Anda di halaman 1dari 41

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SCHOOL BASED

ENTERPRISE MATA KULIAH PRAKTEK PRODUKSI


PRODI TEKNIK MESIN

PROPOSAL TESIS

Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan


Gelar Magister Pendidikan Teknologi dan Kejuruan

Oleh:
NADRIAN ERI
NIM. 14138099

Pembimbing I

Prof. Dr. Nizwardi Jalinus, M.Ed

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hadirnya industri 4, akan membuat tantangan pendidikan vokasi
semakin komplek. Industri ini dikenal dengan era digital, dimana robot
digunakan untuk menggantikan peran manusia dalam melakukan pekerjaan.
sehingga Pemerintah perlu meninjau hubungan pendidikan vokasi dengan
pekerjaan karena permasalahan sumber daya manusia dan pengangguran masih
menjdi tantangan nyata bagi negara Indonesia. Berdasarkan laporan Badan
Pusat Statistik (BPS) yang dimuat di tirto.id tanggal 7 Mei 2018, kondisi
ketenagakerjaan di indonesia selama Febuari 2017 sampai dengan Febuari
2018 tingkat pengangguran terbuka lulusan universitas naik sebesar 1,13%.
Kepala BPS Suhariyanto menyatakan pengangguran dari lulusan diploma
I/II/III juga naik sebesar 1,04% dari 6,88% menjadi 7,29%. Kemenristek Dikti
juga menyatakan 616 ribu lulusan perguruan tinggi menjadi pengangguran dan
persentase tingkat pencari kerja juga tinggi. Tingginya angka pengangguran
disebabkan oleh terbatasnya lapangan kerja yang tersedia di indonesia dan
kompetensi yang dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi belum sepenuhnya
sesuai dengan kompetensi yang diharapkan oleh industi.
Saat ini terjadi kesenjangan yang nyata, dimana lulusan Pendidikan
vokasi belum terserap secara optimal di dunia usaha dan industri. Keadaan ini
diakibatkan oleh proses pendidikan belum siap menghadapi kebutuhan pasar
kerja dengan tuntutan mutu dan kompetensi yang sesuai dengan kemajuan
zaman. Hal ini di perkuat dengan studi yang dilakukan oleh Asian
Development Bank (ADB) tahun 2007 dalam Ristekdikti (2016:26), “Indonesia
masih belum mampu menyediakan tenaga terampil yang dibutuhkan sesuai
dengan kebutuhan industri”. Dari hasil studi ADB perlu upaya untuk
pengembangan Pendidikan vokasi supaya pasar kerja Indonesia tidak dibanjiri
oleh tenaga terampil asing.

1
2

Untuk menekan tingkat pengangguran nasional di Indonesia,


kemenrisrek dikti melalui Mohamad Natsir yang dimuat di indipos tanggal 27
Maret 2018 mengatakan jumlah pengangguran dapat berkurang dengan
mengembangkan/mengangkat potensi yang ada di daerah sehingga dapat
memacu daya saing nasional. Hal ini dikarenakan daya saing nasional dibentuk
dan didukung oleh kemampuan daya saing daerah yang memiliki karakteristik
aktivitas ekonomi, insfrastruktur, sumber daya alam, kearifan lokal dan kualitas
sumber daya manusia yang beragam. Strategi pembangunan di daerah dapat
difokuskan kepada pengembangan potensi bisnis yang berbasis kepada produk
unggulan daerah, diantaranya adalah komoditas pertanian, perkebunan,
kehutanan, hortikultura hingga industri kreatif.
Mengangkat daya saing nasional melalui potensi daerah merupakan
agenda utama pemerintah ke depannya. Pemerintah sudah menyiapkan srategi
agar program ini dapat berjalan dengan membentuk perguruan tinggi setingkat
diploma II yang dapat mengembangkan potensi daerah. Perguruan tinggi
tersebut adalah Akademi Komunitas. Akademi komunitas (AK) adalah
perguruan tinggi dengan pendidikan vokasi yang berbasis keunggulan lokal
setingkat diploma satu dan/atau dua. Pendirian AK diharapkan dapat
melahirkan lulusan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan
memperluas akses pendidikan didaerah serta mengangkat atau
mengembangkan potensi daerah agar masyarakat mencapai kehidupan yang
lebih baik. Sebagaimana tercantum di Undang Undang Republik Indonesia No
20 tahun 2012, Pasal 59 ayat 7 “Akademi Komunitas merupakan perguruan
tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi setingkat diploma satu
dan/atau diploma dua dalam satu atau beberapa cabang ilmu pengetahuan
dan/atau teknologi tertentu yang berbasis keunggulan lokal atau untuk
memenuhi kebutuhan khusus”.
Munculnya AK di daerah suatu hal baik dalam perkembangan
pendidikan tinggi. Masyarakat diberi kesempatan untuk mendapatkan
keterampilan dan pengetahuan yang lebih dari SMK sederajat dan diharapkan
mampu memiliki keahlian untuk siap langsung ke dunia kerja dan menjadi
3

serta mengangkat potensi daerah. Akademi Komunitas Negeri Tanah Datar


(AKNTD) merupakan salah satu AK yang lahir pada tahun 2012. dengan 3
program studi yaitu, Manajemen Informatika, teknik Sipil, dan Teknik Mesin.
Hadirnya AKNTD di Kab. Tanah Datar diharapkan mampu mengangkat
potensi daerah melalui prodi tersebut..
Prodi teknik mesin di AKNTD memiliki visi, menghasilkan lulusan
teknik mesin fabrikasi yang terampil dan berjiwa enterpreneur sesuai dengan
level 4 KKNI. Sehingga Prodi teknik mesin diharapkan dapat membantu di
sektor tersebut melalui produk yang dibuat atau dikembangkan dari hasil
praktek mahasiswa. Untuk mewujudkan visi tersebut, prodi teknik mesin di
AKNTD tidak dapat bekerja sendiri melainkan harus menjalin kerja sama
dengan dunia industri dan dunia usaha (DUDI). Kerja sama ini dapat
menyesuaikan kompetensi yang diberikan kepada peserta didik sesuai dengan
kompetensi yang diharapkan oleh DUDI dan melalui pola mengajar yang tepat.
Mata kuliah praktek produksi adalah salah satu praktek di semester
IV. Mahasiswa biasanya membuat suatu produk/alat pertanian, peternakan dan
perkebunan, dimana nantinya hasil praktek ini dapat memberi sumbangsih
kepada masyarakat dalam melakukan pekerjaannya. Mata kuliah ini mahasiswa
dapat melakukan proses assembling atau perakitan komponen-komponen
menjadi barang jadi, bertanggung jawab terhadap hasil kerja sendiri, serta
memiliki nilai secara ekonomi. Pelaksanaan pembelajaran pada Mata Kuliah
Praktek Produksi dilakukan dengan memberikan tugas/job dari dosen dan
usulan dari mahasiswa tanpa disertai dengan modul pembelajaran sebagai
bahan untuk belajar mandiri bagi mahasiswa. sehingga dosen menjadi sumber
informasi utama dalam melaksanakan pembelajaran.
Hasil praktek mahasiswa belum sepenuhnya bisa dikatagorikan
membantu masyarakat khususnya di Kab. Tanah Datar. Hal ini disebabkan oleh
sebagian hasil praktek masih banyak di workshop teknik mesin tempat proses
pembelajaran mata kuliah praktek produksi berlangsung. Belum tersedianya
pembaharuan dokumen RPKPS menjadi RPS yang valid sebagai panduan bagi
mahasiswa untuk mencapai capaian pembelajaran yang telah ditetapkan dalam
4

melaksanakan kegiatan Perkuliahan Praktek Produksi. Masalah lainnya adalah


masih tingginya ketidakhadiran mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan
praktek produksi. Rata rata 1 mahasiswa tingkat kehadirannya hanya 70 %.
Berdasarkan hasil observasi peneliti di atas perlu upaya untuk
dilakukan suatu pembenahan dalam proses pembelajaran untuk dapat
mewujudkan visi teknik mesin yang telah ditetapkan dan perubahan
pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada mahasiswa (Student centered
learning/SCL) dan membuat mahasiswa lebih termotivasi. Ristekdikti
(2016:13) dalam melakukan pengembangan pendidikan vokasi salah satunya
adalah meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal yang termasuk mempengaruhi
kualitas pembelajaran adalah model pembelajaran yang diterapkan dalam
proses belajar mengajar. Pola pembelajaran di pendidikan telah bergeser dari
pembelajaran berpusat pada pendidik ke pembelajaran berpusat ke peserta
didik
Salah satu pembenahannya adalah adanya model pembelajaran yang
tepat serta perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan secara sistematis
dan bahan ajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran serta mendukung
mahasiswa untuk bisa menunjukkan kinerja bermutu dan bertanggung jawab
terhadap hasil kerja sendiri dan menjadikan mahasiswa aktif berinteraksi DUDI
serta dapat menjadikan mahasiswa memiliki jiwa entrepreneur, dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis kerja tipe School Based Learning.
Salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada mahasiswa untuk belajar di industri adalah Work Based Leraing (WBL).
WBL adalah suatu strategi pembelajaran yang mempertemukan perguruan
tinggi dengan organisasi kerja untuk menciptakan kesempatan belajar ditempat
kerja dengan kondisi belajar melalui kerja, belajar untuk bekerja dan belajar
ditempat kerja. Hal ini juga diungkapkan oleh Tom Lemanski, dkk (2011:5)
“Work-based learning is the term being used to describe a class of university
programmes that bring together universities and work rganizations to create
new learning opportunities in workplaces”.
5

