Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Strategi Belajar Mengajar


Pendekatan Pembelajaran (Kontekstual, Sains Teknologi
Masyarakat (STM) dan Keterampilan Proses Sains) Yang
Berkaitan Dengan Pembelajaran Fisika

Dosen pengampu :
Dra. Ratna Tanjung, M.Pd.

Disusun Oleh :
KELOMPOK 3
ABDUL RAFID FAKHRUN GANI (4201121007)
ELIA SRI SURYANI (4203321012)
LAILA TULISNA TULUNG (4203121016)
RODEARNA SIREGAR (4203121046)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan
hidayahnya, tugas Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini di disusun untuk
melatih keraktifitas para Mahasiswa. Semoga Makalah yang telah Kami selesaikan ini dapat
dinilai dengan baik. Dalam Makalah ini diadakan pembahasan mengenai yang dapat
mendukung dalam kegiatan Pembelajaran Strategi Belajar Mengajar, menjelaskan tentang
Pendekatan Pembelajaran (Kontekstual, Sains Teknologi Masyarakat (STM) dan
Keterampilan Proses Sains) yang berkaitan dengan pembelajaran fisika.
Pada kesempatan ini Kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dra.
Ratna Tanjung, M.Pd. selaku Dosen yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada
kami sehingga kami termotivasi dan dapat menyelesaikan tugas Makalah ini.
Kami sangat menyadari dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangan
dan kesalahan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran sehingga dapat membuat
makalah lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah
pengetahuan pembaca.

Medan, 21 Februari 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah..............................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Model Pembelajaran, Pendekatan Pembelajaran, Strategi
Pembelajaran, Metode Pembelajaran dan Teknik Pembelajaran............6
2.2 Pendekatan Pembelajaran Kontekstual.........................................8
2.3 Pendekatan Pembelajaran STM ..................................................10
2.4 Pendekatan Pembelajaran Keterampilan Proses Sains.................13
BAB II KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .....................................................................................16
5.2 Saran ...............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan selalu menarik untuk dibahas, selain karena merupakan hal penting
dalam kehidupan manusia juga karena selalu ada banyak perkembangan dalam
pendidikan dan ada banyak kemajuan yang dicapai manusia yang berhubungan
dengan pendidikan karena pendidikan merupakan tonggak peradaban umat manusia.
Salah satu unsur pendidikan itu adalah pengajaran di sekolah, inilah yang
sebenarnya banyak memunculkan berbagai macam masalah, mulai dari kurikulum,
cara penyampaian pelajaran, sampai keadaan dan kualitas guru pengajar. Walaupun
telah banyak teori – teori tentang pengajaran namun, metode tersebut selalu saja
mengalami kendala dalam prakteknya. Salah satunya adalah kejenuhan siswa dalam
pembelajaran karena guru cenderung pasif dalam mengajarkan pelajaran.
Pendidikan harus menyediakan lingkungan belajar yang kompleks bagi peserta
didik yang mencakup pembelajaran otentik, penilaian dan pengembangan pribadi.
Ini akan memungkinkan peserta didik untuk memecahkan jenis masalah kompleks
yang akan mereka hadapi dalam kehidupan nyata. Tanpa mengabaikan sifat sosial
sifat sosial mereka. Pendidikan perlu mempersiapkan para peserta didik untuk suatu
profesi tertentu, dan mempersiapkan mereka untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya dalam realitas kehidupan. Dalam mewujudkan hal tersebut maka
dibutuhkan sebuah kurikulum yang merupakan seperangkat pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah yang dimaksud dengan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dan
bagaimana penerapannya dalam pembelajaran fisika?
b. Apakah yang dimaksud dengan Pendekatan Pembelajaran STM dan bagaimana
penerapannya dalam pembelajaran fisika?
c. Apakah yang dimaksud dengan Pendekatan Pembelajaran Keterampilan Proses
Sains dan bagaimana penerapannya dalam pembelajaran fisika?

