Anda di halaman 1dari 85

PEMANFAATAN TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilis sp.

) PADA
PEMBUATAN ANEKA KUDAPAN SEBAGAI ALTERNATIF
MAKANAN BERGIZI UNTUK PROGRAM PMT-AS

Dewanti Putri Pratiwi

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan


Tepung Sukun (Artocarpus altilis Sp.) pada Pembuatan Aneka Kudapan
Sebagai Alternatif Makanan Bergizi untuk Program PMT-AS adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya
kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Dewanti Putri Pratiwi


NIM I14080111

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan
pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.
ABSTRACT
DEWANTI PUTRI PRATIWI. Utilization of Breadfruit Flour in Production of
Snacks as Nutritious Foods for School Supplementary Feeding (PMT-AS)
Programme. Under supervision of Ahmad Sulaeman and Leily Amalia

The aim of this research was to utilize breadfruit flour in production of nutritious
snack foods for School Supplementary Feeding (PMT-AS) programme. There
were three products developed in this study, is brownies, pia, and croquette. The
research was conducted using experimental design. The proportions of breadfruit
flour and wheat flour were different for each product, which brownies was
formulated using 70:30, 80:20, 90:10, and 100:0; whereas bakpia and croquette
was formulated by 50:50, 60:40, 70:30, and 80:20. According to organoleptic test,
selected products were brownies with 90% breadfruit flour, pia with 60%
breadfruit flour, and croqquette with 60% breadfruit flour. Proximate analysis
showed that 100 grams brownies contained 409 Kcal energy and 7,5 grams
protein, 100 grams pia had 383 Kcal energy and 6,7 grams protein and croquette
had the highest energy and protein content is 455 Kcal and 9,9 grams protein. In
conclusion, all products are suitable as alternative snacks for PMT-AS
programme. The products have fulfilled 300 Kal energy and 5 grams protein per
serving size. Considered also the cost of production, these products have fufilled
criteria to be used in PMT-AS programme.
Keywords: breadfruit, brownies, croquette, pia, PMT-AS programme, snacks.
RINGKASAN

DEWANTI PUTRI PRATIWI. Pemanfaatan Tepung Sukun (Artocarpus altilis Sp.)


pada Pembuatan Aneka Kudapan Sebagai Alternatif Makanan Bergizi untuk
Program PMT-AS. Di bawah bimbingan Ahmad Sulaeman dan Leily Amalia

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tepung sukun


(Arthocarpus altilis) dalam pembuatan aneka kudapan (brownies, pia, kroket)
sebagai salah satu alternatif makanan bergizi dalam program PMT-AS.Tujuan
khusus penelitian ini adalah 1) mempelajari proses pembuatan tepung sukun dan
menganalisis kandungan zat gizi tepung sukun 2) mempelajari cara pembuatan
dan formulasi aneka kudapan basah dengan subtitusi tepung sukun 3)
menganalisis sifat organoleptik kudapan dan tingkat kesukaan terhadap kudapan
untuk menentukan formula terpilih 4) menganalisis kandungan zat gizi aneka
kudapan dari formula terpilih 5) menganalisis daya terima anak sekolah terhadap
aneka kudapan dengan formula terpilih 6) menganalisis kesesuaian kudapan
berbahan dasar tepung sukun untuk program PMT AS.
Penelitian dilakukan melalui dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menganalisis sifat
fisik dan kimia tepung sukun dan mengetahui formulasi yang tepat dalam
penggunaan tepung sukun sebagai bahan dasar pembuatan kudapan basah.
Penelitian lanjutan dilakukan untuk mengetahui sifat organoleptik dari formulasi
terpilih, melakukan analisis zat gizi terhadap formulasi produk terpilih, dan
mengetahui daya terima anak sekolah terhadap produk dengan formulasi terpilih.
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan.
Pembuatan tepung sukun dilakukan melalui tahap pengupasan,
perendaman dengan larutan natrium metabisulfit 0,3%, pengirisan, pengeringan
menggunakan oven dengan suhu 600C sampai mudah patah, penghalusan
menggunakan blender dan pengayakan menggunakan ayakan 60 mesh.
Rendemen tepung sukun yang dihasilkan dari 36,118 kg adalah 20,33%.
Kandungan zat gizi tepung sukun hasil analisis terdiri dari kadar air 9,2%, abu
1,9% (bb), lemak 0,38% (bb), protein 2,83% (bb), karbohidrat 85,65% (bb).
Tepung sukun dibuat menjadi 3 jenis kudapan dengan cara pengolahan yang
berbeda, yaitu brownies kukus, pia (panggang), dan kroket (goreng). Brownies
dibuat dengan formulasi 70%, 80%, 90%, dan 100%. Pia dan kroket dibuat
dengan formulasi 50%, 60%, 70%, dan 80%.
Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah tepung sukun
menyebabkan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap parameter warna brownies dan
warna kroket, namun tidak berpengaruh nyata (p>0,05) dengan warna pia. Hasil
uji ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung sukun tidak mempengaruhi
(p>0,05) kesukaan panelis terhadap warna produk brownies dan pia, namun
berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kesukaan untuk parameter warna kroket.
Hasil uji ragam menunjukkan bahwa perbedaan jumlah tepung sukun tidak
berbeda nyata (p>0,05) terhadap parameter aroma sukun produk brownies dan
pia, namun berbeda nyata (p<0,05) pada produk kroket.
Hasil uji ragam menunjukkan bahwa aroma produk brownies dan kroket
berbeda nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan, namun tidak berbeda nyata
(p>0,05) pada produk pia. Berdasarkan penilaian panelis produk brownies yang
paling disukai adalah yang beraroma sukun agak lemah, sedangkan produk
kroket yang disukai adalah yang beraroma sukun agak kuat. Produk pia yang
paling disukai panelis adalah yang memiliki aroma biasa (kuat tidak, lemah juga
tidak). Hasil uji ragam menunjukkan bahwa perbedaan jumlah tepung sukun
terhadap rasa sukun produk brownies dan pia tidak berbeda nyata (p>0,05),
sedangkan pada produk kroket berbeda nyata (p<0,05). Hasil uji ragam
menunjukkan bahwa perbedaan jumlah tepung sukun terhadap rasa manis
produk brownies berbeda nyata (p<0,05), namun tidak berbeda nyata pada
produk pia. Hasil uji ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata
(p>0,05) antara penambahan tepung dengan rasa gurih produk pia, dan berbeda
nyata (p<0,05) terhadap kroket.
Hasil uji ragam menunjukkan bahwa formulasi tepung sukun tidak
berbeda nyata (p>0,05) dalam hal tingkat kesukaan terhadap rasa pada produk
brownies dan pia, namun berbeda nyata (p<0,05) pada produk kroket. Produk
brownies dengan rasa yang paling disukai panelis memiliki rasa sukun agak
lemah dan rasa manis yang agak kuat. Produk pia yang paling disukai adalah
yang memiliki rasa sukun biasa, rasa gurih yang lemah rasa manis yang agak
kuat. Produk kroket yang paling disukai adalah yang memiliki rasa sukun biasa
(tidak lemah dan tidak kuat) dan rasa gurih yang agak kuat.
Hasil uji ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung sukun terhadap
masing-masing formula tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap tekstur brownies,
sedangkan pada produk pia dan kroket berbeda nyata (p<0,05). Hasil uji ragam
menunjukkan bahwa tekstur pada masing-masing formulasi berbeda nyata
(p<0,05) terhadap tingkat kesukaan produk brownies dan kroket, sedangkan
pada produk pia tidak berbeda nyata. Produk brownies yang paling disukai
panelis adalah bertekstur lunak, sedangkan produk pia yang paling disukai
adalah yang bertekstur agak lunak. Panelis menyukai produk kroket yang
bertekstur biasa hingga agak keras.
Berdasarkan hasil uji hedonik, diketahui bahwa produk dengan rasa yang
paling disukai dan ditetapkan sebagai formula terpilih adalah brownies dengan
formulasi 90%, produk pia dengan formulasi 60%, dan produk kroket dengan
formulasi 60%. Setiap 100 gram brownies, mengandung 409 kkal energi dan 7,5
gram protein, sedangkan 100 gram pia mengandung 383 kkal energi dan 6,7
gram protein. Kandungan energi terbesar kudapan adalah pada kroket yaitu, 455
kkal energi dan 9,9 gram protein.
Takaran saji untuk produk brownies adalah 74 gram untuk mencukupi
persyaratan PMT AS. Produk pia memiliki takaran saji 80 gram untuk mencukupi
persyaratan PMT AS, sedangkan produk kroket memiliki takaran saji 67 gram.
Berdasarkan hasil uji daya terima terhadap sasaran diketahui bahwa 85% anak
sekolah memiliki daya terima yang baik terhadap kudapan yang disajikan dan
100% menyukai seluruh jenis kudapan.
i

PEMANFAATAN TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilis sp.) PADA


ANEKA KUDAPAN SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN BERGIZI
PROGRAM PMT-AS

Dewanti Putri Pratiwi

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ii

Judul Skripsi : Pemanfaatan Tepung Sukun (Artocarpus Altilis Sp.)


pada Aneka Kudapan sebagai Alternatif Makanan
Bergizi Program PMT-AS
Nama : Dewanti Putri Pratiwi
NIM : I14080111

Disetujui oleh :

Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS Leily Amalia, STP, M.Si


Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Diketahui oleh :

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS.


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
iii

PRAKATA

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha


Kuasa karena dengan kekuatan dan karunia-Nya, skripsi yang berjudul
“Pemanfaatan Tepung Sukun (Artocarpus altilis sp.) pada Pembuatan Kudapan
sebagai Alternatif Makanan Bergizi untuk Program PMT-AS” dapat terselesaikan.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari
banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman MS, dan Ibu Leily Amalia, STP, M.Si selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak motivasi,
arahan dan masukkan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
2. Dr. drh. M. Rizal M. Damanik, M.Rep selaku dosen penguji atas saran
dan bimbingannya untuk penyempurnaan skripsi ini dan Dr. Ir. Ikeu
Tanziha, MS selaku dosen pembimbing akademik untuk bimbingannya.
3. Sahabat-sahabat GM 45 Ika, April, Didik Tryascipta, Ayu Sekar, Desiani,
Rahman, Gita, Nazhif, Ade Ayu, Didik Toro, Saman‟ers GM 45 atas
persahabatan dan keceriaan yang diberikan, dan Rohadi untuk bantuan,
dukungan, dan motivasi yang tiada henti kepada penulis.
4. Pengurus Himagizi 2010 (Grevi, Nurayu, Faqih, dan Vita) untuk
pengalaman yang tidak terlupakan.
5. Ririn NA dan Radini Ayu untuk kebersamaannya di IPB.
6. Teman-teman Gizi Masyarakat 45, kakak kelas GM 44, adik kelas GM 46
serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu dan mendukung penulis.
7. Kedua orang tua, H. Agus Setyo Sudewo dan Hj. Nurhayati, serta adik-
adik tersayang atas cinta kasih dan dukungannya baik moril maupun
materil kepada penulis.
Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan tidak lepas dari
kesalahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak untuk penyempurnaan skripsi ini.
Bogor, Maret 2013

Penulis
iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan


Agus Setyo Sudewo dan Nurhayati. Penulis lahir di Jakarta pada tanggal
24 November 1990. Pendidikan formal penulis diawali dari TK Islam
Amanah 1994-1996, SD Negeri Rama 1 Tangerang pada tahun 1996-
2002, dan melanjutkan masa pendidikannya di SMP Negeri 9 Tangerang
pada tahun 2002-2005 serta SMA Negeri 65 Jakarta pada tahun 2005-
2008. Penulis diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama masa perkuliahan penulis aktif berpartisipasi dalam
kegiatan kemahasiswaan dan kepanitiaan. Penulis pernah menjadi
Sekertaris Umum di Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI), dan
anggota Klub Kulinari HIMAGIZI. Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan
yang diselenggarakan oleh BEM Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) dan
HIMAGIZI. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa
Condongcampur, Kecamatan Pejawaran, Banjarnegara pada tahun 2011
dan Internship Dietetik di Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi Bogor pada
tahun 2012. Selain itu, penulis juga aktif menjadi asisten praktikum MK.
Percobaan Makanan tahun 2012. Penulis menyelesaikan tugas akhir ini
untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, IPB.
v

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ………………........... …………………………………………………. v
DAFTAR TABEL ……………..…....
………………………………………….………. vii
DAFTAR GAMBAR…………..…....………………………………………….………. vii
………………………………………….………. Viii
DAFTAR LAMPIRAN…………..…....
PENDAHULUAN ……………........……………………………….…………………. 1
Latar Belakang ………..…….. ………………………………….………………. 1
Tujuan Penelitian ..………….….
………………………………….………………. 3
Kegunaan Penelitian ….……...………………………………….………………. 3
TINJAUAN PUSTAKA ……….…....
………………………………….………………. 4
Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS).………............ 4
Sukun ...............……………..……………………………………………….…. 5
Tepung Sukun....………………………………………………………………… 7
Kudapan.......................………………………………………………………… 9
Brownies …………………………………………………………………………. 10
Kroket........ ………………………………………………………………… 12
Bakpia.......................................................................................................... 12
METODE PENELITIAN ……...…..…………….……………………………………. 14
Tempat dan Waktu ............................…..……………………………………. 14
Alat dan Bahan ................................……………………………………….…. 14
Metode............................................…………………………………………… 14
Penelitian Pendahuluan......................................…………………….. 15
Penelitian Lanjutan........................……………………………………… 18
Rancangan Percobaan …………………………………………………........... 21
Pengolahan dan Analisis Data.………………………………………………… 22
HASIL DAN PEMBAHASAN…….....……………..………………………………… 23
Pembuatan Tepung Sukun ...................…..……………………………………. 23
Formulasi Kudapan PMT AS Berbahan Dasar Tepung Sukun........…….…. 25
Brownies......................................……………………............................ 25
Pia...................................................……………………………………… 27
Kroket...................…………………………………………………........... 28
Karakteristik Organoleptik Kudapan.………………………………………… 29
Analisis Zat Gizi Kudapan Formula Terpilih.…………………………………… 39
Analisis Daya Terima dan Kesukaan Anak Sekolah……………………………43
vi

Analisis Kesesuaian Kudapan untuk Program PMT AS……………………… 44


KESIMPULAN DAN SARAN…..…………..………………………………………. 48
Kesimpulan………………………..........................................................…… 48
Saran.........………………………..........................................................…… 49
DAFTAR PUSTAKA …………………………..……………………………………….50
LAMPIRAN ...........…………………………..………………………………………. 54
vii

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kandungan zat gizi sukun tiap 100 gram dengan BDD 70% ...……........... 6
2. Komposisi zat gizi buah sukun muda dan sukun tua……………......…….. 6
3. Komposisi kimia aneka tepung umbi-umbian dan buah-buahan.…............ 7
4. Hasil analisis proksimat tepung sukun (%bk) ……...........………….……… 7
5. Formula pia sukun..................................... ……………….………............... 16
6. Formula kroket sukun............................................... ……………….……… 16
7. Formula brownies sukun............................................. ……………….………18
8. Komposisi kimia tepung sukun................................. ……………….……… 24
9. Zat gizi kudapan berbahan dasar tepung sukun per 100 gram .................. 40
10. Jumlah energi dan protein kudapan per takaran saji……….……............… 43
11. Daya terima kudapan terpilih pada anak sekolah .............………….……… 44
12. Persentase kesukaan terhadap kudapan ………............……….………...... 44
13. Biaya pembuatan tepung sukun............................... ……………….……… 45
14. Biaya pembuatan brownies....................... …………...............…….……… 46
15. Biaya pembuatan pia................................................ ……………….……… 46
16. Biaya pembuatan kroket........................... ……………….………................ 47

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Skema pembuatan tepung sukun......................................…….................. 14
2. Diagram alir pembuatan pia.............................................……................... 17
3. Diagram alir pembuatan kroket............................................……................. 17
4. Diagram alir pembuatan brownies.........................................……............... 18
5. Tepung sukun yang dihasilkan........................................……................... 23
6. Brownies kukus sukun......................................................…….................. 26
7. Produk pia sukun.............................................................……......................27
8. Kroket sukun matang.......................................................…… .................. 28
9. Diagram karakteristik mutu hedonik brownies............... ................................
29
10. Diagram karakteristik hedonik brownies............... ...........................…….. 29
11. Diagram presentase kesukaan panelis terhadap brownies......... ................30
12. Diagram karakteristik mutu hedonik pia................ ...................................…33
13. Diagram karakteristik hedonik pia................................... ......................… 33
viii

14. Diagram presentase kesukaan panelis terhadap pia... ...........................….34


15. Diagram karakteristik mutu hedonik kroket........................... ................... 36
16. Diagram karakteristik hedonik kroket.................................……. ................. 37
17. Diagram presentase kesukaan panelis terhadap kroket.....…….. ................37

DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuisioner mutu hedonik produk ......................................................................55
2. Kuisioner hedonik produk ..............................................................................58
3. Hasil uji ragam mutu hedonik brownies ..........................................................61
4. Hasil uji ragam hedonik brownies...................................................................62
5. Hasil uji ragam mutu hedonik pia ...................................................................63
6. Hasil uji ragam hedonik pia ............................................................................64
7. Hasil uji ragam mutu hedonik kroket .................................................... 64
8. Hasil uji ragam hedonik kroket ............................................................. 67
9. Kuisioner uji kesukaan sekolah ............................................................ 69
10. Hasil uji daya terima kudapan ............................................................ 70
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kualitas hidup manusia merupakan suatu ukuran tingkat kesejahteraan
hidup manusia yang dapat diukur dengan berbagai indikator. Kualitas hidup
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu pangan (unsur gizi), kesehatan,
pendidikan, informasi teknologi, dan jasa pelayanan lainnya. Sumberdaya
manusia yang mengonsumsi makanan dengan gizi yang berimbang akan hidup
sehat dan memiliki ketahanan yang baik terhadap penyakit sehingga lebih mudah
dalam menerima pendidikan dan mengenal informasi dan teknologi (Jalal et al.
1998)
Salah satu periode perkembangan dan pertumbuhan manusia yang
utama adalah pada usia sekolah. Anak-anak usia sekolah yaitu pada rentang 6-
12 tahun berada dalam periode growth spurt dalam periode kehidupan manusia.
Dalam periode ini, terjadi perkembangan yang pesat baik dari segi kognitif,
motorik, maupun sosial emosional pada anak (Manik 2001). Salah satu faktor
pendukung dalam proses perkembangan ini adalah terpenuhinya kebutuhan gizi
anak. Pemenuhan gizi yang sesuai dengan kebutuhan akan mendorong
pertumbuhan yang baik dan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Oleh
karena itu, untuk membentuk generasi yang sehat, cerdas, dan produktif
diperlukan pemenuhan zat gizi sesuai dengan kebutuhan anak–anak dalam
rentang usia ini.
Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan gizi anak sekolah, pemerintah
telah menjalankan program Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah
(PMT-AS) di sekolah dasar (SD) dan taman kanak-kanak (TK) di berbagai
daerah di Indonesia. Program ini adalah salah satu program strategis pemerintah
di bawah Kementerian Pendidikan & Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri,
Kemeterian Agama dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
PMT-AS ini bertujuan untuk mencegah masalah kekurangan energi dan protein
pada siswa Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) sekaligus
mengupayakan mengurangi kecacingan pada anak. Dampak pelaksanaan PMT-
AS bagi peserta didik usia sekolah dasar diharapkan dapat memberi pengaruh
positif terhadap ketahanan fisik anak. Ketahanan belajar siswa pada jam
pelajaran di sekolah dan pada akhirnya dapat mempengaruhi prestasi belajar
anak di sekolah (Tim Koordinasi PMT-AS Pusat 2010).
2

Agar tujuan dari program dapat tercapai dengan baik, penyelanggaraan


PMT-AS memiliki pedoman yang meliputi standar pelaksanaan kegiatan dan
penyediaan makanan. Penyediaan makanan pada program PMT-AS mencakup
beberapa persyaratan dalam hal bentuk, kandungan gizi, dan bahan makanan
yang digunakan. Syarat penggunaan bahan makanan salah satunya adalah
sebaiknya menggunakan bahan hasil pertanian setempat (Tim Koordinasi PMT-
AS Pusat 2010).
Buah sukun adalah tumbuhan dari genus Artocarpus dalam family
Moraceae. Sukun merupakan tumbuhan lokal yang memiliki prospek cukup baik
karena dapat tumbuh dengan baik tanpa perawatan intensif. Sukun mulai
berbuah pada umur 2,5-3 tahun dan dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian
0-700 meter di atas permukaan laut. Pohon sukun berbuah dua kali dalam
setahun pada saat hujan (Januari-Maret) dan kemarau (Juli-September) (Sunarto
1988). Daerah penyebaran tanaman ini hampir merata di seluruh daerah di
Indonesia, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Keunggulan dari tanaman ini
adalah penyebarannya yang terdapat di sebagian besar kepulauan Indonesia
serta jarang terserang hama dan penyakit yang membahayakan.
Kurangnya informasi mengenai potensi buah sukun menyebabkan,
pemanfaatannya tidak maksimal. Pemanfaatan buah sukun yang dikenal oleh
masyarakat adalah melalui proses perebusan, penggorengan, pembuatan
keripik, difermentasi, dan cara tradisonal lainnya. Menurut Anna (1991), sukun
dapat dimanfaatkan sebagai pengganti sumber karbohidrat yang sudah ada,
seperti beras, ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas, dan lain-lainnya.
Buah sukun yang diolah menjadi tepung memiliki beberapa keunggulan.
Tepung sukun mudah diolah menjadi produk lain dan kandungan zat gizi buah
sukun yang ditepungkan relatif tetap dan tidak berubah (Anonim 1994).
Berdasarkan penelitian Badan Litbang Industri Surabaya, flavour khas sukun
yang dimiliki tepung sukun juga meningkatkan daya terima kue yang berbahan
dasar sukun. Pemanfaatan tepung berbahan dasar sukun diharapkan dapat
menjadi salah satu alternatif pembuatan kudapan untuk program PMT-AS. Selain
karena potensi pengembangan yang cukup baik, tepung sukun juga memiliki
kandungan zat gizi yang cukup baik, yaitu energi sebesar 302 kkal dan protein
sebesar 3,2 gram (Cahyono 2009). Pembuatan PMT-AS berbahan dasar tepung
sukun diharapkan dapat menghasilkan kudapan berbahan dasar lokal yang
bernilai gizi baik.
3

Tujuan

Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui cara pembuatan aneka
kudapan yang berbahan dasar tepung sukun sebagai salah satu alternatif
makanan bergizi dalam program PMT-AS.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari proses pembuatan tepung sukun dan menganalisis
kandungan zat gizi tepung sukun
2. Mempelajari cara pembuatan dan formulasi aneka kudapan dengan
subtitusi tepung sukun
3. Menganalisis pengaruh penambahan tepung sukun terhadap sifat
organoleptik kudapan dan tingkat kesukaan terhadap kudapan untuk
menentukan formula terpilih
4. Menganalisis kandungan zat gizi aneka kudapan dengan subtitusi tepung
sukun dari formula yang terpilih
5. Menganalisis daya terima sasaran terhadap aneka kudapan dengan
subtitusi tepung sukun
6. Menganalisis kesesuaian kudapan untuk program PMT-AS
Kegunaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai pemanfaatan buah sukun menjadi kudapan untuk program PMT-AS.
Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sumber informasi
mengenai nilai gizi dan potensi dari buah sukun yang masih jarang dimanfaatkan
oleh masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya ragam menu
kudapan bagi masyarakat dan memberikan informasi pengembangan produk
bagi industri makanan.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Penyediaan Makanan Tambahan Anak sekolah (PMT-AS)


Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) merupakan
program pemerintah yang bertujuan untuk memperbaiki asupan gizi peserta didik
TK/SD dan RA/MI sehingga meningkatkan ketahanan fisik, minat, dan
kemampuan belajar dalam rangka menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan
Kompetitif. Pengertian dari program PMT-AS adalah kegiatan pemberian
makanan kepada peserta didik TK/SD dan RA/MI dalam bentuk kudapan yang
aman dan bermutu beserta kegiatan pendukung lainnya, dengan memperhatikan
aspek mutu dan keamanan pangan (Tim Koordinasi PMT-AS Pusat 2010).
Sasaran penerimaan program PMT-AS adalah seluruh peserta didik
TK/SD baik negeri maupun swasta di wilayah kabupaten terpilih yang ditetapkan
dengan Surat Keputusan (SK) Bupati dan peserta RA/MI baik negeri ataupun
swasta di di wilayah kabupaten terpilih yang ditetapkan dengan Surat Keputusan
(SK) Dirjen Pendidikan Islam. Penetapan kabupaten didasarkan pada kriteria: (a)
kabupaten tertinggal (Kementrian PDT, 2010); (b) persentase penduduk miskin
(BPS 2008); dan (c) prevalensi penduduk stunting (Riskesdas 2007) (Tim
Koordinasi PMT-AS Pusat 2010).
Menurut Pedoman Penyelenggaraan PMT-AS (2010), program PMT-AS
memiliki beberapa persyaratan khusus dalam hal kudapan yang disajikan.
Bentuk makanan tambahan adalah berupa kudapan yang menyediakan 10-20%
dari kebutuhan energi dan protein peserta didik. Beberapa syarat lain adalah
mencakup kandungan gizi, keamanan makanan, dan cita rasa. Kandungan gizi
makanan kudapan harus mengandung minimal 300 kkal dan 5 gram protein
untuk setiap hari pelaksanaan PMT-AS. Jumlah tersebut senilai dengan
masukkan kalori dan protein makanan pagi peserta didik.
Kudapan yang disediakan juga perlu diperhatikan dalam segi keamanan
sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan terhadap berbagai kemungkinan
cemaran pangan (mikrobiologis, kimia, dan fisik) pada berbagai tahap
penyelenggaraan PMT-AS. Faktor lainnya yang juga harus menjadi
pertimbangan adalah penerimaan anak terhadap kudapan yang disajikan. Cita
rasa makanan sangat diperlukan, sehingga diperlukan kreativitas dalam
pengolahan dan penyajian termasuk dalam penggunaan bumbu dan bahan
tambahan pangan yang aman dan disukai anak (Tim Koordinasi PMT-AS Pusat
2010).
5

Bahan pangan yang digunakan sebagai bahan dasar dalam PMT-AS


sebaiknya menggunakan hasil pertanian setempat (desa, kecamatan, atau
kabupaten). Tujuannya adalah agar peserta didik dan masyarakat dapat
memanfaatkan bahan pangan dan makanan yang diproduksi dari usaha
pertanian setempat. Apabila bahan hasil pertanian setempat tidak tersedia, maka
dapat diperoleh dari produksi pertanian daerah sekitar, akan tetapi harus tetap
mempertimbangkan mutu gizi, dan daya terima peserta didik. Bahan utama
kudapan terutama mengandung sumber karbohidrat seperti ubi jalar, ubi kayu,
talas, sukun, sagu, beras, jagung, dan sebagainya. Bahan pangan lain dapat
diberikan untuk meningkatkan mutu gizi. Bahan-bahan tersebut merupakan
bahan sumber protein, seperti kacang-kacangan dan olahannya, susu, ikan,
telur, dan sebagainya yang diproduksi oleh usaha pertanian setempat (Tim
Koordinasi PMT-AS Pusat 2010).
Biaya yang diperhitungkan dalam penyelenggaraan kudapan PMT-AS
adalah biaya bahan makanan, biaya transportasi, biaya bahan bakar, „upah‟
tenaga kerja, dan biaya lain-lain. Biaya kudapan Rp2250,-/anak/hari untuk
Kawasan Barat Indonesia dan Rp2600,-/anak/hari untuk Kawasan Timur
Indonesia (Tim Koordinasi PMT-AS Pusat 2010).
Sukun
Menurut Depkes (1997), klasifikasi sukun adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Urticales
Suku : Moraceae
Marga : Artocarpus
Jenis : Artocarpus altilis (Park.) Fsb.
Sukun merupakan tanaman tropika yang daerah penyebarannya banyak
ditemukan di Pasifik dan Asia tropik dan menjadi salah satu bahan makanan
pokok yang penting bangsa Polinesia. Tanaman sukun hidup di iklim yang panas
(20-400C) dan lembap (curah hujan 2.000-3.000 mm dengan kelengasan nisbi
sekitar 70-90%) dan banyak dijumpai di daerah dataran rendah. Produktivitas
sukun di Nusantara antara 1,6 sampai 20 ton/ha per tahun. Produsen sukun yang
utama adalah Jawa Timur sekitar 9,7 ribu ton, Jawa Tengah (6,4 ribu ton), Jawa
6

Barat (3,3 ribu ton), DI Yogyakarta (3,0 ribu ton), Sulawesi Selatan (2,9 ribu ton),
dan Nusa Tenggara Timur (2,5 ribu ton) (Anonim 2001).
Hujan merupakan faktor utama yang mendukung pertumbuhan,
pembungaan, dan kecepatan tumbuh buah sukun. Tanaman sukun yang masih
kecil akan tumbuh baik di bawah naungan dan kemudian membutuhkan sinar
matahari penuh untuk tumbuh optimal (Verheij & Coronel 1997).
Menurut Depkes (1997), bunga dan daun sukun mengandung saponin,
polifenol, dan tanin, sedangkan kulit batangnya mengandung flavonida. Sukun
tanpa biji mengandung 70% bagian yang dapat dimakan (Verheij & Coronel
1997), yang tiap-tiap 100 gram berisi kandungan zat gizi seperti tercantum pada
Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan Zat Gizi Sukun Tiap 100 gram dengan BDD 70%
Kandungan Jumlah
Energi (kJ) 470-670
Air (g) 65-85
Fosfor (mg) 52-88
Lemak (g) 0,2-0,5
Karbohidrat (g) 21,5-31,7
Protein (g) 1,2-2,4
Kalsium (mg) 18-32
Besi (mg) 0,4-1,5
Vitamin A (IU) 26-40
Tiamin (mg) 0,10-0,14
Riboflavin (mg) 0,05-0,08
Niacin (mg) 0,7-1,5
Vitamin C (mg) 17-35
Sumber : Verheij & Coronel (1997)
Buah sukun siap untuk dipanen pada usia 15-19 minggu setelah proses
pembuahan (keluarnya bunga). Sukun muda dan sukun masak dapat
dimanfaatkan dengan berbagai cara pengolahan seperti perebusan, disangrai,
maupun digoreng. Kandungan karbohidrat yang tinggi pada sukun menjadikan
sukun banyak digunakan sebagai pangan alternatif sumber karbohidrat. Sukun
kemudian dimanfaatkan menjadi tepung atau pasta dan diolah kembali menjadi
kue basah, kue kering, pasta mie, dan roti. Menurut Prabawati & Suismono
(2009), sukun merupakan salah satu pangan sumber karbohidrat yang dijadikan
komoditas untuk menunjang diversifikasi pangan.
Sukun tua dan sukun muda dimanfaatkan dengan cara yang berbeda.
Buah sukun yang sudah tua dan hampir matang lebih banyak digunakan untuk
olahan rebus dan goreng, sedangkan sukun muda banyak digunakan untuk
olahan keripik (Verheij & Coronel 1997). Tabel 2 menyajikan data mengenai
komposisi zat gizi buah sukun muda dan tua.
7

Tabel 2 Komposisi zat gizi buah sukun muda dan sukun tua
Unsur-unsur Sukun muda Sukun tua
Air 87,1 69,1
Energi (Kal) 46 108
Protein (g) 2,0 1,4
Lemak (g) 0,7 0,3
Karbohidrat (g) 9,2 28,2
Kalsium (mg) 59 21
Fosfor (mg) 46 59
Besi (mg) - 0,4
Vitamin B1 (mg) 0,12 0,12
Vitamin B2 (mg) 0,06 0,06
Vitamin C(mg) 21 17
Serat (g) 2,2 -
Sumber : Considine (1982)

Selain merupakan sumber karbohidrat yang potensial, buah sukun juga


memiliki oligosakarida dengan ikatan α(1,3 glukosa) yang berpotensi sebagai
prebiotik (Ankaru 2010). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Kusnandar et al. (2007), bahwa buah sukun dapat digunakan sebagai sumber
prebiotik karena pada hasil kromatografi kertas ekstrak gula dari tepung sukun
menunjukkan bahwa daging buah sukun mengandung rafinosa dan oligosakarida
yang belum teridentifikasi. Penelitian yang dilakukan juga membuktikan bahwa
lima jenis bakteri asam laktat dapat tumbuh dengan baik pada media dengan
sumber gula dari ekstrak buah sukun. Selain itu penelitian ini juga menunjukkan
bahwa pada media dengan sumber gula dari ekstrak buah sukun, jumlah bakteri
patogen seperti Salmonella thypimurium, E. Coli, dan B. Cereus berkurang
jumlahnya.
Tepung Sukun
Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi
yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat
komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak
sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Winarno 2000 dalam
Widowati 2003). Prosedur pembuatan tepung dibedakan berdasarkan sifat dan
komponen kimia bahan pangan.
Beberapa produk hasil pertanian, seperti buah-buahan dan umbi-
umbian dapat diolah menjadi tepung karena kandungan karbohidrat yang
cukup. Buah sukun berpeluang untuk diolah menjadi tepung karena kadar
karbohidratnya yang cukup tinggi, yaitu 27,12%. Pemanfaatan tepung sukun
menjadi makanan olahan dapat mensubtitusi penggunaan terigu sampai 50
hingga 100% tergantung jenis produknya. . Tepung sukun mengandung 84,03%
8

karbohidrat, 9,90% air, 2,83% abu, 3,64% protein dan 0,41% lemak. Tabel 3
menunjukkan bahwa kandungan protein tepung sukun lebih tinggi dibandingkan
tepung ubi kayu, tepung ubi jalar, tepung pisang dan tepung haddise (Widowati,
et.al., 2001)

Tabel 3 Komposisi kimia aneka tepung umbi-umbian dan buah-buahan


Kadar (%)
Komoditas Air Abu Protein Lemak Karbohidrat
Pisang 10,11 2,66 3,05 0,28 84,01
Sukun 9,09 2,83 3,64 0,41 84,03
Labu kuning 11,14 5,89 5,04 0,08 77,65
Haddise 9,32 6,62 2,67 0,08 81,32
Ubikayu 7,80 2,22 1,60 0,51 87,87
Ubijalar 7,80 2,16 2,16 0,83 86,95
Sumber : Widowati et.al. 2001

Tepung sukun memiliki beberapa kekhasan. Aroma yang khas serta rasa
yang agak manis diharapakan membuat produk berbahan tepung sukun dapat
diterima dengan baik. Kekurangan dari tepung sukun adalah daya
pengembangannya yang kurang baik. Hal ini disebabkan karakteristik tepung
sukun yang berbeda dengan tepung terigu, tepung ini tidak memiliki gluten
Tepung sukun juga mengandung senyawa isoflavonoid yang mengakibatkan
terjadinya reaksi browning dan memberi warna yang lebih gelap dibandingkan
tepung terigu (Suprapti 2002).
Menurut Sutardi dan Supriyanto (1996), sifat tepung sukun mencerminkan
perilaku tepung sukun dalam kaitannya dengan kesesuainnya diolah menjadi
berbagai produk olahan makanan. Beberapa sifat tepung sukun yang penting
adalah kadar pati, kadar amilosa dan amilopektin, dan perbandingan antara
keduanya, bentuk dan ukuran granula pati sebagai sifat mikroskopis hidrasi
tepung sukun dan warna. Dari hasil penelitian Yohani (1995) diperoleh data,
tepung sukun tua dan tepung sukun muda memiliki kandungan dan karakteristik
yang berbeda (Tabel 4). Buah yang muda menghasilkan tepung sukun berwarna
putih kecoklatan. Semakin tua buah semakin putih warna tepungnya. Buah sukun
yang baik untuk diolah menjadi tepung adalah buah mengkal yang dipanen 10
hari sebelum tingkat ketuaan optimum, (Widowati, et.al. 2001).
Kapasitas hidrasi tepung sukun adalah sekitar 290%, lebih besar
dibandingkan kapasitas hidrasi tepung terigu yaitu 191,55% namun lebih kecil
dari kapasitas hidrasi tepung tapioka yaitu 333,30%. Kapasitas hidrasi tepung
menentukan jumlah tepung yang dibutuhkan untuk mencapai konsistensi adonan
yang sama. Tepung dengan kapasitas hidrasi yang lebih besar dibutuhkan dalam
9

jumlah yang lebih sedikit untuk mencapai konsistensi adonan yang sama dengan
tepung yang kapasitas hidrasinya lebih kecil. Tepung sukun juga memiliki suhu
gelatinisasi yang lebih tinggi dibadingkan dengan tepung terigu dan kandungan
amilosa yang lebih rendah dibandingkan tepung terigu (Meilani 2002). Hal ini
menunjukkan bahwa untuk pemasakan tepung sukun diperlukan energi yang
lebih tinggi dan waktu yang lebih lama. Menurut Winarno (1997), semakin kecil
amilosa atau semakin tinggi amilopektin, maka akan semakin lekat.
Bobot kotor buah sukun berkisar antara 1200-2500 g, rendemen daging
buah 81,21%. Dari total berat daging buah setelah disawut dan dikeringkan
menghasilkan rendemen sawut kering sebanyak 11 - 20% dan menghasilkan
rendemen tepung sebesar 10 - 18%, tergantung tingkat ketuaan dan jenis
sukun. Pengeringan sawut sukun menggunakan alat pengering sederhana
berkisar antara 5-6 jam dengan suhu pengeringan 55-60oC. Bila pengeringan
dengan sinar matahari lama pengeringan tergantung cuaca. Pada udara yang
cerah, lama pengeringan sekitar 1 - 2 hari.