Malloch (2011) menyatakan Work Based Learning adalah suatu


program dimana mahasiswa dapat belajar di dunia usaha dan industri secara
bersamaan dengan di dunia pendidikan (sekolah/pelatihan). Kansas public
school (2003:15) “WBL adalah kegiatan yang terjadi di tempat kerja,
menyediakan pembelajaran terstruktur untuk siswa melalui paparan berbagai
pekerjaan. Siswa belajar dengan mengamati dan / ataubenar-benar melakukan
pekerjaan nyata. Depdiknas (2003:11) “belajar berbasis kerja adalah suatu
strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks
tempat kerja untuk mempelajari materi pembelajaran berbasis sekolah dan
bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja atau
sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk
kepentingan siswa”.
Dari pengertian diatas dapat ditegaskan bahwa WBL adalah strategi
pembelajaran yang menyatukan Pendidikan formal dan organisasi kerja untuk
menciptakan peluang pembelajaran di tempat kerja dengan pembelajaran
terstruktur sehingga peserta didik benar-benar melakukan pekerjaan nyata yang
mengacu pada pencapaian hasil pembelajaran yang telah direncanakan. Strategi
pembelajaran WBL dapat membantu sekolah untuk mempersiapkan peserta
didik memiliki pengetahuan dan keterampilan yang berkualitas sehingga dapat
beradaptasi dengan kebutuhan yang diperlukan ditempat kerja
Model pendekatan WBL yang dapat digunakan dalam penerapan
pembelajaran berbasis kerja antara lain: Internships, Apprenticeships,
Cooperative Educational Placement, School-Based Enterprise,
ServiceLearning, dan Job Shadowing. Diantara beberapa model WBl yang bisa
diterapkan di AKNTD adalalah WBL tipe School Based Enterprise (SBE).
SBE adalah suatu kegiatan produktif yang melibatkan mahasiswa dalam
masa transisi sekolah ke tempat kerja berupa menyediakan produk atau layanan
bagi sekolah atau komunitas. Hal ini juga diperkuatdengan pernyataan Alberto
Arenas dalam jurnal penelitian menyatakan “School-Based Enterprise (SBE) is
a student-led productive activity that provides a product or service for the
school or the community”. Slaughter (2015:53) “SBE adalah sekolah berbasis
6

perusahaan dengan bisnis simulasi yang di lakukan disekolah dirancang untuk


meniru bisnis atau segmen industri dan membantu siswa untuk memperoleh
pengalaman kerja sesuai dengan pilihan mereka Dalam kata lain SBE adalah
bentuk proses pembelajaran yang terjadi jika sekolah menerapkan simulasi atau
actual bisnis dan membantu mahasiswa dalam memperoleh pengalaman kerja
sesuai pilihan mereka dan melibatkan mahasiswa dalam aspek bisnis
Oleh karena itu Peneliti berkeinginan untuk melakukan sebuah
penelitian pengembangan perangkat pembelajaran Work Based learning (WBL)
menggunakan tipe School Based Learning untuk menjalankan visi prodi teknik
mesin AKNTD dan Memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk dapat
merasakan belajar melalui kerja secara nyata dalam mata kuliah Praktek
Produksi. Dalam penelitian ini, Peneliti memberi judul “Pengembangan
Perangkat Pembelajaran School Based Learning Mata Kuliah Praktek
Produksi Prodi Teknik Mesin Di Akademi Komunitas Negeri Tanah
Datar”.

B. Identifikasi Masalah
1. Meningkatnya jumlah pengangguran di indonesia dimana 7,29% berasal
dari pendidikan vokasi setingkat diploma I/II/III.
2. Terbatasnya lapangan kerja yang tersedia di indonesia.
3. Terjadinya kesenjangan yang nyata, dimana lulusan Pendidikan vokasi
belum terserap secara optimal di dunia usaha dan industri karena belum
mampu menyediakan tenaga terampil yang dibutuhkan sesuai dengan
kebutuhan industri
4. Belum tersedianya modul pembelajaran pada mata kuliah praktek produksi
yang seharusnya digunakan mahasiswa untuk belajar mandiri.
5. Pendekatan pembelajaran masih kepada dosen sebagai sumber utama
pengetahuan, sehingga pembelajaran cenderung terpusat kepada dosen
(Teacher centered learning/TCL).
7

6. Belum adanya pembaharuan dokumen berupa RPKKPS menjadi RPS yang


valid sebagai panduan bagi mahasiswa untuk mencapai capaian
pembelajaran yang telah ditetapkan dalam melaksanakan kegiatan
Perkuliahan Praktek Produksi.
7. Menjalankan visi dari Prodi teknik mesin dengan menghasilkan lulusan
yang terampil dan memiliki jiwa entrepreneur.
8. Tingginya tingkat ketidakhadiran mahasiswa dalam mengikuti kuliah
praktek produksi pada semester IV sebesar 30%.
C. Batasan Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian ini lebih terarah dan jelas, maka
perlu adanya batasan masalah demi tercapainya tujuan yang diinginkan. Sesuai
dengan latar belakang masalah dan identifikasi masalah maka Batasan masalah
difokuskan pada Pengembangan perangkat pembelajaran Model Work Based
Learning tipe School Based Enterprise pada mata kuliah praktek produksi di
program studi teknik mesin AKNTD
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas, maka
masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana mengembangkan perangkat pembelajaran Model Work Based
Learning tipe School Based Enterprise pada mata kuliah praktek produksi di
program studi teknik mesin AKNTD?
2. Bagaimana validitas perangkat pembelajaran Model Work Based Learning
tipe School Based Enterprise pada mata kuliah praktek produksi di program
studi teknik mesin AKNTD?
3. Bagaimana praktikalitas perangkat pembelajaran Model Work Based
Learning tipe School Based Enterprise pada mata kuliah praktek produksi di
program studi teknik mesin AKNTD?
4. Bagaimana efektifitas perangkat pembelajaran Model Work Based Learning
tipe School Based Enterprise pada mata kuliah praktek produksi di program
studi teknik mesin AKNTD?
E. Tujuan Penelitian
8

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian


pengembangan model pembelajaran ini adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan perangkat pembelajaran dengan menggunakan Model
Work Based Learning tipe School Based Enterprise pada mata kuliah
praktek produksi di program studi teknik mesin AKNTD
2. Mengetahui validitas perangkat pembelajaran Model Work Based Learning
tipe School Based Enterprise pada mata kuliah praktek produksi di program
studi teknik mesin AKNTD
3. Mengetahui praktikalitas perangkat pembelajaran Model Work Based
Learning tipe School Based Enterprise pada mata kuliah praktek produksi di
program studi teknik mesin AKNTD
4. Mengetahui efektifitas perangkat pembelajaran Model Work Based
Learning tipe School Based Enterprise pada mata kuliah praktek produksi di
program studi teknik mesin AKNTD
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini
adalah:
1. Penelitian ini dapat Menghasilkan perangat pembelajaran yang valid,
praktis dan efektif.
2. Bagi dosen, sebagai pertimbangan untuk menggunakan perangkat
pembelajaran dan bahan ajar berupa modul yang telah divalidasi, teruji,
efektif dan effisien dalam mata kuliah Praktek Produksi.
3. Bagi mahasiswa, model School Based Enterprise (SBE) ini diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa secara mandiri dan dapat
belajar di tempat kerja dan menghadirkan jiwa enterpreneur.
4. Bagi peneliti, memberikan pengalaman dalam membuat sebuah perangkat
pembelajaran mata kuliah Praktek Produksi.