4
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual, STM, dan Keterampilan
Proses Sains serta penerapannya dalam pembelajaran fisika.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Model Pembelajaran, Pendekatan Pembelajaran, Strategi


Pembelajaran, Metode Pembelajaran dan Teknik Pembelajaran
a. Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur sistematis dalam mengorganisasikan sistem belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan
aktivitas pembelajaran (Saefuddin & Berdiati, 2014, hlm. 48).
Model pembelajaran merupakan suatu rancangan (desain) yang
menggambarkan proses rinci penciptaan situasi lingkungan yang
memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran agar terjadi perubahan atau
perkembangan diri peserta didik (Sukmadinata & Syaodih, 2012, hlm. 151).
Jadi, model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial.

b. Pendekatan Pembelajaran
Sanjaya (dalam Suprihatiningrum, 2013, hlm. 146) berpendapat bahwa
pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang guru terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum (Wati, 2010,
hlm. 7).
Pendekatan pembelajaran ialah jalan atau cara yang akan ditempuh dan
digunakan oleh pendidik untuk memungkinkan siswa belajar sesuai dengan
tujuan tertentu (Rahmawati, 2011, hlm. 74).
Dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah pandangan
atau sudut pandang berupa rencana awal untuk menentukan pelaksanaan
proses pembelajaran dalam menerapkan perlakuan (tindakan kelas) yang akan
digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar.

6
c. Strategi Pembelajaran
Gerlach dan Ely (1990): Strategi merupakan cara-cara yang dipilih untuk
menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu.
Selanjutnya mereka menjabarkan bahwa strategi pembelajaran dimaksudkan
meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat
memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik.
Kozma (Sanjaya, 2007): Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai
yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada
peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
Alim Sumarno (2011): Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai
kegiatan yang dipilih oleh pembelajar atau instruktur dalam proses
pembelajaran yang dapat memberikan kemudahan fasilitas kepada pebelajar
menuju kepada tercapainya tujuan pembelajaran tertentu yang telah ditetapkan.
Jadi strategi pembelajaran sebagai sebuah perencanaan yang berisi tentang
rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

d. Metode Pembelajaran
Sutikno (2014, hlm. 33) berpendapat bahwa pengertian “metode” secara
harfiah berarti “cara”, metode adalah suatu cara atau prosedur yang digunakan
untuk mencapai tujuan tertentu.
Iskandarwassid dan Sunendar (2011, hlm. 56) yang mengatakan bahwa
metode pembelajaran adalah cara kerja yang sistematis untuk memudahkan
pelaksanaan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang
diinginkan atau ditentukan.
Dapat disimpulkan bahwa Metode pembelajaran adalah cara sistematis
dalam bentuk konkret berupa langkah-langkah untuk mengefektifkan
pelaksanaan suatu pembelajaran.

e. Teknik Pembelajaran
Menurut Sanjaya (2008:127), teknik adalah cara yang dilakukan seseorang
dalam mengimplementasikan suatu metode.

7
Teknik merupkan keterampilan dan seni (kiat)untuk melaksanakan
langkah-langkah yang sistematik dalam melakukan sesuatu kegiatan ilmiah
yang lebih luas atau metode (Sudjana, 2005)
Menurut Knowles (Sudjana, 2005), teknik adalah langkah-langkah yang
ditempuh dalam metode untuk mengelola kegiatan pembelajaran.
Jadi, teknik pembelajaran dapat didefinisikan sebagai langkah-langkah
yang ditempuh guru selama pembelajaran dalam menyampaikan suatu materi
pembelajaran.

2.2 Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)


Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata sehingga mendorong mereka membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan berbagai hal yang dialami
(Zulela, 2008).
Keterkaitan ini dapat menolong mereka untuk mampu menyelesaikan masalah
tersebut karena mereka sudah mengalaminya dalam kehidupan mereka, hal menunjukkan
efektivitas pemanfaatan pendekatan kontekstual (Mulhamah & Putrawangsa, 2017).
Pendekatan kontekstual juga berkaitan erat atau memiliki hubungan positif karakter
peserta didik karena pada pendekatan ini siswa dapat belajar kecakapan hidup
(Komalasari, 2012)
Adapun komponen dari CTL ini terdiri dari delapan komponen yaitu, Membuat
Keterkaitan yang Bermakna, Pembelajaran Mandiri, Melakukan Pekerjaan yang Berarti,
Bekerja Sama, Berpikir Kritis dan Kreatif, Mambantu Individu untuk Tumbuh
Berkembang, Mencapai Standar Yang Tinggi dan Menggunakan Penilaian Autentik.
Setiap komponen dijelaskan dengan sangat jelas memakai penulisan yang mudah
dimengerti.
Sistem pengajaran dan pembelajaran kontekstual ini tidak hanya menuntun siswa
untuk mengintegrasikan subjek akademik dengan keadaan lingkungan atau konteks
keadaan mereka sendiri, tapi lebih dari itu CTL mengarahkan dan melibatkan para siswa
itu sendiri dalam pencarian konteksnya. Maka dari itu sistem ini memberikan dua
pertanyaan untuk para siswa, yaitu ‘konteks apakah yang tepat untuk dicari manusia?’
dan ‘langkah-langkah kreatif apakah yang harus diambil untuk membentuk dan memberi
makna pada konteks?’