Tabel 4 Hasil analisis proksimat tepung sukun (%bk)


Jenis Analisa Sukun tua Sukun muda
Air 8,68 4,65
Protein 2,84 0,35
Lemak 0,37 1,56
Abu 0,62 1,09
Karbohidrat 87,94 92,35
Sumber : Yohani (1995)
Menurut Meliani 2002, tepung sukun tua dengan pengeringan drum dryer
dapat dibuat menjadi cookies karena memiliki kandungan serat makanan larut air
dan daya terima yang tinggi. Cookies juga dapat disubtitusi hingga 80% dan
masih dapat diterima. Produk kudapan basah, seperti chiffon cake atau sponge
cake dapat disubtitusi tepung sukun sampai 100% namun biasanya hanya
disubtitusi sebesar 50%, sedangkan untuk roti tingkat subtitusi tepung sukun
adalah sekitar 10-20% (Widowati 2003) .
Kudapan
Makanan kudapan adalah makanan atau minuman yang dijual dan dapat
langsung dikonsumsi oleh pembeli di tempat. Makanan dan minuman ini terlebih
dahulu dimasak atau disiapkan di tempat produksi, di rumah, atau di tempat
penjualan. Makanan kudapan juga dapat diartikan sebagai makanan selingan
yang dikonsumsi di luar makanan besar, baik yang diperoleh penjaja makanan
maupun yang dibuat oleh ibu rumah tangga (Fardiaz & Fardiaz 1992).
10

Makanan kudapan dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan cara


pembuatannya, yaitu makanan kudapan tradisional seperti pisang goreng, nasi
uduk, dan lain-lain, dan non tradisional yang merupakan makanan-makanan
kudapan produksi pabrik. Makanan kudapan juga dibedakan menjadi tiga
berdasarkan jenis hidangannya yaiitu minuman, santapan, dan makanan kecil
(Widyanti 1989). Pengelompokkan makanan kudapan juga dapat dilakukan
berdasarkan bahannya, yaitu serealia, umbi-umbian, kacang-kacangan, sayuran,
ikan, daging, telur, susu, dan buah-buahan. Pengelompokkan ini bertujuan untuk
melihat bagian terbesar dari bahan yang ada pada kudapan tersebut (Guhardja
1994).
Makanan kudapan menyumbang energi yang cukup berarti bagi
pertumbuhan. Komalasari (1991) menyatakan bahwa makanan kudapan dapat
menyumbang energi 22% dan protein 15,5% dari konsumsi sehari. Sementara
penelitian Manik (2001), menyatakan bahwa pada anak usia sekolah, kontribusi
makanan jajanan adalah 15,5% untuk energi dan 4,2% untuk protein.
Menurut Sulasmi (1998), makanan jajanan yang disukai anak-anak
adalah aneka makanan yang memiliki warna yang menarik, serta rasa yang gurih
dan manis, seperti gula-gula, gorengan, atau cake manis (tar). Konsumen lebih
memperhatikan makanan jajanan dari segi rasa yaitu enak dan murah (Guhardja
1994). Menurut Megawangi (1994), makanan jajanan dapat menjadi penyuplai
zat gizi yang baik untuk pertumbuhan anak-anak jika dilakukan perbaikan
kandungan gizi terhadap makanan jajanan tersebut, baik secara kualitas maupun
kuantitasnya. Oleh sebab itu diperlukan kecermatan dalam mengerjakan,
menghidangkan dan memilih makanan jajanan terutama yang dikonsumsi oleh
anak-anak (Guhardja 1994).
Dalam upaya mengembangkan makanan tradisional, hal yang perlu
diperhatikan adalah upaya mengangkat citra bahan pangan lainnya yang dapat
menambah selera masyarakat. Bahan makanan tradisional meliputi aneka
makanan yang sebagian besar berasal dari padi, palawija, sayuran, dan buah-
buahan (Haerah 1993).
Brownies
Brownies merupakan salah satu jenis cake yang berwarna coklat
kehitaman. Ada dua macam brownies, yakni brownies oven dan brownies kukus.
Struktur brownies memiliki keseragaman pori ketika dipotong dan terlihat remah,
berwarna menarik, dan jika dimakan terasa lembut, lembab, dan menghasilkan
11

citarasa yang baik (Sunaryo 1985). Brownies bertekstur padat (agak bantat)
dibandingkan cake sehingga tidak membutuhkan pengembangan gluten
sebagaiman cake sehingga bahan bakunya dapat menggunakan tepung non-
terigu. Menurut Febrial (2009), subtitusi tepung non terigu dalam pembuatan
brownies dapat mencapai 100%.
Bahan-Bahan Pembuatan Brownies
Bahan penyusun utama brownies adalah telur, lemak, gula, coklat bubuk,
dark cooking chocolate, dan terigu. Bahan tambahannya antara lain emulsifier
dan pengembang (Sulistiyo 2006). Tepung yang umum digunakan dalam
pembuatan brownies adalah tepung terigu lunak. Alasan penggunaan tepung
tersebut adalah untuk membentuk adonan yang lebih lembut (Matz 1992). Di
dalam adonan, tepung berfungsi sebagai pembentuk struktur dan tekstur
brownies, pengikat bahan-bahan lain dan pendistribusi bahan-bahan lain secara
merata, serta pembentuk citarasa (Matz 1992).
Telur sebagai bahan utama penyusun brownies berfungsi sebagai
pengganti air, pembentuk struktur, pelembut, pengikat udara (aerasi), dan
pendistribusi adonan. Telur dapat mempengaruhi warna, aroma, dan rasa.
Kuning telur mengandung lesitin yang memiliki daya pengemulsi, sedangkan
putih telur membentuk tekstur yang lebih ringan (Berenbaum 2003).
Lemak dalam pembuatan brownies berfungsi melembutkan tekstur
membentuk citarasa, memacu pengembangan, membantu aerasi, emulsifikasi
adonan, dan meningkatkan nilai gizi. Lemak yang biasa digunakan adalah
mentega dan margarin. Margarin adalah lemak plastis yang dibuat dari proses
hidrogenasi parsial minyak nabati (Hariyadi et al. 2000).
Gula sebagai bahan penyusun brownies berfungsi memberikan rasa
manis, membentuk struktur, tekstur, dan keempukan, mengikat air, dan menjaga
kelembaban. (Berenbaum 2003). Selain itu, gula juga berfungsi sebagai
pengawet karena dapat mengurangi aw bahan pangan yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al. 1981).
Garam digunakan untuk mempertegas rasa. Emulsifier berfungsi untuk
meningkatkan volume, memperbaiki rasa, memperbaiki struktur butiran remah,
meningkatkan kelembutan butiran remah, mengurangi laju kehilangan kadar air
selama penyimpanan, mengurangi laju pengerasan atau pengerutan,
meningkatkan volume adonan dalam pembuatan adonan (Widowati 2003).
12

Dark Cooking Choccolate adalah cokelat yang khusus digunakan dalam


pembuatan produk bakery. Dark Cooking Choccolate berfungsi untuk
memberikan warna dan rasa yang utama pada brownies. Cokelat bubuk juga
ditambahkan pada brownies untul memperkuat rasa (Febrial 2009).
Tahap pembuatan adonan dimulai dengan pengayakan tepung,
pengocokan (mixing), penambahan tepung komposit, penambahan margarin,
penuangan kedalam cetakan kemudian pengukusan atau pemanggangan.
Sama seperti pembuatan cake, tahapan yang terpenting dalam pembuatan
brownies adalah mixing. Ada beberapa metode mixing, seperti sugar batter
method, flour batter method, single stage mixing method, dan lainnya. Pada
sugar batter method, shortening, gula, dan beberapa bahan kering dikocok
dengan kecepatan rendah atau sedang hingga tercampur merata dan
mengembang. Kememudian ditambahkan telur, susu, dan tepung. Pada flour
batter method, tepung dan shortening dikocok dalam satu wadah. Di saat yang
bersamaan, telur dan gula dikocok dengan kecepatan (Tireki 2007).
Proses akhir dari pembuatan brownies kukus adalah pengukusan.
Prinsip utama dalam proses pengukusan adalah dengan menggunakan uap air
dari air panas bersuhu 1000C dengan lama yang bervariasi sesuai dengan sifat
bahan. Perubahan yang terjadi selama proses pengukusan antara lain adalah
karbohidrat akan mengalami sedikit perubahan warna, pati akan tergelatinisasi
membentuk struktur jaringan yang kokoh, protein akan mengeras karena
mengalami koagulasi. Kadar air akan mengalami perubahan yang relatif sama
(Potter 1973).
Kroket
Kroket merupakan makanan berlapiskan tepung roti dan bahan
utamanya adalah kentang atau daging (ayam, daging sapi, atau domba), ikan,
keju, sayuran, dan dicampur dengan rempah-rempah, telur, dan susu. Bentuk
kroket biasanya adalah bulat lonjong atau silinder dan diolah dengan cara deep
frying. Kroket di Indonesia umumnya terbuat dari kentang dan daging ayam dan
digulung, dicelupkan ke dalam tepung roti dan digoreng (Beard 2011).
Bakpia
Bakpia adalah makanan yang terbuat dari campuran kacang hijau dengan
gula, yang dibungkus dengan tepung, lalu dipanggang. Istilah bakpia berasal dari
dialek Hokkian, yaitu dari kata "bak" yang berarti daging (umumnya daging babi)
dan "pia" yang berarti kue, yang secara harfiah berarti roti berisikan daging. Di
13

beberapa daerah di Indonesia, makanan yang terasa legit ini dikenal dengan
nama pia atau kue pia (Anonim 2006).
Bakpia termasuk salah satu masakan yang populer dari keluarga Cina
atau Tionghoa. Bakpia yang cukup dikenal salah satunya berasal dari daerah
Pathok (Pathuk), Yogyakarta. Mengingat masyarakat Jogja cukup banyak yang
beragama Islam, pada perkembangannya, isi bakpia yang semula daging babi
pun diubah menjadi kacang hijau kemudian rasa-rasa dari bakpia dikembangkan
menjadi cokelat, keju, kumbu hijau, dan kumbu hitam (Anonim 2006).
14

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai bulan Oktober 2012.
Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian adalah Laboratorium
Percobaan Makanan, Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium
Percobaan Makanan 2, dan Laboratorium Penilaian Organoleptik Departemen
Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Analisis
daya terima terhadap anak sekolah dilakukan di SDN Rama 1 Kota Tangerang,
Banten.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sukun
(Artocarpus altilis sp.) yang matang dengan usia sekitar 15-19 minggu. Sukun
didapatkan dari lahan yang dibudidayakan. Sukun yang digunakan memiliki
karakteristik fisik yang baik (tidak cacat) dengan tekstur yang tidak terlalu keras
dan berwarna krem cerah. Sukun dibuat menjadi tepung dengan menggunakan
Natrium Metabisulfit dan air. Bahan yang digunakan dalam pembuatan kroket
adalah tepung sukun, tepung terigu, bawang bombay, wortel, ayam, kentang,
susu, dan garam. Bahan yang digunakan dalam pembuatan pia adalah tepung
sukun, tepung terigu, gula kastor, kacang hijau, telur, santan bubuk, margarin,
garam, dan susu cair. Bahan yang digunakan dalam pembuatan brownies adalah
tepung sukun, tepung terigu, telur, margarin, gula kastor, coklat bubuk, coklat
batang, pasta coklat, ovalet, dan garam. Bahan-bahan yang digunakan untuk
melakukan analisis kimia adalah aquades, pelarut heksan, H3BO3, H2SO4, HCl,
NaOH, Na2SO3, dan metil merah.
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan tepung adalah pisau,
penggiling tepung, dan oven. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan
kudapan adalah timbangan, mixer (pengaduk adonan), baskom, gelas ukur,
penggiling dan pencetak adonan, kompor, dandang, pisau, sendok, dan oven.
Alat-alat yang digunakan untuk melakukan analisis kimia antara lain adalah pH
meter, spektrofotometer, labu ukur, tabung reaksi, gelas piala, cawan porselen,
pipet, labu erlenmeyer, tanur, oven, dan alat pengukur waktu.
Metode
Penelitian dilakukan melalui dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui analisis
fisik dan kimia tepung sukun dan mengetahui formula yang tepat dalam
15

penggunaan tepung sukun sebagai bahan dasar pembuatan kudapan basah.


Penelitian lanjutan dilakukan untuk mengetahui sifat organoleptik dari formula
terpilih, melakukan analisis zat gizi terhadap formula produk terpilih, dan
mengetahui daya terima sasaran terhadap produk dengan formula terpilih.
Penelitian Pendahuluan
1. Pembuatan Tepung Sukun
Pembuatan tepung sukun meliputi pengupasan, pemisahan antara daging
buah dan kulit, penghancuran (pembuatan sawut), pengeringan dan penggilingan
sawut menjadi tepung. Skema pembuatan tepung sukun dapat dilihat pada
Gambar 1.

Buah Sukun

Pengupasan

pemisahan antara daging buah dan kulit

Pemisahan antara daging buah dan jantung buah

penghancuran (pembuatan sawut)

Perendaman dengan larutan Natrium Metabisulfit

pengeringan dengan oven 50-600C selama 12 jam

Penggilingan sawut menjadi tepung

Gambar 1 Skema pembuatan tepung sukun


2. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tepung Sukun
Kandungan zat gizi tepung yang dianalisis meliputi kadar air dengan
metode oven, kadar abu dengan metode pengabuan kering, kadar protein
dengan metode mikrokjehdahl, lemak metode soxhlet, dan karbohidrat metode
by difference. Uji sifat fisik dilakukan dengan melakukan perhitungan rendemen
tepung sukun yang dihasilkan.
3. Metode Pembuatan dan Formulasi Kudapan
Kudapan yang dibuat adalah pia, kroket, dan brownies kukus. Penetapan
formula dilakukan secara trial dan error untuk masing-masing kudapan.
Penetapan formula juga ditetapkan dari penelitian Widowati (2003) yang
menyatakan bahwa kue kering dan kue basah dapat disubstitusi hingga 100%
tergantung jenis kue. Selain itu, agar dapat dikatakan produk yang berbahan
dasar tepung sukun maka penggunaan tepung sukun minimal adalah 50% dari
16

jumlah total bahan yang dibuat. Tabel 5 menunjukkan formula dan bahan yang
digunakan dalam pembuatan pia. Formula dan bahan pembuatan kroket dapat
dilihat pada Tabel 6, sedangkan Tabel 7 menunjukkan formula dan bahan-bahan
pembuatan brownies.

Tabel 5 Formula pia sukun


Bahan F1 F2 F3 F4
(50:50) (60:40) (70:30) (80:20)
Kulit
Tepung terigu (g) 15,5 12,4 9,3 6,2
Tepung sukun (g) 15,5 18,6 21,7 24,8
Gula (g) 6,2 6,2 6,2 6,2
Garam (g) 0,3 0,3 0,3 0,3
Minyak (g) 15,5 15,5 15,5 15,5
Air (ml) 14 14 14 14
Isi
Kacang hijau (g) 23,3 23,3 23,3 23,3
Gula (g) 3,7 3,7 3,7 3,7
Garam (g) 0,2 0,2 0,2 0,2
Susu (g) 3,9 3,9 3,9 3,9
Margarin (g) 1,9 1,9 1,9 1,9
Total (g) 100 100 100 100
Formula tepung sukun untuk pia seperti yang tercantum pada Tabel 5
adalah F1 (50:50), F2 (60:40), F3 (70:30), dan F4 (80:20). Formula ini didapatkan
melalui proses trial dan error. Pia tidak dapat disubstitusi oleh tepung sukun lebih
dari 80% karena adonan menjadi sulit untuk dibentuk dan pecah ketika
dipanggang. Proses pembuatan pia sukun dapat dilihat pada Gambar 2.