G. Spesifikasi Produk
Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah perangkat
pembelajaran School Based Enterprise pada mata kuliah Praktek Produksi
9

prodi teknik mesin, dengan spesifikasi produk perangkat pembelajaran antara


lain adalah :
1. Silabus
2. Rencana pembelajaran smester (RPS)
3. Modul Pembelajaran Praktek Produksi
10

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Teori Belajar
Gulo (2008: 8) “Belajar adalah suatu proses yang berlangsung di
dalam diri seseorang yang mengubah tingkah laku dalam berfikir, bersikap,
dan berbuat”. Ahmadi dan Supriyono (2003: 128) mengemukakan bahwa
“belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungan”. Sedangkan menurut Sadiman (2008: 21) belajar merupakan
rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan
pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan
karsa, ranah pengetahuan, sikap, dan psikomotor. Slameto (1995: 2) bahwa
”belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi
kehidupan”.
Bearti Belajar adalah proses yang berlangsung dalam diri seseorang
demi memperoleh perubahan tingkah laku yang baru untuk menuju ke
perkembangan pribadi manusia seutuhnya dari hasil interaksi dengan
lingkungan. Perubahan mencakup aspek tingkah laku, keterampilan dan
pengetahuan. Hal ini berarti bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas
tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas
dan kuantitas kemampuan seseorang dalam berbagai bidang dengan belajar.
Pada proses pembelajaran, apabila seseorang tidak mendapatkan suatu
peningkatan kualitas, maka orang tersebut sebenarnya belum mengalami
proses belajar atau dengan kata lain ia mengalami kegagalan di dalam
proses belajar. Teori-teori yang menjelaskan proses pembelajaran cukup
beragam, beberapa teori pembelajaran tersebut diantaranya sebagai berikut:

10
11

a. Teori Belajar Behaviorisme


Menurut Herpratiwi (2009:1) mengemukakan bahwa filosofi
psikologi berdasarkan pada proposisi bahwa semua yang dilakukan suatu
organism termasuk tindakan, pikiran dan perasaan yang harus dianggap
sebagai perilaku. Aliran Behaviorisme berpendapat bahwa perilaku
tersebut digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa psikologis
interna seperti pemikiran. Aliran Behaviorisme menganggap bahwa
semua teori harus memiliki dasar yang dapat diamati yang tidak memiliki
perbedaan antara proses yang diamati secara umum dan pribadi.
Teori belajar behaviorisme merupakan sebuah teori yang
dilahirkan oleh Gagne dan Berliner tentang perubahan tingkah laku
sebagai hasil dan pengalaman seseorang. Teori ini adalah teori belajar
yang percaya bahwa semua perilaku yang diperoleh sebagai hasil
pengkondisiannya. Teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar
yang memiliki pengaruh terhadap arah perkembangan teori dan praktek
pendidikan serta pembelajaran yang dikenal dengan aliran behavioristik.
Teori behavioristik memiliki metode hubungan stimulus
responnya mendudukkan orang yang sebagai individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akansemakin kuat apabila diberi
penguatan atau motivasi dan akan menghilang jika diberikan hukuman.
Relevansi model make a match sebagai model pembelajaran teori
behavioristik adalah model make a match yang mengharapkan mampu
membentuk keebiasaan yang baik bagi peserta didik. Penggunaan model
make a match diharapkan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada
pelajaran sosiologi sehingga menimbulkan hubungan perilaku reaktif
berupa peningkatan minat yang berakibat pada peningkatan hasil belajar
peserta didik.
b. Teori Belajar Kognitivisme
Teori yang dikemukakan oleh Gagne dalam Sanjaya (2010: 233-
234) adalah teori pemrosesan informasi. Asumsi yang mendasari teori
12

ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting


dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari
pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses
penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan
keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi
adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi
eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu
yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang
terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan
dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses
pembelajaran. Kognitivisme membagi tipe-tipe belajar siswa, sebagai
berikut:
1) Siswa tipe pengalaman kongkrit lebih menyukai contoh khusus
dimana mereka bisa terlibat dan mereka berhubungan dengan teman-
temannya dan bukan dengan orang-orang dalam minoritas.
2) Siswa tipe observasi reflektif suka mengobservasi dengan teliti
sebelum melakukan tindakan.
3) Siswa tipe konseptualisasi abstrak lebih suka bekerja dengan sesuatu
dan simbol-simbol dari pada dengan manusia. Mereka lebih suka
bekerja dengan teori dan melakukan analisis sistematis.
4) Siswa tipe ekperimentasi aktif lebih suka belajar dengan melakukan
praktek proyek dan melalui kelompok diskusi (Herpratiwi, 2009:
22).
c. Teori Belajar Kontruktivisme
Herpratiwi (2009: 71) mengatakan bahwa dalam teori
konstruktivisme siswa harus menemukan sendiri dari
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru
dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu
tidak sesuai.
Prinsip-prinsip kontruktivisme adalah pengetahuan dibina secara
aktif oleh siswa, siswa bukan menerima pasif pengetahuan, siswa
pembina aktif struktur pengetahuan, siswa mencoba membuat
pemahaman tentang pengalaman baru mereka dan fenomena dengan cara
membentuk/membina makna tentang perkara tersebut. Prinsip
konstruktivisme memandang bahwa pembelajaran dilihat sebagai
13

pengubah ide, pembinaan dan penerimaan ide baru dan penstrukturan


semula ide yang sudah tersedia. Pandangan konstruktivisme melihat
bahwa siswa membina dan bukan menerima ide tersebut siswa
menjalankan secara aktif makna dari pada setiap satu pengalaman yang
dilalui.
2. Pendidikan Vokasi
Manusia merupakan inti dari kekuatan suatu bangsa untuk
menghadapi perubahan perubahan zaman yang sedang berkembang pesat.
Manusia yang memiliki keterampilan salah satunya dilahirkan dari
Pendidikan vokasi yang relevan dengan tuntutan dari dunia kerja. Dengan
kata lain Pendidikan harus mengikuti perubahan zaman yang berubah begitu
cepat akibat kemajuan teknologi. UU Pendidikan tinggi No.12 tahun 2012,
Pendidikan vokasi adalah Pendidikan yang mempersiapkan manusia
memperoleh keterampilan/keahlian terapan tertentu agar bisa memasuki
dunia kerja dan menciptakan peluang kerja sesuai dengan bidang
keahliannya melalui program pendidikan diploma I, diploma II, diploma III,
dan diploma IV. Lulusan pendidikan vokasi mendapat gelar vokasi seperti
ahli pratama, ahli muda, dan ahli madya.
Adanya pendidikan vokasi merupakan bentuk nyata dari kondisi
dunia kerja, dimana nilai-nilai dan ilmu pengetahuan diarahkan ke keahliaan
tertentu yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Oleh
sebab itu pendidikan vokasi lebih mengutamakan kemampuan praktis dari
pada teoritis, sehingga lulusan vokasi dapat bekerja di DUDI. Kenyataannya
lulusan Pendidikan vokasi masih jauh dari harapan.Saat ini terjadi
kesenjangan yang nyata, dimana lulusan Pendidikan vokasi belum terserap
secara optimal di dunia usaha dan industri. Keadaan ini diakibatkan oleh
proses pendidikan belum siap menghadapi kebutuhan pasar kerja dengan
tuntutan mutu dan kompetensi yang sesuai dengan kemajuan zaman.
Akibatnya pasar kerja Indonesia bisa dikuasai oleh pekerja dari negara lain
yang memiliki keterampilan lebih. Hal ini di perkuat dengan studi yang
14

dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) tahun 2007 dalam


Ristekdikti (2016:26) :
a. Indonesia memerlukan tenaga tenaga terampil dalam jumlah tinggi dan
itu belum terpenuhi.
b. Pemerintah belum sanggup menyediakan tenaga terampil yang
dibutuhkan industry.
c. Bila Indonesia tidak melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan
tenaga terampil, maka pasar kerja Indonesia akan dibanjiri oleh tenaga
terampil asing.
Dari hasil studi ADB diatas perlu upaya untuk pengembangan
Pendidikan vokasi supaya bisa menjadi lebih baik. Ristekdikti (2016:13)
“dalam melakukan pengembangan pendidikan vokasi salah satunya adalah
meningkatkan kualitas pembelajaran”. Hal yang termasuk mempengaruhi
kualitas pembelajaran adalah model pembelajaran yang diterapkan dalam
proses belajar mengajar. Pola pembelajaran di pendidikan telah bergeser
dari pembelajaran berpusat pada pendidik ke pembelajaran berpusat ke
peserta didik. Dalam pola lama pendidik mentransfer ilmu pengetahuan ke
peserta didik. Peserta didik menjadi pasif karena bersifat menerima. Dalam
pola baru peserta didik tidak hanya sekedar menerima pengetahuan secara
pasif dari pendidik. Mereka bisa menggunakan informasi baru untuk
membangun pengetahuan baru. Proses pembelajaran yang berpusat ke
peserta didik diantaranya adalah pembelajaran berbasis kerja (Work Based
Learning).
3. Pembelajaran Berbasis kerja (Work Based Learning)
a. Pengertian Work Based Learning
Eraut (linehan, 2008:14) penelitiannya di tingkat tersier menjelaskan
“terjadinya kesenjangan antara pengetahuan yang dibutuhkan di tempat
kerja dengan keterampilan yang dihasilkan melalui Pendidikan formal.
Eraut menyatakan dari sekian pengetahuan yang diberikan di Pendidikan
formal hanya sedikit yang sesuai di tempat kerja”. Melalui kondisi ini
perlu adanya pembelajaran ditempat kerja sehingga dapat mendukung
15

pembelajaran dikelas dan benar benar melakukan pekerjaan nyata.