8
Tugas seorang pengajar adalah menciptakan dan menyediakan konteks yang sesuai
dengan isi materi yang diajarkan kepada siswa, sehingga harapannya siswa dapat
mengaitkan antara konteks dengan isi materi tersebut. Semakin cepat siswa dapat
mengaitkan konteks dengan isi materi maka semakin cepat pula ia mengetahui makna
yang ada dan semakin cepat ia memahami pelajaran tersbut dan dapat menerapkannya
dalam kehidupannya sehari-hari di lingkungannya.
Disini dapat dilihat bahwa inti dari sistem belajar ini adalah penemuan “makna”
dengan cara siswa diajak dan dilibatkan dalam aktivitas penting yang membantu
mengaitkan materi akademik yang mereka peroleh dengan konteks kehidupan nyata
mereka. Para siswa dilatih untuk menggabungkan atau mengamalkan apa yang telah
dipelajarinya langsung pada kehidupannya, sehingga tindakan dan perbuatannya
mencerminkan tingkatan pengetahuan siswa dan penguasaan terhadap pengetahuannya,
tapi siswa tersebut haruslah sudah mengetahui tujuan-tujuan dari pelajaran yang diterima.
Menurut Sanjaya (2006) ada tiga hal yang harus dipahami dalam CTL, yaitu:
1) CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,
2) CTL mendorong siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari
dengan situasi kehidupan nyata,
3) CTL mendorong siswa untuk menerapkan materi yang dipelajari dalam kehidupan.
Pendekatan konstektual mengajak siswa mengkaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa akan
mengalami pembelajaran bermakna. Pendekatan ini tidak hanya menekankan pada
penguasaan sejumlah informasi/ konsep yang dikomunikasikan oleh guru kepada peserta
didik melalui satu arah namun lebih menekankan pada kemampuan berpikir lebih tinggi,
transfer pengetahuan, serta pengumpulan, penganalisaan, dan pensistesisan informasi
melalui data percobaan. Dua metode pembelajaran yang sesuai dengan dasar-dasar
pendekatan ini adalah metode demonstrasi diskusi dan eksperimen. Kedua metode
pembelajaran ini memiliki karakteristik berbeda namun keduanya mempunyai kemampuan
untuk mengakomodir siswa lebih kreatif dan berpikir kritis.
Materi momentum dan impuls mencakup pengertian momentum, pengertian impuls,
hukum kekekalan momentum, tumbukan, serta aplikasi impuls dan momentum.
Karakteristik materi momentum dan impuls adalah salah satu materi fisika yang bersifat
abstrak. Kendatipun konsep momentum dan impuls banyak dijumpai dan diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari, contohnya tumbukan. Namun demikian pada materi ini,

9
siswa masih banyak yang mendapatkan nilai yang kurang memuaskan. Hal ini diduga
diantaranya terjadi karena istilah momentum dan impuls pada umumnya jarang didengar
oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga untuk membelajarkan konsep
momentum dan impuls harus divisualisasikan dengan sarana bantu (komputer dan video
animasi/multimedia interaktif), dalam hal ini, diperlukan multimedia interaktif yang
berkaitan dengan materi tersebut. Tujuannya adalah agar mempermudah
mengkomunikasikan dan membangun konsep tentang materi tersebut. Selain itu, siswa
juga diharapkan mampu mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperolehnya dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, hasil belajar yang dicapai tentunya dapat lebih
bermakna dan siswa mempunyai tujuan yang nyata dalam mengikuti pembelajaran.
Disamping penggunaan pendekatan pembelajaran yang harus berorientasi pada
proses, produk, dan sikap, diperlukan juga adanya metode pembelajaran yang berorientasi
pada proses kinerja siswa sehingga guru hanya berperan sebagai fasilitator saja. Metode
pembelajaran yang dimaksud harus mampu membuat siswa aktif untuk mengikuti proses
pembelajaran fisika. Dengan demikian, siswa akan merasa mampu dan percaya diri
terhadap pelajaran fisika. Ada beberapa metode pembelajaran yang mampu membuat
siswa aktif, antara lain: metode eksperimen, demonstrasi, diskusi, problem composing,
tutoring (tutor sebaya), jigsaw, STAD, dan TGT.