Tabel 6 Formula kroket sukun


Bahan F1 F2 F3 F4
(50:50) (60:40) (70:30) (80:20)
Tepung terigu (g) 10,2 8,1 6,1 4,1
Tepung sukun (g) 10,2 12,3 14,3 16,3
Ayam (g) 16,3 16,3 16,3 16,3
Kentang (g) 10,2 10,2 10,2 10,2
Bawang Bombay (g) 15,3 15,3 15,3 15,3
Wortel (g) 4,2 4,2 4,2 4,2
Susu (g) 10,2 10,2 10,2 10,2
Tepung roti (g) 10,2 10,2 10,2 10,2
Margarin (g) 3 3 3 3
Telur (g) 10,2 10,2 10,2 10,2
Total 100 100 100 100

Formula tepung sukun pada kroket untuk mengganti tepung terigu adalah
F1 (50:50), F2 (60:40), F3 (70:30), dan F4 (80:20). Tepung sukun hanya mampu
mensubstitusi hingga 80% dari presentase keseluruhan tepung. Presentase
tepung sukun di atas 80% akan membuat tekstur kroket menjadi lebih lunak dan
sulit dibentuk ketika akan digoreng. Gambar 3 memuat proses pembuatan kroket.
17

Proses akhir pengolahan kroket adalah penggorengan yang dilakukan selama 5-


7 menit hingga berwarna kuning keemasan.

Tepung sukun + tepung terigu + minyak + gula + garam + air dicampur (adonan 1)

Tepung sukun + tepung terigu + air dicampur hingga kalis (adonan 2)

Kacang hiijau rebus + gula + margarin + susu bubuk dicampur (adonan isi)

Adonan 1 ditimbang masing-masing 8 gram

digiling hinga ketebalan 1 mm

Adonan 2 ditimbang 5 gram

dipipihkan diletakkan di atas adonan 1

Digiling hingga ketebalan 1 mm

Adonan isi dtimbang masing-masing 5 gram

Diletakkan di atas adonan kulit

Dibulatkan

Dipanggang dalam oven 1800 C

Gambar 2 Diagram alir pembuatan pia (SAJI 2004)

Margarin dilelehkan

Bawang bombay cincang ditumis

Wortel, ayam, kentang kukus halus dimasukkan

Tepung terigu + tepung sukun ditambahkan

susu cair dimasukkan

Dibentuk bulat lonjong

Dimasukkan ke telur dan tepung roti

Digoreng dalam api sedang

Gambar 3 Diagram alir pembuatan kroket (PMT-AS 2010)


18

Tabel 7 Formula brownies sukun


F1 F2 F3 F4
Bahan (70:30) (80:20) (90:10) (100:0)
Tepung terigu (g) 4 2 1,4 0
Tepung sukun (g) 10 12 12,6 14
Coklat bubuk (g) 2,7 2,7 2,7 2,7
Coklat batang (g) 11 11 11 11
Margarin (g) 13,8 13,8 13,8 13,8
Telur (g) 41,5 41,5 41,5 41,5
Tepung gula (g) 16,6 16,6 16,6 16,6
Ovalet (g) 0,4 0,4 0,4 0,4
Total 100 100 100 100

Formula brownies pada tabel di atas dibuat berdasarkan formulasi yang


dilakukan oleh Vania (2010) dan proses trial dan error. Brownies dapat
disubstitusi hingga 100%. Hasil dari proses trial error yang dilakukan
menunjukkan bahwa, substitusi tepung sukun di atas 70% menyebabkan tekstur
brownies menjadi lebih padat. Gambar 4 memuat proses pengolahan brownies.
Metode pembuatan brown ies dilakukan berdasarkan metode yang dilakukan
Vania (2010). Brownies dikukus hingga matang dengan kisaran waktu 25 menit.

Telur + gula halus + ovalet + pasta coklat dikocok dengan mixer


kecepatan tinggi

Coklat cair + margarin dimasukkan

Kecepatan mixer diturunkan

Tepung sukun + tepung terigu + coklat bubuk dimasukkan ↓

Dikukus hingga matang
Gambar 4 Diagram alir pembuatan brownies (Vania 2010)

Penelitian Lanjutan
1. Uji Organoleptik
Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui apakah produk-produk berbahan
dasar tepung sukun yang dihasilkan disukai atau tidak. Uji yang digunakan
adalah uji hedonik dan uji mutu hedonik dengan menggunakan panelis semi
terlatih sebanyak 30 orang.
19

a. Uji Hedonik
Pada uji ini panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapannya terhadap
warna, aroma, rasa, dan tekstur dari 3 jenis kudapan dengan taraf substitusi
tepung sukun yang berbeda. Skala hedonik yang digunakan adalah 1-9, dimana
angka 1= sangat amat tidak suka dan 9= sangat amat suka. Data yang diperoleh
ditabulasikan dan dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance
(ANOVA). Jika hasil uji ANOVA menyatakan bahwa sampel yang diujikan
berbeda nyata terhadap taraf kepercayaan 0,05 maka dilakukan uji lanjut
Duncan.
b. Uji Mutu Hedonik
Sama halnya seperi uji hedonik, uji mutu hedonik panelis diminta
tanggapannya berdasarkan karakteristik kudapan, yaitu warna, aroma, rasa, dan
tekstur dari 3 jenis kudapan dengan taraf substisuti tepung sukun yang berbeda.
Rasa pada uji mutu hedonik disesuaikan dengan jenis kudapan. Pada uji mutu
hedonik, penilaian dilakukan bukan berdasarkan tingkat kesukaan namun dari
mutu produk. Skala yang diberikan untuk setiap variabel adalah 1= karakteristik
yang paling lemah dan 9 = karakteristik yang paling kuat.
2. Analisis Kandungan Zat Gizi dan Sifat Fisik Formulasi Kudapan Terpilih.
Produk kudapan yang terpilih berdasarkan hasil uji hedonik, dianalisis secara
kimia. Kandungan zat gizi yang dianalisis meliputi kadar air metode oven, abu
metode pengabuan kering, protein metode mikrokjehdahl, lemak metode
soxhlet, dan karbohidrat metode by difference.
a. Kadar Air Metode Oven (Apriyantono et al 1989)
Cawan alumunium kosong dikeringkan dalam oven bersuhu 100-1050C
selama 15 menit dan didinginkan selama 10 menit dalam desikator, kemudian
ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh ditimbang dengan teliti dalam cawan
alumunium tersebut. Cawan beserta isinya dipanaskan dalam oven bersuhu
1050C. Pemanasan dilakukan sampai diperoleh berat contoh tetap. Kadar air
(berdasarkan bobot kering) contoh dihitung dengan rumus :
Kadar Air (%) = W1 x 100%
W2
Dimana :
W1 = kehilangan berat (g)
W2 = berat sampel setelah dikeringkan (g)
20

b. Kadar Abu (Apriyantono et al 1989)


Cawan pengabuan dibakar dalam tanur selama 15 menit. Kemudian
dimasukan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh ditimbang
dalam cawan tersebut, kemudian dibakar hingga tidak berasap lagi. Selanjutnya
cawan dibakar dalam tanur pengabuan sampai diperoleh abu berwarna abu-abu
atau sampai beratnya tetap (kurang lebih selama 12 jam). Suhu tanur pengabuan
sekitar 5500C. Sampel didinginkan dalam desikator kemudian dihitung :
Kadar Abu (%) = berat abu x 100%
berat sampel
c. Kadar Protein Metode Mirko-Kjeldahl (Apriyantono et al 1989)
Sampel ditimbang sebanyak 0,3-0,5 gram dan diletakan dalam labu
kjeldahl. Kemudian ditambahkan 0,5 gram selenium mix dan 7 ml H2SO4 pekat.
Sampel kemudian didestruksi selama 1,5-2 jam sampai cairan menjadi jernih dan
uap SO2 hilang. Setelah proses destruksi selesai maka sampel didinginkan dan
ditambahkan sejumlah air secara perlahan- lahan, lalu dinginkan kembali. Isi labu
dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 3-4 kali dengan aquades kemudian
sampel dimasukan ke dalam labu destilasi dan ditambah indikator metil merah
(Na2S2O3) sebanyak tiga tetes sehingga warna larutan menjadi kemerahan.
Larutan NaOH ditambahkan hingga warna berubah menjadi kehijauan. Pada
Erlenmeyer diisi 20 ml larutan asam borat (H3BO3) dan tiga tetes indikator metil
merah kemudian diletakan di bawahkondensor. Ujung tabung kondensor harus
terendam di dalam larutan asam borat. Selanjutnya didestilasi sampai
tertampung sekitar 75 ml destilat dalam tabung erlenmeyer. Tabung kondesor
dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Isi
erlenmeyer kemudian dititrasi dengan HCl 0,1301222 N sampai terjadi
perubahan warna. Dilakukan juga penetapan blanko.
Total Nitrogen = (ml HCl contoh - ml HCl blanko) x N HCl x fp x 14 x 100%
mg bobot contoh
Kadar Protein (%) = Total nitrogen x faktor konversi
d. Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet (Apriyantono et al 1989)
Labu lemak yang digunakan dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Kemudian pelarut hexane dituangkan kedalamnya
secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan. Sampel dalam
keadaan bubuk ditimbang sebanyak 3-5 gram, kemudian dibungkus dengan
kertas hulls. Kertas hulls yang berisi sampel tersebut diletakan dalam alat
ekstraksi soxhlet, kemudian dirangkaikan (dipasang alat kondensor di atasnya
21

dan labu lemak dibawahnya). Refluks dilakukan selama minimum 3 jam sampai
pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Selanjutnya labu
lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven bersuhu 1050C
sampai pelarut menguap semua. Setelah didinginkan dalam desikator, ditimbang
dan dihitung :
Kadar Lemak (%) = berat lemak x 100%
berat sampel
e. Kadar Karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat (%) = 100% - (KA + A + P + L)
Dimana :
KA = Kadar air (%)
A = Kadar abu (%)
P = Kadar protein (%)
L = Kadar lemak (%)
3. Uji Daya Terima Formulasi Kudapan Terpilih kepada Sasaran
Produk dari formulasi terpilih yang telah diuji analisis kemudian diuji secara
hedonik (kesukaan) kepada sasaran program PMT-AS, yaitu anak usia sekolah
dasar di SDN Rama 1 Tangerang. Produk ini diujikan kepada 30 panelis dengan
metode pemilihan sampe secara tidak acak (purposive sampling). Uji daya terima
dilakukan dengan menimbang sisa produk yang tidak dimakan oleh anak-anak.
Daya terima dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu baik dan kurang. Produk
kudapan memiliki daya terima yang baik, apabila konsumsi >50% dan kurang
baik jika konsumsi <50% (Kushargina 2012).
Uji kesukaan dilakukan dengan menggunakan kuisioner dengan lima skala
(sangat suka, suka, biasa, tidak suka, dan sangat tidak suka). Anak diminta
memilih dengan cara melingkari salah satu skala yang ada. Untuk memudahkan
panelis dalam pengisian, sebelumnya diberikan pelatihan pengisian kuisioner.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan yang digunakan
sebagai rancangan percobaan untuk pembuatan produk kudapan. Perlakuan
yang dilakukan pada unit percobaan adalah perbandingan antara jumlah tepung
sukun dan tepung terigu pada kudapan. Peubah respon yang diamati adalah sifat
orgenoleptik kudapan. Model matematisnya adalah sebagai berikut:
Yij = µ + σi + εij
22

Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan respon karena pengaruh taraf ke-i proporsi tepung
sukun pada ulangan ke-j.
µ = Rata-rata hasil uji organoleptik
σi = Pengaruh perlakuan ke-i
εij = Galat percobaan karena pengaruh taraf ke-i dari proporsi tepung
sukun pada ulangan ke-j
i = Banyaknya perlakuan (proporsi tepung sukun dengan tepung terigu)
j = Banyaknya ulangan
Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil uji organoleptik pada penelitian dianalisis secara deskriptif
berdasarkan nilai rata-rata dan persentase penerimaan panelis dari masing-
masing taraf perlakuan. Untuk mengetahui pengaruh jenis formula terhadap mutu
hedonik dan tingkat kesukaan panelis terhadap produk kudapan, data hasil uji
organoleptik dianalisis secara statistik dengan uji Analysis of Variance (ANOVA),
apabila hasil ini menunjukkan perbedaan diantara perlakuan maka dilakukan uji
lanjut Duncan Multiple Comparison Test. Data yang diperoleh diolah dengan
menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows 16.0. Data
daya terima anak sekolah terhadap produk kudapan disajikan secara deskriptif.
23

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pembuatan Tepung Sukun
Tepung sukun dibuat dengan menggunakan buah sukun masak yang
berusia 15-19 minggu. Ciri-ciri dari buah sukun yang masak adalah kulitnya
berwarna kuning atau kuning kecoklatan, kulitnya halus, daging buahnya terasa
agak manis, dan berwarna krem (Ragone 2006). Buah sukun yang baik untuk
diolah menjadi tepung adalah buah mengkal yang dipanen 10 hari sebelum
tingkat ketuaan optimum, (Widowati et.al. 2001).
Pembuatan tepung sukun dilakukan melalui tahap pengupasan,
perendaman dengan larutan natrium metabisulfit 0,3%. Perendaman ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya perubahan warna pada daging sukun yang
telah dikupas (pencoklatan) (Winata 2001). Tahapan selanjutnya adalan
pembuatan sawut dengan cara diiris. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
proses pengeringan sehingga daging sukun lebih cepat kering dan lebih mudah
dihaluskan.
Tahapan terpenting dalam pembuatan tepung sukun adalah proses
pengeringan dengan oven pada suhu 600C hingga kandungan air hilang atau
sawut mudah patah. Waktu yang diperlukan adalah sekitar 8-10 jam. Sawut
harus benar-benar kering karena sawut yang masih basah lebih sulit dihaluskan
dan akan lebih sulit untuk diayak. Proses selanjutnya adalah penghalusan
menggunakan blender dan pengayakan menggunakan ayakan 60 mesh.
Rendemen tepung sukun yang dihasilkan dari 36,118 kg adalah 20,33 %. Hal ini
menunjukkan hasil yang lebih besar dibandingkan dari penelitian Widowati
(2003), bahwa dari total berat daging buah setelah disawut dan dikeringkan
menghasilkan rendemen sawut kering sebanyak 11 - 20% dan menghasilkan
rendemen tepung sebesar 10 - 18%, tergantung tingkat ketuaan dan jenis sukun.
Tepung sukun yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Tepung sukun yang dihasilkan


24

Tabel 8 Komposisi kimia tepung sukun (% bb)


Jenis Analisa Tepung sukun Tepung sukun* Tepung terigu**
Analisis
Air 9,2 8,68 11,2
Protein 2,83 2,84 8,9
Lemak 0,38 0,37 1,3
Abu 1,9 0,62 1,3
Karbohidrat 85,65 87,94 77,3
* Sumber : Yohani (1995)
** Sumber : DKBM (2005)

Kadar Air
Kadar air merupakan bagian penting dalam bahan pangan. Penghilangan
air dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga meningkatkan
umur simpan bahan pangan tersebut (Belitz 1999). Kadar air tepung sukun
sebesar 8,68% (Tabel 8) dan lebih kecil dibandingkan tepung terigu, ini
menunjukkan bahwa daya simpan tepung sukun dapat lebih lama dibandingkan
tepung terigu. Selain itu, kadar air tepung sukun sesuai dengan persyaratan
kadar air untuk tepung yaitu kurang dari 14% sehingga dapat mencegah
pertumbuhan kapang (Winarno dan Jenie 1974, diacu dalam Wulandari 2011).
Kadar Abu
Kadar abu menunjukkan bahan anorganik (mineral) dalam bahan pangan
(Winarno 1997). Berdasarkan hasil analisis, kadar abu tepung sukun adalah
1,9%. Kadar abu hasil uji berbeda dengan penelitian Yohani (1995) yaitu 0,62%
dan kadar abu tepung terigu 1,3%. Kadar abu yang berbeda dengan hasil
penelitian Yohani (1995) dimungkingkan akibat proses pengeringan yang
dilakukan. Tepung sukun hasil penelitian Yohani (1995) menggunakan metode
drum dryer sedangkan tepung sukun yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode oven. Perbedaan kadar abu mengindikasikan kandungan
mineral yang berbeda.
Kadar Protein
Kadar protein hasil analisis adalah sebesar 2,83%, hampir sama dengan
analisis sebelumnya yaitu 2,84% dan lebih rendah dari tepung terigu.
Karakteristik protein tepung terigu yang tidak terdapat dalam tepung sukun
adalah gluten. Tepung sukun termasuk dalam kategori tepung protein rendah
dan merupakan tepung yang tidak memiliki kandungan gluten. Tepung berprotein
rendah baik digunakan dalam pembuatan kue nonfermentasi berbeda dengan
tepung berprotein tinggi yang banyak digunakan dalam pembuatan kue
fermentasi, seperti roti (Martinus 2008). Hal ini disebabkan gas karbodioksida
25

yang dihasilkan yeast atau ragi terperangkap oleh protein dalam bentuk gluten
yang banyak terkandung dalam tepung terigu.
Kadar Lemak
Lemak memiliki peran yang signifikan berkaitan dengan umur simpan
produk, menciptakan aroma (odor) berupa ketengikan, dan rasa gurih produk
(Alice et al. 2012). Hasil analisis kadar lemak yang dilakukan diketahui bahwa
kadar lemak adalah 0,38% tidak jauh berbeda dengan penelitian Yohani (1995)
yaitu 0,37% namun lebih rendah dari tepung terigu. Kandungan lemak pada
tepung terigu adalah 1,3%. Hal ini dapat menyebabkan cita rasa yang berbeda
antara tepung sukun dan tepung terigu.
Kadar Karbohidrat
Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang terdiri atas unsur-unsur
C (karbon), H (hidrogen), dan O (oksigen) (Winarno 1997). Menurut Golden &
Williams (2010), karbohidrat dalam 100 gram tepung sukun terdiri dari arabinosa
(468 mg), sukrosa (415 mg), dan glukosa (365 mg). Kandungan sukrosa pada
tepung sukun juga memberikan rasa manis (Suprapti 2002). Tepung sukun yang
dianalisis memiiliki kadar karbohidrat 85,65% tidak jauh berbeda dengan
penelitian Yohani (1995) yaitu 87,94% dan lebih tinggi dibandingkan dengan
tepung terigu. Karbohidrat diukur melalui karbohidrat by difference.