Pembelajaran itu adalah Work Based Learning (WBL). Tipe
pembelajaran Work Based Learning (WBL)bukanlah tipe pembelajaran
yang baru didunia Pendidikan. Tipe ini sudah dilakukan di Pendidikan
dengan program magang di dunia industri untuk mendapatkan
pengetahuan, keterampilan yang dibutuhkan di tempat kerja melalui
Pendidikan formal Dan mengatasi kesenjangan antara pengetahuan yang
dibutuhkan di tempat kerja dengan keterampilan yang dihasilkan melalui
Pendidikan formal.
Kansas public school (2003:15) “WBL adalah kegiatan yang terjadi
di tempat kerja, menyediakan pembelajaran terstruktur untuk siswa
melalui paparan berbagai pekerjaan. Siswa belajar dengan mengamati
dan / ataubenar-benar melakukan pekerjaan nyata”.Lemanski, dkk
(2011:5) “WBL adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kelas
program universitas yang menyatukan universitas dan organisasi kerja untuk
menciptakan peluang pembelajaran baru di tempat kerja”. Depdiknas
(2003:11) “belajar berbasis kerja adalah suatu strategi pembelajaran yang
memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk
mempelajari materi pembelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi
tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja atau sejenisnya dan
berbagai aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk kepentingan
siswa”.
Linehan (2008:18) Pembelajaran berbasis kerja adalah bagian dari
pembelajaran yang dilangsungkan di tempat kerja. Ini secara khusus
mengacu pada pencapaian hasil pembelajaran yang telah direncanakan.
Hasil pembelajaran berasal dari pengalaman melakukan peran atau fungsi
kerja dan termasuk pembelajaran seumur hidup.Boud dan Garrick (Ball I
2010:4) “WBL adalahPembelajaran di tempat kerja yang tidak hanya
terkait dengan kompetensi kerja langsung,tetapi dengan kompetensi masa
depan. Ini tentang investasi dalam menilai kemampuan umum secara
teknis dan spesifik”.
16

Dari pengertian diatas dapat ditegaskan bahwa WBL adalah strategi


pembelajaran yang menyatukan Pendidikan formal dan organisasi kerja
untuk menciptakan peluang pembelajaran di tempat kerja dengan
pembelajaran terstruktur sehingga peserta didik benar-benar melakukan
pekerjaan nyata yang mengacu pada pencapaian hasil pembelajaran yang
telah direncanakan. Strategi pembelajaran WBL dapat membantu sekolah
untuk mempersiapkan peserta didik memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang berkualitas sehingga dapat beradaptasi dengan
kebutuhan yang diperlukan ditempat kerja.
Strategi pembelajaran Work based learning memiliki peran penting
bagi peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran. Peserta didik
bisa menjadi lebih termotivasi, bertanggung jawab dan memberi
kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan melalui keahlian yang telah
dimilikinya. Tidak hanya bagi peserta didik, strategi ini juga memberikan
keuntungan bagi pengusaha/perusahaan dan juga penyelenggara
Pendidikan formal. Bagi Pendidikan formal dapat Meningkatkan
hubungan kerja dengan industri, Memperbaharui kurikulum yang relevan
dengan industri antara teori dan praktek dan meningkatkan kualitas
lulusan. Sedangkan bagi perusahaan/pengusaha dapat menilai calon
pekerja lebih awal dan memperoleh. pekerja yang sesuai dengan
kebutuhan.
Molly (2018:12) ada beberapa manfaat WBL yang dapat dimiliki
oleh pelajar, antara lain adalah :
1) Manfaat untuk pelajar
a) Siswa diberikan pelatihan yang diawasi di area khusus yang dia
pilih sebagai tujuan karir.
b) Siswa memiliki kesempatan untuk mempelajari keterampilan kerja
yang bermanfaat di tempat kerja yang sebenarnya.
c) Minat dalam pekerjaan kelas dirangsang oleh penerapan
pembelajaran yang berhubungan dengan pekerjaan dan akademik
terhadap situasi di tempat kerja.
17

d) Pengalaman mendapatkan dan memegang pekerjaan membantu


siswa mengembangkan konsep diri yang matang, realistis dan
membuat keputusan matang.
e) Siswa dapat membangun harga diri dan berkontribusi pada
kemandirian melalui kompensasi yang diberikan
f) Transisi siswa dari sekolah ke pekerjaan menjadi lebih mudah.
g) Siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan rencana pasca-
sekolah menengah untuk pekerjaan dan / atau melanjutkan
pendidikan.
Linnehan (2010:15) WBL juga memiliki manfaat bagi pengusaha
dan juga sekolah diantaranya adalah:
2) Manfaat bagi pengusaha
a) Dapat mimiliki calon karyawan yang lebih baik.
b) Dapat menilai secara langsung pekerja sebelum diputuskan untuk
bekerja sebagai tenaga kerja penuh.
c) Memberikan pada para pekerja memperoleh gagasan-gagasan
baru, pendekatan segar, dan antusiasme dalam bekerja
3) Manfaat bagi sekolah
a) Meningkatkan hubungan dan jaringan kerja dengan dunia
usaha/industri
b) Mengembangkan kemitraan di antara sekolah dengan komunitas
c) Membuat kurikulum yang relevan dengan memperluas pengala-
man di kelas dengan diintegrasikan antara teori dan praktek.
d) Pendidik memperoleh informasi yang lebih baik dan peduli
terhadap kecenderungan mutakhir dari dunia usaha/industri.
e) Membangun relasi publik yang positif, sehingga reputasi sekolah
meningkat meningkat dan menarik para siswa baru
f) Meningkatkan kualitas lulusan
g) Menyediakan fasilitas pelatihan dunia usaha dan industri yang
umumnya sulit untuk disediakan secara finansial oleh sekolah
h) Menciptakan fleksibilitas kebutuhan individu siswa dengan tujuan
18

Strategi pembelajaran WBL memiliki beragam model. Slaughter


(2015) model pendekatan WBL yang dapat digunakan dalam
pembelajaran antara lain :service learning, shadowing, school based
enterprise, cooperative educations, internships, dll.
1) Service Learning
Service learning adalah strategi pembelajaran yang mengintegrasikan
layanan pada mesyarakat dengan instruksi dan refleksi untuk
memperkaya pengalaman belajar, mengajarkan tanggung jawab
danmemperkuat komunitas masyarakat. Service learning memiliki
konsep dimana pendidik mengenali kemampuan dan kapasitas yang
dimiliki peserta didik seperti rasa ingin tahu, humor, ketulusan,
kreativitas, antusiasme yang merupakan syarat bagi mereka untuk
mengatasi banyak kebutuhan yang belum terpenuhi dalam masyarakat.
pembelajaran layanan menunjukkan bahwa merekadipandang sebagai
produser yang kompeten dan cakap serta memiliki kontributor yang
dapat membuat perbedaan dalam melakukan pekerjaan melalui belajar
di masyarakat.
Dengan kata lain service learning adalah pembelajaran yang
melibatkan instansi Pendidikan terutama pendidik dan peserta didik
untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat dimana mereka
dipandang sebagai produser yang kompeten untuk memenuhi
kebutuhan yang diperlukan ditengah masyarakat.
2) Job Shadowing
Job Shadowing adalah Pendekatan yang memberikan pengalaman
belajar kepada peserta didik melalui pengamatan dan observasi
langsung pada pekerjaan tertentu. Pendekatan ini merupakan peluang
bagi dunia industri dan sekolah untuk bekerja sama untuk membantu
pendidikanproses serta menjalin kemitraan. Siswa diberi kesempatan
untuk mengamati pekerjaan di tempat kerja dan menjadi akrab dengan
situasi dunia nyata.Peserta didik juga diberi kesempatan untuk
mendiskusikan hal-hal yang menarik perhatianya dengan individu
19

lainya dan memberikan pengalaman belajar yang relevan di luar kelas.