2.3 Pendekatan Pembelajaran STM (Sains Teknologi Masyarakat)


Menurut Bernadete, pendekatan STSE (Science, Technology, Society, and
Environment) digunakan dengan pengembangan berbasis pengajaran pengetahuan
lingkungan dan pengaruhnya untuk menentukan prestasi akademik, efikasi diri dan
perspektif sosial budaya peserta didik.
Menurut Binadja dalam Dian Nugraheni, dkk. pada hakekatnya SETS merupakan cara
pandang ke depan untuk membawa ke arah pemahaman bahwa segala sesuatu yang kita
hadapi dalam kehidupan ini mengandung aspek sains, lingkungan, teknologi dan
masyarakat sebagai satu kesatuan ser-ta saling mempengaruhi secara timbal balik.
Yeger dalam Smarabawa menjelaskan bahwa model pembelajaran Sains Teknologi
Masyarakat sebagai salah satu model pembelajaran inovatif yang memanfaatkan isu
lingkungan dalam proses pembelajaran, secara teori mampu membentuk individu memiliki
kemampuan untuk menumbuhkan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif.
Berdasarkan beberapa pengertian yang disebutkan, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat merupakan suatu model pembelajaran yang

10
mengangkat permasalahan atau isu-isu sebagai dampak terhadap lingkungan ke dalam
pembelajaran dan mengaitkan dengan konsep-konsep sains yang ada.
Program STM memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Peserta didik mengidentifikasi masalah-masalah dengan dampak dan ketertarikan
setempat,
b) Menggunakan sumber daya setempat untuk mengumpulkan informasi yang digunakan
dalam memecahkan masalah,
c) Keterlibatan peserta didik secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan
untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari,
d) Merupakan kelanjutan dari pembelajaran di kelas dan di sekolah,
e) Fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap peserta didik,
f) Suatu pandangan bahwa isi sains tersebut lebih dari pada konsep-konsep yang harus
dikuasai dalam tes,
g) Penekanan pada keterampilan proses, dimana peserta didik dapat menggunakannya
dalam memecahkan masalah mereka,
h) Penekanan pada kesadaran berkarir, khususnya pada karir yang berhubungan dengan
sains dan teknologi,
i) Kesempatan bagi peserta didik untuk berperan sebagai warga Negara, dimana ia
mencoba untuk memecahkan yang telah diidentifikasi,
j) Mengidentifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak di masa depan, dan
k) Kebebasan dalam proses pembelajaran (sebagaimana masalah-masalah individu yang
telah diidentifikasi)
Penjelasan dalam tahapan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat adalah
sebagai berikut:

1. Pendahuluan
Tahap ini membedakan STM dengan pembelajaran lainnya. Tahap ini dapat disebut
dengan inisasi atau mengawali, memulai, dan dapat pula disebut dengan invitasi yaitu
undangan agar peserta didik memusatkan perhatian pada pembelajaran. Apersepsi dalam
kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu mengaitkan peristiwa yang telah diketahui peserta
didik dengan materi yang akan dibahas, sehingga tampak adanya kesinambungan
pengetahuan, karena diawali dengan hal-hal yang telah diketahui peserta didik sebelumnya
yang ditekankan pada keadaan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya
apersepsi merupakan proses asosiasi ide baru dengan yang sudah dimiliki sebelumnya oleh