Formulasi Kudapan PMT AS Berbahan Dasar Tepung Sukun


Kudapan PMT AS dibuat sebanyak tiga buah. Jenis kudapan dibuat
dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: (1) kemampuan tepung sukun
mensubtitusi kudapan minimal 50% karena kudapan yang dihasilkan harus
berbahan dasar tepung sukun (2) kudapan tersebut diolah dengan cara yang
berbeda (dipanggang, digoreng, dan dikukus) (3) keefektifan kudapan tersebut
untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein. Takaran saji kudapan tersebut
tidak berlebihan dalam hal jumlah namun dapat mencukupi batas minimal zat gizi
yang disarankan dalam pedoman PMT-AS. Seluruh kudapan yang dibuat
disubtitusi dengan tepung sukun di atas 50% karena kudapan yang dihasilkan
berbahan dasar tepung sukun.
Brownies
Kudapan pertama yang dipilih adalah jenis kue basah, yaitu brownies. Kudapan
ini dipilih karena bahan-bahan dasar dalam pembuatannya mengandung
energi, yaitu tepung, telur, coklat bubuk, coklat batang, dan margarin.
Penetapan formulasi dalam pembuatan kudapan ini didasarkan pada penelitian
26

Vania (2010) dan mengacu dari proses trial and error yang telah dilakukan
bahwa brownies dengan tepung sukun di atas 60% memiliki tekstur yang lebih
baik. Tingkat subtitusi yang dilakukan adalah 70%, 80%, 90%, dan 100% atau
F1, F2, F3, dan F4. Proses pembuatan brownies dilakukan berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Vania (2010). Brownies dengan tingkat
subtitusi tertinggi (F4) memiliki warna yang lebih gelap. Hal ini disebakan
tepung sukun mengandung enzim polifenolase yang dapat menyebabkan
browning pada saat pemanasan berlangsung (Suprapti 2002). Brownies yang
telah masak dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Brownies kukus sukun


Proses pembuatan brownies tepung sukun sama seperti pembuatan
brownies pada umumnya. Tahap pembuatan adonan dimulai dengan
pengayakan tepung, pengocokan (mixing), penambahan tepung komposit,
penambahan margarin, penuangan kedalam cetakan kemudian pengukusan
atau pemanggangan. Sama seperti pembuatan cake, tahapan yang terpenting
dalam pembuatan brownies adalah mixing. Metode yang digunakan dalam
pembuatan brownies adalah sugar batter method. Tahapan dalam metode ini
adalah pengocokan shortening, gula, dan beberapa bahan kering dengan
kecepatan rendah atau sedang hingga tercampur merata dan mengembang
dan kemudian ditambahkan telur, susu, dan tepung (Tireki 2007).
Proses akhir dari pembuatan brownies kukus adalah pengukusan.
Brownies dengan tingkat subtitusi tepung sukun lebih tinggi memiliki waktu
kukus yang lebih lama. Hal ini disebabkan perbedaan sifat antara tepung sukun
dan tepung terigu. Tidak terdapatnya gluten pada tepung sukun menyebabkan
koagulasi terjadi lebih lama. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Potter
(1973) bahwa lama pengukusan brownies bervariasi sesuai dengan sifat bahan.
Selain itu, penelitian Meilani (2002) menunjukkan bahwa tepung sukun memiliki
suhu gelatinisasi dan viskositas yang lebih tinggi dari tepung terigu. Hal ini
27

menunjukkan bahwa suhu dan waktu pematangan tepung sukun lebih lama
dibandingkan dengan tepung terigu.
Pia
Kudapan selanjutnya adalah pia atau bakpia. Kudapan ini dipilih karena
mengandung kacang hijau sebagai sumber protein nabati sehingga diharapkan
dapat mencukupi syarat protein kudapan PMT-AS. Formulasi untuk produk pia
kacang hijau yang dilakukan adalah 50%, 60%, 70%, dan 80% atau F1, F2, F3,
dan F4. Formulasi ini ditetapkan berdasarkan proses trial and error. Berbeda
dengan produk brownies yang dapat disubtitusi hingga 100%, produk pia dengan
subtitusi di atas 80% menjadi kurang kompak dan tekstur kulitnya pecah setelah
dipanggang. Hal ini disebabkan tepung sukun tidak memiliki gluten. Sama halnya
dengan brownies, warna pia dengan tingkat subtitusi 80% menjadi lebih gelap.
Produk pia diolah dengan cara pemanggangan. Proses pembuatan pia
dimulai dengan pengadukan bahan kulit, penggilingan, pengadukan bahan isi,
penyatuan adonan kulit dan isi, serta pemanggangan. Bahan kulit dibuat dua
lapisan yang terdiri dari bahan yang berbeda di setiap lapisannya. Lapisan
pertama terdiri dari tepung, gula, garam, air, dan minyak.Lapisan kedua terdiri
dari tepung dan air. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kulit yang berlapis
sesuai dengan karakteristik pia. Isi dari pia adalah kacang hijau yang ditambah
dengan gula, susu, margarin, dan santan yang bertujuan untuk menambah nilai
gizi dari produk. Seperti halnya pada brownies, semakin tinggi tingkat subtitusi
tepung sukun pada kulit pia akan mengakibatkan waktu pemanggangan semakin
lama. Pia yang telah dipanggang dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Produk pia sukun


Kroket
Produk terakhir yang dibuat adalah kroket. Kudapan ini dipilih karena
mengacu pada produk PMT-AS yang telah dibuat pada tahun 2010 dan
berdasarkan sifatnya yang dapat disubtitusi tepung sukun. Kroket yang dibuat
berbahan dasar tepung terigu dengan bahan pengisi daging ayam, kentang, dan
28

wortel. Kudapan ini diolah dengan cara digoreng, sehingga terdapat tambahan
energi yang berasal dari minyak. Tepung sukun digunakan sebagai pengganti
tepung terigu.
Formulasi yang digunakan dalam pembuatan kroket adalah 50%, 60%,
70%, dan 80% atau F1, F2, F3, dan F4. Formulasi ini didasarkan pada proses
trial and error yang dilakukan. Subtitusi di atas 80% membuat produk ini menjadi
lengket dan sulit untuk dibentuk. Menurut penelitian Meilani (2002), tepung sukun
memiliki kandungan amilosa yang lebih rendah atau kandungan amilopektin yang
lebih tinggi dibandingkan tepung terigu. Menurut Winarno (1997), semakin tinggi
kandungan amilopektin maka akan semakin lekat. Jumlah tepung sukun yang
semakin tinggi juga menyebabkan warna bagian dalam kroket menjadi semakin
gelap dan waktu penggorengan semakin lama. Warna kroket bagian luar hampir
sama karena sebelum digoreng, kroket dimasukkan ke dalam telur dan tepung
panir. Tujuan penggunaan tepung panir dan telur adalah untuk menyeragamkan
warna bagian luar kroket, menambah nilai gizi, dan membuatnya lebih menarik.
Gambar 8 menyajikan produk kroket matang.

Gambar 8 Kroket sukun matang

Karakteristik Organoleptik Kudapan


Brownies
Karakteristik mutu hedonik dan tingkat kesukaan panelis terhadap
parameter mutu produk brownies disajikan pada Gambar 9 dan Gambar 10 serta
persentase kesukaan panelis terhadap brownies Gambar 11.
29

Warna
6,50

5,50

Tekstur 4,50 Aroma 70%


80%
3,50 90%
100%

Rasa Manis Rasa Sukun

Gambar 9 Diagram karakteristik mutu hedonik brownies


Keterangan:
Warna : 1=Amat sangat pucat 9=Amat sangat gelap
Aroma : 1=Amat sangat lemah 9=Amat sangat kuat
Rasa sukun : 1=Amat sangat lemah 9=Amat sangat kuat
Rasa manis : 1= Amat sangat lemah 9=Amat sangat kuat
Tekstur : 1=Amat sangat lunak 9=amat sangat keras

Warna
7,00
6,50
6,00
70%
5,50
80%
Tekstur 5,00 Aroma 90%
100%

Rasa
Gambar 10 Diagram tingkat kesukaan brownies
Keterangan:
Warna : 1=Amat sangat tidak suka 9=Amat sangat suka
Aroma : 1=Amat sangat tidak suka 9=Amat sangat suka
Rasa : 1=Amat sangat tidak suka 9=Amat sangat suka
Tekstur : 1=Amat sangat tidak suka 9=Amat sangat suka
30

100 91,67 91,67 91,67 91,67


90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Warna Aroma Rasa Tekstur

70% 80% 90% 100%

Gambar 11 Diagram persentase kesukaan panelis terhadap brownies


Warna
Kesan pertama yang didapat dari sebuah produk adalah warna. Warna
merupakan karakteristik yang menentukan penerimaan atau penolakan terhadap
suatu produk. Menurut Balya (2011), penerimaan warna suatu bahan berbeda-
beda tergantung dari faktor alam, geografis, dan aspek sosial masyarakat
penerima. Warna dapat berperan sebagai indikator yang menentukan mutu,
kesegaran, dan tingkat kematangan.
Nilai rataan mutu warna pada produk brownies berada pada kisaran 5,90-
6,70. Secara deskriptif nilai tersebut berarti agak gelap sampai gelap. Hasil uji
ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perbedaan jumlah tepung sukun
berpengaruh nyata (p<0,05 ) terhadap warna produk, artinya semakin banyak
tepung yang ditambahkan maka warna yang dihasilkan semakin gelap. Hal ini
disebabkan tepung sukun memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan tepung
terigu. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Alice et al. (2012),
yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan signifikan terhadap kualitas sensori
makanan dengan jenis cake akibat penambahan tepung sukun di atas 30%.
Rataan nilai kesukaan warna produk brownies adalah 6,14-6,625. Nilai
tersebut dapat dideskripsikan agak suka sampai suka. Hasil uji ragam (Lampiran
4) menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap
tingkat kesukaan warna. Persentase kesukaan warna brownies tertinggi
berdasarkan Gambar 11 adalah produk F3 atau mengandung 90% tepung
sukun. Produk brownies yang paling disukai panelis adalah yang berwarna agak
gelap.
31

Aroma
Aroma produk dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Aroma pada
masing-masing produk kudapan berasal dari bahan yang berbeda. Aroma dalam
produk brownies berasal dari tepung sukun dan cokelat (dark cooking chocolate
dan cokelat bubuk).
Nilai rataan mutu aroma sukun pada produk brownies berada pada
kisaran 3,9-4,2. Secara deskriptif nilai tersebut berarti agak lemah. Hasil uji
ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perbedaan jumlah tepung sukun tidak
berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap karakteristik aroma brownies. Hal ini
dikarenakan produk brownies memiliki aroma lain yang lebih kuat yaitu dari
cokelat.
Rataan nilai kesukaan aroma produk brownies adalah 6,14-7,08. Nilai
tersebut dapat dideskripsikan agak suka sampai suka. Hasil uji ragam (Lampiran
4) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat
kesukaan aroma brownies. Persentase kesukaan aroma produk tertinggi adalah
produk F3 atau mengandung 90% tepung sukun. Produk brownies yang paling
disukai panelis adalah yang beraroma sukun agak lemah.
Rasa
Pembuatan produk untuk PMT-AS mengutamakan rasa dalam
pembuatannya dibandingkan karakteristik organoleptik lainnya. Hal ini
dikarenakan pada anak usia sekolah rasa merupakan atribut sensori yang paling
diterima. Rasa pada produk brownies terbagi menjadi rasa sukun dan rasa
manis. Nilai rataan rasa sukun pada produk brownies berada pada kisaran 3,87-
4,28. Secara deskriptif nilai tersebut berarti agak lemah . Hasil uji ragam
(Lampiran 3) menunjukkan bahwa perbedaan jumlah tepung sukun terhadap
tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap rasa sukun produk. Hal ini
dikarenakan produk brownies memiliki rasa lain yang lebih kuat yaitu rasa manis
dari cokelat.
Rasa manis pada brownies berasal dari gula dan cokelat, baik dark
cooking chocolate maupun cokelat bubuk. Nilai rataan rasa manis pada produk
brownies adalah 5,22-5,99. Secara deskriptif nilai tersebut dapat diartikan biasa
(kuat tidak, lemah juga tidak) hingga agak kuat. Hasil uji ragam (Lampiran 3)
menunjukkan bahwa perbedaan jumlah tepung sukun berpengaruh nyata
(p>0,05) terhadap rasa manis produk. Hal ini dapat disebabkan sifat tepung
sukun yang terasa lebih manis dari tepung terigu (Suprapti 2002).
32

Rataan nilai kesukaan rasa pada produk brownies adalah 5,95-6,55. Nilai
tersebut dapat dideskripsikan agak suka sampai suka. Hasil uji ragam (Lampiran
4) menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap
tingkat kesukaan rasa brownies. Produk dengan rasa yang paling disukai panelis
memiliki rasa sukun agak lemah dan rasa manis agak kuat.
Tekstur
Produk brownies memiliki rataan nilai mutu tekstur kisaran 3,94-4,59. Nilai
tersebut dapat dideskripsikan lunak hingga agak lunak. Hasil uji ragam (Lampiran
3) menunjukkan bahwa penambahan tepung sukun tidak berpengaruh nyata
(p>0,05) terhadap tekstur brownies. Brownies bertekstur agak bantat sehingga
tidak membutuhkan pengembangan gluten. Penambahan tepung sukun dalam
masing-masing formula tidak terlalu mempengaruhi tekstur brownies (Sunaryo
1985 dalam Sulistiyo 2006).
Rataan nilai kesukaan tekstur produk brownies adalah 5,63-6,64. Nilai
tersebut dapat dideskripsikan agak suka sampai suka. Hasil uji ragam (Lampiran
4) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat
kesukaan tekstur brownies. Persentase kesukaan tekstur produk tertinggi adalah
91,67% yaitu pada produk F3 atau yang mengandung 90% tepung sukun.
Produk brownies yang paling disukai panelis adalah bertekstur lunak. Hal ini
dapat diartikan semakin lunak dan lembut produk, maka tingkat kesukaan akan
bertambah. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Sunaryo (1985) dalam
Sulistiyo (2006), bahwa tekstur brownies yang baik adalah jika dimakan terasa
lembut dan lembab.
Pia
Karakteristik mutu hedonik dan tingkat kesukaan produk pia disajikan
pada Gambar 12 dan Gambar 13, serta persentase kesukaan pada Gambar 14.
33

Warna
6,50

5,50
Tekstur 4,50 Aroma
50%
3,50
60%
2,50 70%
80%

Rasa Manis Rasa Sukun

Rasa Gurih

Gambar 12 Diagram karakteristik mutu hedonik pia


Keterangan:
Warna : 1=Amat sangat pucat 9=Amat sangat gelap
Aroma : 1=Amat sangat lemah 9=Amat sangat kuat
Rasa sukun : 1=Amat sangat lemah 9=Amat sangat kuat
Rasa asin : 1= Amat sangat lemah 9=Amat sangat kuat
Rasa manis : 1= Amat sangat lemah 9=Amat sangat kuat
Tekstur : 1=Amat sangat lunak 9=amat sangat keras
Warna
6,00

5,50

5,00
50%
4,50
60%
Tekstur 4,00 Aroma 70%
80%

Rasa

Gambar 13 Diagram tingkat kesukaan pia


Keterangan:
Warna : 1=Amat sangat tidak suka 9=Amat sangat suka
Aroma : 1=Amat sangat tidak suka 9=Amat sangat suka
Rasa : 1=Amat sangat tidak suka 9=Amat sangat suka
Tekstur : 1=Amat sangat tidak suka 9=Amat sangat suka
34

90,00
78,33
80,00 73,33
68,33
70,00 63,33
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
Warna Aroma Rasa Tekstur