Job Shadowing dapat dilakukan dalam bentuk kunnjungan dunia usaha
dan industri.
3) School Based Enterprise (SBE)
School Based Enterprise adalah model pembelajaran dengan simulasi
bisnis yang diterapkan di sekolah dan membantu peserta didik untuk
berinteraksi dengan pihak luar dan mendapatkan pengalaman kerja dan
pemahaman tentang jenis pekerjaan yang dilakukan di tempat kerja saat
ini.
4) Internships
Internships disebut juga proses pembelajaran dengan sistem magang.
Magang memberi kesempatan pada peserta didik untuk
mengeksplorasi karir melalui pengalaman belajar di tempat kerja.
peserta didik memiliki kesempatan untuk belajar tentang dunia kerja
dan mengembangkan keterampilan yang bermanfaat serta sikap.
Magang salah satu jenis pengalaman belajar dengan tujuan utama
adalah memberi kesempatan untuk mengeksplorasi satu atau lebih
karir dan mendapatkan banyak keterampilan di posisi itu
4. Model Pembelajaran WBL Tipe School Based Enterprise
Slaughter (2015:53) “SBE adalah sekolah berbasis perusahaan
dengan bisnis simulasi yang di lakukan disekolah dirancang untuk meniru
bisnis atau segmen industri dan membantu siswa untuk memperoleh
pengalaman kerja sesuai dengan pilihan mereka”. Hopkins (:64) “SBE
adalah bisnis simulasi atau sebenarnya yang dilakukan didalam atau di luar
lokasi sekolah. Tujuannya adalah untuk membantu siswa dalam
memperoleh pengalaman kerja sesuai pilihan mereka dan melibatkan siswa
dalam semua aspek bisnis seperti riset pasar, desain produk atau layanan,
manufaktur, kualitas, layanan pelanggan dan teknik penjualan”. Menurut
colwell dan droessler dalam artikelnya “SBE adalah Simulasi atau aktual
bisnis yang dilakukan oleh sekolah merupakan pengalaman belajar yang
20

menyediakanlangsunghubungan antara pembelajaran di kelas dan dunia


kerja”.
Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, Model pembelajaran
School Based Enterprise (SBE) merupakan sebuah model pembelajaran
yang diartikan sebagai bentuk proses pembelajaran yang terjadi jika sekolah
menerapkan simulasi atau actual bisnis dan membantu siswa dalam
memperoleh pengalaman kerja sesuai pilihan mereka dan melibatkan siswa
dalam semua aspek bisnis seperti menjadi produsen untuk menyediakan
sebuah produk atau pelayanan dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
Model ini bisa mengembangkan kemampuan/keterampilan memecahkan
masalah, meningkatkan koneksi siswa dengan lingkungan kerja dan
memberikan praktek nyata di kewirausahaan dan menjadi faktor
keberhasilan pembelajaran karena adanya keterlibatan peserta didik dalam
proses pembelajaran untuk mengalami kondisi nyata dalam dunia kerja. Hal
ini diperkuat dengan pernyataan Ristekdikti (2016:29) “salah satu faktor
yang menentukan dalam keberhasilan pembelajaran adalah keterlibatan
peserta secara mental dalam proses pembelajaran melalui kesempatan untuk
mengalami kondisi/situasi tertentu sebagaimana yang terjadi dalam
kenyataan”.
Metode ini memiliki manfaat besar bagi peserta didik. Pembelajaran
menjadi terpusat ke peserta didik karena keterlibatan mereka dalam
menentukan kualitas, desain produk dan teknis penjualan. Kesempatan yang
diberikan kepada mereka akan membuat lebih percaya diri dan bertanggung
jawab dalam melakukan pekerjaan. Hasil yang diperoleh akan menjadikan
mereka bangga atas karya yang telah dibuat. Colwell dan Droessler dalam
artikelnya Manfaat SBE adalah :
a. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kepercayaan
diri dan keterampilan kepemimpinan.
b. Meningkatkan kesadaran dan koneksi siswa antara kerja dan
kesejahteraan masyarakat.
21

c. Meningkatkan kebanggaan siswa dalam melakukan pekerjaan sehingga


melahirkan pengalaman terkait pekerjaan yang relevan.
d. Memberikan siswa praktik nyata dikewirausahaan, akuntansi,
penganggaran,manajemen arus kas, pemasaran, inventaris kontrol, dan
keterampilan bisnis / industri / teknis.
e. Memberikan pengalaman siswa dalam pemecahan masalah,komunikasi,
hubungan interpersonal, dan belajar dalam konteks kerja.
Berdasarkan manfaat diatas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian pengembangan perangkat pembelajaran School Based Enterprise
karena sejalan dengan visi dari prodi Teknik mesin di AKNTD dan
mahasiswa dapat belajar dalam konteks kerja. Selain itu SBE dapat
menjadikan peserta didik mengembangkan kemampuan dasar mereka
sebagai pondasi untuk mengembangkan ilmu mereka sesuai dengan
bidangnya. Memberikan pengalaman dalam lingkungan kelas dan dunia
kerja baik bekerja sebagai tim maupun bekerja sebagai individu. Membuat
mereka beradaptasi dengan teknologi yang telah digunakan dalam bisnis.
Hal ini juga diungkapkan oleh Slaughter (2015:53) SBE memberi
kesempatan siswa untuk :
a. memanfaatkan keterampilan akademik dasar.
b. mendapatkan pengalaman dalam lingkungan yang berhubungan dengan
pekerjaan
1) bekerja sebagai anggota tim.
2) mengembangkan keterampilan kepemimpinan.
3) bekerja dengan guru / koordinator dan dewan penasehat untuk
mengembangkan kebijakan dan prosedur untuk operasi suatu
perusahaan.
4) menjadi akrab dengan teknologi yang digunakan dalam bisnis.
5) mengembangkan pemahaman tentang sistem ekonomi dan dampaknya
terhadap masyarakat.
Dalam mengaplikasikan SBE, pendidik berperan sebagai penasehat
serta pembimbing dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
22

belajar aktif dan mengarahkan kegiatan belajar sesuai dengan tujuan.


Memberikan kesempatan pada peserta didik menerapkan keterampilan yang
telah mereka dapatkan dan melakukan perjanjian atau bermitra dengan
industri lokal untuk menjalan kan model ini. Colwell dan Droessler dalam
artikelnya mengungkapkan bahwa “ SBE harus dirancang dan dijalankan
oleh siswa. Guru berfungsi sebagai penasihat,bukan kepala eksekutif dan
membiarkan siswa menerapkan akademik yang telah mereka pelajari di
sekolah”.
Model SBE sudah banyak digunakan di negara lain khususnya
perguruan tinggi. Slaughter (2015:54) Model ini mempunyai perencanaan
yang berbeda setiap perguruan tinggi sesuai dengan keadaan lingkungannya.
Langkah pertama dalam perencanaan perusahaan berbasis sekolah adalah
berkomunikasi dengan administrasi sekolah. fase ini penting bagi
perusahaan untuk keberhasilannya secara keseluruhan :
a. Pilih perusahaan yang akan dijadikan mitra.
b. Mengembangkan kebijakan dan prosedur untuk perusahaan berbasis
sekolah.
c. Terapkan kursus yang direkomendasikan dalam jalur karier.
d. Cari lokasi yang tepat di sekolah.
e. Desain rencana tata letak untuk perusahaan.
f. Sediakan pendanaan dan/atau sponsorship (kemitraan bisnis) untuk
persediaan yang dibutuhkan.
g. Sediakan peralatan dan bahan yang dibutuhkan.
h. Melatih pekerja siswa.
i. Tentukan bagaimana keuangan akan ditangani.
j. adanya struktur organisasi.
k. Melakukan grand opening.
Gamache (2008) langkah -langkah perencanaan SBE terdiri dari
beberapa item penting yaitu:
a. Adanya Visi, Misi dan nilai nilai
b. Integrasi dengan standart kurikulum
23

c. Ada nama dan logo


d. Adanya management team atau struktur
e. Tentukan target pasar
f. Produk layanan
g. Promosi
h. Tempat dan logistic

i. Start-Up Feasibility and Viability


5. Perangkat Pembelajaran
Pembelajaran pada pendidikan tinggi merupakan serangkaian
kegiatan terstruktur yang mampu mengembangkan potensi mahasiswa
melalui proses akuisisi, eksplorasi, elaborasi informasi, dan pengalaman
belajar dari berbagai sumber untuk menghasilkan insan yang berkarakter,
cerdas, dan terampil dalam membangun bangsa yang bermartabat dan
berdaya saing. Sumber belajar pada pembelajaran di perguruan tinggi dapat
berupa dosen, bahan-bahan yang ada di perpustakaan dan laboratorium,
akses dan konten informasi, proses pembelajaran di kelas/lapangan, fakta,
kejadian, fenomena alam dan sosial yang sudah dikompilasi, serta sumber
lainnya yang relevan.
Dosen merupakan sumber daya pembelajaran di perguruan tinggi. Ia
mempunyai tugas di bidang pendidikan antara lain: (1) merencanakan,
menyiapkan pembelajaran sesuai dengan silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasinya secara
bertahap dan berkelanjutan, (2) memutakhirkan materi, strategi, metode dan
teknik pembelajaran, khususnya dengan memanfaatkan TIK (teknologi
informasi dan komunikasi) secara optimal; (3) menyelenggarakan
pembelajaran yang terprogram dan akuntabel berdasarkan kurikulum dan
peraturan akademik yang diberlakukan oleh program studi/perguruan tinggi
sesuai dengan target mutu program; (4) menyelenggarakan pembelajaran
melalui tatap muka, penugasan lapangan, laboratorium, penelusuran bahan-
bahan pustaka (dari koleksi perpustakaan, pusat sumber belajar, maupun
dunia maya), serta bahanbahan ujian sesuai dengan karakteristik bahan dan
24