11
seseorang. Pada pendahuluan ini guru juga dapat melakukan kegiatan di lapangan atau di
luar kelas secara berkelompok. Kegiatan mengunjungi dan mengobservasi keadaan di luar
kelas itu bertujuan untuk mengaitkan antara konsep-konsep atau teori yang dibahas di
kelas dengan keadaan nyata yang ada di lapangan. Pengungkapan masalah pada awal
pembelajaran memungkinkan peserta didik mengkonstruksi pengetahuannya sejak awal.
Selanjutnya konstruksi pengetahuan ini akan terus dibangun dan di-kokohkan pada tahap
pembentukan dan pemantapan konsep.
2. Pembentukan Konsep
Proses pembentukan konsep dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan
metode. Misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan
kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen di laboratorium, diskusi kelompok,
bermain peran dan lain-lain. Selama melakukan berbagai aktivitas pada tahap
pembentukan konsep peserta didik diharapkan mengalami perubahan konsep menuju arah
yang benar sampai pada akhirnya konsep yang dimiliki sesuai dengan para ilmuan. Pada
akhir tahap pembentukan konsep, peserta didik telah dapat memahami apakah analisis
terhadap masalah yang disampaikan pada awal pembelajaran telah sesuai dengan konsep
para ilmuan.
3. Aplikasi Konsep
Berbekal pemahaman konsep yang benar, peserta didik diharapkan dapat
menganalisis isu dan menemukan penyelesaian masalah yang benar. Konsep-konsep yang
telah dipahami peserta didik misalnya dapat menggunakan produk teknologi listrik dengan
benar karena menyadari bahwa produk-produk listrik tersebut berpotensi menimbulkan
kebakaran atau bahaya yang lain seperti bahaya akibat terjadinya hubungan arus pendek.
Contoh yang lain, peserta didik menjadi hemat dalam menggunakan beraneka sumber
energi. Dalam kehidupan sehari-hari setelah mengetahui terbatasnya energi saat ini.
4. Pemantapan Konsep
Pada tahap ini guru melakukan pelurusan terhadap konsepsi peserta didik yang keliru.
Pemantapan konsep ini penting untuk dilakukan mengingat sangat besar kemungkinan
guru tidak menyadari adanya kesalahan konsepsi pada tahap pembelajaran sebelumnya.
Pemantapan konsep ini penting, sebab dapat mempengaruhi retensi materi peserta didik.
5. Penilaian
Kegiatan penilaian dilakukan untuk mengetahui ketercapaian tujuan belajar dan hasil
belajar yang telah diperoleh peserta didik. Berbagai kegiatan penilaian dapat dilakukan

12
mengingat beragamnya hasil belajar yang diperoleh peserta didik melalui pembelajaran
dengan pendekatan STM.
Letak keunggulan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat adalah pembelajaran sains
yang dikemas untuk mudah dimengerti serta bermanfaat bagi setiap orang. Proses
pembelajarannya mengaktifkan atau mengikutsertakan peserta didik terhadap isu-isu yang
merupakan jalur untuk melihat nilai-nilai sains dan maknanya. Pembelajaran ini dapat
melatih peserta didik mampu berpikir kritis.
Pembelajaran menggunakan modul fluida statis berbasis STM dilakukan sesuai
dengan RPP yang telah disusun. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, motivasi dan
apersepsi, selanjutnya guru juga menjelaskan penggunaan modul dan pendekatan yang
akan digunakan. Setelah itu guru membagi siswa dalam 8 kelompok. Satu kelompok
terdiri dari 4-5 siswa. Pertemuan pertama siswa mempelajari kegiatan belajar 1 (Tekanan
Hidrostatika), pertemuan kedua mempelajari kegiatan belajar 2 (Hukum Pascal),
pertemuan ketiga mempelajari kegiatan belajar 3 (Hukum Archimedes), dan pertemuan
keempat mempelajari kegiatan belajar 4 (Tegangan Permukaan, Kapilaritas, dan
Viskositas).
Setiap kegiatan belajar siswa melalui beberapa tahapan yang dimulai dengan tahap
invitasi berisi fenomena dalam kehidupan sehari-hari. Tahap pembentukan konsep melalui
kegiatan eksperimen, tahap aplikasi konsep yang berisi penerapan konsep dalam
kehidupan teknologi dan masyarakat, tahap pemantapan konsep yang berisi uraian materi,
dan tahap evaluasi. Pada akhir pembelajaran setelah kegiatan belajar 4 dilakukan posttest
untuk motivasi dan hasil belajar siswa setelah dilaksanakan pembelajaran fisika
menggunakan modul fluida statis berbasis STM. Soal posttest untuk hasil belajar dan
angket motivasi belajar sama dengan soal pretest.