50% 60% 70% 80%

Gambar 14 Diagram persentase kesukaan panelis terhadap pia


Warna
Produk pia memiliki nilai rataan mutu warna pada kisaran 4,97-5,67.
Angka ini dideskripsikan biasa hingga agak gelap. Hasil uji ragam (Lampiran 5)
yang dilakukan menunjukkan bahwa perbedaan jumlah tepung sukun tidak
berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap warna produk pia. Hal ini dimungkinkan
akibat warna kecoklatan pada pia dapat diatur karena selama pemanggangan pia
terus dibolak-balik agar memiliki warna yang seragam.
Rataan nilai kesukaan warna produk pia adalah 5,07-6,34. Nilai tersebut
dapat dideskripsikan biasa sampai agak suka. Hasil uji ragam (Lampiran 6)
menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap
tingkat kesukaan warna produk pia. Persentase kesukaan warna produk tertinggi
adalah produk F2 atau mengandung 60% tepung sukun. Produk pia yang paling
disukai panelis adalah yang berwarna gelap tidak, pucat juga tidak (biasa).
Aroma
Produk pia memiliki nilai rataan mutu aroma pada kisaran 5,15-6,04.
Secara deskripsi, angka ini dapat berarti biasa (kuat tidak lemah juga tidak)
hingga agak kuat. Hasil uji ragam (Lampiran 5) yang dilakukan menunjukkan
bahwa tidak terdapat pengaruh nyata (p>0,05) antara perlakuan dengan aroma
sukun produk pia. Rataan nilai kesukaan aroma produk pia adalah 4,5-5,24. Nilai
tersebut dapat dideskripsikan agak tidak suka sampai biasa (suka tidak, tidak
suka juga tidak). Hasil uji ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa penambahan
tepung sukun tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan
aroma pia. Hal ini dikarenakan seluruh produk memiliki aroma sukun yang
35

dominan. Persentase kesukaan aroma produk tertinggi adalah produk F2 atau


mengandung 60% tepung sukun. Produk pia yang paling disukai panelis adalah
yang memiliki aroma sukun yang tidak kuat dan tidak lemah (biasa).
Rasa
Rasa produk pia diujikan menjadi 3 karakteristik yang berbeda, yaitu rasa
sukun, rasa asin, dan rasa manis. Nilai rataan rasa sukun berada pada kisaran
5,07-5,80. Secara deskriptif, angka ini dapat diartikan biasa (kuat tidak lemah
juga tidak) hingga agak kuat. Hasil uji ragam (Lampiran 5) yang dilakukan
menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata (p>0,05) antara perlakuan
dengan rasa sukun produk pia. Rasa gurih memiliki nilai rataan antara 3,07-3,35
atau dideskripsikan agak lemah. Hasil uji ragam (Lampiran 5) menunjukkan
bahwa perbedaan jumlah tepung sukun tidak berpengaruh nyata (p>0,05)
terhadap rasa gurih produk pia. Hal ini dapat disebabkan jumlah garam dan
margarin sebagai pembentuk rasa gurih ditambahkan dalam jumlah yang sama.
Rataan mutu pada rasa manis adalah 2,97-3,62 atau diartikan memiliki
rasa manis yang sangat lemah hingga agak lemah. Hasil uji ragam (Lampiran 5)
menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap rasa
manis pada produk pia. Hal ini disebabkan tepung sukun hanya ditambahkan
pada kulit pia sehingga tidak terlalu mempengaruhi keseluruhan rasa manis pia.
Rataan nilai kesukaan rasa produk pia adalah 4,96-5,52. Nilai tersebut
dapat dideskripsikan agak tidak suka sampai biasa (suka tidak tidak suka juga
tidak). Hasil uji ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa penambahan tepung
sukun tidak mempengaruhi secara nyata (p>0,05) tingkat kesukaan terhadap
rasa produk pia. Persentase kesukaan rasa tertinggi adalah produk F2 atau
dengan subtitusi tepung sukun sebesar 60%. Produk pia yang paling disukai
adalah yang memiliki rasa sukun biasa, rasa gurih dan manis yang agak lemah.
Tekstur
Tekstur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan
seseorang terhadap produk pangan. Menurut Riwan (2011), tekstur dan
konsistensi bahan akan mempengaruhi cita rasa suatu bahan. Perubahan tekstur
dan viskositas bahan dapat mempengaruhi rasa dan bau yang timbul. Parameter
tekstur yang digunakan dalam setiap produk dalam penelitian ini adalah
keempukan.
Produk pia memiliki nilai rataan mutu tekstur pada kisaran 3,12-4,27.
Angka ini dideskripsikan lunak hingga agak lunak. Hasil uji ragam (Lampiran 5)
36

menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata (p<0,05) antara penambahan


tepung dengan tekstur produk pia. Hal ini dimungkinkan akibat penambahan
tepung sukun berpengaruh terhadap kekerasan produk kering. Sifat tepung
sukun yang tidak memiliki gluten menyebabkan tekstur kulit pia kurang kompak
dan agak keras (Suprapti 2002). Hal ini sejalan dengan pendapat Sutardi &
Suprianto (1996) yang menyatakan bahwa terdapat beberapa sifat tepung sukun
yang berbeda dengan tepung terigu dan dapat mempengaruhi karakteristik mutu
olahannya.
Rataan nilai kesukaan tekstur produk pia adalah 4,71-5,38. Nilai tersebut
dapat dideskripsikan agak tidak suka hingga biasa. Hasil uji ragam (Lampiran 6)
menunjukkan bahwa tekstur penambahan tepung sukun tidak berpengaruh nyata
(p>0,05) terhadap tingkat kesukaan tekstur produk pia. Persentase kesukaan
tekstur produk tertinggi adalah produk F2 atau mengandung 60% tepung sukun.
Produk pia yang paling disukai panelis adalah yang bertekstur agak lunak.
Kroket
Karakteristik mutu hedonik dan tingkat kesukaan produk kroket pada
Gambar 15 dan Gambar 16, serta persentase kesukaan pada Gambar 17.

Warna
7,0

6,0

Tekstur 5,0 Aroma 50%


60%
4,0 70%
80%

Rasa Gurih Rasa Sukun

Gambar 15 Diagram karakteristik mutu hedonik kroket


Keterangan:
Warna : 1=Amat sangat pucat 9=Amat sangat gelap
Aroma : 1=Amat sangat lemah 9=Amat sangat kuat
Rasa sukun : 1=Amat sangat lemah 9=Amat sangat kuat
Rasa asin : 1= Amat sangat lemah 9=Amat sangat kuat
Tekstur : 1=Amat sangat lunak 9=amat sangat keras
37

Warna
7,00

6,00

5,00 50%
60%
Tekstur 4,00 Aroma 70%
80%

Rasa

Gambar 16 Diagram tingkat kesukaan kroket


Keterangan:
Warna : 1=Amat sangat tidak suka 9=Amat sangat suka
Aroma : 1=Amat sangat tidak suka 9=Amat sangat suka
Rasa : 1=Amat sangat tidak suka 9=Amat sangat suka
Tekstur : 1=Amat sangat tidak suka 9=Amat sangat suka

100
90
90 85 85 83,33 83,33
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Warna Aroma Rasa Tekstur

50% 60% 70% 80%

Gambar 17 Diagram persentase kesukaan panelis terhadap kroket


Warna
Produk kroket memiliki nilai rataan mutu warna rata-rata pada kisaran 5,1-
6,6 atau biasa hingga gelap. Hasil uji ragam (Lampiran 7) yang dilakukan
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata (p<0,05) antara perlakuan dan
warna produk kroket. Hal ini dimungkinkan akibat warna tepung sukun lebih
gelap dibandingkan tepung terigu akibat adanya senyawa isoflavonoid yang
dimiliki sukun (Suprapti 2002).
38

Rataan nilai kesukaan warna produk kroket adalah 5,09-6,5. Nilai tersebut
dapat dideskripsikan biasa sampa suka. Hasil uji ragam (Lampiran 8)
menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat
kesukaan terhadap warna kroket. Persentase kesukaan warna produk tertinggi
adalah produk F1 atau mengandung 50% tepung sukun. Produk kroket yang
paling disukai panelis adalah yang berwarna gelap.
Aroma
Nilai rataan aroma untuk produk kroket adalah 5,1-6,4. Secara deskriptif,
nilai ini berarti biasa (kuat tidak lemah juga tidak) hingga agak kuat. Hasil uji
ragam (Lampiran 7) yang dilakukan menunjukkan bahwa penambahan tepung
sukun memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap aroma produk
kroket. Aroma yang khas dari sukun dan tidak adanya aroma yang kuat dari
bahan lainnya menyebabkan terjadinya hal ini.
Rataan nilai kesukaan aroma produk kroket adalah 5,11-6,36. Nilai
tersebut dapat dideskripsikan biasa sampai agak suka. Hasil uji ragam (Lampiran
8) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat
kesukaan aroma kroket. Persentase kesukaan aroma produk tertinggi adalah
produk F1 dan F2 atau mengandung 50% dan 60% tepung sukun. Aroma
produk kroket yang paling disukai panelis adalah yang beraroma sukun agak
kuat.
Rasa
Produk kroket identik dengan rasa yang gurih dan asin. Oleh karena itu,
pada uji organoleptik produk kroket terdapat dua jenis rasa yang dijuikan yaitu
rasa sukun sebagai rasa bahan dasar produk dan rasa gurih sebagai rasa yang
identik dengan produk. Nilai rataan mutu rasa sukun produk kroket berada pada
kisaran 4,8-6,0 , nilai ini dapat dideskripsikan agak lemah hingga agak kuat. Hasil
uji ragam (Lampiran 7) menunjukkan penambahan tepung sukun menyebabkan
pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap rasa sukun produk. Hal ini diakibatkan
karakteristik tepung sukun yang memiliki rasa khas sehingga mempengaruhi
penilaian panelis terhadap atribut rasa. Nilai untuk atribut rasa gurih adalah 5,5-
5,8. Nilai ini dapat diartikan biasa (lemah tidak, kuat juga tidak). Hasil uji ragam
(Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan juga mempengaruhi secara nyata
(p<0,05) rasa gurih produk kroket. Penambahan bumbu penyedap dalam jumlah
yang sama pada setiap formula mengakibatkan tidak terdapat perbedaan rasa
gurih pada masing-masing produk.
39

Nilai kesukaan untuk atribut rasa pada produk berada pada nilai 5,05-5,82
atau diartikan biasa hingga agak suka. Hasil uji ragam (Lampiran 8)
menunjukkan bahwa penambahan tepung sukun berpengaruh nyata (p<0,05)
terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap atribut rasa. Persentase kesukaan
rasa tertinggi adalah produk F2 atau dengan subtitusi tepung sukun sebesar
60%. Produk kroket yang paling disukai adalah yang memiliki nilai 5,13 untuk
rasa sukun atau diartikan biasa (tidak lemah dan tidak kuat). Rataan nilai rasa
gurih dari produk yang disukai adalah produk dengan rasa gurih agak kuat.
Produk dengan rasa yang semakin gurih semakin disukai oleh panelis.
Tekstur
Nilai rataan mutu untuk atribut tekstur produk kroket berada pada kisaran
5,2-5,8. Angka ini dideskripsikan biasa hingga agak keras. Hasil uji ragam
(Lampiran 7) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata (p<0,05) antara
penambahan tepung dengan tekstur produk kroket. Alice et al. (2012)
menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada kualitas sensori
olahan berbahan dasar tepung sukun yang digoreng.
Rataan nilai kesukaan tekstur produk kroket adalah 5,16-5,35. Nilai
tersebut dapat dideskripsikan agak tidak suka hingga biasa. Hasil uji ragam
(Lampiran 8) menunjukkan bahwa penambahan tepung sukun pada masing-
masing formula berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis
terhadap tekstur produk kroket. Persentase kesukaan tekstur produk tertinggi
adalah produk F2 atau mengandung 60% tepung sukun. Produk kroket yang
paling disukai panelis adalah yang bertekstur biasa hingga agak keras.

Analisis Zat Gizi Kudapan Formula Terpilih


Program PMT AS memiliki persyaratan khusus untuk kudapan yang
disajikan. Kandungan gizi makanan kudapan harus mengandung minimal 300
kkal dan 5 gram protein per takaran saji. Jumlah tersebut senilai dengan
masukkan kalori dan protein makanan pagi peserta didik. Produk PMT AS
berbahan tepung sukun yang telah diuji organoleptik dipilih berdasarkan
kesukaan panelis terhadap atribut rasa. Hal ini dikarenakan pada anak usia
sekolah rasa merupakan atribut sensori yang paling diterima.
Produk brownies yang terpilih berdasarkan atribut sensori rasa adalah F3
atau dengan 90% tepung sukun. Produk pia dan kroket dengan rasa yang paling
disukai adalah F2 atau subtitusi 60% tepung sukun. Produk yang terpilih
40

kemudian dianalisis zat gizi. Tabel 9 menyajikan data hasil analisis zat gizi
produk per 100 gram.

Tabel 9 Data zat gizi kudapan berbahan dasar tepung sukun terpilih per 100
gram
Produk Kudapan
Zat Gizi Brownies Brownies* Pia sukun Pia** Kroket Kroket***
sukun sukun
Energi (kkal) 409 416 383 388 455 464
Protein (g) 7,5 10,5 6,7 9 9,9 13,4
Karbohidrat (g) 45,2 39 59,2 52 47,9 44,2
Lemak (g) 22 24,2 13,3 16 24.8 26
Air (%) 23,2 25,1 12,06 - 18,97 -
Abu (%) 2,13 1,2 1,84 - 5,22 -
*Vania (2010)
**SAJI (2004)
***Tim Koordinasi PMT-AS Pusat (2010)
Kadar Air
Menurut Winarno (1997), air merupakan komponen penting dalam bahan
pangan karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa
makanan. Kandungan air dalam bahan pangan juga menentukan acceptability,
kesegaran dan daya tahan bahan. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi
kadar air yaitu jenis bahan dan komponen yang ada di dalamnya, serta cara dan
kondisi pengeringan seperti alat, suhu, ketebalan bahan dan lama pengeringan.
Kadar air produk brownies sukun lebih tinggi dibandingkan kedua
produk olahan sukun lainnya. Hal ini disebabkan proses pengolahan produk
yang menggunakan uap air melalui proses pengukusan. Pada proses
pengukusan, kadar air akan mengalami perubahan yang relatif sama (Potter
1973). Brownies dengan bahan dasar tepung sukun diketahui juga memiliki
kadar air yang lebih rendah dibandingkan brownies tepung sukun. Hal ini
dikarenakan kadar air tepung sukun yang lebih rendah dari tepung terigu.
Produk pia memiliki kadar air terendah dibanding kudapan lain seperti
yang tertera pada Tabel 9. Hal ini disebabkan adanya proses pemanggangan
pada suhu tinggi. Pia merupakan produk yang kering sehingga perlu
dipanggang dalam suhu yang cukup tinggi yaitu 1800C. Menurut Ruslim (1993),
kenaikan suhu proses akan menurunkan kadar air produk. Hal ini sesuai
dengan prinsip umum pengaruh suhu terhadap sifat air yaitu semakin tinggi
suhu, maka akan semakin banyak air yang berubah menjadi uap. Hal ini sesuai
dengan karakteristik produk kering menurut Winarno (1989), yang menyatakan
bahwa batas kadar air mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15%.
41

Kadar Abu
Kadar abu dapat merepresentasikan kandungan garam mineral dalam
suatu produk pangan. Kadar abu juga dapat diartikan sebagai komponen yang
tidak mudah menguap, tetap tinggal dalam pembakaran dan pemijaran
senyawa organik (Soebito 1998). Tabel 9 menunjukkan bahwa kadar abu
produk kudapan tertinggi adalah kroket dan kadar abu kudapan terendah
adalah pia. Kroket mengandung bahan-bahan yang kaya akan mineral seperti
susu dan daging ayam, sehingga meningkatkan kadar abunya. Kadar abu
produk pia agak rendah dikarenakan produk ini hanya mengandung kacang
hijau sebagai sumber mineral. Tabel 9 juga menunjukkan bahwa brownies
sukun memiliki kandungan abu yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
brownies yang berbahan tepung terigu. Hal ini disebabkan kandungan abu
pada tepung sukun yang lebih tinggi dibanding tepung terigu. Tingginya kadar
abu mengindikasi tingginya kandungan mineral dalam produk ini.
Kadar Protein
Protein merupakan suatu zat gizi yang amat penting bagi tubuh, karena
zat ini berfungsi sebagai penghasil energi, zat pembangun, dan pengatur. Sifat
protein sebagai pengatur dimiliki oleh enzim. Sebagai zat pembangun, protein
merupakan bahan pembentuk jaringan baru dalam tubuh. Protein juga
merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur N (Nitrogen) yang
tidak dimiliki lemak dan karbohidrat, sehingga dalam pengukurannya ditetapkan
melalui kadar nitrogen total melalui metode Kjeldahl. Metode ini menetapkan
asumsi bahwa kandungan nitrogen adalah 16% karena protein juga
mengandung unsur lainnya yaitu C, H, dan O. Oleh karena itu, untuk mengubah
kadar nitrogen ke dalam kadar protein maka digunakan faktor konversi sebesar
100/16 (Winarno 1997).
Pembuatan produk PMT AS sangat mempertimbangkan kandungan
protein bahan. Bahan yang digunakan diharapkan tinggi kandungan protein
sehingga dapat mencukupi persyaratan kecukupan protein peserta didik, yaitu 5
gram. Produk brownies mengandung sumber protein yang terkadung dalam
telur. Produk kroket mengandung sumber protein yang berasal dari daging
ayam dan susu sedangkan produk pia mengandung sumber protein nabati
yang berasal dari kacang hijau.
Tabel 9 menunjukkan bahwa ketiga jenis kudapan berbahan dasar
tepung sukun memiliki kandungan protein lebih rendah dibandingkan dengan
42

kudapan dengan bahan dasar tepung terigu. Protein dalam tepung terigu yang
lebih tinggi dibandingkan tepung sukun, menyebabkan terjadinya hal ini. Produk
kudapan dengan kandungan protein tertinggi adalah kroket. Hal ini disebabkan
produk kroket mengandung sumber protein hewani yang berasal dari daging
ayam dan susu sekaligus. Produk kudapan dengan kandungan protein
terendah adalah pia. Hal ini disebabkan kandungan protein pada pia berasal
dari satu jenis sumber protein nabati yaitu kacang hijau. Kandungan protein pia
sukun lebih rendah dibandingkan pia komersial, hal ini dapat disebabkan
kandungan protein pada tepung sukun yang lebih rendah dibandingkan tepung
terigu. Protein dalam sumber hewani lebih kaya dibandingkan yang terkandung
dalam sumber nabati.
Kadar Lemak
Kadar lemak dianalisis secara kasar dengan metode soxhlet dan
menggunakan pelarut heksana. Tabel 9 menunjukkan bahwa kandungan lemak
tertinggi produk kudapan adalah kroket. Hal ini dikarenakan produk ini diolah
dengan cara digoreng. Lemak pada produk ini juga berasal dari penggunaan
bahan hewani seperti susu dan daging ayam. Sumber lemak pada produk
brownies berasal dari bahan seperti telur dan margarin, sedangkan pada
produk pia sumber lemak berasal dari kacang hijau.
Kadar Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia dan sangat
banyak ditemui. Ketersediannya amat banyak dan murah. Sebesar 90%
karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan. Karbohidrat akan memberikan
karakteristik pada bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain
(Winarno 1997).
Karbohidrat dalam pembuatan kudapan terutama berasal dari tepung
sukun dan tepung terigu. Kadar karbohidrat ditentukan melalui metode
perhitungan by difference. Tabel 9 menunjukkan kandungan karbohidrat
tertinggi produk terdapat dalam produk pia. Hal ini disebabkan komposisi utama
dalam pia adalah tepung sukun dan terigu sebagai bahan pembuat kulit.
Kandungan Energi
Kandungan energi diperoleh dengan mengkonversikan protein, lemak,
dan karbohidrat menjadi satuan Kal. Lemak merupakan penghasil energi
terbesar, konversi dari 1 gram lemak adalah 9 Kal. Karbohidrat dan protein
memiliki nilai konversi yang sama, yaitu 1 gram setara dengan 4 Kal. Kudapan
43

untuk program PMT AS juga memiliki persyaratan khusus, yaitu 300 Kal. Hal ini
menyebabkan kudapan yang dibuat harus kaya akan energi.
Berdasarkan data yang tercantum pada Tabel 9, dapat dilihat bahwa
kandungan energi terbesar adalah pada produk kudapan kroket, yaitu 455 Kal
per 100 gram bahan. Ini disebabkan proses pengolahan kroket dengan cara
digoreng sehingga menimbulkan penyerapan minyak dalam jumlah cukup
banyak sehingga menigkatkan kandungan lemak yang juga mempengaruhi
kandungan energi produk. Produk kudapan dengan nilai energi terendah
adalah pia, hal ini dikarenakan energi sebagian besar berasal dari karbohidrat
yaitu tepung sukun dan tepung terigu.
Analisis Daya Terima dan Kesukaan Anak Sekolah
Daya terima makanan merupakan kesanggupan seseorang untuk
menghabiskan makanan yang disajikan. Daya terima dikelompokkan menjadi
dua kategori yaitu baik dan kurang. Produk kudapan memiliki daya terima yang
baik, apabila konsumsi >50% dan kurang baik jika konsumsi <50% dari makanan
yang disajikan (Kushargina 2012). Uji daya terima yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah kesanggupan anak usia sekolah dasar yang berusia 10-11
tahun untuk menghabiskan ketiga jenis kudapan sesuai dengan takaran saji
berdasarkan energi dan protein yang disyaratkan dalam PMT AS. Berat produk
brownies adalah 74 gram atau 2 potong sedang untuk mencukupi persyaratan
PMT AS, berat pia 80 gram atau 3 buah untuk mencukupi persyaratan PMT AS,
sedangkan produk kroket adalah 67 gram atau 2 buah. Tabel 10 menyajikan data
jumlah kalori dan protein yang didapatkan dari kudapan per takaran saji.