tujuan pembelajaran, yang diadministrasikan secara transparan; (5)


memanfaatkan hasil penelitian dan kegiatan pengabdian masyarakat dalam
rangka memantapkan dan mengembangkan materi dan penyelenggaraan
pembelajaran; dan (6) menyelenggarakan pelayanan akademik dan tutorial
bagi mahasiswa.
Hal di atas sejalan dengan pendapat para ahli yang menyatakan
bahwa faktor penting bagi penentu keberhasilan mengajar adalah ide yang
jelas tentang pelajaran yang mereka ingin atur dan persiapan (Nikolic &
Cabaj, 1999: 47; Kyriacou, 2009: 86). Persiapan yang matang diperlukan
guna keberhasilan pembelajaran. Bentuk dari persiapan pembelajaran adalah
perangkat pembelajaran. Oleh karena itu dalam melaksanakan tugasnya,
dosen menyusun persiapan yang berupa perencanaan proses pembelajaran.
Dalam KBBI (2007: 17), “perangkat adalah alat atau perlengkapan,
sedangkan pembelajaran adalah proses atau cara menjadikan orang belajar”.
Menurut Zuhdan, dkk (2011: 16) “perangkat pembelajaran adalah alat atau
perlengkapan untuk melaksanakan proses yang memungkinkan pendidik
dan peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran”. Perangkat
pembelajaran menjadi pegangan bagi dosen dalam melaksanakan
pembelajaran baik di kelas, laboratorium atau di luar kelas. Dari uraian
tersebut dapatlah dikemukakan bahwa perangkat pembelajaran adalah
sekumpulan media atau sarana yang digunakan oleh pendidik dan peserta
didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran di kelas,dan di laboratorium.
Pembelajaran tiap mata kuliah merupakan upaya pencapaian standar
kompetensi lulusan program studi. Pernyataan kompetensi pada tingkat
program studi diuraikan menjadi Rumusan Hasil Belajar. Rumusan hasil
belajar tersebut menjadi dasar untuk penyusunan rencana pembelajaran pada
setiap mata kuliah. Perencanaan pembelajaran tiap mata kuliah diwujudkan
dalam bentuk silabus, rencana pembelajaran smester, dan modul
pembelajaran.
25

a. Silabus
b. Rencana Pembelajaran Smester (RPS)
Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia No. 44 Tahun 2015 Tentang standar nasional pendidikan
tinggi menjelaskan bahwa RPS merupakan acuan penyusunan kerangka
pembelajaran untuk setiap bahan kajian mata kuliah ditetapkan dan
dikembangkan oleh dosen secara mandiri atau bersama dalam
kelompok keahlian suatu bidang ilmu pengetahuan dan/atau teknologi
dalam program studi. .RPS dikembangkan berdasarkan Standar
Kompetensi Lulusan dan Standar Isi pembelajaran untuk satuan
pendidikan tinggi sesuai dengan pola pembelajaran. RPS secara umum
berisi:
1) nama program studi, nama dan kode mata kuliah, semester, sks,
nama dosen pengampu.
2) capaian pembelajaran lulusan yang dibebankan pada mata kuliah.
3) kemampuan akhir yang direncanakan pada tiap tahap pembelajaran
untuk memenuhi capaian pembelajaran lulusan.
4) bahan kajian yang terkait dengan kemampuan yang akan dicapai.
5) metode pembelajaran.
6) waktu yang disediakan untuk mencapai kemampuan pada tiap tahap
pembelajaran.
7) pengalaman belajar mahasiswa yang diwujudkan dalam deskripsi
tugas yang harus dikerjakan oleh mahasiswa selama satu semester.
8) kriteria, indikator, dan bobot penilaian.
9) daftar referensi yang digunakan.
c. Modul Pembelajaran
Menurut Abdul Majid (2006:176) “modul adalah sebuah buku yang
ditulis dengan tujuan supaya peserta didik dapat belajar mandiri tanpa
bimbingan guru, sehingga modul berisi paling tidak komponen dasar
bahan ajar”.Nasution (1997:204) “Modul merupakan suatu unit
26

lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan
belajar yang disusun untuk membantu peserta didik mencapai
sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas”. Asyhar
(2011:155) menjelaskan “modul merupakan salah satu bentuk bahan
ajar berbasis cetakan yang dirancang untuk belajar secara mandiri
oleh peserta pembelajaran”.
Berdasarkan pendapat ahli diatas tentang pengertian modul, maka
dapat disimpulkan bahwa modul pembelajaran adalah salah satu bentuk
bahan ajar yang memiliki tujuan agar peserta didik dapat belajar
mandiri yang dikemas secara sistematis dan menarik sehingga mudah
untuk dipelajari. Oleh karena itu modul dilengkapi dengan petunjuk
untuk belajar sendiri. Peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar
sendiri tanpa kehadiran pengajar langsung. Modul yang
dikembangkan harus mampu meningkatkan motivasi peserta didik
dan efektif dalam mencapai kompetensi yang diharapkan.
Menurut Finch (1979:225-226) mengemukakan bahwa ada lima
karakteristik modul, yaitu:
1) Module is self-contained
Modul harus bersifat mandiri. Ini berarti mahasiswa tidak harus
menemui instruktur atau guru dan bertanya apa yang harus dilakukan
selanjutnya atau bagaimana cara melakukannya. Setiap modul harus
memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang
apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan,
dan sumber belajar apa yang harus digunakan.
2) Module is typically individualized
Modul merupakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan
untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik.
Dalam setiap modul harus :
a) Memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar
sesuai dengan kemampuannya.
27

b) Memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang


telah diperoleh.
c) Memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang
spesifik dan dapat diukur.
3) Module is a complete package
Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga
peserta didik dapat menngetahui kapan dia memulai dan mengakhiri
suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaaan mengenai apa
yang harus dilakukan atau dipelajari.
4) Module includes learning experiences and objective
Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu
peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien
mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan
pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar
tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain
peran (role playing), simulasi dan berdiskusi.
5) Module is some mechanism for assesing
Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian
tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan
balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.

Menurut Sudjana dan Rivai (2007:133), langkah-langkah


penyusunan modul adalah sebagai berikut:
a. Menyusun kerangka modul
Langkah-langkah penyusuan kerangka modul adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan atau merumuskan tujuan instruksional umum menjadi
tujuan instruksional khusus.
2) Menyusun butir-butir soal evaluasi guna mengukur pencapaian
tujuan khusus.
3) Mengidentifikasi pokok-pokok materi pelajaran yang sesuai dengan
tujuan khusus.
28

4) Menyusun pokok-pokok materi dalam urutan yang logis.


5) Menyusun langkah-langkah kegiatan belajar mahasiswa.
6) Memeriksa langkah-langkah kegiatan belajar untuk mencapai semua
tujuan.
7) Mengidentifikasi alat-alat yang diperlukan dalam kegiatan belajar
dengan modul itu.
b. Menulis program secara rinci
Program secara rinci pada modul terdiri dari bagian-bagian sebagai
berikut:
1) Pembuatan petunjuk dosen.
2) Lembaran kegiatan mahasiswa.
3) Lembaran kerja mahasiswa.
4) Lembaran jawaban.
5) Lembaran tes.
6) Lembaran jawaban tes.
Menurut P4TK (2016:7) bahwa pembuatan kerangka modul terdiri
dari cover luar, cover dalam, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar,
daftar tabel, daftar lampiran, pendahuluan, kegiatan pembelajaran,
evaluasi, penutup, daftar pustaka, glosarium dan lampiran. Pada
pendahuluan terdapat beberapa sub bagian yaitu: latar belakang, tujuan,
peta kompetensi, ruang lingkup dan cara penggunaan modul. Selanjutnya
pada setiap kegiatan pembelajaran terdapat beberapa sub bagian yaitu:
tujuan, indikator pencapaian kompetensi, uraian materi, aktivitas
pembelajaran, latihan, rangkuman, dan umpan balik.
B. Penelitian Yang Relevan
1. Penelitian Budi Tri Siswanto tahun 2012 yang berjudul “Model
Penyelenggaraan Work Based Learning pada Pendidikan Vokasi Diploma
III Otomotif” menyimpulkan bahwa model ini cocok untuk pendidikan
vokasi dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
29