2.4 Pendekatan Pembelajaran Keterampilan Proses Sains


Hakikat belajar sains tentu saja tidak cukup sekadar mengingat dan memahami
konsep yang ditemukan oleh ilmuwan. Akan tetapi, yang sangat penting adalah
pembiasaan perilaku ilmuwan dalam menemukan konsep yang dilakukan melalui
percobaan dan penelitian ilmiah. Proses penemuan konsep yang melibatkan keterampilan
keterampilan yang mendasar melalui percobaan ilmiah dapat dilaksanakan dan
ditingkatkan melalui kegiatan laboratorium. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yaqin
(2005) yang menyatakan bahwa keterampilan melaksanakan percobaan dapat ditingkatkan
dengan menyelenggarakan kegiatan laboratorium. Demikian juga hasil penelitian

13
Suskandani (2001) yang menyatakan bahwa kegiatan laboratorium dapat meningkatkan
pemahaman siswa.
Pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses memungkinkan siswa dapat
menumbuhkan sikap ilmiah untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan yang
mendasar, sehingga dalam proses pembelajaran siswa dapat memahamii konsep yang
dipelajarinya. Dengan demikian hasil belajar yang meliputi pengetahuan, keterampilan,
dan sikap sebagai tuntutan kompetensi dalam kurikulum yang dikembangkan saat ini akan
tercapai.
Keterampilan proses adalah serangkaian peristiwa yang harus dilakukan oleh
mahasiswa dalam mencari dan memproses hasil perolehannya untuk kemudian dijadikan
pengetahuan baru bagi dirinya sendiri. Keterampilan Proses Sains merupakan hal baru
sehingga untuk mengembangkannya perlu diketahui dan dianalisis terlebih dahulu profil
keterampilan proses sains mahasiswa untuk mengetahui keadaannya. Proses penemuan
konsep melibatkan keterampilan-keterampilan yang mendasar melalui percobaan ilmiah
dapat dilaksanakan dan ditingkatkan melalui kegiatan laboratorium (Murniasih, Subagia,
Sudria, Pascasarjana, & Ganesha, 2013).
Keterampilan Proses Sains merupakan kemampuan peserta didik dalam menerapkan
metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan sains serta menemukan ilmu
pengetahuan. Keterampilan Proses Sains sangat penting bagi setiap peserta didik sebagai
bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains untuk memperoleh
pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang dimiliki (Afrizon, Ratnawulan,
& Fauzi, 2012).
Peran pendekatan keterampilan proses sains dalam belajar mengajar sangat penting
dengan keberhasilan belajar. Melatih dan mengembangkan keterampilan proses sains pada
mahasiswa akan sangat berguna bagi mahasiswa tidak hanya sebagai proses untuk
membangun pengetahuan dalam pembelajaran namun juga berguna dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga keterampilan proses sains sangat penting dimiliki oleh mahasiswa
karena sebagai persiapan dan latihan dalam menghadapi kenyataan hidup di masyarakat
sebab mahasiswa dilatih untuk berfikir logis dalam memecahkan suatu masalah yang ada
di masyarakat.
Dalam pembelajaran suhu dan kalor ku-rang berhasil bila tidak ditunjang dengan
kegiatan eksperimen. Prakosa (2011, p.7) juga menyatakan bahwa fisika merupakan
bagian dari sains, sehingga apa yang ditekankan dalam pem-belajaran sains juga berlaku
pada pembelajaran fisika. Dengan demikian pembelajaran fisika seyogyanya juga