Tabel 10 Jumlah energi dan protein kudapan per takaran saji


Jenis kudapan Kontribusi zat gizi Persyaratan PMT AS Kontrbusi kudapan
terhadap PMT AS
E (kkal) P (g) E (kkal) P (g) E (%) P (%)
Brownies 303 5,6 300 5 100,9 111,0
Pia 306 5,4 300 5 102,1 107,2
Kroket 305 6,6 300 5 101,6 132,7

Analisis daya terima dan kesukaan ini dilakukan di SDN Rama 1 Kota
Tangerang dan dilakukan selama 3 hari. Jumlah sampel adalah 30 orang anak.
Daya terima diukur dengan cara menimbang jumlah sisa makanan yang tidak
habis dimakan. Tabel 11 menyajikan data hasil daya terima kudapan.
44

Tabel 11 Daya terima kudapan terpilih pada anak sekolah


Presentase penerimaan kudapan (%)
Brownies Pia Kroket
n % n % n %
Baik (>50%) 28 93 26 87 30 100
Kurang Baik (<50%) 2 7 4 13 0 0
Rata-rata penerimaan (%) 85,9 77,7 88,9

Hasil dari daya terima produk menunjukkan bahwa produk yang memiliki
daya terima paling baik adalah kroket. Hal ini dikarenakan kroket memiliki
takaran saji yang cukup, yaitu 67 gram. Secara keseluruhan, 85% panelis
memiliki daya terima yang baik terhadap kudapan yang disajikan. Panelis yang
memiliki daya terima kurang baik umumnya mengaku telah sarapan pagi dan
masih cukup kenyang untuk menghabiskan kudapan sekaligus. Rata-rata
penerimaan adalah 85,9% atau 63,5 gram untuk produk brownies, 77,7% atau 62
gram untuk produk pia, dan 88,9% atau 59 gram untuk produk kroket Selain daya
terima, dilakukan pula analisis kesukaan terhadap kudapan yang disajikan
dengan menggunakan formulir uji hedonik yang terdiri dari 5 skala. Tabel 12
menyajikan data kesukaan panelis terhadap kudapan.
Data hedonik terhadap kudapan menunjukkan bahwa keseluruhan
panelis menyukai produk kudapan terpilih berbahan dasar tepung sukun.
Presentase penerimaan dihitung dari panelis yang memberikan jawaban biasa
hingga sangat suka. Keseluruhan dengan tingkat kesukaan tertinggi adalah
kroket. Hal ini dapat dilihat dari presentase panelis yang memilih suka dan
sangat suka sebesar 94,3% dari keseluruhan.

Tabel 12 Presentase kesukaan terhadap kudapan (%)


Presentase penerimaan kudapan (%)
Brownies Pia Kroket
Sangat tidak suka 0 0 0
Tidak suka 0 0 0
Biasa 13,3 50 6,7
Suka 80 43,3 86,6
Sangat Suka 6,7 6,7 6,7
Jumlah 100 100 100

Analisis Kesesuaian Kudapan untuk Program PMT AS


Prgoram PMT AS memiliki beberapa persyaratan dalam pembuatan
kudapan yang dilakukan. Bentuk makanan tambahan adalah berupa kudapan
yang menyediakan 10-20% dari kebutuhan energi dan protein peserta didik.
Beberapa syarat lain adalah mencakup kandungan gizi, keamanan makanan,
dan cita rasa. Kandungan gizi makanan kudapan harus mengandung minimal
45

300 kkal dan 5 gram protein untuk setiap hari pelaksanaan PMT-AS. Bahan
pangan yang digunakan sebagai bahan dasar dalam PMT-AS sebaiknya
menggunakan hasil pertanian setempat (desa, kecamatan, atau kabupaten).
Biaya kudapan Rp2250,-/anak/hari untuk Kawasan Barat Indonesia dan
Rp2600,-/anak/hari untuk Kawasan Timur Indonesia (Tim Koordinasi PMT-AS
Pusat 2010).
Analisis zat gizi kudapan menunjukkan bahwa kudapan yang dibuat telah
memenuhi persyaratan gizi PMT AS, yaitu mengandung 300 Kal dan 5 gram
protein per takaran saji. Uji daya terima menunjukkan bahwa sasaran telah
menerima produk kudapan sesuai dengan takaran saji. Bahan pangan yang
digunakan dalam pembuatan kudapan juga merupakan bahan pangan lokal di
beberapa wilayah di Indonesia, yaitu sukun yang produksinya banyak terdapat di
Jawa Tengah dan Jogjakarta.
Analisis biaya yang dilakukan menunjukkan bahwa biaya pembuatan
tepung sukun secara tradisonal dengan adalah Rp8.250/kg dengan perhitungan
rendemen tepung sukun adalah 20,5%. Tabel 13 menunjukkan total biaya
pembuatan tepung sukun yang dilakukan dengan pemanasan oven. Biaya yang
dianalisis meliputi biaya untuk bahan baku dan biaya operasional (listrik, air, dan
tenaga kerja). Biaya pembuatan tepung sukun dapat ditekan jika pemanasan
dilakukan dengan menggunakan sinar matahari. Biaya pembuatan tepung sukun
juga dapat meningkat jika menggunakan peralatan seperti drum dryer.

Tabel 13 Biaya pembuatan tepung sukun


No Bahan Biaya per satuan Total Biaya total
1 Sukun Rp950/kg 5 kg Rp4.750
2 Natrium Rp2.500/100gram 100 gram Rp2.500
metabisulfit
3 Biaya Rp1.000/jam 1 jam Rp1.000
operasional
(listrik, air)
Total Rp8.250

Produk kudapan brownies memerlukan biaya sekitar Rp1.950/anak,


seperti yang tercantum pada Tabel 14. Biaya pembuatan produk brownies terdiri
dari bahan-bahan seperti yang tercantum pada metode dan biaya operasioal,
seperti tenaga kerja dan gas (bahan bakar). Bahan baku yang digunakan dapat
ditekan jika dibeli dalam jumlah yang banyak. Analisis biaya menggunakan
asumsi bahwa bahan yang dibeli, digunakan untuk satu loyang brownies.
46

Tabel 14 Biaya pembuatan brownies


No Bahan Biaya per satuan Total Biaya total
1 Tepung terigu Rp9.000/kg 10 gram Rp90
2 Tepung sukun Rp8.250/kg 90 gram Rp743
3 Coklat bubuk Rp8.500/200g 40 gram Rp1.700
4 Coklat batang Rp6.500/300g 70 gram Rp1.650
5 Margarin Rp5.000/200g 80 gram Rp2.000
6 Telur Rp18.000/kg 300 gram Rp5.400
7 Tepung gula Rp5.000/500g 120 gram Rp1.500
8 Ovalet Rp6.000/50g 2 gram Rp240
9 Biaya Rp5000/jam Rp5.000
operasional
Total 712gram Rp18.323
Biaya per anak (Rp18.323: 712) Rp1.950
x 74

Tabel 15 menunjukkan bahwa produk pia sukun memerlukan biaya


Rp1.560/anak. Biaya yang digunakan termasuk harga bahan yang digunakan
seperti yang tercantum dalam metode, dan biaya operasional (listrik dan tenaga
kerja). Seperti halnya brownies, harga bahan bisa ditekan jika dilakukan
pembelian dalam jumlah banyak. Analisis yang dilakukan hanya menggunakan
bahan dengan total terigu 100 gram.

Tabel 15 Biaya pembuatan pia


No Bahan Biaya per satuan Total Biaya total
1 Tepung terigu Rp9.000/kg 40 gram Rp360
2 Tepung sukun Rp8.250/kg 60 gram Rp495
3 Gula halus Rp5.000/500g 80 gram Rp800
4 Garam Rp3.000/300g 2 gram Rp20
5 Minyak Rp3.500/350g 100 gram Rp1.000
6 Air Rp500/300g 90 gram Rp150
7 Kacang hijau Rp3.000/250g 150 gram Rp1.800
8 Susu Rp2.000/80g 40 gram Rp1.000
9 Margarin Rp6.000/200g 20 gram Rp600
10 Biaya Rp5.000/jam
operasional Rp5.000
Total 582gram Rp11.345
Biaya per anak (Rp11.345: 582) Rp1.560
x 80

Produk kroket memerlukan biaya Rp2.050/anak. Tabel 16 menunjukkan


bahwa analisis biaya dilakukan dengan menghitung kebutuhan bahan dan biaya
operasional (bahan bakar dan tenaga kerja). Kroket membutuhkan biaya yang
lebih besar dibanding kudapan lainnya, namu kroket lebih efisien karena untuk
memenuhi persyaratan gizi PMT AS hanya membutuhkan 67 gram (lebih sedikiti
dibadingkan kudapan lainnya). Hal ini menunjukkan bahwa produk olahan sukun
telah sesuai sebagai kudapan dalam program PMT AS.
47

Tabel 16 Biaya pembuatan kroket


No Bahan Biaya per satuan Total Biaya total
1 Tepung terigu Rp9.000/kg 40 gram Rp360
2 Tepung sukun Rp8.250/kg 60 gram Rp495
3 Ayam (g) Rp6.000/100g 75 gram Rp4.500
4 Kentang (g) Rp800/100g 100 gram Rp800
5 Bawang Rp3.000/200g 75 gram Rp1.125
Bombay (g)
6 Wortel (g) Rp500/100g 50 gram Rp250
7 Susu (g) Rp2.000/80g 80 gram Rp2.000
8 Tepung roti (g) Rp4.000/50g 50 gram Rp4.000
9 Margarin (g) Rp6.000/200g 50 gram Rp1.500
10 Telur Rp1.800/100g 50 gram Rp900
11 Minyak Rp3.500/350g 150 gram Rp1.500
12 Biaya Rp5.000/jam
operasional Rp5.000
Total 740gram Rp22.550
Biaya per anak (Rp22.250: 740) Rp2.050
x 67
48

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Tepung sukun dapat dibuat dengan proses pengeringan alami dari buah
sukun matang yang berusia 15-19 minggu. Hasil analisis zat gizi menunjukkan
100 gram tepung sukun mengandung 9,2% air, 2,83% protein, 0,38% lemak,
1,9% abu, dan 85,65% karbohidrat. Tepung sukun dibuat menjadi 3 jenis
kudapan dengan cara pengolahan yang berbeda, yaitu brownies kukus, pia
(panggang), dan kroket (goreng).
Produk kudapan dibuat dengan formula yang berbeda. Brownies dibuat
dengan formula 70%, 80%, 90%, dan 100%. Pia dan kroket dibuat dengan
formula 50%, 60%, 70%, dan 80% dengan jumlah tepung sukun minimal 50%
sebagai pengganti tepung terigu pada seluruh produk kudapan. Formula
ditentukan dengan proses trial error.
Berdasarkan hasil uji hedonik diketahui bahwa produk dengan rasa yang
paling disukai dan ditetapkan sebagai formula terpilih adalah brownies dengan
formula 90%, produk pia dengan formula 60%, dan produk kroket dengan
formula 60%. Setiap 100 gram brownies, mengandung 409 kkal energi dan 7,5
gram protein, sedangkan 100 gram pia mengandung 383 kkal energi dan 6,7
gram protein. Kandungan energi terbesar kudapan adalah pada kroket yaitu, 455
kkal energi dan 9,9 gram protein. Takaran saji untuk produk brownies adalah 74
gram untuk mencukupi persyaratan PMT AS. Produk pia memiliki takaran saji 80
gram untuk mencukupi persyaratan PMT AS, sedangkan produk kroket memiliki
takaran saji 67 gram.
Berdasarkan hasil uji daya terima terhadap sasaran diketahui bahwa 85%
anak sekolah memiliki daya terima yang baik terhadap kudapan yang disajikan
dan 100% menyukai seluruh jenis kudapan. Analisis gizi menunjukkan bahwa
kudapan yang dibuat telah memenuhi persyaratan gizi PMT AS, yaitu
mengandung 300 Kal dan 5 gram protein per takaran saji. Analisis biaya
menunjukkan bahwa bahwa produk kudapan brownies sukun memerlukan biaya
sekitar Rp1.950/anak, produk pia sukun memerlukan biaya Rp1.560/anak,
produk kroket memerlukan biaya Rp2.050/anak. Secara umum, produk berbahan
dasar sukun dapat digunakan sebagai alternatif kudapan PMT AS.
49

Saran
Agar produk lebih efektif dalam hal takaran saji, perlu ditambahkan bahan
lain yang kaya protein seperti isolat protein kedelai. Perlu juga dilakukan
penelitian mengenai pengembangan produk lainnya dari tepung sukun yang lebih
awet mengingat produk kudapan PMT AS masih bersifat tradisonal sehingga
daya simpannya sangat singkat. Analisis zat gizi secara lengkap, seperti mineral,
serat, dan daya cerna protein juga perlu untuk dilakukan untuk mengetahui
keefektifan produk kudapan PMT AS yang mengedepankan nilai gizi.
50

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2004. Pia Kacang Hijau. Majalah SAJI ed 26/II/Agustus/2004. Jakarta.

________. 2006. Cara membuat bakpia pathuk Yogyakarta. http://carapedia


.com/bakpia_pathuk_yogyakarta_info350.html [23 Juli 2012]

Alice AO, Ashudahuni OF, Rahman A, and Kayode A. 2012. Proximate


composition and sensory qualities of snacks produces from breadfruit
flour. Global Journal of Science Frontier Research Biological Science 12
(7) : 310-319

Ankaru T. 2010. Study on carbohydrate profile of samoan bread study.


Penelitian. Hokaaido: Obihiro University of Agriculture and Veterinary
Medicine.

Anna. 1991. Sukun “raksasa‟ dari Cilacap, Buah Lebih Besar, Gampang
Dibiakkan. [Kliping] (hlm. 16-18). Jakarta: PIP (Pusat Informasi
Pertanian Trubus).

Balya John D. Warna dalam bahan pangan. http://fppb.ubb.ac.id [22 Juli 2012]

Beard J. 2011. Eat World Croquettes. http://www.jamesbeard.org/blog/eat-word-


croquettes [20 Oktober 2012]

Belitz HD, W Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer Verlag. Berlin.

Berenbaum RL. 2003. The Bread Bibble. New York: W. W Norton & Company.

Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wotton M. 1981. Ilmu Pangan. Purnomo H,
Adlono, penerjemah. Jakarta: UI Press.
Cahyono TW. 2006. Sukun sumber karbohidrat pengganti beras. http://twc-
sp.co.cc/index.php?option=com_content&view=article&id=64:sukun-
sumber-karbohidrat-pengganti-beras-&catid=1:latest-news&Itemid=50
[01 Juni 2012]

Considine DM dan GD Considine. 1982. Food and Food Production


Encyclopedia. New York: Van Nostrand Reinhold.

Departemen Kesehatan. 1997. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (IV). Jakarta:


Departemen Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.

Fardiaz S dan D Fardiaz. 1992. Makanan Jajanan dan Peluang Peningkatannya.


Jakarta: Persagi.

Febrial E. 2009. Pengembangan Produk Pangan Fungsional Browbies Kukus


dari Tepung Kecambah dan Tepung Tempe Kacang Komak. [Skripsi].
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
51

Golden KD and Williams OJ. 2010. The amino acid, fatty acid, and carbohydrate
content of Artocarpus altilis (breadfruit); the white cultivar from the west
indies. ISHS Acta Horticultture 757: 251-262

Guhardja S. 1994. Buletin Sadar Pangan dan Gizi 3(2)

Haerah A. 1993. Masalah Pengembangan Bahan Pangan Tradisional dalam


Penganekaragaman Penyediaan Pangan. Jakarta: Dirjen Pertanian
Tanaman

Hariyadi P, Budijanto S, Kitu NE. 2000. Utilization of coconut fatty acid destilate
for the production of mono- and diacylglycerols by lipase- catalyzed
reaction [Paper]. Dallas, USA: Institute of Food Technologist Annual
Meeting.

Jalal F dan Sumali M. 1998. Gizi dan Kualitas Hidup: Agenda perumusan
program gizi Repelita VIII untuk mendukung pengembangan
sumberdaya manusia yang berkualitas dalam Widyakarya Pangan dan
Gizi VI 1998. Jakarta: LIPI

Komalasari Y. 1991. Pengetahuan gizi terhadap sikap dan kebiasaan jajan serta
sumbangan terhadap kecukupan zat gizi pada makasiswa IPB [Skripsi].
Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut
Pertanian Bogor.