2. Vjaceslavs Sitikovs dkk dalam penelitian yang berjudul “Tripartite View


on Work Based Learning in Latvia” menyimpulkan bahwa pembelajaran
yang baik dilakukan dengan cara menjalin kerjasama dengan para
pengusaha atau pihak industri.
3. Penelitian Syafiatun Siregar tahun 2017 yang berjudul “Penerapan Work-
Based Learning Terhadap Praktik Pemasangan Keramik Mahasiswa
Pendidikan Teknik Bangunan” menyimpulkan bahwa hasil penelitian
berdampak terhadap peningkatan kompetensi mahasiswa.
4. Manuella Kadar dkk dalam penelitian yang berjudul “Developing
students’ educational experiences through work-based learning
programmes” menyimpulkan bahwa pembelajaran yang dilakukan
ditempat kerja selama penempatan terbukti memberikan kontribusi
terhadap pengalaman belajar siswa dalam hal pengetahuaan dan
keterampilan khusus dan interpersonal.
5. Muhammad Yahya dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Pembelajaran Berbasis Kerja Terhadap Wawasan Wirausaha”
menyimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis kerja dapat
menumbuhkan wawasan wirausaha siswa secara signifikan.
6. Fitirani dkk dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model Work-
Based Leraning Bermuatan Entrepreneurship pada pembelajaran
matematika” menyimpulkan bahwa model pembelajaran ini mempunyai
pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa.
C. Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang masalah, perlu upaya untuk dilakukan
suatu pembenahan dan pengembangan dalam proses pembelajaran agar
pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan tujuan pembelajaran,
menghasilkan lulusan yang berkualitas dan untuk dapat mewujudkan visi prodi
teknik mesin di AKNTD yang telah ditetapkan dan perubahan pendekatan
pembelajaran yang berorientasi pada mahasiswa (Student centered
learning/SCL). Ristekdikti (2016:13) dalam melakukan pengembangan
pendidikan vokasi salah satunya adalah meningkatkan kualitas pembelajaran.
30

Hal yang termasuk mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah model


pembelajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar. Pola
pembelajaran di pendidikan telah bergeser dari pembelajaran berpusat pada
pendidik ke pembelajaran berpusat ke peserta didik
Salah satu pembenahannya adalah adanya model pembelajaran yang
tepat serta perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan secara sistematis
dan bahan ajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran serta mendukung
mahasiswa untuk bisa menunjukkan kinerja bermutu dan bertanggung jawab
terhadap hasil kerja sendiri dan menjadikan mahasiswa aktif berinteraksi DUDI
serta dapat menjadikan mahasiswa memiliki jiwa enterpreneur, dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis kerja tipe School Based Learning.
Untuk lebih jelasnya peneliti membuat kerangka konseptual yang dapat dilihat
dibawah ini:
31

Masalah

1. Meningkatnya jumlah pengangguran di indonesia dimana 7,29% berasal dari


pendidikan vokasi setingkat diploma I/II/III.
2. Terbatasnya lapangan kerja yang tersedia di indonesia.
3. Tingginya tingkat ketidakhadiran mahasiswa dalam mengikuti kuliah praktek
produksi pada semester IV sebesar 30% di AKNTD.
4. Pendekatan pembelajaran masih menjadikan dosen sebagai sumber utama
pengetahuan.
5. Belum tersedianya modul dan RPS

Pengembangan Perangkat pembelajaran Work Based Learning Tipe School Based


Enterprise (SBE) yang mengarahkan mahasiswa untuk belajar dalam konteks kerja dan
memberikan kesempatan kepada mahasiswa praktik nyata dikewirausahaan.

Manfaat (SBE)
1. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kepercayaan diri
dan keterampilan kepemimpinan.
2. Meningkatkan kesadaran dan koneksi siswa antara kerja dan kesejahteraan
masyarakat.
3. Memberikan siswa praktik nyata dikewirausahaan, akuntansi,
penganggaran,manajemen arus kas, pemasaran, inventaris kontrol, dan
keterampilan bisnis / industri / teknis.
4. Memberikan pengalaman siswa dalam pemecahan masalah,komunikasi,
hubungan interpersonal, dan belajar dalam konteks kerja.

Efektif, melalui uji coba


Praktis melalui ujicoba kepada mahasiswa untuk
Validitas melihat hasil belajar
kepada mahasiswa
mahasiswa

Dihasilkan Perangkat pembelajaran yang valid, praktis dan


Efektif dalam meningkatkan kompetensi mahasiswa.

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan (development
research). Menurut Sugiyono (2008:407), penelitian “pengembangan adalah
penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji
keefektifan produk tersebut”. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengembangkaan perangkat pembelajaran mata kuliah Praktek Produksi.
Produk yang dihasilkan berupa perangkat pembelajaran yang terdiri Silabus,
RPS, dan Modul Pembelajaran dengan model pembelajaran School Based
Enterprise.

B. Model Pengembangan
Metode Pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode ADDIE. Metode ini muncul di tahun 1990-an yang dikembangkan
oleh Reiser dan Mollenda. Fungsi dari metode ADDIE sendiri adalah sebagai
pedoman untuk mengembangkan perangkat dan infrastruktur
program pembelajaran yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja
pembelajaran itu sendiri. Alasan digunakan model ADDIE sebagai
pengembangan perangkat pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Model ADDIE, pengembangan produk mempunyai tahapan yang lebih
runtut.
2. Draft yang dihasilkan lebih sempurna, karena memiliki tahap validasi dan
uji coba.
Metode pengembangan ADDIE memiliki 5 tahap, yaitu Analisis,
Design, Development, Implemantation dan Evaluation.
1. Analysis
Pada tahap analisis diperlukan suatu analisis masalah sehingga
pengembangan yang dilakukan benar–benar sangat dibutuhkan. Tahap ini
bisa berupa menganalisis kebutuhan, menganalisis kurikulum dan
menganalisis karakter mahasiswa.

33
34

Analisis kebutuhan dapat dilakukan dengan menganalisis bahan


ajar yang tersedia. Pada tahap ini akan diketahui bahan ajar apa yang perlu
dikembangkan untuk memfasilitasi peserta didik. Analisis selanjutnya
adalah analisis kurikulum yang dilakukan dengan memperhatikan
karakteristik kurikulum yang digunakan. Hal ini dilakukan agar bahan ajar
yang dikembangkan sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku.
Langkah selanjutnya adalah mengkaji KD untuk merumuskan indikator-
indikator pencapaian pembelajaran. Analisis yang terakhir adalah analisis
karakter peserta didik.
2. Design
Setelah tahap analisis selesai, tahap selanjutnya adalah design.
Tahap design dilakukan dengan menentukan komponen-komponen
perangkat pembelajaran seperti Silabus, RPS, dan modul Pembelajaran
yang menjadi rancangan awal. Instrument penilaian dan angket respon
juga disusun pada tahap design dengan memperhatikan aspek kelayakan
isi, bahasa, penyajian, kegrafikan dan kesesuaian terhadap pendekakatan
yang digunakan.
3. Development
Tahap berikutnya adalah Development. Tahap ini adalah tahap
pengembangan silabus, RPS dan modul pembelajaran yang divalidasi oleh
ahli materi, ahli media, dan dosen teknik mesin. Dilakukan validasi agar
pengembangan silabus RPS, dan modul dinyatakan valid dan siap di
ujicoba.
4. Implementation
Setelah silabus RPS, dan modul dinyatakan valid, perangkat
tersebut diuji cobakan secara terbatas pada sekolah yang telah ditentukan
sebagai tempat penelitian. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui
keefektifan dan kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan
melalui hasil belajar mahasiswa dan pengisian angket oleh responden
sehingga diperoleh data untuk dianalisis.
35

5. Evaluation
Tahap terakhir adalah tahap evaluasi dengan melakukan revisi
perangkat pembelajaran berdasarkan data dan masukan yang diperoleh
dari tahap sebelumnya agar perangkat pembelajaran yang dihasilkan sesuai
dengan kebutuhan dan dapat digunakan.
Dari penjelasan diatas peneliti memcoba membuat rangkuman dan
design pengembangan perangkat pembelajaran School Based Enterprise
dengan pendekatan ADDIE seperti table dan gambar dibawah ini:
Tabel. 3.1 Rangkuman aktivitas model pengembangan ADDIE.
Tahap Tahapan Output
pengembangan
Analysis Melakukan analisis masalah Kebutuhan belajar
berupa analisis kebutuhan, mahasiswa dan capaian
kurikulum dan karakter mahasiswa pembelajaran.
untuk mengidentifikasi
pencapaiaan pembelajaran pada
mata kuliah.

Design Menentukan dan menyusun Rancangan awal silabus,


komponen-komponen perangkat
RPS, modul, instrumen
pembelajaran seperti silabus, RPS
dan modul pembelajaran serta penilaian, metode
instrument penilaian sesuai dengan
pembelajaran.
metode pembelajaran yang
digunakan.

