modern telah didefinisikan kembali sebagai tempat untuk
mengakses informasi dalam format apa pun, apakah informasi itu disimpan dalam gedung
perpustakaan tersebut atau tidak. Dalam perpustakaan modern ini selain kumpulan buku tercetak,
sebagian buku dan koleksinya ada dalam perpustakaan digital (dalam bentuk data yang bisa
diakses lewat jaringan komputer) (Sinaga, 2007). Perpustakaan dan bahan bacaan adalah dua
kata yang integral. Karena di perpustakaan bahan pustaka dikumpulkan, diproses, dan
disebarluaskan (didistribusikan) kepada para pembaca/pemakai perpustakaan. Adapun koleksi
perpustakaan di negara kita sebagian besar berupa buku atau book material dan masih jarang
perpustakaan yang memiliki koleksi berupa non-book material seperti film, kaset film strip,
slides, piringan hitam, peta, globe, dan sebagainya (Sumpeno, 1994). Dari perpustakaan dan
kegiatan membaca inilah ilmu di dapat. Adapun tujuan perpustakaan adalah untuk membantu
masyarakat dalam segala urusan dengan memberikan kesempatan dan dorongan melalui jasa
pelayanan perpustakaan agar mereka: 1. Dapat mendidik dirinya sendiri secara
berkesinambungan. 2. Dapat tanggap dalam kemajuan pada berbagai lapangan ilmu
pengetahuan, kehidupan sosial dan politik. 3. Dapat memelihara kemerdekaan berfikir yang
konstruktif untuk menjadi anggota keluarga dan masyarakat yang lebih baik. 4. Dapat
mengembangkan kemampuan berfikir kreatif, membina rohani dan dapat menggunakan
kemampuannya untuk dapat menghargai hasil seni dan budaya manusia. 5. Dapat meningkatkan
tarap kehidupan sehari-hari dan lapangan pekerjaannya. 6. Dapat menjadi warga negara yang
baik dan dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan nasional dan dalam membina
saling pengertian antar bangsa. 7. Dapat menggunakan waktu senggang dengan baik yang
bermanfaat bagi kehidupan pribadi dan social (Muchlis dan Sasmita, 2008).

58
TAMRINAT: Jurnal Pembelajaran dan Pengajaran, Vol. 1, No. 1, Juni 2020
Agustini, Problematika Guru IPA..

4. Kurangnya media pembelajaran. Guru IPA terpadu di SMPN 9 Mataram merasakan minimnya
media pembelajaran sehingga berdampak pada kurang epekttfnya pengajaran. Padahal media
pembelajaran merupakan bagian integral dari sebuah proses pendidikan di sekolah. Secara
harfiah media berarti perantaraatau pengantar atau wahana atau pun penyaluran pesan atau
informasi belajar. Media pembelajaran bisa dalam bentuk Media Audio, Media Cetak dan Media
Elektronik.
5. Rendahnya minat baca siswa. Masalah minat baca ini menjadi problem yang cukup besar di
SMPN 9 Mataram, sebab dari hasil wawan cara dan obbservasi di perpustakaan, sedikit sekali
siswa yang berkunjung untuk membaca. Hal ini bisa saja disebabkan oleh kurangnya
ketersediaan buku bacaan di perpustakaan, atau penekanan yang masih kurang dari pihak guru.
6. Kenakalan siswa. Kenakalan siswa juga berdampak pada rendahnya prestasi belajar. Sehingga
pendidikan karakter menjadi penting untuk dikembangkan di SMPN 9 Mataram. Namun bentuk
pendidikan karakter masih belum memadai
7. Kurangnya pasilitas pendukung belajar, seperti alat-alat laboratorium yang kurang lengkap,
seperti mikroskop. Idealnya satu microskop dipergunakan oleh 1-2 siswa. Namun kenyataan
yang ditemukan di lapangan satu microskop dipergunakan oleh lebih dari dua siswa. Sehingga
memperbesar peluang siswa untuk bermain-main dan tidak memperhatikan pelajaran.

Kesimpulan

Guru IPA terpadu di SMPN 9 Mataram mengalami kesulitan dalam proses belajar mengajar
yang berdampak terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini disebabkan oleh empat aspek, yaitu; aspek
guru, aspek peseta didik, fasilitas pendukung, dan metode pembelajaran. Dari problematika diatas
maka penting bagi lembaga pendidikan untuk lebih memperhatikan dan meningkatkan konpetensi
guru, dan menyediakan pasilitas penunjang pembelajaran.

Daftar Pustaka

Abell, Sandra K, R. Meredith. 2009. Preparing the Next Generation of Science Teacher Educators :
A Model for Developing PCK for Teaching Science Teachers. Journal of Science Teacher
Education, 20 (1): 77-93
Anonim. 2007. Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA. Pusat
Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
59
TAMRINAT: Jurnal Pembelajaran dan Pengajaran, Vol. 1, No. 1, Juni 2020
Agustini, Problematika Guru IPA..

Kunandar. 2011. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Rajawali Press. Jakarta
Moleog, L.J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung
Muchlis.S, Mihardja, I.D. Sasmita. 2008. Perpustakaan. PT Puri Pustaka. Bandung
Sagala, S. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung
Septiana. N.,M. Rokhmadi, M. Nasir, L.R. Nastiti, Usmiyatun, Riyanto. 2018. Kesulitan Guru IPA
SMP/MTs Mengajarkan IPA Terpadu di Kalimantan Tengah. EduSains: Jurnal Pendidikan
Sains dan Matematika. Vol.6, No.1
Sinaga, Dian. 2007. Mengelola Perpustakaan Sekolah. Kreasi Media Utama. Jakarta
Subagyo, P.J. 1997. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D).
Alfabeta. Bandung
Sumpeno, Wahyudin. 1994. Perpustakaan Masjid. PT Remaja Rosdakarya. Bandung
Trianto. 2011. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasi dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bumi Aksara. Jakarta

60

Anda mungkin juga menyukai