Kushargina R. 2012. Daya Terima Dan Asupan Energi, Protein, serta Vitamin A
Balita pada Produk Olahan Mi Ubi Jalar Merah. [Skripsi]. Bogor: fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Kusnandar F, Nuraida L, Palupi N S. 2007. Pemanfaatan talas, garut, dan sukun


sebagai prebiotik dan formulasi sinbiotik sebagai suplemen makanan.
Penelitian Hibah Bersaing. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Manik L. 2001. Identifikasi kelayakan makanan kudapan sekolah sebagai


makanan PMT-AS menurut aspek gizi, biaya, dan keamanan pangan
[Skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,
Institut Pertanian Bogor.

Martinus. 2008. Ingredient of Bakery. http://indonesianbakeryrecipes.blogspot.


com/2008 08 17archive.html [21 Nov 2012]

Matz S dan TD Matz. 1992. Bakery Technology and Engineering 3rd Ed. New
York: Van Nostrand Reinhold.

Megawangi R. 1984. Studi Pendahuluan Mengenai Aplikasi Fortifikasi Makanan


Jajanan di Kota Bogor. Bogor: Equality Policy Centre.

Meilani V. 2002. Mempelajari Penggunaan Tepung Sukun (Artocarpus altilis


(Park.)Fsb) sebagai Bahan Subtitusi Tepung Terigu dalam Pembuatan
Cookies [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
52

Praja A. 2006. Kebiasaan konsumsi makanan kudapan dan kontribusinya


terhadap kecukupan energi dan protein pada mahasiswa putra putri TPB
IPB dengan status gizi kurang [Skripsi]. Bogor: Program Studi Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Prabawati S, Suismono. 2009. Sukun: Bisakah menjadi bahan baku produk


pangan?. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 31(1): 5-7.

Potter N. 1973. Food Science 2nd Ed. Westport: The AVI Publ., Co., Inc.

Ragone D. 2006. Species Profiles for Pacific Island Agroforestry : Artocarpus


altilis (breadfruit). Http://www.traditionaltree.org [20 Oktober 2012]

Riwan. 2011. Sifat-sifat Organoleptik dalam Pengujian Terhadap Bahan


Makanan. http://fppb.ubb.ac.id [22 Juli 2012]

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan


Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat antar Universitas Pangan
dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sunarto. 1988. Sukun. Kumpulan Kliping Sukun, Mengenal Sukun, Jenis Sukun,
Budidaya Sukun, Pengolahan Pasca Panen, Sentra Produksi (hlm. 1-4).
Jakarta: PIP (Pusat Informasi Pertanian Trubus).

Sunaryo E. 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian. Bogor : Fakultas


Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Suprapti M L. 2002. Tepung Sukun. Yogyakarta : Kanisisus.

Sutardi dan Supriyanto. 1996. Sifat Tepung Sukun dan Kesesuaiannya untuk
Diolah Menjadi berbagai Produk Olahan Makanan Kecil. Media
Komunikasi dan Informasi Pangan, 7(25), 61-61.

Tim Koordinasi PMT-AS Pusat. 2010. Pedoman Pelaksanaan Penyediaan


Makanan Tambahan Anak Sekolah Tahun 2010. Jakarta: Tim
Koordinasi PMT-AS Pusat.

Tim Koordinasi PMT-AS Pusat. 2010. Kroket isi daging ayam. http://pmtas.
ditptksd.go.id/index.php?module=content&func=view&page=kudapan_
2011_gurih/kroket_kentang&menu=produk [20 Agustus 2012]

Tireki S. 2007. Technology of Cake Production. Dalam Food Engineering


Aspects of Baking Sweet Goods. Servet Gulum Sumnu (ed). London :
CRC Press.

Vania A. 2010. Mutu dan potensi brownies kukus sebagai pangan fungsional
ddengan subtitusi tepung pisang modifikasi [Skripsi]. Bogor : Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Verheij EW dan Coronel RE. 1997. Prosea, Sumberdaya Nabati Asia Tenggara
2, Buah-Buahan yang dapat dimakan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
53

Widowati S dan DS Damardjati. 2001. Menggali Sumberdaya Pangan Lokal


dalam Rangka Ketahanan Pangan. Majalah PANGAN No 36/X/Jan
/2001. Jakarta.: BULOG.

Widowati S. 2003. Prospek tepung sukun untuk berbagai produk makanan


olahan dalam upaya menunjang diversifikasi pangan [makalah]. Bogor:
Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Widyanti L. 1989. Alokasi uang saku untuk konsumsi makanan jajanan dan
sumbangannya terhadap konsumsi zat gizi anak SMA [Skripsi]. Bogor:
Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian
Bogor.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama

Winarno FG, 2000. Potensi dan Peran tepung-tepungan bagi Industri Pangan
dan Program Perbaikan Gizi. [Makalah] Seminar Nasional Interaktif:
Penganekaragaman Makanan untuk Memantapkan ketersediaan
pangan.

Yohani. 1995. Ekstraksi dan analisa polisakarida buah sukun (Artocarpus altilis)
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
54

LAMPIRAN
55

Lampiran 1 Kuisioner Mutu Hedonik Produk

Nama : Jenis kelamin: L/P


Tanggal :
Uji Mutu Hedonik
Berikut ini disediakan 4 sampel brownies dengan bahan dasar
tepung sukun dan tepung terigu. Saudara diminta untuk memberikan
penilaian dengan cara memberikan garis vertikal dan kode terhadap garis
penilaian di bawah ini. Sebelum memberikan penilaian antar sampel,
dimohon saudara berkenan untuk berkumur terlebih dahulu.
Warna

1 2 3 4 5 6 7 8 9
amat amat sangat
sangat pucat gelap
Aroma Sukun

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat amat sangat
lemah kuat
Rasa Sukun

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat amat sangat
lemah kuat
Rasa Manis

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat amat sangat
lemah kuat
Tekstur

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat amat sangat
lemah kuat
Saran/Komentar:
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
........................................................
56

Nama : Jenis kelamin: L/P


Tanggal :
Uji Mutu Hedonik
Berikut ini disediakan 4 sampel pia isi kacang hijau dengan bahan
dasar tepung sukun dan tepung terigu. Saudara diminta untuk
memberikan penilaian dengan cara memberikan garis vertikal dan kode
terhadap garis penilaian di bawah ini. Sebelum memberikan penilaian
antar sampel, dimohon saudara berkenan untuk berkumur terlebih dahulu.
Warna

1 2 3 4 5 6 7 8 9
amat amat sangat
sangat pucat gelap
Aroma Sukun

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat amat sangat
lemah kuat
Rasa Sukun

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat amat sangat
lemah kuat
Rasa Manis

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat amat sangat
lemah kuat
Rasa Gurih

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat amat sangat
lemah kuat
Tekstur

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat amat sangat
lemah kuat

Saran/Komentar:
57

Nama : Jenis kelamin: L/P


Tanggal :
Uji Mutu Hedonik
Berikut ini disediakan 4 sampel kroket dengan bahan dasar tepung
sukun dan tepung terigu. Saudara diminta untuk memberikan penilaian
dengan cara memberikan garis vertikal dan kode terhadap garis penilaian
di bawah ini. Sebelum memberikan penilaian antar sampel, dimohon
saudara berkenan untuk berkumur terlebih dahulu.
Warna

1 2 3 4 5 6 7 8 9
amat amat sangat
sangat pucat gelap
Aroma Sukun

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat amat sangat
lemah kuat
Rasa Sukun

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat amat sangat
lemah kuat
Rasa Gurih

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat amat sangat
lemah kuat
Tekstur

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat amat sangat
lemah kuat
Saran/Komentar:
58

Lampiran 2 Kuisioner Uji Hedonik Produk


Nama : Jenis kelamin: L/P
Tanggal :
Uji Hedonik
Berikut ini disediakan 4 sampel brownies dengan bahan dasar
tepung sukun dan tepung terigu. Saudara diminta untuk memberikan
penilaian dengan cara memberikan garis vertikal dan kode terhadap garis
penilaian di bawah ini. Sebelum memberikan penilaian antar sampel,
dimohon saudara berkenan untuk berkumur terlebih dahulu.
Warna

1 2 3 4 5 6 7 8 9
amat amat sangat
sangat tidak suka suka
Aroma Sukun

1 2 3 4 5 6 7 8 9
amat amat sangat
sangat tidak suka suka
Rasa

1 2 3 4 5 6 7 8 9
amat amat sangat
sangat tidak suka suka
Tekstur

1 2 3 4 5 6 7 8 9
amat amat sangat
sangat tidak suka suka

Saran/Komentar:
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
........................................................
59

Nama : Jenis kelamin: L/P


Tanggal :
Uji Hedonik
Berikut ini disediakan 4 sampel pia isi kacang hijau dengan bahan
dasar tepung sukun dan tepung terigu. Saudara diminta untuk
memberikan penilaian dengan cara memberikan garis vertikal dan kode
terhadap garis penilaian di bawah ini. Sebelum memberikan penilaian
antar sampel, dimohon saudara berkenan untuk berkumur terlebih dahulu.
Warna

1 2 3 4 5 6 7 8 9
amat amat sangat
sangat tidak suka suka
Aroma Sukun

1 2 3 4 5 6 7 8 9
amat amat sangat
sangat tidak suka suka
Rasa

1 2 3 4 5 6 7 8 9
amat amat sangat
sangat tidak suka suka
Tekstur

1 2 3 4 5 6 7 8 9
amat amat sangat
sangat tidak suka suka

Saran/Komentar:
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
........................................................
60

Nama : Jenis kelamin: L/P


Tanggal :
Uji Hedonik
Berikut ini disediakan 4 sampel kroket dengan bahan dasar tepung
sukun dan tepung terigu. Saudara diminta untuk memberikan penilaian
dengan cara memberikan garis vertikal dan kode terhadap garis penilaian
di bawah ini. Sebelum memberikan penilaian antar sampel, dimohon
saudara berkenan untuk berkumur terlebih dahulu.
Warna

1 2 3 4 5 6 7 8 9
amat amat sangat
sangat tidak suka suka
Aroma Sukun

1 2 3 4 5 6 7 8 9
amat amat sangat
sangat tidak suka suka
Rasa

1 2 3 4 5 6 7 8 9
amat amat sangat
sangat tidak suka suka
Tekstur

1 2 3 4 5 6 7 8 9
amat amat sangat
sangat tidak suka suka

Saran/Komentar:
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
........................................................
61

Lampiran 3 Hasil Uji Ragam Mutu Hedonik Brownies


ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Warna Between Groups 21.110 3 7.037 4.356 .005
Within Groups 381.207 236 1.615
Total 402.318 239
Aroma Between Groups 7.906 3 2.635 .846 .470
Within Groups 734.872 236 3.114
Total 742.778 239
RasaSukun Between Groups 6.560 3 2.187 .708 .548
Within Groups 729.136 236 3.090
Total 735.696 239
RasaManis Between Groups 21.504 3 7.168 3.325 .020
Within Groups 508.819 236 2.156
Total 530.323 239
Tekstur Between Groups 13.367 3 4.456 1.541 .205
Within Groups 682.369 236 2.891
Total 695.736 239

Warna
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Kode N 1 2
70 60 5.9083
80 60 6.4250
100 60 6.5367
90 60 6.7017
Sig. 1.000 .264
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.

RasaManis
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Kode N 1 2
100 60 5.2183
70 60 5.3150
80 60 5.6200 5.6200
90 60 5.9850
Sig. .160 .175
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
62

Lampiran 4 Hasil Uji Ragam Hedonik Brownies


ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Warna Between Groups 10.017 3 3.339 1.452 .228
Within Groups 542.510 236 2.299
Total 552.527 239
Aroma Between Groups 21.338 3 7.113 2.979 .032
Within Groups 563.497 236 2.388
Total 584.835 239
Rasa Between Groups 14.217 3 4.739 1.992 .116
Within Groups 561.515 236 2.379
Total 575.732 239
Tekstur Between Groups 33.107 3 11.036 4.111 .007
Within Groups 633.529 236 2.684
Total 666.637 239

Aroma
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Kode N 1 2
100 60 5.7100
80 60 6.0833 6.0833
70 60 6.4133
90 60 6.4483
Sig. .187 .225
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.

Tekstur
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Kode N 1 2
70 60 5.6333
100 60 6.2700
80 60 6.3917
90 60 6.6400
Sig. 1.000 .247
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
63

Lampiran 5 Hasil Uji Ragam Mutu Hedonik Pia

ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Warna Between Groups 17.229 3 5.743 2.558 .056
Within Groups 529.931 236 2.245
Total 547.161 239
Aroma Between Groups 23.704 3 7.901 2.247 .084
Within Groups 829.875 236 3.516
Total 853.579 239
RasaSukun Between Groups 20.420 3 6.807 1.831 .142
Within Groups 877.368 236 3.718
Total 897.788 239
RasaGurih Between Groups 2.479 3 .826 .297 .828
Within Groups 657.317 236 2.785
Total 659.796 239
RasaManis Between Groups 15.346 3 5.115 1.883 .133
Within Groups 641.150 236 2.717
Total 656.496 239
Tekstur Between Groups 56.454 3 18.818 6.074 .001
Within Groups 731.146 236 3.098
Total 787.600 239

Tekstur
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Kode N 1 2
50 60 3.1167
70 60 3.2383
60 60 3.9767
80 60 4.2667
Sig. .705 .368
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
64

Lampiran 6 Hasil Uji Ragam Hedonik Pia


ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Warna Between Groups 24.810 3 8.270 2.575 .055
Within Groups 757.920 236 3.212
Total 782.730 239
Aroma Between Groups 18.802 3 6.267 2.046 .108
Within Groups 722.794 236 3.063
Total 741.596 239
Rasa Between Groups 8.792 3 2.931 .904 .440
Within Groups 765.246 236 3.243
Total 774.038 239
Tekstur Between Groups 16.736 3 5.579 1.525 .209
Within Groups 863.110 236 3.657
Total 879.846 239

Lampiran 7 Hasil Uji Ragam Mutu Hedonik Kroket

ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Warna Between Groups 72.171 3 24.057 14.135 .000
Within Groups 401.645 236 1.702
Total 473.816 239
Aroma Between Groups 46.861 3 15.620 7.922 .000
Within Groups 465.341 236 1.972
Total 512.202 239
RasaSukun Between Groups 50.965 3 16.988 9.541 .000
Within Groups 420.228 236 1.781
Total 471.193 239
RasaGurih Between Groups 23.738 3 7.913 4.313 .006
Within Groups 432.985 236 1.835
Total 456.723 239
Tekstur Between Groups 20.992 3 6.997 3.625 .014
Within Groups 455.608 236 1.931
Total 476.600 239
65

Warna
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Kode N 1 2 3
80 60 5.0833
70 60 5.7500
60 60 6.0917
50 60 6.5917
Sig. 1.000 .153 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.

Aroma
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Kode N 1 2 3
80 60 5.1250
70 60 5.5950 5.5950
60 60 5.7217
50 60 6.3625
Sig. .068 .622 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.

RasaSukun
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Kode N 1 2 3
80 60 4.7800
70 60 5.1650 5.1650
60 60 5.5633 5.5633
50 60 6.0200
Sig. .115 .103 .062
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
66

RasaGurih
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Kode N 1 2 3
80 60 5.0500
70 60 5.1600 5.1600
50 60 5.5983 5.5983
60 60 5.8200
Sig. .657 .078 .371
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.

Tekstur
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Kode N 1 2
70 60 5.2167
80 60 5.2750
60 60 5.8300
50 60 5.8417
Sig. .818 .963
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
67

Lampiran 8 Hasil Uji Ragam Hedonik Kroket

ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Warna Between Groups 73.650 3 24.550 14.358 .000
Within Groups 403.533 236 1.710
Total 477.183 239
Aroma Between Groups 39.179 3 13.060 6.661 .000
Within Groups 462.717 236 1.961
Total 501.896 239
Rasa Between Groups 25.167 3 8.389 4.461 .005
Within Groups 443.833 236 1.881
Total 469.000 239
Tekstur Between Groups 19.846 3 6.615 3.367 .019
Within Groups 463.650 236 1.965
Total 483.496 239

Warna
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Kode N 1 2 3
80 60 5.0000
70 60 5.7000
60 60 6.0000
50 60 6.5333
Sig. 1.000 .210 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.

Aroma
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Kode N 1 2
80 60 4.9833
70 60 5.3333
60 60 5.5000
50 60 6.1000
Sig. .056 1.000
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
68

Rasa
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Kode N 1 2 3
80 60 4.5333
70 60 4.8500 4.8500
60 60 5.2167
50 60 5.7667
Sig. .191 .131 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.

Tekstur
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Kode N 1 2
70 60 5.1667
80 60 5.1667
60 60 5.7333
50 60 5.7500
Sig. 1.000 .948
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
69

Lampiran 9 Kuisioner Uji Kesukaan Anak Sekolah


Nama :
Tanggal :
Jenis Produk : Brownies

Tolong berikan tanda silang pada salah satu penilaian yang sesuai terhadap
makanan yang disajikan:

a. Sangat tidak suka


b. Tidak Suka
c. Biasa
d. Suka
e. Sangat Suka

Terima kasih
70

Lampiran 10 Hasil Uji Daya Terima terhadap Kudapan

Penerimaan (gram)
Nomor Responden
Brownies Pia Kroket
1 70 76 65
2 74 65 67
3 74 64 67
4 69 67 50
5 50 60 55,5
6 53 60 67
7 67 80 67
8 32,5 50 45
9 67 80 67
10 68,5 60 67
11 69,3 60 55,4
12 74 70 60
13 72 35 61,3
14 72 80 50,3
15 50 40 67
16 54,1 70,3 67
17 74 55 67
18 56,5 64,2 55
19 34,1 20 50
20 49,7 80 67
21 74 50 57
22 74 42,5 50
23 74 77 67
24 74 80 50
25 71 75 56
26 70 60 67
27 60,1 72,1 67
28 48,1 45,2 50
29 57 58 42,2
30 74 70,1 65
Rata-rata penerimaan (gram) 63,56 62,1 59

Anda mungkin juga menyukai