14
diarahkan pada pembelajaran penemuan (inquiry). Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu model
pembelajaran yang dapat menunjang kegiatan eksperimen yang salah satunya adalah
model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan metode eksperimen.
keterampilan proses sains yang dimaksud adalah kemampuan dalam kemampuan
mengamati, menghitung, meng-ukur, mengklasifikasikan, menemukan hubungan,
membuat prediksi, melakukan penelitian, mengumpulkan dan menganalisis data,
menginterpretasikan data serta mengkomunikasikan hasil penelitian, namun tidak semua
aspek kete-rampilan proses sains diobservasi. Keterampilan proses sains yang diteliti
hanya kemampuan mengamati yaitu menggunakan semua indera yang sesuai untuk
memperoleh informasi dari eksperimen yang dilakukan berkaitan dengan pokok bahasan
suhu dan kalor; membuat prediksi yaitu dapat membuat hipotesis dari masalah yang
berkaitan dengan pokok bahasan suhu dan kalor yang disajikan; melakukan penelitian/
eksperimen seperti melaksanakan eksperimen yang berkaitan dengan pokok bahasan suhu
dan kalor sesuai dengan variabel bebas, variabel terkontrol dan variabel terikat yang telah
ditentu-kan serta dapat menguji hipotesis yang telah dibuat, kemampuan mengukur yaitu
dapat membandingkan hasil pengukuran dengan unit st-dar pengukuran yang telah ada,
dan kemampuan menyimpulkan yaitu dapat menyimpulkan/me-mutuskan hasil yang
diperoleh dari eksperimen sesuai dengan pokok bahasan suhu dan kalor yang dipelajari.
Keterampilan proses sains diukur dengan menggunakan lembar observasi keterampilan
proses sains. Lembar observasi keterampilan proses sains dikembangkan berda-sarkan
kisi-kisi lembar observasi keterampilan proses sains sesuai dengan indikator kemam-puan
mengamati, membuat prediksi, melakukan eksperimen, mengukur dan menyimpulkan.

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata sehingga mendorong mereka membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan berbagai hal yang dialami.
Model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat merupakan suatu model
pembelajaran yang mengangkat permasalahan atau isu-isu sebagai dampak terhadap
lingkungan ke dalam pembelajaran dan mengaitkan dengan konsep-konsep sains yang
ada.
Keterampilan Proses Sains merupakan kemampuan peserta didik dalam menerapkan
metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan sains serta menemukan ilmu
pengetahuan. Keterampilan Proses Sains sangat penting bagi setiap peserta didik sebagai
bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains untuk
memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang dimiliki.
3.2 Saran
Diharapkan Mahasiswa sebagai calon guru dapat menerapkan berbagai Pendekatan
Pembelajarn dengan berbagai metode yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Henukh, A., Simbolon, M., & Budiman, N. A. (2019). Deskripsi Sistem Pembelajaran Fisika
Melalui Pendekatan Kontekstual. Musamus Journal of Science Education, 2(1), 22-30.

Kuswandari, M., Sunarno, W., & Supurwoko, S. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Fisika
SMA Dengan Pendekatan Kontekstual Pada Materi Pengukuran Besaran Fisika. Jurnal
Pendidikan Fisika, 1(2).

Sambada, D. (2012). Peranan kreativitas siswa terhadap kemampuan memecahkan masalah


fisika dalam pembelajaran kontekstual. Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya
(JPFA), 2(2), 37-47.

Bernadette I. Del Rosario. 2009. Science, Technology, Society and Environment (STSE)
Approach in Environmental Science for Nonscience Students in a Local Culture. Liceo
Journal of Higher Education Research Science and Technology Section. Vol. 6 No. 1
December 2009 ISSN: 2094-1064 CHED Accredited Research Journal, Category B

Yager, R.E. 1996. Science Technology Society: Providing Useful and Appropriate Science
for All. Makalah pada Seminar Sains Teknologi Masyarakat, tanggal 10 Juni 1996,
Bandung.

Realita, A., Sukarmin, S., & Sarwanto, S. (2016). Pengembangan Modul Fisika Berbasis
Sains Teknologi Masyarakat (STM) Pada Materi Fluida Statis Untuk Meningkatkan
Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa SMA Kelas X. Inkuiri, 5(3), 113-121.

Juhji, J. (2017). Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dalam Pembelajaran


IPA. Primary: Jurnal Keilmuan dan Kependidikan Dasar, 8(1), 25-34.

Subagyo, Y., & Marwoto, P. (2009). Pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses
sains untuk meningkatkan penguasaan konsep suhu dan pemuaian. Jurnal Pendidikan
Fisika Indonesia, 5(1).

17
Lestari, M. Y., & Diana, N. (2018). Keterampilan proses sains (KPS) pada pelaksanaan
praktikum Fisika Dasar I. Indonesian Journal of Science and Mathematics
Education, 1(1), 49-54.

Komalasari, K. (2012). The effect of contextual learning in civic education on students â€tm
character development background. 27, 87– 103.

Zulela. (2008). Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan


berpikir kritis pada siswa sekolah dasar. Pythagoras - jurnal pendidikan matematika,
4(2), 14–25. Https://doi.org/10.21831/pg.v4i2.555

18

Anda mungkin juga menyukai