Development Melakukan pengembangan Perangkat pembelajaran


silabus, RPS, dan modul.
RPS, modul, dan
Kemudian Pengembangan RPS,
modul dan instrument penilaian instrumen penilaian yang
tersebut divalidasi.
valid

Implementation Melakukan ujicoba perangkat Pelaksanan pembelajaran


pembelajaran untuk mengetahui
terbimbing dan mandiri
kefektifan dan kepraktisan.

Evaluation Melakukan terhadap perangkat Perangkat pembelajaran


pembelajaran demi meningkatkan yang valid, efektif,
efisiensi dan efektifitas belajar praktis efesien.
mahasiswa dalam menggapai
capaian pembelajarannya.
36

Tahapan

a. Analisis kebutuhan
1. Analisis. b. Analisis kurikulum
c. Analisis karakterristik
mahasiswa

2. Design model a. Silabus


pembelajaran School b. RPS
Based Enterprise. c. Modul Pembelajaran

Validasi Model Pembelajaran


Dengan Para pakar dan Ahli,
3. Development
menghasilkan Perangkat
pembelajaran Yang Valid

4. Implementasi Uji Coba Model Pembelajaran


School Based Enterprise

Penyempurnaan Model
Pembelajaran School Based
5. Evaluasi Enterprise, Sehingga
Melahirkan Perankat
Pembelajaran Yang valid
Efektif dan Praktis.

Gambar 3.1. Rancangan Perangkat Pembelajaran School Based


Enterprise Dengan Pendekatan Addie
37

C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian pada penelitian ini adalah mahasiswa prodi teknik
mesin Akademi Komunitas Negeri Tanah Datar tingkat II semester Genap
tahun 2018/2019.

D. Jenis Data
Jenis data penelitian yang digunakan dalam pengembangan perangkat
pembelajaran ini berupa data kualitatif dan data kuantitatif.
1. Data Kualitatif
Data kualitatif diperoleh dari hasil validasi oleh ahli materi, ahli
media, dan dosen teknik mesin serta angket respon mahasiswa yang berupa
masukan/komentar.
2. Data Kuantitatif
a. Data kuantitatif diperoleh dari hasil validasi yang berupa penskoran
terhadap perangkat yang dikembangkan dengan skala 1 sampai 5 untuk
setiap butir kriteria.
b. Data dari angket yang diisi oleh responden terhadap perangkat yang
dikembangkan dengan penskoran skala 1 sampai 5 untuk setiap butir
pernyataan.
c. Hasil belajar mahasiswa.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data diperoleh dengan melakukan observasi dan
angket yang telah diisi. Angket terdiri dari angket penilaian perangkat
pembelajaran, angket respon, dan hasil belajar.
1. Metode Observasi
Observasi dilaksanakan mulai dari awal penelitian dan uji coba
dilakukan untuk memperoleh data-data pendukung yang dapat digunakan
untuk acuan penyusunan serta perbaikan dalam pengembangan perangkat
pembelajaran praktek produksi. Observasi yang dilakukan adalah analisis
kebutuhan dan wawancara terhadap dosen serta mahasiswa Teknik
mesin AKNTD.
38

2. Metode Angket
Menurut Sugiyono (2010:142) “Angket (kuesioner) merupakan
teknik/alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawab oleh subjek penelitian”. Bentuk angket yang digunakan adalah
angket tertutup, angket tersebut sudah disediakan jawaban dan responden
diminta untuk memberi keterangan atau jawaban atas butir-butir pernyataan
yang sesuai dengan keadaan sesungguhnya.
3. Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar diberikan kepada peserta didik pada akhir
pembelajaran. Tes ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan mahasiswa
dan mengukur keefektifan dari perangkat pembelajaran yang
dikembangkan setelah digunakan oleh peserta didik.

F. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data
deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan kevalidan, kepraktisan, dan
keefektifan penggunaan perangkat pembelajaran Praktek produksi. Data hasil
validasi ahli materi, dosen teknik mesin, hasil angket respon Mahasiswa, dan
nilai tes hasil belajar peserta didik dianalisis sehingga diketahui kelayakan
perangkat pembelajaran dilihat dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan
keefektifan. Berikut langkah-langkah analisis datanya.
1. Analisis Validitas Perangkat Pembelajaran
Untuk mengukur validitas perangkat pembelajaran yaitu berdasarkan
hasil analisis data lembar penilaian oleh ahli materi, ahli media, dan dosen
teknik mesin dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Melakukan penskoran masing-masing item yang divalidasi skala 1-5
dengan ketentuan :
Nilai 5 = sangat baik
Nilai 4 = baik
Nilai 3 = cukup baik
39

Nilai 2 = kurang baik


Nilai 1 = tidak baik
b. Menjumlahkan skor dari tiap validator untuk seluruh indikator
c. Pemberian nilai persentase kevalidan dari tiap validator dengan rumus :

d. Menentukan tingkat kevalidan perangkat pembelajaran dengan kriteria


pada tabel berikut :
Tabel 3.2. Kategori Validitas
No Tingkat Pencapaian (%) Kategori
1 90 – 100 Sangat valid
2 80 – 89 Valid
3 65 – 79 Cukup Valid
4 55 – 64 Kurang Valid
5 0 – 54 Tidak Valid
Sumber : Ngalim Purwanto (2009:82)
e. Nilai validitas digunakan rumus Aiken’s V :

Keterangan :
S = r – l0
l0 = angka penilaian validitas terendah (dalam hal ini = 1)
c = angka penilaian validitas tertinggi (dalam hal ini = 5)
r = angka yang diberikan validator
Untuk menentukan nilai kevalidan menurut Saifudin Azwar
(2014:113), rentang angka V yang didapat akan diperoleh antara 0 sampai
1,00 sehingga untuk rentang ≥ 0,667 dapat diinterpretasikan sebagai
koefisien yang cukup tinggi, sehingga dapat dikategorikan bahwa kategori
validitasnya berada dalam kategori “valid”.
2. Analisis kepraktisan Perangkat Pembelajaran
40

Analisis kepraktisan pembelajaran berbasis proyek dengan angket


respon mahasiswa dapat dianalisis dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Data kuantitatif yang diperoleh dari angket respon siswa yang disusun
dengan skala Likert interval 1 sampai dengan 5 dihitung skor rata-
ratanya untuk tiap butir pernyataan dengan pedoman penskoran sebagai
berikut.
Tabel 3.3. Pedoman Penskoran Angket Respon

Skor untuk Skor untuk


Respon
Pernyataan Positif Pernyataan Negatif
Sangat Setuju 5 1
Setuju 4 2
Cukup 3 3
Kurang Setuju 2 4
Tidak Setuju 1 5
b. Menjumlahkan skor dari tiap siswa untuk seluruh pernyataan
c. Pemberian nilai persentase kepraktisan dengan rumus :

d. Nilai rata-rata persentase dari angket respon siswa kemudian


dicocokkan dengan kriteria kepraktisan pada Tabel.
Tabel 3.4. Kategori praktis pembelajaran
No Tingkat Pencapaian (%) Kategori
1 90 – 100 Sangat praktis
2 80 – 89 Praktis
3 65 – 79 Cukup praktis
4 55 – 64 Kurang praktis
5 0 – 54 Tidak praktis
Sumber : Ngalim Purwanto (2009:82)
Produk yang dikembangkan dikatakan memenuhi aspek kepraktisan
baik jika minimal tingkat kepraktisan yang dicapai adalah Praktis.
41

3. Analisis keefektifan Perangkat Pembelajaran


Berikut adalah langkah-langkah untuk mengetahui tingkat keefektifan dari
produk yang dikembangkan, yaitu berdasarkan dari data hasil tes belajar
siswa.
a. Memberikan skor jawaban pada setiap butir jawaban yang diperoleh
peserta didik berdasarkan rubrik penilaian yang telah dibuat.
b. Menjumlah skor yang diperoleh peserta didik.
c. Menghitung nilai yang diperoleh masing-masing peserta didik.
d. Mengkategorikan nilai peserta didik
e. Menghitung persentase peserta didik yang telah dicapai dengan rumus.
f. Mengkategorikan persentase ketuntasan peserta didik berdasarkan
kriteria penilaian kecakapan akademik menurut Eko Putro Widoyoko
(2014: 242).
Tabel 4.5. Kriteria Penilaian Kecakapan Akademik

Persentase Ketuntasan Kategori


K > 80 Sangat Efektif
60 < K ≤ 80 Efektif
40 < K ≤ 60 Cukup Efektif
20 < K ≤ 40 Kurang Efektif
K ≤ 20 Tidak Efektif
Keterangan: K = persentase ketuntasan
Produk yang dikembangkan dikatakan baik jika memiliki tingkat
keefektifan dengan persentase ketuntasan dalam kategori efektif.

Anda mungkin juga menyukai